BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker paru merupakan salah satu jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, sebanyak 17% insidensi terjadi pada pria (peringkat kedua setelah kanker prostat) dan 19% pada wanita (peringkat ketiga setelah kanker payudara dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004). Pada hampir 70% pasien kanker paru mengalami penyebaran ke tempat limfatik regional dan tempat lain pada saat didiagnosis. Sebagai akibat, angka survival pasien kanker paru adalah rendah. Bukti-bukti menunjukkan bahwa karsinoma cenderung untuk timbul ditempat jaringan parut sebelumnya (tuberculosis fibrosis) dalam paru. Kebanyakan kasus kanker paru dapat dicegah jika merokok dihilangkan (Smeltzer dan Bare, 2006). Faktor- faktor risiko kanker paru yaitu merokok, terpapar asbestos, riwayat adanya penyakit paru 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker paru merupakan salah satu jenis kanker yang mempunyai
tingkat insidensi yang tinggi di dunia, sebanyak 17% insidensi terjadi pada
pria (peringkat kedua setelah kanker prostat) dan 19% pada wanita (peringkat
ketiga setelah kanker payudara dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and
Victoria, 2004). Pada hampir 70% pasien kanker paru mengalami penyebaran
ke tempat limfatik regional dan tempat lain pada saat didiagnosis. Sebagai
akibat, angka survival pasien kanker paru adalah rendah. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa karsinoma cenderung untuk timbul ditempat jaringan
parut sebelumnya (tuberculosis fibrosis) dalam paru. Kebanyakan kasus
kanker paru dapat dicegah jika merokok dihilangkan (Smeltzer dan Bare,
2006).
Faktor- faktor risiko kanker paru yaitu merokok, terpapar asbestos, riwayat
adanya penyakit paru interstisial, terpapar zat beracun (nikel, kromium,
klorometil eter), terpapar uranium atau radon dan infeksi HIV (Melindawati
2009).
Dari semua faktor risiko diatas, merokok adalah penyebab utama
terjadinya kanker paru pada 80-90% kasus kanker paru meskipun hanya 10-15%
perokok terserang kanker paru (Kopper and Timar, 2005).
Jenis rokok apapun pasti mengandung unsur-unsur buruk, busuk dan
keji dan tidak satu pun orang yang berakal sehat menyangkal hal ini. Karena,
secara bahasa, kata “buruk” digunakan untuk segala sesuatu yang rasa maupun
1
baunya tidak enak dan tidak disukai orang. Dan begitulah keadaan rokok.
Maka, para pakar medis maupun agama sepakat bahwa rokok itu termasuk
barang buruk dan juga berbahaya, baik bagi diri perokok maupun orang lain
yang berada disekitarnya (Abdul Jabbar, 2008).
Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Al-Halal wal-Haram fiil Islam
dikutip dari Nashr (2008), mengemukakan pendapatnya bahwa kaidah yang
telah ditetapkan dalam syariat Islam, yaitu tidak halal bagi seorang Muslim
untuk mengkonsumsi makanan yang berbahaya yang dapat membunuh dirinya
dengan cepat maupun lambat, seperti racun dengan segala macamnya,
membahayakannya dan menyakitinya. Hal tersebut berkaitan dengan firman
Allah Subhanahu Wata’ala., dalam QS. Al-A’raf (7): 157.
Terjemahnya:“Dan Dia menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka” (Depag, 2002).
Jenis rokok apapun pasti mangandung unsur-unsur buruk, busuk dan
keji dan tidak satu pun orang yang berakal sehat menyangkal hal ini. Karena,
secara bahasa, kata “buruk” digunakan untuk segala sesuatu yang rasa
maupun baunya tidak enak dan tidak disukai orang. Dan begitulah keadaan
rokok. Maka, para pakar medis maupun agama sepakat bahwa rokok itu
termasuk barang buruk dan juga berbahaya, baik bagi diri perokok maupun
orang lain yang berada disekitarnya (Abdul Jabbar, 2008).
