BAB IITinjauan Pustaka
2.1 Konsep Pengorganisasian MasyarakatMenurut McKenzie (2005),
pengorganisasian masyarakat adalah sebuah proses dimana masyarakat
dibantu untuk mengidentifikasi masalah umum atau tujuan,
memobilisasi sumber daya, serta mengembangkan dan menerapkan
strategi untuk mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan bersama.
Dalam pengorganisasian masyarakat, terdapat konsep dasar yang dapat
digunakan untuk membantu memahami pemilihan model pengorganisasian
masyarakat serta aplikasinya dalam masyarakat. Menurut Swanson
(1997), konsep dasar dalam pengorganisasian masyarakat diantaranya
adalah sistem social, perubahan social, dan partisipasi
masyarakat.A. Teori Sistem SosialBeberapa ahli sosial melihat
masyarakat itu sebagai sebuah sistem yang utuh, mempunyai batasan,
organisasi, keterbukaan, dan mempunyai feedback. Masing-masing
sistem mempunyai hubungan di antara sub sistemnya, termasuk di
dalamnya adalah agregat dan sektor. Perubahan dalam sebuah
subsistem akan mempengaruhi subsistem yang lain dan sistem secara
keseluruhan. Masyarakat merupakan bagian dari sebuah sistem
terbesar bernama suprasistem yang dipengaruhi oleh sistem
masyarakat serta subsistem agregat dan sektor. Hal ini senada
dengan pendapat Anderson (2011), bahwa perubahan dalam suprasistem
akan mempengaruhi sistem masyarakat dan subsistem agregat dan
sektor.
B. Perubahan SosialTeori perubahan social ini diambil dari
pendapat Bapak Manajemen Perubahan yaitu Kurt Lewin. Hal ini senada
dengan tujuan asuhan keperawatan yang menginginkan terjadinya
perubahan perilaku klien guna mempertahankan dan meningkatkan
status kesehatannya. Menurut Kurt Lewin (1951) dalam Rhenald Kasali
(2005), perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap
organisasi, individu, atau kelompok. Kurt Lewin menyimpulkan bahwa
kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan keengganan
(resistances) untuk berubah. Masih menurut Kurt Lewin, perubahan
dapat terjadi dengan memperkuat driving forces atau melemahkan
resistance to change. Kurt Lewin merumuskan langkah langkah yang
dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu:a. Unfreezing, yaitu
suatu proses penyadaran tentang perlunya atau adanya kebutuhan
untuk berubah.b. Changing, merupakan langkah berupa tindakan, baik
memperkuat driving forces maupun memperlemah resistance.c.
Refreezing, yaitu membawa kembali organisasi kepada keseimbangan
yang baru (a new dynamic equilibrium).
C. Partisipasi masyarakatPartisipasi masyarakat merupakan sebuah
proses yang melibatkan masyarakat dalam suatu kelompok untuk
membuat keputusan yang akan berdampak dalam hidup mereka (McKanzie,
2005). Sedangkan menurut Mapanga dan Mapanga (2004) dalam Effendi
(2009), partisipasi masyarakat dikonseptualisasikan sebagai
peningkatan inisiatif diri terhadap segala kegiatan yang memiliki
kontribusi pada peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Menurut
Hitchcock, Scubert, dan Thomas (1999) dalam Effendi (2009), fokus
kegiatan promosi kesehatan adalah konsep pemberdayaan dan
kemitraan. Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana
sebagai proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk
interaksi transformative kepada masyarakat, antara lain dukungan,
pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk
membentuk pengetahuan baru. Sedangkan kemitraan memiliki definisi
sebegai hubungan atau kerjasama antara dua pihak atau lebih,
berdasarkan kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan atau
member manfaat (Depkes RI, 2005 dalam Effendi, 2009).Tujuan dari
partisipasi masyarakat ini adalah (1) agar individu dan
kelompok-kelompok masyarakat dapat berperan serta aktif dalam
setiap tahapan proses keperawatan, dan (2) terjadi perubahan
perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) serta timbulnya
kemandirian masyarakat yang dibutuhkan dalam upaya peningkatan,
prlindungan, dan pemulihan status kesehatannya di masa yang akan
datang (Nies dan McEwan, 2001; Green dan Kreuter, 1991 dalam
Effendi, 2009).
