22
BAB I
PENDAHULUANI.1 Latar Belakang
Leukemia; dalam bahasa Yunani leukos , "putih"; aima , "darah"),
atau lebih dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit dalam
klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma) pada darah atau
sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara abnormal atau
transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang
dan jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit (sel darah
putih). Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel
abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan
di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi
hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas
tubuh penderita.
Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita
ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah
putih yang tampak banyak merupakan sel yang muda, misalnya
promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu
fungsi normal dari sel lainnya.
Leukemia mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847
sebagai darah putih adalah penyakit neoplastic yang ditandai dengan
differensiasi dan proliferasi sell induk hematopoetik yang secara
maligna melakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan
penggantian unsur sumsum yang normal. Klasifikasi leukemia yang
paling banyak digunakan adalah klasifikasi dari FAB
(French-America-British). Klasifikasi ini merupakan klasifikasi
morfologi dan didasarkan pada differensiasi dan maturasi sel
leukemia yang dominan dalam sumsum tulang.
Menurut klasifikasinya, leukemia dibagi menjadi 4 yaitu;
Leukemia Granulositik Kronik (LGK), Leukemia Mieloblastik Akut
(LMA), Leukemia Limfositik Kronik (LLK), Leukemia Limfoblastik Akut
(LLA).
Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
proliferasi dini yang berlebihan dari sel darah putih. Leukemia
merupakan keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang
disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk
hematopoetik. I.2 Manfaat 1. Untuk memenuhi tugas pembelajaran
teori semester 5 blok HPK 251, sebagai syarat mengikuti Ujian Akhir
Blok.
2. Mahasiswa mengetahui morfologi, patofisiologi, gejala klinis,
diagnosis, dan pengobatan dari penyakit Leukemia Limfositik
Kronis.I.3 Tujuan
Pada penulisan referat ini penulis berharap dapat memberikan
pengetahuan pada pembaca mengenai Leukemia Limfositik Kronis secara
lebih mendalam. BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Anatomi dan Fisiologi Darah
A. Pengertian
Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai
fungsi mentransportasikan oksigen, karbohidrat dan metabolit;
mengatur keseimbangan asam dan basa; mengatur suhu tubuh dengan
cara konduksi (hantaran), membawa panas tubuh dari pusat produksi
panas (hepar dan otot) untuk mendistribusikan ke seluruh tubuh; dan
pengaturan hormone dengan membawa dan menghantarkan kelenjar ke
sasaran.B. Fungsi Darah
Bekerja dari system transport dari tubuh, mengantarkan semua
bahan kimia, oksigen dan zat kimia yang diperlukan untuk tubuh
supaya fungsi normalnya dapat dijalankan dan menyingkirkan karbon
dioksida dan hasil buangan lainnya. Sel darah merah mengantarkan
oksigen ke jaringan dan menyingkirkan sebagian dari karbon
dioksida.
Sel darah putih menyediakan banyak baha pelindung dan arena
gerakan fagositosis dari beberapa sel maka melindungi tubuh dari
serangan bakteri. Plasma membagi protein yang diperlukan untuk
pembentukan jaringan; menyegarkan cairan jaringan karena melalui
cairan ini semua sel tubuh menerima makanannya. Dan merupakan
kendaraan untuk mengangkut bahan buangan ke berbagai organ
exkretorik untuk dibuang. Harmoni dan enzim diantarkan dari organ
ke organ dengan perantaraan darah. C. Bagian-Bagian Darah
Sel darah merah
Jika dilihat di bawah mikroskop, bentuk darah merah seperti
saluran bikokaf tersebut mempunyai inti, warnanya kuning
kemerah-merahan, sifatnya kenyal sehingga bias berubah bentuk
sesuai dengan pembuluh darah.
Sel darah merah atau eritrosit berupa saluran kecil , cebung
pada kedua sisinya sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua
buah bulan sabit yang saling bertolak belakang. Sel darah putih
Bentuknya bening dan tidak berwarna ukurannya lebih besar dari
pritosit, bentuknya lebih besar 2X sel darah merah, tetapi juga
bermacam-macam inti sel dan banyak.Sel polimorfonulitear dan
monosit normal dibentuk hanya dalam sumsum tulang, sebaliknya
limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen
termasuk kelenjar limpa, limpa kelenjar timus forsit dan sisa
limfoid yang terletak dalam usus dan ditempat lain. Trombosit
Trombosit adalah sel kecil kira-kira sepertiga ukuran sel darah
merah. Peranannya penting dalam penggumpalan darah.Trombosit
merupakan benda-benda kecil yang mati. Bentuk dan ukurannya
bermacam-macam, ada yang bulat dan ada yang lonjong, warnanya
putih. Trombosit bukanlah sel melainkan berbentuk keping-keping
yang merupakan bagian-bagian terkecil dari sel besar. Trombosit
dibuat di susunan tulang, paru-paru dan limpa dengan ukuran
kira-kira 2 4 miliron umur peredarannya sekitra 10 hari. II.2
Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah PutihLeukosit merupakan unit
yang aktif dari sistem pertahanan tubuh, yaitu berfungsi melawan
infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih
berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm3. Berdasarkan jenis granula
dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih digolongkan
menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan
agranulosit (leukosit mononuklear). 1.1 Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.
Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan
terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan
basofil.
a. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi
oleh bakteri, sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai
di jaringan terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan bakteri,
virus atau agen penyebab infeksi lainnya.
Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang
seperti terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus
(granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap
zat warna basa dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang
dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna merah muda.
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak,
mencapai 60% dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel
berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka
hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil
mati. Neutrofil (polimorf) (Gambar 3b(i)) merupakan leukosit darah
perifer yang paling banyak. Sel ini memiliki masa hidup singkat,
sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Sekitar 50% neutrofil dalam darah
perifermenempel pada dinding pembuluh darah (pool marginal).
Neutrofilmemasuki jaringan dengan cara bermigrasi sebagai respons
ter-hadap faktor kemotaktik. Migrasi, fagositosis, dan
pembunuhanadalah fungsi yang bergantung pada energi. b.
Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan
meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil
memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar. Sel granulanya
berwarna merah sampai merah jingga.
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya
6-10 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat
eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya. Dalam
darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya
2-4% dari jumlah sel darah putih.
c. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya
yaitu kurang dari 1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki
sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan
berwarna keunguan sampai hitam.
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin
untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin
untuk membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.
1.2 Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma.
Agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit.
a. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah
neutrofil, berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi
dalam reaksi imunitas. Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval
yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna
biru.
Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B.
Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus.
Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel
kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons
kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen
sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya,
berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan
imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respons kekebalan
hormonal.
b. Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari
sel darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah.
Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus,
protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang mempunyai
bintik-bintik sedikit kemerahan. Monosit memiliki fungsi fagositik
dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen
sel, dan mikroorganisme.II.3 Hemopoesis
1.1 Definisi dan lokasi Hemopoiesis adalah proses pembuatan sel
darah merah. Saccus vitelinus, dan kemudian hati serta limpa,
penting dalam kehidupan janin tetapi setelah lahir hemopoiesis
normal terbatas pada sumsum tulang. Bayi memiliki sumsum
hemopoietik dalam semua tulang, tetapi pada orang dewasa sumsum ini
berada dalam skeleton sentral dan ujung proksimal tulang panjang
(rasio lemak normal terhadap jaringan hemopoietik sekitar 50:50).
Perluasan hemopoiesis di sepanjang tulang panjang dapat terjadi,
misalnya pada leukemia dan anemia hemolitik kronik. Hati dan limpa
dapat memulai kembali hemopoiesis ekstrameduler bila terjadi
penggantian sumsum, misalnya pada mielofibrosis, atau pada saat
kebutuhan berlebih, misalnya pada anemia hemolitik berat.1.2 Sel
stem dan sel progenitorSel stem primitif yang umum dalam sumsum
memiliki kemampuan untuk bereplikasi, berproliferasi, dan
berdiferensiasi sendiri menjadi sel progenitor yang semakin
terspesialisasi, setelah meng-alami banyak pembelahan sel dalam
sumsum, membentuk sel matur (sel darah merah, granulosit, monosit,
trombosit, dan limfosit) darah perifer. Prekursor sel darah merah
yang dapat dikenali paling awal adalah pronormoblas dan prekursor
granulosit atau monosit, yaitu mieloblas. Pembelahan garis
keturunan (lineage) yang pertama kali adalah antara sel limfoid dan
sel mieloid. Sel stem dan sel progenitor tidak dapat dikenali
secara morfologis; sel-sel ini menyerupai limfosit. Sel progenitor
dapat dideteksi dengan pemeriksaan in vitro; pada pemeriksaan ini
sel-sel progenitor membentuk koloni. Sel stem dan sel progenitor
juga beredar dalam sirkulasi darah perifer. Sel stromal sumsum
(fibro-blas, sel endotel, makrofag, sel lemak) memiliki molekul
adhesi yang bereaksi dengan ligan korespondensinya pada sel stem
dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sel stem hemopoietik
dapat bersifat 'plastik' yaitu mampu membentuk sel jaringan lain
misalnya hati, jantung, sistem saraf, tetapi hal ini masih
kontrover-sial. Sumsum juga mengandung sel stem mesenkimal yang
dapat membentuk kartilago, jaringan fibrosa, tulang, dan sel
endotel.1.3 Faktor pertumbuhanHemopoiesis diatur oleh faktor-faktor
pertumbuhan (growth factor, GF) yang biasanya bekerja sinergis.