2
Rokok setidak-tidaknya adalah perkara syubhat (samar-samar/tidak
jelas hukumnya), sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam:
ول� الل��ه� س��� م�ع�ت� ر� ال� : س��� �ر ق��� ي �ش��� �ن� ب ان� ب �ع�م��� ع�ن� الن
��ن�� : إ ول� �ق��� �م� ي ل �ي��ه� و� س��� ل�ى الل��ه� ع�ل )ن'ص��� �ي �ل� ب �ن�الح�ال و�إ
و�اه� � ... )ر� ام ر� �ح��� ع� في� ال �ه�ات� و�ق��� ب ع� في� الش��� و�م�ن� و�ق���
ل�م( �خ�ار�ي و�م�س� �ب الArtinya:“Sesungguhnya sesuatu yang halal itu telah jelas, dan sesungguhnya yang haram itu telah jelas pula. Dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang mutasyabihat (samar-samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahui. Barang siapa yang menjaga dirinya dari syubhat itu, maka dia telah menjaga kebersihan untuk agamanya dan pribadinya; dan barang siapa yang terjerumus dalam syubhat, maka dia telah terjerumus dalam hal yang haram...” (HR Bukhari dan Muslim., dikutip dari Abdul Jabbar, 2008)
Melihat fenomena diatas mengenai dampak rokok terhadap kanker
paru-paru. Maka, kami tertarik untuk membahas mengenai kasus sistem
imunologi yaitu kanker paru-paru. Jika dilihat secara sepintas, kanker paru-
paru termasuk kedalam sistem respirasi. Tetapi, kenyataannya bahwa jika
pasien sudah sampai ke stadium lanjut, kanker paru akan bermetastase ke
jaringan limfoid yaitu menyerang sistem imun atau biasa yang disebut dengan
imunokompromise yaitu memiliki respon imun yang diperlemah dengan
pemberian obat, malnutrisi dan proses penyakit seperti kanker. Sehingga,
kami tertarik untuk membahas kasus sistem imunologi yaitu kanker paru-paru
3
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampumengidentifikasikan seluruh masalah yang terjadi sehubungan
dengan kanker paru.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu meningkatkan kemampuan dalam pengumpulan
data dengan teknik komunikasi teraupetik dalam asuhan keperawatan
b. Mahasiswa mampu menigkatkan kemampuan dalam menganalisa data
dan merumuskan masalah keperawatan
c. Mahasiswa mampu menigkatkan kemampuan untuk menyusun
diagnosa keperawatan serta mampu merencanakanan intervensi
keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan
d. Mahasiswa mampu melakukanan implementasi dan evaluasi
keperawatan
C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang asuhan keperawatan
pasien dengan kanker paru bagi perawat sehingga peningkatan mutu
pelayanan keperawatan dapat terlaksana secara koperhensip dan holistik.
2. Mampu menyelaraskan aplikasi asuhan keperawatan secara efektif melalui
kegiatan praktek dan seminar kasus yang yang merupakan bagian integral
yang tidak dapat dipisahkan.
4
3. Menjadi masukan dan bahan informasi serta koreksi kepada mahasiswa
dan institusi pendidikan untuk meningkatkan skill dan ilmu kepada
mahasisiwa. Sehingga, mahasiswa keperawatan mampu
mengaktualisasikan ilmu dan keterampilan secara efisien dalam kehidupan
masyarakat.
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu :
1. Metode kepustakaan
Metode penulisan dengan menggunakan beberapa literatur sebagai
sumber.
2. Metode wawancara
Data diperoleh dengan wawancara langsung kepada pasien dan
keluarga.
3. Metode observasi
Dengan mengobservasi langsung kepada pasien dengan masalah utama
bersihan jalan nafas tidak efektif.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medis
1. Defensi
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan
baru yang abnormal. Sedangkan, kanker paru adalah tumor ganas paru primer
yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker
ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas dan
merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus
didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa
prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan
bentuk epitel dan menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali
dalam jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen,
lingkungan, terutama asap rokok ( Suryo, 2010).
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) atau penyebaran
(metastasis) tumor dari organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru primer
yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus.
Sedangkan kanker paru sekunder adalah kanker yang bermetastase ke paru-
paru. Sedangkan primernya berasal dari luar paru (Muzasti, 2011)
6
2. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang
bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya
faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain-lain (Amin, 2006).
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan
paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus (Wilson, 2005). Rokok
mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi
dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok
dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap
setiap hari, lamanya kebiasaan merokok dan lamanya berhenti merokok
(Stoppler,2010).
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok
pasif atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam
ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi
mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat
dua kali (Wilson, 2005).
7
Sungguh rokok itu tidak hanya menimbulkan bahaya pada diri
pemakaiannya saja, namun berdampak buruk pada orang yang berada
disekitarnya, bahkan dua kali lebih berisiko terkena penyakit. Selain
mencemari udara, mereka telah menyakiti kaum muslimin yang baunya
tidak sedap.
Sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wata’ala, dalam QS. Al-
Ahzab (33): 58.
Terjemahnya:“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang Mukmin tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.(Depag, 2002)”
Bila seseorang menyulut sebatang rokok dan kemudian
mengisapnya, maka itu berarti ia mengisap semua bahan kimia tersebut.
Asap yang berterbangan juga mengandung bahan berbahaya, dan bila
terisap oleh orang disekitar perokok berarti ia pun mengisap bahan kimia
beracun. Asap rokok yang diisap si perokok disebut “asap utama”(main
stream smoke) atau perokok aktif. Dan asap yang keluar dari ujung rokok
yang terbakar dan terisap oleh orang di sekitar perokok pasif. Bahan-
bahan kimia yang berbahaya itulah yang kemudian menimbulkan
berbagai penyakit, terutama penyakit paru (Bangun, 2008).
Allah Subhanahu Wata’ala., berfirman dalam QS. An-Nisaa’(4):29
8
Terjemahnya:“Janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (Depag, 2002).
Menurut Hamka (1999) dalam tafsir Al-Azhar Ayat diatas
menjelaskan bahwa orang mencari harta untuk kelangsungan hidup. Maka
selain kemakmuran harta benda hendaklah pula terdapat keamanan jiwa.
Larang untuk saling membunuh, bahkan larangan keras membunuh diri
sendiri. Kadang terlintas dalam perasaan henak menghabisi nyawa sendiri,
sebab membunuh diri dapat menular luas dalam kalangan orang yang tidak
beriman sehingga dosa tidak terkendali lagi. Tuhan menyuruh kita untuk
mengatur dengan baik di dalam memakan harta benda dan larangan untuk
saling membunuh. Dan sebagai seorang muslim hendaklah kita percaya
bahwa perhitungan di hari kelak amatlah besar, nerakalah tempatmu
karena dia termasuk orang yang besar (Tafsir Al-Azhar. 1999)
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara,
tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.
Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah
perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga
menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat
dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang
pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat
dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih
rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka,
9
tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi.
Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan
pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen,
kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon dan vinil klorida dapat
menyebabkan kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker paru di antara
pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada
masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes
maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko
terkena kanker paru (Amin, 2006).
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko
lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik
molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-
gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan
onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc), dan menonaktifkan
gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53,dan CDKN2) (Wilson,
2005).
10
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik
juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru
obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena
kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010)
3. Klasifikasi
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer,
SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC).
Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam
golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma,
tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya.
a. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid)
11
Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering
ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang,
secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa
biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki
besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan
cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus,
dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki
daripada perempuan (Wilson, 2005).
b. Adenokarsinoma
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer
segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan
parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali
meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering
bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.
c. Karsinoma bronkoalveolus
Dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi
terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang
besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan
ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke
tempat-tempat yang jauh.
12
d. Karsinoma sel kecil
Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di
sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini
kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel
tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan
kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya
ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering
memperlihatkan fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan biopsi.
Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada
pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor
dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2007).
e. Karsinoma sel besar
Adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel
ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson,
2006).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan
mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena
dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.
13
4. Manifestasi Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
1. Lokal (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk baru/lebih hebat pada batuk kronis. Batuk kemungkinan akibat
iritasi yang disebabkan oleh massa tumor.
b. Hemoptisis. Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan
tumor yang mengalami ulserasi.
c. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e. Atelektasis
2. Invasi lokal
a. Nyeri dada
14
b. Dispnea karena efusi pleura
c. Invasi kepericardium
d. Sindrom vena cava superior
e. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
f. Sindrom pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis serfikalis
3. Gejala penyakit metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal
b. Limfadenopati servikal dan supraklafikula (sering menyertai
metastasis)
4. Sindrom paraneoplastik (terdapat pada 10% kanker paru dengan gejala:
a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia dan demam
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertrofi osteoartropati
d. Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
e. Neuromiopati
f. Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
g. Dermatologic : eritema multiform, hyperkeratosis
h. Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
5. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus
menyebabkan silia hilang sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan
adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia
15
dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia
dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura dan bisa
diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya
sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi
di bagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,
dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengar pada
auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan
adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur-struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak dan tulang rangka.
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor
lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan
resiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya
zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan
sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk
memicu timbulnya penyakit tumor.
Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur kimia, fisik atau biologis
yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari
komponen genetik (DNA). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan
yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya
tumor, hal ini berlangsung lama meingguan sampai tahunan.
16
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan
pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma
epidermoid (sel skuamosa). Karsinoma sel kecil, karsinoma sel besar (tak
terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil
umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel kecil
umumnya terbentuk dijalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan
adenokarsinoma umumnya tumbuh dicabang bronkus perifer dan alveoli.
Karsinoma sel besar dan karsinoma tumbuh sangat cepat sehingga
mempunyai prognosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan
adenokarsinoma. Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan
letaknya di dalam rongga dada atau toraksinoma prognosis baik karena
pertumbuhan sel ini lambat.
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, efusi pleural,
atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi: Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe): Dilakukan untuk
mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
17
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA: Dapat dilakukan untuk mengkaji
kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit: Dapat dilakukan untuk
mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi: Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan
pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat
diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB): Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi
yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya
mencapai 90-95 %.
c. Torakoskopi: Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang
lebih baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi: Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar
getah bening yang terlibat.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan
pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
18
7. Tingkatan Kanker Paru
Tingkatan (staging) Kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan
kalenjer getah bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan
tambahan harus dilakukan dokter spesialis paru untuk menentukan staging
penyakit. Pada pertemuan pertama akan dilakukan foto toraks (poto polos
dada). Jika pasien membawa foto yang lebih dari 1 minggu pada umumnya
akan dibuat foto yang baru. Foto toraks hanya dapat menentukan lokasi
tumor, ukuran tumor, dan ada tidaknya cairan. Foto toraks belum dapat
dirasakan cukup karena tidak dapat menentukan keterlibatan kalenjer getah
bening dan metastasis luar paru.
Bahkan pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang bnayak,
paru kolaps, bagian luas yang menutup tumor, dapat memungkinkan pada
foto tidak terlihat. Sama seperti pada pencarian jenis histologis Kanker,
pemeriksaan untuk menentukan staging juga tidak harus sama pada semua
pasien tetapi masing-masing pasien mempunyai prioritas pemeriksaan yang
berbeda yang harus segera dilakukan dan tergantung kondisinya pada saat
datang.
1. Staging (Penderajatan atau Tingkatan) Kanker Paru
Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis Kanker paru,
apakah SLCC atau NSLCC. Tahapan ini penting untuk menentukan
pilihan terapi yang harus segera diberikan pada pasien. Staging
19
berdasarkan ukuran dan lokasi : tumor primer, keterlibatan organ dalam
dada/ dinding dada (T), penyebaran kalenjer getah bening (N), atau
penyebaran jauh (M).
2. Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Tahapan kanker paru jenis karsinoma sel kecil (SLCC)
1) Tahap terbatas: Yaitu Kanker yang hanya ditemukan pada satu
bagian paru-paru saja dan pada jaringan disekitanya.