D. Konsep Pengorganisasian Masyarakat RothmanPengorganisasian
masyarakat merupakan suatu proses di mana masyarakat dapat
mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhannya dan menentukan prioritas
dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan mengembangkan keyakinan
untuk berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan skala
prioritas berdasarkan sumber-sumber yang ada di masyarakat sendiri
maupun yang berasal dari luar, dengan usaha secara gotong royong
(S. Notoadmojo, 1997 dalam Efendi & Makhfudli, 2009). Konsep
Rothman sering dipakai dalam praktik pengorganisasian masyarakat.
Berikut uraian konsep pengorganisasian masyarakat Rothman
berdasarkan literatur yang diperoleh.Rothman (1972 dalam Nies &
McEwen, 2010) menggabungkan definisi dan pendekatan terhadap
praktik organisasi masyarakat yang bermacam-macam menjadi tiga
model: perencanaan sosial (social planning), aksi sosial (social
action), dan pengembangan masyarakat lokal (locality
development).E. Perencanaan sosial (social planning)Dalam model
perencanaan sosial, keputusan masyarakat diambil berdasarkan
pengumpulan fakta dan pembuatan keputusan rasional. Model ini lebih
menekankan pada tujuan yang berorientasi pada penyelesaian tugas
(task goal) dengan mengumpulkan data-data dan fakta-fakta untuk
memudahkan di dalam penentuan teknik logis yang dapat dilakukan
oleh para expert dalam menganalisis permasalahan yang ada.
Misalnya, antara pembuat kebijakan dan analis dalam perubahan
sosial. Sebagai pekerja institusi mereka menyusun fakta dan
mengembangkan rencana untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Hess,
1999). Komunitas cenderung berperan sebagai konsumen yang kurang
mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam setiap proses
pemecahan masalah. Tujuan utama perencanaan sosial yaitu solusi
masalah yang cepat dengan cara pendekatan langsung untuk perubahan
sosial. Peran perawat kesehatan masyarakat dalam perencanaan sosial
yaitu sebagai fasilitator, pengumpul fakta, analis ahli, dan
pelaksana program.
F. Aksi sosial (social action)Dalam model aksi sosial, perubahan
masyarakat dicapai dengan pemisahan masyarakat dengan isu
tersendiri lalu dilakukan konfrontasi dengan kelompok yang
berpandangan lain. Fokus utama dari aksi sosial yaitu memindahkan
kekuatan kepada level agregat (Alinsky, 1971 dalam Nies &
McEwen, 2010). Berbeda dengan pola perencanaan sosial, pola aksi
sosial cenderung menekankan pada task goal dan process. Pola aksi
sosial memperlihatkan peranan aktivis yang begitu besar dalam
mendobrak sistem yang ada, namun peran dan posisi komunitas
cenderung kurang terlihat. Peran perawat kesehatan masyarakat dalam
aksi sosial yaitu aktivis komunitas, agitator, dan negosiator.
G. Pengembangan masyarakat lokal (locality
development)Pengembangan masyarakat lokal sering disebut sebagai
pengembangan komunitas (community development). Pengembangan
masyarakat lokal merupakan model yang menekankan kepada
keterlibatan masyarakat, pengarahan diri (self-direction), dan
menolong diri (self-help) dalam menentukan dan memecahkan masalah
(Rothman, 1972 dalam Nies & McEwen, 2010). Kontribusi dan
partisipasi aktif semua pihak terlihat dari adanya peran aktif
masyarakat. Peran perawat kesehatan masyarakat di sini sebagai
pemberdaya, fasilitator proses, dan guru dalam kemampuan memecahkan
masalah. Perawat dan anggota masyarakat bekerja bersama-sama dan
seluruh komunitas diberdayakan dengan kemampuan, pengetahuan, dan
kepercayaan diri untuk mencegah penyebab utama penyakit,
ketidaknyamanan, dan ketidakberdayaan.Secara garis besar, konsep di
