BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Teknologi foto udara saat ini sudah berkembang sangat pesat, yaitu dari analog menjadi digital. Hal itu merupakan upaya untuk mendapatkan gambaran permukaan bumi secara cepat, akurat dan efisien. Gambaran permukaan bumi yang diperoleh melalui pemotretan udara dipelajari secara mendalam dalam ilmu fotogrametri. Menurut jenisnya, foto udara terbagi menjadi 2 jenis yaitu foto udara format metrik dan non metrik. Foto udara metrik merupakan foto udara yang diambil menggunakan kamera metrik dan memiliki ketelitian yang sangat tinggi karena dibuat untuk keperluan pemetaan. Jenis foto lainnya adalah foto non metrik yang dihasilkan dari kamera non metrik dan dibuat untuk pengambilan foto secara umum sehingga tidak memiliki ketelitian sebaik kamera metrik. Gularso (2013) mengungkapkan bahwa jenis kamera dan wahana yang digunakan pada foto udara mempengaruhi efisiensi biaya untuk pemetaan. Pada luas area yang relatif lebih kecil (±100 ha) pemotretan menggunakan kamera metrik menjadi tidak optimal karena biaya operasional tidak sebanding dengan volume pekerjaan. Hal tersebut memacu para ahli fotogrametri untuk mengembangkan metode alternatif pemotretan dengan biaya relatif murah dan cukup akurat. Salah satu metode alternatif adalah penggunaan kamera non metrik berformat kecil sebagai instrumen pemotretan udara, metode ini dikenal dengan Small Format Aerial Photography (SFAP). Beberapa penelitian dan aplikasi mengenai foto udara format kecil telah dilaksanakan. Prijono dkk (2004) melakukan penelitian mengenai pemanfaatan foto udara format kecil untuk pendataan obyek pajak bumi dan bangunan. Penggunaan pesawat terbang dengan kamera format kecil (non metrik) merupakan salah satu metode alternatif di dalam pengambilan data rupa bumi melalui pemotretan udara.
24
Embed
BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85056/potongan/S1-2015... · melalui pemotretan udara dipelajari secara mendalam dalam ilmu fotogrametri. Menurut jenisnya,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang
Teknologi foto udara saat ini sudah berkembang sangat pesat, yaitu dari analog
menjadi digital. Hal itu merupakan upaya untuk mendapatkan gambaran permukaan
bumi secara cepat, akurat dan efisien. Gambaran permukaan bumi yang diperoleh
melalui pemotretan udara dipelajari secara mendalam dalam ilmu fotogrametri.
Menurut jenisnya, foto udara terbagi menjadi 2 jenis yaitu foto udara format
metrik dan non metrik. Foto udara metrik merupakan foto udara yang diambil
menggunakan kamera metrik dan memiliki ketelitian yang sangat tinggi karena
dibuat untuk keperluan pemetaan. Jenis foto lainnya adalah foto non metrik yang
dihasilkan dari kamera non metrik dan dibuat untuk pengambilan foto secara umum
sehingga tidak memiliki ketelitian sebaik kamera metrik.
Gularso (2013) mengungkapkan bahwa jenis kamera dan wahana yang
digunakan pada foto udara mempengaruhi efisiensi biaya untuk pemetaan. Pada luas
area yang relatif lebih kecil (±100 ha) pemotretan menggunakan kamera metrik
menjadi tidak optimal karena biaya operasional tidak sebanding dengan volume
pekerjaan. Hal tersebut memacu para ahli fotogrametri untuk mengembangkan
metode alternatif pemotretan dengan biaya relatif murah dan cukup akurat. Salah
satu metode alternatif adalah penggunaan kamera non metrik berformat kecil sebagai
instrumen pemotretan udara, metode ini dikenal dengan Small Format Aerial
Photography (SFAP).
Beberapa penelitian dan aplikasi mengenai foto udara format kecil telah
dilaksanakan. Prijono dkk (2004) melakukan penelitian mengenai pemanfaatan foto
udara format kecil untuk pendataan obyek pajak bumi dan bangunan. Penggunaan
pesawat terbang dengan kamera format kecil (non metrik) merupakan salah satu
metode alternatif di dalam pengambilan data rupa bumi melalui pemotretan udara.
Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa foto udara format kecil dapat
dimanfaatkan untuk pengukuran luas bidang tanah dan pembuatan peta bidang tanah.
Puspita (2013) meneliti mengenai pembuatan Digital Elevation Model (DEM)
menggunakan foto udara format kecil untuk estimasi sedimen lahar dingin di
sebagian Kali Gendol Gunung Merapi. DEM FUFK memiliki resolusi 5 m, akurasi
horisontal sebesar 12,9 m dan akurasi vertikal sebesar 17,51 m. Perhitungan volume
sedimen menggunakan metode cut and fill pada DEM LIDAR. Total volume
sedimen yang bertambah ialah 5,27 juta m3, untuk volume yang berkurang sebesar
4,96 juta m3, dan selisih untuk volume akhir ialah 0,31 juta m
3 sepanjang sungai
penelitian. Contoh penelitian tersebut menunjukkan peluang pemanfaatan foto udara
format kecil. Pemanfaatan tersebut berupa pengolahan foto udara format kecil
menjadi Digital Elevation Model (DEM).
