1 BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja suatu portofolio harus selalu dipantau untuk menjaga kinerja portofolio agar tetap optimal. Kondisi pasar yang berubah misalnya akan berpotensi mempengaruhi kinerja portofolio. Jika kinerja portofolio menjadi tidak optimal karena kondisi pasar berubah, maka portofolio perlu diseimbangkan kembali (rebalancing). Evaluasi kinerja portofolio terkait dengan dua isu utama, yaitu: (1) mengevaluasi apakah return portofolio yang telah dibentuk mampu memberikan return melebihi (di atas) return portofolio lainnya yang dijadikan patok duga (benchmark), dan (2) mengevaluasi apakah return yang diperoleh sesuai dengan tingkat risiko yang ditanggung. (Tandelilin, 2010). Kinerja portofolio dapat dihitung berdasarkan return portofolionya saja. Adanya tukaran (trade-off) antara return dan risiko, pengukuran portofolio berdasarkan return saja mungkin tidak cukup, tetapi harus dipertimbangkan keduanya yaitu return dan risiko. Pengukuran yang melibatkan kedua faktor ini disebut dengan return sesuaian risiko (risk-adjusted return) (Jogiyanto, 2007). Ukuran kinerja portofolio yang bersifat risk-adjusted berarti bahwa pengukuran kinerja portofolio tidak hanya dilihat dari besarnya return portofolio, tetapi juga harus memperhatikan besarnya risiko yang harus ditanggung untuk memperoleh besarnya return tersebut. Setiap investor mempunyai persepsi yang
107
Embed
BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja suatu portofolio ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinerja suatu portofolio harus selalu dipantau untuk menjaga kinerja
portofolio agar tetap optimal. Kondisi pasar yang berubah misalnya akan berpotensi
mempengaruhi kinerja portofolio. Jika kinerja portofolio menjadi tidak optimal
karena kondisi pasar berubah, maka portofolio perlu diseimbangkan kembali
(rebalancing).
Evaluasi kinerja portofolio terkait dengan dua isu utama, yaitu: (1)
mengevaluasi apakah return portofolio yang telah dibentuk mampu memberikan
return melebihi (di atas) return portofolio lainnya yang dijadikan patok duga
(benchmark), dan (2) mengevaluasi apakah return yang diperoleh sesuai dengan
tingkat risiko yang ditanggung. (Tandelilin, 2010).
Kinerja portofolio dapat dihitung berdasarkan return portofolionya saja.
Adanya tukaran (trade-off) antara return dan risiko, pengukuran portofolio
berdasarkan return saja mungkin tidak cukup, tetapi harus dipertimbangkan
keduanya yaitu return dan risiko. Pengukuran yang melibatkan kedua faktor ini
disebut dengan return sesuaian risiko (risk-adjusted return) (Jogiyanto, 2007).
Ukuran kinerja portofolio yang bersifat risk-adjusted berarti bahwa
pengukuran kinerja portofolio tidak hanya dilihat dari besarnya return portofolio,
tetapi juga harus memperhatikan besarnya risiko yang harus ditanggung untuk
memperoleh besarnya return tersebut. Setiap investor mempunyai persepsi yang
2
berbeda mengenai risiko sehingga ada kendala dalam mengukur kinerja portofolio
saham. Investor yang tidak menyukai risiko (risk aversion) mempunyai preferensi
yang berbeda mengenai suatu kinerja portofolio dengan seorang investor yang
menyukai risiko (risk taker). Preferensi ini akan diterima berbeda oleh investor
dalam melihat kinerja portofolio saham, akan tetapi patokan yang pasti adalah
apabila portofolio tersebut berada di atas Capital Market Line atau Security Market
Line (Jensen, 1968) yang diistilahkan sebagai beat the market.
Perkembangan selanjutnya muncul indeks pengukuran kinerja portofolio
berdasarkan risk adjusted return yang dikembangkan oleh Sharpe (1965), Treynor
(1966) dan Jensen (1968). Indeks Sharpe menekankan pada risiko total (deviasi
standar), Indeks Treynor menekankan pada risiko sistematis yang diukur dengan
beta, Indeks Jensen menekankan pada perbedaan antara tingkat return aktual yang
diperoleh portofolio dengan tingkat return yang diharapkan jika portofolio tersebut
berada pada garis pasar modal (Jogiyanto, 2009).
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa diantara hasil perhitungan indeks
akan memberikan informasi peringkat kinerja portofolio yang berbeda. Korelasi
diantara indeks tersebut akan mencerminkan konsistensi diantara indeks dalam
memberikan informasi peringkat kinerja suatu portofolio. Konsistensi risk-adjusted
performance yang diukur dengan menggunakan indeks Sharpe, indeks Treynor dan
indeks Jensen tercermin dari signifikansi nilai korelasi ketiga alat ukur pada
berbagai kelompok portofolio saham. Indeks yang memiliki nilai korelasi tertinggi
pada berbagai kelompok portofolio saham dapat dikatakan sebagai indeks yang
3
memiliki konsistensi lebih baik dibandingkan dengan indeks yang lainnya
(Wiksuana dan Purnawati, 2008).
Uji konsistensi risk-adjusted performance begitu penting bagi investor
mengingat tiap-tiap alat ukur memiliki tujuan dan relevansinya terhadap pemilihan
investor dalam mengalokasikan dananya serta mengukur tingkat keberhasilan
manajer investasi dalam mengelola dana investor. Hasil uji konsistensi risk-adjusted
performance akan memberikan informasi kepada investor mengenai alat ukur yang
mampu memberikan informasi yang sama atau konsisten kepada investor mengenai
kinerja suatu portofolio, sehingga pengambilan keputusan investasi dapat dilakukan
dengan tepat.
Penelitian mengenai pengujian konsistensi indeks Sharpe, indeks Treynor
dan indeks Jensen sudah pernah dilakukan, baik penelitian dalam maupun luar
negeri. Hasil penelitian yang menemukan bahwa indeks Sharpe, indeks Treynor dan
Indeks Jensen memiliki konsistensi diantara ketiga alat ukur tersebut diantaranya
Yasmin dan Lawrence (1996) melakukan pengujian terhadap konsistensi indeks
Sharpe, indeks Treynor, dan indeks Jensen pada reksa dana di Inggris selama
periode 1975 sampai dengan 1993. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa
korelasi terhadap ketiga indeks Sharpe, indeks Jensen, dan indeks Treynor
menunjukkan derajat yang tinggi, artinya bahwa terjadi konsistensi terhadap
ketiganya. Konsistensi ketiga alat ukur risk adjusted return tersebut juga ditemukan
dalam penelitian Wahyudi (2003) dalam Wiksuana dan Purnawati (2008)
menghasilkan simpulan bahwa tidak ada perbedaan kinerja berdasarkan variabel
4
risiko dan return yang diukur dengan indeks Treynor, indeks Sharpe, dan indeks
Jensen, baik pada investasi insurancelinked saham maupun reksa dana saham.
Hasil penelitian dari Yasmin dan Lawrence (1996) juga didukung oleh hasil
penelitian dari Kurniawan dan Purnama (2001), Tuncer et al. (2001), Fadlul Fitri
(2002), Yusman Suryawan (2003), Jagric et al. (2006), Ferdian dan Dewi (2006),
Dharani and Natrajam (2008) Thanou (2008) dan Agustin Sulistyorini (2009), Nur
Atiqah Abdullah (2009) serta Kuolis et.al (2011) yang menemukan bahwa ketiga
alat ukur tersebut memberikan hasil yang konsisten.
Ketiga alat ukur kinerja tersebut tidak selalu memberikan hasil yang
konsisten. Penelitian Wilson dan Jones (1981) terhadap 34 reksa dana di Amerika
Serikat menemukan bahwa hubungan antara ketiga alat ukur indeks Sharpe, indeks
Jensen, dan indeks Treynor bisa negatif atau positif tergantung pada return pasar
yang digunakan sebagai variabel bebas (independent Variabel). Hasil penelitian ini
juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Debabsish (2007),
Wiksuana dan Purnawati (2008) yang menemukan hasil bahwa tidak selalu ketiga
alat ukur tersebut memberikan hasil yang konsisten.
Hasil penelitian terdahulu yang berbeda tersebut ditemukan juga persamaan
hasil penelitian oleh Wiksuana dan Purnawati (2008) dan Agustin Sulistyorini
(2009) yang menemukan hasil bahwa indeks Treynor merupakan alat ukur yang
memiliki konsistensi lebih baik diantara ketiga alat ukur untuk pasar modal di
Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa masih
terdapat kesenjangan penelitian (research gap) yang menyatakan bahwa ada
5
tidaknya konsistensi diantara ketiga alat ukur tersebut, untuk itu menarik untuk
dikaji kembali untuk uji konsistensi kembali terhadap alat ukur kinerja portofolio
saham di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian sebelumnya yang hanya menggunakan tiga alat ukur, dalam
penelitian ini akan ditambahkan satu alat ukur yakni M2. Indeks M2 dikembangkan
oleh Franco dan Leah Modigliani (1994). Indeks M2 layak untuk digunakan sebab
penekanan yang digunakan dalam indeks ini yakni adanya penyesuaian return
portofolio dengan tingkat risikonya menjadi sama dengan tingkat risiko pasar,
sehingga perbandingan antara kinerja portofolio dengan kinerja return pasar akan
lebih mudah (Jogiyanto, 2009).
Penelitian ini menggunakan empat model penilaian kinerja portofolio saham
optimal yakni indeks Sharpe indeks Treynor, indeks Jensen’s dan indeks M2 untuk
mengukur kinerja portofolio saham di BEI, untuk itu diangkat judul dalam
penelitian ini yakni “Konsistensi Risk Adjusted Performance Sebagai Pengukur
Kinerja Portofolio Saham Di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat pokok permasalahan dalam
penelitian adalah
1) Apakah risk-adjusted performance yang meliputi indeks Sharpe, indeks
Treynor, indeks Jensen dan indeks M2 konsisten sebagai pengukur kinerja
portofolio saham di Bursa Efek Indonesia?
