1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (menurut Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan). Kebakaran hutan yaitu kebakaran yang terjadi di dalam kawasan hutan, dimana kebakaran hutan sendiri terjadi akibat dari faktor disengaja maupun tidak disengaja. Dengan kata lain terjadinya kebakaran hutan sebagian besar diakibatkan oleh kelalaian manusia seperti kegiatan buka lahan untuk berladang, berkebun, penyiapan lahan untuk ternak sapi, dan sebagainya dengan cara membakar hutan. Faktor kebakaran hutan karena kesengajaan ini merupakan faktor utama dan 90% kebakaran hutan yang terjadi saat ini banyak disebabkan karena faktor ini. Kebakaran hutan juga bisa disebabkan oleh faktor tidak disengaja, yang disebabkan oleh faktor alami ataupun karena kelalaian manusia. Contoh kebakaran hutan karena ketidak sengajaan seperti akibat membuang puntung rokok sembarangan, pembakaran sampah atau sisa-sisa perkemahan dan pembakaran dari pembukaan lahan yang tidak terkendali. Sedangkan secara alami kebakaran hutan diakibatkan oleh gesekan ranting yang kering akibat dari rendahnya curah hujan yang menyebabkan kemarau berkepanjangan. Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Mengingat dampak kebakaran hutan tersebut, maka upaya perlindungan terhadap kawasan hutan dan tanah sangatlah penting. Hal tersebutlah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan- pendekatan atau parameter untuk penentuan daerah rawan kebakaran hutan. Yang diharapkan nantinya dapat membantu dalam pengupayaan pencegahan terhadap kebakaran hutan. Dipilihnya lokasi penelitian di Kawasan Taman Nasional Baluran bukanlah tanpa sebab. Lokasi ini dipilih karena memiliki kerawanan kebakaran yang
20
Embed
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67782/potongan/diploma-2013... · BAB I PENDAHULUAN 1.1 ... kerawanan kebakaran hutan dengan tingkatan kerawanan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (menurut Undang Undang Nomor 41
tahun 1999 tentang Kehutanan).
Kebakaran hutan yaitu kebakaran yang terjadi di dalam kawasan hutan, dimana
kebakaran hutan sendiri terjadi akibat dari faktor disengaja maupun tidak disengaja.
Dengan kata lain terjadinya kebakaran hutan sebagian besar diakibatkan oleh kelalaian
manusia seperti kegiatan buka lahan untuk berladang, berkebun, penyiapan lahan untuk
ternak sapi, dan sebagainya dengan cara membakar hutan. Faktor kebakaran hutan karena
kesengajaan ini merupakan faktor utama dan 90% kebakaran hutan yang terjadi saat ini
banyak disebabkan karena faktor ini. Kebakaran hutan juga bisa disebabkan oleh faktor
tidak disengaja, yang disebabkan oleh faktor alami ataupun karena kelalaian manusia.
Contoh kebakaran hutan karena ketidak sengajaan seperti akibat membuang puntung
rokok sembarangan, pembakaran sampah atau sisa-sisa perkemahan dan pembakaran dari
pembukaan lahan yang tidak terkendali. Sedangkan secara alami kebakaran hutan
diakibatkan oleh gesekan ranting yang kering akibat dari rendahnya curah hujan yang
menyebabkan kemarau berkepanjangan.
Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi.
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup
kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi
hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya
mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai,
danau, laut dan udara. Mengingat dampak kebakaran hutan tersebut, maka upaya
perlindungan terhadap kawasan hutan dan tanah sangatlah penting. Hal tersebutlah yang
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan-
pendekatan atau parameter untuk penentuan daerah rawan kebakaran hutan. Yang
diharapkan nantinya dapat membantu dalam pengupayaan pencegahan terhadap
kebakaran hutan. Dipilihnya lokasi penelitian di Kawasan Taman Nasional Baluran
bukanlah tanpa sebab. Lokasi ini dipilih karena memiliki kerawanan kebakaran yang
2
cukup tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis penggunaan lahan serta curah hujan
yang rendah di kawasan tersebut. Selain itu, di kawasan ini juga terdapat berbagai jenis
satwa langka yang dikawatirkan apabila terjadi kebakaran hutan dapat mengganggu
kelangsungan hidup dari satwa-satwa tersebut.
