Page 1
1
ANALISIS SPASIAL KERAWANAN POLUSI UDARA GAS NO2
PADA KAWASAN PADAT TRANSPORTASI DI PROVINSI
SUMATERA BARAT TAHUN 2015-2017
SKRIPSI
Diajukan Pada Program Studi D4 Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Padang Sebagai Persyaratan Dalam Menyelesaikan
Pendidikan Diploma 4 Politeknik Kesehatan Padang
Oleh :
LINA OKTAVIA
NIM : 171220624
PROGRAM STUDI D4 KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2018
Page 4
4
PROGRAM STUDI D4 KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PADANG
Skripsi, Desember 2018
Lina Oktavia (171220624)
Analisis Spasial Kerawanan Polusi Udara Gas NO2 Pada Kawasan Padat
Transportasi di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2017
xiv+ 91 Halaman + 18 Tabel + 3 Lampiran + 19 Gambar
ABSTRAK
Kerawanan polusi udara gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat dapat dipengaruhi
oleh jumlah penduduk, jumlah kasus ISPA dan jumlah kendaraan bermotor.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerawanan polusi udara gas
NO2 di Provinsi Informasi Geografis (SIG), penelitian ini dilakukan di Provinsi
Sumatera Barat dengan memanfaatkan data sekunder hasil pengukuran kualitas
udara ambien metode passive sampler Sumatera Barat Tahun 2015-2017.
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan bantuan aplikasi
Sistem dari tahun 2015 sampai tahun 2017.Analisis data secara univariat dan
analisis spasial dengan aplikasi keruangan. Analisis spasial pada penelitian ini
adalah overlay yaitu dengan menggabungkan bobot konsentrasi gas NO2 dengan
jumlah penduduk, jumlah kasus ISPA, jumlah kendaraan bermotor menjadi
sebuah peta kerawanan polusi udara gas NO2.
Hasil penelitian distribusi spasial konsentrasi gas NO2 di Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2015-2017 yang tertinggi berada di Kabupaten Padang Pariaman,
Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Kota
Bukittinggi, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Lima Puluh Kota dan
Kabupaten Pasaman Barat, distribusi spasial konsentrasi gas NO2 di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2015-2017 cenderung meningkat setiap tahun, distribusi
spasial kerawanan polusi udara gas NO2 di Provinsi Sumaetra Barat dari Tahun
2015-2017, menunjukkan tingkat kerawanan polusi udara gas NO2 paling tinggi
berada di Kota Padang.
Meningkatnya jumlah penduduk, jumlah kasus ISPA dan kendaraan bermotor
cenderung mempengaruhi meningkatnya polusi udara gas NO2. Diperlukan upaya
pengendalian pencemaran udara dengan meningkatkan penanaman jalur hijau atau
ruang terbuka hijau, mengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke kendaraan
umum dan memprioritaskan moda transportasi angkutan massal.
Kata kunci : Analisis Spasial, Kerawanan, NO2.
Daftar Pustaka : 33 (1999 – 2017)
Page 5
5
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
ENVIRONMENTAL HEALTH DEPARTEMEN
Essay, December 2018
Lina Oktavia (171220624)
Spatial analysis of Gaseous NO2 Pollution Insecurity on the region's Congested
transportation in West Sumatra Province Year 2015-2017
XIV + 91 Page + 18 Table + 3 Attachments + 19 Pictures
ABSTRACT
Insecurity of air pollution gas NO2 in West Sumatra Province can be affected
by the number of inhabitants, the number of cases of respiratory and the number
of motor vehicles. The purpose of this research is to know the level of insecurity
air pollution gas NO2 in West Sumatra Province Year 2015-2017.
The design of this research is quantitative descriptive with the help of the
application of geographic information systems (GIS), this research was conducted
in West Sumatra Province by utilizing secondary data measurement results of
ambient air quality passive method Sampler from the year 2015 to 2017. Analysis
of univariate data and spatial analysis with application keruangan. Spatial analysis
on the research this is the overlay that is by combining weight concentration of
NO2 with the population, the number of respiratory cases, the number of motor
vehicles into a map of NO2 gas is air pollution insecurity.
The research of spatial distribution of NO2 concentration of the gas in the
province of West Sumatra Years 2015-2017 the highest were in Padang Pariaman,
Dharmasraya, Tanah Datar Regency, city of Padang Panjang, Bukittinggi, Pesisir
Selatan Regency, Lima Puluh Kota Regency and Pasaman Barat, the spatial
distribution of the concentration of NO2 at West Sumatra Province Year 2015-
2017 tend to increase every year, the spatial distribution of air pollution gaseous
NO2 insecurity in the province of Western Sumaetra from the Years 2015-2017,
indicates the level of insecurity of air pollution most high NO2 gas is the city of
Padang.
The increasing number of inhabitants, the number of cases of respiratory and
motor vehicles are likely to affect the increasing air pollution gaseous NO2. Air
pollution control effort is required to increase the planting of green line or green
open space, assign users vehicles to public transportation and prioritizing mass
transit mode of transportation.
Keywords: Spatial Analysis, Insecurity, NO2.
Bibliography: 33 (1999 – 2017)
Page 6
6
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan
meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara
telah mengalami perubahan. Perubahan lingkungan udara pada umumnya
disebabkan oleh pencemaran udara. Merujuk Peraturan Pemerintah No.41 tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, bahwa pencemaran udara adalah
masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan komponen lain ke dalam udara
ambien akibat kegiatan manusia sehingga mutu udara ambien turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi
fungsinya.1
Pencemaran udara di dalam maupun di luar ruangan merupakan masalah
kesehatan lingkungan terbesar di Indonesia. Menurut World Health Organization
(WHO) menyatakan bahwa pencemaran udara merupakan risiko gangguan
kesehatan terbesar di dunia diperkirakan data tahun 2016 sekitar 6,5 juta orang
meninggal tiap tahun akibat paparan polusi udara.2 Pencemaran udara di Indonesia
mengakibatkan 16.000 kematian setiap tahunnya, 1 dari 10 orang menderita
infeksi saluran pernapasan atas dan 1 dari 10 anak menderita asma. Hampir 90%
manusia di dunia tinggal di negara-negara yang terpapar oleh pencemaran udara
dengan tingkat yang membahayakan.3
Sumber pencemaran udara yang paling banyak menyumbang gas-gas
pencemar adalah dari aktivitas transportasi yaitu sebesar 70% dari total
Page 7
2
pencemaran udara. Pada kota-kota besar, gas buang kendaraan bermotor
berkontribusi sebesar 60-70% sumber polusi udara, sementara gas buang dari
cerobong asap industri hanya berkonstribusi berkisar 10-15% dan sisanya berasal
dari sumber pembakaran lain seperti pembakaran sampah, kegiatan rumah tangga,
kebakaran hutan dan lain-lain.4
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2016, jumlah total kendaraan
bermotor di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 114.209.260 unit dengan
persentase jenis kendaraan yang terbanyak adalah sepeda motor (81%), mobil
penumpang (11%), mobil barang (6%) dan 2% bus. Jumlah ini terus mengalami
kenaikan setiap tahunnya, dimana pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia
dari tahun 2014 sampai 2016 mencapai 6,3% sampai 6,5% per tahun. Kondisi ini
menunjukkan secara tidak langsung pencemaran udara di Indonesia akan semakin
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah kendaraan bermotor tersebut.5
Begitu juga dengan jumlah penduduk, dimana emisi gas buangan kendaraan
akan meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk karena sumber
utama NOx yang diproduksi manusia berasal dari pembakaran dan kebanyakan
pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan
pembuangan sampah.6
Perkiraan persentase pencemar udara dari sumber pencemaran transportasi di
Indonesia terdiri atas gas CO 70,5%, NOX 8,89%, SOX 0,88%, hidrokarbon
18,34%, partikulat 1,33%.7 Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Sianturi,
2017 bahwa kadar gas CO dan NO2 yang tertinggi terdapat di kawasan padat
transportasi.7
Page 8
3
Berdasarkan data hasil pengukuran kualitas udara ambien dari Dinas
Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2015 sampai dengan 2017,
dari 2 (dua) parameter gas yang di ukur yaitu NO2 dan SO2, konsentrasi parameter
gas yang tertinggi adalah gas NO2 yang bersumber dari kawasan padat
transportasi yaitu sebesar 14,38 µg/m3 pada tahun 2016.
8
Gas NO2 adalah gas yang beracun berwarna coklat kemerah-merahan dan
berbau menyengat seperti asam nitrat.9 NO2 bersifat racun terutama terhadap paru.
Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar
binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala
pembengkakan paru (edema pulmonari). Pemaparan NO2 dengan kadar 5 ppm
selam 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas.
Pengaruh kesehatan mungkin juga terjadi pada konsentrasi gas lebih rendah
seperti pada pengamatan selama peristiwa polusi di kota. Sedangkan pada
konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan peradangan yang akut dan ditambah lagi
dengan penyebaran gas NO2 dalam waktu singkat, berpengaruh terhadap
peningkatan resiko infeksi saluran pernafasan.10
Salah satu penyakit saluran pernafasan yang selalu menduduki peringkat
pertama dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia yaitu penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi
ISPA ditemukan sebesar 25,0% dengan karakteristik penduduk dengan ISPA yang
tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun yaitu sebesar 25,8%.11
Di Provinsi
Sumatera Barat tahun 2013 tercatat kasus ISPA pada balita sebanyak 11.326 kasus
(22,94%), kemudian pada tahun 2014 kasus ISPA pada balita meningkat menjadi
Page 9
4
13.384 (27,11%).10
Tahun 2017, berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Barat,
kasus ISPA juga menduduki ranking teratas dari 10 penyakit terbanyak.12
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit ISPA adalah
faktor lingkungan khususnya lingkungan kondisi kualitas udara luar.Tentunya
dengan kondisi udara yang tercemar, dapat memperparah penyakit ISPA yang
diderita terutama pada penduduk yang tinggal di daerah pemukiman dekat dengan
jalan yang banyak dilewati kendaraan ataupun kelompok penduduk yang aktivitas
sehari-hari melewati kawasan padat transportasi.
Berdasarkan hasil penelitian Wardani (2010) menyatakan bahwa kondisi
lingkungan udara yang buruk merupakan faktor utama penyebab ISPA dan
terdapat hubungan antara kondisi lingkungan terhadap kejadian ISPA pada anak
balita di lokasi penelitian dimana lingkungan yang buruk lebih besar
menimbulkan kejadian ISPA pada anak balita.13
Dari tahun 2015, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat telah
melakukan kegiatan pemantauan kualitas udara ambien dengan metode passiv
sampler terhadap beberapa parameter udara salah satunya gas NO2. Namun belum
dilakukan analisa data hasil pemantauan kualitas udara ambien tersebut dengan
data-data terkait lainnya seperti data jumlah penduduk, jumlah kendaraan, dan
jumlah kasus ISPA. Sehingga data hasil pemantauan kualitas udara ambien
tersebut perlu dilakukan analisa kerawanannya melalui variabel kepadatan
penduduk, jumlah kasus ISPA dan jumlah kendaraan bermotor dari tahun ke tahun
sehingga dapat membantu dalam menentukan daerah prioritas untuk pelaksanaan
upaya pengendalian pencemaran dan penyehatan udara di Sumatera Barat.8
Page 10
5
Melalui analisis spasial dengan konsep Sistem Informasi Geografis dapat
membantu memvisualisasikan data kondisi kualitas udara dalam bentuk peta
sehingga dapat memberikan kemudahan dalam melakukan analisa data dan
sebagai bahan untuk pengambilan keputusan dan kebijakan.14
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,kualitas udara di Provinsi Sumatera
Barat pada 19 Kab/Kota cenderung rawan untuk tercemar seiring dengan semakin
meningkatnya jumlah penduduk dan jumlah kendaraan bermotor di Sumatera
Barat. Kondisi ini dapat mempengaruhi meningkatnya penyakit gangguan
pernafasan khususnya ISPA di Provinsi Sumatera Barat. Disamping itu, belum
adanya penelitian mengenai kerawanan terkait konsentrasi gas NO2 pada 19
kab/kota di Provinsi Sumatera Barat dengan analisis spasial, maka peneliti tertarik
melakukam penelitian tentang “Analisis Spasial Kerawanan Polusi Udara Gas
NO2 pada Kawasan Padat Transportasi di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-
2017”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan penelitian adalah bagaimana
tingkat kerawanan konsentrasi gas NO2 pada kawasan padat transportasi di
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2017.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya distribusi spasial tingkat kerawanan konsentrasi gas NO2
pada kawasan padat transportasi di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-
2017.
Page 11
6
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya distribusi spasial konsentrasi gas NO2 di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2015-2017.
b. Diketahuinya trend konsentrasi gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2015-2017.
c. Diketahuinya kerawanan konsentrasi gas NO2 dengan jumlah penduduk
di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2017.
d. Diketahuinya kerawanan konsentrasi gas NO2 dengan jumlah kasus
ISPA di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2017.
e. Diketahuinya kerawanan konsentrasi gas NO2 dengan jumlah kendaraan
di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2017.
f. Diketahuinya kerawanan polusi udara gas NO2 di Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2015-2017.
g. Diketahuinya trend kerawanan polusi udara gas NO2 di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2015-2017.
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai tambahan informasi dan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat dan mempermudah
dalam perencanaan kegiatan atau program dan upaya pengendalian kualitas
udara ambien khususnya parameter gas NO2.
2. Bagi peneliti sebagai aplikasi dari ilmu yang telah diperoleh di bangku
perkuliahan.
3. Sebagai pedoman untuk penelitian terkait selanjutnya.
Page 12
7
E. Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian dan mengingat segala keterbatasan, maka peneliti
membatas ruang lingkup penelitian ini pada data sekunder hasil pengukuran
konsentrasi gas NO2 yang bersumber dari aktivitas transportasi tahun 2015-2017
di Provinsi Sumatera Barat.
Page 13
8
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Pencemaran Udara
1. Pengertian Pencemaran Udara
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara, bahwa pencemaran udara adalah
masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam
udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya.1
Disadari atau tidak, beberapa kegiatan manusia dapat mengotori udara. Secara
alami sebenarnya alam (termasuk udara) memiliki mekanisme pembersihan
diri, antara lain siklus hidrologi yang dapat mencuci atmosfer. Namun kadang
kala bahan cemaran pengotor udara melebihi kemampuan alam untuk
membersihkan diri.Keadaan tersebut menjadikan udara tercemar, kotor, tidak
mampu memenuhi fungsi dan tidak layak untuk mendukung suatu kehidupan
termasuk manusia.Dalam waktu yang lama makhluk hidup berusaha
mengadaptasi kondisi tersebut dan berusaha untuk membentuk keseimbangan.
2. Sumber Pencemaran Udara
Sumber pencemaran dapat merupakan kegiatan yang bersifat alami (natural)
dan kegiatan antropogenik. Contoh sumber alami adalah akibat letusan gunung
berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu, spora
Page 14
9
tumbuhan dan lain sebagainya. Pencemaran udara akibat aktivitas manusia
(kegiatan antropogenik), secara kuantitatif sering lebih besar.15
Sumber pencemar udara terbagi menjadi :
1. Alami
a. Kebakaran hutan atau lahan
b. Panas bumi
c. Aktivitas gunung berapi
d. Gas alam
2. Aktivitas Manusia
a. Sumber bergerak
1) Sepeda motor
2) Mobil
b. Sumber bergerak spesifik
1) Bis atau truk
2) Kapal laut
3) Kereta Api
4) Pesawat
c. Sumber tidak bergerak
1) Industri
d. Sumber tidak bergerak spesifik
1) Pembakaran sampah12
Page 15
10
3. Jenis Pencemaran Udara
Jenis tipe komposisi polutan berdasarkan kejadian terbentuknya terbagi 2 yaitu
1. Polutan Udara Primer
Polutan udara primer adalah bahan kimia hasil kegiatan ditambahkan
langsung ke udara, dan pada konsentrasi tertentu dapat membahayakan bagi
kehidupan.Bahan tersebut masih tidak berubah pada saat dikeluarkan dari
emisi.