6
2) Apakah risk-adjusted performance yang meliputi indeks Sharpe, indeks
Treynor, indeks Jensen dan indeks M2 memiliki perbedaan hasil yang
signifikan dalam mengukur kinerja portofolio saham di Bursa Efek
Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
1) Untuk mengetahui konsistensi risk-adjusted performance yang meliputi
indeks Sharpe, indeks Treynor, indeks Jensen dan indeks M2 dalam
mengukur kinerja portofolio saham-saham di BEI.
2) Untuk mengetahui signifikansi perbedaan hasil perhitungan risk-adjusted
performance yang meliputi indeks Sharpe, indeks Treynor, indeks Jensen
dan indeks M2 dalam mengukur kinerja portofolio saham-saham di BEI.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
1) Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan refrensi
penelitian khusunya mengenai kinerja portofolio saham yang optimal dengan
menggunakan model risk-adjusted performance yang meliputi indeks Sharpe,
indeks Treynor, indeks Jensen dan indeks M2 dalam mengukur kinerja portofolio
saham-saham di BEI.
7
2) Manfaat Empiris
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber referensi bagi
calon investor terhadap pertimbangan dalam investasi di pasar modal.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Investasi
Investasi dapat diartikan setiap penggunaan dana dengan memperoleh
penghasilan (Husnan, 2008:46). Investasi adalah penempatan sejumlah dana
pada saat ini dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan
datang. Investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di
dalam produksi yang efisien selama periode waktu tertentu (Halim, 2005:56).
Investasi dalam arti luas terdiri dari dua bagian utama yaitu investasi
dalam bentuk aktiva riil (real assets) dan investasi dalam bentuk surat berharga
(marketable securities atau financial assets). Aktiva riil adalah aktiva berwujud
seperti emas, perak, intan, barang-barang seni dan real assets. Aktiva finansial
berupa surat-surat berharga yang merupakan ”claim” atas aktiva riil (Joyiganto,
2007:34).
Salah satu alternatif investasi di pasar modal adalah saham. Investasi
dalam bentuk saham sebagai investasi jangka pendek dan investasi jangka
panjang tergantung dari tujuan pembeliannya. Investasi dalam bentuk saham
yang dikelompokkan sebagai investasi jangka panjang biasanya dilakukan
dengan berbagai tujuan (Jones, 2000) yaitu (1) untuk mengawasi perusahaan itu,
(2) untuk memperoleh pendapatan yang tetap setiap periode, (3) untuk
9
membentuk suatu dana khusus, (4) untuk menjamin kontinuitas suplai bahan, (5)
untuk menjaga hubungan antar anak perusahaan.
Investasi di pasar modal akan memberikan berbagai keuntungan bagi
pemegang saham yaitu antara lain kemungkinan memperoleh capital gain, memiliki
hak prioritas untuk membeli bukti right yang dikeluarkan perusahaan, kemungkinan
memperoleh hak atas saham bonus, waktu pemilihan tidak terbatas, dan berakhir
pada saat menjual kembali saham, dan memberikan hak suara dalam rapat umum
pemegang saham.
Proses investasi menunjukkan bagaimana seorang investor membuat
keputusan investasi pada efek-efek yang biasa dipasarkan, dan kapan dilakukan.
Untuk mengambil keputusan tersebut dilakukan langkah-langkah;
i. Menentukan kebijakan investasi
Disini pemodal perlu menentukan tujuan investasinya tersebut akan
dilakukan, karena ada hubungan yang positif antara risiko dan keuntungan
investasi, maka pemodal tidak bisa mengatakan bahwa tujuan investasinya
adalah mendapatkan keuntungan sebesarbesarnya, tetapi menyadari bahwa
ada kemungkinan untuk menderita rugi, jadi tujuan investasi harus
dinyatakan baik dalam keuntungan maupun risiko.
ii. Analisis Sekuritas
Tahap ini investor melakukan analisis terhadap suatu efek atau
sekelompok efek. Salah satu tujuan penilaian ini adalah untuk
mengidentifikasikan efek yang salah harga (mispriced), apakah harganya
10
terlalu tinggi atau terlalu rendah, dan analisis ini dapat mendeteksi
sekuritas-sekuritas tersebut.
iii. Pembentukan Portofolio
Portofolio berarti sekumpulan investasi, tahap ini menyangkut
identifikasi sekuritas-sekuritas mana yang akan dipilih, dan berapa
proporsi dana yang akan ditanamkan pada masing-masing sekuritas
tersebut. Pemilihan banyak sekuritas dimaksudkan untuk mengurangi
risiko yang ditanggung. Pemilihan sekuritas dipengaruhi antara lain:
preferensi risiko, pola kebutuhan kas, status pajak dan sebagainya.
iv. Melakukan Revisi Portofolio
Tahap ini merupakan pengulangan terhadap tiga tahap sebelumnya,
dengan maksud kalau perlu melakukan perubahan portofolio yang telah
dimiliki. Apabila portofolio sekarang tidak optimal atau tidak sesuai
dengan preferensi risiko pemodal, maka pemodal dapat melakukan
perubahan terhadap sekuritas yang membentuk portofolio tersebut.
v. Evaluasi Kinerja
Tahap ini pemodal atau investor melakukan penilaian terhadap
kinerja (performance) portofolio, baik dalam aspek tingkat keuntungan
yang diperoleh maupun risiko yang ditanggung. Tidak benar kalau
portofolio yang memberikan keuntungan yang lebih tinggi mesti lebih baik
dari portofolio lainnya (Jogiyanto, 2007).
11
2.2 Kinerja Portofolio
Perkembangan konsep pengukuran kinerja portofolio terjadi pada akhir
tahun 1960-an yang dipelopori oleh Wiliam Sharpe, Trenor, dan Michael Jensen.
Konsep ini berdasarkan teori Capital Market. Ketiga ukuran ini dikenal dengan
istilah composite (risk-adjusted) measure of portofolio performance karena
mengkombinasikan antara return dan risk dalam suatu perhitungan, dalam
perkembangannya model pengukuran kinerja portofolio terdiri dari empat model
yakni indeks Sharpe (reward to variability) indeks Treynor (reward to volatility)
indeks Jensen (Jensen’s alpha) dan M2. Penjelasan keempat ukuran kinerja tersebut
adalah sebagai berikut: (Jogiyanto, 2009)
1) Indeks Sharpe (Reward to variability)
Kinerja portofolio yang dihitung dengan pengukur ini dilakukan
dengan membagi return lebih (excess return) dengan variabilitas
(variability) return portofolio. Pengukur kinerja portofolio ini disebut
dengan pengukur Sharpe (Sharpe Measure) atau disebut dengan nama
reward to variability (RVAR) yang dikenalkan oleh William F. Sharpe pada
tahun 1965 sebagai berikut:
RVAR =TRp − R
σ
Keterangan:
RVAR = reward to variability atau pengukur Sharpe
푇푅푝 = rata-rata return total portofolio dalam periode tertentu
12
푅 = rata-rata return aktiva bebas risiko dalam periode tertentu
휎 = variabilitas yang diukur dengan deviasi standar dari return
portofolio dalam periode tertentu
푇푅푝 − 푅 = excess return portofolio
Nilai RVAR menunjukan kinerja dari portofolio. Semakin besar nilai
RVAR semakin baik kinerja dari portofolionya.
2) Indeks Treynor (Reward to Volatility )
Kinerja portofolio yang dihitung dengan pengukur ini dilakukan
dengan membagi excess return dengan volatilitas (volatility) portofolio.
Pengukur kinerja portofolio ini disebut dengan pengukur Treynor (Treynor
Measure) atau disebut dengan nama reward to volatility (RVOL) yang
dikenalkan oleh Jack L. Treynor pada tahun 1966 sebagai berikut.
RVOL =TRp − R
β
Keterangan:
RVOL = reward to volatility atau pengukur Treynor
푇푅푝 = rata-rata return total portofolio dalam periode tertentu
푅 = rata-rata return aktiva bebas risiko dalam periode tertentu
훽 = volatilitas yang diukur dengan beta portofolio periode tertentu
푇푅푝 − 푅 = excess return portofolio
13
Nilai RVOL menunjukan kinerja portofolio. Semakin besar nilai
RVOL semakin baik kinerja portofolionya. Berbeda dengan Sharpe, Treynor
membagi return lebih portofolio (reward) dengan beta portofolio. Treynor
berargumentasi bahwa portofolio yang dibentuk mestinya adalah portofolio
optimal, maka risiko unik (unsystematic risk) dapat diabaikan dan yang
masing tertinggal adalah risiko sistematik (systematic risk) yang diukur
dengan beta.
3) Indeks Jensen (Jensen’s Alpha)
Jika diperhatikan pengukur Sharpe (RVAL) dan pengukur Treynor
(RVOL) sebenarnya adalah mengukur sudut dari portofolio. Semakin besar
sudut atau slope dari portofolio, semakin baik kinerja portofolionya, selain
sudut, kinerja portofolio juga dapat ditentukan juga oleh intersepnya
(intercept). Semakin tinggi intersepnya semakin tinggi return portofolionya.
Pengukuran intersep ini dikenalkan oleh Micheal C. Jensen pada tahun 1968.