Faktor-faktor pertumbuhan ini adalah glikoprotein yang dihasilkan
oleh sel stromal, limfosit T, hati dan, untuk eritropoietin,
ginjal. Beberapa GF bekerja terutama pada reseptor sel primitif,
sementara yang lain bekerja pada sel berikutnya yang telah terarah
ke suatu lineage tertentu. GF juga memengaruhi fungsi sel matur. GF
menghambat apoptosis (kematian sel terprogram) sel targetnya.
Faktor pertumbuhan pada penggunaan klinis meliputi eritropoietin
(EPO) dan faktor perangsang-koloni granulosit (granulocyte
colony-stimulating factor, G-CSF).
1.4 Transduksi sinyal
Pengikatan GF dengan reseptor permukaannya pada sel hemopoietik
mengaktivasi (melalui fosforilasi) serangkaian kompleks
reaksi-reaksi biokimiawi yang membawa pesan ke nukleus (inti).
Sinyal mengaktivasi faktor transkripsi yang ke-mudian mengaktivasi
atau menghambat transkripsi gen. Sinyal dapat mengaktivasi jalur
yang menyebabkan sel memasuki siklus sel (bereplikasi),
berdiferensiasi, mempertahankan kelangsungan hidupnya (inhibisi
apoptosis), atau meningkatkan aktivitas fung-sional (misalnya
meningkatkan pembunuhan sel oleh neutrofil).II.4Definisi Leukemia
Limfositik Kronis Leukemia limfositik kronik (LLK) merupakan suatu
gangguan limfoproliferatif yang ditemukan pada orang tua (umur
median 60 tahun) dengan perbandingan 2:1 umtuk laki-laki. LLK
dimanifestasikan oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang
abnormal kecil dalam sumsum tulang, darah perifer, dan
tempat-tempat ekstramedular dengan kadar yang mencapai 100.000+/mm3
atau lebih.
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada
limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan
akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang
berumur panjang.LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang
menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan
perbandingan 2:1 untuk laki-laki.
Gambar 1. Leukemia Limfositik KronikII.5 Epidemiologi
LLK merupakan 25% dari seluruh leukemia di Negara barat, tetapi
amat jarang ditemukan di Jepang, Cina, dan Indonesia. Usia
rata-rata saat diagnosis 65 tahun, hanya 10-15% kurang dari 50
tahun. Angka kejadian di negara barat 3/100.000. Pada populasi
geriatri, insidens di atas usia 70 tahun sekitar 50/100.000. Resiko
terjadinya LLK meningkat seiring usia. Perbandingan resiko relatif
pada pria tua adalah 2,8:1 perempuan tua. Kebanyakan pasien
memiliki ras kaukasia dan berpendapatan menengah.
II.6 Etiologi
a. Genetic
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20
kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat
pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis
kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom
Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom
Kleinefelter dan sindrom trisomi D.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia
meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada
saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga
dapat terjadi pada kembar identik.
Perubahan yang paling sering adalah trisomy 12, delesi 13q, dan
delesi 11q yang meliputi gen telangiectasia ataksia. Mutasi atau
delesi onkogen terjadi, yang dapat mencegah sel-sel mengalami
apoptosis. b. Zat radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas
dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali
meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi
terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai
risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang
tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki
yang hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi
LMA dan LGK sampai 20 kali lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak
5 sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut terjadi. Begitu juga
dengan penderita ankylosing spondylitis yang diobati dengan sinar
lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih banyak.c. Zat
kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol,
fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.
Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia
(misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia
nonlimfoblastik akut.d. Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia
pada binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori
virus sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve
transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti
diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti
retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada
binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus
jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur
pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang
umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain,
khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.II.7
Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai
pertahanan kita dengan infeksi. Sel ini secara normal berkembang
sesuai dengan perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan
tubuh kita. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada
sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda
dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel
leukemia memblok produksi sel darah putih yang normal, merusak
kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel lekemia juga merusak produksi
sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana
sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001) analisa sitogenik menghasilkan
banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada
pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan
angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau
perubahan struktur, yang termasuk translokasi ini, dua atau lebih
kromosom mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang
berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi
sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke
arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan
kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks).