2. Polutan Udara Sekunder
Senyawa kimia yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi kimia diantara
berbagai komponen di udara, sehingga pada konsentrasi tertentu
membahayakan bagi kehidupan, Bahan pembentuknya dapat berasal dari
polutan primer atau secara alami ada di atmosfer. Misalnya NO menjadi
NO2, NO3, HNO, Keton Aldehid, Asam Organik.15
4. Dampak Pencemaran Udara
1. Penurunan kualitas udara
Perubahan komposisi udara bersih dipengaruhi oleh perubahan proporsi CO
atau CO2 yang meningkat, munculnya gas SO2, NO2 yang berlebihan atau
bau busuk H2S. Selain itu, asap pembakaran lahan pertanian, hutan,
gambut, jerami/limbah gergajian kayu dalam konsentrasi yang tinggi, akan
mengganggu sistem pernafasan manusia serta mengganggu transportasi
darat, laut, dan udara. Radiasi matahari ke bumi juga berkurang karena
ketebalan asap di atmosfer, sehingga keseimbangan panas dingin menjadi
berubah.
Page 16
11
2. Hujan Asam
Hujan asam dalam konsentrasi normal secara alami terjadi setiap waktu
sesuai dengan keseimbangan siklus sulfur. Namun aktivitas manusia seperti
dari transportasi, industry yang menggunakan bahan bakar fosil (bensin,
batu bara) akan menghasilkan cemaran primer SO2 dan NO2 berlebih. SO2
dan NO2 dalam konsentrasi yang tinggi di udara akan bereaksi dengan H2O,
maka terbentuklah H2SO4 dan HNO3 yang sangat asam. Pada saat hujan,
presipitasi asam tersebut berada di bawah permukaan bumi. Pada saat hujan
asam pH air hujan < 5,5 sehingga berdampak pada kerusakan tanaman.
Tanaman akan menjadi layu, kesuburan tanah menurun dan pH tanah
menjadi asam. Dampak lainnya adalah pelapukan bangunan atau patung-
patung yang terbuat dari batu dan dapat mempercepat proses pengaratan
benda-benda yang terbuat dari besi atau logam. Warna logam menjadi cepat
pudar karena asam nitrat menjadi oksidator.6
3. Pemanasan Global Gas Efek Rumah Kaca
Menurut U.S. EPA, secara global emisi gas rumah kaca paling banyak
berasal dari aktivitas manusia terutama kegiatan ekonomi. Adapun tig besar
penyebab gas rumah kaca terbesar secara global, yaitu :
a. Energi berkontribusi paling besar yaitu 26 % pembakaran batu bara, gas
alam dan minyak bumi untuk listrik menghasilkan gas rumah kaca.
b. Industri berkonstribusi sebesar 19 % sehingga berkonstribusi kedua
terbanyak pada efek rumah kaca. Hal ini disebabkan mayoritas industry
menggunakan minyak bumi sebagai sumber energinya.
Page 17
12
c. Penggunaan lahan dan penebangan hutan berkontribusi ketiga yaitu
sebsar 17 %. Emisi gas rumah kaca dari sektor ini biasanya termasuk
karbon dioksida (CO2) dari deforestasi, pembebasan lahan dan juga
agrikultur. Kebakaran hutan dan pelapukan juga berkonstribusi dalam
pembentukan gas karbon dioksida.
d. Hal-hal signifikan lain penyebab gas rumah kaca yaitu pertanian,
transportasi, perumahan serta pengolahan limbah dan air limbah.10
4. Penipisan Lapisan ozon (O3)
Lapisan ozon secara alami dibutuhkan sebagai filter terhadap sinar
ultraviolet matahari yang masuk ke atmosfer menuju bumi. Akibatnya
makhluk hidup yang ada di permukaan bumi aman dari radiasi matahari.
Sekarang ini banyak aktivitas manusia yang dapat merusak lapisan ozon
karena menghasilkan bahan perusak ozon misalnya Chloroflourocarbons
(CFC) tau Freon, Hydrochloroflourocarbons (HCFCs), Halons, Methyl
Bromide, Carbon Tetrachloride dan Methyl Chloroform. Zat-zat tersebut
digunakan sebagai bahan pendingin, foaming agents, fire extinguishers
pada pemadam kebakaran, pestisida dan aerosol propellents. Bahan tersebut
menghasilkan Cl dan Br yang mampu mempercepat penipisan lapisan ozon.
5. Perubahan Ekosistem
Penurunan kualitas udara, hujan asam, pemanasan global dan penipisan
lapisan ozon akan berdampak pada perubahan iklim/cuaca. Perubahan iklim
akan mengakibatkan jumlah rawa-rawa di daerah pantai semakin banyak
sehingga ekosistem rawa baru akan terbentuk.Habitat nyamuk juga semakin
Page 18
13
luas dengan bertambah hangatnya daerah pegunungan, yang berarti juga
memunculkan ekosistem baru,
6. Gangguan Kesehatan Manusia
Pencemaran udara di luar ruangan (outdoor pollution) atau udara ambien
memberikan dampak nyata terhadap kesehatan manusia. Kondisi udara
berdebu di jalan, suhu panas, kelembaban, suara kebisingan, asap alat
transportasi, bahan bangunan, bau sampah secara langsung atau tidak
langsung mengganggu kenyamanan manusia seperti stress,
hipersensitivitas, jantung, sakit kepala, neyeri otot dan lain sebagainya.6
5. Gas Nitrogen dioksida (NO2)
a. Pembentukan gas NO2
Pencemaran udara oleh oksida nitrogen (NOx) terutama disebabkan oleh
dua komponen gas oksida yaitu nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen
dioksida (NO2). NO merupakan gas yang tidak berbau dan tidak berwarna,
sedangkan NO2 berbau tajam dan berwarna coklat kemerahan.
Secara alami, jumlah oksida nitrogen (NOx) terbanyak yang dibebaskan ke
udara adalah dalam bentuk NO, yang diproduksi oleh aktifitas bakteri. Gas
nitrogen yang banyak terbentuk dari proses geologi, vulkanologi dan
fiksasi di udara, akan membentuk NO, ketika saat kontak dengan udara
dengan bantuan petir/kilat, selanjutnya gas NO akan membentuk gas NO2
dengan reaksi bolak balik :
N2 + O2 2 NO
2NO + O2 NO2
Page 19
14
b. Sumber Utama
Sumber utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran
arang, minyak, gas dan bensin kendaraan bermotor, generator listrik,
transportasi, produksi energi, proses industry logam, pertanian dan
pembuangan sampah. Kondisi ini mengakibatkan kadar NOx di udara
perkotaan 10-100 kali lebih tinggi dari pada di udara pedesaan.
Konsentrasi NOX di udara di daerah perkotaan biasanya 10-100 kali.
Emisi NO2 dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama
NOX yang diproduksi manusia adalah pembakaran dan kebanyakan
pembakaran disebabkan oleh kendaraan produksi energi dan pembuangan
sampah.Sebagian besar emisi NOx yang dibuat manusia berasal dari
pembakaran arang, minyak, gas alam, dan bensin.
c. Dampak Pencemaran Gas NO2
Menurut Mukono (2008), apabila udara tercemar oleh gas NO2 dan
bereaksi dengan uap air maka akan menjadi korosif dan memberikan efek
iritasi terhadap mata, paru dan kulit.
1). Terhadap alat pernafasan
Iritasi terhadap paru akan menyebabkan edema paru setelah terpapar
oleh gas NO2 selama 48-72 jam, apabila terpapar dosis yang meningkat
akan menjadi fatal.
2). Terhadap mata
Iritasi mata dapat terjadi apabila NO2 berupa uap yang pekat
Page 20
15
3).Terhadap kulit
Iritasi terhadap kulit dapat terjadi apabila kulit kontak dengan uap air
nitrogen akan menyebabkan luka bakar.
4. Efek lain
Kadar nitrogen pada konsentrasi tertentu dapat bereaksi dengan darah.
Nitrogen dioksida (NO2) empat kali lebih beracun daripada nitrogen
monoksida (NO).NO2 bersifat racun terutama terhadap paru (Fardiaz,
2011).
Gas NO2 dapat memberikan kelainan berupa terbentuknya methHb,
peningkatan inspiratory resistance, peningkatan expiratory resistance,
terjadinya sembab paru, terjadinya fibrosis paru ( Mukono, 2008).
Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian
besar binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan
oleh gejala pembengkakan paru (edema pulmonari. Pemaparan NO2
dengan kadar 5 ppm selam 10 menit terhadap manusia mengakibatkan
kesulitan dalam bernafas. Pengaruh kesehatan mungkin juga terjadi
pada konsentrasi gas lebih rendah seperti pada pengamatan selama
peristiwa polusi di kota. Sedangkan pada konsentrasi tinggi, dapat
menyebabkan peradangan yang akut dan ditambah lagi dengan
penyebaran gas NO2 dalam waktu singkat, berpengaruh terhadap
peningkatan resiko infeksi saluran pernafasan.10
B. Penyakit ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut atau sering disebut sebagai ISPA adalah
infeksi yang mengganggu proses pernafasan seseorang. Infeksi ini umumnya
Page 21
16
disebabkan oleh virus yang menyerang hidung, trakea (pipa pernafasan), atau
bahkan paru-paru.ISPA menyebabkan fungsi pernapasan menjadi terganggu.Jika
tidak segera ditangani, infeksi ini dapat menyebar ke seluruh sistem pernapasan
dan menyebabkan tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen. Kondisi ini bisa
berakibat fatal, bahkan sampai berujung pada kematian.10
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi ISPA ditemukan sebesar
25,0% dengan karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada
kelompok umur 1-4 tahun yaitu sebesar 25,8%.11
Di Provinsi Sumatera Barat
tahun 2013 tercatat kasus ISPA pada balita sebanyak 11.326 kasus (22,94%),
kemudian pada tahun 2014 kasus ISPA pada balita meningkat menjadi 13.384
(27,11%).10
Tahun 2017, berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Barat, kasus
ISPA juga menduduki ranking teratas dari 10 penyakit terbanyak.12
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit ISPA adalah
faktor lingkungan khususnya lingkungan kondisi kualitas udara luar.Tentunya
dengan kondisi udara yang tercemar, dapat memperparah penyakit ISPA yang
diderita terutama pada penduduk yang tinggal di daerah pemukiman dekat dengan
jalan yang banyak dilewati kendaraan ataupun kelompok penduduk yang aktivitas
sehari-hari melewati kawasan padat transportasi.
Berdasarkan penelitian Wardhani, 2010, dimana Kelurahan Cicadas yang
merupakan wilayah padat penduduk dengan kondisi sanitasi yang buruk ditambah
dengan polusi udara yang tinggi menjadi penyebab utama tingginya angka
penyakit ISPA di wilayah tersebut. Berdasarkan penelitian Puji Lestari, ahli polusi
udara dari ITB, wilayah tersebut tercemar emisi gas yang dihasilkan dari
kendaraan bermotor, kadar NOx terakumulasi rata-rata 500 ton per tahun.13
Page 22
17
C. Emisi Kendaraan Bermotor
Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu
kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang
mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar.
Sedangkan udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan
troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang
dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur
lingkungan hidup lainnya. Sementara itu, ambang batas emisi gas buang
kendaraan bermotor adalah batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh
dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor.8
Kendaraan bermotor menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, adalah setiap kendaraan yang digerakan oleh peralatan
mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel.13
Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat pencemar udara yang memberikan
dampak negatif terhadap kesehatan (penyakit ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lainnya) dan kesejahteraan manusia, serta lingkungan hidup.Sumber
pencemar ini juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan atmosfer yang lebih
besar seperti hujan asam, kerusakan lapisan ozon stratosfer dan perubahan iklim
global. Zat-zat yang diemisikan dari knalpot kendaraan bermotor adalah CO2, CO,
NOx, HC, SOx, PM10 dan Pb (dari bahan bakar yang mengandung timah
hitam/timbal).14
Di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber
pencemar udara mencapai 60-70 %. Sementara itu, konstribusi gas buang dari
cerobong industri hanya berkisar antara 10-15 %, sedangkan sisanya dari sisa
Page 23
18
pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah,kebakaran
hutan dan lain-lain.15
D. Pengendalian Pencemaran dan Penyehatan Udara
Pengendalian pencemaran udara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara adalah upaya pencegahan
dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan udara.
Pengendalian pencemaran udara mencakup kegiatan-kegiatan yang berintikan :
a. Inventarisasi kualitas udara daerah dengan mempertimbangkan berbagai
kriteria yang ada dalam pengendalian pencemaran udara.
b. Penetapan baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi yang digunakan
sebagai tolak ukur pengendalian pencemaran udara.
c. Penetapan mutu kualitas udara di suatu daerah termasuk perencanaan
pengalokasian kegiatan yang berdampak mencemari udara.
d. Pemantauan kualitas udara baik ambien dan emisi yang diikuti dengan evaluasi
dan analisis.
e. Pengawasan terhadap penaatan peraturan pengendalian pencemaran udara.
f. Peran masyarakat dalam kepedulian terhadap pengendalian pencemaran udara.
g. Kebijakan bahan bakar yang diikuti dengan serangkaian kegiatan terpadu
dengan mengacu kepada bahan bakar bersih dan ramah lingkungan.
h. Penetapan kebijakan dasar baik teknis maupun non teknis dalam pengendalian
pencemaran udara secara nasional.8
Pengendalian pencemaran dan penyehatan udara secara teknis meliputi :
a. Minimalisir pencemar pada sumber/emisi
b. Pengaturan udara
Page 24
19
c. Penangkapan debu dengan : filter, gravitasi, cyclone, scrubber, absorpsi,
electrostatic presipitation.
d. Pembakaran gas : combustion
Sedangkan pengendalian pencemaran dan penyehatan udara secara nonteknis
meliputi :
a. Edukasi
b. Penaatan wilayah
c. Regulasi, peraturan perundangan
d. Kebijakan/strategi
e. Etika moral individu 6
E. Baku Mutu Udara Ambien
Pemerintah telah menetapkan baku mutu udara ambien sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara. Baku mutu udara ambien nasional diatur dalam Pasal 4,
sedangkan baku mutu udara ambien daerah ditetapkan oleh gubernur sesuai
ketentuan yang diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999.
Baku mutu udara ambien (selajutnya disingkat BMUA) merupakan ukuran batas
atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau seharusnya ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien.
BMUA nasional ditetapkan sebagai batas maksimum kualitas udara ambien
nasional yang diperbolehkan untuk di semua kawasan di seluruh Indonesia. Arah
dan tujuan dari penetapan baku mutu udara ambien nasional adalah untuk
mencegah pencemaran udara dalam rangka pengendalian pencemaran udara
nasional.
Page 25
20
Baku Mutu Udara Ambien Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara seperti pada Tabel 2.1
berikut ini :
Tabel. 2.1 Baku Mutu Udara Ambien Nasional (PP Nomor 41 Tahun 1999)
No. Parameter Waktu
Pengukuran
Baku Mutu
1. Sulfur Dioksida (SO2) 1 jam 900 ug/Nm3
24 jam 365 ug/Nm3
1 tahun 60 ug/Nm3
2. Karbon Monoksida
(CO)
1 jam 30 000 ug/Nm3
24 jam 10 000 ug/Nm3
1 tahun -
3. Nitrogen Dioksida
(NO2)
1 jam 400 ug/Nm3
24 jam 150 ug/Nm3
1 tahun 100 ug/Nm3
4. Oksidan (O3) 1 jam 235 ug/Nm3
24 jam -
1 tahun 50 ug/Nm3
5. Hidro Karbon (HC) 3 jam 160 ug/Nm3
6. Partikulat < 10 um
(PM10)
1 jam -
24 jam 150 ug/Nm3
1 tahun -
Partikulat < 2,5 um
(PM2,5)
1 jam -
24 jam 66 ug/Nm3
1 tahun 15 ug/Nm3
Page 26
21
7. Debu (TSP) 1 jam -
24 jam 230 ug/Nm3
1 tahun 90 ug/Nm3
8. Timah Hitam (Pb) 1 jam -
24 jam 2 ug/Nm3
1 tahun 1 ug/Nm3
9. Dustfall (debu jatuh) 30 hari 10 ton/km2/bulan
(Pemukiman)
20 ton/km2/bulan
(Industri)
10. Total Fluorides
(sebagai F)
24 jam 3 ug/Nm3
90 hari 0,5 ug/Nm3
11. Fluor Indeks 30 hari 40 ug/100 cm2 dari
kertas lime
filter
12. Klorin dan Klorin
Dioksida
24 jam 150 ug/Nm3
13. Sulphat Indeks 30 hari
1 mg SO2/100 cm2
dari lead peroksida
Catatan:
Page 27
22
Nomor 10 sampai dengan 13 hanya diberlakukan untuk daerah/kawasan industri
kimia dasar
Contoh : Industri petrokimia dan industri pembuatan asam sulfat HC yang
dimaksud adalah Non Methane HC
F. Sistem Informasi Geografis (SIG)
a. Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah paket perangkat keras dan lunak
komputer, data geografis, personil yang didesain dan digunakan untuk
menghimpun, menyimpan serta memperbaharui, memanipulasi,
menganalisis dan menampilkan berbagai bentuk infomasi dengan referensi
geografis.
b. Kenampakan Geografis
Kenampakan geografis dapat menggunakan 4 macam cara, yaitu :
1) Titik
Titik merupakan jenis objek yang paling sederhana, hanya dengan satu
koordinat yang diperlukan untuk melukis informasi spasial misalnya
puskesmas, kasus malaria dan lainnya.