Pengukuran ini disebut dengan nama Jensen’s alpha yang dikembangkan
dari CAPM. Persamaan CAPM untuk portofolionya adalah sebagai berikut:
E(R ) = R + β {(E(R )−R )}
Karena digunakan untuk mengukur kinerja historis portofolio, maka,
nilai ekspektasian di persamaan CAPM dan nilai RBR diganti dengan nilai
rata-rata historisnya sebagai berikut:
α = TRp −R + β (R −R )
Atau dapat juga ditulis sebagai berikut:
14
α = TRp −R −β (R −R )
dan selanjutnya dapat ditulis:
α = (TRp −R ) −β (R −R )
Keterangan:
αP = Jensen’s alpha
푇푅푝 = rata-rata return portofolio periode tertentu
푅 = rata-rata return aktiva bebas risiko periode tertentu
푅 = rata-rata return pasar periode tertentu
푇푅푝 −푅 = rata-rata premium risiko portofolio
푅 −푅 = rata-rata premium risiko pasar
4) Pengukur M2
Pengukur yang lebih mudah untuk membandingkan kinerja
portofolio dengan kinerja pasar diusulkan oleh John G. Graham dan
Campbel R. Harvey pada tahun 1994 dan selanjutnya lebih dipopulerkan
oleh Franco Modigliani dengan cucunya yang bernama Leah Modigliani,
sehingga dikenal dengan nama pengukur M2. Nilai M2 adalah sebesar:
M = TR∗ − R
Untuk menentukan nilai TRP*
TR∗ = TR − R + R
Keterangan:
M2 = Rasio Modigliani dan Modigliani
15
푇푅 = total return portofolio
푅 = nilai risk free
휎 = risiko pasar
휎 = risiko portofolio
푇푅∗ = Total return portofolio yang disesuaikan.
Penelitian mengenai pengukuran kinerja portofolio sudah banyak dilakukan.
Penelitian pertama yang dilakukan oleh Yasmin dan Lawrence (1996) yang berjudul
“The Performance of UK Invesment Trust”. Penelitian ini menilai kinerja portofolio
reksadana di Inggris. Dalam penelitian ini menggunakan tiga metode yakni Sharpe,
Treynor dan Jensen, dengan alat analisis Uji Statistik Durbin Watson. Hasil
penelitiannya menemukan bahwa indeks Sharpe, indeks Treynor dan indeks Jensen
memiliki korelasi yang tinggi diantara ketiga alat ukur tersebut.
Penelitian dari Kurniawan dan Purnama (2001) yang berjudul “Analisis
Kinerja Portofolio Saham Berdasarkan Model Indeks Tunggal dan Rasionalitas
Investor Saham (Studi Kasus terhadap Kelompok Saham LQ 45 dan 20 Top
Gainers)”, dalam penelitian ini menguji konsistensi tiga model yakni indeks Sharpe,
indeks Treynor dan indeks Jensen, dengan menggunakan alat analisis uji-t. Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa indeks Sharpe, indeks Treynor dan indeks
Jensen konsisten dalam mengukur kinerja portofolio LQ 45.
Penelitian lain yang menyimpulkan bahwa terdapat konsistensi diantara
model risk adjusted performance adalah penelitian Tuncer et al. (2001) yang
berjudul “Evaluation of Portfolio Performance Of Turkish Investment Funds”,
16
penelitian ini menguji empat model yakni indeks Sharpe, indeks Treynor, indeks
Jensen dan indeks Graham dan Harvey. Hasil penelitiannya menemukan bahwa
keempat model tersebut menunjukan hasil korelasi positif dan signifikan.
Penelitian oleh Fadlul Fitri (2002) yang berjudul “Uji Konsistensi antara
Sharpe, Jensen, dan Treynor Indeks sebagai Alat Ukur Kinerja Portofolio (Studi
Empiris pada BEJ Periode Juli 1994 sampai Juli 1997)”. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa ketiga alat ukur tersebut memiliki konsistensi dalam
mengukur kinerja portofolio saham pada BEJ. Penelitian yang dilakukan oleh
Yusman Suryawan (2003) yang berjudul “Evaluasi Kinerja Portofolio Saham di BEJ
(Studi Empiris Saham-Saham LQ 45)”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
ketiga alat ukur tersebut memiliki konsistensi.
Penelitian oleh Jagric et al., (2006) yang berjudul “Risk-adjusted
performance of mutual funds: Some tests”, penelitian ini menguji konsistensi tiga
metode yakni metode Sharpe, metode Treynor dan metode Jensen. Hasil
penelitiannya menunjukan bahwa penilaian kinerja portofolio selalu menunjukan
hasil yang sama dengan metode Sharpe, metode Treynor dan metode Jensen.
Penelitian dari Ferdian dan Dewi (2006) yang berjudul “The Performance Analysis
of Islamic Mutual Funds–A Comparative Study between Indonesia and Malaysia”,
menguji konsistensi tiga metode yakni metode Sharpe, Treynor dan Jensen. Hasil
penelitiannya menunjukan bahwa penilaian kinerja portofolio menunjukan hasil
yang sama dengan metode Sharpe, Treynor dan Jensen.
17
Penelitian yang dilakukan oleh Debabsih (2007) yang berjudul
“Performance Evalution Mutual Funds.”. Penelitian ini menguji tiga metode yakni
metode Sharpe, Treynor dan Jensen. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Sharpe
dan Treynor menunjukan hasil pengukuran yang sama sedangkan Jensen
menunjukan hasil pengukuran yang berbeda.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Dharani dan Natrajam (2008) yang
berjudul “Equanimity of Risk and Return Relationship between Shariah Index and
General Index in India”. Penelitian ini menggunakan tiga metode yakni metode
Sharpe, Treynor dan Jensen. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa metode Sharpe,
Treynor dan Jensen tidak berbeda signifikan dan konsisten. Penelitian oleh Thanou
(2008) yang berjudul “ Mutual Fund Evaluation During Up and Down Market
Conditions: The Case of Greek Equity Mutual Funds”. Penelitian ini menguji tiga
metode yakni metode Sharpe, Treynor dan Jensen dengan metode analisis spearman
rank correlation. Hasil penelitian ini menemukan bahwa metode Sharpe, Treynor
dan Jensen memiliki korelasi yang tinggi dan tidak berbeda secara signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Wiksuana dan Purnawati (2009) yang
berjudul “Konsistensi Risk-Adjusted Performance Sebagai Pengukur Kinerja
Portofolio Saham di Pasar Modal Indonesia” penelitian ini menggunakan tiga indeks
yakni indeks Sharpe, indeks Treynor dan indeks Jensen. Hasil penelitian ini
menemukan bahwa ketiga alat ukur tersebut tidak konsisten dalam mengukur kinerja
portofolio saham di pasar modal Indonesia. Konsistensi yang ditemukan diantara
18
indeks Sharpe dengan indeks Treynor, indeks Treynor dengan indeks Jensen, namun
antara indeks Sharpe dan indeks Jensen tidak konsisten.
Penelitian oleh Agustin Sulistyorini (2009) yang berjudul “Analisis kinerja
portofolio saham dengan Metode Sharpe, Treynor dan Jensen (Saham LQ 45 di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2003 sampai dengan 2009)”. Hasil penelitian ini
menemukan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan diantara ketiga metode
pengukuran tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Atiqah Abdullah dan Nur
Adiana Abdullah (2009) yang berjudul “The Performance Of Malaysian Unit Trusts
Investing In Domestic Versus International Markets”. Penelitian ini menggunakan
tiga metode yakni metode Sharpe, Treynor dan Jensen. Hasil penelitiannya
menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan diantara ketiga alat ukur
tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Kuolis et al. (2011) yang berjudul “An
Assessment of the Performance of Greek Mutual Equity Funds Selectivity and
Market Timing”. Penelitian ini menguji dua metode yakni metode Sharpe dan
Treynor. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kedua metode tersebut memiliki
peringkat yang sama dalam menilai kinerja portofolio.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu tersebut terdapat dua hasil
penelitian yang bertolak belakang yakni, penelitian yang menyimpulkan bahwa
diantara model risk adjusted return memiliki konsistensi, adapun penelitian yang
mendukung hasil penelitian ini yakni penelitian oleh Yasmin dan Lawrence (1996),
Kurniawan dan Purnama (2001), Tuncer et al. (2001), Fadlul Fitri (2002), Yusman
Suryawan (2003), Jagric et al. (2006), Ferdian dan Dewi (2006), Dharani dan
19
Natrajam (2008) Thanou (2008), Agustin Sulistyorini (2009), Nur Atiqah Abdullah
dan Nur Adiana Hiau Abdullah (2009) dan Kuolis et. al (2011), sedangkan hasil
penelitian yang menyimpulkan bahwa tidak adanya konsistensi diantara model risk
adjusted performance didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
Debabsish (2007) dan Wiksuana dan Purnawati (2008). Secara garis besar
penelitian-penelitian terdahulu dirangkum pada lampiran 1.
2.3 Return dan Risiko
Setiap keputusan investasi selalu menyangkut dua hal, yaitu risiko dan return.
Return adalah hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasi
yang sudah terjadi atau return ekspektasi (expected return) yang belum terjadi tetapi
yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang (Fauzi,2004).
Jorion (2000), menyatakan risiko sebagai volatility dari suatu hasil yang tidak
diekspektasi, secara keseluruhan nilai dari aset atau kewajiban dari bunga. Gup (1998)
mengemukakan bahwa risiko adalah penyimpangan dari return yang diharapkan
(expected return), sedangkan menurut Jones (1996) risiko adalah kemungkinan
pendapatan yang akan diterima (actual return) dalam suatu investasi akan berbeda
dengan pendapatan yang diharapkan (expected return). Bringham dan Gapenski
(1999), berpendapat bahwa risiko merupakan kemungkinan keuntungan yang diterima
lebih kecil dari keuntungan yang diharapkan. Teori portofolio menyatakan bahwa
risiko sebagai kemungkinan keuntungan menyimpang dari yang diharapkan.