2) Tahap ekstensif: Yaitu Kanker yang ditemukan pada jaringan dada
diluar paru-paru tempat asalnya, atau Kanker yang ditemukan pada
organ-organ tubuh jauh.
b. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)
1) Tahap tersembunyi: Merupakan tahap ditemukannya sel Kanker
pada dahak (sputum) pasien dalam sampel air saat bronkoskopi,
tetapi tidak terlihat adanya tumor diparu-paru.
2) Stadium 0: Merupakan tahap ditemukannya sel-sel Kanker hanya
pada lapisan terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif.
3) Stadium I: Merupakan tahap Kanker yang hanya ditemukan pada
paru-paru dan belum menyebar ke kalenjer getah bening
sekitarnya.
4) Stadium II: Merupakan tahap Kanker yang ditemukan pada paru-
paru dan kalenjer getah bening di dekatnya.
5) Stasium III: Merupakan tahap Kanker yang telah menyebar ke
daerah disekitarnya, seperti dinding dada, diafragma, pembuluh
20
besar atau kalenjer getah bening di sisi yang sama ataupun sisi
berlawanan dari tumor tersebut.
6) Stadium IV: Merupakan tahap Kanker yang ditemukan lebih dari
satu lobus paru-paru yang sama, atau di paru-paru yang lain. Sel-
sel Kanker telah menyebar juga ke organ tubuh lainnya, misalnya
ke otak, kalenjer adrenalin , hati dan tulang.
8. Komplikasi
Komplikasi dari kanker paru dapat berupa komplikasi torakal, komplikasi
ekstra torakal atau kanker paru itu bermetastasis ke otak (Amin, 2006)
Kanker paru-paru dapat menyebabkan beberapa komplikasi, misalnya:
a. Efusi pleura
b. Hematorak
c. Pneumotorak
d. Empiema
e. Endokarditis
f. Abses paru
g. Atelektasis
9. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker yaitu :
1. Kuratif. Dimana tenaga kesehatan berupaya memperpanjang masa bebas
penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup pasien
2. Paliatif. Untuk mengurangi dampak kanker dan meningkatkan kualitas
hidup.
21
3. Rawat rumah (hospice care) pada kasus terminal. Untuk mengurangi
dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
4. Suportif. Untuk menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal
seperti pemberian nutrisi serta obat-obatan.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu melakukan :
1. Pembedahan. Tujuannya untuk mengangkat semua jaringan yang sakit dan
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru-paru yang tidak terkena
kanker. Adapun jenis tindakannya yaitu :
a. Toraktomi eksplorasi. Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka
penyakit paru/thoraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
b. Pneumoktomi (pengankatan paru)
c. Lobektomi (pengangkatan lobus)
2. Radioterapi. Pada beberapa kasus yang inoperable, radioterapi dilakukan
sebagai pengobatan kuratif dan bias juga sebagai terapi paliatif pada tumor
dengan komplikasi yang bertujuan untuk mengurangi efek
obstruksi/penekanan terhadap pembuluh darah/bronkus.
3. Kemoterapi. Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien
mulai dari stadium IIIA dan untuk pengobatan paliatif. Ada beberapa hal
yang dapat mempengaruhi kegagalan target pencapaian pengobatan antara
lain :
22
a. Resistensi terhadap sitostatika
b. Penurunan dosis sitostatika dimana penurunan dosis sebesar 20% akan
menurunkan angka harapan sembuh sekitar 50%.
c. Penurunan intensitas obat dimana jumlah obat yang diterima selama
kurun waktu tertentu kurang.
d. Untuk mengatasi hal tersebut dosis obat harus diberikan secara
optimal dan sesuai jadwal penmberian.
10. Prognosis
Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium
penyakit. Pada kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan
pembedahan, kemungkinan hidup 5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma ini
situ, kemampuan hidup setelah dilakukan pembedahan adalah 70%, pada
stadium I, sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15% pada stadium III,
dan kurang dari 10% pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor
metastasis bervariasi dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Hal ini tergantung
pada status penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk kasus SCLC,
kemungkinan hidup rata-rata adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan
ketahanan hidup SCLC tanpa terapi hanya 3-5 bulan (Wilson, 2005).
Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat dari 35
% pada tahun 1975-1979 menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu,
angka harapan hidup 5 tahun untuk semua stadium hanya 15%. Angka
ketahanan sebesar 49% untuk kasus yang dideteksi ketika penyakit masih
23
bersifat lokal, tetapi hanya 16% kanker paru yang didiagnosis pada stadium
dini (American Cancer Society, 2008).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci
untuk diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan
tanda awal penyakit kanker paru. Batuk disertai dahak yang banyak dan
kadang-kadang bercampur darah, sesak nafas dengan suara pernafasan
nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan menurun, dan
anoreksia merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang
perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru adalah faktor usia,
jenis kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar zat karsinogen yang dapat
menyebabkan nodul soliter paru.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan
berupa perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar
getah bening dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan pleuritis
dengan cairan pleura.
24
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :
1) Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru.
Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau
pemeriksaan analisis gas.
2) Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada organ-organ lainnya.
3) Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh
karena metastasis.
d. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama
dipergunakan untuk kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran
radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan
keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening,
dan metastasis ke organ lain. Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan
dengan metode tomografi komputer. Pada pemeriksaan tomografi
komputer dapat dilihat hubungan kanker paru dengan dinding toraks,
bronkus, dan pembuluh darah secara jelas. Keuntungan tomografi
komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga struktur di
sekitar lesi serta invasi tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer
juga mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil
dan tumor yang tersembunyi oleh struktur normal yang berdekatan.
25
e. Sitologi
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang rendah.
Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari sel pada jaringan.
Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik
pada stadium prakanker maupun kanker. Selain itu dapat juga
menunjukkan proses dan sebab peradangan. Pemeriksaan sputum adalah
salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai untuk mendapatkan bahan
sitologik. Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang paling
sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru stadium preinvasif
maupun invasif. Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik terutama
untuk kanker paru yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering
digunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada golongan risiko
tinggi.
f. Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan
indikasi untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber
optik, perubahan mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat berupa
nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan
pada tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit
dicapai oleh ujung bronkoskop.
26
g. Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk
mendiagnosis tumor pada paru terutama yang terletak di perifer. Dalam
hal ini diperlukan peranan radiologi untuk menentukan ukuran dan letak,
juga menuntun jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor
bertujuan untuk memilih titik insersi jarum di dinding kulit toraks yang
berdekatan dengan tumor.
h. Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna
pemeriksaan histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah
pemeriksaan dengan alat torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke
dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil sebahagian jaringan
paru yang tampak. Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara
langsung ke dalam paru dengan menusukkan jarum yang lebih panjang
dari jarum suntik biasa kemudian dilakukan pengisapan jaringan tumor
yang ada.
27
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret oleh adanya obstruksi brankial sekunder karena invasi
tumor.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan oleh
perubahan membran kapiler alveolar.
3. Nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh tumor paru.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukan/mencerna/mengabsorbsi zat-zat gizi karena
faktor biologis dan psikologis.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(muntah), intake tidak adekuat.
6. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
7. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik.
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan bedres, kelemahan.
9. Ansietas berhubungan dengan ancaman / perubahan status kesehatan,
takut terhadap kematian.
10. Kurangpengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis dan
pencegahan berhubungan dengan kesalahan interprestasi informasi,
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret oleh adanya obstruksi bronchial sekunder karena invasi
tumor.
Rencana Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
NOC:Airway Control :1. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab.
4. Respiration Rate: 16-24 x/mnt
5. Foto thorak dalam batas normal
NIC :Airway Management :1. Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam
dan kalau diperlukan.R/: Mengevaluasi keefetifan jalan napas.
2. Kaji frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan.
R/ : Melihat/mengetahui frekuensi pernapasan, kedalaman, adanya kelainan/gangguan pernapasan.
3. Berikan posisi semi fowler atau posisi fowler sesuai kenyamanan klien.R/: Untuk memaksimalkan ventilasi dan mencegah terjadinya aspirasi.
4. Lakukan pengisapan bila terdengar ronchi dengan cara:a. Jelaskan pada pasien tentang
tujuan dari tindakan pengisapan.R/: Dengan mengertinya tujuan tindakan yang akan dilakukan pasien bisa berpartisipasi aktif.
b. Berikan oksigen dengan O2 100% sebelum dilakukan pengisapan, minimal 4 - 5 X pernapasan.R/: Memberi cadangan O2 untuk menghindari hipoksia.
c. Perhatikan teknik aseptik, gunakan sarung tangan steril, kateter pengisap steril.R/: Mencegah infeksi nosokomial.
d. Masukan kateter kedalam selang ET dalam keadaan tidak mengisap
29
(ditekuk), lama pengisapan tidak lebih dari 10 detik.R/: Aspirasi lama dapat menimbulkan hipoksia, karena tindakan pengisapan akan mengeluarkan sekret dan O2.
e. Atur tekanan isap tidak lebih dari 100 – 120 mmHg.R/: Tindakan negatif yang berlebihan dapat merusak mukosa jalan nafas.
f. Lakukan oksigenasi lagi dengan O2 100% sebelum melakukan pengisapan berikutnya.R/: Memberikan cadangan oksigen dalam paru.
g. Lakukan pengisapan berulamg-ulang sampai suara nafas bersih.R/: Menjamin keefektifan jalan nafas.
3. Pertahankan suhu humidifier tetap hangat (35 – 37,80C).R/: Membantu mengencerkan secret.
4. Monitor status hidrasi pasien (Anjurkan pasien banyak minum terutama air hangat).R/: Mencegah sekresi menjadi kental.
5. Anjurkan pasien untuk istirahat dan latihan nafas dalam.R/: Mencegah terjadinya distress pernafasan.
6. Lakukan fisioterapi nafas/dada sesuai indikasi dengan cara clapping, fibrasi dan postural drainage.R/: Memudahkan pelepasan secret.
7. Ajarkan batuk efektif dan etika batukR/: Memaksimalkan pengeluaran secret serta mencegah penularan penyakit.
8. Berikan obat mukolitik sesuai indikasi/program.R/: Mengencerkan secret.
NIC :Airway Management :1. Kaji suara paru: frekuensi napas,
kedalaman dan usaha napas, produksi sputum. R/: sebagai indikator keefektifan penggunaan alat penunjang
2. Pantau saturasi oksigen dengan oksimeter nadiR/: Saturasi oksigen merupakan salah satu parameter vital untuk mengetahui adanya kelainan dalam tubuh khususnya pada peredaran darah.
