1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu hangat yang banyak menarik perhatian para pelaku bisnis adalah mengenai Good Corporate Governance (GCG), karena GCG merupakan faktor penentu keberhasilan perusahaan di masa depan. Menurut Arifin (2005), sejak adanya krisis finansial di berbagai negara di tahun 1997-1998 yang diawali krisis di Thailand (1997), Jepang, Korea, Indonesia, Malaysia, Hongkong dan Singapura yang akhirnya berubah menjadi krisis finansial Asia ini dipandang sebagai akibat lemahnya praktik GCG di negara-negara Asia. Menurut Becelius (2002) dan Herwidayatmo (2000) lemahnya praktik GCG di Indonesia antara lain adalah (1) minimnya keterbukaan perusahaan pada laporan tahunan, (2) tidak efektifnya dewan komisaris sebagai organ pengawasan terhadap aktivitas manajemen, (3) ketidakmampuan akuntan dan auditor memberi kontribusi atas sistem pengawasan keuangan perusahaan, dan (4) adanya konsentrasi kepemilikan oleh pihak tertentu. Lemahnya implementasi GCG akan menyebabkan perusahaan tidak dapat mencapai tujuannya berupa profit yang maksimal, tidak mampu mengembangkan perusahaan dalam persaingan bisnis serta tidak dapat memenuhi berbagai kepentingan stakeholders. Menurut hasil survey yang dilakukan oleh McKinsey Investor Opinion Survey (2000) sebagaimana dikutip oleh Bacelius (2002), Indonesia merupakan negara
11
Embed
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/107233/2/BAB_I.pdf · Asymetry Information atau informasi yang tidak seimbang karena adanya distribusi yang tidak sama antara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Isu hangat yang banyak menarik perhatian para pelaku bisnis adalah mengenai
Good Corporate Governance (GCG), karena GCG merupakan faktor penentu
keberhasilan perusahaan di masa depan. Menurut Arifin (2005), sejak adanya
krisis finansial di berbagai negara di tahun 1997-1998 yang diawali krisis di
Thailand (1997), Jepang, Korea, Indonesia, Malaysia, Hongkong dan Singapura
yang akhirnya berubah menjadi krisis finansial Asia ini dipandang sebagai akibat
lemahnya praktik GCG di negara-negara Asia.
Menurut Becelius (2002) dan Herwidayatmo (2000) lemahnya praktik GCG di
Indonesia antara lain adalah (1) minimnya keterbukaan perusahaan pada laporan
tahunan, (2) tidak efektifnya dewan komisaris sebagai organ pengawasan terhadap
aktivitas manajemen, (3) ketidakmampuan akuntan dan auditor memberi
kontribusi atas sistem pengawasan keuangan perusahaan, dan (4) adanya
konsentrasi kepemilikan oleh pihak tertentu. Lemahnya implementasi GCG akan
menyebabkan perusahaan tidak dapat mencapai tujuannya berupa profit yang
maksimal, tidak mampu mengembangkan perusahaan dalam persaingan bisnis
serta tidak dapat memenuhi berbagai kepentingan stakeholders.
Menurut hasil survey yang dilakukan oleh McKinsey Investor Opinion Survey
(2000) sebagaimana dikutip oleh Bacelius (2002), Indonesia merupakan negara
2
terburuk dalam penerapan GCG. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan,
sehingga perlu adanya peran aktif dari semua pihak yang terlibat dalam perbaikan
penerapan GCG yang diharapkan dapat memperbaiki kinerja perusahaan.
Isu GCG sesungguhnya sudah lama dikenal di negara-negera Eropa dan
Amerika dengan adanya konsep pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian
perusahaan atau manajemen (Arifin, 2005). Permasalahan timbul ketika, ada
kepentingan yang berbeda antara principal dan agen. Pemilik atau pemegang
saham sebagai prinsipal, sedangkan manajemen sebagai agen. Dalam litelatur
akuntansi pemisahan ini disebut dengan teori keagenan (Agency Theory). Teori
agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan
manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada
hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan
(Conflict of Interest). Agen yang mempunyai informasi tentang operasi dan
kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh, tidak akan memberikan seluruh
informasi atas kepemilikannya dengan tujuan untuk kepentingan diri sendiri.