Risiko mempunyai dua dimensi, yaitu menyimpang lebih besar atau lebih kecil
dari return yang diharapkan, maka muncul konsep ukuran penyebaran yang
20
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh kemungkinan nilai yang akan kita
peroleh menyimpang dari nilai yang diharapkan. Ukuran ini dinyatakan dalam standar
deviasi atau variance (bentuk kuadrat dari standar deviasi) yang merupakan ukuran
untuk risiko total.
2.4 Teori Portofolio
Teori Portofolio modern diperkenalkan oleh Markowitz (1952) yang
menggunakan pengukuran statistik dasar untuk menerangkan portofolio, yaitu
expected return, standar deviasi sekuritas atau portofolio dan korelasi antar return.
Markowitz menyatakan bahwa secara umum risiko dapat dikurangi dengan
menggabungkan beberapa sekuritas tunggal ke dalam bentuk portofolio dengan syarat
return-return sekuritas tidak berkorelasi positif sempurna. Manajemen portofolio
mengenal adanya konsep pengurangan risiko, sebagai akibat penambahan sekuritas ke
dalam portofolio. Konsep tersebut menyatakan bahwa jika dilakukan penambahan
secara terus-menerus jenis sekuritas ke dalam portofolio, maka manfaat pengurangan
risiko akan semakin besar sampai pada titik tertentu dimana manfaat pengurangan
tersebut mulai berkurang. Semakin banyak jumlah yang dimasukkan ke dalam
portofolio, semakin besar manfaat pengurangan risiko.
Menurut Tandelilin (2001), konsep pengurangan risiko tersebut sejalan dengan
law of large number dalam statistik, yang menyatakan semakin besar ukuran sampel,
semakin besar kemungkinan rata-rata sampel mendekati nilai yang diharapkan dari
populasi. Manfaat pengurangan risiko dalam portofolio akan mencapai titik
puncaknya pada saat portofolio asset terdiri dari jumlah tertentu, dan setelah itu
21
manfaat pengurangan risiko tidak terasa lagi. Risiko portofolio dihitung dari
kontribusi risiko asset terhadap risiko portofolio, dengan demikian untuk menurunkan
risiko perlu dilakukan diversifikasi.
Menurut Husnan (2001), risiko dalam investasi saham dibagi dua, yaitu risiko
tidak sistematis (unsystematic risk) dan risiko sistematis (systematic risk). Risiko tidak
sistematis merupakan risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor mikro yang terdapat
pada perusahaan atau industri tertentu seperti perubahan struktur permodalan,
perubahan struktur aktiva, kondisi lingkungan kerja, penurunan tingkat penjualan dan
lain-lain, sehingga pengaruhnya hanya terbatas pada perusahaan atau industri tersebut,
dan risiko inilah yang dapat dihilangkan melalui diversifikasi dalam portofolio,
sedangkan risiko sistematis merupakan risiko yang disebabkan oleh berbagai faktor
makro yang mempengaruhi semua perusahaan dan industri seperti perubahan tingkat
suku bunga, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, resesi ekonomi dan
lain-lain. Risiko ini disebut juga inherent risk atau market risk, yaitu risiko yang tidak
dapat dihilangkan melalui diversifikasi dalam portofolio. Risiko sistematis diukur
dengan koefisien beta, yang mengukur tingkat kepekaan terhadap perubahan pasar.
Kedua jenis risiko tersebut, jika digambarkan akan menjadi risiko total, dapat dilihat
pada Gambar 2.1.
22
Gambar 2.1 Risiko Total, Risiko Tidak Sistematis, dan Risiko Sistematis
Berdasarkan Gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa semakin banyak jumlah
saham dalam portofolio, maka semakin kecil unsystematic risk, oleh karena
unsystematic risk dapat dihilangkan dengan cara di diversifikasi, maka risiko ini
menjadi tidak relevan dalam portofolio. Sehingga yang relevan bagi investor adalah
risiko dasar (systematic risk) yang diukur dengan beta (β).
Menurut Solnik (1995), risiko dapat dikurangi secara substansial melalui
diversifikasi dalam saham domestik. Studinya memberikan suatu analisis tentang
jumlah saham optimal yang dibutuhkan untuk mencapai diversifikasi yang pantas
dan efektif dengan biaya rendah. Fabozzi (1999) mengartikan diversifikasi
portofolio sebagai pembentukan portofolio sedemikian rupa sehingga dapat
mengurangi risiko portofolio tanpa mengorbankan pengembalian yang dihasilkan.
Para investor yang mengkhususkan diri dalam satu kelompok aktiva misalnya
saham, juga menganggap perlu dilakukan diversifikasi portofolio. Diversifikasi
portofolio dalam hal ini adalah seluruh dana yang ada seharusnya tidak
23
diinvestasikan ke dalam bentuk satu saham perusahaan saja, tapi portofolio harus
terdiri dari saham banyak perusahaan.
Solnik (1995) juga mengatakan bahwa risiko total dari portofolio tidak hanya
bergantung jumlah saham yang terdapat dalam portofolio, tetapi juga pada risiko
dari tiap-tiap saham individu dan tingkat dimana risiko itu independen. Solnik
kembali menyebutkan bahwa saham domestik cenderung naik atau turun bersama-
sama karena dipengaruhi oleh kondisi domestik, seperti pengumuman tentang suplai
uang, pergerakan suku bunga, defisit anggaran dan pertumbuhan nasional.
Jones (1996) mengemukakan bahwa beta adalah ukuran risiko sistematis
sekuritas yang merupakan bagian dari risiko total dan tidak bisa dihilangkan melalui
diversifikasi. Jogiyanto (2009) menyatakan bahwa beta merupakan pengukur
volatilitas return sekuritas atau return portofolio terhadap pasar. Beta portofolio
mengukur volatilitas return portofolio dengan return pasar, sehingga beta
merupakan pengukur risiko sistematis dari sekuritas atau portofolio relatif terhadap
pasar. Jones (1996) mengemukakan bahwa beta adalah ukuran risiko sistematis
sekuritas yang merupakan bagian dari risiko total dan tidak bisa dihilangkan melalui
diversifikasi, sedangkan Jogiyanto (2009) mengemukakan bahwa beta merupakan
pengukur volatilitas return sekuritas atau return portofolio terhadap pasar. Beta
portofolio mengukur volatilitas return portofolio dengan return pasar, sehingga beta
merupakan pengukur risiko sistematis dari sekuritas atau portofolio relatif terhadap
pasar.
24
2.5 Penentuan Portofolio
Investor yang rasional akan menginvestasikan dananya dengan memilih
saham yang efisien, yang memberikan return maksimal dengan risiko tertentu, atau
return tertentu dengan risiko minimal. Menghindari atau memperkecil risiko,
investor perlu melakukan strategi diversifikasi atas investasinya dengan membentuk
portofolio yang terdiri atas beberapa saham yang dinilai efisien. Menurut Sharpe,
Alexender dan Bailey (1995), portofolio dikategorikan efisien apabila memiliki
tingkat risiko yang sama, mampu memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi,
atau mampu menghasilkan tingkat keuntungan yang sama, tetapi dengan risiko yang
lebih rendah.
Jogiyanto (2009) menyatakan bahwa investor dapat memilih kombinasi dari
aktiva-aktiva untuk membentuk portofolionya. Seluruh set yang memberikan
kemungkinan portofolio yang dapat dibentuk dari kombinasi n-aktiva yang tersedia
disebut dengan opportunity set atau attainable set. Lebih lanjut Jogiyanto
menyatakan bahwa semua titik di attainable set menyediakan semua kemungkinan
portofolio baik yang efisien maupun yang tidak efisien yang dapat dipilih oleh
investor. Investor yang rasional tidak akan memilih portofolio yang tidak efisien.
Rasional investor hanya tertarik dengan portofolio yang efisien. Kumpulan (set) dari
portofolio yang efisien ini disebut dengan efficient set atau efficient frontier.
Portofolio dikategorikan efisien apabila memiliki tingkat risiko yang sama,
mampu memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi, atau mampu
menghasilkan tingkat keuntungan yang sama, tetapi dengan risiko yang lebih
25
rendah. Portofolio optimal merupakan portofolio yang dipilih seorang investor dari
sekian banyak pilihan yang ada pada kumpulan portofolio yang efisien (Tandelilin,
2001). Investor memilih portofolio yang memberi kepuasan melalui risiko dan
return, dengan memilih sekuritas yang berisiko. Portofolio-portofolio efisen berada
di efficient set.
Portofolio-portofolio efisien merupakan portofolio-portofolio yang baik,
tetapi bukan yang terbaik. Hanya ada satu portofolio yang terbaik, yaitu portofolio
optimal. Portofolio optimal berada di portofolio-portofolio efisien. Suatu portofolio
optimal juga sekaligus merupakan suatu portofolio efisien, tetapi suatu portofolio
efisien belum tentu portofolio optimal. Portofolio efisien hanya mempunyai satu
faktor yang baik, yaitu faktor return ekspektasinya atau faktor risikonya, belum
tentu terbaik keduanya. Portofolio optimal merupakan portofolio dengan kombinasi
return ekspektasi dan risiko terbaik (Jogiyanto, 2009).
