1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media komunikasi digital pada dasarnya ada tiga macam yaitu, tembaga, udara dan kaca. Tembaga sebagai media komunikasi sejak lama, yang telah berevolusi dari penghantar listrik menjadi penghantar elektromagnetik yang membawa pesan, suara, gambar dan data digital. Berkembangnya teknologi frekuensi radio menambah alternatif lain media komunikasi, yang disebut dengan nirkabel atau wireless, sebuah komunikasi dengan udara sebagai penghantarnya. Tahun 1980-an dikenalkan suatu media komunikasi yang sekarang menjadi tulang punggung komunikasi dunia, yaitu serat optik. Sebuah media yang memanfaatkan pulsa cahaya dalam sebuah ruang kaca berbentuk kabel (Hendriyana, 2006). Teknologi penyaluran informasi melalui serat optik memiliki banyak kelebihan dibandingkan 2 sistem komunikasi di atas. Beberapa kelebihan sistem komunikasi menggunakan serat optik diantaranya adalah serat optik mampu membawa arus informasi dalam jumlah besar dengan jarak jauh dengan loss rendah dan juga sistem komunikasi ini lebih fleksibel, lebar pita frekuensi ( bandwidth ) yang lebar, murah, tidak mudah terbakar, redaman yang rendah, tidak mengalirkan arus listrik, tidak terganggu gelombang elektromagnet, lebih tipis dan sinyal degradasi yang kecil. Dari beberapa kelebihan ini, serat optik menjadi pilihan utama untuk menggantikan media informasi yang lain (Tim Elektron HME-ITB, 2000). Serat optik juga mempunyai beberapa kelemahan, beberapa diantaranya adalah sulitnya membuat terminal pada kabel serat, penyambungan serat harus menggunakan teknik dan ketelitian yang tinggi. Selain itu, cahaya mengalami pelebaran dan pelemahan, yang disebabkan karena ketidakmurnian bahan serat, yang menyerap serta menyebarkan cahaya. Dalam instalasi sebuah sistem transmisi serat optik, akan ditemui beberapa kesulitan diantaranya adalah pada saat membagi sinyal yang dibawa dan mempertahankan intensitasnya. Kesulitan
51
Embed
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... · 1.1 Latar Belakang Masalah Media komunikasi digital pada dasarnya ada tiga macam yaitu, ... Kaca adalah benda padat amorf yang mempunyai
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Media komunikasi digital pada dasarnya ada tiga macam yaitu, tembaga,
udara dan kaca. Tembaga sebagai media komunikasi sejak lama, yang telah
berevolusi dari penghantar listrik menjadi penghantar elektromagnetik yang
membawa pesan, suara, gambar dan data digital. Berkembangnya teknologi
frekuensi radio menambah alternatif lain media komunikasi, yang disebut dengan
nirkabel atau wireless, sebuah komunikasi dengan udara sebagai penghantarnya.
Tahun 1980-an dikenalkan suatu media komunikasi yang sekarang menjadi tulang
punggung komunikasi dunia, yaitu serat optik. Sebuah media yang memanfaatkan
pulsa cahaya dalam sebuah ruang kaca berbentuk kabel (Hendriyana, 2006).
Teknologi penyaluran informasi melalui serat optik memiliki banyak
kelebihan dibandingkan 2 sistem komunikasi di atas. Beberapa kelebihan sistem
komunikasi menggunakan serat optik diantaranya adalah serat optik mampu
membawa arus informasi dalam jumlah besar dengan jarak jauh dengan loss
rendah dan juga sistem komunikasi ini lebih fleksibel, lebar pita frekuensi
( bandwidth ) yang lebar, murah, tidak mudah terbakar, redaman yang rendah,
tidak mengalirkan arus listrik, tidak terganggu gelombang elektromagnet, lebih
tipis dan sinyal degradasi yang kecil. Dari beberapa kelebihan ini, serat optik
menjadi pilihan utama untuk menggantikan media informasi yang lain (Tim
Elektron HME-ITB, 2000).
Serat optik juga mempunyai beberapa kelemahan, beberapa diantaranya
adalah sulitnya membuat terminal pada kabel serat, penyambungan serat harus
menggunakan teknik dan ketelitian yang tinggi. Selain itu, cahaya mengalami
pelebaran dan pelemahan, yang disebabkan karena ketidakmurnian bahan serat,
yang menyerap serta menyebarkan cahaya. Dalam instalasi sebuah sistem
transmisi serat optik, akan ditemui beberapa kesulitan diantaranya adalah pada
saat membagi sinyal yang dibawa dan mempertahankan intensitasnya. Kesulitan
2
pembagian sinar dapat diatasi dengan penggunaan splitter yang biasanya
berbentuk planar waveguide, dengan adanya splitter ini maka satu input akan
menjadi dua atau lebih output. Persoalan mempertahankan intensitas dapat diatasi
dengan pembuatan penguatan pembangkit kabel. Penguatan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu menggunakan perangkat elektronik dan tanpa
menggunakan perangkat elektronik. Penguatan menggunakan perangkat
elektronik harus mengubah gelombang pembawa (laser) menjadi sinyal listrik
kemudian dikuatkan dengan rangkaian penguat elektronik lalu diubah kembali
menjadi laser. Sedangkan penguatan tanpa perangkat elektronik dapat berupa fiber
atau planar waveguide.
