BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu fakta teramat penting tentang gula belakangan ini adalah harganya yang melambung terus. Indonesia merupakan pengimpor gula nomor dua terbesar di dunia (Richana, 2005). Namun, dibalik itu semua, peningkatan jumlah penggunaan gula pada skala industri seperti industri makanan, pemanis dan minuman ringan telah meningkatkan pula perhatian manusia pada dampak kesehatannya. Jumlah penduduk yang terkena penyakit diabetes, obesitas, kanker, dan jantung meningkat dari tahun ke tahun. Dengan fenomena tersebut, adanya sirup fruktosa dan rare sugar diharapkan sebagai pemanis berkalori rendah dan sangat toleransi terhadap penyakit diabetes juga sebagai alternatif antitumor dan antikanker (Saksono, 2006). Keuntungan lain yang dapat diraih yaitu pasokan gula tidak hanya dari gula sukrosa (gula pasir) tapi juga dari gula fruktosa dan rare sugar lainnya. Hal tersebut secara langsung akan memanfaatkan sumber bahan berpati di Indonesia yang sangat melimpah. Dengan produksi yang meningkat maka akan dapat menekan harga, sehingga harga dapat bersaing dengan gula pasir dan tentu saja semua itu akan mengurangi kebutuhan gula pasir, sehingga tidak perlu impor gula lagi. International Society of Rare Sugar (ISRS) telah mendefinisikan rare sugar sebagai monosakarida dan derivatifnya yang terbilang langka di alam (Granstrom et al. 2005). Metode produksi berbagai rare sugar membutuhkan 1
44
Embed
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8280/1/FITRI... · Kloning DNA umumnya adalah perbanyakan DNA rekombinan,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suatu fakta teramat penting tentang gula belakangan ini adalah harganya
yang melambung terus. Indonesia merupakan pengimpor gula nomor dua terbesar
di dunia (Richana, 2005). Namun, dibalik itu semua, peningkatan jumlah
penggunaan gula pada skala industri seperti industri makanan, pemanis dan
minuman ringan telah meningkatkan pula perhatian manusia pada dampak
kesehatannya. Jumlah penduduk yang terkena penyakit diabetes, obesitas, kanker,
dan jantung meningkat dari tahun ke tahun. Dengan fenomena tersebut, adanya
sirup fruktosa dan rare sugar diharapkan sebagai pemanis berkalori rendah dan
sangat toleransi terhadap penyakit diabetes juga sebagai alternatif antitumor dan
antikanker (Saksono, 2006).
Keuntungan lain yang dapat diraih yaitu pasokan gula tidak hanya dari
gula sukrosa (gula pasir) tapi juga dari gula fruktosa dan rare sugar lainnya. Hal
tersebut secara langsung akan memanfaatkan sumber bahan berpati di Indonesia
yang sangat melimpah. Dengan produksi yang meningkat maka akan dapat
menekan harga, sehingga harga dapat bersaing dengan gula pasir dan tentu saja
semua itu akan mengurangi kebutuhan gula pasir, sehingga tidak perlu impor gula
lagi.
International Society of Rare Sugar (ISRS) telah mendefinisikan rare
sugar sebagai monosakarida dan derivatifnya yang terbilang langka di alam
(Granstrom et al. 2005). Metode produksi berbagai rare sugar membutuhkan
1
pendekatan multidisiplin yang meliputi teknologi fermentasi, biologi molekular,
teknologi enzim dan kimia organik (Granstrom et al. 2004).
Pembuatan sirup fruktosa dapat dilakukan dengan tersediaanya substrat
pati jagung, gandum, beras, kentang, dan umbi-umbian serta enzim isomerase
yang mampu merubah glukosa menjadi fruktosa. Oleh karena itu, DNA
rekombinan dengan teknik insersi gen xylA ke dalam suatu vektor diharapkan
dapat digunakan sebagai teknologi alternatif dalam produksi sirup fruktosa dengan
memanfaatkan sumber pati yang melimpah dan keanekaragaman mikroorganisme
sumber gen xylA (Saksono, 2006).