Penelitian mengenai kinerja portofolio pasar dan kinerja portofolio saham
banyak dilakukan dengan hasil yang berbeda. Terdapat dua pandangan dari
penelitian-penelitian sebelumnya, dasar teori yang mengasumsikan bahwa pasar
efisien menyimpulkan bahwa kinerja portofolio saham diatas kinerja portofolio
pasar, sedangkan dasar teori yang mengasumsikan bahwa pasar dinamis
menyimpulkan sebaliknya (Ippolito, 1989).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Malkiel (1996) dan Amalia (1999)
berpendapat bahwa kinerja portofolio saham tidak selalu lebih baik dari kinerja
portofolio pasar. Fransiscus (2002) melakukan penelitian yang berpendapat bahwa
26
kinerja portofolio reksadana saham tidak selalu lebih baik dari kinerja portofolio
pasarnya, ada pula yang sebaliknya berpendapat bahwa kinerja portofolio saham
yang dibentuk dapat lebih baik dari kinerja portofolio pasar, hasil penelitian yang
dilakukan oleh Grinblatt (1993), Modigliani (1997), Nuki (1998) dan Darmawan
(1998) berpendapat bahwa kinerja portofolio reksadana saham selalu lebih baik dari
kinerja portofolio pasarnya.
Penelitian yang dilakukan Yaacob, Mohamad Hasimi dan Noor Azuddin
Yakob (2002) menyatakan bahwa kinerja portofolio optimal mempunyai kinerja
yang lebih baik dari kinerja portofolio pembandingnya. Penelitian tersebut masih
membawa pendapat pro dan kontra. Kondisi ini menarik untuk dilakukan kajian
lebih lanjut untuk menegaskan kondisi tersebut.
27
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEPTUAL DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Strategi diversifikasi dilakukan dengan portofolio optimal yang berarti
keuntungan diperoleh dengan diversifikasi pada berbagai investasi, dengan jumlah
sekuritas tertentu yang memiliki return yang cukup tinggi. Portofolio optimal
dicapai dengan melakukan simulasi pada beberapa sekuritas yang dinilai efisien
dengan menggunakan prosedur perhitungan tertentu (Tandelilin, 2010).
Membentuk sebuah maupun beberapa portofolio memerlukan saham-saham
pilihan yang akan dikombinasikan ke dalam portofolio tersebut Adapun jumlah
saham yang dipilih untuk membentuk portofolio sangat bervariasi, hal itu tergantung
dari preferensi investor terhadap saham itu sendiri.
Satu proposisi yang sudah diterima umum dalam teori portofolio adalah
apabila terdapat ketidaksempurnaan korelasi antara return untuk sekuritas yang
berbeda, maka risiko portofolio dari kelompok sekuritas tersebut dapat dikurangi.
(Markowitz, 1959, Gruber, 1976 dan Solnik. 1974 dalam Sulistyorini, 2009).
Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor penting dalam
diversifikasi portofolio adalah korelasi yang rendah antar return sekuritas. Makin
rendah korelasi antar return makin besar pula potensi manfaat dari diversifikasi
tersebut.
28
Bermanfaat atau tidaknya diversifikasi tersebut sangat tergantung
kategorisitas pasar modal tersebut apakah berada di negara maju atau negara
sedang berkembang. Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini terdiri dari banyak
perusahaan yang masuk menjadi emiten, sehingga memudahkan investor untuk
berinvestasi karena banyaknya pilihan untuk menginvestasikan dananya. Salah satu
pilihan terbaik untuk berinvestasi saham, masalahnya adalah menentukan
portofolio saham yang menghasilkan return yang tinggi dengan risiko yang rendah
berdasarkan sejarah historis. Investor harus jeli dalam memperhitungkan faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja portofolio saham. Pengujian kinerja portofolio
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana portoflio yang dimiliki memberikan hasil
bagi seorang investor.
Terdapat berbagai model yang digunakan untuk menguji kinerja portofolio
salah satunya melalui pendekatan risk adjusted performance yang terdiri dari
indeks Sharpe, indeks Treynor, indeks Jensen’s dan indeks M2 menunjukkan hasil
yang sama atau berbeda. Konsistensi hasil perhitungan diantara alat ukur risk
adjusted performance dalam menilai kinerja portofolio sangat penting bagi investor
untuk memberikan kepastian dalam melakukan evaluasi untuk pencapaian return
dan risk yang diharapkan investor.
3.2 Kerangka Konseptual
Berdasarkan beberapa konsep dasar dan telaah pustaka maka kerangka
konseptual yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 3.1:
29
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual “Konsistensi Risk Adjusted Performance Sebagai Pengukur Kinerja Portofolio Saham Di Bursa Efek Indonesia”
Berdasarkan Gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa penelitian ini akan
menguji konsistensi risk adjusted performance sebagai pengukur kinerja portofolio
saham di Bursa Efek Indonesia. Sampel saham penelitian ini akan dibagi ke dalam
empat tipe portofolio. Model Indeks Tunggal akan digunakan untuk menghitung
portofolio optimal dari ketiga tipe portofolio tersebut.
Nilai Indeks Sharpe Portofolio Periode 1 Bulan
Nilai Indeks Treynor Portofolio
Periode 1 Bulan
Nilai Indeks M2 Portofolio
Periode 1 Bulan
Nilai Indeks Jensen Portofolio Periode 1 Bulan
Uji Statistik Pearson Product
Moment
Uji Beda Kruskal-Wallish
Portofolio Tipe 1 Periode 1 Bulan
Portofolio Tipe 2 Periode 1 Bulan
Portofolio Tipe 3 Periode 1 Bulan
Portofolio Tipe 4 Periode 1 Bulan
Portofolio Optimal Model Indeks
Tunggal
Portofolio Optimal Model Indeks
Tunggal
Portofolio Optimal Model Indeks
Tunggal
Portofolio Optimal Model Indeks
Tunggal
Sampel Penelitian
30
Portofolio optimal pada keempat tipe portofolio saham tersebut kemudian
di evaluasi dengan empat indeks yang digunakan dalam penelitian ini yakni indeks
Sharpe, indeks Treynor, indeks Jensen dan indeks M2. Periode penentuan dan
evaluasi portofolio optimal dalam penelitian ini dilakukan setiap 1 bulan selama
periode bulan Januari 2009-Desember 2010.
Perhitungan masing-masing indeks tersebut akan diperoleh nilai indeks
portofolio periode 1 bulan dari ke empat tipe portofolio optimal tersebut. Tingkat
konsistensi diantara indeks portofolio saham tersebut dapat diketahui dengan
melakukan uji statistik dengan pearson product moment terhadap nilai indeks
portofolio periode 1 bulan dari ke empat tipe portofolio optimal. Apabila tingkat
korelasi diantara ke empat indeks tersebut tinggi dan signifikansi dibawah 5%
maka dapat dinyatakan bahwa telah terjadi konsistensi diantara ke empat indeks.
Apabila korelasi rendah dan signifikansi diatas 5%, maka dapat dinyatakan bahwa
telah terjadi inkonsistensi diantara ke empat indeks dalam penelitian ini.
Pengujian korelasi empat model indeks melalui uji statistik dengan pearson
product moment juga akan memberikan informasi tentang kuat lemahnya hubungan
antar ke empat indeks melalui pengujian empat tipe portofolio yang berbeda.
Model indeks yang memiliki korelasi yang kuat diantara indeks lainnya dapat
dinyatakan sebagai model indeks yang memiliki konsistensi lebih baik diantara
model indeks lainnya.
Pengujian yang dilakukan selanjutnya adalah uji beda dengan menggunakan
uji Kruskal Wallish. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
31
perbedaan yang signifikan antara ke empat indeks. Jika probabilitas pengujian ≥
0,05 maka ke empat metode pengukuran kinerja portofolio adalah tidak berbeda
atau sama dan sebaliknya jika probabilitas pengujian < 0,05 maka keempat metode
pengukuran kinerja portofolio adalah memiliki perbedaan yang bermakna.
3.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian landasan teori dan hasil penelitian-penelitian terdahulu
maka hipotesis penelitian yang diajukan untuk rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1) Bahwa terdapat korelasi atau konsistensi diantara risk-adjusted performance
yang meliputi indeks Sharpe, indeks Treynor, indeks Jensen dan indeks M2
dalam mengukur kinerja portofolio saham di Bursa Efek Indonesia.
2) Bahwa terdapat perbedaan yang signifikan diantara risk-adjusted
performance yang meliputi indeks Sharpe, indeks Treynor, indeks Jensen
dan indeks M2 dalam mengukur kinerja portofolio saham di Bursa Efek
Indonesia.
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan dan Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini adalah komparatif yakni menguji perbandingan korelasi
diantara alat ukur risk adjusted performance yang terdiri indeks Sharpe, indeks
Treynor, indeks Jensen dan indeks M2. Jika tingkat hubungan tinggi dan signifikan
diantara alat ukur risk adjusted performance, kemungkinan sifat hubungan antara
alat ukur ini kuat serta memiliki persamaan dalam mengevaluasi kinerja portofolio
saham.
Ruang lingkup penelitian ini pada saham-saham yang terdaftar di BEI
periode tahun 2009 sampai dengan 2010. Untuk dapat membandingkan korelasi alat
ukur risk adjusted performance dalam penelitian ini akan ditentukan periode waktu
evaluasi portofolio tiap 1 bulan. Dasar pertimbangannya bahwa apabila evaluasi
kinerja portofolio saham dilakukan dalam tiap bulan akan memudahkan investor
dalam melakukan antisipasi terhadap perubahan kondisi makro ekonomi yang
mempengaruhi kinerja portofolio sehingga mampu dilakukan evaluasi dan perbaikan
strategi portofolio.
4.2 Variabel Penelitian
4.2.1 Identifikasi Variabel
Variabel-variabel yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1) Expected Return Portofolio
33
2) Risiko Pasar portofolio (βP).
3) Risiko Total Portofolio (σP).
4) Risk Adjusted Performance
5) Konsistensi Risk Adjusted Performance.