atas terangkum dalam tabel berikut:Nurses Roles in Three Community
Organization Models
ModelMajor ConceptsNurses Roles
Social planningData collectionRational decision makingFact
gathererExpert analystProgram implementerFacilitator
Social actionPolarizationConfrontation-conflictCommunity
activistAgitatorNegotiator
Community developmentCommunity
involvementSelf-directionSelf-helpEnablerTeacher-educator
(Nies & McEwen, 2010)H. Model-model untuk Pengorganisasian
MasyarakatModel pengembangan kesehatan masyarakat merupakan
paradigma yang menunjukkan hubungan antara konsep kunci, tujuan,
dan proses yang harus diatasi dalam praktek pengorganisasian
masyarakat berfokus pada promosi kesehatan (Hickman, 1995 dalam
Swanson & Nies, 1997). Konsep inti dari model ini yaitu
kemitraan, kesehatan, sikap-nilai, partisipasi, kapasitas, dan
kepemimpinan. Hubungan mutual antara masyarakat dan profesional
kesehatan, yang diwakili oleh lingkaran luar, mencerminkan
pemahaman bahwa keahlian gabungan dari keduanya diperlukan untuk
mengembangkan strategi promosi kesehatan yang ilmiah dan
situasional yang relevan. (Swanson & Nies, 1997)
Knowledge, Beliefs, ValuesPartnershipActionGambar 1. Community
health development model (Swanson & Nies, 1997)
Atribut dari masyarakat yang sehat diwakili oleh segitiga,
termasuk partisipasi, kapasitas, dan kepemimpinan. Partisipasi
mengacu pada keterlibatan aktif dari semua subsistem masyarakat,
termasuk individu, keluarga, agregat, sektor, dan lembaga-lembaga,
dalam perencanaan komprehensif dan promosi kesehatan. Kapasitas
berarti bahwa anggota masyarakat secara kolektif diberdayakan
dengan pengetahuan, keterampilan, dan teknik yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya pada promosi kesehatan masyarakat.
Kepemimpinan menunjukkan perkembangan dasar yang luas kepemimpinan
yang diperlukan untuk fungsi masyarakat yang sehat. Masyarakat
membutuhkan pemimpin yang bervariasi dari usia, latar belakang
etnis, ras, jenis kelamin, dan kemampuan yang bisa mengatur dan
mempertahankan kinerja tugas dan memobilisasi keterlibatan
masyarakat luas dalam tugas (Garkovich, 1989 dalam Swanson &
Nies, 1997). Garis yang menghubungkan titik-titik dari segitiga
merepresentasikan sikap dan nilai-nilai konduktif untuk promosi
kesehatan. (Swanson & Nies, 1997).Titik fokus dari model ini
adalah masyarakat secara keseluruhan. Panah menunjuk ke dalam untuk
Masyarakat Sehat merupakan interaksi semua unsur model untuk
mencapai tujuan saling berbagi kesehatan masyarakat. Dalam
pembangunan kesehatan masyarakat, kesehatan masyarakat istilah yang
digunakan untuk menunjukkan prestasi baik dari tingkat kualitatif
ditunjukkan kesejahteraan dan kepemilikan seperangkat atribut
penting untuk pencapaian tujuan tersebut. (Swanson & Nies,
1997).Tujuan dari penggunaan model pengembangan kesehatan
masyarakat adalah (1) agar individu dan kelompok-kelompok di
masyarakat dapat berperan serta aktif dalam setiap tahapan proses
keperawatan, dan (2) terjadi perubahan perilaku (pengetahuan,
sikap, dan tindakan) serta timbulnya kemandirian masyarakat yang
dibutuhkan dalam upaya peningkatan, perlindungan, dan pemulihan
status kesehatannya di masa mendatang. (Nies dan McEwan, 2001;
Green dan Kreuter, 1991 dalam Efendi & Makhfudli, 2009).Model
selanjutnya ialah primary health care atau pelayanan kesehatan
primer. Pelayanan kesehatan primer mengacu pada penyediaan
pelayanan kesehatan esensial berbasis masyarakat yang dapat diakses
oleh semua anggota masyarakat (WHO, 1978 dalam Swanson & Nies,
1997). PHC didasarkan pada metode ilmiah dan teknologi yang
praktis, terjangkau, dan dapat diterima secara sosial dan budaya.