Gen xylA yang menyandikan enzim xilosa isomerase diketahui mampu
merubah glukosa menjadi fruktosa melalui proses isomerasi. Penelitian ini akan
menggunakan bakteri Lactobacillus pentosus sebagai sumber gen xylA. Teknik
DNA rekombinan dilakukan dengan mengkloning gen xylA yang diinsersikan ke
dalam plasmid kloning pGEM-T Easy dan ditransformasikan ke dalam bakteri
inang Escherichia coli DH5α. Selanjutnya, dilakukan sekuensing untuk
memeriksa urutan basa xylA dari E.coli DH5α yang kemudian akan dibandingkan
dengan sekuens basa gen xylA yang telah dipublikasikan oleh Genebank.
O OH
H OH O
HO H HO H
H OH
H OH
OH
Xilosa isomerase
H OH
H OH
OH
D-Glukosa D-Fruktosa
Gambar 1. Proses isomerasi untuk produksi sirup fruktosa
2
O
H OH
OH
O Xilosa isomerase
HO H
H OH
OH
HO H
H OH
OH
D-Xilosa D-Xilulosa
Gambar 2. proses isomerasi untuk produksi rare sugar
Reaksi tersebut merupakan reaksi “reversible” artinya dapat mengkatalis
ke aksi bolak-balik (Rahmawati, 2003).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah gen xylA dapat diisolasi dari genom L.pentosus ?
2. Apakah gen xylA dapat dikloning pada E.coli DH5α ?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengisolasi gen xylA dari genom L.pentosus.
2. Mendapatkan klon gen xylA pada E.coli DH5α .
3
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:
a. Mengembangkan teknologi alternatif dalam proses produksi gula yang
aman bagi penderita diabetes dan yang berpotensi sebagai obat antitumor
dan terapi kanker secara masal dengan memanfaatkan metabolisme
mikroba dan proses enzimatik.
b. Memberikan cakrawala pengetahuan baru yang lebih luas mengenai
peranan studi bioinformatika dalam mencari sumber gen yang akan
digunakan dalam suatu proses penelitian.
c. Memberikan gambaran nyata mengenai implementasi bioteknologi dengan
pengetahuan genetika dan kloning DNA yang bermanfaat untuk skala
industri, khususnya industri gula dan pemanis buatan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bioinformatika
Bioinformatika merupakan satu area ilmu pengetahuan baru yang sedang
tumbuh dan berkembang, dengan memakai pendekatan perhitungan dan teknilogi
informasi melalui pemanfaatkan komputer (computational biology) untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar ilmu biologi (Nugroho, 2006). Bidang
ini memadukan disiplin biologi molekuler, matematika, dan teknik informasi
(Wibowo, 2003), terutama dengan menggunakan sekuens DNA dan asam amino
serta informasi yang berkaitan dengannya. Keberadaan data-data tersebut secara
otomatis akan mendukung upaya untuk mempelajari fungsi gen-gen secara global
melalui pendekatan-pendekatan functional genomics. Perkembangan internet juga
mendukung berkembangnya bioinformatika. Basis data bioinformatika yang
terhubung melalui internet memudahkan untuk mengumpulkan hasil sekuensing
ke dalam basis data tersebut maupun memperoleh sekuens biologis sebagai bahan
analisis. Selain itu, penyebaran program-program aplikasi bioinformatika melalui
internet memudahkan untuk mengakses program-program tersebut dan kemudian
memudahkan pengembangannya.