4.2.2 Definisi Operasional
Adapun definisi operasional untuk masing-masing variabel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Expected return portofolio merupakan hasil perhitungan dari rata-rata
tertimbang dari return harapan dari masing-masing saham (R ) yang
ada dalam portofolio dengan persentase nilai portofolio yang
diinvestasikan dalam setiap saham individual dalam portofolio yang
dilambangkan dengan W periode tahun 2009-2010 di Bursa Efek
Indonesia. Jika seluruh bobot portofolio dijumlahkan akan berjumlah
100% atau 1.0. Rumus yang digunakan dalam menghitung expected
return portofolio adalah sebagai berikut:
E(Rp) = ∑ 푊 .퐸(Ri)
2) Risiko Pasar Portofolio (βP) merupakan hasil perkalian antara
proporsi atas tiap-tiap saham (Wi) dengan risiko pasar masing-masing
saham (βi) yang ada dalam portofolio periode tahun 2009-2010 di
Bursa Efek Indonesia. Rumus yang digunakan untuk menghitung
risiko pasar adalah sebagai berikut:
34
훽 = 푊푖.훽푖
3) Risiko Total Portofolio (σP) merupakan tingkat penyimpangan return
yang diperoleh dari tingkat return rata-rata saham di Bursa Efek
Indonesia periode tahun 2009-2010. Rumus yang digunakan dalam
menghitung risiko total adalah sebagai berikut:
휎 = 휎
4) Risk Adjusted Performance merupakan ukuran kinerja portofolio
saham di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009-2010 yang telah
memasukan faktor return dan risiko dalam perhitungganya. Ukuran
kinerja portofolio yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Indeks Sharpe portofolio saham merupakan rata-rata
kumulatif indeks Sharpe portofolio saham yang dibentuk
untuk periode satu bulan di Bursa Efek Indonesia selama
tahun 2009-2010. Rumus yang digunanakan untuk
menghitung indeks Sharpe adalah sebagai berikut:
SP= RP-Rf
σP
b. Indeks Treynor portofolio saham merupakan rata-rata
kumulatif indeks Treynor portofolio saham yang dibentuk
untuk periode satu bulan di Bursa Efek Indonesia selama
35
tahun 2009-2010. rumus yang digunakan untuk menghitung
indeks Treynor adalah sebagai berikut:
TP= RP-Rf
βP
c. Indeks Jensen portofolio saham merupakan rata-rata
kumulatif indeks Jensen portofolio saham yang dibentuk
untuk periode satu bulan di Bursa Efek Indonesia selama
tahun 2009-2010. Rumus yang digunakan dalam menghitung
indeks Jensen adalah sebagai berikut:
JP=RP- RP+(Rm-RF)βP
d. Indeks M2 portofolio saham merupakan rata-rata kumulatif
indeks M2 portofolio saham yang dibentuk untuk periode satu
bulan di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009-2010.
Rumus yang digunakan dalam menghitung indeks M2 adalah
sebagai berikut:
TRP*=(RP- Rf).
σM
σP+ Rm
MP2=TRP
*-Rm
5) Konsistensi Risk Adjusted Performance merupakan hubungan
korelasi yang signifikan diantara indeks Sharpe, indeks Treynor,
indeks Jensen, dan indeks M2 dalam mengukur kinerja portofolio
saham di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009-2010. Rumus
36
yang digunakan dalam mengukur korelasi antar indeks risk adjusted
performance adalah sebagai berikut:
a. KonsistensiantaraindeksSharpedanTreynor: r = ∑∑
b. KonsistensiantaraindeksSharpedanJensen: r = ∑∑
c. KonsistensiantaraindeksSharpedanM2:rsm = ∑∑
d. KonsistensiantaraindeksTreynordanJensen: r = ∑∑
e. KonsistensiantaraindeksTreynordanM2: r = ∑∑
f. KonsistensiantaraindeksJensedanM2: r = ∑∑
4.3 Prosedur Pengumpulan Data
4.3.1 Jenis Data
Data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung atau merupakan
data keuangan yang telah dipublikasikan. Data yang yang dikumpulkan untuk
penelitian ini terdiri atas :
1) Data harga saham harian di BEI selama Januari 2008-Desember
2010.
2) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) harian bulan Januari 2008-
Desember 2010.
37
3) Tingkat Suku Bunga dari laporan dari SBI Bank Indonesia sebagai
indikator risk free periode tahun 2009-2010.
4.3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan publik yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 dan 2010. Perusahaan yang
termasuk dalam populasi adalah perusahaan memiliki data harga saham harian
selama periode penelitian. Perusahaan yang masuk dalam populasi merupakan
perusahaan aktif diperdagangkan sehingga untuk perusahaan yang memiliki saham
tidur akan dikeluarkan dari populasi.
Dibawah ini akan dijelaskan metode pengambilan sampel:
Tabel 4.1
Penentuan Jumlah Populasi Penelitian
Jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 dan 2010 serta memiliki harga saham harian selama periode penelitian
425
Jumlah perusahaan yang mengalami pergerakan saham tidur selama periode penelitian
120
Jumlah Populasi 305
Sumber: Hasil Olahan Data Primer 2011
Penelitian ini tidak akan meneliti seluruh populasi, namun akan mengambil
sejumlah perusahaan untuk dijadikan sampel penelitian berdasarkan metode
pengambilan sampel berdasarkan kriteria (purposive sampling) sebagai berikut:
1) Saham-saham populasi dikelompokkan ke dalam unit sampel primer
berdasarkan tingkat return yakni saham-saham yang memiliki return di atas
return rata-rata.
38
2) Menentukan unit sampel sekunder berdasarkan koefisien korelasi antar return
saham yakni saham-saham yang memiliki korelasi antar return saham rendah.
3) Memilih saham-saham yang dijadikan sampel untuk dimasukkan ke dalam
portofolio yang mempresentasikan 20, 15, 10 dan 8 saham dengan return tinggi
dan korelasi rendah.
Berdasarkan kriteria, maka sampel penelitian dapat ditentukan
(terlampir).
Penentuan jumlah sampel didasarkan atas rekomendasi beberapa bukti
empiris tentang jumlah saham minimal dalam portofolio. Pratomo dan Nugraha
(2006) mengemukakan bahwa manajer investasi di Indonesia umumnya memiliki
paling tidak delapan saham perusahaan di dalam portofolio reksa dana saham yang
dikelolanya. Moskowitz dan Grinblatt (1999) dalam kajiannya menemukan bahwa
risiko tidak sistematis akan relatif lebih kecil setelah sepuluh saham dimasukkan
ke dalam portofolio dan manfaat diversifikasi yang lebih baik dapat dicapai
dengan memasukkan saham-saham dari beragam industri ke dalam portofolio.
Penelitian Tandelilin di pasar modal Indonesia menghasilkan rekomendasi bahwa
untuk meminimalkan risiko portofolio sedikitnya diperlukan lima belas saham,
sedangkan French (1989), Sharpe dan Alexander (1990), Brealy dan Myers (1991)
dalam Tandelilin (2001) merekomendasikan untuk memasukkan minimal dua
puluh saham ke dalam portofolio.
39
4.3.3 Metode Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan adalah data sekunder, time series dan cross
section dan dilakukan dengan observasi atau pengamatan dari saham-saham Bursa
Efek Indonesia (BEI). Sumber data mengenai data harga saham harian dan IHSG
diperoleh dari website www.yahoofinanceindonesia.com. Sumber data mengenai
tingkat suku bunga SBI diperoleh melalui website www.bi.co.id.
4.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kuantitatif, yang digunakan untuk menganalisis ukuran kinerja portofolio yang
terdiri dari saham-saham. Langkah-langkah dalam menganalisis data untuk
mengukur kinerja portofolio tersebut adalah sebagai berikut:
4.4.1 Pembentukan Portofolio Optimal.
Pembentukan portofolio optimal dalam penelitian ini akan menggunakan
model indeks tunggal. Tahapan-tahapan perhitungan dalam model indeks
tunggal adalah sebagai berikut:
1) Menghitung return masing-masing saham (Ri) selama periode bulan
Januari 2009-Desember 2010.
Return saham (Ri) merupakan selisih harga saham sekarang (Pit)
dengan harga saham periode yang lalu (Pit-1) dibagi dengan harga saham
periode yang lalu (Pit-1). Dengan demikian return saham dapat juga
dinyakan sebagai berikut:
40
푅푖 =푃 − 푃푃 … … … … … … … … … … … (1)
2) Menghitung return pasar (Rm) dengan menggunakan proksi IHSG
selama periode bulan Januari 2009-Desember 2010.
Return market (Rm) merupakan selisih Indeks Harga Saham
Gabungan sekarang (퐼퐻푆퐺 ) dengan Indeks Harga Saham Gabungan
periode yang lalu (퐼퐻푆퐺 )dibagi dengan harga Indeks Harga Saham
Gabungan yang lalu (퐼퐻푆퐺 ).Secara matematis, tingkat keuntungan
pasar adalah sebagai berikut:
푅푚 =퐼퐻푆퐺 − 퐼퐻푆퐺
퐼퐻푆퐺 … … … … … … … … … … (2)
3) Menghitung return harapan (expected return) masing-masing
saham/E(Ri).
Expected return saham merupakan hasil perhitungan return rata-
rata saham (R ). Perhitungan dilakukan dengan cara arithmetic mean
yakni menghitung jumlah return masing-masing saham (∑푅푖) selama
periode tertentu (n), dalam penelitian ini menggunakan periode satu
bulanan selama tahun 2009-2010. Secara matematis, dapat dirumuskan
Berdasarkan Tabel 5.8 diketahui bahwa nilai R2 dapat dijelaskan bahwa
pembentukan portofolio saham periode satu bulan cukup terdiversifikasi dengan
baik karena return portofolio tersebut hampir semua dipengaruhi oleh return pasar.
Temuan hasil penelitian ini menunjukan bahwa portofolio dengan jumlah 8 saham
memiliki nilai R2 sebesar 0,855 (85,5%) artinya bahwa return portofolio 8 saham
dipengaruhi oleh return pasar sebesar 85,5% yang dengan demikian portofolio 8
saham memiliki tingkat diversifikasi yang terbaik bila dibandingkan dengan
portofolio 20, 15 dan 10 saham.