2) Garis
Garis menggambarkan baik kenampakan geografis itu sendiri atau garis
tengah seperti jalan raya dan sungai.
3) Poligon
Poligon merupakan wilayah dengan batas tertentu seperti ruang
terbuka, tata ruang atau wilayah yang batas-batasnya ditentukan secara
manual, misalnya wilayah administrative, peta tanah.
Page 28
23
4) Citra
Citra digambarkan sebagai kisi-kisi (grid) yang beraturan dan setiap
grid mempunyai nilai yang ditempelkan.
c. Tipe Sistem Informasi Geografis
Ada 2 macam tipe SIG yaitu raster dan vector. Sebagian besar tipe
sistem informasi geografis dirancang untuk dapat memanfaatkan data
vector atau raster tetapi sebagian besar memiliki paling tidak kemampuan
untuk menangani data dari sejenis.
SIG raster didisain untuk menangani data citra untuk memungkinkan
pemrosesan lebih lanjut dari citra satelit.Selain sensor pengindraan jauh,
penggunaaan yang utama adalah menciptakan atau menganalisis data
permukaan misalnya polusi atau permodelan hidrologi. SIG vector lebih
lazim diantara kedua macam SIG. Data dalam SIG vector digambarkan
dengan koordinat dari kenampakan geografis.
SIG berbeda dengan sistem informasi lainnya karena mempunyai
kemampuan utama yaitu: sistem pengelolaan basis data/Data Base
Management System (DBMS), pemetaan (mapping) dan analisis spasial
(spatial analysis).16
G. Analisis Spasial
Spasial berasal dari kata space, yang pada dasarnya bermakna ruang.Istilah
spasial diberikan pada semua benda maupun fenomena yang terjadi di atas
permukaan bumi. Istilah spasial juga menggambarkan hubungan antara sebuah
fenomena kejadian dengan semua benda dan fenomena yang ada di permukaan
bumi yang diperkirakan memiliki hubungan satu sama lainnya. Selain
Page 29
24
memperhatikan tempat, ketinggian, waktu, juga memperhatikan karakteristik
ekosistem, seperti suhu dan kelembaban, struktur permukaan tanah, struktur
kependudukan dan lain sebagainya. Kalau batasan ruang lebih bersifat man made
seperti halnya tata ruang maka istilah spasial lebih konsern kepada ekosistem.
Analisis spasial umumnya merupakan pembuka jalan bagi studi lebih detail dan
lebih akurat, menawarkan pendekatan alternative untuk menghasilkan,
mengutamakan dan menganalisis data untuk mencari sebab-sebab.
Ada 2 (dua) jenis model dalam kerangka analisis spasial, yaitu (1) Model
berbasis representasi (Representation model), (2) Model berproses (Process
Model).
a. Model berbasis representasi (Representation model)
Model berbasis representasi mendiskripsikan objek-objek di permukaan
bumi (seperti bangunan, sungai, jalan dan hutan) melalui layer data yang
ada di dalam sistem SIG. Analisis spasial dapat dilakukan pada data yang
terformat dalam bentuk layer data berbentuk raster ataupun vector.
b. Model Proses
Model berbasis proses digunakan untuk menggambarkan interaksi antar
objek yang dimodelkan pada model representatif. Hubungan tersebut
dimodelkan menggunakan berbagai alat/tool/metode analisis spasial baik
di dalam ArcGis, QGis dan software lain.
Fungsi analisis spasial terdiri dari :
1) Klasifikasi
Fungsi ini mengklasifikasikan atau mengklasifikasikan kembali suatu data
spasial (atribut) menjadi data spasial yang baru dengan mengunakan
Page 30
25
kriteria tertentu.Misalnya dengan menggunakan data spasial ketinggian
(topografi) dapat diturunkan data spasial kemiringan (gradient)
permukaan bumi yang dinyatakan dalam persentase nilai-nilai
kemiringan.
Nilai-nilai persentase kemiringan ini dapat diklasifikasikan hingga
menjadi data spasial baru yang dapat digunakan untuk merancang
perencanaan pengembangan suatu wilayah.
2) Network (jaringan)
Fungsi ini merujuk data spasial titik-titik (point) atau garis-garis (line)
sebagai suatu jaringan yang tak terpisahkan. Fungsi ini sering
digunakan dalam bidang-bidang transportasi dan utility (misalnya
aplikasi jaringan kabel listrik, komunikasi, telepon, pipa minyak, gas,
air minum dan saluran pembuangan).
3) Overlay
Fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial
yang menjadi masukkannya. Sebagai contoh bila untuk menghasilkan
wilayah-wilayah yang sesuai untuk budidaya tanaman tertentu
diperlukan data ketinggian permukaan bumi, kadar air tanah dan jenis
tanah, maka fungsi analisis spasial overlay akan dikenakan terhadap
ketiga data spasial (atribut) tersebut.
4) Buffering
Fungsi ini akan menghasilkan data spasial baru yang berbentuk polygon
atau zona dengan jarak tertentu dari data spasial yang akan menjadi
masukkannya. Data spasial titik akan menghasilkan data spasial baru
Page 31
26
yang berupa lingkaran-lingkaran yang mengelilingi titik-titik pusatnya.
Untuk data spasial garis akan menghasilkan data spasial baru yang
berupa poligon-poligon yang melingkupi garis-garis. Demikian juga
untuk data spasial polygon-poligon akan menghasilkan data spasial baru
yang berupa polygon yang lebih besar dan konsentris.
5) 3D Analysis
Fungsi ini terdiri dari sub-sub fungsi yang berhubungan dengan
presentasi data spasial dalam ruang 3 dimensi. Fungsi analisis spasial
ini banyak menggunakan fungsi interpolasi.Sebagai contoh, untuk
menampilkan data spasial ketinggian, tata guna lahan, jaringan jalan
dan utility dalam bentuk model 3 dimensi.
6) Digital Image Processing (pengolah citra digital)
Fungsi ini dimiliki oleh perangkat SIG yang berbasiskan raster.Karena data
spasial permukaan bumi (citra digital) banyak didapat dari perekaman data
satelit yang berformat raster, maka banyak SIG raster yang juga dilengkapi
dengan fungsi analisis ini.Fungsi analisis spasial ini terdiri dari banyak
fungsi sub-sub analisis pengolahan citra digital. Sebagai contoh adalah sub
fungsi untuk koreksi radiometric, geometric, filtering, clustering dan
sebagainya.
Pengolahan data atau atribut-atribut unsur spasial pada aplikasi keruangan
dilakukan di query. Query sering diartikan sebagai pertanyaan-pertanyaan
yang harus dijawab oleh suatu sistem dengan bantuan basis datanya baik
model data vector maupun atribut pada kasus basis data/table relasional.
Page 32
27
Sehingga dengan adanya query bisa mendapatkan informasi yang
diinginkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dimiliki.
Adapun langkah-langkah analisis spasial dengan Overlay untuk
sebuahpenelitian yaitu sebagai berikut :
a) Langkah awal yang dilakukan adalah menyiapkan peta dasar sesuai
dengan lokasi/tempat penelitian.
b) Menentukan atau menetapkan skoring/harkat (pembobotan) sesuai
dengan variabel penelitian.
c) Memasukkan (entry) data variabel serta skoring masing-masing
variabel sesuai penelitian ke dalam aplikasi keruangan (spasial).
d) Akan menghasilkan sebuah peta baru untuk masing-masing variabel
sesuai penelitian.
e) Peta masing-masing variabel dioverlaykan atau tumpeng tindihkan
menjadi peta baru (peta hasil analisis spasial).17
H. Kerangka Teori
Telah lama disinyalir bahwa peran lingkungan dalam meningkatkan derajat
kesehatan sangat besar.Sebagaimana dikemukakan Blum (1974) dalam Planning
for Health, Development and Application of Social Change Theory, bahwa faktor
lingkungan berperan lebih besar di samping perilaku, faktor pelayanan kesehatan
dan keturunan.Memang tidak selalu lingkungan sebagai penyebab, tetapi juga
sebagai penunjang, media transmisi serta memperberat penyakit yan telah ada.
Selama ini orang lebih mewaspdai mikroorganisme sebagai penyebab penyakit
yang berasal dari lingkungan, yang masa inkubasinya relatif lebih pendek. Jarang
disadari bahwa pada 20-30 tahun mendatang berbagai penyakit keganasan dan
Page 33
28
yang dapat menimbulkan kecacatan akan menjadi problem serius, diantaranya
akibat pencemaran lingkungan.15
Proses kejadian penyakit dapat diuraikan ke dalam 4 simpul yaitu : simpul 1
disebut sebagai sumber penyakit. Simpul 2 adalah komponen lingkungan yang
merupakan media transmisi penyakit.Simpul 3 adalah penduduk dengan beberapa
variabel kependudukan sedangkan simpul 4 adalah penduduk yang dalam keadaan
sehat atau sakit setelah berinteraksi dengan komponen lingkungan yang
mengandung bibit penyakit atau penyebab penyakit.
Berdasarkan landasan teori di atas penulis menggambarkan kerangka teori
penelitian, yaitu :
Simpul 1
Sumber Penyakit
Polusi Udara dari :
1. Transportasi (Jumlah Kendaraan Bermotor)
2. Industri 3. Pemukiman 4. Perkantoran
Simpul 4
Kejadian Penyakit
1. Sakit (ISPA) 2. Sehat
Simpul 3
Penduduk
1. Kepadatan Penduduk
Faktor Iklim & Lainnya
1. Suhu 2. Kelembaban 3. Curah Hujan 4. Kecepatan Angin
Simpul 2
Media Transisi
Udara Ambien
Pengendalian Pencemaran dan Penyehatan Udara
Page 34
29
Bagan 2.1 Kerangka Teori
(Sumber : Achmadi, 2008 dalam Admiral, 2010)
I. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan kepustakaan dan kerangka teori yang digunakan maka
peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian seperti pada bagan 2.2 berikut
ini.
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
J. Diagram Alir Analisis Spasial
Adapun diagram analisis spasial dalam penelitian ini yaitu :
1. Peta konsentrasi gas NO2 kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat Tahun
2015-2017
Konsentrasi Gas
NO2
Data Konsentrasi
Gas NO2
Batas Kab/Kota di
Provinsi
Peta Konsentrasi
NO2
Entry
Jumlah Penduduk
JumlahKenderaan
Bermotor
Kerawanan Polusi
Udara Gas NO2
Jumlah Kasus
ISPA
Page 35
30
2. Peta jumlah penduduk kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat Tahun
2015-2017
3. Peta Jumlah Kasus ISPAkabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat Tahun
2015-2017
4. Peta jumlah kendaraan kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat Tahun
2015-2017
5. Peta konsentrasi gas NO2 dengan jumlah penduduk di Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2015-2017
+
Entry
Data Jumlah Kasus
ISPA
Batas Kab/Kota
di Provinsi
Peta Jumlah
Kasus ISPA
Entry
Peta Konsentrasi
NO2
Overlay
Entry
Peta Jumlah
Penduduk
Peta Konsentrasi
gas NO2dengan
Jumlah
Penduduk
Data Jumlah
Penduduk
Batas Kab/Kota
di Provinsi
Peta Jumlah
Penduduk
Data Jumlah
Kendaraan
Entry
Batas Kab/Kota
di Provinsi
Peta Jumlah
Kendaraan
Page 36
31
6. Peta konsentrasi gas NO2 dengan jumlah kasus ISPA di Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2015-2017
+
7. Peta konsentrasi gas NO2 dengan jumlah kendaraan di Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2015-2017
+
8. Peta kerawanan polusi udara gas NO2
Overlay
Peta Konsentrasi
NO2
Peta Jumlah Kasus
ISPA
Peta Konsentrasi
gas NO2dengan
Jumlah Kasus
ISPA
OverlayE
ntry
Peta Konsentrasi
NO2
Overlay
Entry
Peta Jumlah Kasus
ISPA
Peta Jumlah
Penduduk Peta Kerawanan Polusi
Udara Gas NO2
Peta Konsentrasi
NO2
Peta jumlah
kendaraan
Peta Konsentrasi
gas NO2dengan
Jumlah Kendaraan
Peta Jumlah
Penduduk
Page 37
32
K. Defenisi Operasional
No. Variabel Defenisi Cara
Ukur
Alat
Ukur
Skala
Ukur
1. Konsentrasi
Gas NO
Data kadar gas NO2
mewakili kawasan padat
transportasi pada kab/kota
Sumatera Barat dari tahun
2015-2017 yang diperoleh
dari Dinas Lingkungan
Hidup Provinsi Sumatera
Barat
Observasi
Data
Sekunder
Lembar
Isian
Interval
2. Jumlah
Kasus ISPA
Data jumlah kasus ISPA
pada kab/kota di Sumatera
Barat dari tahun 2015-
2017 yang diperoleh dari
Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat
Observasi
Data
Sekunder
Lembar
Isian
Interval
3. Jumlah
Kendaraan
Bermotor
Data jumlah kendaraan
bermotor pada kab/kota di
Sumatera Barat dari tahun
2015-2017 yang diperoleh
dari Dinas Perhubungan
Provinsi Sumatera Barat
dan Badan Keuangan
Daerah
Observasi
Data
Sekunder
Lembar
Isian
Interval
4. Jumlah
Penduduk
Data jumlah penduduk
pada kab/kota diSumatera
Barat dari tahun 2015-2017
yang diperoleh dari internet
(Sumatera Barat Dalam
Observasi
Data
Sekunder
Daftar
Isian
Interval
Page 38
33
Angka)
5. Kerawanan
Polusi Udara
Gas NO2
Resikoterjadinya
pencemaran udara yang
disebabkan oleh gas NO2
Overlay Aplikasi
Keruang
an
Ordinal
Page 39
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan bantuan aplikasi
Sistem Informasi Geografis (SIG).Penelitian ini memanfaatkan data sekunder dari
Dokumen Indeks Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Sumatera Barat
khususnya hasil pemantauan kualitas udara ambien metode Passive Sampler
khususnya parameter NO2 dari tahun 2015-2017.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat
berdasarkan data Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup
Daerah (DIKPLHD) Sumatera Barat Tahun 2015-2017, dari Bulan November-
Desember 2018.
C. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah seluruh data hasil pengukuran kualitas udara
ambien konsentrasi gas NO2dengan metode passiv sampler pada kawasan padat
transportasi di 19 kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2017.
D. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data sekunder dengan periode 2015 s/d 2017
yang meliputi :
1. Data hasil pengukuran kualitas udara parameter NO2, diperoleh dari Dinas
Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat.
2. Peta Batas Wilayah sebagai peta dasar, diperoleh dari Bappeda Provinsi
SumateraBarat.
Page 40
42
3. Data kasus penyakit ISPA, diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat.
4. Data kepadatan penduduk diperoleh dari Internet (Sumatera Dalam
Angka).
5. Data jumlah kendaraan bermotor, diperoleh dari Dinas Perhubungan
Provinsi Sumatera Barat dan Badan Keuangan Daerah.
E. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan tahap-tahap berikut :
1. Editing
Melakukan pemeriksaan semua formulir untuk memastikan data
(konsentrasi NO2, kasus ISPA, pertumbuhan jumlah kendaraan dan
kepadatan penduduk) yang diambil lengkap.