Penguat optik berbentuk planar mempunyai ukuran yang lebih kecil
sehigga lebih murah dan efisien. Pada penelitian ini dibuat pemandu gelombang
berbentuk plat (planar waveguide) yang bersifat pasif dengan menggunakan kaca
sode-lime. Pada penelitian ini digunakan kaca soda-lime dikarenakan kaca ini
mudah diperoleh di Indonesia dan harganya relatif murah.
Pemandu gelombang (waveguide) dapat dibuat dengan beberapa cara.
Diantaranya adalah metode sputtering, Chemical vapor deposition, Sol gel
coating, implantasi ion dan pertukaran ion (ion exchange) . Metode yang paling
umum dipakai untuk pembuatan waveguide adalah pertukaran ion. Alasannya
adalah karena metode ini lebih efisien, fleksibel dan mampu diproduksi secara
massal serta teknik ini relatif sederhana dan tidak memerlukan teknologi yang
rumit (Salavcova, 2004). Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode
pertukaran ion K+ dari leburan garam KNO3 dengan ion Na+ yang berada di dalam
kaca soda-lime. Karakterisasi yang dilakukan berupa pengukuran indeks bias kaca
soda-lime sebelum dan sesudah pertukaran ion, besarnya transmitansi, dan
menentukan jumlah mode gelombang yang dapat dijalarkan pada lapisan tipis
yang terbentuk dengan menggunakan metode prisma kopling .
3
1.2 Perumusan Masalah
Penampilan sifat optik waveguide dipengaruhi distribusi indeks bias.
Distribusi indeks bias tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi ion pendifusi dalam
subtratnya. Fabrikasi waveguide ini mengacu pada persamaan:
Dt
xerfcCc
40
(1.1)
Dt
xerfcnnxn s
2.)(
(1.2)
T
CCD 2
1 exp(1.3)
Dalam eksperimen ini diketahui pengaruh parameter fabrikasi (waktu, dan
konsentrasi KNO3 dalam leburan terhadap penampilan optik). Suhu yang dipakai
adalah 3050C untuk konsentrasi 50 % mol KNO3 serta 3350C untuk konsentrasi
70 % mol KNO3. Waktu yang dipakai 25 menit, 100 menit, 225 menit, 400 menit,
625 menit dan 900 menit.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memperoleh lapisan tipis hasil pertukaran ion K+ - Na+ sebagai bahan
pemandu gelombang.
2. Mengetahui pengaruh lamanya waktu pendifusian dan konsentrasi
terhadap perubahan indeks bias.
3. Menentukan dan mengetahui pengaruh lamanya waktu pendifusian dan
konsentrasi terhadap transmitansi.
4. Menentukan jumlah mode gelombang yang dapat dijalarkan pada
lapisan tipis yang terbentuk dengan menggunakan metode prisma
kopling.
5. Menentukan kedalaman lapisan tipis akibat pertukaran ion K+-Na+.
4
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang penumbuhan
lapisan tipis dengan metode pertukaran ion (ion exchage).
2. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai sifat optik dari
lapisan kaca soda-lime yang didifusi dengan KNO3-NaNO3.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kaca
Kaca adalah benda padat amorf yang mempunyai range keteraturan yang
pendek dan saat didinginkan atau dipanaskan menunjukkan adanya gejala kaca
transisi. Leburan material akan menjadi material padat berupa kristal atau kaca
jika leburan tersebut didinginkan (Gambar 2.1). Struktur material yang terbentuk
tergantung pada proses laju pendinginan. Jika leburan material didinginkan
dengan laju pendinginan lambat maka akan terbentuk suatu material dengan
struktur atom yang teratur yang bersifat stabil dan mempunyai volume yang relatif
kecil dan enthalphy yang relatif kecil, yaitu kristal. Namun apabila laju
pendinginan dilakukan secara cepat maka terbentuk material yang struktur
atomnya tidak teratur (Gambar 2.2) yang bersifat metastabil dan mempunyai
volume dan enthalpy yang relatif besar yaitu kaca (Shelby, 1997).
Gambar 2.1 Laju pendinginan Leburan material (Shelby, 1997)
Fast cooled
Slow cooled Phase transition:solid-to-liquid
Crystalline solid
glassSupercooling gradual solidi-fication
Time
temperatur
Tmelt
6
(a) (b)
Gambar 2.2. Contoh perbedaan antara struktur kristal dengan kaca. (a) Struktur
kristal SiO4
(b) Struktur kaca SiO4
(Shelby, 1997).
