BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerita rakyat atau folklor yang ada di dalam masyarakat merupakan suatu bentuk cerita dari mulut ke mulut yang sampai sekarang masih dipercaya oleh masyarakat setempat. Menurut James Danandjaya (1984:4), definisi folklor secara keseluruhan adalah: sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam benuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu mengingat. Umumnya cerita rakyat mempunyai makna dan amanat yang tersembunyi di balik cerita yang tersebar di masyarakat. Carita rakyat juga bertujuan untuk menghormati, memuja mohon keselamatan dan ucapan syukur kepada Tuhan melalui para leluhur dan peninggalannya. Mereka percaya bahwa keterbatasan yang dimiliki oleh manusia dapat diatasi dengan keterlibatan para leluhurnya dan peninggalannya, sehingga akhirnya mempercayai dan meyakini cerita rakyat tersebut. Cerita rakyat maupun folklor merupakan salah satu upaya manusia untuk melestarikan kebudayaan dan adat yang telah dibuat oleh leluhurnya dan diteruskan secara turun menurun kepada masyarakat. Diharapkan dengan cerita rakyat atau folklor tersebut manusia dapat mengetahui asal-usul ataupun kejadian dimana cerita rakyat itu diceritakan kepada masyarakat. 1
43
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cerita rakyat atau folklor yang ada di dalam masyarakat merupakan suatu
bentuk cerita dari mulut ke mulut yang sampai sekarang masih dipercaya oleh
masyarakat setempat. Menurut James Danandjaya (1984:4), definisi folklor secara
keseluruhan adalah: sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan
diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional
dalam versi yang berbeda, baik dalam benuk lisan maupun contoh yang disertai
dengan gerak isyarat atau alat pembantu mengingat. Umumnya cerita rakyat
mempunyai makna dan amanat yang tersembunyi di balik cerita yang tersebar di
masyarakat. Carita rakyat juga bertujuan untuk menghormati, memuja mohon
keselamatan dan ucapan syukur kepada Tuhan melalui para leluhur dan
peninggalannya. Mereka percaya bahwa keterbatasan yang dimiliki oleh manusia
dapat diatasi dengan keterlibatan para leluhurnya dan peninggalannya, sehingga
akhirnya mempercayai dan meyakini cerita rakyat tersebut.
Cerita rakyat maupun folklor merupakan salah satu upaya manusia untuk
melestarikan kebudayaan dan adat yang telah dibuat oleh leluhurnya dan
diteruskan secara turun menurun kepada masyarakat. Diharapkan dengan cerita
rakyat atau folklor tersebut manusia dapat mengetahui asal-usul ataupun kejadian
dimana cerita rakyat itu diceritakan kepada masyarakat.
1
2
Salah satu cerita rakyat yang masih eksis yaitu cerita rakyat Syeh Domba
yang terletak di Dukuh Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten
Klaten, Jawa Tengah.
Cerita rakyat Syeh Domba sudah mendarah daging bagi masyarakat Klaten
khususnya Desa Paseban. Hal ini tidak terlepas dari kehidupan orang Jawa pada
umumnya hal-hal yang berbau gaib dan mistis masih sangat kental sekali karena
termasuk juga dalam kebudayaan Jawa. Cerita-cerita mitos menurut kepercayaan
masyarakat sungguh-sungguh terjadi dan dalam arti tertentu menjadi keramat
(Keesing, 2004:106). Dengan anggapan seperti itulah kedudukan serta fungsi
cerita rakyat tersebut semakin kuat pengaruhnya bagi masyarakat. Mitos dianggap
memberi gambaran tentang kehidupan manusia yang bersifat baik dan buruk,
sehingga masyarakat Dukuh Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat,
Kabupaten Klaten, Jawa Tengah masih mengagungkan mitos yang ada, yaitu
mitos Syeh Domba.
Syeh Domba diyakini sebagai murid Sunan Pandanaran yang kemudian
diberi amanat membantu menyebarkan agama islam di daerah Paseban, Bayat.
Sebelum menjadi murid sunan Pandanaran dahulu kala Syeh Domba adalah
seorang begal yang berjuluk Sambang Dalan. Sambang dalan membegal sunan
Pandanaraan dan kemudian dikutuk menjadi domba (kepalanya domba badannya
manusia) dan akhirnya bertaubat dan ingin menjadi murid sunan Pandanaran.