2. Coding
Pemberian kode tertentu supaya data (konsentrasi NO2, kasus ISPA,
jumlah kendaraan dan kepadatan penduduk) terlihat lebih sederhana serta
memberikan bobot terhadap variabel.
3. Entri Data
Proses memasukkan data (konsentrasi NO2, kasus ISPA, jumlah
kendaraan dan kepadatan penduduk) ke dalam program (software) atau
fasilitas analisis spasial yaitu query, di query ini data akan dientri dan
diolah.
4. Cleaning
Proses pembersihan data (konsentrasi NO2, kasus ISPA, jumlah
kendaraan dan penduduk) setelah dientry. Hal ini dilakukan supaya data
Page 41
43
yang telah dimasukkan tidak ada yang salah, sehingga data tersebut telah
siap untuk dianalisa.
Data yang telah terkumpul diolah dengan data SIG digital antara lain dengan
cara:
a. Data dari masing-masing variabel disimpan dalam QGis.
b. Provinsi Sumatera Barat digitasi per kabupaten/kota.
c. Peta Provinsi Suamtera Barat digabungkan dengan data yang sudah dari
masing-masing variabel (joint item).
d. Masing-masing variabel tersebut diatas dilakukan theme di view, dimana
tiap-tiap theme dilakukan pengklasifikasian daerah kab/kota.
F. Analisis Data
1. Univariat
Analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi variabel yang diteliti
dan data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.
2. Analisis Spasial (keruangan)
Analisis spasial dalam penelitian ini yaitu data konsentrasi NO2, jumlah
kasus ISPA, jumlah kendaraan bermotor dan jumlah penduduk akan
dibuatkan petanya di aplikasi keruangan. Setelah masing-masing variabel
dituangkan dalam sebuah peta, maka peta konsentrasi NO2, jumlah kasus
ISPA, jumlah kendaraan dan jumlah penduduk akan dilakukan Overlay
(menumpangtindihkan) menjadi peta baru yaitu peta kerawanan polusi
udara gas NO2.
Page 42
44
G. Interprestasi Data
Untuk penelitian ini dalam analisis spasial menggunakan metode skoring
(pembobotan).Skoring merupakan pemberian nilai terhadap suatu polygon
peta yang berkaitan dengan perbedaan tingkat. Pada penelitian ini,
pembobotan digunakan untuk memberikan nilai terhadap suatu variabel
yang berkaitan dengan kerawanan polusi udara gas NO2.
1. Bobot Konsentrasi Gas NO2
Pemberian bobot konsentrasi NO2 berdasarkan konsentrasi terendah-
tertinggi yang diklasifikasi berdasarkan range, yaitu :
No.
Kriteria
Range Konsentrasi NO2 Bobot
Spasial 2015 2016 2017
1. Rendah 6,6 – 15,6 2,57-11,57 2,04 -8,04 1
2. Sedang 15,7 - 24,7 11,58 - 20,58 8.05 - 14.05 2
3. Tinggi 24,8 - 33,8 20,59-29,59 14,06 -20,06 3
2. Bobot Jumlah Penduduk
Pemberian bobot jumlahpenduduk berdasarkan persentase terendah-
tertinggi yang diklasifikasi berdasarkan range, yaitu :
No.
Kriteria
Range Jumlah Penduduk Bobot
Spasial 2015 2016 2017
1. Rendah 0 - 350.000 0 - 350.000 0 - 350.000 1
2. Sedang 350.000 -700.000 350.000 -700.000 350.000 -700.000 2
3. Tinggi 700.000-1000.000 700.000-1000.000 700.000-1000.000 3
3. Bobot Jumlah Kasus ISPA
Pemberian bobot jumlah kasus ISPA berdasarkan persentase terendah-
tertinggi yang diklasifikasi berdasarkan range, yaitu :
Page 43
45
No.
Kriteria
Range Jumlah Kasus ISPA Bobot
Spasial 2015 2016 2017
1. Rendah 1.212 - 23.625 337 – 32.352
3.021-33.645 1
2. Sedang 23.626 - 46.039 32.353 – 64.368 33.646- 64.270 2
3. Tinggi 46.040 - 68.453 64.369 – 96.384 64.271- 94.895 3
4. Bobot Jumlah Kendaraan
Pemberian bobot jumlah kendaraan berdasarkan persentase terendah-
tertinggi yang diklasifikasi berdasarkan range, yaitu :
No.
Kriteria
Range Jumlah Kendaraan Bobot
Spasial 2015 2016 2017
1. Rendah 15.380- 143.386 14.407-141.503 15.851-140.300 1
2. Sedang 143.387- 271.393 141.504-268.600 140.301-264.750 2
3. Tinggi 271.393- 399.400 268601-395.697 264.751-389.198 3
5. Bobot Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah Penduduk
Bobot konsentrasi gas NO2 tertinggi 3 dan terendah 1 sedangkan bobot
jumlah penduduk juga tertinggi 3 dan terendah 1, kemudian digabungkan
semua bobot sehingga bobot tertingginya 6 dan terendah 2. Pemberian
klasifikasi bobot konsentrasi gas NO2 dengan jumlah penduduk
menggunakan rumus Sturgess :
Ki = Xt – Xr
k
Ki = 6 – 2
3
Ki = 1,33 dibulatkan menjadi 1.
Ki ; Kelas interval
Page 44
46
Xt : Bobot tertinggi
Xr : Bobot terendah
k : Jumlah kelas
Berdasarkan hasil di atas, maka diperoleh klasifikasi bobotnya yaitu:
a. Bobot 2 dengan kriteria rawan rendah
b. Bobot 3-4 dengan kriteria rawan sedang
c. Bobot 5-6 dengan kriteria rawan tinggi
6. Bobot Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah Kasus ISPA
Bobot konsentrasi gas NO2 tertinggi 3 dan terendah 1 sedangkan bobot
jumlah kasus ISPA juga tertinggi 3 dan terendah 1, kemudian
digabungkan semua bobot sehingga bobot tertingginya 6 dan terendah 2.
Pemberian klasifikasi bobot konsentrasi gas NO2 denganjumlah kasus
ISPA menggunakan rumus Sturgess :
Ki = Xt – Xr
k
Ki = 6 – 2
3
Ki = 1,33 dibulatkan menjadi 1.
Ki ; Kelas interval
Xt : Bobot tertinggi
Xr : Bobot terendah
k : Jumlah kelas
Berdasarkan hasil di atas, maka diperoleh klasifikasi bobotnya yaitu:
a. Bobot 2 dengan kriteria rawan rendah
b. Bobot 3-4 dengan kriteria rawan sedang
c. Bobot 5-6 dengan kriteria rawan tinggi
Page 45
47
7. Bobot Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah Kendaraan
Bobot konsentrasi gas NO2 tertinggi 3 dan terendah 1 sedangkan bobot
jumlah kendaraan juga tertinggi 3 dan terendah 1, kemudian digabungkan
semua bobot sehingga bobot tertingginya 6 dan terendah 2. Pemberian
klasifikasi bobot konsentrasi gas NO2 denganjumlah kendaraan
menggunakan rumus Sturgess :
Ki = Xt – Xr
k
Ki = 6 – 2
3
Ki = 1,33 dibulatkan menjadi 1.
Ki ; Kelas interval
Xt : Bobot tertinggi
Xr : Bobot terendah
k : Jumlah kelas
Berdasarkan hasil di atas, maka diperoleh klasifikasi bobotnya yaitu:
a. Bobot 2 dengan kriteria rawan rendah
b. Bobot 3-4 dengan kriteria rawan sedang
c. Bobot 5-6 dengan kriteria rawan tinggi
8. Bobot Kerawanan Polusi Udara Gas NO2
Pemberian bobot kerawanan polusi udara gas NO2 dengan cara
menjumlahkan semua bobot dari masing-masing variabel yaitu bobot
jumpah penduduk, jumlah kasus ISPA dan jumlah kendaraan, kemudian
diperoleh rata-rata bobot. Persamaan yang digunakan untuk membuat
kelas kerawanan ini menggunakan (Rumus Sturgess) :
Page 46
48
Ki = Xt – Xr
k
Ki = 9 – 3
3
Ki = 2
Ket :
Ki ; Kelas interval
Xt : Bobot tertinggi
Xr : Bobot terendah
k : Jumlah kelas
Sehingga diperoleh klasifikasi harkat kerawanan polusi udara gas
NO2yaitu :
a. Rawan Terendah : 3
b. Rawan Sedang : 4-6
c. Rawan Tertinggi : 7-9
Page 47
49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
F. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Geografis
Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang
terletak di pesisir barat bagian tengah dengan luas wilayah sekitar 42.299,73
km2. Secara astronomis, Provinsi Sumatera Barat terletak antara 0
o 54’
Lintang Utara dan 3o
30’ Lintang Selatan dan antara 98o 36’ – 101
o 53’ Bujur
Timur. Sumatera Barat berbatasan langsung dengan Provinsi Riau, Provinsi
Jambi, Provinsi Bengkulu dan Samudera Indonesia, seperti tampak pada peta
di bawah ini :
Gambar 4.1 Peta Administrasi Provinsi Sumatera Barat
Page 48
43
Sumatera Barat terdiri dari 19 kabupaten/kota (12 kabupaten dan 7
kota), 179 kecamatan, 802 nagari, 230 kelurahan dan 126 desa. Kabupaten
Kepulauan Mentawai memiliki wilayah terluas yaitu 6.010 km2atau
sekitar 14,21% dari luas wilayah Provinsi Sumatera Barat, sedangkan luas
wilayah terkecil adalah Kota Padang Panjang, yakni 23 km2 atau sekitar
0,05% dari luas wilayah Provinsi Sumatera Barat.
Tabel 4.2 Luas Wilayah Menurut Kabupten/Kota di Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2017
No. Kabupaten/Kota Luas (km2) Persentase
1. Kab. Kep. Mentawai 6.011,35 14,21
2. Kab. Pesisir Selatan 5.794,95 13,70
3. Kab. Solok 3.738,00 8,84
4. Kab. Sijunjung 3.130,80 7,40
5. Kab. Tanah Datar 1.336,00 3,16
6. Kab. Padang Pariaman 1.328,79 3,14
7. Kab. Agam 2.232,30 5,28
8. Kab. Lima Puluh Kota 3.354,30 7,93
9. Kab. Pasaman 3.947,63 9,33
10. Kab. Solok Selatan 3.346,20 7,91
11. Kab. Dharmasraya 2.961,13 7,00
12. Kab. Pasaman Barat 3.887,77 9,19
131 Kota Padang 694,96 1,64
14. Kota Solok 57,64 0,14
15. Kota Sawahlunto 273,45 0,65
16. Kota Padang Panjang 23,00 0,05
17 Kota Bukittinggi 25,24 0,06
Page 49
44
18. Kota Payakumbuh 80,43 0,19
19. Kota Pariaman 73,36 0,17
Sumber : Sumatera Barat Dalam Angka Tahun 2018
Secara umum, Sumatera Barat memiliki iklim tropis basah dengan
suhu udara rata-rata selama tahun 2017 berkisar 24,40 – 26,10 oC dengan
rata-rata kelembaban udara antara 81,0% - 86,0%. Untuk rata-rata tekanan
udara 980,2 mb – 1.006,0 mb dengan kecepata angina berkisar 1,8 knot –
3,3 knot.
2. Demografi
Penduduk Sumatera Barat pada akhir tahun 2017 berjumlah 5.321.589
jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 125 jiwa per km2.
Kota
Bukittinggi menjadi wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi yaitu
mencapai 5.023 jiwa per km2, sedangkan yang paling rendah terdapat di
Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu hanya sekitar 14 orang per km2.
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017
No.
Kabupaten/Kota
Persentase
Penduduk
Kepadatan
Penduduk
per km2
1. Kab. Kep. Mentawai 1,67 14,75
2. Kab. Pesisir Selatan 8,59 78,91
3. Kab. Solok 6,93 98,63
4. Kab. Sijunjung 4,42 73.50
5. Kab. Tanah Datar 6,51 259,41
6. Kab. Padang Pariaman 7,72 309,31
Page 50
45
7. Kab. Agam 9,10 216,95
8. Kab. Lima Puluh Kota 7,07 112,12
9. Kab. Pasaman 5,18 69,85
10. Kab. Solok Selatan 3,11 49,49
11. Kab. Dharmasraya 4,43 79,52
12. Kab. Pasaman Barat 8,03 109,91
131 Kota Padang 14,42 1.333,91
14. Kota Solok 1,29 1.190,18
15. Kota Sawahlunto 1,15 224,53
16. Kota Padang Panjang 0,99 2.279,22
17 Kota Bukittinggi 2,38 5.023,93
18. Kota Payakumbuh 2,48 1.638,93
19. Kota Pariaman 1,63 1.180,73
Sumber : Sumatera Barat Dalam Angka Tahun 2018
3. Kendaraan Bermotor
Berdasarkan data hasil penjualan kendaraan bermotor sesuai jenis
kendaraan di Provinsi Sumatera Barat cenderung bervariasi pada setiap
tahunnya, seperti tercantum pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Penjualan Kendaraan Bermotor di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2014-2017
No.
Jenis Kendaraan
Bermotor
Jumlah (Unit)
2014 2015 2016 2017
1. Mobil Beban 0 0 0 0
2. Penumpang
Pribadi
0 0 0 0
3. Penumpang Umum 275 17 31 26
4. Bus Besar Pribadi 12 4 13 5
Page 51
46
5. Bus Besar Umum 7 6 48 12
6. Bus Kecil Pribadi 29 24 72 48
7. Bus Kecil Umum 43 49 56 30
8. Truk Besar 1.729 1.191 935 1.096
9. Truk Kecil 243 193 267 141
10. Roda Tiga - - - -
11. Roda Dua 7.990 8.243 2.030 -
Keterangan : (-) Tidak Ada Data
Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Barat, 2017
Sedangkan jumlah angkutan umum berdasarkan jenisnya, cenderung
sedikit mengalami pertambahan setiap tahunnya, sebagaiman tercantum
pada tabel berikut.
Tabel 4.5 Perbandingan Jumlah Angkutan Umum Berdasarkan Jenis
Tahun Tahun 2014-2017
No.
Jenis Angkutan Umum
Jumlah (Unit)
2014 2015 2016 2017
1. Angkutan Antar Kota
Dalam Provinsi (AKDP)
1.875 1.781 1.693 1.717
2. Angkutan Antar Kota
Luar Provinsi (AKAP)
523 525 666 525
4. Pemantauan Kualitas Udara Metode Passive Sampler
Dalam rangka mendapatkan Indeks Kualitas Udara Nasional,
Kementerian Lingkungan Hidup telah melaksanakan kegiatan
pemantauan kualitas udara dengan metode passive samplersejak tahun
2008 dan telah dilakukan terhadap 150 Kabupaten/Kota di Indonesia. Di
Page 52
47
Sumatera Barat, pemantauan kualitas udara dengan metode passiv sampler
telah dilaksanakan sejak tahun 2015 sampai saat ini.
Pengukurankualitasudaraambien metode passive sampler dengan
parameterukurSO2danNO2, menggunakansistem
penyerapangassecaradifusimelaluimediayangdipaparkandalamwaktuterten
tutanpamenggunakanpompapenghisapdenganmemanfaatkansifatfisisgasya
ngberdifusidarikonsentrasitinggikekonsentrasirendah
Ada 4 (empat) kriteria lokasi pengambilan sampel udara ambien
a. Transportasi
Lokasi di daerah transportasi adalah untuk mengetahui seberapa
jauh dampak emisi gas buang yang keluar dari kendaraan bermotor
terhadap kualitas udara di sekitar jalan raya yang dilakukan
pemantauan kualitas udaranya. Jarak titik pengambilan sampel
kurang lebih 5 – 10 meter dari bahu jalan.
b. Industri
Lokasi di daerah industri adalah untuk mengetahui seberapa jauh
kegiatan industri memberikan kontribusi terhadap pencemaran udara
disekitar kegiatan industri. Jarak pemantauan tidak terlalu dekat
dengan sumber emisi minimal 15 meter dari sumber.
c. Pemukiman
Lokasi di daerah pemukiman dipilih untuk mengetahui tingkat
pencemaran udara yang diakibatkan oleh adanya emisi gas buang
yang keluar dari kegiatan disekitar pemukiman padat.
d. Perkantoran
Page 53
48
Lokasi di daerah perkantoran adalah untuk mengetahui tingkat
pencemaran udara di wilayah perkantoran akibat adanya emisi
terutama bersumber dari aktivitas yang ada disekitar lokasi atau
kawasan padat perkantoran.
