-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinerja (performance) organisasi adalah gambaran mengenai
tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam
mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam
strategi perencanaan
organisasi (Mahsun, 2006:25). Kinerja organisasi juga dapat
didefenisikan
kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya dengan menggunakan
sumber
daya secara efisien dan efektif (Dahshan et al., 2018). Dari
pengertian tersebut,
maka sangat penting bagi manajer untuk mengetahui faktor-faktor
mana yang
mempengaruhi kinerja organisasi agar mereka mampu mengambil
langkah-
langkah yang tepat untuk memulainya (Milky, 2013:27).
Obi dan Agwu (2017) dari Lagos Nigeria dan Wu et al., (2017)
dari Cina
melihat bahwa pengambilan keputusan sangat penting dan bahkan
menempati
posisi kunci dalam mencapai kinerja organisasi, dan Ceschi et
al. (2017) juga
menjelaskan bahwa beragam faktor kondisi dan latar belakang
karyawan dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan yang dapat secara positif
atau negatif akan
mempengaruhi kinerja organisasi. Selain faktor pengambilan
keputusan, hal lain
yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi adalah bakat individu
(Dahshan et
al., 2019), perencanaan (Chepchirchir et al., 2018), kekuatan
perencanaan dan
adaptasi (Prayag et al., 2018), informasi akuntansi (Nyathi et
al., 2018), budaya
organisasi (Kamau & Wanyoike, 2019) dan Spiritualitas di
tempat kerja (Garg,
2017). Sedangkan pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai
suatu
-
2
pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternative yang
dihadapi dan
mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan
yang paling
tepat (Hasan, 2002). Maka dalam usaha mencapai kinerja
organisasi yang baik,
pengelola harus memiliki keahlian dalam pengambilan keputusan
agar keputusan
yang diambil merupakan tindakan yang paling tepat berdasarkan
beragam factor
yang telah dianalisis.
Ada empat perspektif dalam pengukuran kinerja organisasi sector
public
yang menjadi pertimbangan penting yang mau dicapai dalam
pengambilan
keputusan pengelola organisasi. Keempat perspektif tersebut
adalah perspektif
financial, perspektif proses internal, perspektif pelayanan dan
perspektif inovasi
dan pembelajaran (Mahsun, 2006:129). Sedangkan aspek pengambilan
keputusan
yang baik menurut Mincemoyer & Perkins (2003) terdiri dari
pengidentifikasian
masalah, merumuskan alternative-alternatif, mempertimbangkan
resiko atau
konsekuensi, memilih alternative dan evaluasi. Sedangkan
Dermawan, (2004)
berpendapat bahwa factor-faktor penentu dalam pengambilan
keputusan terkait
dengan landasan waktu adalah masa lalu, masa kini dan masa
mendatang.
Ketidak mampuan organisasi dalam merangkum keempat
perspektif
kinerja organisasi dalam aspek-aspek pengambilan keputusan
dengan faktor
landasan waktu mengakibatkan beberapa organisasi akhirnya
menyatakan
bangkrut dan tutup. Hal ini semakin marak di era revolusi
industri 4.0 saat ini.
Beberapa contoh perusahaan besar yang akhirnya tutup karena
tidak mampu
bersaing dalam mempertahankan kinerjanya adalah 7-Eleven
(Sevel), PT.
Ramayana Lestari Sentosa Tbk (Ramayana), PT. Matahari Department
Store Tbk
-
3
dan Lotus. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin
Nasution (2019)
mengatakan, bangkrutnya sejumlah toko ritel ini disebabkan oleh
pola belanja
yang semakin berubah yang tidak diimbangi dengan pengambilan
keputusan
untuk melakukan inovasi bisnis oleh pihak perusahaan.
Demikian juga dengan perguruan tinggi dan sekolah-sekolah yang
dikelola
oleh yayasan pendidikan swasta. Keterlambatan dalam menentukan
keputusan
untuk melakukan perubahan dan pengembangan unit pendidikan
merupakan
faktor utama unit pendidikan berkembang ke arah negatif yang
menyebabkan
terhentinya pertumbuhan unit pendidikan. Hal ini terjadi karena
pengelola
lembaga tidak bisa menggali dan mendiagnosa permasalahan yang
ada dalam
internal dan eksternal lembaga, sehingga alasan-alasan yang ada
sebagai dasar
pengembangan dan pertumbuhan lembaga tidak teridentifikasi dan
dianalisa
secara benar dalam pengambilan keputusan (Kartika, 2017).