Penyusunan kembali kromosom (translokasi kromosom) mengganggu
pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tak
terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai
sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang
menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa
menyusup ke dalam organ lainnya, termasuk hati, limpa, kelenjar
getah bening, ginjal dan otak.
Jika penyebab leukemia virus, virus tersebut akan masuk ke dalam
tubuh manusia jika struktur antigennya sesuai dengan struktur
antigen manusia. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan
struktur antigen virus, maka virus tersebut ditolaknya seperti pada
benda asing lain. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur
antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir
yang terletak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen
jaringan ). Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan
istilah HL-A (Human Leucocyte Lucos A). Sistem HL-A individu ini
diturunkan menurut hukum genetika sehingga adanya peranan faktor
ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan.
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang
bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan
penyakit darah yang disebabkan karena terjadinya kerusakan pada
pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering
disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja
aktif membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah
yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah
normal.
Proses patofisiologi leukemia dimulai dari transformasi ganas
sel induk hematologis dan turunannya. Proliferasi ganas sel induk
ini menghasilkan sel leukemia dan mengakibatkan penekanan
hematopoesis normal, sehingga terjadi bone marrow failure,
infiltrasi sel leukemia ke dalam organ, sehingga menimbulkan
organomegali, katabolisme sel meningkat, sehingga terjadi keadaan
hiperkatabolik.II.8 Diagnosis
a. Manifestasi klinis
Pada awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menunjukkan
gejala (asimptomatik). Pada pasien yang menunjukkan gejala sering
ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan,
kelelahan, splenomegaly, infiltrasi alat tubuh lain (paru, pleura,
tulang, kulit) anemia hemolitik, trombositopenia,
hipogalagamaglobulinemia dan gamopati monoclonal sehingga penderita
mudah terserang infeksi. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan
dan penurunan kemampuan latihan (olah raga). Demam, keringat malam
dan infeksi jarang terjadi pada awalnya, tetapi semakin menyolok
sejalan dengan perjalanan penyakitnya. Akibat penumpukan sel
neoplastic, pasien yang asimptomatik pada saat diagnosis pada
akhirnya akan mengalami limfadenopati, splenomegaly, dan
hepatomegaly. Kadang-kadang ditemukan nodul-nodul di kulit sebagai
akibat infiltrasi sel leukemia ke kulit.b. Pemeriksaan fisik
20-30% pasien tidak menunjukkan kelainan fisik. Kelainan fisik
yang sering dijumpai adalah limfadenopati. Sekitar 50% pasien
mengalami limfadenopati dan/ hepatosplenomegali. Pembesaran
limfonodi dapat terlokalisir atau merata dan bervariasi dalam
ukuran. Splenomegaly dan/ hepatomegaly ditemukan pada 25-50% kasus.
Infiltrasi pada kulit, kelopak mata, jantung, pleura, paru, dan
saluran cerna umumnya jarang dan timbul pada akhir perjalanan
penyakit. Sejalan dengan perjalanan penyakit, limfadenopati massif
dapat menimbulkan obstruksi lumen termasuk icterus obstruksi,
disfagia uropati obstruktif, edema ekstremitas bawah, dan obstruksi
usus parsial. Timbulnya efusi pleura atau asites berhubungan dengan
prognosis yang buruk. II.9 Kriteria diagnosis
Tanda patognomonik LLK adalah peningkatan jumlah leukosit dengan
limfositosis kecil sekitar 95%. Untuk menegakkan diagnosis
sebaiknya dilakukan pemeriksaan gambaran darah tepi secara
hati-hati dan cermat. Gambaran darah tepi tampak limfositosis
dengan gambaran limfosit kecil matur dan smudge cell yang dominan;
imunofenotip khas llimfosit (CD5+, CD19+, CD23+, FMC7-/+, dan
CD22-/+); dan infiltrasi limfosit ke sumsum tulang bervariasi dalam
4 gambaran yaitu interstisial (33%), nodular (10%), campuran
interstisial dan nodular (25%) serta infiltrasi difus (25%).
Meskipun telah didapatkan limfositosis dan infiltrasi difus (25%).
Meskipun telah didapatkan limfositosis dan dan infiltrasi limfosit
ke sumsum tulang belum berarti LLK.
LLK dapat didiagnosis jika ditemukan peningkatan absolut
limfosit di dalam darah (>5000uL) dan morfologi serta
imunofenotipnya menunjukkan gambaran khas. Klasifikasi
France-America-British (FAB) membagi tiga tipe morfologi
berdasarkan perbandingan limfosit atipikal di dalam darah, yaitu
:
LLK tipikal terdiri dari lebih 90% limfosit kecil.
