1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Setiap orang pasti akan mendefinisikan “bahasa” dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan dengan pendekatan teori yang mereka anut. Menurut teori struktural, bahasa dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tanda arbitrer yang konvensional yang berkaitan dengan ciri sistem yang bersifat sistematik dan sistemik. Bersifat sistemik karena mengikuti ketentuan- ketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur dan bersifat sistematik karena bahasa itu sendiri merupakan suatu sistem atau subsistem-subsistem (Soeparno, 2002: 1). Manusia tidak dapat lepas dari bahasa. Hal ini dapat dibuktikan dengan penggunaan bahasa dalam percakapan sehari-hari. Bahasa dalam kehidupan bermasyarakat berfungsi sebagai alat komunikasi yang dipakai untuk menyampaikan pesan antara penutur satu dengan penutur lainnya. Selain itu, bahasa juga digunakan untuk menyampaikan ide-ide yang ada di dalam pikiran manusia. Dengan demikian, ada peran bahasa yang membuat satu sama lain dapat berkomunikasi, saling menyampaikan maksud, tidak hanya dalam bentuk lisan, namun juga dalam bentuk tulisan. Wardaugh (1986: 1) mengatakan a language is what the members of a particular society speak (sebuah bahasa adalah apa yang diujarkan oleh masyarakatnya). Tanpa bahasa manusia tidak dapat menyalurkan ide, gagasan, atau memberikan informasi kepada orang lain. Dalam hal ini, setiap
24
Embed
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77573/potongan/S2-2015...Pembelajaran bahasa tentu tidak akan terlepas dari pembelajaran kalimat, khususnya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk
berinteraksi dengan orang lain. Setiap orang pasti akan mendefinisikan “bahasa”
dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan dengan pendekatan teori yang
mereka anut. Menurut teori struktural, bahasa dapat didefinisikan sebagai suatu
sistem tanda arbitrer yang konvensional yang berkaitan dengan ciri sistem yang
bersifat sistematik dan sistemik. Bersifat sistemik karena mengikuti ketentuan-
ketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur dan bersifat sistematik karena bahasa
itu sendiri merupakan suatu sistem atau subsistem-subsistem (Soeparno, 2002: 1).
Manusia tidak dapat lepas dari bahasa. Hal ini dapat dibuktikan dengan
penggunaan bahasa dalam percakapan sehari-hari. Bahasa dalam kehidupan
bermasyarakat berfungsi sebagai alat komunikasi yang dipakai untuk
menyampaikan pesan antara penutur satu dengan penutur lainnya. Selain itu,
bahasa juga digunakan untuk menyampaikan ide-ide yang ada di dalam pikiran
manusia. Dengan demikian, ada peran bahasa yang membuat satu sama lain dapat
berkomunikasi, saling menyampaikan maksud, tidak hanya dalam bentuk lisan,
namun juga dalam bentuk tulisan. Wardaugh (1986: 1) mengatakan a language is
what the members of a particular society speak (sebuah bahasa adalah apa yang
diujarkan oleh masyarakatnya). Tanpa bahasa manusia tidak dapat menyalurkan
ide, gagasan, atau memberikan informasi kepada orang lain. Dalam hal ini, setiap
2
manusia membutuhkan bahasa untuk bisa berkomunikasi dan berinteraksi dalam
kehidupan bermasyarakat. Mengingat pentingnya bahasa dalam kehidupan
bermasyarakat, para anggota masyarakat dituntut untuk dapat berkomunikasi lebih
dari hanya satu bahasa saja.
Setiap bangsa di dunia memiliki bahasanya masing-masing untuk
memudahkan komunikasi antar sesama masyarakatnya. Dan bahasa- bahasa
tersebut tentunya memiliki sistem bahasa yang berbeda-beda. Sistem bahasa yang
berbeda itu ditunjukkan dengan adanya tata bahasa atau grammar yang berbeda-
beda dari masing-masing bahasa. Adanya sistem yang berbeda antara bahasa satu
dengan bahasa yang lainnya menunjukkan bahwa bahasa bersifat unik. Bahasa
dikatakan bersifat unik karena setiap bahasa mempunyai ciri khas yang tidak
dimiliki oleh bahasa lainnya (Chaer, 2003: 49).