Yayasan Pendidikan yang mau bertahan diera persaingan yang
semakin
ketat harus berubah. Yayasan perlu mengevaluasi pengelolaan
yayasan dalam
pengambilan kebijakan untuk menentukan program kerja dan
strategi yang perlu
dipertahankan atau dirubah dalam usaha mencapai kinerja yayasan
dimasa
mendatang (Bastian, 2007:54). Berikut adalah beberapa contoh
daerah yang
menyatakan unit pendidikan didaerahnya terpaksa tutup dan
sebagian lagi
terancam tutup. Menurut Dian Armanto selaku kepala lembaga
layanan Dikti
Wilayah I Sumut bahwa ada 9 PTS di Sumut akan tutup berdasarkan
SK
penutupan PTS di Sumut yang dikeluarkan pada 21 Desember 2018
oleh
Kemenristekdikti berdasarkan hasil evaluasi kerja akademik yang
tidak
-
4
menunjukkan peningkatan kinerja (Kahfi, 2019). Dan
Menristekdikti Mohammad
Nasir menyatakan bahwa pada tahun 2019 pemerintah akan melakukan
merger
atas 1000 PTS untuk tujuan meningkatkan kinerja perguruan tinggi
(Informasi
Publik, 2018).
Sekretaris BMPS Kota Bekasi, Ayung Sardi Dauly menyatakan bahwa
ada
8 SMP swasta yang terancam tutup karena ketidakmampuan dalam
membiaya
operasional karena kekurangan murid (Radar, 2019). Ketua Badan
Musyawah
Perguruan Swasta (BMPS) Jembrana (Bali) I Ketut Udara Narayana
menyatakan
12 SMAS/SMKS juga terancam tutup karena jumlah pendaftar siswa
yang sangat
minim sehingga mengalami kerugian dalam pembiayaan operasional
sekolah
(Factual News, 2019). Banyak sekolah-sekolah swasta terancam
tutup karena
kekurangan siswa, dan beberapa sekolah swasta yang dulunya
jayapun mengalami
hal serupa yaitu penurunan jumlah siswa. Menanggapi hal ini
Mendikbud
Muhadjir Effendy mengatakan bahwa sekolah swasta agar dikejar
masyarakat
harus berbenah memacu kualitas pendidikan dengan menggencarkan
terobosan-
terobosan baru mulai dari sarana dan prasarana dan SDM tenaga
pendidik yang
professional (Asyari, 2018).
Ignatius Budi sebagai anggota komisi Pendidikan Katolik juga
mengatakan bahwa pengelola yayasan pendidikan swasta, khususnya
sekolah
Katolik tidak boleh terlena dengan masa kejayaan sekolah-sekolah
Katolik di
masa lalu tanpa memutuskan melakukan perubahan-perubahan dalam
pengelolaan
sesuai dengan perubahan zaman (Mangu, 2018). Senada dengan hal
itu Waruwu
(2017) mengatakan sekolah katolik yang dulu terkenal unggul
mengalami
-
5
kecenderungan menurun bahkan ada yang terancam tutup. Sementara
ada sekolah-
sekolah swasta lain yang mampu bertahan dan tetap diminati atau
dikejar
masyarakat yaitu sekolah yang dikelola dengan manajemen
modern.
Berkurangnya jumlah siswa akan mempengaruhi kemampuan
pembiayaan
operasional sekolah swasta, sehingga hal ini berpengaruh besar
terhadap
kelangsungan atau keberlanjutan operasional sekolah di masa
depan.
Berikut beberapa contoh data tentang sekolah Katolik yang
akhirnya tutup
dan sedang berjuang untuk bertahan hidup. Beberapa unit sekolah
dasar (SD)
Kanisius di Yogyakarta merger menjadi satu karena kekurangan
murid. SMP
Donbosco Pondok Indah terhimpit oleh sekolah-sekolah modern
berbasis
internasional, pada tahun ajaran (TA) 2019/2020 hanya memiliki
siswa
seluruhnya 60 orang. SMP St. Maria Magelang TA 2019/2020
memiliki jumlah
siswa seluruhnya hanya 143 siswa. SMA St. Andreas Kedoyo pada
tahun ajaran
2016/2017 menyatakan tidak menerima murid baru lagi dan
operasional berjalan
hanya untuk menamatkan siswa yang sudah ada. SMK Sint Yoseph
Kramat
Jakarta menutup jurusan elektronika dan tinggal menamatkan siswa
yang ada
karena kekurangan siswa dan hanya mempertahankan 1 jurasan yaitu
otomotif
mesin dan TA 2019/20120 hanya memiliki siswa sebanyak 67 orang
(Dapodik
2019/2020). Sekolah-sekolah tersebut di atas diketahui adalah
sekolah-sekolah
Katolik yang dikejar dan diminati masyarakat pada tahun 1990an
(Elu et al.,
2017).