Proses pembentukan kaca berdasarkan laju pendinginan terbagi menjadi
dua jenis, yaitu laju pendinginan cepat (fast cooled glass) dan laju pendinginan
lambat (slow cooled glass) (Gambar 2.3). Kaca yang terbentuk dengan laju
pendinginan cepat memilki stuktur atom yang sangat tidak teratur dan memiliki
volume atau enthalpy yang besar. Kaca hasil pendinginan lambat akan memiliki
struktur atom yang lebih teratur daripada pendinginan cepat, namun masih bersifat
amorf dan memiliki volume atau entalphy yang lebih kecil.
Gambar 2.3. Pengaruh temperatur terhadap pembentukan kaca .
(a) Pengaruh temperatur tehadap enthalpy kaca (Shelby, 1997).
(b) Pengaruh temperatur terhadap volume kaca(Almeida, 2005).
(a) (b)
Liquidsupercooled
Slow cooled Glass
Temperature
Glass Transformation Range
Fast cooled Glass
Tfslow Tfast Tm
enthalpy
Tfslow Tfast
enthalpy
Liquid
supercooled
Fast cooled
Melting point
TemperatureXm
7
Pembentukan kaca yang terjadi ketika leburan didinginkan menunjukkan
adanya gejala kaca transisi. Kaca transisi merupakan peristiwa perubahan fase
suatu material diantara fase liquid dan padat. Setiap material ketika dipanaskan
memiliki titik lebur (melting point) yang berbeda. Kaca yang dipanaskan sebelum
mencapai titik lebur, terjadi keadaan seperti karet yang disebut dengan rubbery.
Temperatur dimana kaca berubah menjadi keadaan rubbery disebut suhu transisi
kaca (Tg) (Gambar 2.3). Besarnya suhu transisi kaca (Tg) mendekati 2/3 dari suhu
titik leburnya (Tm) (Almeida, 2005).
2.2 Pertukaran Ion (Ion Exchange)
Metode pertukaran ion adalah salah satu metode untuk membuat pandu
gelombang. Prinsip dasar metode pertukaran ion adalah adanya proses difusi ion.
Difusi ion adalah pergerakan secara acak dari ion-ion lincah pada medium
pendifusi dan terdifusi. Pergerakan ini ditujukan untuk mencapai suatu titik
kesetimbangan diantara kedua medium tersebut. Dalam metode pertukaran ion
terlebih dahulu menentukan titik lebur (melting point) dari suatu bahan yang akan
digunakan sehingga pada prose difusi dapat berjalan dengan baik. Gambar (2.4)
menunjukkan titik lebur (melting point) dari KNO3-NaNO3.
Gambar 2.4. Diagram fase KNO3-NaNO3 .
8
Proses pertukaran ion terjadi ketika ion-ion yang mudah bergerak pada
kaca, biasanya Na+ didesak oleh ion-ion yang ukurannya lebih besar atau ion-ion
yang tingkat polarisabilitasnya lebih tinggi. Contoh ion-ion yang
polarisabilitasnya lebih tinggi dari Na+ yaitu Ag+, K+, Cs+, dan Tl+ . Akibatnya,
indeks bias kaca akan meningkat. Perubahan indeks bias ini dapat dimanfaatkan
sebagai pandu gelombang. Pertukaran ion ini merupakan proses yang berkaitan
dengan suhu. Terkadang medan listrik digunakan untuk mempercepat proses
pertukaran ion. Biasanya ion-ion yang dimasukkan ke dalam kaca berasal dari
leburan garam. Tetapi pada pertukaran ion dengan bantuan medan listrik, lapisan
logam juga digunakan sebagai sumber ion (Najafi, 1992). Tabel 2.1 menunjukkan
beberapa garam pendifusi yang digunakan dalam proses pertukaran ion.
Tabel 2.1. Ion-ion yang umumnya digunakan dalam pertukaran ion. rA dan rB
adalah jari-jari ion dengan satuan Anstrom (Ǻ). Polarisability (α)
dengan satuan Ǻ3 (Yliniemi, 2007).
Salt ion
(A)
Glass ion
(B)
rA/rB αA/αB
Li Na 0.69 0.07
K Na 1.35 3.2
Rb K 1.12 1.5
Cs K 1.24 2.5
Tl Na 1.55 12.7
Tl K 1.12 3.9
Ag Na 1.33 5.6
Proses pertukaran ion ini berlangsung sampai fluks dari kedua ion ini akan
identik dan sampai terjadi kesetimbangan kinetik. Kesetimbangan kinetik antara
ion pendiffusi pada leburan garam dengan ion terdifusi pada kaca dapat dijelaskan
pada Persamaan (2.1).
9
BA AB (2.1)
Keterangan:
A+ : ion pendiffususian pada leburan garam
B+ : ion terdifusi pada kaca
Pertukaran ion dapat digunakan untuk membentuk lapisan tipis pada
permukaan kaca. Dimana proses pertukaran ion ini, akan meningkatkan indeks
bias permukaan kaca. Perbedaan indeks bias ini digunakan untuk memandu
cahaya pada planar waveguide. Hasil dari penumbuhan lapisan tipis berbentuk
graded index (Gambar 2.5). Indeks biasnya menurun dari permukaan lapisan tipis
sampai kedalaman tertentu indeks biasnya sama dengan indeks bias substrat
(Gambar 2.6).