Kriteria lokasi pemantauan Passive Sampler adalah lokasi pemukiman,
industri, perumahan dan padat lalu lintas. Penetapan lokasi PS mengacu
kepada Keputusan Kepala Bapedal No. 205 tahun 1996 tentang
Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak
dan SNI 19-71196.2005. Hal-hal yang diatur, antara lain
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penempatan alat PS adalah :
a) Di ruang terbuka dan tidak ada penghalang gedung atau pohon dengan
sudut 1200
b) Pengukuran menghasilkan konsentrasi akumulatif pada suatu periode
waktu sampling (1 minggu, 2 minggu)
c) Konsentrasi berasal dari campuran udara yang homogen pada ground-
level (ketinggian “muka tanah”)
d) Mengandalkan aliran udara yang tenang (laminer) agar proses difusi
terjadi secara sempurna.
e) Tidak terlalu terpaku pada ukuran-ukuran ketinggian mulut inlet
sampler dan jarak horizontal dari bangunan/pohon .
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran kualitas udara dengan
metode passive sampler :
1) Catat dalam formulir sampling data-data pada saat pemasangan yaitu
data-data: kode sampel, nama lokasi, koordinat, waktu, hari/tanggal,
Page 54
49
kondisi cuaca, denah lokasi, serta keterangan lainnya pada saat
pemasangan alat pemantauan kualitas udara ambien dengan metode
passive sampler.
2) Paparkan sampler selama 2 minggu.
3) Ambil sampler dan catat data: waktu, hari/tanggal, kondisi cuaca serta
keterangan lainnya pada saat pengambilan sampler pada formulir
sampling
4) Masukkan sampel ke tabungnya sesuai kode sampler kemudian
masukkan tabung ke plastik berperekat.
5) Pastikan label pada sampler dan tabung sesuai.
6) Masukkan alat pasif pada wadah yang telah digunakan sebelumnya,
kemudian masukkan alat pasif, blanko perjalanan, dan formulir isian
data ke dalam amplop yang sudah disediakan untuk pengembalian
sampler ke laboratorium.
5. Kualitas Udara dan Statusnya
Dari hasil pemantauan kualitas udara metode passive sampler tahun 2017
yang dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera
Barat, diperoleh nilai Indeks Kualitas Udara (IKU) Provinsi Sumatera
Barat yang diperoleh dari 19 kabupaten/kota adalah 89,87 yang
dikategorikan Baik. Semakin tinggi IKU berarti semakin baik kualitas
udara di suatu wilayah, begitu sebaliknya semakin rendah IKU berarti
semakin jelek kualitas udara di suatu wilayah.
Page 55
50
Hasil pengukuran Indeks Kualitas Udara (IKU) yang terendah adalah
Kota Padang yaitu 68,31 sedangkan yang tertinggi adalah Kabupaten
Padang Pariaman yaitu 97,98 seperti terlihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.2 Perbandingan Indeks Kualitas Udara Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat dengan Indeks Kualitas Udara Rata-Rata
Provinsi Sumatera Barat
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat, 2017
6. Kasus ISPA di Provinsi Sumatera Barat
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2017,
penyakit ISPA dan Gastritis masih menduduki peringkat atas dan kedua
dari 10 penyakit terbanyak di Provinsi Sumbar yaitu sebanyak 705.659
kasus (39,2%) dan 285.282 kasus Gastritis (15,8) seperti terlihat pada
tabel 4.6.
Tabel 4.6 10 Penyakit Terbanyak Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017
No. Jenis Penyakit Jumlah %
1. ISPA 705.659 39,2
2. Gastritis 285.282 15,8
96
,62
85
,74
78
,1
92
,8
95
,01
97
,78
95
,01
93
,37
94
,62
95
,79
85
,57
93
,13
68
,31
92
,7
85
,57
88
,67
91
,45
97
,12
90
,78
0
20
40
60
80
100
120
Kab
.ke
pu
lau
an…
Kab
. So
lok
Kab
. Pes
sel
Kab
. Siju
nju
ng
Kab
. Tan
ah D
atar
Kab
. Pad
ang…
Kab
. Aga
m
Kab
. Lim
apu
luh
Ko
ta
Kab
.Pas
aman
Kab
. So
lsel
Kab
. Dh
amas
raya
Kab
.Pas
bar
Ko
ta P
adan
g
Ko
ta S
olo
k
Ko
ta S
awah
luto
Ko
ta P
adan
g P
anja
ng
Ko
ta B
uki
ttin
ggi
Ko
ta P
ayak
um
bu
h
Ko
ta P
aria
man
IKU Kab/kota IKU Prov
Page 56
51
3. Hypertensi 248.964 13,8
4. Rheumatik 186.759 10,4
5. Penyakit Kulit Alergi 84.667 4,7
6. Influenza 82.995 4,6
7. Penyakit Kulit Infeksi 69.659 3,9
8. Diare 62.886 3,5
9. Febris 50.864 2,8
10. Ashma 23.500 1,3
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, 2018
G. Hasil Penelitian
1. Distribusi Spasial Konsentrasi Gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2015
Dari hasil pengumpulan data dilakukan, diperoleh data sekunder dari
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat yaitu : data hasil
pengukuran kualitas udara ambien gas NO2 dengan metode passiv
sampler pada 10 kabupaten/kota Tahun 2015 seperti tercantum pada tabel
4.7 di bawah ini :
Tabel. 4.7
Distribusi Frekuensi Konsentrasi Gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2015
No. Kabupaten/Kota Konsentrasi NO2
(µg/Nm3)
Bobot
Spasial
1. Kab.Kepulauan Mentawai - -
2. Kab. Solok - -
3. Kab. Pessel - -
4. Kab. Sijunjung - -
5. Kab. Tanah Datar 22.1 2
6. Kab. Padang Pariaman 33.4 3
Page 57
52
7. Kab. Agam 14.5 1
8. Kab. LimapuluhKota - -
9. Kab.Pasaman 6.6 1
10. Kab. Solsel - -
11. Kab. Dhamasraya 30.1 3
12. Kab.Pasbar - -
13. Kota Padang - -
14. Kota Solok 8 1
15. Kota Sawahluto 8.51 1
16. Kota Padang Panjang 21.95 2
17. Kota Bukittinggi 13.35 1
18. Kota Payakumbuh - -
19. Kota Pariaman 17.85 2
Dari tabel 4.7 dapat dijelaskan bahwa konsentrasi gas NO2 tertinggi
pada tahun 2015 di Provinsi Sumatera Barat terdapat di Kabupaten
Padang Pariaman dan Kabupaten Dharmasraya yaitu dengan besaran
konsentrasi 33,4 µg/Nm3 dan 30,1µg/Nm
3 dengan mendapatkan bobot
spasial 3. Sedangkan kabupaten /kota lainnya memperoleh bobot spasial
2 yaitu Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang dan Kota
Pariaman. Untuk Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman, Kota Solok,
Kota Sawahlunto dan Kota Bukittinggi memperoleh bobot spasial 1.
Dari Tabel 4.7, untuk analisa spasial berkaitan dengan konsentrasi
gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015 dapat dijelaskan pada
peta berikut :
Page 58
53
Gambar 4.3 Peta Distribusi Spasial Konsentrasi Gas NO2 di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2015
Berdasarkan informasi dari gambar 4.3 bahwa konsentrasi gas NO2 pada
Tahun 2015 paling tinggi terdapat di Kabupaten Padang Pariaman dan
Kabupaten Dharmasraya sehingga kriteria bobot spasialnya berada pada
tingkat konsentrasi tinggi (merah). Sedangkan Kabupaten Tanah Datar,
Kota Padang Panjang dan Kota Pariaman termasuk kriteria sedang
(kuning) dan Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman, Kota Solok, Kota
Sawahlunto dan Kota Bukittinggi termasuk kriteria rendah (hijau). Untuk
9 Kab/kota lainnya tidak ada data karena tidak dilakukan pengukuran
pada wilayah tersebut.
Page 59
54
2. Distribusi Spasial Konsentrasi Gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2016
Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan, diperoleh data
sekunder dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat yaitu :
data hasil pengukuran kualitas udara ambien gas NO2 dengan metode
passiv sampler pada 15 kabupaten/kota Tahun 2016 seperti tercantum
pada tabel 4.8 di bawah ini :
Tabel. 4.8
Distribusi Frekuensi Konsentrasi Gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2016
No. Kabupaten/Kota Konsentrasi NO2
(µg/Nm3)
Bobot
Spasial
1. Kab.Kepulauan Mentawai - -
2. Kab. Solok - -
3. Kab. Pessel 2.57 1
4. Kab. Sijunjung - -
5. Kab. Tanah Datar 28.45 3
6. Kab. Padang Pariaman 5.5 1
7. Kab. Agam 16.57 2
8. Kab. LimapuluhKota - -
9. Kab.Pasaman 17.3 2
10. Kab. Solsel 18.05 2
11. Kab. Dhamasraya 3.44 1
12. Kab.Pasbar 5.06 1
13. Kota Padang 7.19 1
14. Kota Solok 4.81 1
15. Kota Sawahluto 18.63 2
16. Kota Padang Panjang 21.15 3
Page 60
55
17. Kota Bukittinggi 20.58 3
18. Kota Payakumbuh 10.2 1
19. Kota Pariaman 15.02 2
Dari tabel 4.8 dapat dijelaskan bahwa konsentrasi gas NO2 tertinggi pada
tahun 2016 di Provinsi Sumatera Barat terdapat di Kabupaten Tanah
Datar, Kota Padang Panjang dan Kota Bukittinggi yaitu dengan besaran
konsentrasi 28,45 µg/Nm3, 21,15 µg/Nm
3 dan 20,58µg/Nm
3 dengan
mendapatkan bobot spasial 3. Sedangkan kabupaten /kota lainnya
memperoleh bobot spasial 2 yaitu Agam, Kabupaten Pasaman,
Kabupaten Solok Selatan, Kota Sawahlunto dan Kota Pariaman.
Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten
Dharmasraya, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang, Kota Solok dan
Payakumbuh termasuk kriteria rendah. Untuk 5 Kab/kota lainnya tidak
ada data karena tidak dilakukan pengukuran pada wilayah tersebut.
Dari Tabel 4.8, untuk analisa spasial berkaitan dengan konsentrasi
gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016 dapat dijelaskan pada
peta berikut :
Page 61
56
Gambar 4.4
Peta Distribusi Spasial Konsentrasi Gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2016
Berdasarkan informasi dari gambar 4.4 bahwa konsentrasi gas NO2 pada
Tahun 2016 paling tinggi terdapat pada 3 wilayah yaitu Kabupaten Tanah
Datar, Kota Padang Panjang dan Kota Bukittinggi sehingga kriteria bobot
spasialnya berada pada tingkat konsentrasi tinggi (merah). Sedangkan
Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Solok Selatan, Kota
Sawahlunto dan Kota Pariaman termasuk kriteria sedang (kuning) dan
Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten
Dharmasraya, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang, Kota Solok dan
Payakumbuh termasuk kriteria rendah (hijau). Untuk 5 Kab/kota lainnya
tidak ada data karena tidak dilakukan pengukuran pada wilayah tersebut.
3. Distribusi Spasial Konsentrasi Gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2017
Page 62
57
Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan, diperoleh data
sekunder dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat yaitu :
data hasil pengukuran kualitas udara ambien gas NO2 dengan metode
passiv sampler pada 19 kabupaten/kota Tahun 2017 dengan bobot spasial
seperti tercantum pada tabel 4.9 di bawah ini :
Tabel. 4.9
Distribusi Frekuensi Konsentrasi Gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2017
No. Kabupaten/Kota Konsentrasi NO2
(µg/Nm3)
Bobot
Spasial
1. Kab.Kepulauan Mentawai 3.75 1
2. Kab. Solok 11.95 2
3. Kab. Pessel 16.4 3
4. Kab. Sijunjung 4.36 1
5. Kab. Tanah Datar 2.59 1
6. Kab. Padang Pariaman 3.23 1
7. Kab. Agam 9.3 2
8. Kab. LimapuluhKota 15 3
9. Kab.Pasaman 7.95 2
10. Kab. Solsel 12.2 2
11. Kab. Dhamasraya 17.9 3
12. Kab.Pasbar 18.45 3
13. Kota Padang 3.05 1
14. Kota Solok 10.7 2
15. Kota Sawahluto 3.17 1
16. Kota Padang Panjang 2.04 1
17. Kota Bukittinggi 7.8 2
Page 63
58
18. Kota Payakumbuh 3.24 1
19. Kota Pariaman 6.25 1
Dari Tabel 4.9 dapat dijelaskan bahwa konsentrasi gas NO2 tertinggi
pada tahun 2017 di Provinsi Sumatera Barat terdapat di Kabupaten
Pesisir Selatan, Lima Puluh Kota, Dharmasraya dan Pasaman Barat yaitu
dengan besaran konsentrasi 16,4 µg/Nm3,15 µg/Nm
3, 17,9 µg/Nm
3 dan
18,45 µg/Nm3 mendapatkan bobot spasial 3. Sedangkan Kota Solok,
Agam, Pasaman, Solok Selatan, Kabupaten Solok dan Bukittinggi
mendapat bobot spasial 2 termasuk pada kriteria konsentrasi sedang.
Untuk Mentawai, Sijunjung, Tanah Datar, Padang Pariaman, Padang,
Padang Panjang, Sawahlunto, Payakumbuh dan Pariaman mempunyai
bobot spesial 1 sehingga termasuk pada kriteria rendah.
Dari Tabel 4.9, untuk analisa spasial berkaitan dengan konsentrasi
gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017 dapat dijelaskan pada
peta berikut :
Page 64
59
Gambar 4.5
Peta Distribusi Spasial Konsentrasi Gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2017
Berdasarkan informasi dari gambar 4.5 bahwa konsentrasi gas NO2 pada
Tahun 2017 paling tinggi berada pada 4 kabupaten/kota yaitu Pesisir
Selatan, Lima Puluh Kota, Dharmasraya dan Pasaman Barat, ditandai
warna merah pada peta. Sedangkan Kota Solok, Agam, Pasaman, Solok
Selatan, Kabupaten Solok dan Bukittinggi termasuk pada kriteria
konsentrasi sedang (kuning). Untuk Mentawai, Sijunjung, Tanah Datar,
Padang Pariaman, Padang, Padang Panjang, Sawahlunto, Payakumbuh
dan Pariaman berada pada kriteria rendah (hijau).
Page 65
60
4. Peta Trend Distribusi Spasial Konsentrasi Gas NO2 di Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2015-2017
Berdasarkan hasil penyajian data distribusi spasial konsentrasi gas
NO2 di Provinsi Sumatera Barat dari Tahun 2015-2017 dapat
digambarkan trend distribusinya melalui peta berikut ini :
Page 66
61
Gambar 4.6
Peta Trend Distribusi Spasial Konsentrasi Gas NO2 di Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2015-2017
Page 67
62
Berdasarkan informasi dari gambar 4.6 diketahui bahwa dari tahun 2015
sampai tahun 2017, beberapa kabupaten/kota cenderung mengalami
peningkatan konsentrasi gas NO2. Kondisi ini ditandai dengan lebih
banyaknya warna merah (kriteria tinggi) dan kuning (kriteria sedang)
pada peta tahun 2017 dibandingkan tahun 2015.
5. Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah Penduduk di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2015
Hasil penelitian berkaitan tentang kerawanan konsentrasi gas NO2
dengan jumlah penduduk yaitu dengan membandingkan data jumlah
penduduk dengan data konsentrasi gas NO2 seperti pada tabel 4.10.