Petilasan Syeh Domba merupakan salah satu tempat yang di anggap sakral
oleh masyarakat baik di daerah Bayat maupun luar daerah. Menurut cerita
masyarakat sekitar dahulu Syeh Domba adalah murid Sunan Pandanaran yang
3
turut berperan dalam siar agama Islam di daerah Bayat. Syeh Domba juga
berperan sebagai muadzin (orang yang mengumandangkan adzan) di Masjid Golo.
Kesaktian dan penanannya semasa hidup Syeh Domba dulu membuat
makam atau petilasan Syeh Domba dijadikan tempat untuk ngalap berkah sampai
sekarang. Banyak orang yang meyakini kalau bersemedi atau bertapa di petilasan
Syeh Domba maka keinginannya akan terkabul. Menurut masyarakat sekitar
maupun juru kunci, banyak orang yang datang ke makam Syeh Domba untuk
berbagai alasan. Tidak hanya untuk meminta keinginannya terkabul mlainkan juga
ada yang datang untuk meminta kesembuhan untuk sakit, dan ada juga yang
datang memang hanya untuk berziarah.
Banyaknya tujuan orang yang datang sangat membuat peneliti tertarik
untuk mengangkat objek Cerita Rakyat Syeh Domba sebagai penelitian. Dimana
peneliti akan mengumpulkan informasi dan mencari tau tujuan orang yang datang
ke petilasan Syeh Domba. Peneliti ingin mengetahui tujuan orang yang
berkunjung dan juga ingin menguak ritual-ritual apa saja yang biasa dilakukan di
petilasan Syeh Domba dan adakah keterkaitan petilasan Syeh Domba dengan
pesugihan tuyul yang banyak di bicarakan oleh orang yang belum tau
kebenarannya.
Banyak hal-hal yang menarik yang dapat diteliti dalam petilasan Syeh
Domba. Banyak ritual-ritual atau upacara adat yang diadakan di makam Syeh
Domba, di antaranya yaitu ritual persugihan tuyul yang belum tentu
kebenarannya, ritual puasa ngebleng, dan ritual pengobatan. Banyak ritual dan
4
tujuan orang yang datang untuk ngalap berkah tersebut di atas, peneliti juga
tertarik untuk mengulas cerita atau kisah perjalanan hidup Syeh Domba.
Syeh Domba meninggal pada Selasa Kliwon tanggal 21 bulan Ramadan di
bukit Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Sampai sekarang setiap malam 21 bulan Puasa selalu diadakan ritual slametan dan
pengajian di makam Syeh Domba untuk mengenang atau menghormati baliau.
Selain itu makam ini juga banyak dikunjungi oleh peziarah dari berbagai wilayah,
paling jauh dari Palembang. Makam ini ramai dikunjungi pada setiap malam
Selasa Kliwon dan setiap malam Jum’at. Pengunjung makam Syeh Domba datang
dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda ,ada yang sekedar berziarah agar
mendapat berkah, ada yang datang untuk berobat, ada yang datang untuk meminta
penglaris, mencari wangsit, dan ada juga yang datang untuk mencari persugihan
tuyul.
Ritual slametan yang diadakan untuk memperingati wafatnya Syeh Domba
sangat sederhana dan tidak ada ritual atau proses yang mewah. Ritual yang
dilakukan hanyalah slametan yaitu membuat kenduri atau bancakan dengan
membuat nasi tumpeng, kemudian malam harinya diadakan pengajian yang
melibatkan ustad, warga masyarakat dukuh cakaran dan pengunjung atau
peziarah. Menurut juru kunci kenapa slametan yang diadakan untuk mengenang
Syeh Domba sangat sederhana, hal itu dikarenakan karena dulunya Syeh Domba
adalah orang kecil yang hidupnya sederhana, apa adanya dan penuh prihatin,
namun selalu bersyukur dengan keadaan dalam hidupnya. Menginggat hal itu
slametan yang diadakan juga sederhana tetapi bermanfaat.
5
Makam Syeh Domba sering digunakan untuk bertapa atau puasa ngebleng
(tidak makan dan minum selama waktu yang dikehendaki) oleh pengunjung, hal
itu dilakukan untuk mencari berkah atau petunjuk. Pengunjung yang melakukan
puasa ngebleng harus lebih dahulu menemui juru kunci dan meminta ijin untuk
melakukan puasa ngebleng dan bertapa.
Kata Juru kunci (Paiman) banyak yang ditemui oleh sosok makhluk yang
disinyalir itu adalah sosok utusan atau bahkan Syeh Domba sendiri seusai
melakukan Puasa ngebleng dan bertapa. Konon katanya sosok yang muncul
berbeda-beda, ada yang berwujud macam, burung puyuh, dan juga berwujud
manusia yang memakai jubah atau pun memakai sorban. Setelah selesai
melakukan puasa ngebleng tersebut menurut penuturan juru kunci banyak juga
yang permintaannya terkabul.