Gambar 2.5.a Substrat sebelum pertukaran ion, b. Substrat setelah pertukaran ion
Gambar 2.6. Profil indeks bias dari pemandu gelombang yang terdifusi dengan
garam potassium nitrat pada suhu 4000C selama 2 jam (Najafi, 1992)
Proses pertukaran ion sangat bergantung pada konsentrasi suatu titik dan
lama proses pertukaran ion. Hubungan antara konsentrasi pada suatu titik berubah
hx
a. b.
10
terhadap waktu yang dapat dijelaskan dengan Hukum Fiks II yaitu Persamaan 2.2
(Najafi, 1992):
x
cD
xt
c (2.2)
Bila koefisien difusi tidak tergantung dengan komposisi maka,
2
2
x
cD
t
c
(2.3)
Dengan mengacu pada syarat batas untuk suatu proses difusi,
C(x,0)=0 (2.4)
C(0,t)=C0
Sehingga diperoleh Persamaan 2.5,berikut:
Dt
xerfcCtxC o
2, (2.5)
Dengan error function adalah
dtezerfcz
t
22
(2.6)
Pertukaran ion dapat terjadi apabila terdapat jarak antar ion-ion di dalam
bahan. Oleh karena itu, agar terdapat jarak antar ion maka pertukaran ion ini
dilakukan pada suhu yang tinggi. Pada kaca ion-ion yang mudah bergerak adalah
Na+, sedangkan pada ion pendifusi (biasanya berasal dari garam) harus memiliki
ukuran atom yang lebih besar agar dapat meningkatkan indeks bias pada lapisan
tipis yang dibentuk, misalnya Ag+, K+, Cs+, dan Tl+ . Namun demikian, tidak
semua bahan dapat digunakan sebagai pendifusi. Syarat agar dapat terjadi
pertukaran ion adalah tp TT , dimana Tp adalah titik lebur pendifusi dan Tt
adalah titik lebur terdifusi. Sehingga perlu diperhatikan titik lebur garam yang
akan digunakan untuk mendifusi. Titik lebur dari beberapa garam pendifusi yang
sering digunakan dalam proses pertukaran ion dapat ditunjukkan pada Tabel 2.2.
11
Tabel 2.2. Titik lebur dri beberapa garam dalam proses pertukaran ion
(Najafi, 1992)
Garam Titik Lebur (oC)
AgNO3
AgCl
NaNO3
KNO3
KNO3-AgNO3 (37:63 % mol)
LiSO4-K2SO4
KNO3-NaNO3 (50:50 % mol)
KNO3-Ca(NO3)2 (36:66 % mol)
TlNO3
CsNO3
CsCl
CsNO3-CsCl
RbNO3
212
455
307
334
132
512
220
150
206
414
646
405
310
2.3 Indeks Bias
Indeks bias didefinisikan sebagai perbandingan kecepatan perambatan
cahaya pada ruang hampa terhadap kecepatan perambatan cahaya pada suatu
materi seperti dirumuskan dalam Persamaan 2.7.
n
cv
v
cn (2.7)
Dimana:
c : kecepatan perambatan cahaya pada ruang hampa.
v : Kecepatan perambatan cahaya pada suatu materi.
n : Indeks bias materi yang dilalui berkas cahaya.
Sudut bias bergantung pada laju cahaya pada kedua media dan pada sudut
datang. Hubungan analitis antara sudut datang dan sudut bias dikenal sebagai
Hukum Snell.
12
Bila cahaya datang memasuki medium dengan indeks bias lebih besar
maka berkas cahaya dibelokkan mendekati garis normal. Sebaliknya bila cahaya
datang memasuki medium dengan indeks bias lebih kecil maka berkas cahaya
dibelokkan menjauhi garis normal. Pada sudut datang tertentu, sudut biasnya akan
900. Sudut datang dimana hal ini terjadi disebut sudut kritis, θc. Dari Hukum
Snell, θc dinyatakan dengan:
1
20
1
2 90sin2sinn
n
n
nc (2.8)
Perubahan indeks bias pada pertukaran ion dikarenakan adanya perbedaan
ukuran ion dan perbedaan polarisabilitas ion (Yliniemi, 2007). Hal ini berdasarkan
pada persamaan Lorentz-Lorentz (Persamaan 2.9)
2
1
4
32
2
n
n
N (2.9)
Dimana, α : polarisabilitas bahan
N : jumlah molekul per unit volume
n : indeks bias
Perubahan indeks bias pada lapisan hasil dari proses pertukaran ion
dipengaruhi oleh waktu pendeposisian dapat dijelaskan dari penyelesaian Hukum
Fick kedua (Persamaan 2.10) (Najafi, 1992).