Stereoplotting merupakan salah satu alternatif pembuatan DEM dimana dalam
pelaksanaannya diperlukan nilai Exterior Orientation Parameter (EOP) melalui
tahapan Aerial Triangulation (AT) atau Relative Orientation (RO). Nilai EOP dari
AT merupakan hasil model perhitungan bundle adjustment, sedangkan nilai EOP
yang diperoleh dari hasil RO dilanjutkan dengan proses absolute orientation.
Beberapa metode yang digunakan untuk membentuk DEM tentunya perlu
dipastikan terlebih dahulu tingkat ketelitian yang dihasilkan, sehingga pengguna
dapat mempertimbangkan metode yang tepat untuk membuat DEM sesuai dengan
tingkat akurasi yang diperlukan. Penelitian ini mengkaji akurasi DEM hasil
stereoplotting pada foto udara format kecil dengan menggunakan acuan SNI dan
ketelitian yang pernah dilakukan Lee (2008). Software yang digunakan untuk
melakukan penelitian ini adalah DAT/EM Summit Evolution.
I.2. Rumusan Masalah
Kebutuhan akan pengambilan data rupa bumi dalam skala besar semakin besar.
Foto udara format kecil merupakan salah satu metode alternatif dalam pengambilan
data rupa bumi skala besar yang murah namun memiliki kelemahan pada sistem
lensanya. Untuk penggambaran peta rupa bumi skala besar, foto udara format kecil
diolah menjadi DEM dengan metode stereoplotting interaktif. Beberapa penelitian
sudah mengkaji akurasi pembuatan DEM menggunakan foto udara format kecil.
Namun belum ada yang mengkaji akurasi pembuatan DEM tersebut dengan metode
stereoplotting interaktif dengan memanfaatkan data pengukuran terestris sebagai
pembanding.
I.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, pertanyaan penelitian yang sesuai adalah :
1. Berapa akurasi DEM yang dihasilkan dari proses stereoplotting interaktif
foto udara format kecil menurut SNI 19-6502.1-2000 ?
2. Berapa akurasi DEM yang dihasilkan dari proses stereoplotting interaktif
berdasarkan perbandingan nilai standar deviasi dan ketelitian maksimal rata-
rata mengacu pada penelitian oleh Lee (2008)?
I.4. Cakupan Penelitian
Cakupan penelitian ini adalah :
1. Lokasi penelitian berada di sebagian wilayah Desa Banyuripan, Kecamatan
Bayat, Kabupaten Klaten.
2. Data ketinggian yang dihasilkan dari pengukuran terestris digunakan
sebagai data pembanding dalam perhitungan akurasi DEM hasil
stereoplotting interaktif.
3. Kajian akurasi mengacu pada SNI 19-6502.1-2000 tentang spesifikasi
teknis peta rupa bumi skala 1:10000 dan perbandingan antara standar
deviasi dan nilai ketelitian rata-rata sebagaimana penelitian yang pernah
dilakukan oleh Lee (2008).
4. Kalibrasi kamera sudah standar dan memiliki hasil yang akurat.
I.5. Tujuan
Tujuan penelitian ini yaitu :
1. Teridentifikasinya tingkat akurasi DEM hasil proses stereoplotting
interaktif pada foto udara format kecil menurut SNI 19-6502.1-2000.
2. Teridentifikasinya tingkat akurasi DEM hasil stereoplotting interaktif
berdasarkan perbandingan nilai standar deviasi dan ketelitian maksimal
rata-rata mengacu pada penelitian oleh Lee (2008).
I.6. Manfaat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
keakuratan DEM dari proses stereoplotting foto udara. Selain itu juga sebagai
referensi dalam pengambilan keputusan mengenai metode yang sesuai untuk
pembuatan DEM dari FUFK.
I.7. Tinjauan Pustaka
Melasari (2014) melakukan penelitian mengenai kajian akurasi DEM hasil
stereoplotting pada foto udara format medium di kawasan lembah Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah
stereoplotting interaktif. Hasil yang diperoleh yaitu nilai standar deviasi sebesar
0,434 m dan lebih kecil dari nilai ketelitian maksimal rata-rata yaitu 0,456 m.
Pranadita (2013) membuat DEM dari foto udara format format medium
menggunakan kamera DigiCAM di kawasan kampus Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah stereoplotting interaktif. Kesimpulan
yang dapat diambil adalah nilai standar deviasi dari DEM hasil stereoplotting foto
udara format sedang sebesar 0,628 m.