SMK Pariwisata Paramitha Bekasi pada TA 2019/2020 hanya
memiliki
siswa seluruhnya 60 orang. TK St. Lusia Medan Perjuangan pada TA
2015/2016
-
6
memiliki siswa sebanyak 250 siswa dan pada TA. 2019/2020 tinggal
122 siswa.
Dan SMP St. Lusia Bekasi pada TA 2015/2016 memiliki jumlah siswa
seluruhnya
sekitar 700 orang dan pada TA 2018/2019 jumlah tinggal 559.
Meski masih
tergolong memiliki jumlah siswa banyak tapi sudah menunjukkan
terjadi
penurunan secara signifikan. Demikian juga unit-unit sekolah
Katolik yang lain
juga menunjukkan penurunan meski saat ini masih bertahan hidup.
Dan sebagian
kecil sekolah lainnya yaitu sekolah yang dikelola yayasan, yang
secara cepat dan
tepat mengambil keputusan untuk melakukan perubahan atas
tuntutan zaman
masih tetap menjadi sekolah-sekolah favorit.
Dari data di atas, peneliti melihat bahwa salah satu penyebab
kinerja
sekolah negative sehingga sekolah terpaksa tutup dan terancam
tutup adalah
keterlabatan mengambil keputusan untuk melakukan perubahan atau
terobosan
baru dalam pengelolaan sekolah. Hal ini terjadi karena pengelola
tidak menggali
dan mendiagnosa persoalan yang ada lebih awal dalam pengambilan
keputusan
saat menentukan program kerja dan strategi yang bisa menjawab
tantangan yang
ada. Keputusan penetapan program kerja, yang diuraikan dalam
anggaran biaya
dan pendapatan dengan tidak melalui analisis yang baik dan tepat
dapat
mengakibatkan kinerja organisasi buruk. Penilaian kinerja
organisasi ditunjukkan
dengan pencapaian penggunaan dana secara efektif dan efisien,
proses kerja
internal terkontrol dengan baik, terjadi inovasi dan
pembelajaran dalam kerja, dan
tercapainya sasaran pelayanan yang terbaik bagi pelanggan
(Mahsun, 2006).
Pengelola yayasan pendidikan agar dapat menjawab tantangan
zaman
perlu tanggap atas fenomena yang sedang terjadi di masyarakat
yang dapat
-
7
berpengaruh terhadap kinerja lingkungan yayasan saat ini dan
dimasa mendatang.
Saat ini fenomena teknologi semakin mendominasi hampir di setiap
lini
kehidupan dan merupakan sebuah realitas yang tidak bisa
dihindari (Soesatyo,
2018). Revolusi industry 4.0 yang bercirikan serba digital,
menuntut lulusan atau
output dunia pendidikan mampu berkolaborasi dengan tehnologi
informatika.
Untuk itu, pemerintah telah menetapkan mata pelajaran tehnik
informatika masuk
dalam kurikulum pembelajaran di sekolah untuk menjawab tantangan
era revolusi
industry 4.0 tersebut (Permendikbud No.36 Tahun 2018).
Pemenuhan tuntutan era industri 4.0 membutuhkan pengadaan
fasilitas
yang lebih baik dan tenaga yang lebih kompoten, dan tentu
membutuhkan biaya
yang lebih besar lagi. Hal ini akan berpengaruh pada stabilitas
keuangan yayasan.
Kenaikan beban pembiayaan tersebut akan ditanggung anak didik,
dan efeknya
adalah menaikkan uang sekolah, maka biaya pendidikan akan lebih
mahal lagi.