Ketika hubungan antar bangsa semakin erat, hal tersebut akan menuntut
suatu bahasa menjadi alat komunikasinya. Hubungan antar bangsa yang berbeda
bahasa akan menimbulkan usaha untuk mempelajari bahasa. Pada dasarnya, setiap
manusia akan menggunakan bahasa yang telah mereka pelajari, baik yang
didapatkan dari orang tuanya yang disebut sebagai bahasa pertama atau bahasa
ibu, maupun yang didapatkan dari lembaga pendidikan yang disebut sebagai
bahasa kedua (second language) dan bahasa asing (foreign language). Bahasa
Inggris merupakan salah satu bahasa di dunia yang menjadi bahasa internasional
sekaligus salah satu bahasa asing yang banyak diajarkan pada lembaga-lembaga
pendidikan di Indonesia. Dalam pembelajaran bahasa Inggris, para pembelajar
yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua
3
tentu akan mengalami hambatan atau kesulitan. Hal tersebut terjadi karena setiap
bahasa memiliki persamaan dan perbedaan. Perbedaaan dan persamaan tersebut
banyak dijumpai pada tata bahasa atau grammar dari masing-masing bahasa.
Persamaan dalam tata bahasa antara bahasa satu dengan bahasa lainnya
tidak akan menimbulkan kesulitan bagi para pembelajar yang sedang mempelajari
suatu bahasa yang berbeda. Namun, perbedaan tata bahasa biasanya akan
membuat pembelajar mengalami kesulitan yang pada akhirnya akan menimbulkan
kesalahan. Hal tersebut dapat terjadi karena mereka memiliki dua atau lebih
sistem tata bahasa yang berbeda. Karena terdapat perbedaan sistem pada setiap
bahasa terutama pada tata bahasa atau grammar, maka pembelajar atau siswa akan
menggunakan sistem bahasa pertamanya atau bahasa ibunya dalam mempelajari
bahasa kedua atau bahasa asing. Brown (1987: 172) mengatakan bahwa salah satu
yang menjadi penyebab kesalahan yaitu transfer interlingual. Tahap awal
pembelajaran bahasa lazimnya ditandai oleh transfer interlingual, yakni
perpindahan unsur-unsur bahasa pertama atau bahasa ibu ke dalam bahasa kedua
atau bahasa yang sedang dipelajari siswa. Pada tahap belajar, kekeliruan atau
kesalahan dapat disebabkan oleh interferensi, yaitu kesalahan atau kekeliruan
yang disebabkan oleh kebiasaan penggunaan bentuk-bentuk bahasa pertama
kedalam bahasa kedua atau bahasa asing yang sedang dipelajari.
Setiap kalimat yang digunakan oleh manusia dalam menyampaikan
sesuatu, disesuaikan dengan kondisi yang menyertainya. Terlebih lagi, setiap
kalimat yang digunakan dalam komunikasi berbeda-beda satu sama lain.
Misalnya, kalimat deklaratif merupakan kalimat yang berbentuk pernyataan yang
4
dapat berbentuk narasi, argumentasi, informasi, atau deskripsi. Kalimat interogatif
atau kalimat tanya pada dasarnya dibedakan dari tanda tanya yang menyertai
kalimat tersebut. Sementara itu, kalimat imperatif ditekankan sepenuhnya
terhadap perintah yang titik acuannya lebih kepada objek yang dimaksud. Secara
konstruksional, kalimat imperatif diawali dengan verba dasar yang perannya lebih
bersifat menyuruh seseorang, yang identik dengan aktifitas manusia untuk
bertindak.
Pembelajaran bahasa tentu tidak akan terlepas dari pembelajaran kalimat,
khususnya kalimat imperatif. Konstruksi kalimat imperatif bahasa Inggris tentu
saja memiliki perbedaan dengan konstruksi kalimat imperatif bahasa Indonesia
karena kedua bahasa tersebut memiliki sistem bahasa yang berbeda dan berasal
dari rumpun bahasa yang berbeda pula. Perbedaan itulah yang pada akhirnya
akan menimbulkan kesulitan dan hambatan para pembelajar bahasa Inggris
khususnya dalam menghasilkan kalimat imperatif.