Selain menyediakan database seperti urutan DNA genom, urutan asam
amino berbagai organisme, urutan basa DNA atau cDNA, bioinformatika juga
memberikan alat-alat untuk menganalisa secara biologi molekuler seperti
kemampuan untuk mencari urutan basa yang sama (similarity search), melakukan
sequence allignment,. Salah satu sisi bioinformatika yang mempunyai fasilitas
5
terlengkap dalam memfasilitasi penelitian functional genomics adalah yang
dibangun dan dikelola oleh NCBI (National Center for Biotechnology
Information) yang merupakan bagian dari National Institute of Health di Amerika
Serikat (www.ncbi.nlm.nih.gov). NCBI berkolaborasi dengan organisasi-
organisasi lain seperti DNA Databank of Japan (DDBJ) dan European Molecular
biology Laboratory (EMBL) database milik European Bioinformatics Institute
dalam hal pertukaran informasi sehingga data-data baru yang diperoleh secara
terpisah akan dapat dikumpulkan untuk dimanfaatkan oleh publik semaksimal
mungkin (Nugroho, 2006). Sementara itu, contoh beberapa basis data penting
yang menyimpan sekuens primer protein adalah PIR (Protein Information
Resource, Amerika Serikat), Swiss-Prot (Eropa), dan TrEMBL (Eropa). Ketiga
basis data tersebut telah digabungkan dalam UniProt (yang didanai terutama oleh
Amerika Serikat) (Nugroho, 2006) .
BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) merupakan perkakas
bioinformatika yang berkaitan erat dengan penggunaan basis data sekuens
biologis. Penelusuran BLAST (BLAST search) pada basis data sekuens
memungkinkan ilmuwan untuk mencari sekuens asam nukleat maupun protein
yang mirip dengan sekuens tertentu yang dimilikinya. Hal ini berguna misalnya
untuk menemukan gen sejenis pada beberapa organisme atau untuk memeriksa
keabsahan hasil sekuensing maupun untuk memeriksa fungsi gen hasil
sekuensing. Algoritma yang mendasari kerja BLAST adalah penyejajaran
sekuens. Sekuen DNA tersedia pada Genebank yang dapat diakses secara bebas
dari website NCBI pada situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ BLAST (Triastanto et
6
al. 2006). Website ini juga memiliki link dengan web database DNA lainnya.
Beberapa pusat riset di dunia telah melakukan upaya genome sequencing yang
datanya dapat diakses secara bebas. Manipulasi dan analisis DNA dapat dilakukan
secara on line atau off line internet (Purwantomo, 2006)
2.2. Kloning Gen (DNA)
Kloning DNA umumnya adalah perbanyakan DNA rekombinan, yaitu DNA
yang sudah direkayasa dengan teknik penggabungan atau penyisipan gen (DNA)
dari organisme satu ke dalam genom organisme lain (transplantasi gen/teknologi
plasmid). Contohnya : kloning gen penghasil insulin dari kelenjar pankreas
manusia, disisipkan ke dalam plasmid bakteri E.coli, sehingga bakteri dapat
mengekspresikan gen tersebut dan menghasilkan insulin manusia dalam jumlah
yang banyak, mengingat bakteri sangat cepat membelah diri dan bertambah
banyak dengan cepat.
Bioteknologi telah lebih banyak menggunakan sumber genetik (DNA)
organisme yang telah dimanipulasi dan disebut dengan rekayasa genetika.
Rekayasa genetika telah memungkinkan para ilmuwan untuk memodifikasi gen-
gen spesifik dan memindahkannya di antara organisme yang berbeda. Menurut
Ratnasari (2007) mekanisme penyisipan gen (DNA) adalah sebagai berikut :
1. DNA yang ingin disisipkan, diisolasi dan dipotong oleh enzim restriksi
endonuklease, di tempat yang urutan nukleotidanya spesifik.
2. Plasmid bakteri E.coli, diisolasi dan dipotong pula oleh enzim yang sama.
Plasmid ini biasanya disebut sebagai vektor pengklon.
7
3. Fragmen DNA kemudian disisipkan ke dalam vektor dan disatukan oleh
enzim ligase.