Penelitian ini menunjukan bahwa semakin sedikit jumlah saham yang
membentuk portofolio, semakin terdiversifikasi dengan baik atau mendekati angka
1. Temuan ini menunjukan bahwa portofolio yang dibentuk oleh sekuritas-sekuritas
yang memiliki nilai ekses return dengan beta (excess return to beta ratio) tinggi
akan menunjukan kinerja return-risiko yang lebih baik dibandingkan dengan
portofolio lainnya. Excess Return Beta (ERB) sendiri merupakan sebagai selisih
return ekspektasian dengan return aktiva bebas risiko. Rasio ERB juga menunjukan
hubungan antara dua faktor penentu investasi, yaitu return dan risiko.
74
Penentuan sekuritas-sekuritas yang merupakan kandidat untuk dimasukan ke
dalam masing-masing portofolio diurutkan berdasarkan nilai ERB terbesar ke nilai
ERB terkecil. Sekuritas-sekuritas yang membentuk masing-masing tipe portofolio
dalam penelitian ini merupakan sekuritas-sekuritas yang dipilih berdasarkan
besarnya nilai ERB dibandingkan dengan cut-off point, selanjutnya ditentukan
jumlah sekuritasnya yang disesuaikan dengan tipe portofolio dalam penelitian,
sehingga portofolio yang dibentuk dalam penelitian ini termasuk dalam portofolio
optimal.
Temuan ini juga menegaskan hasil penelitian Pratomo dan Nugraha (2006)
yang mengemukakan bahwa manajer investasi di Indonesia umumnya memiliki
paling tidak delapan saham perusahaan di dalam portofolio reksa dana saham yang
dikelolanya.
5.3 Implikasi Penelitian
Berdasarkan nilai R2 tersebut dapat dijelaskan bahwa pembentukan
portofolio saham periode tiga bulan cukup terdiversifikasi dengan baik karena
mencerminkan risiko sistematis (risiko yang tidak bisa dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi). Indeks Treynor dan indeks Jensen lebih tepat digunakan
apabila suatu portofolio telah terdiversifikasi dengan baik, sedangkan indeks Sharpe
dan indeks M2 lebih tepat digunakan jika portofolio tersebut kurang terdiversifikasi
dengan baik.
Implikasi praktis dari temuan ini bagi pelaku pasar modal khususnya adalah
investor dan pelaku pasar modal dapat menggunakan indeks Treynor dan indeks
75
Jensen sebagai pengukur kinerja portofolio saham di Bursa Efek Indonesia karena
terbukti paling tepat sebagai pengukur kinerja portofolio saham untuk berbagai
kelompok portofolio saham dan relatif lebih baik dibandingkan dengan alat ukur
yang lain terutama indeks Sharpe dan indeks M2 dilihat dari tingkat diversifikasi
portofolio (nilai R2).
76
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1) Berdasarkan pengujian korelasi yang telah dilakukan menunjukkan hasil
bahwa diantara indeks Sharpe, indeks Treynor, indeks Jensen dan indeks M2
tidak konsisten sebagai pengukur kinerja portofolio saham di Bursa Efek
Indonesia. Terdapat dua kelompok, kelompok pertama menunjukan
konsistensi antara indeks Sharpe dengan indeks M2, dan kelompok kedua
menunjukan konsistensi antara indeks Treynor dengan indeks Jensen.
Inkonsistensi diantara ke empat indeks disebabkan perbedaan penggunaan
garis pasar sebagai patok duga. Indeks Sharpe dan indeks M2 menggunakan
garis pasar modal sebagai patok duga sehingga resiko yang dianggap relevan
adalah risiko total, sedangkan indeks Treynor dan indeks Jensen
menggunakan garis pasar sekuritas sebagai patok duga sehingga resiko yang
dianggap relevan adalah risiko sistematis.
2) Hasil uji beda menunjukan hasil perhitungan bahwa secara keseluruhan, ke
empat indeks dalam mengukur kinerja keempat jenis portofolio saham
berbeda signifikan. Hasil uji beda menegaskan bahwa inkonsistensi diantara
ke empat indeks disebabkan perbedaan penggunaan garis pasar sebagai patok
duga.
76
77
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka dapat diajukan
saran-saran sehubungan dengan penelitian ini sebagai berikut:
1) Investor dan manajer investasi di Indonesia seyogyanya menggunakan
indeks Treynor dan indeks Jensen. Indeks Treynor dan indeks Jensen lebih
tepat digunakan karena pembentukan portofolio saham periode satu bulan
dalam penelitian ini cukup terdiversifikasi dengan baik karena
mencerminkan risiko sistematis (risiko yang tidak bisa dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi), sedangkan indeks Sharpe dan indeks M2 lebih tepat
digunakan jika portofolio tersebut kurang terdiversifikasi dengan baik.
2) Penelitian ini di masa yang akan datang dapat menggunakan indeks lain
seperti Reward to Market Risk, Reward to Diversification dan Rasio
Informasi.
78
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Nur Atiqah and Abdulah, Nur Adiana Hiau. 2009. The Performance Of
Malaysian Unit Trusts Investing In Domestic Versus International Markets, Asian Academy of Management Journal Of Accounting And Finance, Vol. 5, No. 2. pp. 77-100.
Amalia, Dewi dan Zaenal Arifin. 1999. Perbandingan Kinerja Portofolio Saham:
Periode Sebelum Krisis dan Periode Krisis, Sinergi UII, vol. 2 & No.1, Yogyakarta.
Brigham, Eugene F dan Houston, Joel F. 2001. Manajemen Keuangan, Edisi
Kedelapan, Jilid 1 dan 2, Jakarta: Erlangga. (terjemahan). Darmawan, Hayu. 1998. Pengukuran Kinerja Portofolio Reksadana Sebagai Dasar
Pemilihan Investasi, Tesis, MM UGM, tidak dipublikasikan. Dharani, M., and Natrajam, P. 2008. Equanimity of Risk and Return Relationship
between Shariah Index and General Index in India, Journal of Economics and Behavioral Studies, Vol. 2, No. 5. pp. 213-222.
Journal of Indian Management, January-March. pp. 82-89. Elton, E.J, and Grubber. 1995. Modern Portfolio Theory and Invesment Analysis 5thed,
New York: John Wiley & Sons Inc. Fabbozi, Frank J. 1999. Manajemen Investasi, Jakarta: Salemba Empat. Fadlu, Fitri. 2002. Uji Konsistensi antara Sharpe, Jensen, dan Treynor Indeks sebagai
Alat Ukur Kinerja Portofolio (Studi Empiris pada BEJ Periode Juli 1994 sampai Juli 1997), Tesis, Universitas Gajah Mada (tidak dipublikasikan), Yogyakarta.
Fahmi, Irham dan Hadi, Yovi Lavianti. 2009. Teori Portofolio dan Analisis Investasi,
Bandung: Alfabeta. Ferdian, Reza Ilham and Dewi, Miranti Kartika. 2007. The Performance Analysis of
Islamic Mutual Funds–A Comparative Study between Indonesia and Malaysia. International Islamic Univerisity. pp. 1-16.
Fransiscus, Nanang Triana. 2002. Evaluasi Kinerja Reksadana Dengan Model
Multifaktor, Tesis, MM UNDIP, Tidak dipublikasikan, Semarang.
78
79
Grinblatt, Mark dan Sheridan Titman. 1993. Performance Measurement Without
Benchmarks; An Examination of Mutual Fund Return, Journal of Business vol 66, no. 1. pp. 47-68.
Gürsoy, Cudi Tuncer and Erzurumlu, Y. Ömer. 2001. Evaluation of Portfolio
performance Of Turkish Investment Funds, Doğuş Üniversitesi Dergisi. pp.43-57.
YKPN Husnan, Suad. 2003. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Yogyakarta:
UPP AMP YKPN Ippolito, Richard A. 1989. Efficiency With Costly Information: A Study of Mutual
Fund Performance, 1965-1984, The Quarterly Journal of Economics, Vol. 104, No. 1. pp. 1-23
Jagric, Timotej., Podobnik, Boris., Strasek, Sebastjan., and Jagric, Vita. 2006. Risk-
adjusted performance of mutual funds: Some tests, South-Eastern Europe Journal of Economics 2. pp. 233- 244.
Jensen, Michael C. 1968. The Performance of Mutual Funds in the Period 1945-1964.
Journal of Finance. Vol. 23, May. pp. 389- 416. Jogiyanto. 2003. Analisis Investasi dan Teori Portofolio, Yogyakarta: Gajah Mada
Press. ------------. 2010. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Yogyakarta: Gajah Mada
Press. Jones, Charles P, 2000, Investment Analysis and Management 7th ed, USA: John Wiley
& Sons Inc. ---------------------, 2002, Investment: Analysis and Management 8th Ed, New York:
John Willey & Sons Inc.
80
Kurniawan, Purnama. 2001. Analisis Kinerja Portafolio Saham Berdasarkan Model Indeks Tunggal dan Rasionalitas Investor Saham (Studi Kasus terhadap Kelompok Saham LQ 45 dan 20 Top Gainers), Tesis, Program Pasca Sarjana Magíster Manajemen Universitas Diponegoro ( tidak dipublikasikan ).
An Assessment of the Performance of Greek Mutual Equity Funds Selectivity and Market Timing, Applied Mathematical Sciences, Vol. 5, No. 4. pp. 159-171.