Dt
xerfcnnxn s
2.)( (2.10)
Dimana, n(x) : indeks bias pada kedalaman x
n : perubahan indeks bias
x : kedalaman lapisan tipis
D : koefisien difusi
ns : indeks bias substrat
Erfc : fungsi eror komlemen
Dt2 : ketebalan lapisan tipis
Nilai D dipengaruhi oleh parameter suhu pendifusian (Persamaan 2.11)
(Najafi, 1992).
13
T
CCD 2
1 exp (2.11)
Dimana, C1 : tetapan
C2 : energi aktivasi
T : suhu pendefusian
Indeks bias juga berkaitan dengan panjang gelombang. Bila panjang
gelombang lewat dari suatu material ke dalam material kedua dengan indeks bias
yang lebih besar, sehingga n2>n1, maka laju gelombang akan berkurang. Panjang
gelombang kedua akan lebih pendek daripada panjang gelombang material
pertama. Jika material kedua mempunyai indeks bias yang lebih kecil daripada
material pertama, sehingga n2<n1, maka laju gelombang itu bertambah. Maka
panjang gelombang material kedua akan lebih panjang daripada panjang
gelombang material pertama.
Beberapa hal yang mempengaruhi indeks bias suatu material adalah
sebagai berikut :
a. Kerapatan Material.
Kerapatan material mempunyai peranan untuk mengendalikan
besarnya indeks bias suatu material. Kerapatan suatu material didefinisikan
sebagai perbandingan antara massa (m) dan volume (v) :
v
m (2.12)
Cahaya yang merambat pada medium yang memiliki kerapatan yang tinggi akan
memiliki kecepatan yang lebih kecil dari pada medium yang kerapatannya rendah,
karena pada medium kerapatan tinggi partikel cahaya akan lebih banyak mengenai
tumbukan akibat indeks bias di medium tersebut berbeda.
b. Ekspansi Thermal
Ekspansi thermal suatu material dapat menyebabkan naik turunnya
indeks bias. Kerapatan material akan turun ketika dipanaskan, karena volume dari
bahan akan mengembang sehingga indeks bias gelas akan turun. Polarisabilitas
ion akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu yang akan meningkatkan
indeks bias, yang mungkin sebanding dengan kenaikan kerapatan.
14
c. Kerapatan Elektron dan polarisabilitas
Indeks bias suatu gelas akan ditentukan oleh interaksi antara cahaya
dengan elektron atau polarisabilitas ion akan meningkatkan indeks bias. Oleh
karena itu, sebuah material yang terdiri dari atom dengan jumlah ion sedikit yang
berarti bahwa kerapatan elektron dan polarisabilitas rendah akan memiliki indeks
bias kecil. Karena sebagian besar kandungnan ion pada gelas adalah anion, maka
kontribusi dari anion ini sangatlah penting.
2.4 Pemantulan Internal Total
Jika sinar datang dari medium rapat (n1) dengan membentuk sudut θ1
menuju medium renggang (n2) maka sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal
membentuk sudut θ2 (Gambar 2.7). Hal ini menjadi dasar persamaan Snellius
yang dinyatakan oleh persamaan (2.13) (Keiser, 2000).
1
2
2
1
sin
sin
n
n
(2.13)
Apabila sinar datang dari medium rapat diperbesar sampai sudut tertentu
sehingga sinar yang dibiaskan membentuk sudut θ2=90 terhadap normal, maka
sudut sinar datangnya disebut sudut kritis θc (Gambar 2.7). Dengan melihat
Persamaan (2.14) maka besarnya sudut kritis θc dinyatakan sebagai berikut :
1
2sinn
nc (2.14)
Jika sudut datang dari medium rapat diperbesar melebihi sudut kritis,
maka sinar akan dipantulkan seluruhnya ke medium yang sama (medium rapat)
(Gambar 2.7). Peristiwa ini disebut pemantulan internal total ( Total Internal
Reflection / TIR ) (Keiser, 2000). Peristiwa pemantulan internal total ini menjadi
prinsip dasar dalam kerja fiber optik.
15
Gambar 2.7. Sinar datang dari medium rapat ke medium renggang
2.5 Transmitansi
Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan suatu bentuk interaksi
antara gelombang cahaya (foton) dengan atom/molekul. Energi yang diserap oleh
atom/molekul akan digunakan elektron didalam atom untuk bereksitasi/berpindah
ketingkat energi elektronik yang lebih tinggi. Absorbsi hanya terjadi jika selisih
kedua tingkat energi elektronik tersebut (E = E2 – E1) bersesuaian dengan
energi cahaya yang datang, yakni:
fotonEE (2.15)
Absorbansi terjadi pada saat foton bertumbukan langsung dengan atom-
atom pada suatu material. Absorbansi menyatakan banyaknya cahaya yang
diserap oleh suatu lapisan tipis dari total cahaya yang dilewatkan pada lapisan
tipis tersebut. Absorbansi (A) suatu larutan dinyatakan sebagai Persamaan 2.16
OI
ITA 110log10log (2.16)
dengan A adalah absorbansi, T adalah transmitansi, Io adalah berkas cahaya
datang (W.m-2), dan I1 adalah berkas cahaya keluar dari suatu medium (W.m-2)
(Hendayana, 1994).