Tabel. 4.10
Distribusi Frekuensi Gas NO2 dengan Jumlah Penduduk di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2015
No. Kabupaten/Kota Konsentrasi
NO2(µg/Nm3)
Jumlah
Penduduk
1. Kab.Kepulauan Mentawai - 85.295
2. Kab. Solok - 363.684
3. Kab. Pessel - 450.186
4. Kab. Sijunjung - 222.512
5. Kab. Tanah Datar 22,1 344.828
6. Kab. Padang Pariaman 33,4 406.076
7. Kab. Agam 14,5 476.881
8. Kab. LimapuluhKota - 368.985
9. Kab.Pasaman 6,6 269.883
10. Kab. Solsel - 159,796
11. Kab. Dhamasraya 30.1 223.112
12. Kab.Pasbar - 410.307
Page 68
63
13. Kota Padang - 902.413
14. Kota Solok 8 66.106
15. Kota Sawahluto 8,51 60.186
16. Kota Padang Panjang 21,95 50.883
17. Kota Bukittinggi 13,35 122.621
18. Kota Payakumbuh - 127.826
19. Kota Pariaman 17,85 84.709
Dari Tabel 4.10 dapat dijelaskan bahwa konsentrasi NO2 tinggi dengan
jumlah penduduk sedang berada pada Kabupaten Padang Pariaman
sedangkan Kabupaten Dharmasraya, konsentrasi gas NO2 tinggi dengan
jumlah penduduk rendah.
Salah satu indikator tingkat konsentrasi gas NO2 adalah jumlah
penduduk. Kecenderungan hubungan tingkat konsentrasi gas NO2 dengan
jumlah penduduk dapat dilihat pada peta berikut ini :
Page 69
64
Gambar 4.7 Peta Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah
Penduduk di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015
Berdasarkan informasi dari gambar 4.7 bahwa distribusi konsentrasi gas
NO2 tinggi dengan jumlah penduduk kriteria sedang terjadi di
Kabupaten Padang Pariaman sedangkan pada Kabupaten Dharmasraya
konsentrasi gas NO2 kriteria tinggi dengan jumlah penduduk
rendah.Dengan demikian, kondisi kualitas udara gas NO2 di Kabupaten
Padang Pariaman cenderung rawan dimana ada kecenderungan
hubungan tingkat konsentrasi gas NO2 dengan jumlah penduduk.
Adapun anomali terjadi di Kabupaten Dharmasraya, hal ini mungkin
dipengaruhi oleh kondisi dan faktor lain.
6. Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah Kasus ISPA di
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015
Hasil penelitian berkaitan tentang kerawanan konsentrasi gas NO2
dengan jumlah kasus ISPA yaitu dengan membandingkan data jumlah
kasus ISPA dengan data konsentrasi gas NO2 seperti pada tabel berikut
ini :
Tabel. 4.11
Distribusi Frekuensi Gas NO2 dengan Jumlah Kasus ISPA di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2015
No. Kabupaten/Kota Konsentrasi
NO2(µg/Nm3)
Jumlah
Kasus ISPA
1. Kab.Kepulauan Mentawai - 12.557
2. Kab. Solok - 24.583
3. Kab. Pessel - 47.470
4. Kab. Sijunjung - 24.471
5. Kab. Tanah Datar 22,1 56.953
Page 70
65
6. Kab. Padang Pariaman 33.4 17.406
7. Kab. Agam 14,5 52.399
8. Kab. LimapuluhKota - -
9. Kab.Pasaman 6,6 18.274
10. Kab. Solsel - 1.212
11. Kab. Dhamasraya 30,1 9.269
12. Kab.Pasbar - 19.552
13. Kota Padang - 68.452
14. Kota Solok 8 7.295
15. Kota Sawahluto 8,51 14.359
16. Kota Padang Panjang 21,95 -
17. Kota Bukittinggi 13,5 20.010
18. Kota Payakumbuh - 19.127
19. Kota Pariaman 17,85 6.665
Dari Tabel 4.11 dapat dijelaskan bahwa tidak ada kabupaten/kota
konsentrasi NO2 tinggi dengan jumlah kasus ISPAkriteria tinggi.
Sedangkan di Kabupaten Padang Pariaman dan Dharmasraya, berada
pada konsentrasi gas NO2 tinggi dengan jumlah penduduk rendah.
Salah satu indikator tingkat konsentrasi gas NO2 adalah jumlah kasus
ISPA. Kecenderungan hubungan tingkat konsentrasi gas NO2 dengan
jumlah kasus ISPA dapat dilihat pada peta berikut ini :
Page 71
66
Gambar 4.8 Peta Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah
Kasus ISPA di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015
Berdasarkan informasi dari gambar 4.8 bahwa di tahun 2015, tidak ada
kabupaten/kota tingkat konsentrasi NO2 kriteria tinggi dengan jumlah
kasus ISPA kriteria tinggi.Kondisi ini ditunjukkan dengan simbol
jumlah kasus ISPA warna biru muda (kriteria rendah) dengan wilayah
konsentrasi Gas NO2 kriteria tinggi (merah).Dengan demikian dapat
diketahui bahwa tingkat konsentrasi gas NO2 cenderung tidak ada
hubungan dengan jumlah kasus ISPA pada suatu wilayah. Anomali ini
terjadi mungkin dipengaruhi oleh kondisi dan faktor lain.
7. Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah Kendaraan di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2015
Hasil penelitian berkaitan tentang kerawanan konsentrasi gas NO2
dengan jumlah kendaraan bermotor yaitu dengan membandingkan data
Page 72
67
jumlah kendaraan bermotor dengan data konsentrasi gas NO2 seperti
pada tabel berikut ini :
Tabel. 4.12
Distribusi Frekuensi Gas NO2 dengan Jumlah Kendaraan Bermotor di
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015
No. Kabupaten/Kota Konsentrasi
NO2(µg/Nm3)
Jumlah
Kendaraan
1. Kab.Kepulauan Mentawai -
2. Kab. Solok - 30.750
3. Kab. Pessel - 42.870
4. Kab. Sijunjung - 31,044
5. Kab. Tanah Datar 22,1 45.241
6. Kab. Padang Pariaman 33,4 35.702
7. Kab. Agam 14,5 27.913
8. Kab. LimapuluhKota - 34.732
9. Kab.Pasaman 6,6 24.288
10. Kab. Solsel - 16.239
11. Kab. Dhamasraya 30,1 31.746
12. Kab.Pasbar - 39.960
13. Kota Padang - 399.398
14. Kota Solok 8 33.838
15. Kota Sawahluto 8,51 15.380
16. Kota Padang Panjang 21,95 20.171
17. Kota Bukittinggi 13,35 76.813
18. Kota Payakumbuh - 60.817
19. Kota Pariaman 17,85 27.559
Dari Tabel 4.12 dapat dijelaskan bahwa tidak ada kabupaten/kota
konsentrasi NO2 tinggi dengan jumlah kasus kendaraan kriteria
Page 73
68
tinggi.Tetapi di Kabupaten Padang Pariaman dan Dharmasraya, berada
pada konsentrasi gas NO2 tinggi dengan jumlah penduduk rendah.
Salah satu indikator tingkat konsentrasi gas NO2 adalah jumlah
kendaraan bermotor. Kecenderungan hubungan tingkat konsentrasi gas
NO2 dengan jumlah kendaraan bermotor dapat dilihat pada peta berikut
ini :
Gambar 4.9 Peta Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah
Kendaraan di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015
Berdasarkan informasi dari gambar 4.9 bahwa di tahun 2015, tidak ada
kabupaten/kota yang termasuk tingkat konsentrasi NO2 tinggi dengan
jumlah kendaraan bermotor kriteria tinggi.Kondisi ini ditunjukkan
dengan simbol jumlah kendaraan bermotor warna biru muda (kriteria
rendah) dengan wilayah konsentrasi Gas NO2 kriteria tinggi
(merah).Dengan demikian dapat diketahui bahwa tingkat konsentrasi gas
Page 74
69
NO2cenderung tidak mempunyai hubungan dengan jumlah kendaraan
bermotor pada suatu wilayah. Anomali ini terjadi mungkin dipengaruhi
oleh kondisi dan faktor lain.
8. Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah Penduduk di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2016
Hasil penelitian berkaitan tentang kerawanan konsentrasi gas NO2
dengan jumlah penduduk yaitu dengan membandimgkan data jumlah
penduduk dengan data konsentrasi gas NO2 seperti pada tabel 4.13
Tabel. 4.13
Distribusi Frekuensi Gas NO2 dengan Jumlah Penduduk di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2016
No. Kabupaten/Kota Konsentrasi
NO2(µg/Nm3)
Jumlah
Penduduk
1. Kab.Kepulauan Mentawai - 86.981
2. Kab. Solok - 366.213
3. Kab. Pessel 2,57 453.822
4. Kab. Sijunjung - 226.300
5. Kab. Tanah Datar 28,45 345.706
6. Kab. Padang Pariaman 5,5 408.612
7. Kab. Agam 16,57 480.722
8. Kab. LimapuluhKota - 372.568
9. Kab.Pasaman 17,3 272.804
10. Kab. Solsel 18,05 162.724
11. Kab. Dhamasraya 3,44 229.313
12. Kab.Pasbar 5,06 418.785
13. Kota Padang 7,19 914.968
14. Kota Solok 4,81 67.307
15. Kota Sawahluto 18,63 60.778
16. Kota Padang Panjang 21,15 51.712
Page 75
70
17. Kota Bukittinggi 20,58 124.715
18. Kota Payakumbuh 10,2 129.807
19. Kota Pariaman 15,02 85.618
Dari Tabel 4.13 dapat dijelaskan bahwa tidak ada kabupaten/kota
dengan konsentrasi NO2 tinggi dengan jumlah penduduk tinggi.Anomali
ini terjadi dimungkinkan karena dipengaruhi oleh kondisi dan faktor
lain.
Salah satu indikator tingkat konsentrasi gas NO2 adalah jumlah
penduduk. Kecenderungan hubungan tingkat konsentrasi gas NO2
dengan jumlah penduduk dapat dilihat pada peta berikut ini :
Gambar 4.10 Peta Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah
Penduduk di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016
Berdasarkan informasi dari gambar 4.10 bahwa di tahun 2016,
indikator jumlah penduduk cenderung belum tampak mempengaruhi
Page 76
71
tingkat konsentrasi gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat. Kondisi ini
ditunjukkan dengan simbol warna biru muda kriteria jumlah penduduk
rendah yang berada di Kabupaten/Kota dengan konsentrasi gas NO2
kriteria tinggi. Anomali ini mungkin dipengaruhi oleh kondisi dan faktor
lain. Namun perlu diwaspadai kabupaten/kota dengan konsentrasi gas
NO2kriteria sedang dengan jumlah penduduk sedang seperti di
Kabupaten Agam yang dalam suatu waktu dapat berpotensi mengalami
peningkatan.
9. Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah Kasus ISPA di
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016
Hasil penelitian berkaitan tentang kerawanan konsentrasi gas NO2
dengan jumlah kasus ISPA yaitu dengan membandingkan data jumlah
kasus ISPA dengan data konsentrasi gas NO2 seperti tabel berikut ini :
Tabel. 4.14
Distribusi Frekuensi Gas NO2 dengan Jumlah Kasus ISPA di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2016
No. Kabupaten/Kota Konsentrasi
NO2(µg/Nm3)
Jumlah
Kasus ISPA
1. Kab.Kepulauan Mentawai - 12.204
2. Kab. Solok - 32.605
3. Kab. Pessel 2,57 66.462
4. Kab. Sijunjung - 24.172
5. Kab. Tanah Datar 28,45 74.941
6. Kab. Padang Pariaman 5,5 17.207
7. Kab. Agam 16,57 79.644
8. Kab. LimapuluhKota - 337
9. Kab.Pasaman 17,3 23.887
Page 77
72
10. Kab. Solsel 18,05 3.744
11. Kab. Dhamasraya 3,44 17.283
12. Kab.Pasbar 5,06 19.944
13. Kota Padang 7,19 96.382
14. Kota Solok 4,81 9.691
15. Kota Sawahluto 18,63 24.976
16. Kota Padang Panjang 21,15 -
17. Kota Bukittinggi 20,58 28.107
18. Kota Payakumbuh 10,2 25.495
19. Kota Pariaman 15,02 14.479
Dari Tabel 4.14 dapat dijelaskan bahwa konsentrasi NO2 tinggi dengan
jumlah kasus ISPA yang tinggi, berada pada Kabupaten Tanah Datar
sedangkanKota Bukittinggi mempunyai konsentrasi gas NO2 tinggi
dengan jumlah kasus ISPA yang termasuk rendah.
Salah satu indikator tingkat konsentrasi gas NO2 adalah jumlah kasus
ISPA. Kecenderungan hubungan tingkat konsentrasi gas NO2 dengan
jumlah kasus ISPA dapat dilihat pada peta berikut ini :
Page 78
73
Gambar 4.11 Peta Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah
Kasus ISPA di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016
Berdasarkan informasi dari gambar 4.11 bahwa di tahun 2016,
Kabupaten/kota yang tergolong rawan adalah Kabupaten Tanah Datar
yang termasuk konsentrasi gas NO2 kriteria tinggi (merah) dan jumlah
kasus ISPA yang juga tinggi (biru pekat). Anomali terjadi pada Kota
Bukittinggi yang mungkin dipengaruhi oleh kondisi dan faktor lain.
10. Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah Kendaraan di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2016
Hasil penelitian berkaitan tentang kerawanan konsentrasi gas NO2
dengan jumlah kendaraan yaitu dengan membandingkan data jumlah
kendaraan dengan data konsentrasi gas NO2 seperti pada tabel 4.15 :
Tabel. 4.15
Distribusi Frekuensi Gas NO2 dengan Jumlah Kendaraan di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2016
Page 79
74
No. Kabupaten/Kota Konsentrasi
NO2(µg/Nm3)
Jumlah
Kendaraan
1. Kab.Kepulauan Mentawai - -
2. Kab. Solok - 33.163
3. Kab. Pessel 2,57 43.609
4. Kab. Sijunjung - 31.262
5. Kab. Tanah Datar 28,45 14.407
6. Kab. Padang Pariaman 5,5 37.104
7. Kab. Agam 16,57 28.886
8. Kab. LimapuluhKota - 36.322
9. Kab.Pasaman 17,3 25.129
10. Kab. Solsel 18,05 17.697
11. Kab. Dhamasraya 3,44 31.046
12. Kab.Pasbar 5,06 36.030
13. Kota Padang 7,19 395.694
14. Kota Solok 4,81 35.415
15. Kota Sawahluto 18,63 16.227
16. Kota Padang Panjang 21,15 21.923
17. Kota Bukittinggi 20,58 82.098
18. Kota Payakumbuh 10,2 62.707
19. Kota Pariaman 15,02 28.988
Dari Tabel 4.15 dapat dijelaskan bahwa di Tahun 2016 tidak ada
kabupaten/kota yang termasuk konsentrasi NO2 tinggi dengan jumlah
kendaraan yang tinggi.
Page 80
75
Salah satu indikator tingkat konsentrasi gas NO2 adalah jumlah
kendaraan. Kecenderungan hubungan tingkat konsentrasi gas NO2
dengan jumlah kendaraan dapat dilihat pada peta berikut ini :
Gambar 4.12 Peta Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah
Kendaraan di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016
Berdasarkan informasi dari gambar 4.12 bahwa di tahun 2016, tidak ada
kabupaten/kota yang termasuk konsentrasi NO2 tinggi dengan jumlah
kendaraan yang tinggi.Anomali ini terjadi mungkin dipengaruhi oleh
kondisi dan faktor lain. Namun tetap diwaspadai wilayah yang
mempunyai jumlah kendaraan kriteria tinggi dengan konsentrasi gas NO2
yang masih termasuk kriteria rendah seperti Kota Padang.
Page 81
76
11. Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah Penduduk di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2017
Hasil penelitian berkaitan tentang kerawanan konsentrasi gas NO2
dengan jumlah penduduk yaitu dengan membandingkan data jumlah
penduduk dengan data konsentrasi gas NO2 seperti pada tabel 4.16.