Pelayanan kesehatan masyarakat didasarkan pada kebutuhan masyarakat
yang berlaku serta sosial, karakteristik politik, ekonomi, budaya,
dan agama. Dalam konteks pelayanan kesehatan primer, dasar
pelayanan kesehatan masyarakat harus dapat diakses secara universal
untuk individu dan agregat di masyarakat melalui partisipasi penuh
(WHO, 1978 dalam Swanson & Nies, 1997).Model ketiga ialah
public health models and frameworks atau model dan kerangka kerja
kesehatan masyarakat. Model kesehatan masyarakat seperti pendekatan
yang direncanakan untuk kesehatan masyarakat (PATCH), standar
model, protokol penilaian untuk keunggulan dalam kesehatan
masyarakat (APEXPH), dan model kota sehat mengupayakan untuk
memberikan solusi jangka panjang terhadap penduduk di seluruh
masalah kesehatan dengan mengorganisir anggota masyarakat dalam
kemitraan multidisiplin yang mengatasi masalah kesehatan setempat
dan prekursor mereka. (Swanson & Nies, 1997)Model PATCH
dipromosikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit. Di
dalam PATCH, mengidentifikasi anggota masyarakat, memprioritaskan,
dan bertindak pada kebutuhan kesehatan agregat mereka melalui
proses organisasi masyarakat dan pengambilan keputusan local
(Kreuter, 1992 dalam Swanson & Nies, 1997). Penekanan
ditempatkan pada membangun solusi jangka panjang untuk masalah
kesehatan dengan mengatasi prekursor sosial, ekonomi, lingkungan,
dan politik dalam kemitraan kolaboratif antara kesehatan dan sektor
lain dari masyarakat. (Swanson & Nies, 1997).Dua model model
standar dan APEXPH menggunakan strategi pengorganisasian masyarakat
untuk melibatkan masyarakat lokal dalam merencanakan cara-cara yang
layak untuk memenuhi tujuan kesehatan nasional. Di dalam model
yangpertama, model standar, perawat dan profesional kesehatan
lainnya mengembangkan koalisi masyarakat untuk menetapkan tujuan
spesifik kesehatan setempat untuk mengurangi morbiditas dan untuk
menentukan layanan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut
(American Health Association, 1991 dalam Swanson & Nies, 1997).
Yang kedua, APEXPH, menekankan pada membangun kemitraan kerja
antara departemen kesehatan dan masyarakat yang mereka layani dalam
pendekatan kolaboratif untuk mengatasi tujuan kesehatan setempat
dan prioritasnya (National Association of Community Health
Officers, 1991 dalam Swanson & Nies, 1997). Kedua model
tersebut dikembangkan bersama oleh organisasi-organisasi nasional
seperti American Public Health Association, Association of State
and Territorial Health Officials, dan National Association of
Community Health Officers. (Swanson & Nies, 1997).Model kota
sehat merupakan model internasional yang dikembangkan di bawah
naungan WHO. Model ini menggunakan penelitian tindakan untuk
memberdayakan masyarakat dalam mengambil tindakan untuk kesehatan.
Proses pengorganisasian masyarakat digunakan untuk menempatkan
kesehatan pada agenda politik masyarakat dan membangun konstituen
untuk kebijakan publik yang sehat (Flynn et al., 1994; Hancock,
1988 dalam Swanson & Nies, 1997).
I. Kebutuhan akan pengorganisasian MasyarakatMelakukan
pengorganisasian masyarakat dengan maksud memperkuat
(memberdayakan) masyarakat sehingga mampu mandiri dalam mengenali
persoalan-persoalan yang ada khusunya kesehatan pada komunitas dan
dapat mengembangkan jalan keluar (upaya mengatasi masalah yang ada)
berangkat dari beberapa asumsi berikut:a. Bahwa masyarakat punya
kepentingan terhadap perubahan (komunitas harus berperan aktif
dalam menciptakan kondisi yang lebih baik bagi seluruh
masyarakat);b. Bahwa perubahan tidak pernah datang sendiri
melainkan membutuhkan perjuangan untuk dapat mendapatkannya;c.