Keadaan ini ini akan menimbulkan Agency Problem yang disebut dengan
Asymetry Information atau informasi yang tidak seimbang karena adanya
distribusi yang tidak sama antara principal dan agen.
Keadaan di atas akan mengakibatkan manajer bertindak tidak transparan
dalam praktik pelaporan keuangan yang dapat menimbulkan konflik antara
prinsipal dan agen. Akibat adanya perilaku manajer yang tidak transparan dalam
penyajian informasi akan menjadi penghalang praktik GCG, karena salah satu
prinsip GCG adalah transparency atau keterbukaan (Arifin, 2005).
3
Keterbukaan merupakan hal yang sangat penting dalam perbaikan penerapan
GCG di perusahaan-perusahan Indonesia. Penyajian informasi akuntansi yang
lengkap dan relevan dalam laporan tahunan perusahaan sangat diperlukan, karena
hal ini akan memberikan manfaat yang optimal bagi para pemakai laporan
keuangan untuk pengambilan keputusan. GCG merupakan suatu cara yang
diyakini oleh penelitian terdahulu untuk menjamin manjemen bertindak atas
kepentingan stakeholders. Menurut Yuniasih et al (2011) bentuk dan luas
pengungkapan informasi sangat dipengaruhi oleh tata kelola perusahaan.
Beberapa riset membuktikan bahwa pengungkapan sukarela dapat mengurangi
kesenjangan antara pemegang saham dan manajemen (Sheu et al, 2007).
Penelitian tentang pengungkapan sukarela telah banyak dilakukan di luar negeri
maupuan di dalam negeri. Pada tahun 2003, Eng dan Mak meneliti tentang
pengaruh struktur kepemilikan dan komposisi dewan komisaris terhadap
pengungkapan sukarela perusahaan di Singapura dengan 158 sampel. Struktur
kepemilikan terbagi menjadi kepemilikan manajerial, kepemilikan blockholder
dan kepemilikan pemerintah. Berdasarkan penelitian tersebut bahwa kepemilikan
manajerial rendah dan kepemilikan pemerintah yang signifikan dapat
meningkatkan pengungkapan sukarela. Variabel kepemilikan blockholder tidak
berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela, sedangkan dewan komisaris yang
sebagian besar dari luar perusahaan cenderung akan mengurangi pengungkapan
sukarela. Menurut Eng dan Mak (2003) hal ini terjadi karena terdapat peningkatan
independensi dewan komisaris sehingga kebutuhan akan pengungkapan sukarela
akan berkurang. Penelitian tersebut tidak konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Xiao dan Yuan (2007), Cheng dan Courtenay (2004), Aktaruddin
4
(2009), Karagul dan Yonet (2010) dan Clemente (2009) yang menyatakan bahwa
dewan komisaris independen berpengaruh positif dengan pengungkapan sukarela.
Xiao dan Yuan (2007) meneliti tentang pengaruh stuktur kepemilikan,
independensi direktur dan duality CEO terhadap pengungkapan sukarela
perusahaan publik di China. Xiao dan Yuan (2007) menemukan bahwa
kepemilikan blockholder dan kepemilikan institusional berpengaruh positif
terhadap pengungkapan sukarela, sedangkan kepemilikan pemerintah,
kepemilikan manajerial, dan kepemilikan perorangan tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan informasi.
Karagul dan Yonet (2010) melakukan penelitian yang mempelajari tentang
hubungan struktur kepemilikan dan karakteristik dewan komisaris perusahaan-
perusahaan di Turkey dengan jumlah sampel 100 perusahaan. Hasil dari penelitian
tersebut adalah kepemilikan keluarga mempunyai pengaruh negatif signifikan
terhadap pengungkapan informasi, ukuran dewan komisaris, dan dewan komisaris
independen mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan
infomasi sukarela.