Pengunjung yang ingin melakukan ritual seperti itu terlebih dahulu harus
meminta ijin kepada juru kunci, setelah juru kunci berinteraksi atau memintakan
ijin pada yang menjaga makam itu barulah puasa ngebleng dan bertapa bisa
dimulai. Diawali dengan niat yang baik dan meminum air yang diberikan oleh
juru kunci yang diambil dari dekat makam Syeh Domba, dipercaya air itu bisa
menguatkan orang yang melakukan puasa ngebleng. Setelah meminum air itu
barulah dimulai puasa ngebleng dan bertapa.
Diceritakan juga oleh bapak Paiman bahwa pernah ada orang dari Jakarta
yang menderita sakit struk atau lumpuh yang datang dan bermaksud meminta
kesembuhan. Oleh bapak Paiman orang yang sakit tersebut diberi air yang diambil
dari dekat makam dan kemudian diberi doa atau rapalan dari juru kunci di depan
6
makam Syeh Domba, kemudian disuruh minum secara rutin oleh orang yang sakit
tersebut dan ternyata orang itu berangsur-angsur pulih.
Selain berobat dan berziarah ada juga orang yang datang untuk mencari
penglaris dan pesugihan Tuyul. Untuk mencari penglaris biasanya terlebih dahulu
menyiapkan sesaji atau uba rampe yang berupa umbi-umbian, pisang kapok rebus
dan teh pait, kata juru kunci sesaji itulah yang paling disukai oleh Eyang Syeh
Domba. Setelah sesaji siap barulah dilakukan ritual oleh juru kunci dan orang
yang bersangkutan. Ritual penglaris di makam Syeh Domba berbeda dengan ritual
penglaris yang pada umumnya. Ritual penglaris atau pengasihan yang dilakukan
di makam Syeh Domba hanyalah menyiapkan sejen kemudian berdoa atas ijin
Allah SWT melalui makam Syeh Domba untuk meminta apa yang diinginkan
terkabul, namun juga tetap harus disertai dengan usaha dan doa.
Berbeda lagi dengan persugihan Tuyul yang sebenarnya sangat bertolak
belakang dengan Syeh Domba yang dikenal sebagai penyebar agama Islam.
Sebelum membahas lebih lanjut ditegaskan oleh juru kunci Bapak Paiman bahwa
makam Syeh Domba tidak ada kaitannya untuk pencarian pesugihan tuyul.
Mungkin karena letaknya yang satu lokasi dan berdekatan sehingga orang-orang
salah menafsirkan kalau makam Syeh Domba itu tempat untuk mencari tuyul.
Karena pada kenyataannya memang tidak ada ritual mencari tuyul di makan Syeh
Domba.
Kata bapak Paiman orang yang mencari Tuyul harus menyiapkan sesaji
sebagai mas kawin atau mahar, setelah mahar siap barulah dilakukan ritual dan
anggota keluarga yang ingin mencari tuyul harus memakan sesaji itu setelah ritual
7
usai, dimaksudkan bahwa sekeluarga tersebut telah sepakat memelihara tuyul.
Tuyul yang telah diambil harus diperlakukan seperti keluarga sendiri oleh yang
memelihara, kata juru kunci apabila orang itu melanggar pantangan maka tuyul itu
akan pulang dan mengadu kepada juru kunci dan tentunya orang yang memelihara
tuyul tersebut harus menanggung resiko yang telah disepakatinya.
Pesugihan tuyul adalah pesugihan memuja golongan jin yang berwujud
seperti bocah atau bayi, walaupun tubuhnya mungil tapi wajahnya banyak
kriputnya. Tuyul dipelihara oleh pemujanya untuk dirawat dan dituruti segala
keinginannya, namun sebagai imbal balik kepada pemujanya tuyul akan
membantu mencarikan uang dengan cara mencuri uang milik orang lain. Tuyul
adalah anak-anak makhluk halus , “anak-anak yang bukan manusia”.
Tuyul tidak mengganggu, menyakiti atau menakuti manusia, malah
sebaliknya tuyul disenangi oleh manusia yang memelihara tuyul karena membantu
mencari uang. Kalau orang ingin melihat tuyul maka harus berpuasa, bersemedi,
dan juga dengan ritual khusus maka tuyul dapat dilihat dan dapat direkrut sebagai
pekerja yang menghasilkan uang, dengan kensekuensi bagi yang memelihara
tuyul maka kelak ketika mengadapi maut akan dipersulit matinya, dengan kata
lain matinya secara perlahan dan tersiksa, juga arwahnya tidak akan diterima oleh
Tuhan.