Pemerintah juga telah menetapkan pembatasan jumlah siswa
perombel yaitu
maksimal 28 untuk SD, 32 untuk SMP, 36 untuk SMA (Permendikbud
No. 17
Tahun 2017). Pembatasan ini akan semakin memberatkan
pembiayaan
operasional sekolah kepada orang tua siswa, karena pembiayaan
yang semakin
besar akan ditanggung jumlah anak didik yang semakin
sedikit.
Sekolah swasta harus membiayai seluruh kegiatan diklatnya
secara
mandiri. Implikasinya, sekolah swasta harus menarik biaya
pendidikan yang lebih
mahal dari orangtua. Namun untuk menjaga stabilitas keuangan
yayasan
pendidikan dengan memutuskan menaikkan uang sekolah bukanlah
persoalan
yang mudah. Maka sekolah swasta sebaiknya dikelola oleh yayasan
pendidikan
-
8
dengan sumber dana yang kuat, seperti mempunyai cabang usaha
lain yang bisa
melakukan subsidi silang untuk membantu biaya pendidikan yang
dibebankan
pada orang tua siswa khususnya yang kurang mampu (Helmi,
2018).
Yayasan pendidikan Indonesia dalam menyediakan output SDM
yang
cerdas dan berkarakter tidak hanya dihadapkan pada kondisi
keuangan saja, tapi
juga persoalan-persoalan lain. Di era revolusi teknologi
komunikasi, yang buruk
muncul dimana saja dan kapan saja memasuki sistem proteksi
norma-norma yang
ada. Karena itu, lambat laun sistem sosial budaya mengalami
entropi, pelan-pelan
mati dan hancur (Rachbini, 2018). Urgensi Spiritualitas juga
dirasakan menurun
disebabkan adanya kepentingan politik yang menyebabkan
terkikisnya nilai-nilai
moral dan karena adanya kecenderungan mengandalkan logika semata
dalam
mengatasi berbagai masalah dan penolakan terhadap nilai-nilai
spiritualitas agama
resmi (Amalia, 2019).
Wajah masyarakat kita yang dulu khas dengan nilai humanis,
religius
lambat laun dapat berubah menjadi masyarakat garang, kurang
humanis dan acuh
terhadap budaya nasional sebagai efek dari derasnya globalisasi.
Maka setiap
sektor baik pemerintah maupun swasta, baik organisasi profit
maupun non-profit
diharapkan dapat bersama-sama menghambat efek negative dari era
industri 4.0
tersebut. Dunia pendidikan berperan penting dalam menciptakan
output SDM
yang berakarakter dalam menghadapi tantangan era industri 4.0
harus berefleksi,
bahwa lembaga pendidikan tidak hanya membentuk manusia yang
cerdas secara
intelektual saja. Praktek pendidikan harus menyeimbangkan
lulusan sekolah yang
pintar (ngerti), berakhlak dan mampu melakoninya. Kecerdasan
emosional,
-
9
kecerdasan spiritual dan kecerdasan kultural merupakan bagian
integral yang
harus dikembangkan dalam dunia pendidikan (Fauzan, 2018).
Stabilitas keuangan penting untuk menjamin kualitas pelayanan
yayasan
pendidikan saat ini dan dimasa depan. Organ pengurus harus
memikirkan
investasi atau unit usaha yang dapat meningkatkan pendapatan
yayasan untuk
menunjang pembiayaan pendidikan yang bermutu di unit sekolah
yang
dilayaninya. Hal ini dimungkinkan bagi yayasan mendirikan badan
usaha dan atau
ikut serta dalam suatu usaha terutama untuk menunjang pencapaian
maksud dan
tujuan yayasan (Bastian, 2007). Maka untuk itu organ pengurus
harus memiliki
pengetahuan atau kemampuan pengelolaan keuangan, dan mampu
memanfaatkan
informasi akuntansi dan nonakuntasi secara maksimal dalam
pengambilan
keputusan untuk menetapkan program dan strategi yayasan yang
tepat dalam
mencapai tujuannya.