Di Indonesia sendiri banyak penelitian tentang pengungkapan wajib maupun
pengungkapan sukarela. Oktaviana (2009) meneliti tentang pengaruh struktur
kepemilikan terhadap pengungkapan sukarela. Hasil dari pengujian menunjukkan
bahwa kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap
pengungkapan sukarela, sedangkan kepemilikan institusional, kepemilikan
blockholder dan kepemilikan asing tidak mempunyai pengaruh terhadap
pengungkapan sukarela. Istanti (2009) berhasil membuktikan bahwa konsentrasi
5
kepemilikan yang dihitung berdasarkan prosentase kepemilikan saham tertinggi
tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela. Berdasarkan hasil riset dari
beberapa peneliti ditemukan bahwa masih banyak penelitian yang tidak konsisten,
maka perlu dilakukan penelitian ulang mengenai mekanisme GCG.
Mekanisme GCG terbagi menjadi dua yaitu mekanisme internal dan
mekanisme eksternal. Mekanisme internal meliputi struktur dewan komisaris,
struktur kepemilikan, kompensasi eksekutif, struktur bisnis multidivisi.
Sedangkan mekanisme eksternal meliputi pengendalian oleh pasar, kepemilikan
institusional, pendanaan dengan hutang (debt financing), pelaksanaan audit oleh
audit eksternal (Babic, 2001 dan Claessens, 2002 dalam Nuryaman 2010).
Berdasarkan uraian di atas terdapat fenomena kasus tentang pasar modal yang
berhubungan dengan keterbukaan infomasi dan pelaporan keuangan. Selama
penelitian ini dilakukan, sepengetahuan penulis di Indonesia masih belum
ditemukan penelitian tentang pengaruh struktur kepemilikan dan karakteristik
dewan komisaris terhadap pengungkapan sukarela, padahal kedua aspek tersebut
merupakan komponen penting dalam mekanisme GCG. Penelitian ini ditujukan
untuk lebih bisa menggambarkan kondisi perusahaan-perusahaan di Indonesia
yang sesungguhnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
struktur kepemilikan dan karakteristik dewan komisaris terhadap pengungkapan
sukarela.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Eng dan Mak (2003) tentang pengaruh
stuktur kepemilikan dan komposisi dewan komisaris terhadap pengungkapan
6
sukarela perusahaan di Singapura dengan 158 sampel. Namun dalam penelitian ini
terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu:
1. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan publik yang terdaftar di
webside BEI tahun 2010 dan 2011, dengan total sampel 260 perusahaan.
2. Pada penelitian Eng dan Mak (2003) menggunakan empat variabel
independen yaitu kepemilikan manjerial, kepemilikan blockholder,
kepemilikan pemerintah, dan dewan komisaris independen. Pada
penelitian ini menambahkan dua variabel independen yaitu ukuran dewan
komisaris, dan keahlian dewan komisaris, sehingga total variabel
independen sebanyak enam variabel.
3. Alasan lain peneliti mengambil struktur kepemilikan dan karakteristik
dewan komisaris adalah berdasarkan hasil penelitian terdahulu masih
belum konsisten maka perlu dilakukan penelitian ulang. Diharapkan
penelitian ini dapat menambah bukti empiris pengaruh struktur
kepemilikan dan karakteristik dewan komisaris terhadap pengungkapan
sukarela.
4. Pengukuran pengungkapan sukarela. Check list pengungkapan sukarela
pada penelitian Eng dan Mak (2003) berdasarkan penelitain sebelumnya
yang dilakukan oleh Eng and Teo (1999) dan Eng et al (2001) yang
membagi informasi berdasarkan strategi perusahaan, informasi finacial
dan non-financial perusahaan dengan pembobotan. Check list
pengungkapan sukarela pada penelitian ini berbeda dengan penelitian
sebelumnya. Check List pengungkapan sukarela berpedoman kepada
keputusan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keungan
7
(BAPEPAM) Nomor: KEP-134/BL/2006 tentang kewajiban penyampaian
laporan tahunan bagi emiten atau perusahaan publik, dengan
menggunakan Indeks Pengungkapan Sukarela tanpa pembobotan.
5. Pengambilan variabel kontrol dalam penelitian ini adalah leverage, firm
size, dan profitabilitas. Penelitian ini memfokuskan pada karakteristik
fundamental perusahaan.