Markowitz, H. M., 1952. Portofolio Selection. Journal of Finance. pp. 77-91. Malkiel, Burton G. 1995. Return from Investing in Equity Mutual Fund 1971 to 1991,
The Journal of Finance, Vol. L, No. 2, Juni. pp. 549-572. Modigliani, Franco and Leah Modigliani. 1997. Risk- Adjusted Performance How to
Measure It and Why. Reprinted with permission from The Journal of Portofolio Management 23, pp. 45-54.
Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012. Biro Riset Ekonomi. Bank Indonesia Pratomo, Eko Priyo dan Ubaidillah Nugraha. 2004. Reksa Dana: Solusi Perencanaan
Investasi di Era Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Reilly, FR and KC Brown. 1997. Investment Analysis & Portfolio Management,
Thomson South-Western Robert Ang. 1997. Pasar Modal Indonesia, Indonesia: Mediasoft. Sartono, Agus R dan Sri Zulaihati. 1998. Rasionalitas Investor Terhadap Pemilihan
Saham dan Penentuan Portofolio Optimal dengan Model Indeks Tunggal di BEJ. Kelola, Gajah Mada.
Sharpe, W. F. 1966. Mutual Fund Performance, Journal of Bussines 39. pp. 119-138
81
Sharpe, W. F. 1964. Capital Assets Prices: A Theory of Market Equilibrium Under
Conditions of Risk, Journal of Financial 19, September. pp. 425-442. Sharpe, W.F. 1995. Risk, Market Sensitivy and Diversification, Financial Analysist
Journal, Januari-Februari. pp. 84-88. Solnik, Bruno, H. 1995. “Why not Diversify Internationally rather than Domestically”,
Financial Analysist Journal, Januari-Februari. pp.89-94. Statman, Meir. 1987. “How Many Stocks Make a Diversified Portofolio”, Journal of
Financial and Quantitative Analysis, Vol.22 no.2 September. pp. 353-363. Sugiyono, 2008, Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Ketiga Belas, Alfabeta, Bandung Sulistyorini, Agustin. 2009. Analisis Kinerja Portofolio Saham Dengan Metode Sharpe,
Treynor Dan Jensen (Saham LQ 45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2003 sampai 2007, Tesis, Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Sumariyah. 1997. Teori Portofolio: Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Yogyakarta:
UPP AMPN YKPN. Tandelilin, Eduardus. 2001, Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, BPFE,
Yogyakarta. Thanou, Eleni. 2008. Mutual Fund Evaluation During Up and Down Market Conditions:
The Case of Greek Equity Mutual Funds, International Research Journal of Finance and Economics. pp.80-93.
Treynor, Jack L., and Ferguson, Robert., 1985. In Defense of Technical Analysis, The
Journal of Finance, Vol. XL, No. 3. pp. 757-773. Yasmin and Lawrence. 1996. The Performance of UK Invesment Trust. The Service
Industries Journal, Vol 16 No.1. Yaacob, Mohd Hasimi and Noor Azuddin Yakob, 2002, A Study on Portofolio
Diversification Using Islamic –Approved Stocks in Malaysia, Proceedings for The Fourth Annual Malaysian Finance Association Symposium.
Saham-Saham LQ 45), Tesis, Program Pasca Sarjana Magíster Manajemen Universitas Diponegoro ( tidak dipublikasikan).
82
Wiksuana, IGB dan Purnawati, Ni Luh. 2008. Konsistensi Risk-Adjusted Performance
Sebagai Pengukur Kinerja Portofolio Saham Di Pasar Modal Indonesia. Buletin Studi Ekonomi, Vol. 13, No. 2. pp. 172-183.
www.idx.co.id
www.yahoofinanceindonesia.com
www.britama.co.id
www.bi.go.id
83
LAMPIRAN-LAMPIRAN
84
Lampiran 1: Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul
Penelitian Metode dan Alat
Analisis Hasil Penelitian
1. Yasmin dan Lawrence,1996
The Performance of UK Invesment Trust.
Sharpe, Treynor dan Jensen, CAPM dan Uji statistic Durbin Watson
Adanya korelasi terhadap ketiga alat ukur yaitu Sharpe,Jensen, dan Treynor Menunjukkan derajat yang tinggi pada reksadana.
2. Kurniawan dan Purnama, 2001
Analisis Kinerja Portafolio Saham Berdasarkan Model Indeks Tunggal dan Rasionalitas Investor Saham (Studi Kasus terhadap Kelompok Saham LQ 45 dan 20 Top Gainers).
Indeks Sharpe, Treynor, Jensen, dan t-test
Indeks Sharpe,Treynor, dan Jensen selalu konsisten menunjukkan bahwa portofolio dari LQ45 bekerja lebih efisien dibandingkan dengan saham non LQ 45.
85
3.
Cudi Tuncer Gürsoy and Y. Ömer Erzurumlu, 2001
Evaluation of Portfolio performance Of Turkish Investment Funds
Sharpe, Treynor, Jensen, and Graham&Harvey indices, Spearman correlation, Wilcoxon Signed-Rank
Hasil Penelitian menunjukan Indeks Sharpe, Treynor, Jensen dan Graham & Harvey menunjukan hasil kirelasi positif dan signifikan.
4. Fadlul Fitri, 2002
Uji Konsistensi antara Sharpe, Jensen, dan Treynor Indeks sebagai Alat Ukur Kinerja Portofolio (Studi Empiris pada BEJ Periode Juli 1994 sampai Juli 1997).
Metode Sharpe,Jensen,dan Treynor dengan kendall coeficient of concordance “W”
Nilai rata-rata keseluruhan untuk RVAR,RVOL dan ALPHA dari portofolio yang terdiri dari saham-saham beragam industri yang tidak termasuk ke dalam ILQ 45,sehingga saham yang layak untuk diinvestasikan adalah saham-saham ILQ 45. Hasil statistik adalah beta dan uji konsitensi menunjukkan nilai statistik W signifikan.
Metode Sharpe, Jensen, dan Treynor dengan transportasi ZScore (standardized).
Pengukuran kinerja portofolio dengan metode Sharpe, Jensen, dan Treyonor akan memiliki karakteristik angka indeks yang berbeda satu sama lain,sehingga tidak dapat dibandingkan satu sama lainnya secara langsung sehingga diperlukan standarisasi ukuran kinerja.
6.
Timotej Jagric, Boris Podobnik, Sebastjan Strasek, and Vita Jagric. 2006
Risk-adjusted performance of mutual funds: Some tests
Metode Sharpe dan Treynor
Hasil penelitian menunjukan bahwa metode Sharpe dan Treynor selalu memperlihatkan hasil yang sama.
7. Ilham Reza Ferdian and Miranti Kartika Dewi, 2006
The Performance Analysis of Islamic Mutual Funds–A Comparative Study between Indonesia and Malaysia
Metode Sharpe, Treynor dan Jensen Index
Hasil penelitian menunjukan bahwa penilaian kienrja portofolio selalu menunjukan hasil yang sama dengan metode Sharpe, Treynor dan Jensen Index.
87
8. Debabsish, 2007
Performance Evalution Mutual Funds.
Metode Sharpe, Treynor dan Jensen serta Alat Analisis t-test
Shape dan Treynor menunjukan hasil pengukuran yang sama sedangkan Jensen menunjukan hasil pengukuran yang berbeda.
9. M. Dharani and P. Natrajam, 2008
Equanimity of Risk and Return Relationship between Shariah Index and General Index in India
Metode Sharpe, Treynor dan Jensen
Hasil penelitian menunjukan bahwa metode Sharpe, Treynor dan Jensen tidak berbeda signifikan dan konsisten
10. I Gusti Bagus Wiksuana dan Ni Ketut Purnawati, 2008
Konsistensi Risk-Adjusted Performance Sebagai Pengukur Kinerja Portofolio Saham di Pasar Modal Indonesia
Rata-rata Kumulatif dan Menguji konsistensi Indeks Sharpe, Indeks Treynor, dan Indeks Jensen, Pearson Product Moment Correlation.
Hasil uji korelasi alat ukur risk-adjusted performance menunjukkan bahwa Indeks Sharpe dan Indeks Treynor konsisten, serta Indeks Treynor dan Indeks Jensen konsisten, namun Indeks Sharpe dan Indeks Jensen inkonsisten pengukur kinerja portofolio saham periode tiga bulan di Bursa Efek Jakarta. Indeks Treynor
88
memiliki konsistensi yang lebih baik untuk segala tipe portofolio.
11.
Eleni Thanou, 2008
Mutual Fund Evaluation During Up and Down Market Conditions: The Case of Greek Equity Mutual Funds
Metode Sharpe, Treynor, Jensen dengan metode Analisis Spearman Rank correlation
Hasil uji korelasi metode Sharpe, Treynor dan Jensen memiliki korelasi yang tinggi dan tidak berbeda secara signifikan.
12. Agustin Sulistyorini, 2009
Analisis kinerja portofolio saham dengan Metode Sharpe, Treynor dan Jensen (Saham LQ 45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2003sampai dengan 2009
Metode Sharpe, Jensen, dan Treynor dengan transportasi ZScore (standardized)
Hasil menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan antara pengujian dengan Metode Sharpe, Treynor dan Jensen. Indeks Treynor memiliki konsistensi lebih baik diantara ketiga risk adjusted performance.
12. Nur Atiqah Abdullah and Nur Adiana Hiau Abdullah, 2009
The Performance Of Malaysian Unit Trusts Investing In Domestic Versus International Markets
Metode Sharpe, Treynor dan Jensen
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak adanya perbedaan yang signieifikan antara pengujian dengan metode Sharpe, Treynor dan Jensen.
89
13. Alexandros Kuolis, Christina Beneki, Maria Adam, Charalampos Botsaris, 2011
An Assessment of the Performance of Greek Mutual Equity Funds Selectivity and Market Timing
Metode Sharpe dan Treynor
Hasil penelitian menunjukan bahwa peringkat perhitungan Sharpe dan Treynor sama