Tabel. 4.16
Distribusi Frekuensi Gas NO2 dengan Jumlah Penduduk di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2017
No. Kabupaten/Kota Konsentrasi
NO2(µg/Nm3)
Jumlah
Penduduk
1. Kab.Kepulauan Mentawai 3,75 88.69
2. Kab. Solok 11,95 368.69
3. Kab. Pessel 16,4 457.29
4. Kab. Sijunjung 4,36 230.10
5. Kab. Tanah Datar 2,59 346.58
6. Kab. Padang Pariaman 3,23 411.00
7. Kab. Agam 9,3 484.29
8. Kab. LimapuluhKota 15 376.07
9. Kab.Pasaman 7,95 275.73
10. Kab. Solsel 12,2 165.60
11. Kab. Dhamasraya 17,9 235.48
12. Kab.Pasbar 18,45 427.30
13. Kota Padang 3,05 927.01
14. Kota Solok 10,7 68.60
15. Kota Sawahluto 3,17 61.40
16. Kota Padang Panjang 2,04 52.42
17. Kota Bukittinggi 7,8 126.80
18. Kota Payakumbuh 3,24 131.82
Page 82
77
19. Kota Pariaman 6,25 86.62
Dari Tabel 4.16 dapat dijelaskan bahwa di Tahun 2017 kabupaten/kota
yang termasuk konsentrasi NO2 tinggi dengan jumlah pendudukkriteria
sedang berada pada Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Lima Puluh
Kota, Kabupaten Pasaman Barat.
Salah satu indikator tingkat konsentrasi gas NO2 adalah jumlah
penduduk. Kecenderungan hubungan tingkat konsentrasi gas NO2
dengan jumlah penduduk dapat dilihat pada peta berikut ini :
Gambar 4.13 Peta Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah
Penduduk di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017
Berdasarkan informasi dari gambar 4.13 bahwa di tahun 2017,
Kabupaten/kota yang tergolong rawan dengan konsentrasi gas NO2
kriteria tinggi (merah) dan jumlah penduduk kriteria sedang (biru)
berada di Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Lima Puluh Kota dan
Page 83
78
Kabupaten Pasaman Barat. Anomali terjadi pada Kabupaten
Dharmasraya, yang mungkin dipengaruhi oleh kondisi dan faktor lain.
12. Kerawanan Kerawanan Gas NO2 dengan Jumlah Kasus ISPA di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2017
Hasil penelitian berkaitan tentang kerawanan konsentrasi gas NO2
dengan jumlah kasus ISPA yaitu dengan membandingkan data jumlah
kasus ISPA dengan data konsentrasi gas NO2 seperti pada tabel berikut :
Tabel. 4.17
Distribusi Frekuensi Gas NO2 dengan Jumlah Kasus ISPA di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2017
No. Kabupaten/Kota Konsentrasi
NO2(µg/Nm3)
Jumlah
Kasus ISPA
1. Kab.Kepulauan Mentawai 3,75 13,896
2. Kab. Solok 11,95 41,437
3. Kab. Pessel 16,4 45,889
4. Kab. Sijunjung 4,36 22,887
5. Kab. Tanah Datar 2,59 70,174
6. Kab. Padang Pariaman 3,23 27,743
7. Kab. Agam 9,3 54,827
8. Kab. LimapuluhKota 15 -
9. Kab.Pasaman 7,95 36,765
10. Kab. Solsel 12,2 6,326
11. Kab. Dhamasraya 17,9 10,945
12. Kab.Pasbar 18,45 29,662
13. Kota Padang 3,05 94,894
Page 84
79
14. Kota Solok 10,7 14,357
15. Kota Sawahluto 3,17 19,695
16. Kota Padang Panjang 2,04 3,021
17. Kota Bukittinggi 7,8 21,105
18. Kota Payakumbuh 3,24 20,071
19. Kota Pariaman 6,25 11,790
Dari Tabel 4.17 dapat dijelaskan bahwa di Tahun 2017 kabupaten/kota
yang termasuk konsentrasi NO2 tinggi dengan jumlah kasus ISPA kriteria
sedang berada pada Kabupaten Pesisir Selatan, sedangkan anomali
terjadi pada KabupatenPasaman Barat dan Dharmasraya. Untuk
Kabupaten Lima Puluh Kota tidak ada data jumlah kasus ISPA.
Salah satu indikator tingkat konsentrasi gas NO2 adalah jumlah kasus
ISPA. Kecenderungan hubungan tingkat konsentrasi gas NO2 dengan
jumlah kasus ISPA dapat dilihat pada peta berikut ini :
Page 85
80
Gambar 4.14 Peta Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah
Kasus ISPA di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017
Berdasarkan informasi dari gambar 4.14 bahwa di tahun 2017,
kabupaten/kota yang termasuk konsentrasi NO2 tinggi (merah) dengan
jumlah kasus ISPA kriteria sedang (simbol biru) berada pada Kabupaten
Pesisir Selatan. Anomali terjadipada KabupatenPasaman Barat dan
Dharmasraya yang mungkin dipengaruhi oleh kondisi dan faktor lain.
13. Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah Kendaraan di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2017
Hasil penelitian berkaitan tentang kerawanan konsentrasi gas NO2
dengan jumlah kendaraan yaitu dengan membandingkan data jumlah
kendaraandengan data konsentrasi gas NO2 seperti pada tabel berikut :
Tabel. 4.18
Distribusi Frekuensi Gas NO2 dengan Jumlah Kendaraan di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2017
No. Kabupaten/Kota Konsentrasi
NO2(µg/Nm3)
Jumlah
Kendaraan
1. Kab.Kepulauan Mentawai 3,75 -
2. Kab. Solok 11,95 33.411
3. Kab. Pessel 16,4 41.999
4. Kab. Sijunjung 4,36 29.259
5. Kab. Tanah Datar 2,59 47.005
6. Kab. Padang Pariaman 3,23 36.471
7. Kab. Agam 9,3 31.138
8. Kab. LimapuluhKota 15 36.929
Page 86
81
9. Kab.Pasaman 7,95 24.051
10. Kab. Solsel 12,2 17.028
11. Kab. Dhamasraya 17,9 27.871
12. Kab.Pasbar 18,45 33.529
13. Kota Padang 3,05 389.197
14. Kota Solok 10,7 37.139
15. Kota Sawahluto 3,17 15.851
16. Kota Padang Panjang 2,04 22.934
17. Kota Bukittinggi 7,8 82.072
18. Kota Payakumbuh 3,24 58.484
19. Kota Pariaman 6,25 28.448
Dari Tabel 4.18 dapat dijelaskan bahwa di Tahun 2017 tidak ada
kabupaten/kota yang termasuk konsentrasi NO2 tinggi dengan jumlah
kendaraan yang tinggi.Tetapi jumlah kendaraan yang tinggi terdapat di
Kota Padang.
Salah satu indikator tingkat konsentrasi gas NO2 adalah jumlah
kendaraan. Kecenderungan hubungan tingkat konsentrasi gas NO2
dengan jumlah kendaraan dapat dilihat pada peta berikut ini :
Page 87
82
Gambar 4.15 Peta Kerawanan Konsentrasi Gas NO2 dengan Jumlah
Kendaraan di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017
Berdasarkan informasi dari gambar 4.15 bahwa di tahun 2017, tidak ada
kabupaten/kota yang termasuk konsentrasi NO2 tinggi dengan jumlah
kendaraan yang tinggi.Anomali ini terjadi mungkin dipengaruhi oleh
kondisi dan faktor lain. Namun tetap diwaspadai wilayah yang
mempunyai jumlah kendaraan kriteria paling tinggi dengan konsentrasi
gas NO2 yang masih termasuk kriteria rendah seperti di Kota Padang.
14. Kerawanan Polusi Udara di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015
Hasil penelitian berkaitan dengan data spasial kerawanan polusi
udara gas NO2 Tahun 2015 yaitu dengan menggabungkan bobot dari
Page 88
83
data spasial konsentrasi gas NO2, jumlah penduduk, jumlah kasus ISPA
dan jumlah kendaraan kemudian dioverlay, sehingga dapat dijelaskan
pada peta berikut.
Gambar 4.16 Peta Kerawanan Polusi Udara di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2015
Dari gambar 4.16 diatas dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2015 tidak
ada satu pun kabupaten/kota yang mempunyai bobot spasial kriteria
kerawanan tinggi. Tetapi ada 5 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Tanah
Datar, Padang Pariaman, Agam, Dharmasraya dan Pasaman Barat berada
pada kriteria kerawanan sedang dan selebihnya termasuk kriteria tingkat
kerawanan rendah yaitu Kabupaten Pasaman, Kota Solok, Sawahlunto
dan Bukittinggi.
15. Kerawanan Polusi Udara di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016
Page 89
84
Hasil penelitian berkaitan dengan data spasial kerawanan polusi
udara gas NO2 Tahun 2016 yaitu dengan menggabungkan bobot dari
data spasial konsentrasi gas NO2, jumlah penduduk, jumlah kasus ISPA
dan jumlah kendaraan Tahun 2016 kemudian dioverlay, sehingga dapat
dijelaskan pada peta berikut.
Gambar 4.17 Peta Kerawanan Polusi Udara di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2016
Dari gambar 4.17 diatas dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2016, Kota
Padang mempunyai bobot spasial paling tinggi sehingga kriteria
spasialnya adalah kerawanan tinggi dibandingkan dengan 14
kabupaten/kota lainnya. Sedangkan Kabupaten Pesisir Selatan, Padang
Pariaman, Agam, Pasaman, Solok Selatan, Pasaman Barat, Sawahlunto,
Bukittinggi dan Pariaman termasuk kriteria kerawanan sedang dan
Page 90
85
selebihnya termasuk kriteria tingkat kerawanan rendah yaitu Kabupaten
Dharmasraya, Kota Solok, Sawahlunto dan Payakumbuh.
16. Kerawanan Polusi Udara di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017
Hasil penelitian berkaitan dengan data spasial kerawanan polusi
udara gas NO2 Tahun 2017 yaitu dengan menggabungkan bobot dari
data spasial konsentrasi gas NO2, jumlah penduduk, jumlah kasus ISPA
dan jumlah kendaraan Tahun 2017 kemudian dioverlay, sehingga dapat
dijelaskan pada peta berikut.
Gambar 4.18 Peta Kerawanan Polusi Udara di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2017
Dari gambar 4.18 diatas dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2017, Kota
Padang mempunyai bobot paling tinggi sehingga kriteria bobot
spasialnya adalah tingkat kerawanan tinggi dibandingkan dengan
kabupaten/kota lainnya. Sedangkan Kota Solok, Pesisir Selatan, Tanah
Page 91
86
Datar, Padang Pariaman, Agam, Pasaman, Solok Selatan, Dharmasraya,
Pasaman Barat, Kabupaten Solok dan Bukittinggi berada pada kriteria
tingkat kerawanan sedang. Selebihnya Kabupaten Kepulauan Mentawai,
Kabupaten Sijunjung, Kota Sawahlunto, Kota Padang Panjang, Kota
Payakumbuh dan Kota Pariaman berada pada kriteria tingkat kerawanan
rendah.
17. Trend Kerawanan Polusi Udara di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-
2017
Berdasarkan hasil penyajian data spasial kerawanan polusi udara gas
NO2 di Provinsi Sumatera Barat dari Tahun 2015-2017 dapat
digambarkan trend distribusinya melalui peta berikut ini :
Page 92
87
Gambar 4.19 Peta Trend Kerawanan Polusi Udara di Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2015-2017
Page 93
88
Berdasarkan informasi dari gambar 4.19 diketahui bahwa dari tahun
2015 sampai tahun 2017, tingkat kerawanan terjadinya polusi udara gas
NO2 di Provinsi Sumatera Barat cenderung mengalami peningkatan dari
kriteria kerawanan rendah ke kriteria kerawanan sedang. Kondisi ini
ditunjukkan dengan perubahan warna hijau (kriteria rendah) yang lebih
banyak pada peta tahun 2015 menjadi lebih sedikit pada peta tahun
2017.Dimana pada Tahun 2017, kerawanan polusi udara gas NO2 lebih
banyak berada pada kriteria sedang.
H. Pembahasan
1. Trend Distribusi Spasial Konsentrasi Gas NO2 di Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2015-2017
Dari penyajian data dan analisis spasial konsentrasi gas NO2 yang
peneliti lakukan dapat dijelaskan bahwa konsentrasi gas NO2 terdistribusi
secara merata di seluruh kabupaten/kota dengan konsentrasi yang
berbeda.Dimana kabupaten/kota dengan konsentrasi gas NO2 kriteria
tinggi dari tahun 2015-2017 yaitu Kabupaten Padang Pariaman,
Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang,
Kota Bukittinggi, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Lima Puluh
Kota dan Kabupaten Pasaman Barat.Sehingga dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG) dengan analisis spasial akan mempermudah menentukan
wilayah yang rawan terjadinya polusi udara gas NO2 dan dapat
membantu dalam perencanaan kegiatan pengendalian pencemaran udara.
Hasil penelitian data spasial/keruangan terkait konsentrasi gas NO2
di Provinsi Sumatera Barat dari Tahun 2015-2017 pada gambar 4.6 dapat
menjelaskan bahwa distribusi spasial konsentrasi gas NO2 dari Tahun
Page 94
89
2015-2017 cenderung mengalami peningkatan konsentrasi gas NO2.
Kondisi ini ditandai dengan lebih banyaknya warna merah (kriteria
tinggi) dan kuning (kriteria sedang) pada peta tahun 2017 dibandingkan
tahun 2015.
Terjadinya peningkatan konsentrasi gas NO2 setiap tahun, tidak
terlepas dari akibat bertambahnya jumlah penduduk, kendaraan bermotor
dan aktivitas lainnya yang ikut berkontribusi menghasilkan gas NO2.
Selain itu, dengan berkurangnya tutupan hutan dan terbatasnya jumlah
ruang terbuka hijau (RTH) di suatu daerah dapat mempengaruhi kualitas
udara khusus konsentrasi gas NO2.
Sejalan dengan penelitian Yenni Yulfida 2012 di Jalan Raya Kota
Medan bahwa kadar nitrogen dioksida (NO2) yang terdapat pada jalan
raya yang ditanami pohon Angsana (Pterocarpus indicus) lebih rendah
dibandingkan pada jalan raya yang tidak ditanami pohon Angsana
(Pterocarpus indicus).
Menurut penelitian Heri Sulistyanto 2017 di Kabupaten Purbalingga
bahwa upaya pengoptimalan vegetasi pada lahan publik dan privat di
sepanjang ruas jalan mampu menurunkan emisi hingga pada kategori
Sedang.Namuntidak semua lahan ruang terbuka publik maupun privat
pada bangunan dapat dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH)
karena kebutuhan tertentu maka diansumsikan hanya 30% lahan menjadi
RTH.
Page 95
90
Melalui pemanfaatan informasi spasial ini dapat membantu
memberikan gambaran distribusi konsentrasi gas NO2 dan trend per
tahunnya di setiap wilayah. Peta yang akurat diharapkan dapat menjawab
pertanyaan dan memprediksi secara tepat dan cepat peningkatan
konsentrasi gas NO2. Sehingga memberikan manfaat dalam penyusunan
kebijakan, penentuan wilayah prioritas penanganan pengendalian
pencemaran udara dan perencanaan kegiatan pengendalian kualitas
udara.
Berbagai upaya untuk menjaga kualitas udara dapat dilakukan
diantaranya dengan meningkatkan penanaman jalur hijau atau ruang
terbuka hijau.Bagi bangunan yang tidak memiliki RTH dan tidak adanya
lahan sebagai area tanam pohon maka penanaman dapat dilakukan dalam
pot atau penerapan green roof dan green wall/vertikal garden serta
mengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke kendaraan umum dan
memprioritaskan transportasi angkutan massal.
2. Distribusi spasial konsentrasi gas NO2 dengan jumlah penduduk di
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2017
Hasil penelitian data spasial/keruangan berkaitan tentang konsentrasi gas
NO2 dengan jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Barat dilakukan
untuk melihat gambaran dan hubungan konsentrasi gas NO2 dengan
jumlah penduduk di suatu wilayah. Analisis ini dilakukan dengan cara
mengoverlay peta konsentrasi gas NO2 dengan peta jumlah penduduk
dalam aplikasi keruangan dan menghasilkan peta baru.
Page 96
91
Dari hasil analisis spasial konsentrasi gas NO2 dengan jumlah
penduduk di Provinsi Sumatera Barat dari Tahun 2015-2017 yang
peneliti lakukan, dapat dijelaskan bahwa cenderung semakin tinggi
jumlah penduduk maka semakin tinggi konsentrasi gas NO2 di suatu
wilayah.