4. Plasmid yang telah disisipi, dimasukkan kembali ke dalam bakteri,
kemudian bakteri tersebut dikembangbiakan menjadi banyak, sehingga
rekombinan pun ikut bertambah banyak, demikian pula hasil ekspresi
gennya.
2.2.1. Plasmid
Plasmid adalah molekul DNA sirkular ynag terdapat bebas dalam sel
bakteri. Plasmid hampir selalu membawa satu gen atau lebih dan sering kali gen
tersebut menyebabkan adanya ciri-ciri penting yang ditunjukkan oleh bakteri tuan
rumah. Sebagai contoh, kemampuan hidup di dalam antibiotik dengan konsentrasi
yang biasanya toksik seperti kloramfenikol dan ampisilin sering digunakan
sebagai suatu selectable marker untuk memastikan bahwa bakteri dalam kultur
mengandung gen tertentu (Brown, 1991).
Semua plasmid memiliki paling sedikit satu urutan (rangkaian) DNA yang
dapat bertindak sebagai asal replikasi, sehingga plasmid-plasmid itu mampu
memperbanyak diri di dalam sel (Brown, 1991).
2.2.2. Ligasi dan Penyisipan Gen
Untuk membuat DNA rekombinan, setidaknya digunakan dua macam
enzim yaitu enzim endonuklease yang berfungsi sebagai pemotong DNA. Karena
fungsinya, enzim ini sering disebut sebagai enzim pemotong (restriction enzyme).
Enzim lainnya adalah enzim ligase yang berfungsi menggabungkan molekul DNA
8
yang sudah terpotong ke molekul DNA lain. DNA vektor dipotong pada bagian
yang dikehendaki untuk disisipi DNA asing, Adapun DNA asing yang akan
disisipkan juga dipotong sesuai yang dikehendaki. Pemotongan dan
penggabungan molekul DNA dilakukan secara in vitro (Muladno, 2002).
2.2.3. Transformasi
Transformasi merupakan proses pemasukan molekul DNA ke dalam sel.
Sel yang digunakan dalam proses transformasi ini biasanya disebut dengan sel
kompeten. Dalam proses transformasi, sel kompeten yang dicampur dengan
molekul DNA hasil penggabungan akan mengalami tiga kemungkinan, yaitu :
1. Sel kompeten tidak kemasukan molekul DNA apapun,
2. Sel kompeten kemasukan DNA vektor yang tidak membawa gen asing,
3. Sel kompeten kemasukan molekul DNA vektor yang membawa gen
rekombinan.
Untuk mengetahui ketiga kemungkinan yang terjadi pada sel kompeten, tiga
cawan yang berisi media padat disiapkan, yang masing-masing dilabel A, B,C.
Cawan A hanya berisi media padat, cawan B berisi media padat yang
mengandung antibiotik, cawan C berisi media padat yang mengandung
antibiotik, X-Gal, dan IPTG. Masing-masing cawan digunakan untuk
menumbuhkan sel kompeten hasil transformasi. Ketika sel ditumbuhkan pada
ketiga cawan tersebut, jumlah koloni terbanyak didapat pada cawan A, karena
semua sel kompeten dapat hidup semua. Pada cawan B, jumlah koloni jauh lebih
sedikit daripada jumlah koloni pada cawan A karena semua sel kompeten kosong
9
akan mati. Hanya koloni sel pembawa DNA plasmid yang dapat hidup karena
pada plasmid mengandung gen tahan terhadap antibiotik. Pada cawan C jumlah
koloni relatif sama dengan jumlah koloni pada cawan B tetapi ada dua macam
warna koloni, yaitu putih dan biru. Adanya perbedaan warna koloni ini terjadi
akibat adanyazat kimia X-Gal dan IPTG yang bereaksi dengan produk gen LacZ
pada plasmid. Warana putih pada koloni diakibatkan adanya kerusakan pada gen
LacZ yang disisipi oleh gen asing. Dengan kata lain, koloni berwarna putih
berarti sel kompeten membawa DNA rekombinan (DNA plasmid+gen asing).