LLK tipe prolimfositik (sel prolimfositik 11-54%).
LLK atipikal yang ditandai dengan morfologi sel limfosit yang
heterogen tetapi proporsi prolimfosit 54%)
Hairy cell leukemia
Limfoma limfosit kecil
Mantle cell lymphoma
Leukemia limfoplasmasitik
Makroglobulinemia Waldenstrom
Myeloma sel plasma
Leukemia sel T kronik
Leukemia sel T dewasa
Leukemia sel T kutan/kulit
Leukemia LGLII.11 Komplikasi
Pasien dengan LLK dapat menunjukkan berbagai komplikasi akibat
progresifitas penyakitnya.
a. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi dan penyebab utama kematian. S.
pneumonia, S. aures dan H. influenza merupakan organisme yang
sering dijumpai pada pasien LLK yang tidak diberikan terapi
imunosupresi. Telah terjadi perubahan spectrum penyakit dan bakteri
penyebab pada pasien-pasien yang diberikan preparat imunosupresan.
Yaitu meliputi baik bakter gram negative maupun bakteri
oportunistik seperti Candida, Mycobakterium tuberculosis, P.
carinii, Cytomegalovirus, Aspergillus dan virus herpes. Pasien LLK
berusia >65 tahun dan/ denga stadium lanjut mempunyai resiko
lebih tinggi terhadap infeksi dan biasanya membutuhkan terapi
suportif untuk profilaksis.
b. Hipogamaglobulinemia
Hipogamaglobulinemia dijumpai >66% pasien pada akhir penyakit
ini. Semua kelas immunoglobulin (IgG, IgA, dan IggM) biasanya
menurun, meskipun juga dijumpai hanya satu atau dua immunoglobulin
saja yang turun. Penurunan gamaglobulin dan neutrophil yang sangat
bermakna menyebabkan kerentana pasien terhadap infeksi bakteri.
c. Transformasi menjadi keganasan limfoid yang agresif
Terjadi sekitar 10-15%. Yang tersering adalah sindroma Richter
(5%) dan leukemia prolimfositik. Pasien dengan sindroma Richter
(limfoma sel besar) sering didapatkan limfadenopati dan
hepatosplenomegali yang progresif, demam, nyeri abdomen, penurunan
berat badan, anemia dan trombositopenia progresif, dengan
penigkatan limfositosis perifer dan LDH secara cepat. Pasien dengan
transformasi kea rah leukemia prolimfositik menunjukkan anemia
progresif, trombositopenia, limfadenopati, prolimfosit pada darah
tepi (>55%), hepatosplenomeegali, wasting syndrome dan
meningkatnya resistensi terhadap terapi. Transformasi LLK yang lain
meliputi LLA, leukemia sel plasma, myeloma multiple dan limfoma
Hodgin.
d. Komplikasi akibat penyakit autoimun
Komplikasi akibat penyakit autoimun meliputi tes anti gloulin
direct yang positif (Coombs test), anemia hemolitik,
trombositopenia, neutropenia dan aplasia sel darah merah murni
(aplasia pure red cell) atau agranulositosis. Tes anti globulin
positif hingga 20% pasien LLK sselama perjalanan penyakitnya.
Hemolysis klinis dijumpai pada 50% kasus. Trombositopenia autoimun
terjadi pada 2% pasien LLK.