3. Pantau hasil gas darah. Kadar PaO2
yang rendah dan PaCO2 yang tinggi R/: menunjukkan ada perburukan pernapasan
4. Pantau keseimbangan kadar cairan dan elektrolitR/: Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat secara cepat menimbulkan perubahan terhadap fungsi kardiovaskuler, neurologis dan neuromuscular.
5. Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan R/: Mencegah terjadinya kesalahan pahaman serta meningkatkan hubungan saling percaya.
6. Ajarkan kepada klien tekhnik bernapas dan relaksasi
31
R/: Menurunkan distress pernafasan7. Informasikan kepada keluarga dan
klien bahwa merokok itu dilarangR/: Kandungan rokok menghambat pertukaran gas yang adekuat.
8. Konsultasikan dengan dokter tentang pentingnya pemeriksaan AGD.R/: Pemeriksaan AGD mampu mengukur keasaman (pH), jumlah oksigen, dan karbondioksida dalam darah sebagai dasar penilaian fungsi kerja paru-paru. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
9. Kaji adanya sianosisR/: Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.
10. Berikan obat yang diresepkan seperti natrium bikarbonat R/: Untuk mempertahankan keseimbangan asam dan basa.
3. Nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh tumor paru.
Rencana Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
NOC:Pain Control :7. Mengenali faktor
penyebab 8. Mengenali onset
(lamanya sakit)9. Menggunakan metode
pencegahan untuk mengurangi nyeri
10. Menggunakan metode nonanalgetik untuk mengurangi nyeri
11. Mengunakan analgesik sesuai dengan kebutuhan
12. Mencari bantuan tenaga
NIC :Pain Management :1. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamananR/: Reaksi nonverbal adala kriteria objektif dan salah satu tanda umum adanya rasa ketidaknyamanan.
2. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi (lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri)R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan.
32
kesehatan13. Melaporkan gejala pada
petugas kesehatan 14. Mengenali gejala gejala
nyeri15. Melaporkan nyeri yang
sudah terkontrol
3. Informasikan kepada pasien tentang nyeri, penyebab dan antisipasi ketidaknyamanan.R/: Pengetahuan penting untuk pasien agar bisa termotivasi untuk sembuh.
4. Kaji skala nyeriR/: Adanya perubahan skala nyeri adalah tolak ukur keefektifan intervensi yang diberikan.
5. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeriR/: menciptakan perasaan nyaman klien dan mampererat hubungan saling percaya dan terbuka klien dan perawat.
6. Kaji faktor-faktor yang dapat menyebabkan nyeri timbulR/: Untuk menurunkan frekuensi kemunculan nyeri yang dirasakan.
7. Anjurkan pada pasien untuk cukup istirahatR/: Istirahat yang cukup akan mengembalikan relaksasi tubuh.
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeriR/: Lingkungan dapat mempenga-ruhi tingkat stress dan kecemasan klien yang akan meningkatkan persepsi klien akan nyerinya.
9. Monitor tanda tanda vitalR/: Menjadi pertanda adanya perubahan respon tubuh terhadap nyerinya.
10. Ajarkan tentang teknik non-farmakologi )teknik relaksasi, distraksi dll( untuk mengurangi nyeriR/: Mengembalikan relaksasi tubuh, menurunkan
33
ketegangan otot, pengalihan perhatian.
11. Instruksikan kepada pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai.R/: Mengetahui tingkat nyeri pasien.
12. Jelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeriR/: Meningkatkan mekanisme adaptasi dan koping klien.
13. Kolaborasi pemberian obat analgetik dan evaluasi keefektifannya. R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukan/mencerna/mengabsorbsi zat-zat gizi karena
faktor biologis dan psikologis.
Rencana Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
NOC:Nutritional Status1. Intake nutrisi baik2. Intake makanan baik3. Asupan cairan cukup4. Peristaltic usus normal5. Berat badan meningkat
NIC :Nutrion Management 1. Kaji Diet harian dan kebutuhan
pasienR/: Membantu menentukan diet yang sesuai.
2. Anjurkan masukan kalori yang tepat sesuai dengan tipe tubuh dan gaya hidupR/: Memungkinkan masukan kalori untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
3. Berikan makanan pilihanR/:Untuk membantu proses dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.
4. Anjurkan penyiapan dan penyajian makanan dengan teknik yang amanR/: Meningkatkan selera dan nafsu makan klien.
5. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana cara
34
memenuhinya. R/: Meningkatkan pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi pasien dibutuhan tubuh untuk penyembuhan.
6. Kaji adanya alergi makananR/: Menghindari distres saat makan dan mengurangi faktor resiko gangguan nutrisi.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasienR/: Untuk pemenuhan nutrisi yang cukup dan tepat sesuai fungsi tubuh.
8. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasiR/: Adanya konstipasi akan menghambat terapi pemenuhan nutrisi yang telah direncanakan
9. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harianR/: Mengontrol pemasukan nutrisi benar-benar sesuai dengan yng diprogramkan dan meningkatkan peran aktif klien dalam proses penyembuhannya.
10. Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat R/: Mengetahui BB,sesuai peningkatan nutrisi.
11. Monitor lingkungan selama makanR/: Lingkungan yang nyaman dapat menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan.
12. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidakselama jam makanR/: Menghindari adanya perubahan jadwal makan yang ujungnya mempengaruhi jumlah pemenuhan nutrisi harian.
13. Monitor turgor kulitR/: Turgor kulit salah satu tanda bila terjadi ketidakseimbangan nutrisi tubuh.
15. Monitor mual dan muntahR/:Mual dan muntah mempengaruhi pemenuhan nutrisi
16. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtivaR/: Melihat tanda dari kekurangan cairan dan nutrisi tubuh.
17. Monitor intake nuntrisiR/: Memastikan pemenuhan nutrisi sesuai program dan indikasi.
18. Anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering dan makan kecil tambahan yang tepatR/: Mencegah dilatasi gaster bila pemberian makanan terlalu cepat serta mencegah rasa kembung dan memaksimalkan pemasukan.
19. Kolaborasi pemberian antiemesis.R/: Mengurangi mual yang mempengaruhi napsu makan.
20. Kolaborasi diet TKTP pada dietarian.R/: Menentukan diet yang tepat untuk pasien.
21.Kolaborasi pemberian vitamin sesuai indikasi.R/: Menambah suplemen gizi pasien
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(muntah), intake tidak adekuat.
Rencana Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
NOC:Fluid Balance1. Tekanan darah
dalam rentang normal; 120/80
NIC :Fluid Management1. Timbang berat badan tiap hari
R/: Memantau jika ada perubahan.
36
mmHg2. Denyut nadi 60-
100 x/menit3. Intake dan output
dalam 24 jam seimbang
4. Berat badan stabil5. Mata tidak cekung6. Mukosa bibir
lembab7. Hidrasi kulit baik
2. Jaga keakuratan catatan intake dan outputR/: Intake dan output menjadi tolah ukur jika terjadi kehilangan cairan yang berlebihan.
3. Monitor status hidrasi )kelembapan mukosa membran, denyut nadi, tekanan darah onkostatik(R/: Menentukan rencana intervensi dan perubahan intervensi sesuai kemajuan perbaikan.
4. Monitor vital signsR/: pertanda awal adanya perubahan fungsi normal tubuh termasuh jika terjadi dehidrasi berat.
5. Berikan cairanR/: Masukan cairan akan memenuhi dan mengganti kehilangan cairan melalui keringat dan urine.
6. Berikan terapi intravena jika diresepkanR/: Memberikan pemenuhan cairan yang lebih cepat dan tepat sesuai indikasi dan yang diprogramkan.
7. Tingkatkan masukan oralR/: Menunjang masukan secara maksimal
8. Berikan snackR/: Memenuhi kekurangan nutrisi secara perlahan dan konsisten.
9. Monitor hasil pemeriksaan laboratoriumR/: Menjadi tolak ukur jelas bila terjadi perbaikan atau kondisi yang memburuk.
6. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
Rencana Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
37
NOC:Thermoregulation 1. Tidak menggigil2. Nadi dbn ( 60-100 x/
menit)3. RR dbn ( 16-24 x/
menit)4. Suhu dbn (36-37°C)
NIC :Temperature regulation1. Monitor suhu min tiap 2 jam
R/: Mencegah peningkatan suhu secara fluktuatif.
2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyuR/: Menentukan perubahan dan kelanjutan intervensi
3. Monitor tanda tanda hipertermiR/: Untuk tindakan penangan lebih awal.
4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisiR/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan dan peningkatan metabolisme sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan dan nutrisi yang banyak
5. Berikan anti piretik bila perluR/:Mempercepat proses penyembu-han dengan menurunkan demam.
6. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu lingkunganR/: Membantu menstabilkan suhu tubuh klien.
7. Berikan kompres hangatR/:Pemberian kompres dapat menyebabkan peralihan panas secara konduksi dan membantu tubuh untuk menyesuaikan terhadap panas
8. Monitor TTVR/: Tanda-tanda vital berubah sesuai tingkat perkembangan penyakit dan menjadi indikator untuk melakukan intervensi selanjutnya
7. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik.
Rencana Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
NOC:Sleep 1. Jam tidur lebih
cepat.2. Kebiasan tidur
kembali seperti
NIC :Sleep enhancement 1. Instruksikan pasien untuk
tidur pada waktunyaR/: Memaksimalkan waktu untuk memulai tidur
38
semula.3. Kualitas tidur 7 – 8
jam.4. Tidur nyenyak.5. Tidak gelisah 6. Tidur teratur
setiap malam secara konsisten.
2. Monitor waktu tidur pasienR/: Tidur pada waktu yang tepat akan memaksimalkan kualitas tidur.
3. Identifikasi penyebab kekurangan tidur pasien.R/: Kekurangan tidur biasa oleh banyak faktor seperti lingkungan yang bising, suhu ruangan yang panas, adanya pencahayaan ruangan atau faktor lainnya.
4. Menambah waktu tidur pasien.R/: Memberikan waktu tidur tambahan akan memberikan kesempatan tubuh untuk recovery.
5. Diskusi dengan pasien dan keluarga pasien untuk meningkatkan tekhnik tidur.R/: Memberikan teknik tidur seperti posisi yang nyaman akan meningkatkan rasa nyaman dan meningkatkan kulitas dan kuantitas tidur klien.
6. Memantau pola tidur klienR/: Unutk mengukur jumlah tidur klien untuk menentukan intervensi lanjutan.
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan bedrest, kelemahan.