Adapun koloni berwarna biru berarti sel kompeten yang tumbuh di cawan hanya
membawa DNA plasmid saja (tidak tersisipi gen asing) (Muladno, 2002).
Menurut Mizawarti (2003), setelah proses transformasi berlangsung di dalam
bakteri inang, vektor menggandakan replikasi menghasilkan banyak salinan atau
turunan yang identik, baik vektornya maupun gen yang dibawanya.
2.3. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (Reaksi Rantai Polimerase, PCR) merupakan
teknik yang sangat berguna dalam membuat salinan DNA. PCR memungkinkan
sejumlah kecil sekuens DNA tertentu disalin jutaan kali untuk diperbanyak
sehingga dapat dianalisis, atau dimodifikasi secara tertentu. PCR memanfaatkan
enzim DNA polimerase yang secara alami memang berperan dalam perbanyakan
DNA pada proses replikasi. Namun demikian, tidak seperti pada organisme hidup,
proses PCR hanya dapat menyalin fragmen pendek DNA, biasanya sampai dengan
10 kb (kb = kilo base pairs = 1.000 pasang basa). Fragmen tersebut dapat berupa
suatu gen tunggal, atau hanya bagian dari suatu gen.
10
Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan, yaitu
fragmen DNA yang akan dilipatgandakan, (2) oligonukleotida primer, yaitu suatu
sekuen oligonukleotida pendek (15 – 25 basa nukleotida) yang digunakan untuk
mengawali sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), terdiri
atas ATP, CTP, GTP, TTP, dan (4) enzim DNA polimerase, yaitu enzim yang
melakukan katalis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting
adalah senyawa buffer (Yuwono, 2006).
Menurut Muladno (2002), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pembuatan primer, antara lain:
a. GC content mendekati 50%, minimal 47%.
b. Tm (primer forward dan primer reverse) relatif sama (≤ 5 °C).
c. Basa G dan C letaknya menyebar.
d. Menghindari pengulangan GG-CC di depan dan di belakang primer.
e. Panjang primer 22-25 basa.
Proses PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus
temperatur yang berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan.
Tahapan yang pertama adalah denaturasi cetakan DNA (DNA template) pada
temperatur 94-96°C, yaitu pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal.
Sesudah itu, dilakukan penurunan temperatur pada tahap kedua sampai 45-60°C
yang memungkinkan terjadinya penempelan (annealing) atau hibridisasi antara
oligonukleotida primer dengan utas tunggal cetakan DNA. Primer merupakan
oligonukelotida utas tunggal yang sekuens-nya dirancang komplementer dengan
ujung fragmen DNA yang ingin disalin, primer menentukan awal dan akhir
daerah yang hendak disalin. Tahap yang terakhir adalah tahap ekstensi atau
11
elongasi (elongation), yaitu pemanjangan primer menjadi suatu utas DNA baru
oleh enzim DNA polimerase. Temperatur pada tahap ini bergantung pada jenis
DNA polimerase yang digunakan. Pada akhirnya, satu siklus PCR akan
menggandakan jumlah molekul cetakan DNA atau DNA target, sebab setiap utas
baru yang disintesis akan berperan sebagai cetakan pada siklus selanjutnya
(Muladno, 2002).
Sejak tahun 1985, PCR telah banyak digunakan dalam penelitian biologis
kedokteran, sosial, dan hukum. PCR digunakan untuk mendeteksi pelaku
kejahatan dari sampel DNA air mani, darah atau jaringan tubuh pelaku lainnya,
atau PCR ini digunakan untuk mendeteksi patogen yang sulit terdeteksi, seperti
DNA virus HIV (Ratnasari, 2007).