Pencegahan sejak awal perlu dilakukan dalam penangan kebakaran hutan. Dimana
dalam aplikasinya dapat menggunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi
geografi (SIG). Dengan teknologi ini kebakaran hutan dapat dicegah dengan pembuatan
Peta Rawan Kebakara Hutan. Dimana untuk teknologi penginderaan jauh dapat
dimanfaatkan dalam pemantauan perubahan penutup lahan di kawasan hutan yang
menjadi sumber dari terbentuknya bahan bakar. Selain itu, dengan teknologi tersebut juga
dapat membantu untuk pemantauan suhu permukaan yang menjadi salah satu faktor
pendukung terjadinya kebakaran hutan. Pemanfaatan teknologi SIG dalam pembuatan
Peta Rawan Kebakaran Hutan merupakan hasil dari proses analisis spasial yang tersusun
dari peta bahaya kebakaran hutan dan peta pemicu kebakaran hutan. Peta bahaya
kebakaran didasarkan pada data cuaca, kondisi geografis, dan jenis vegetasi, sehingga
lebih berhubungan dengan kondisi mudahnya terjadi kebakaran. Sedangkan peta pemicu
kebakaran merupakan peta interaksi sosial dari budaya manusia terhadap alam
(lingkungannya) yang berkemungkinan dapat menimbulkan api akibat dari interaksi
manusia tersebut.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi belum dimanfaatkan
secara optimal di Taman Nasional Baluran untuk mengetahui lokasi hutan yang
berpotensi terjadi kebakaran hutan. selain itu, tersedianya data penginderaan jauh serta
data-data spasial di Taman Nasional Baluran masih berupa data lama yang belum
dilakukannya pembaruan data.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui sebaran potensi kebakaran hutan di Taman Nasional Baluran
Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur tahun 2013.
3
1.4 MANFAAT
1. Sebagai gambaran untuk kewaspadaan kawasan hutan yang masuk dalam zona tingkat
kerawanan kebakaran hutan dengan tingkatan kerawanan tinggi.
2. Teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi dapat digunakan untuk
pemantauan secara rutin pada kawasan hutan yang berpotensi terjadi kebakaran hutan.
1.5 TINJAUAN PUSTAKA
1.5.1 PENGINDERAAN JAUH
Penginderaan jauh ialah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang
obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang telah diperoleh dengan
menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang
dikaji (Sutanto, 1986). Alat yang dimaksud ialah alat pengindera atau sensor. Pada
umumnya sensor dipasang pada wahana (platform) yang berupa pesawat terbang,
satelit, pesawat ulang-alik atau wahana lainnya. Hasil dari perekaman sensor tersebut
berupa data penginderaan jauh. Data harus diterjemahkan menjadi informasi tentang
obyek, daerah atau gejala yang diindera. Proses dari penenrjemahan data menjadi
informasi tersebut disebut dengan analisis atau interpretasi data.
Komponen atau parameter yang terdapat dalam penginderaan jauh meliputi
beberapa hal di bawah ini :
a. Sumber Tenaga
Terdapat dua macam sumber tenaga yang digunakan dalam penginderaan
jauh.Kedua sumber tenaga tersebut meliputi sumber tenaga aktif dan sumber tenaga
pasif. Sumber tenaga pasif diperoleh secara alami oleh sensor, sebagai contoh
tenaga yang berasal dari sinar matahari, emisi/pancaran suhu benda-benda
permukaan bumi.Sumber tenaga dari matahari mencapai bumi dipengaruhi oleh
waktu (jam, musim), lokasi dan kondisi cuaca.Kedudukan matahari terhadap tempat
di bumi berubah sesuai dengan perubahan musim. Pada musim di saat matahari
berada tegak lurus di atas suatu tempat, jumlah tenaga yang diterima lebih besar
diterima dibandingkan dengan pada musim lain di saat kedudukanya condong
terhadap tempat itu. Tempat-tempat di ekuator menerima tenaga lebih banyak di
bandingkan dengan tempat-tempat di lintang tinggi. Untuk waktu dan letak yang
sama, jumlah sinar yang mencapai bumi dapat berbeda bila kondisi cuaca berbeda.