θ1
θ2
Indeks bias rendah(n2)
Indeks bias tinggi(n1)
Sinar datang
Sinar bias
c
16
Absorbansi lapisan tipis bertambah dengan penguatan energi cahaya/foton.
Bila ketebalan benda atau konsentrasi materi yang melewati cahaya bertambah,
maka cahaya akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi berbanding lurus dengan
ketebalan d dan konsentrasi c. Koefisien absorbansi ( ) merupakan rasio antara
absorbansi (A), dengan ketebalan bahan d yang dilintasi cahaya. Sehingga dapat
ditulis dalam bentuk Persamaan (2.17)
d
A (2.17)
Gambar 2.8. Pengurangan energi radiasi akibat penyerapan
(Hendayana, 1994)
Pada Gambar 2.17 tampak bahwa cahaya dengan intensitas mula-mula (Io)
melewati suatu bahan dengan ketebalan d dan dengan konsentrasi zat penyerap
cahaya c. Cahaya tersebut ada yang diserap, ditransmisikan maupun dipantulkan.
Setelah melewati bahan, intensitas cahaya akan berkurang menjadi (I1).
Besarnya intensitas cahaya setelah melewati bahan dapat dituliskan seperti
Persamaan 2.18.
doeIdI (2.18)
Dimana koefisien absorbsi dapat dituliskan dalam Persamaan 2.19.
oI
IIn
d11 (2.19)
Dimana
(2.20)
17
Jika I1/Io dari Persamaan (2.19) merupakan perbandingan intensitas
cahaya yang diteruskan dengan cahaya yang datang merupakan nilai besarnya
transmitansi (T) seperti yang ditunjukkan pada Persamaan (2.20) maka Persamaan
(2.19) dapat dituliskan sebagai Persamaan (2.21)
InTd
1 (2.21)
Transmitansi larutan T merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan
melalui suatu bahan. Transmitansi (T) biasanya dinyatakan dalam persentase
(%T). Dan besarnya Transmitansi bergantung pada bahan dan panjang
gelombang cahaya yang melewati suatu bahan.
2.6 Pemandu Gelombang
Pemandu gelombang merupakan sebuah piranti yang didesain untuk
membawa energi gelombang sepanjang lintasan tertentu. Pemandu gelombang
dapat dibuat dari bahan yang bersifat lossless, isotropis, homogen, dan linier
seperti alumunium, tembaga dan kaca. Pemandu gelombang optik bekerja atas
dasar Hukum Snellius. Pemandu gelombang ini dibentuk dari dua lapisan utama,
yaitu lapisan tipis yang menempel pada substrat dan substrat itu sendiri. Lapisan
tipis mempunyai indeks bias yang lebih tinggi dibandingkan dengan indeks bias
substrat.
Gelombang yang terperangkap dalam lapisan dielektrik, secara perlahan-
lahan akan melemah. Ini karena cahaya terpancar keluar lapisan dielektrik pada
setiap pantulan dari bidang batasnya. Jika sudut datang gelombang di dalam
lapisan memenuhi syarat pantulan total, maka gelombang tersebut tidak akan
merugi melainkan akan merambat sepanjang lintasan dielektrik tersebut.
Gelombang yang demikian terkungkung dalam lapisan, dinamakan gelombang
terpadu dan lapisan dielektrik tersebut dinamakan pandu gelombang. Mekanisme
terjadinya gelombang terpadu dalam pemanduan gelombang dapat dijelaskan
dengan pendekatan sinar optik maupun mode gelombang. Dalam pendekatan sinar
optik, gambaran mengenai mode-mode gelombang terpandu dapat dijelaskan
18
sebagai berkas yang terpandu melalui lintasan zig-zag di dalam film akibat
pemantulan total seperti terlihat dalam gambar 2.9
Gambar 2.9. Mekanisme pemanduan gelombang (Cisco, 2001).
Menurut bentuk geometrinya pemandu gelombang dibagi menjadi dua
yaitu berbentuk serat optik dan planar waveguide. Mekanisme penjalaran cahaya
pada planar waveguide yaitu dengan pemanduan gelombang seperti pada serat
optik, bedanya pada serat optik bersifat simetris. Jenis planar waveguide pun juga
ada dua, yaitu step index dan graded index. Untuk step refraktive index, lapisan
tipis pada plat kaca terlihat dimana bagian dalam dan permukaan lapisan jumlah
ion terdifusinya sama. Sedangkan untuk granded refraktive index lapisan tipis
pada kaca semakin kedalam semakin sedikit ion yang terdifusi.
Dalam planar waveguide, seberkas cahaya yang terpandu akan melalui
suatu lintasan zig-zag di dalam lapisan tipis akibat adanya pemantulan total
(Gambar 2.10). Pemantulan cahaya dalam lapisan tipis didasarkan Hukum
snellius karena perbedaan indeks bias, n1 lebih besar dari n2.