2.4. Elektroforesis Agarosa
Pada prinsipnya, DNA dapat bermigrasi di dalam gel dalam bentuk padat
yang diletakkan dalam larutan penyangga yang dialiri arus listrik. Secara fisik,
agarosa tampak seperti bubuk putih yang sangat halus. Agarosa yang dijual,
secara komersial terkontaminasi dengan polisakarida, garam dan protein.
Besarnya kontaminasi dalam gel dapat mempengaruhi migrasi DNA di dalam gel
dapat mempengaruhi migrasi DNA di dalam gel dan kemampuan mengambil
DNA dari dalam gel untuk digunakan sebagai substrat dalam reaksi enzimatis.
Gel agarosa dapat dicetak dengan memanaskan agarosa yang dilarutkan dalam
larutan buffer hingga didapatkan larutan yang jernih. Larutan yang masih cair
(dengan suhu 60 oC) dituangkan ke dalam pencetak gel. Segera setelah itu, sisir
ditempatkan di dekat tepian gel dan gel dibiarkan mengeras. Kepadatan gel
12
bergantung dari persentase agarosa di dalam larutan tadi. Apabila gel telah
mengeras, sisir dicabut sehingga akan terbentuk sumur-sumur yang digunakan
untuk menempatkan larutan DNA (Muladno, 2002).
Elektroforesis agarosa digunakan untuk memisahkan DNA berdasarkan
ukurannya. DNA bermuatan negatif, maka DNA akan bergerak ke kutub positif
pada daerah yang dipengaruhi oleh arus listrik. DNA yang ukurannya lebih kecil
akan bergerak lebih cepat dibandingkan DNA yang ukurannya lebih besar. Hasil
dari elektroforesis gel agarosa ini adalah berupa pita-pita. Gel agarosa pada
elektroforesis ini merupakan polimer dari D-galaktosa dan 3,6 Anhidro-L-
galaktosa yang dalam keadaan gel akan berikatan silang satu sama lain, sehingga
seakan-akan membentuk jaring yang akan menyeleksi DNA yang melewati gel
agarosa. DNA merupakan molekul yang sulit dilihat dengan mata, sehingga
membutuhkan molekul yang dapat membantu untuk melihat DNA. Etidium
bromida (Et-Br) adalah salah satu molekul yang dapat membantu visualisasi
DNA. Et-Br dalam DNA mampu menghasilkan fluoresensi bila disinari dengan
ultra violet. Karena Et-Br menyisip pada DNA maka posisi DNA dapat diketahui.
Kompleks Et-Br dan DNA memiliki spektrum fluoresensi dengan panjang
gelombang maksimum 302 nm. Fluoresensi kompleks DNA-Et-Br 10 kali lipat
lebih besar dibandingkan DNA tanpa Et-Br. Diperkirakan sinar ultra violet yang
diserap oleh DNA ditransfer ke ikatan Et-Br dan diemisikan kembali pada panjang
gelombang yang lebih tinggi. Kompleks Et-Br DNA pada gel juga memberikan
latar fluoresensi. Kecepatan migrasi DNA ditentukan oleh beberapa faktor di
antaranya adalah,
13
1. Ukuran molekul DNA. Migrasi molekul DNA yang berukuran besar, akan
lebih lambat bermigrasi dibandingkan molekul DNA yang berukuran kecil.
2. Konsentrasi agarosa. Migrasi molekul DNA pada gel berkosentrasi rendah
lebih cepat daripada migrasi molekul DNA yang sama pada gel berkonsentrasi
tinggi. Oleh karena itu, penentuan konsentrasi agarosa dalam membuat gel
harus memperhatikan ukuran molekul DNA yang akan dianalisis.
3. Voltase yang digunakan. Pemisahan molekul DNA di dalam gel akan
menurun jika pada waktu pengukuran menggunakan voltase yang terlalu
tinggi.
4. Adanya etidium bromida di dalam gel. Ini mengakibatkan pengurangan
tingkat kecepatan migrasi molekul DNA sebesar 15%. Larutan ini sangat
berbahaya dan bersifat karsinogenik.