4
Semakin banyak penutupan oleh kabut, asap dan awan, maka akan semakin sedikit
tenaga yang dapat mencapai bumi. Sedangkan sumber tenaga aktif ialah sensor
secara aktif menyediakan energi sendiri dengan mengeluarkan sinyal terhadap
obyek.Tenaga yang datang diterima oleh sensor dapat berupa tenaga pantulan
maupun tenaga pancaran yang berasal dari objek di permukaan bumi.
b. Atmosfer
Amosfer membatasi bagian spektrum elektromagnetik yang dapat digunakan dalam
penginderaan jauh. Pengaruh tersebut merupakan fungsi panjang gelombang yang
bersifat selektif.
c. Interaksi antara Tenaga dan Obyek
Tiap obyek memiliki karakteristik tertentu dalam memantulkan atau memancarkan
tenaga ke sensor. Pengenalan obyek dilakukan dengan mengamati karakteristik
spektral obyek terhadap masing-masing panjang gelombang yang digunakan yang
tergambar pada citra.
d. Sensor
Tenaga yang datang dari obyek di permukaan bumi diterima dan direkam oleh
sensor.Tiap sensor mempunyai kepekaan tersendiri terhadap bagian spektrum
elektromagnetik.Kemampuan sensor untuk menyajikan gambaran obyek terkecil
disebut resolusi spasial yang menunjukkan kualitas sensor.
e. Perolehan Data
Perolehan data dapat dilakukan dengan cara manual yaitu dengan interpretasi
visual, dan dapat pula secara digital yaitu dengan menggunakan komputer.
f. Pengguna Data
Pengguna data merupakan komponen penting dalam penginderaan jauh. Kerincian
dan kesesuaiannya terhadap kebutuhan pengguna sangat menentukan diterima
tidaknya data penginderaan jauh oleh para penggunanya.
Data penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan citra
Landsat 8 serta dalam pengolahannya menggunakan salah satu software atau piranti
lunak untuk pengolahan citra yaitu Envi 4.5. Dimana citra satelit serta software
pengolahan citra tersebut mempunyai spesifikasi sebagai berikut:
5
1.5.1.1 CITRA LANDSAT 8
Satelit Landsat-8 diluncurkan oleh NASA pada tanggal 11 Februari 2013
bertempat di Vandenberg Air Force Base, California. Satelit dengan resolusi
radiometrik 16 bit ini terbang dengan ketinggian 705 km dari permukaan bumi yang
mampu mengorbit bumi setiap 99 menit dan merekam daerah yang sama setiap 16 hari
(resolusi temporal). Landsat 8 memiliki area scan seluas 170 km x 183 km.
Dibandingkan dengan versi-versi sebelumnya, landsat 8 memiliki beberapa
keunggulan khususnya terkait spesifikasi band yang dimiliki maupun panjang rentang
spektrum gelombang elektromagnetik yang ditangkap. Sebagaimana telah diketahui,
warna objek pada citra tersusun atas 3 warna dasar, yaitu Red, Green dan Blue (RGB).
Dengan makin banyaknya band sebagai penyusun RGB komposit, maka warna-warna
obyek menjadi lebih bervariasi. Hal ini di karenakan Landsat 8 memiliki sensor
Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan
jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9)
berada pada OLI dan 2 lainnya ( band 10 dan 11 ) pada TIRS.