Abdullah (2010) dalam sebuah artikel ilmiah Mapping Matters mengemukakan
bahwa ketelitian vertikal seringkali lebih baik dari ketelitian horisontal menurut
standar ASPRS. Hal tersebut dapat disebabkan karena cara penentuan standar untuk
vertikal berbeda dengan horisontal. Apabila standar horisontal mempertimbangkan
GSD dan skala produk/enlargement ratio yang dihasilkan berdasarkan skala
penerbangan, maka standar vertikal menggunakan mempertimbangkan GSD dan
interval kontur.
Lee (2008) meneliti mengenai kesesuaian airborne video data untuk
fotogrametri. Video diperoleh menggunakan kamera non metrik dengan
menggunakan skala 1:45.000. IOP dan distorsi foto diselesaikan menggunakan
model parameter distorsi Jacobsen. Penelitian ini memperoleh hasil RMSE 0,5 m
untuk horisontal dan 0,6 s.d 0,8 meter untuk vertikal.
Tanjung (2006) menerapkan bundle block adjustment pada foto udara format
kecil untuk menghasilkan data digital terrain model di kawasan lembah kampus
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hasil yang diperoleh yaitu DEM hasil
ekstraksi yang sudah terikat absolut pada sistem koordinat tanah. DEM tersebut tidak
menunjukkan kenyataan yang ada di lapangan karena DEM diekstrak berdasarkan
kesamaan nilai derajat keabuan yang dapat juga tidak terletak di permukaan tanah.
Sudiyatmoko (1999) membuat DEM menggunakan foto udara format kecil di
daerah Madiun. Metode yang digunakan adalah image matching dan teknik korelasi
silang antar kedua foto. Adapun hasil yang diperoleh adalah kenampakan anaglyph
(kenampakan 3D) dan kenampakan kontur DEM. Setelah dibandingkan dengan peta
1:1000, diperoleh rata-rata selisih untuk arah x yaitu 5,966 m, untuk arah y yaitu
10,738 m dan untuk arah z sebesar 2,989 m.
Penelitian-penelitian tersebut meninjau ketelitian DEM dari beberapa sumber
data dan metode yang berbeda. Penelitian ini mengkaji akurasi DEM dihasilkan dari
foto udara format kecil dan menggunakan metode stereoplotting interaktif
menggunakan dua buah tinjauan.
Tinjauan pertama menggunakan metode perbandingan standar deviasi dan
ketelitian maksimal rata-rata. Sebelumnya, metode perbandingan standar deviasi dan
ketelitian maksimal rata-rata ini pernah dilakukan oleh Lee (2008) dan Melasari
(2014). Apabila nilai standar deviasi kurang dari nilai ketelitian maksimal rata-rata,
maka hasil stereoplotting sudah mendekati ground.
Tinjauan kedua adalah tinjauan akurasi menggunakan SNI 19-6502.1-2000
yaitu dilakukan perhitungan terhadap selisih antara beda tinggi pada hasil
stereoplotting dan data terestris. Setelah diperoleh penyimpangan beda tinggi untuk
keseluruhan data, maka data tersebut dibandingkan dengan kriteria SNI sehingga
diperoleh presentase data yang masuk kriteria SNI dan yang tidak masuk kriteria
SNI.
I.8. Landasan Teori
I.8.1. Foto Udara Format Kecil
Teknologi FUFK pada dasarnya adalah menghasilkan foto udara dengan
menggunakan kamera non metrik/kamera amatir (kamera yang tidak didesain untuk
keperluan pemotretan udara) dan menggunakan pesawat ringan (ultralight). Kamera
format kecil memiliki sistem lensa yang tidak didesain untuk keperluan pemetaan
sehingga disebut kamera non metrik dan harganya relatif murah, tetapi sangat
potensial memiliki distorsi geometri (Belinda, 2013).
Foto udara yang dibuat dari pesawat terbang dengan arah sumbu optik kamera
tegak lurus atau sangat mendekati tegak lurus disebut foto udara tegak. Meskipun
telah diusahakan dengan hati-hati agar sumbu kamera tetap tegak lurus, tetapi adanya
kesendengan (tilt) kecil masih dapat terjadi. Bagaimanapun juga, foto udara yang
dianggap tegak lurus tersebut, biasanya mempunyai kesendengan kurang dari 1o dan
jarang yang melebihi 3o. Foto udara yang mengandung kesendengan kecil tak
tersengaja semacam ini disebut foto udara sendeng (tilted photograph). Geometri
foto udara format kecil pada dasarnya memiliki geometri foto udara tegak seperti
yang diilustrasikan pada Gambar I.1 berikut.
Gambar I.1 Geometri sebuah foto udara tegak (Wolf, 1983)
I.8.1.1 Ground Spatial Distance (GSD)
Salah satu unsur sensor kamera adalah resolusi spasial sensor atau resolusi
spasial kamera. Resolusi spasial kamera adalah ukuran dari sebuah piksel dalam
mikron sedangkan ukuran satu piksel pada objek yang dipotret disebut Ground
Spatial Distance (GSD). Soeta’at (2011) menyatakan bahwa besarnya nilai GSD
dapat dihitung menggunakan rumus (1.1) dan skala pada rumus (1.2) berikut.