Dengan adanya keseimbangan hubungan antara organ perusahaan (Rapat
Umum Pemegang Saham, Komisaris, dan Direksi) diharapkan hak-hak pemegang
saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar pada waktu yang
diperlukan mampu memperbaiki penerapan GCG yang selanjutnya dapat
memperbaiki kinerja perusahaan terutama untuk pengungkapan informasi
sukarela.
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka penelitian ini mengambil
judul, “Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Karakteristik Dewan Komisaris
terhadap Pengungkapan Sukarela Pada Perusahaan di Indonesia yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang diangkat dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap pengungkapan
sukarela perusahaan?
8
2. Apakah kepemilikan blockholder berpengaruh terhadap pengungkapan
sukarela perusahaan?
3. Apakah kepemilikan pemerintah berpengaruh terhadap pengungkapan
sukarela perusahaan?
4. Apakah komposisi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap
pengungkapan sukarela perusahaan?
5. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan
sukarela perusahaan?
6. Apakah keahlian dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan
sukarela perusahaan?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan antara lain:
1. Menguji pengaruh kepemilikan manajerial terhadap pengungkapan
sukarela perusahaan.
2. Menguji pengaruh kepemilikan blockholder terhadap pengungkapan
sukarela perusahaan.
3. Menguji pengaruh kepemilikan pemerintah terhadap pengungkapan
sukarela perusahaan.
4. Menguji pengaruh komposisi dewan komisaris independen terhadap
pengungkapan sukarela perusahaan.
5. Menguji pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan
sukarela perusahaan.
9
6. Menguji kompetensi dewan komisaris terhadap pengungkapan sukarela
perusahaan.
1.4 Kontribusi Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dan kontribusi
sebagai berikut:
1.4.1 Kontribusi Teori
Hasil penelitian tentang struktur kepemilikan dan karakteristik dewan
komisaris terhadap pengungkapan sukarela, ini merupakan penerapan teori agensi
dan praktik Good Corporate Governance di perusahaan-perusahaan Indonesia.
Penelitian ini dapat menambah bukti empiris mengenai pengaruh struktur
kepemilikan dan karakteristik dewan komisaris terhadap pengungkapan sukarela.
1.4.2 Kontribusi Praktik
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktik bagi:
1. Bagi Stakeholder
Penelitian ini dapat membantu investor dan pengguna laporan keuangan
lainnya untuk memahami mekanisme Good Corporate Governance dan
praktik pengungkapan sukarela yang terjadi di Indonesia, sehingga dapat
digunakan dalam pengambilan keputusan yang lebih baik.
10
2. Bagi Perusahaan
Penelitian ini dapat membantu manajemen dalam pengambilan kebijakan
terkait dengan pengungkapan informasi agar lebih transparan. Selain itu,
penelitian ini dapat digunakan oleh perusahaan, terutama dalam hal
nominasi dewan komisaris yang akan melakukan peran monitoring,
khususnya untuk pengambilan keputusan tentang banyaknya informasi
yang akan diungkapan.
3. Bagi Regulator
Hasil penelitian ini dapat memeberikan gambaran bagi regulator mengenai
kondisi Indonesia yang sesungguhnya terutama dalam hal praktik
pengungkapan sukarela serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, agar
dapat menjadi dasar penetapan peraturan dan kebijakan yang sesuai
dengan karakteristik perusahaan-perusahaan Indonesia.
1.5 Batasan Penelitian
Penelitian ini terbatas pada pengungkapan dalam laporan tahunan tahun 2010-
2011 perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Data
yang dianalisis terbatas pada data sekunder. Penggunaan variabel independen
dalam penelitian ini terbatas pada struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial,
kepemilikan blockholder dan kepemilikan pemerintah) dan karakteristik dewan
komisaris (dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keahlian
dewan komisaris) karena struktur kepemilikan dan karakteristik dewan komisaris
merupakan mekanisme penting dalam GCG. Untuk variabel kontrol terbatas pada
11
leverage, firm size, dan pofitabilitas karena penelitian ini memfokuskan pada
karakteristik fundamental perusahaan. Selaian itu dalam penelitian ini, hanya
menganalisis kelengkapan informasi laporan tahunan, tidak termasuk kualitas