Hal ini mungkin dianggap setimpal bagi pemelihara tuyul, karena
pemalihara hanya menyediakan tempat tidur dan menghidangkan bubur tiap
malam, yang merupakan makanan pokok tuyul, selain itu istri orang yang
memelihara tuyul harus menyusui tuyul tersebut. Bukan asi yang diminum oleh
8
tuyul melainkan darah orang yang menyusuinya jadi lama-kelamaan wanita itu
akan keriput.
Orang yang mencari Tuyul harus menyiapkan sesaji sebagai mahar,
setelah mahar siap barulah dilakukan ritual dan anggota keluarga yang ingin
mencari tuyul harus memakan sesaji itu setelah ritual usai, dimaksudkan bahwa
sekeluarga tersebut telah sepakat memelihara tuyul. Tuyul yang telah diambil
harus diperlakukan seperti keluarga sendiri oleh yang memelihara, kata juru kunci
apabila orang itu melanggar pantangan maka tuyul itu akan pulang dan mengadu
kepada juru kunci dan tentunya orang yang memelihara tuyul tersebut harus
menanggung resiko yang telah disepakatinya.
Banyak sekali mitos dan hal-hal yang janggal atau diluar nalar manusia
yang terdapat di makam Syeh Domba tersebut, oleh karana itu sangat menarik
untuk mengangkatnya sebagai penelitian.
B. Batasan Masalah
Penelitian ini membatasi masalah pada profil masyarakat pendukung
cerita, bentuk, isi, dan ritual serta pengaruh cerita rakyat yang terdapat di Dukuh
Cakaran bagi masyarakat. Adapun langkah yang ditempuh yaitu mengkaji bentuk
dan isi cerita yang terkandung dalam cerita rakyat Syeh Domba di Dukuh
Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah
kemudian dilanjutkan dengan menganalisis ajaran yang terkandung dalam cerita
rakyat Syeh Domba.
9
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam
penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok pembahasan suatu penelitian
yang akan dikaji. Hal ini dikarenakan agar penelitian dapat lebih terarah dan tidak
keluar dari tujuannya. perumusan masalah ini meliputi:
1. Bagaimana profil masyarakat Dukuh Cakaran, Desa Paseban,
Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah?
2. Bagaimana bentuk dan isi cerita serta mitos yang terdapat dalam cerita
rakyat Syeh Domba?
3. Adakah ritual-ritual yang diadakan dalam cerita rakyat Syeh Domba?
4. Bagaimana makna dan eksistensi mitos cerita rakyat Syeh Domba
terhadap masyarakat Dukuh Cakaran ?
D. Tujuan Masalah
Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan jawaban atas
permasalahan tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Mendeskripsikan profil masyarakat Dukuh Cakaran, Desa Paseban
Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
2. Mendiskripsikan Bentuk dan isi cerita serta mitos yang terdapat dalam
cerita rakyat Syeh Domba.
3. Mengungkapkan ritual-ritual yang diadakan dalam cerita rakyat Syeh
Domba.
10
4. Mendeskripsikan makna dan eksistensi mitos cerita rakyat Syeh Domba
terhadap masyarakat Dukuh Cakaran.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai oleh peneliti adalah agar kelak penalitian ini
berguna untuk kedepannya, untuk itu peneliti menuliskan pemikiranya dalam dua
bentuk manfaat, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoretis, manfaat yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui asal-
usul, isi dan bentuk, fungsi serta pengaruh cerita rakyat Syeh Domba bagi
masyarakat pendukungnya. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat
barmanfaat untuk mengungkap aspek-aspek kekuatan nilai budaya Jawa pada
sebuad sastra lisan. Dan juga untuk menambah wawasan mengenai pengetahuan
cerita lisan bagi perkembangan sastra dan dapat dijadikan sebagai sumber ilmu
bagi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai bahan
pertimbangan pemasukan daerah terkait dengan keberadaan petilasan Syeh
Domba, dan tradisi budaya yang berada di Kabupaten Klaten. Selain itu juga
untuk pendokumentasian cerita rakyat sebagai salah satu aset kekayaan lisan
Nusantara dan untuk kesempatan lain dapat digunakan sebagai bahan penelitian
lebih lanjut.