5. Komposisi larutan buffer. Apabila tidak ada kekuatan ion di dalam larutan,
maka aliran listrik akan sangat minimal dan migrasi DNA sangat lambat,
sedangkan larutan buffer berkekuatan ion tinggi akan meningkatkan panas
sehingga aliran listrik menjadi sangat maksimal. Ada kemungkinan gel akan
meleleh dan DNA dapat mengalami denaturasi.
2.5. Enzim Xilosa Isomerase (XI)
Xilosa isomerase merupakan kelompok enzim isomerase (golongan V),
yang termasuk kelas ini adalah semua enzim yang mengkatalisis interkonversi
isomer-isomer optik, geometrik, atau posisi. Enzim ini bekerja pada reaksi
intramolekuler (Poedjiadi, 1994).
Enzim xilosa isomerase disandikan oleh gen xylA dan berperan dalam
mengkatalisis isomerisasi D-xilosa menjadi D-xilulosa atau sebaliknya. Enzim ini
14
juga dapat mengkatalisa glukosa menjadi fruktosa, sehingga dikenal juga sebagai
enzim glukosa isomerase.
Setiap enzim mempunyai nomor kode sistemik (Enzyme Commission, EC).
Xilosa isomerase mempunyai kode EC 5.3.1.5. Nomor ini menunjukan jenis
reaksi sebagai kelas (digit pertama), sub-kelas (digit kedua), sub-kelas (digit
ketiga), dan digit keempat adalah untuk nama enzim tertentu. Di samping
menggunakan xilosa dan glukosa, enzim ini juga dapat menggunakan L-
rhamnosa, L-arabinosa, D-ribosa, atau D-allosa sebagai substrat (Rahmawati,
2003).
Enzim ini merupakan homotetramer dengan berat molekul 200,000 kDa
dan bersifat sangat termostabil dengan aktivitas optimal hingga diatas 95°C
(Vieille et al, 1995). Xilosa isomerase menunjukkan aktivitas maksimum pada pH
7.1 dan menggunakan ion Mg2+
sebagai kofaktornya. Enzim ini dapat diisolasi
dari bakteri hipertermofilik, yaitu mikroba yang dapat tumbuh optimum pada
temperatur di atas 80°C (Vieille et al, 1995).
Enzim xilosa isomerase secara umum dikenal aman dan telah digunakan
secara luas pada industri tepung dan proses makanan tertentu. Pada industri
pemanis buatan, xylosa isomerase digunakan sebagai katalis dalam proses
pembuatan sirup fruktosa (High Fructose Corn Syrup, HFCS) karena sifatnya
yang termostabil, enzim ini akan sangat membantu dalam proses pemecahan pati
(starch) menjadi oligomer lalu menjadi glukosa atau fruktosa.Dalam skala
industri, sirup fruktosa dibuat dari glukosa yang diperoleh dari pati jagung,
gandum, beras, kentang, dan umbi–umbian melalui proses isomerasi
menggunakan enzim tersebut. Sirup fruktosa memiliki tingkat kemanisan 2,5 kali
15
lebih besar dibandingkan dengan sirup glukosa dan 1,4–1,8 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan gula sukrosa. Sirup fruktosa mempunyai kelebihan
dibanding gula pasir (sukrosa) yaitu sebagai pemanis rendah kalori, indek
glutemik jauh lebih rendah yaitu tidak meningkatkan gula darah dalam tubuh dan
di metabolisme tanpa membutuhkan insulin, sehingga sangat baik untuk penderita
diabetes, Oleh sebab itu sirup fruktosa dapat digunakan untuk pemanis penderita
diabetes. Berdasarkan keunggulan sirup fruktosa ini maka pemanfaatan fruktosa
tidak hanya untuk penderita diabetes tetapi juga digunakan untuk produk