Jezovita (2015) mengatakan bahwa informasi yang digunakan
dalam
proses keputusan organisasi dapat bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Informasi
tersebut berupa informasi nonkeuangan yaitu semua bagian
organisasi, dan
informasi keuangan yaitu informasi yang diperoleh dari sistem
akuntansi
organisasi. Informasi akuntansi dan nonakuntansi dibutuhkan
dalam pengambilan
keputusan untuk menetapkan strategi perencanaan organisasi dalam
usaha
mencapai kinerja organisasi. Hal ini dapat diperoleh dari output
yang disediakan
dari akuntansi keperilakukan. Djasuli (2017) merujuk dari
penelitian-penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa akuntansi keperilakuan menyajikan
informasi
yang bersifat non keuangan. Informasi tersebut dapat berupa
motivasi, absensi,
-
10
gaya kepemimpinan, budaya organisasi, komitmen organisasi, agama
dan
spiritualitas yang dapat melatarbelakangi perilaku pengambil
keputusan dalam
mengambil kebijakan organisasi.
Ameen et al., (2018) melihat bahwa keberadaan akuntansi
manajeman
yang berfungsi menyediakan informasi akuntansi dapat menjadi
budaya organisasi
dalam pengambilan keputusan, karena dalam setiap pengambilan
keputusan
senantiasa di konsultasikan pada akuntan manajemen. Lebih dalam
lagi Anco
(2017) menjelaskan bahwa koridor utama dalam proses pengambilan
keputusan
adalah budaya organisasi, dimana pemimpin bersama seluruh elemen
organisasi
sejatinya melakukan pengambilan keputusan secara bersama dalam
organisasi.
Jalal (2017) menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat menjadi
bagian
dari kunci untuk pengambilan keputusan kepemimpinan dan
pencapaian
organisasi. Budaya ini dibangun dari kepercayaan dan
kebiasaan-kebiasaan yang
dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana organisasi
seharusnya
dijalankan atau beroperasi (Robbins dan Judge, 2013). Budaya
organisasi juga
berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Penelitian yang
menyatakan hal ini
ditemukan dalam penelitian Kamau dan Wanyoike (2019) di Kenya
berbicara
tentang budaya kerja tim, keterlibatan karyawan dan
kepemimpinan. Sedangkan
penelitian Saad dan Abbas (2018) di Arab berbicara tentang
budaya pengelolaan
perubahan, pencapaian tujuan dan kerjasama tim. Pemimpin yang
kurang
memahami budaya organisasi dapat menimbulkan adanya kesalahan
dalam
pengambilan keputusan, sehingga kinerja yang diharapkanpun tidak
tercapai.
-
11
Selain budaya organisasi, spiritualitas di tempat kerja menjadi
hal yang
sangat penting saat ini dalam suatu organisasi. Spiritualitas
ini tidak dapat
dipisahkan dari perilaku individu yang terkait dengan
kepribadian individu
manusia (Sahertian et al., 2019). Pandey (2017) menyatakan
seseorang yang
hidup dengan spiritualitas yang baik didalam dirinya akan selalu
berorientasi
untuk menebarkan kebaikan kepada sesama. Ia akan melihat segala
peristiwa dari
sudut pandang yang positif, mengambil hikmah dari setiap
peristiwa (Habib,
2019). Dengan adanya spiritualitas maka keputusan-keputusan yang
diambil akan
selalu mengarahkan kepada pilihan-pilihan positif dan berguna
bagi kepentingan
sesama.
Yayasan sebagai organisasi non-profit didirikan dengan
nilai-nilai
spiritualitas yang melekat pada tujuan organisasi, dan membudaya
dalam setiap
aktivitasnya. Maka selain dari informasi akuntansi, kedua hal
ini dipandang
penting dan dapat mempengaruhi nilai-nilai financial yang akan
ditetapkan dalam
pengambilan keputusan baik dalam pembiayaan maupun pendapatan.
Selain itu,
budaya organisasi dan spiritualitas dipandang penting oleh
penulis karena
merupakan bagian dari identitas dari organisasi yang dapat
membedakannya
dengan organisasi lain, dan juga penting untuk menciptakan
output atau lulusan
yang mampu berkompetisi dengan tetap menjunjung tinggi
nilai-nilai budaya dan
spiritualitas yang diprediksi dapat menghambat efek negative
dari era industry 4.0
(Habib, 2018).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik dan termotivasi
untuk
melakukan penelitian yang lebih utuh tentang pengaruh informasi
akuntansi,
-
12
budaya organisasi dan spiritualitas di tempat kerja terhadap
pengambilan
keputusan serta kinerja organisasi. Penelitian ini dimungkinkan
dalam bidang
penelitian akuntansi keperilakuan dengan menggunakan pendekatan
teori
contingency, yaitu dengan menempatkan informasi akuntansi,
budaya organisasi
dan spritualitas di tempat kerja sebagai variable contigensi
yang diprediksi
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan sebagai variabel
rancangan
pengendalian terbaik bagi yayasan, serta pengaruhnya terhadap
kinerja organisasi
sebagai variabel konsekuensi yang diuji secara langsung maupun
tidak langsung.