Menurut Irvan D, 2015 mengatakan emisi gas buangan kendaraan
akan meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk karena
sumber utama NO2 yang diproduksi manusia berasal dari pembakaran
dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor,
produksi energi dan pembuangan sampah.
Anomali terjadi di Kabupaten Dharmasraya, tingginya konsentrasi
gas NO2 selain bersumber dari hasil pembakaran aktivitas transportasi
juga dapat berasal dari pembakaran aktivitas industri dan kebakaran
hutan atau lahan. Selain itu berdasarkan Dokumen Informasi Kinerja
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Sumatera Barat Tahun 2017,
Kabupaten Dharmasrya termasuk wilayah banyak terdapat titik api
(hotspot) dan terjadi kebakaran hutan dari tahun 2015-2017.
Sehingga dengan adanya SIG dengan analisis spasial dapat melihat
wilayah yang rawan untuk terjadinya peningkatan konsentrasi gas NO2
dan dapat mempermudah dalam mengambil keputusan/kebijakan untuk
mengendalikan pencemaran udara.
3. Distribusi spasial konsentrasi gas NO2 dengan jumlah kasus ISPA di
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2017
Hasil penelitian data spasial/keruangan berkaitan tentang konsentrasi gas
NO2 dengan jumlah kasus ISPA di Provinsi Sumatera Barat dilakukan
Page 97
92
untuk melihat gambaran dan hubungan konsentrasi gas NO2 dengan
jumlah kasus ISPA di suatu wilayah. Analisis ini dilakukan dengan cara
mengoverlay peta konsentrasi gas NO2 dengan peta jumlah kasus ISPA
dalam aplikasi keruangan dan menghasilkan peta baru.
Dari hasil analisis spasial konsentrasi gas NO2 dengan jumlah kasus
ISPA di Provinsi Sumatera Barat dari Tahun 2015-2017 yang peneliti
lakukan, dapat dijelaskan bahwa konsentrasi gas NO2 dapat
mempengaruhi tingginya jumlah kasus ISPA di suatu wilayah, namun
timbulnya kasus ISPA tidak hanya disebabkan oleh polutan udara
khususnya gas NO2, tetapi dapat disebabkan oleh agent penyakit berupa
virus atau bakteri sebagai akibat perilaku tidak sehat seperti kebiasaan
merokok, tidak membiasakan cuci tangan pakai sabun dan lainnya.
Sejalan dengan hasil penelitian Ahyanti, 2013 di Tanjung Karang
bahwa adanya hubungankebiasaan merokok dengankejadianISPApada
mahasiswa setelahmengontrol jenis kelamin, status gizi, pencemaran
dalam rumah, lingkungan fisik rumah dan interaksi antarajenis kelamin
dengan merokok.
4. Distribusi spasial konsentrasi gas NO2 dengan jumlah kendaraan di
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2017
Hasil penelitian data spasial/keruangan berkaitan tentang konsentrasi
gas NO2 dengan jumlah kendaraan di Provinsi Sumatera Barat dilakukan
untuk melihat gambaran dan hubungan konsentrasi gas NO2 dengan
jumlah kendaraan di suatu wilayah. Analisis ini dilakukan dengan cara
mengoverlay peta konsentrasi gas NO2 dengan peta jumlah kendaraan
dalam aplikasi keruangan dan menghasilkan peta baru.
Page 98
93
Dari hasil analisis spasial konsentrasi gas NO2 dengan jumlah
kendaraan di Provinsi Sumatera Barat dari Tahun 2015-2017 yang
peneliti lakukan, bahwa tidak ada kabupaten/kota yang termasuk
konsentrasi NO2 tinggi dengan jumlah kendaraan yang tinggi.
Konsentrasi gas NO2 yang tinggi pada suatu wilayah, dimungkinkan
karena kondisi atau faktor lain yang mempengaruhi antara lain faktor
adanya pembakaran dari aktivitas industri dan kebakaran hutan. Selain
itu faktor lokasi pengambilan sampel yang kurang mewakili kawasan
padat transportasi, dapat mempengaruhi hasil pengukuran konsentrasi
NO2.
5. Distribusi Spasial Kerawanan Polusi Udara Gas NO2 di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2015-2017
Hasil penelitian data spasial/keruangan berkaitan tentang konsentrasi gas
NO2dengan 4 variabel yaitu jumlah penduduk, jumlah kasus ISPA dan
jumlah kendaraan bermotor di Provinsi Sumatera Barat dari Tahun 2015-
2017 dilakukan untuk melihat gambaran dan hubungan konsentrasi gas
NO2 dengan variabel jumlah penduduk, jumlah kasus ISPA dan jumlah
kendaraan bermotor di suatu wilayah. Analisis ini dilakukan dengan cara
menjumlahkan bobot yang ada pada masing-masing variabel.
Kemudiandilakukan overlay di dalam aplikasi keruangan dan
menghasilkan peta baru.
Pada penelitian ini dapat dilihat dari gambar 4.19 diketahui bahwa
dari tahun 2015 sampai tahun 2017, tingkat kerawanan polusi udara gas
NO2 paling tinggi berada di Kota Padang dimana 2 tahun terakhir (2016
dan 2017) Kota Padang tetap berada pada tingkat kerawanan tinggi.
Page 99
94
Meskipun dilihat dari konsentrasi gas NO2 di Kota Padang termasuk
kriteria rendah setiap tahunnya namun setelah dilakukan analisis dengan
variabel-variabel yang terkait yaitu dengan jumlah penduduk, jumlah
kasus ISPA dan jumlah kendaraan, sehingga Kota Padang berada pada
tingkat kerawanan tinggi terjadinya polusi udara gas NO2. Kondisi ini
dapat dipengarui oleh faktor lokasi pemasangan alat yang kurang
mewakili kawasan padat transportasi sehingga konsentrasi NO2 di Kota
Padang termasuk kategori rendah dan faktor cuaca pada saat pemaparan
alat pengukuran udara yang lebih banyak jumlah hari hujan.
Kota Padang mengalami peningkatan jumlah kendaraan setiap
tahunnya.Hal ini diperkirakan berdampak terhadap kualitas udara di
kawasan jalan padat lalu lintas.Ditambah lagi dengan mulai
berkembangnya jasa transportasi online (Gojek, Grab).
Sesuai dengan penelitian Gunawan, 2015 di Kota Padang, bahwa
konsentrasi gas NO2 memiliki hubungan yang sangat kuat dengan
karakteristik lalu lintas yaitu volume, kecepatan dan kepadatan lalu lintas
dengan nilai korelasi (r) berkisar antara 0,663 – 0,920.
Dari tahun 2015 sampai tahun 2017, tingkat kerawanan terjadinya
polusi udara gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat cenderung mengalami
peningkatan dari kriteria kerawanan rendah ke kriteria kerawanan
sedang.Kondisi ini dimungkinkan dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan
jumlah penduduk yang terus meningkat, jumlah kendaraan dan terus
berkurangnya tutupan vegetasi baik berupa hutan dan ruang terbuka
hijau.
Page 100
95
Tingginya gas buang kendaraan maupun hasil pemabakaran lainnya yang
tidak diimbangi dengan keberadaan RTH dapat menyebabkan
konsentrasi gas NO2 relatif lebih tinggi.
Sehingga dengan adanya SIG dengan analisis spasial lebih
memudahkan dalam menentukan wilayah yang rawan dan dapat
meningkatkan efektivitas kegiatan pengendalian pencemaran udara.
Page 101
87
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Distribusi spasial konsentrasi gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat Tahun
2015-2017 yang tertinggi berada di Kabupaten Padang Pariaman,
Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang,
Kota Bukittinggi, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Lima Puluh
Kota dan Kabupaten Pasaman Barat, yang ditandai warna merah pada
peta.
2. Trend distribusi spasial konsentrasi gas NO2 di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2015-2017 konsentrasi gasn NO2cenderung mengalami
peningkatan.
3. Distribusi spasial kerawanan konsentrasi gas NO2 dengan jumlah
penduduk di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2017, tidak ada satu
pun kabupaten/kota yang berada pada kriteria konsentrasi gas NO2 tinggi
dengan kriteria jumlah penduduk tinggi sedangkan kabupaten/kota gas
NO2 kriteria tinggi dengan jumlah penduduk sedang yaitu Kabupaten
Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Lima Puluh
Kota, dan Kabupaten Pasaman Barat. Hal ini menunjukkan
kecenderungan semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin tinggi
konsentrasi gas NO2 di suatu wilayah.
4. Distribusi spasial kerawanan konsentrasi gas NO2 dengan jumlah kasus
ISPA di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2017 yang tertinggi berada
Page 102
88
pada Kabupaten Tanah Datar dengan konsentrasi gas NO2 kriteria tinggi
dengan warna merah pada peta dan dengan jumlah kasus ISPA kriteria
tinggi dengan simbol bulatan warna biru tua. Jumlah kasus ISPA di suatu
wilayah cenderung dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi gas NO2 namun
timbulnya kasus ISPA tidak hanya disebabkan oleh polutan udara tetapi
dimungkinkan adanya kondisi dan faktor lain.
5. Distribusi spasial kerawanan konsentrasi gas NO2 dengan jumlah
kendaraan di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2017, tidak ada satu
pun kabupaten/kota yang berada pada konsentrasi NO2 tinggi dengan
jumlah kendaraan tinggi. Hanya saja perlu diwaspadai Kota Padang
dengan jumlah kendaraan berada pada kriteria tinggi meskipun
konsentrasi gas NO2 masih termasuk kriteria rendah.
6. Distribusi spasial kerawanan polusi udara gas NO2 di Provinsi Sumaetra
Barat dari Tahun 2015-2017, menunjukkan tingkat kerawanan polusi
udara gas NO2 paling tinggi berada di Kota Padang.
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Kota Padang merupakan wilayah yang rawan terjadinya polusi udara
gas NO2 sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran udara
melalui kegiatan seperti penanaman pohon di halaman rumah, melakukan
uji emisi kendaraan, meminimalkan penggunaan kendaraan pribadi dan
mengalihkan penggunaan kendaraan transportasi massal.
2. Bagi Pemerintah
a. Meningkatkan progam dan upaya pengendalian pencemaran udara
Page 103
89
b. Meningkatkan penanaman jalur hijau atau ruang terbuka hijau dan
penerapan vertikal gardenbagi bangunan yang memiliki lahan green
wall/vertikal garden
c. Meningkatkan upayamengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke
kendaraan umum dan memprioritaskan moda transportasi angkutan
massal.
3. Bagi Mahasiswa
Dapat melakukan pengembangan penelitian tentang kerawanan kualitas
udara berbasis spasial/keruangan dengan variabel tutupan vegetasi.
Page 104
90
DAFTAR PUSTAKA
1. PeraturanPemerintah 41 tahun 1999. PengendalianPencemaran Udara
2. Rohmatullah, T. 2016. 6,5 Juta Orang Per TahunMeninggalkarenaPolusi
Udara.http://www.pikiran-rakyat.com/luar-negeri/2016/07/06/65juta-orang-tahun-
meninggal-karena-polusi-udara
3. Manik.2016. PengelolaanLingkunganHidup. Jakarta: PrenadamediaGrup
4. Akmal, 2009. Dampak Gas CO TerhadapKesehatan. http://vhatal (Akmal):
dampak gas CO terhadap kesehatan.htm
5. Mohamed AR KL, Irvan D. 2015 PengenalankepadaPencemaran Udara
6. Situmorang,Manihar.2017. Kimia Lingkungan. Jakarta: PT
RajaGrafindoPersada
7. Sianturi, RO, 2017. Analisa Kadar CO Dan NO2 Di Udara Berdasarkan
Tingkat Frekuensi Lalu Lintas Dan Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan
Pada Pedagang Kaki Lima Di Pasar Horas Kota PematangSiantarTahun
2017. Sumatera Utara: JurnalKesehatan
8. WardhaniEka, dkk, 2010. Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial-Ekonomi,
Dan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Insfeksi SaluranPernapasanAkut
(Ispa) Pada Balita Di Kelurahan Cicadas Kota Bandung: Seminar Nasional
Sains dan Teknologi-III
9. DinasKesehatanProvinsi Sumbar.2017. ProfilKesehatanTahun 2017
10. DinasLingkunganHidupProvinsi Sumatera Barat.2017. Dokumen Indeks
Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah. Bidang Tata Lingkungan
11. Sodhi. 2015. Konsep Dasar Kimia Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
12. Cahyono,Tri. 2016. Penyehatan Udara. Yogyakarta: Penerbit Andi
13. Mukono, 2008.Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap
GangguanSaluran Pernafasan. Surabaya:Airlangga University Press
14. Riska, Sutrisnodkk. 2016. Kajian Emisi Gas RumahKaca (CO2, CH4 dan
NO2) Akibat Aktivitas Kendaraan (StudiKasus Area Sukun dan Terminal
Terboyo)http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkunganJurnal Teknik
Lingkungan, Vol.5, No.4
Page 105
91
15. Ismiyati, 2014. Pencemaran Udara AkibatEmisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor. Jurnal Manajemen Transportasi&Logistik (JMTransLog) - Vol. 01
No. 03, November 2014.https://anzdoc.com/pencemaran-udara-akibat-emisi-gas-
buang
16. Siswantoro, Lagiyono, Siswiyanti. 2012. AnalisisEmisi Gas Buang
Kendaraan Bermotor 4 Tak Berbahan Bakar Campuran Premium Dengan
Variasi Penambahan Zat Aditif. Engineering, JurnalBidan Teknik, Vol. 4
No.1, 2012.
17. Soedomo, Mustikahadi. 2001. Kumpulan Karya Ilmiah Pencemaran Udara.
Bandung: ITB.
18. Riviwanto M, Sani FajarMavira,2017.Analisis Risiko Kesehatan Paparan
Gas Nitrogen Dioksida (No2) pada Petugas Parkir di Basement Plaza
Andalashttps://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/636, Vol 8, No
3 (2017)
19. Slamet, JuliSoemirat. 2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University.
20. Kementerian Kesehatan RI.2012. PedomanPengendalian InfeksiSaluran
Pernafasan Akut.
21. Listyarini, Tarumingkeng RC, Fauzi A, Hutagaol P, 2017. Estimasi Nilai
PenurunanKesehatanAkibatPolusi Gas Nox Di Udara DKI Jakarta.
Universitas Terbuka
22. Kurniawati, Irma Dita, 2017. Indikator Pencemaran Udara Berdasarkan
Jumlah Kendaraan dan Kondisi Iklim (Studi di Wilayah Terminal Penggaron
Semarang).Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Semarang
23. Saputra, E, 2009. Dampak Pencemaran Nitrogen Dioksida dan Pengaruhnya
Terhadap Kesehatan. http://www.chemistry
24. HH Fadilah, 2017. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Paparan No2
(Nitrogen Dioksida) Pada Pedagang Kaki Lima Di Jalan Raya Gajah Mada
Kota PadangTahun 2017:Diploma thesis, UniversitasAndalas.
scholar.unand.ac.id
25. Undang-UndangNomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan
26. Anies, 2015. Buku Ajar Kedokteran. Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta:
Ar-Ruzz Media
27. Indarto, FaisolArif, 2012. Konsep Dasar Analisis Spasial, Yogyakarta:
Penerbit Andi
Page 106
92
28. www.geodose.com/2016/07/analisa-spasial-dengan-qgis.html,Analisa
SpasialDengan QGIOS, 2016
29. DonySetiawan, dkk, Metodologi Penelitian Kesehatan Untuk Mahasiswa
Kesehatan, GrahaIlmu: 2015
30. Susanto JP, Prayudi T, 2000. Penerapan Metode Passive Sampler Untuk Analisa
NO2Udara Ambien Di Beberapa Lokasi Di Jakarta Dan Sekitarnya.Jakarta: Jurnal
Teknologi Lingkungan, Vol. 1, No. 3, Desember 2000
31. Ida Untari, 2017. 7 Pilar Utama Ilmu Kesehatan Masyarakat, Yogyakarta:
Thema Publishing
32. Peraturan Menteri Lingkungan HidupNomor 12 Tahun 2010. Pelaksanaan
PengendalianPencemaran Udara
33. Suyono, 2014. Pencemaran Kesehatan Lingkungan.Jakarta :Penerbit Buku
Kedokteran, EGC
34. Badan Pusat StatistikProvinsi Sumatera Barat https://sumbar.bps.go.id.