Gambar 2.10. Mekanisme pemandu gelombang pada perambatan cahaya pada plat dielektrik.
n2
Reflected
Clading
Core
n=index of refractionn1>n2 gives total internal reflection
Reflected
n1
19
Material lain merupakan cover yang bahannya bisa sama dengan substrat
atau material yang berbeda dengan substrat. Jika tidak menggunakan cover, maka
material lain yang dimaksud adalah berupa udara.
2.7 Mode Gelombang
Pendekatan cahaya sebagai sinar dapat menerangkan bagaimana arah dari
sebuah gelombang datar merambat di dalam sebuah serat namun tidak meninjau
sifat lain dari gelombang datar. Sifat ini adalah interferensi, dimana gelombang
datar saling berinterferensi sepanjang perambatan. Hal ini mengakibatkan hanya
tipe-tipe gelombang datar tertentu saja yang dapat merambat sepanjang serat.
Sehingga diperlukan tinjauan optik fisis yaitu memandang cahaya sebagai
gelombang elektromagnetik yang disebut teori moda.
Teori mode memandang cahaya sebagai sebuah gelombang datar yang
dinyatakan dalam arah, amplitudo dan panjang gelombang dari perambatannya.
Misal muka gelombang memasuki sebuah pandu gelombang seperti pada Gambar
2.9 maka gelombang akan mengalami perubahan fase sepanjang perambatan di
dalam pandu gelombang. Perubahan fase juga terjadi saat gelombang dipantulkan.
Muka gelombang harus tetap sefase setelah muka gelombang transverse
memantulkan bolak-balik. Jarak transverse ditunjukkan antara titik A dan B pada
Gambar 2.9. Gelombang dipantulkan pada titik A dan B adalah sefase jika total
perubahan fase memenuhi Persamaan 2.22 (Cisco, 2001).
= m 2 (2.22)
dimana m adalah bilangan bulat.
Dalam prakteknya, intensitas gelombang akan menurun karena adanya
penyerapan dan penghamburan (scattering). Penghamburan disebabkan oleh
ketakhomogenan bahan dan ketaksempurnaan batas. Mode-mode yang berorde
tinggi dan bersudut curam merambat pada lintasan zig-zag yang lebih panjang
dari pada yang berorde lebih rendah. Maka mode berorde tinggi menderita rugi
serapan yang lebih besar. Mode-mode yang mendekati putus (cut off) adalah
mode-mode yang berorde lebih tinggi dan sinarnya mendekati sudut kritis. Sinar-
20
sinar ini akan mudah disimpangkan di bawah sudut kritis sehingga medannya
akan menembus dalam ke lapisan luar lapisan tipis. Variasi cahaya pada bidang
yang melintang terhadap sumbu pemandu membentuk pola melintang. Di daerah
ini mode-mode tersebut akan mengalami penyerapan dan penyusutan dengan
cepat. Pola mode melintang di dalam pandu gelombang plat simetris ditunjukkan
pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Pola mode melintang di dalam pemandu gelombang
(Keiser, 2000).
2.8 Gelombang Evanescent
Pemantulan internal total (Total Internal Reflection/TIR) menyebabkan
adanya energi yang terkopel ke medium lain yang cukup rapat. Hali ini
mengakibatkan sebagian energi gelombang cahaya akan hilang, dan disebut
sebagai kegagalan pemantulan Frustrated Total Internal Reflection (FTIR) dan
gelombang cahaya yang terkkopel ke medium lain tersebut disebut dengan
gelombang evanescent. Gelombang yang ditrasmisikan tersebut terjebak dalam
medium antara prisma dengan lapisan tipis. Medium antara prisma dengan lapisan
tipis adalah udara dengan kerapatan sangat kecil (Gambar 2.12).
h
n2
n1
n2
M2 M3 M4M1
21
Persamaan gelombang yang ditrasmisikan saat terjadi pembiasan adalah:
(2.23)
Dimana pada bidang koordinat diperoleh persamaan:
(2.24)
(2.25)
Dimana
(2.26)
Persamaan diatas merupakan persamaan akhir dari Hukum Snellius. Pada sudut
kritis sin = n dan cos =0. Ketika terjadi TIR sin n, maka cos menjadi
imajiner murni dan dapat ditulis:
(2.27)
Jadi factor eksponensialnya adalah:
(2.28)
Pada definisi real, bilangan positifnya adalah
z
h
c
p
n4
c
p
n3
n1
n2
y
x
Gelombang evanescent
Gambar 2.12. Mekanisme pengkoplingan cahaya.