Rencana Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
NOC:Self care : ADLsToleransi aktivitasKonservasi energi1. Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
NIC :1. Kaji tingkat kemampuan
pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi dan melakukan AKS.R/: Mengetahui kemampuan pasien beraktivitas.
39
tekanan darah, nadi dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADL) secara mandiri
3. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
2. Observasi pembatasan klien dalam melakukan aktivitasR/: Mengetahui intervensi yang akan dipilih untuk diprioritaskan.
3. Identifikasi faktor yang mempengaruhi intoleransiR/: Intoleransi biasa dipicu oleh stress, efek samping obat dan faktor lainnya seehingga perlu adanya deteksi dini.
4. Kaji respon emosional dan spiritual terhadap aktivitas.R/: Mengetahui respon emosi sosial pasien terhadap kelemahannya
5. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.R/: Motivasi klien yang kuat dapat memudahkan perbaikan aktivitas.
6. Anjurkan untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan pasien.R/: Menentukan kebutuhan pasien tanpa menyebabkan kelelahan.
7. Pantau respon oksigen pasien. Denyut nadi, irama jantung dan frekuensi pernapasan terhadap aktivitas perawatan.R/: Mengetahui tingkat respon oksigen pasien.
8. Berikan program latihan aktivitas sesuai toleransi.R/:
9. Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung
R/: membantu memenuhi kebutuhan aktivitasnya
1. Bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAKR/: memenuhi personal hygiene klien
2. Bantu mobilisasi secara bertahap
40
R/: Melatih anggota gerak klien agar tidak terjadi kekakuan
3. Rencanakan periode istirahat diantara waktu luang.R/: Mengembalikan kesegarab dan mengurangi penggunaan energy berlebihan.
4. Dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klienR/: Memenuhi kebutuhan yang diinginkan klien
5. Motivasi klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemempuan.R/: Membangkitkan semangat hidup klien dalam beraktivitas normal.
6. Berikan program latihan sesuai toleransi.R/: Meningkatkan kemandirian dan peranserta klien dalam proses perbaikan dan penyembuhannya.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasiR/: membantu memberi kekebalan tubuh pada klien
9. Ansietas berhubungan dengan ancaman / perubahan status kesehatan, takut
terhadap kematian.
Rencana Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
41
Anxiety ControlNOC:1. Klien mampu
mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
Anxiety ReductionNIC :1. Lakukan komunikasi terapiutik.
R/: Membina hubungan saling percaya.
2. Dorong pasien agar mampu mengekspresikan perasaannya.R/: Menggali perasaan dan permasalahan yang sedang dihadapi klien.
3. Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa R/: Pasien atau orang terdekat mendengar atau mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup
4. Akui rasa takut / masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan R/: Dukungan memampukan pasien membuka / menerima kenyataan kanker dan pengobatan
5. Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama. R/: Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi atau salah interprestasi terhadap informasi
6. Terima penyangkalan pasien tapi jangan dikuatkan R/: Bila penyangkalan ektrim atau ansietas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan membuka cara penyelesaian
7. Berikan kesempatan pada keluarga dan orang-orang yang dekat dengan klien untuk mengunjungi pada saat-saat tertentu.R/: Kehadiran orang-orang yang dicintai meningkatkan semangat dan motivasi untuk sembuh.
8. Berikan informasi realistis pada tingkat pemahaman klien.R/: Memahami tujuan pemberian atau
42
pemasangan ventilator.9. Catat komentar atau perilaku yang
menunjukkan menerima dan atau menggunakan strategi efektif menerima situasi R/: Takut atau ansietas menurun, pasien mulai menerima / secara positif dengan kenyataan. Indiokator kesiapan pasien untuk menerima tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam penyembuhan dan untuk berpartisipasi dalam penyembuhan dan untuk mulai hidup lagi.
10. Kelola pemberian obat anti cemas.R/: Membantu memblok persepsi rasa nyeri klien.
10. Kurangpengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis dan
pencegahan berhubungan dengan kesalahan interprestasi informasi,
NOC:Knowledge : disease process, health behavior1. Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
NIC :1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
keluargaR/: Menjadi dasar dalam pemberian program belajar bagi pasien dan keluarga.
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. R/: Memberikan informasi jelas dan tepat kepada klien mengenai penyakitnya.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat R/: Menjadi bahan evaluasi bagi klien jika terdapat tanda dan gejala lanjut yang pernah atau sedang dialami untuk memperkuat penetapan
43
diagnosa penyakit4. Gambarkan proses penyakit, dengan
cara yang tepat R/: Memberikan kesiapan mental dan fisik bagi klien dalam menjalani penyakit dan proses penyembuhannya
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat R/: Mengetahui penyebab dapat membantu klien untuk menghindari dan mengurangi keterparahan penyakitnya.
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepatR/: Mencegah distress dan rasa cemas yang berlebihan serta memberikan kesiapan klien.
7. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat R/: Agar keluarga mampu memberikan penguatan dan ikut serta dalam pengobatan dan perawatan klien
8. Diskusikan pilihan terapi atau penangananR/: Terapi pengobatan yang tepat dan pilihan yang benar memberikan peluang yang semakin besar dalam percepatan kesembuhan.
9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikanR/: Dukungan mampu meningkatkan motivasi klien untuk sembuh dan mampu beraktivitas normal seperti biasanya sebelum sakit