11
F. Pengertian Foklor
Berdasarkan etimologisnya, kata folklor berasal dari bahasa Inggris yakni
folklore. Kata itu merupakan kata majemuk yang berasal dari dua buah kata yakni
folk dan lore. (Danandjaja, 1986: 1). Menurut Dundes dalam Danandjaya folk
adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan
kebudayaan, sehingga data dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri
pengenal itu antara lain dapat berwujud: warna kulit yang sama, bentuk rambut
yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan
yang sama, dan agama yang sama. (Danandjaja, 1986: 1).
Mereka telah mempunyai suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah
mereka warisi turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang dapat mereka akui
sebagai milik bersama. Di samping itu, yang paling penting adalah bahwa mereka
sadar akan identitas kelompok mereka sendiri. (Danandjaja, 1986: 2). Berdasarkan
pengertian tersebut jadi folk adalah sinonim dengan kolektif, yang juga memiliki
ciri-ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, serta mempunyai kesadaran
kepribadian sebagai kesatuan masyarakat. (Danandjaja, 1986: 2). Sedangkan yang
dimaksud dengan lore adalah sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara
turun-temurun secara lisan atau melalui contoh yang disertai dengan gerak isyarat
atau alat pembantu pengingat (memoric device). (Danandjaja, 1986: 2).
Menurut Danandjaja (1986: 3) mengatakan secara keseluruhan defenisi
folklore adalah sebagai berikut: “Sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang
tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara
tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun cantoh
12
yang disertai dengangerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic
device)”.
Folklor merupakan sebuah wujud kebudayaan. Analisis kebudayaan
bukanlah pengetahuan eksperimental untuk mencari hukum-hukum, tetapi
pengetahuan interpretatif untuk menemukan makna (Geertz, 2000). Bagi Geertz,
memahami budaya sebagai jaringan yang kompleks dari tanda-tanda, simbol-
simbol, mitos-mitos, rutinitas, dan kebiasaan-kebiasaan yang membutuhkan
pendekatan hermeneutik.
Geertz menempuh metode hermeneutika tebal atau yang dikenal dengan
istilah anthropology interpretative. Metode Geertz ini mencoba untuk
memaparkan bagaimana membangun teori tafsir terhadap budaya. Semua hanya
bersifat prediktif. Begitupun dengan analisis mengenai mitos Syeh Domba. Mitos
Syech Domba merupakan sastra lisan, sehingga penafsiran-penafsiran dilakukan
untuk mengungkapnya.
G. Bentuk Folklor
James Dananjaya (1997:21-22) menyatakan bahwa yang termasuk folklore
meliputi:
1. Bahasa rakyat (folk speech), yakni bentuk folklore Indonesia yang
termasukdalam kelompok bahasa rakyat seperti logat, julukan, pangkat
tradisional, dan title kebangsawanan;
2. Ungkapan tradisional seperti, peribahasa(peribahasa yang sesungguhnya,
peribahasa tidak lengkap kalimatnya, peribahasa perumpamaan) dan
ungkapan (ungkapan-ungkapan yang mirip peribahasa);.
13
3. Pertanyaan tradisional seperti teka-teki merupakankan pertanyaan yang
bersifat tradisional, dan yang mempunyai jawaban yang tradisional pula;
4. Sajak dan puisi rakyat yakni folklor lisan yang memiliki kekhususan,
kalimatnya tidak berbentuk bebas (free phrase) melainkan berbentuk terikat
(fix phrase). Sajak atau puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah
tertentu bentuknya, biasanya terjadi dari beberapa deret kalimat, ada yang
berdasarkan mantra, ada yang berdasarkan panjang pendek suku kata, lemah
tekanan suara, atau hanya berdasarkan irama. Puisi rakyat dapat berbentuk
ungkapan tradisional (peribahasa), pertanyaan tradisional (teka-teki), cerita
rakyat, dan kepercayaan rakyat yang berupa mantra-mantra.
5. Cerita prosa rakyat, cerita rakyat dibagi menjadi tiga golongan besar yaitu, 1).
Mite (myth), 2) Legenda(legend), dan 3) dongeng (Folktale)
6. Nyanyian rakyat adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri dari
kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif
tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian.
Jenis-jenis folklor sebagai sastra lisan pun banyak, tidak jauh berbeda
dengan jenis sastra tulis. Menurut Hutomo (dalam Endraswara, 2003:151), bahan
sastra lisan dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Bahan yang bercorak ceritera: (a) cerita-cerita biasa (tales), (b) mitos (myths),
(c) legenda (legends), (d) epic (epics), (e) cerita tutur (ballads), (f) memori
(memorates,)
2. Bahan yang bercorak bukan cerita: (a) ungkapan (folk speech), (b) nyanyian