Penelitian ini akan dilakukan pada yayasan pendidikan Katolik di
Indonesia,
dimana penulis melihat bahwa penelitian di Yayasan masih belum
banyak
dilakukan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah di atas, maka peneliti
dapat
mengidentifikasi masalah sehingga penelitian ini dipandang
sebagai suatu hal
yang baru, yaitu sebagai berikut:
1. Kinerja yayasan cenderung menurun karena adanya
keterlambatan
mengambil keputusan untuk melakukan perubahan atau terobosan
baru
dalam pengelolaan unit sekolah yayasan pendidikan.
2. Pengelola yayasan pendidikan Katolik kurang menggali dan
mendiagnosa
persoalan yang ada lebih awal dalam pengambilan keputusan
saat
menentukan program kerja dan strategi yang bisa menjawab
tantangan
zaman.
-
13
3. Pengambilan keputusan kurang melalui analisis
alternative-alternative
pilihan terbaik sebagai terobosan baru sesuai dengan tuntutan
zaman yang
dapat dimasukkan dalam program kerja yayasan.
4. Pengelola yayasan pendidikan Katolik kurang memanfaatkan
secara
maksimal informasi akuntasi dan nonakuntansi dalam proses
pengambilan
keputusan yang tepat dan terbaik untuk meningkatkan kinerja
yayasan.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah bahwa penelitian ini
dilakukan
dalam batasan Yayasan pendidikan Katolik yang ada di Indonesia,
maka dengan
demikian variable-variabel yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah dalam
cakupan yang berlaku dalam organisasi tersebut.
1.4 Rumusan Masalah Dan Tujuan Penelitian
1.4.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latarbelakang dan identifikasi masalah yang
dijelaskan
sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian diajukan
sebagai berikut:
1. Apakah informasi akuntansi berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan
organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?
2. Apakah informasi akuntansi berpengaruh terhadap kinerja
organisasi pada
yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?
3. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan
organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?
-
14
4. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja
organisasi pada
yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?
5. Apakah spiritualitas di tempat kerja berpengaruh terhadap
pengambilan
keputusan organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di
Indonesia?
6. Apakah spiritualitas di tempat kerja berpengaruh terhadap
kinerja organisasi
pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?
7. Apakah pengambilan keputusan berpengaruh terhadap kinerja
organisasi
pada yayasan Katolik di Indonesia?
1.4.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latarbelakang, identifikasi masalah dan
perumusan
masalah penelitian di atas, maka tujuan yang hendak dicapai oleh
peneliti dalam
melakukan penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji dan mengetahui pengaruh informasi akuntansi,
budaya
organisasi dan spiritualitas terhadap pengambilan keputusan pada
yayasan
pendidikan Katolik di Indonesia.
2. Untuk menguji dan mengetahui pengaruh secara langsung maupun
tidak
langsung informasi akuntansi, budaya organisasi dan
spiritualitas terhadap
kinerja organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di
Indonesia.
3. Untuk menguji dan mengetahui pengaruh pengambilan keputusan
terhadap
kinerja organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di
Indonesia.
-
15
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini memberikan manfaat dan kontribusi bagi
berbagai
pihak antara lain:
1. Bagi seluruh Yayasan pendidikan secara umum dan Yayasan
pendidikan
Katolik secara khusus. Hasil penelitian ini dapat memberi
pengetahuan,
pemahaman dan sebagai referensi untuk semakin mengenal
kekuatan
yayasan yang perlu dipelihara, dikembangkan dan dipertahankan
dalam
mencapai tujuan yayasan pendidikan. Penelitian ini dapat
digunakan
sebagai panduan praktis untuk membangun iklim kerja yang sehat
pada
organisasi.
2. Bagi akademisi dan peneliti selanjutnya. Hasil penelitian ini
dapat
menambah referensi tentang pentingya informasi akuntansi,
budaya
organisasi dan spiritualitas dalam pengambilan keputusan untuk
mencapai
kinerja organisasi.