Dalam hal ini, untuk menghindari kesulitan-kesulitan yang terjadi dalam
proses belajar mengajar, terutama dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai
bahasa asing atau foreign language diperlukan analisis kontrastif (anakon). Dalam
pengajaran bahasa, anakon dianggap sangat penting. Karena dengan
membandingkan bahasa yang sedang dipelajari (target language) dengan bahasa
yang dimiliki oleh siswa, maka pola-pola yang akan menimbulkan kesulitan bagi
pembelajar dapat diprediksi dan dideskripsikan. Pada proses pengontrasan antar
bahasa, pembanding dapat membandingkan ciri-ciri pengembangan frasa bahasa
pertama( B1) atau bahasa kedua (B2), pola dasar kalimat inti B1 dan B2, ciri-ciri
5
kalimat tanya dan perintah, ciri-ciri penggabungan kalimat, dan semua yang
berhubungan dengan analisis sintaksis secara mikro sebuah bahasa (Parera 1997:
111).
Semua bahasa memiliki “siasat” (Verhaar, 2006: 257) atau strategi untuk
membuat orang yang disapa melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai
dengan isi ujaran yang disampaikan pembicara seperti: Pergi(lah)! dalam bahasa
Indonesia dan Go! dalam bahasa Inggris. Tuturan-tuturan tersebut dikenal sebagai
kalimat imperatif. Kadar tuntutan dalam kalimat imperatif bisa bermacam-macam.
Kalimat imperatif yang menyatakan perintah jelas memiliki kadar tuntutan yang
lebih tinggi, sedangkan kalimat imperatif yang menyatakan permohonan
mempunyai tuntutan yang rendah. Tinggi rendahnya kadar tuntutan pada kalimat
imperatif tersebut ditentukan oleh kewenangan (otoritas) serta keterlibatan kedua
pembicara. Selain itu, tinggi rendahnya tuntutan dalam kalimat imperatif ditandai
pula dengan adanya konstituen-konstituen tambahan yang berfungsi
menghaluskan perintah, seperti adanya penambahan prefiks pada verbal atau
dengan menambahkan frasa ‘lebih baik’ pada kalimat imperatif sebagai contoh
dalam bahasa Indonesia: Lebih baik jangan diangkat! (Verhaar, 2006: 259) atau
dengan memanfaatkan bentuk pasif. Pemakaian bentuk pasif dalam kalimat
imperatif sangat umum dalam bahasa Indonesia (Alwi dkk, 2003: 355). Hal ini
sangatlah berbeda dengan bahasa Inggris yang tidak mengenal bentuk pasif dalam
kalimat imperatifnya. Contoh kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris adalah sebagai berikut:
(1) Masuk! (I1)
6
(2) Tolong ambilkan buku itu! (I2)
(3) Kontrak ini dikirimkan sekarang! (I1)
(4) Jump! (E8)
(5) Do work a little harder! (E9)
(6) Please write with a good pen! (E5)
Adanya bentuk pasif dalam kalimat imperatif bahasa Indonesia dan tidak
dikenalnya bentuk pasif dalam kalimat imperatif bahasa Inggris tersebut
seharusnya dipahami oleh para pembelajar bahasa Inggris yang ada di Indonesia.
Hal ini berkaitan dengan pemahaman tentang struktur kalimat yang berbeda
diantara kedua bahasa tersebut. Sebagai contoh, bahasa Inggris merupakan bahasa
yang memiliki kata kerja bantu (auxiliary verbs) sedangkan di dalam bahasa
Indonesia tidak mengenal tentang hal itu.
Dengan berbagai “siasat” atau cara dalam memanifestasikan aktivitas
memerintah, membuktikan bahwa kalimat imperatif dalam bahasa Inggris dan
bahasa Indonesia menarik untuk dikaji lebih lanjut. Dipilihnya pengontrasan
kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dalam penelitian ini karena
kedua bahasa tersebut memiliki struktur bahasa yang berbeda dan sangat menarik
dikaji lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan-perbedaan apa saja yang ada
didalamnya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya persamaan-
persamaan diantara kedua bahasa tersebut.
Menilik dari latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji
kalimat imperatif menggunakan metode perbandingan atau kontrastif dengan
7
mengambil objek kajian kalimat imperatif bahasa Inggris dan kalimat imperatif
bahasa Indonesia. Oleh karena itu, maka analisis yang akan dilakukan pada
penelitian ini adalah murni analisis kebahasaan dengan hasil analisis berupa
persamaan dan perbedaan melalui metode analisis pengontrasan atau contrastive
study.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa
masalah penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagaimana pola-pola pembentukkan kalimat imperatif bahasa Indonesia?
b. Bagaimana pola-pola pembentukkan kalimat imperatif bahasa Inggris?
c. Apa saja persamaan dan perbedaan antara kalimat imperatif bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris?