e. Keganasan sekunder
Lokasi tersering meliputi kulit (melanoma dan karsinoma), paru
dan saluran cerna. Hal ini dianggap sebagai konsekuensi terapi
immunosupresi yang poten. Gangguan atau keganasan hematologi
lainnya juga dilaporkan mempunyai hubungan dengan LLK. II.12
Penatalaksanaan
Diagnosis LLK tidak menandakan perlunya pengobatan. Saat ini
tidak terdapat terapi kuratif untuk LLK. Tujuan terapi pada
kebanyakan pasien LLK adalah meredakan gejala dan memperpanjang
kelangsungan hidup. Tetapi pada pasien lebih muda dengan faktor
risiko buruk, pendekatan eksperimental dengan tujuan penyembuhan
yang dipilih. Indikasi terapi adalah: Kegagalan sumsum tulang yang
progresif yang ditandai dengan memburuknya anemia dan atau
trombositopenia. Limfadenopati yang progresif (> 10 cm)
Splenomegali masif (>6 cm) atau nyeri pada limpa Limfositosis
progresif (dalam 2 bulan meningkat 50%) Gejala sistemik yaitu
penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan,suhu badan >38C
selama >2 minggu, fatigue, keringat malam
Sitopenia autoimunKemungkinan terapi terkini menurut faktor
prognostik dan variabel lainnya sebagai berikut:a. LLK stadium dini
yang stabil Pada pasien ini tidak diperlukan terapi kecuali timbul
gejala atau penyakitnya berlanjut. Hal ini didasarkan pada: Pasien
LLK stadium dini yang stabil bertahan hidup sebagai mana subyek
normal dengan usia yang sama. Pengobatan pada pasien dengan stadium
dini (Binet stadium A atau Rai stadium 0) dengan klorambusil, baik
kontinu maupun intermiten memperlambat rasio progresivitas penyakit
tetapi tidak memperbaiki kelangsungan hidup. Selain itu dalam satu
penelitian terapi kontinu dengan klorambusil berhubungan dengan
kelangsungan hidup yang lebih pendek karena tingginya insidens
kanker epitel.b. LLK stadium lanjut dengan batas tumor luas dan
gagal sumsum tulang Kemoterapi Tunggal KlorambusilMula-mula 2-4 mg
kemudian dinaikkan 6-8 mg per oral setiap hari atau pemberian
intermiten setiap 2-4 minggu dengan dosis 0,4-0,7 mg/kg BB per
oral. Pengobatan diberikan sepanjang terdapat respons, biasanya
tidak lebih dari 8-12 bulan. Angka respons berkisar 40-70%, tetapi
respons komplit jarang terjadi. Pada penelitian-penelitian
terakhir, kombinasi klorambusil dengan prednison tidak lebih baik
dibandingkan dengan klorambusil saja. Meskipun pasien diobati
dengan regimen kemoterapi kombinasi memiliki respons lebih tinggi
namun angka kelangsungan hidup tidak lebih panjang.
SiklofosfamidPasien yang tidak dapat mentoleransi klorambusil,
dapat diberikan siklofosfamid dengan dosis per oral 200 mg/m2/hari
selama 5 hari atau pemberian intermiten setiap 3-4 minggu dengan
dosis 500-750 mg/m2 intravenapada hari I. Asupan cairan 2-3 liter
per hari. Efek samping berupa mual, muntah, rambut rontok, supresi
sumsum tulang dan sistitis.Aturan terapi pemeliharaan LLK tidak
pernah diteliti lebih lanjut. Biasanya, pengelolaan terhenti sekali
terjadi respons, dan dimulai lagi saat penyakit berkembang ke arah
progresivitas. Respons pengobatan kedua biasanya buruk daripada
pengobatan pertama, kemungkinan hal ini terjadi akibat overekspresi
gen mdr dan mutasi gen p53. Bagi pasien yang tidak berespon
terhadap terapi baku atau relaps setelah diberi terapi, dianjurkan
menggunakan analog purin khususnya fludarabin.Bersamaan dengan
pemakaian obat ini, juga diberikan profilaksis asam urat yaitu
allopurinol (dosis 300 mg /hari selama 7 hari setiap siklus) dan
bila diperlukan transfusi PRC. Kemoterapi kombinasiKemoterapi
kombinasi yang diberikan adalah kemoterapi yang biasanya diberikan
pada pasien limfoma non Hodgkin atau mieloma multipel .
Diindikasikan pada pasien LLK yang gagal terhadap terapi tunggal
klorambusil atau siklofosfamid dengan atau tanpa prednison.
Kemoterapi yang direkomendasikan adalah: Siklofosfamid, vinkristin
dan prednison (COP) Dosis: Siklofosfamid 300 mg/m2peroral hari 1-5
atau 750 mg/m2 IV hari I. Vinkristin 2 mg IV hari I.
Prednison 40 mg/m2 per oral hari 1-5. COP dan doksorubisin
Dosis: Doksorubisin 25-50 mg/m2 IV hari I.c. Sitopenia akibat
mekanisme imun atau hipersplenisme Pasien dengan sitopenia akibat
respons imun sebaiknya diobati kortikosteroid dengan dosis 1
mg/kgBB per hari dan ditappering-off., Preparat imunosupresan hanya
diberikan pada pasien yang tidak respons setelah 4-6 minggu terapi,
meliputi imunoglobulin dosis tinggi, siklosporin, splenektomi dan
radiasi limpa dengan dosis rendah. Dua pendekatan terapi terakhir
berguna pada kasus dengan hipersplenisme. Hasil pengobatan terbaik
dilaporkan dengan siklosporin.d. Pengobatan terhadap komplikasi
sistemik Hipogamaglobulinemia
Pada penelitian acak, imunoglobulin dosis tinggi (400 mg/kg BB
intravena setiap 3 minggu) akan mencegab infeksi tetapi tidak
meningkatkan kelangsungan hidup pasien LLK Pertimbangan biaya
dengan lamanya survival pada pemberian rutin imunoglobulin menjadi
perdebatan para ahli. Pada dosis yang lebih rendah (250 mg/kg BB
setiap 4 minggu atau 10 g setiap 3 minggu) mempunyai efektivitas
yang setara dengan dosis tinggi. Kejadian infeksi harus diobati
dengan antibiotika spektmm luas dan klinisi harus memikirkan
kemungkinan terjadinya infeksi oportunistik. Pemberian vaksinasi
mungkin memberikan respons imun suboptimal mengingatregulasi sistem
imun yang terganggu.