22
(2.29)
Kemudian pada gelombang transmisinya menjadi
(2.30)
Persamaan diatas menunjukkan bahwa amplitudo gelombang akan menurun
secara eksponensial saat gelombang cahaya memasuki medium yang lebih
renggang di arah y. Sedangkan bilangan i merupakan factor eksponensial yang
membentuk gelombang harmonik dengan satuan amplitudo. Saat gelombang
masuk ke dalam medium yang lebih renggang, nilai amplitudo akan menurun
sebesar I/e
(2.31)
Dengan y kedalaman penetrasi(depth penetration)(nm), sudut dasar prisma, n4
indeks bias prisma, dan n3 indeks bias udara(Pedrotti, 1993). Gelombang
Evanescent merupakan gelombang yang ditimbulkan oleh adanya efek Tunneling
di dasar prisma. Energi dari gelombang Evanescent ini kembali ke medium
asalnya, kecuali jika suatu medium yang kedua diperkenalkan masuk ke dalam
daerah dari penetrasi. Kegagalan dari pemantulan total internal (TIR) dapat
diaplikasikan sebagai variabel keluaran dari pengkoplingan, dibuat dari dua
prisma sudut siku-siku yang dipisahkan sepanjang permukaan diagonalnya dapat
secara hati-hati disesuaikan untuk bertukar-tukar antara jumlah gelombang
Evanescent yang terkopel dari prisma satu dengan prisma yang lain. Aplikasi
praktis lain yang melibatkan sebuah prisma yang didekatkan pada permukaan
pandu gelombang optik sehingga gelombang Evanescent muncul dari prisma
dapat dikopel ke dalam pandu gelombang pada sudut (mode) perambatan yang
telah ditentukan. (Pedrotti, 1993).
Seberkas cahaya yang menuju bidang pantul pada sudut θi akan
dipantulkan kembali pada sudut θr sesuai dengan Hukum Pantul yaitu θi = θr,
23
sudut diukur dari normal bidang, akan tetapi jika berkas cahaya menuju ke
permukaan yang tidak memantulkan secara sempurna, berkas cahaya akan
dibelokkan di sekitarnya. Sebenarnya cahaya tidak dibelokkan, tetapi
kecepatannya berubah. Pada pemantulan total internal (dimana ni>nr) semua
cahaya yang datang akan dipantulkan kembali ketika sedut datang lebih besar atau
sama dengan sudut kritis θc. Sementara pada FTIR tidak seluruhnya dipantulkan,
ada pancaran gelombang di sekitar medium yang terjebak yang merupakan bagian
dari sinar datang pada medium.
2.9 Prisma Kopling
Prisma kopling adalah alat yang digunakan untuk mengkarakterisasi mode
dari planar waveguide. Parameter yang diukur dalam prisma kopling yaitu sudut
datang pada dasar prisma akibat pemanduan gelombang dan jumlah mode
gelombang.
Gambar 2.13. Prinsip kerja prisma kopling (a) pola bright spot terbelah
(b) pola bright spot bulat penuh (Tien, 1969).
Ketika berkas cahaya mengenai prisma maka berkas cahaya dibiaskan ke
dalam prisma. Akibat peristiwa pemantulan internal total maka berkas sinar
tersebut dipantulkan ke dalam prisma dengan arah berbeda (Gambar 2.13). Ada
tidaknya pemanduan gelombang pada lapisan tipis dapat dilihat dari pola bright
(a) (b)
n1
n2
n3
n4
h
n1
n2
n3
n4
h
24
spot. Jika pola bright spot bulat penuh maka tidak terjadi pemanduan gelombang
pada lapisan tipis atau cahaya tidak terkopel (Gambar 2.13.b). Jika pola bright
spot terbelah maka terjadi pemanduan gelombang pada lapisan tipis atau cahaya
terkopel (Gambar 2.13.a).
Peristiwa pemanduan gelombang pada lapisan tipis terjadi secara
berulang-ulang dengan sudut yang berbeda. Hal ini dikenal dengan mode
gelombang. Mode gelombang adalah sudut-sudut yang dibentuk dalam prisma
yang menyebabkan terjadinya pemanduan gelombang pada lapisan tipis. Jumlah
mode gelombang ini untuk menentukan kedalaman lapisan tipis.
Ketika berkas cahaya mengenai prisma dengan sudut tertentu , maka
berkas cahaya tersebut dibiaskan ke dalam prisma (Gambar 2.14). Berkas cahaya
mengenai dasar prisma sebagai sudut datang dalam prisma dipantulkan dengan
besar sudut yang sama. Berkas cahaya ada sebagian yang dibiaskan ke medium
antara prisma dengan lapisan tipis yang dikenal dengan gelombang evanescent.
Gelombang evanescent ini menyebabkan sebagian berkas cahaya masuk ke
lapisan tipis sehingga terjadi peristiwa pemanduan gelombang dalam lapisan tipis.
Gambar 2.14. Mekanisme perambatan cahaya dalam prisma kopling
(Tien, 1969).
Dari Gambar 2.14, sudut datang pada dasar prisma dapat ditentukan dengan
menggunakan Persamaan 2.32 (Tien, 1969).
p
o
n
sinsin45 1 (2.32)
25
Hubungan antara jumlah mode maksimum dengan ketebalan lapisan tipis pada
pandu gelombang step index dirumuskan
(2.33)
Dengan M adalah jumlah mode gelombang, d kedalaman difusi (m), k bilangan