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan pola-pola pembentukkan kalimat imperatif bahasa Indonesia.
b. Mendeskripsikan pola-pola pembentukkan kalimat imperatif bahasa Inggris.
c. Menjelaskan persamaan dan perbedaan antara kalimat imperatif bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris.
4. Manfaat Penelitian
Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau
manfaat baik bagi pembaca pada umumnya maupun para pembelajar yang
8
mempelajari bahasa Inggris khususnya dalam menggunakan kalimat imperatif.
Manfaat tersebut dapat berupa manfaat secara praktis dan teoritis.
Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah untuk
menambah khasanah kajian dalam bidang perbandingan bahasa khususnya
kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Indonesia karena penelitian mengenai
perbandingan antara kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Indonesia belum
pernah dilakukan.
Sementara manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menjadi masukan
bagi mereka yang bergerak di bidang pengajaran bahasa Inggris dan bahasa
Indonesia untuk menyusun materi yang akan diajarkan dan membantu
mempermudah para pembelajar bahasa Inggris dalam mempelajari kalimat
imperatif bahasa Inggris. Para pembelajar dapat membandingkan antara kalimat
imperatif bahasa Inggris dengan kalimat imperatif bahasa Indonesia.
Dengan mengetahui perbedaan-perbedaan tersebut, para pembelajar
bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dapat dengan mudah menggunakan kalimat
imperatif bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia, sehingga mereka tidak lagi
membuat kesalahan-kesalahan terutama dalam menulis dan menggunakan kalimat
imperatif bahasa Inggris.
5. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelusuran terhadap karya ilmiah yang telah dilakukan
sebelumnya, khususnya tentang analisis perbandingan bahasa, peneliti belum
pernah menemukan penelitian tentang perbandingan kalimat imperatif bahasa
9
Inggris dan bahasa Indonesia. Namun, terdapat beberapa penelitian yang telah
dilakukan oleh para peneliti sebelumnya tentang kalimat imperatif yang ada
relevansinya dengan penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahardi (1990) dalam disertasinya yang
berjudul “Kalimat Imperatif dalam Bahasa Indonesia: Kajian Pragmatik tentang
Kesantunan Berbahasa” dimaksudkan untuk mengungkap aspek-aspek
kesantunan pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia. Aspek kesantunan
yang dimaksud berkaitan sangat erat dengan 1) wujud formal dan wujud
pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia, 2) wujud dan peringkat kesantunan
pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia, dan 3) penentu wujud peringkat
kesantuanan pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia.
Temuan-temuan penelitian ini dapat disampaikan secara ringkas sebagai
berikut: Pertama, tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia memiliki dua macam
perwujudan yakni wujud formal imperatif dan wujud pragmatik imperatif. Kedua,
kesantunan pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia dibedakan menjadi
dua, yakni kesantunan linguistik dan kesantuan pragmatik. Ketiga, lima variabel
penentu persepsi peringkat kesantunan pemakain tuturan imperatif teridentifikasi
dalam penelitian ini. Kelima variabel tersebut adalah: 1) variabel jenis kelamin, 2)
variabel umur, 3) variabel latar belakang, 4) variabel pekerjaan, dan 5) variabel
daerah asal. Dari penelitian Rahardi ini didapatkan urutan persepsi peringkat
kesantunan dalam pemakaian tuturan imperatif dengan menggunakan tipe-tipe
tuturan imperatif secara berurutan dari bentuk yang paling tinggi tingkat
kesantunannya sampai bentuk yang paling rendah tingkat kesantunannya.
10
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sitanggang (2009) dalam skripsinya
yang berjudul A Contrastive Analysis of Imperative Sentences in English and
Batak Toba Language berusaha untuk menganalisis kalimat imperatif bahasa
Inggris dan bahasa Batak Toba. Dalam skripsi ini dituliskan bahwa kalimat
imperatif adalah kalimat perintah yang berisi perintah (command), permintaan