Neutropenia
Neutropenia yang diperberat dengan kemoterapi sering dijumpai.
Jumlah neutrofil yang rendah dapat disebabkan karena lamanya dan
kombinasi dari terapi pada pasien dengan penyakit refrakter stadium
lanjut. Pemberian filgrastim atau pegfilgrastim setelah kemoterapi
dapat mengurangi risiko neutropenia. Sebuah penelitian menunjukkan
berkurangnya frekuensi infeksi paru yang serius pada pasien LLK
risiko tinggi yang mendapat filgrastim dan terapi berbasis
fludarabin bila dibandingkan kontrol.
Anemia
Anemia adalah temuan laboratorium yang sering dijumpai pada LLK
dan bertambah berat sesuai perjalanan penyakit. Terapi LLK dapat
menimbulkan eksaserbasi anemia yang sudah ada, khususnya pada
pasien usia lanjut. Konsekuensinya adalah kelelahan dan dispneu
yang sangat mengurangi kualitas hidup pasien. Penelitian acak
double blind menunjukkan bahwa eritropoietin rekombinan dapat
mengatasi anemia yang tidak berespons terhadap kemoterapi dan
gejala yang diakibatkannya.
e. RadioterapiRadioterapi pada pasien LLK hanya bersifat
paliatif. Dapat berupa:
Radiasi limpa. 50-90% pasien akan menunjukkan penurunan
ukuranlimpa, berkurangnya nyeri perut serta rasa tidak enak pada
perut.Catovsky pada tahun 1991 melaporkan 38% pasien mengalami
remisihematologik yang komplit. Diberikan dosis rendah 0,5-1 Gy 1-3
kali/minggu. Efek samping adalah fatique, mual,
trombositopeniatransien dan netropenia. Radioterapi terapi
eksternal untuk lesi-lesi yang besar (bulky nodalmasses). Dosis
30-40 Gy dalam 2 fraksi.PENGOBATAN LINI KE 2 (SECOND LINE
THERAPY)Analog purinAnalog purin (pentostatin, fludarabin dan
2-klorodeoksiadenosin) merupakan preparat yang baik untuk llk.
Fludarabin atau analog purin lainnya mungkin akan menggantikan
klorambusil sebagai terapi baku llk.sedangkan pemberian analog
purin dalam kombinasi dengan agen sitotoksik lainnya
(siklofosfamid) atau biologic-response modifiers (interferon)
sedang diteliti. Mekanisme kerja dari analog purin kompleks, tetapi
meliputi induksi apoptosis. Pada pasien-pasien tanpa respons
terhadap pengobatan inisial, fludarabin (25 mg/m2 permukaan tubuh
intravena selama 5 hari setiap 4 minggu) merupakan obat pilihan,
dengan keberhasilan respons 17-74% (respons komplit 0-20%). Angka
kejadian respons lebih tinggi pada pasien yang memberikan respons
pada pengobatan sebelumnya dan yang tidak menerima pengobatan
secara ekstensif. Hasil awal pada penelitian yang sedang
berlangsung membandingkan fludarabin dengan kombinasi
siklofosfamid, doksorubisin, vinkristin dan prednison serta
siklofosfamid, doksorubisin dan prednison menunjukkan respons yang
lebih tinggi dibandingkan fludarabin; meskipun belum diketahui pada
jangka panjangnya.Efek toksik utama analog purin adalah
mielosupresi, sindroma lisis tumor akut, anemia hemolitik autoimun
dan itp, infeksi oportunistik (cytomegalovirus, toxoplasma,
pneumocystis carinii, legionella dan listeria) terjadi karena
penurunan sel cd4+ yang diakibatkan oleh preparat ini. Akibatnya
pasien yang diterapi dengan analog purin dan prednison mengalami
infeksi oportunistik lebih sering dibandingkan dengan pemberian
analog purin saja, oleh karena itu prednison sebaiknya tidak
diberikan. Meskipun belum terbukti secara klinis, pemberian
antibiotika iapat dipakai sebagai profilaksis.PENGOBATAN
BARUAntibodi MonoklonalDiakuinya antibodi monoklonal anti CD20
chimeric (rituximab) dan antibodi monoklonal anti CD52 toman/zed,
(alentuzumab) membuka cakrawala baru pengobatan LLK.Rituximab
adalah antibodi anti CD20 chimeric yang dipelajari secara luas pada
limfoma derajat rendah (low grade) dimana dijumpai respon pad,) 50%
pasien, Respons terhadap rituximab pada pasien LLK yang ditv-ri
dosis sama dengan pada limfoma borsifat marginal, kemungkinan
karena perbedaan farmakokinetik rituximab pada penyakit tersebut
atau kurangnya ekspresi target CD20 pada sel LLK. Tctapi penambahan
antibodi monoklonal untuk menunjang terapi LLK meningkatkan
frekuensi pencapuian CR. Penclitian terbaru kombinasi rituximab
dcngan terapi berbasis fludarabin pada LLK yang scbelumnya tidak
diterapi, menunjukkan hasil yang menggembirakan. Penclitian oleh MD
Aiidersson Cancer Center pada pasien LLK yang sebelumnya tidak
-diterapi, memberikankan rituximab untuk menunjang dosis fludarabin
dan siklofosfamid selama 6 siklus. Laporan awal dari 134 pasien
yang mendapat pengobatan komplit, 66% mencapai respon komplit dan
secara keseluruhan dijumpai rasio respon 95%. Beberapa CR (melalui
PCR) ditunjukkan oleh penelitian ini.Alentuzumab adalah antibodi
monoklonal humanized yang ditujukan langsung untuk antigen CD52.
FDA menyetujui alentuzumab untuk pengobatan pasien LLK yang
sebelumnya diobati dcngan agen alkil dan mengalami penyakit
refrakter terhadap fludarabin. Antigen CD52 diekspresikan pada
hampir semua sel LLK seperti halnya limfosit T, B normal, sel NK
dan monosit. Pada penelitian yang menghasilkan pengakuan terhadap
alentuzumab didapatkan rasio respons 33% dan kelangsungsan hidup
rerata 16 v; bulan pada pasien LLK yang mengalami penyakit
refrakter fludarabin. Di antara pasien yang berespon terhadap
alentuzumab kelangsungan hidup lebih 32 bulan. Pasien dengan nodul
yang besarnya >5 cm dan status ECOG yang buruk (> 2)
mempunyai respon terhadap alentuzumab yang rendah secara bermakna.
Pengobatan dengan antibodi ini dapat menimbulkan eksaserbasi
neutropenia yang telah ada sebelumnya dan berhubungan baik dengan
infeksi bakterial maupun oportunistik.II.13 Prognosis Prognosis
ditentukan oleh beberapa factor diantaranya :
1. Umur. Anak-anak mempunyai prognosis lebih baik daipada umur
dewasa dan tua.
2. Respon terhadap kemoterapi. Mereka yang berespon baik
terhadap kemoterapi mempunyai prognosis yang lebih baik daripada
yang berespon jelek.BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan Leukemia limfositik kronik (LLK) merupakan
suatu gangguan limfoproliferatif yang ditemukan pada orang tua
(umur median 60 tahun) dengan perbandingan 2:1 umtuk laki-laki. LLK
dimanifestasikan oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang
abnormal kecil dalam sumsum tulang, darah perifer, dan
tempat-tempat ekstramedular dengan kadar yang mencapai 100.000+/mm3
atau lebih.
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada
limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan
akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang
berumur panjang.
Sampai saat ini penyebab dari leukemia masih belum ditemukan,
diduga penyebabnya oleh karena genetic, virus, zat kimia dan zat
radioaktif.
Diagnosis LLK tidak menandakan perlunya pengobatan. Saat ini
tidak terdapat terapi kuratif untuk LLK. Tujuan terapi pada
kebanyakan pasien LLK adalah meredakan gejala dan memperpanjang
kelangsungan hidup. Tetapi pada pasien lebih muda dengan faktor
risiko buruk, pendekatan eksperimental dengan tujuan penyembuhan
yang dipilih.
III.2 Saran
Banyaknya prevalensi leukemia seiring pertambahan usia, maka
diharapkan untuk penanganan kasus tersebut sangat-sangat
diperhatikan. DAFTAR PUSTAKA Sudaoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II, Ed. IV. Jakarta Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2006
Sylvia, A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed. 6. Jakarta. EGC. 2003
Supandiman, Iman. Hematologi Klinik, Ed. 2. Bandung. Penerbit
Alumni. 1997
Behrman, K. Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Ed. 2. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI. 2008