Bahwa setiap usaha perubahan (sosial) pada dasarnya membutuhkan
daya tekan tertentu, dimana usaha memperkuat (daya tekan) juga
memerlukan perjuangan.Menurut Sarwono (1980) Pengorganisasian
masyarakat penting dilakukan karena:a) Kenyataan bahwa masyarakat
pada kebanyakan berposisi dan berada dalam kondisi lemah, sehingga
diperlukan wadah yang sedemikian rupa dapat dijadikan wahana untuk
perlindungan dan peningkatan kapasitas bargaining;b) Kenyataan
masih adanya ketimpangan dan keterbelakangan, dimana sebagian kecil
memilki akses dan asset untuk bisa memperbaiki keadaan, sementara
sebagian besar yang lain tidak. Kenyataan ini menjadikan perubahan
pada posisi sebagai jalan yang paling mungkin untuk memperbaiki
keadaan. Tentu saja pengorganisasian tidak selalu bermakna
persiapan melakukan perlawanan terhadap tekanan dari pihak-pihak
tertentu, tetapi juga dapat bermakna sebagai upaya bersama dalam
menghadapi masalah-masalah bersama seperti bagaimana meningkatkan
produksi, memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat, dan
lain-lain.J. Prinsip Pengorganisasian Masyarakat Berikut adalah
prinsip-prinsip pengorganisasian masyarakat yang dijabarkan
Woodside, M. R & McClam, T. (2009).a. Individu dan organisasi
mengidentifikasi sebuah tujuan umum.b. Individu yang memiliki
pikiran yang sama dan organisasi mengkonsolidasikan diri untuk
memiliki suara yang lebih efektif di masyarakat.c. Semua anggota
individu dari masyarakat dipersilahkan untuk berpartisipasi dalam
memberikan usaha, termasuk politikus, pemimpin bisnis, penduduk
kota, dan yang lainnya.d. Organisasi dipersilahkan untuk membentuk
jaringan dari perhatian. Jaringan ini termasuk sekolah, institusi
finansial, organisasi pelayanan sosial, organisasi politik,
organisasi nonprofit, dan lain-lain.e. Gabungan upaya dari berbagai
pendapat memiliki kekuatan untuk memfasilitasi perubahan.f. Dasar
kerjanya adalah mengorganisasi tim dan mengumpulkan informasi untuk
mengerti masyarakat dan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat
tersebut.g. Dasar kerjanya adalah mengembangkan rencana
tindakan.
K. Tujuan pengorganisasian masyarakatMenurut Woodside, M. R
& McClam, T. (2009), tujuan utama dari pengorganisasian
masyarakat adalah meningkatnya jumlah dan mutu kegiatan masyarakat
di bidang kesehatan yan secara operasional dapat dijabarkan sebagai
berikut:a. Meningkatkan kemampuan pemimpin (tokoh masyarakat) dalam
merintis dan menggerakkan upaya kesehatan di masyarakatb.
Meningkatkan kemampuan organisasi masyaakat dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan c. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
mengatasi masalah kesehatan secara mandiri.d. Meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam menggali, menghimpun, dan mengelola dana
atau sarana masyakat untuk upaya kesehatan.
L. Strategi Pengorganisasian MasyarakatPada tahun 1969, Warren
mengidentifikasi 3 kelompok besar strategi organisasi masyarakat
dalam mencapai perubahan sosial yaitu, strategi kolaborasi
(collaborative strategies), strategi kampanye (campaign strategies)
dan strategi pertentangan (contest strategies). Tiga strategi
tersebut berkaitan dengan model Rothman dalam pengorganisasian
masyarakat. Kelompok menggunakan strategi kolaborasi ketika mereka
mampu untuk bersama-sama bergerak dan mengambil langkah. Strategi
kampanye digunakan untuk mengajak atau meyakinkan suatu pihak
melalui perundingan. Strategi pertentangan menggunakan taktik
konfrontasi untuk menekan atau mendesak pembuat kebijakan atau
keputusan untuk membuat kebijakan atau mengambil langkah sesuai
dengan tuntutan kelompok yang mendesak. Strategi kolaborasi erat
kaitannya dengan model pengembangan komunitas (community
development) Rothman. Strategi kolaborasi digunakan pada situasi
dimana terdapat suatu persetujuan terhadap suatu permasalahan yang
harus diatasi di masyarakat tersebut. Organisasi dibantu oleh
perawat merumuskan permasalahan yang dihadapi dan bersama-sama
bekerja dalam mencari solusinya. Pada strategi kolaborasi ini
perawat komunitas sebagai agen perubahan dapat menjadi pemberdaya
atau sebagai fasilitator kepada organisasi masyarakat. Dalam
menentukan kebutuhan kesehatan komunitas tersebut, masyarakat dan
perawat bersama-sama mengkaji apa saja yang mereka butuhkan serta
sumber daya apa yang mereka miliki. Perawat komunitas mencari dan
mengumpulkan data dari anggota organisasi melalui survei, pertemuan
dengan anggota organisasi, dan wawancara yang nantinya hasil yang
terkumpul tersebut akan dibawa kembali kepada organisasi masyarakat
tersebut untuk bersama- sama mendiskusikan, memvalidasi,
memprioritaskan dan membuat keputusan mengenai kebutuhan kesehatan
komunitas tersebut. Di sisi lain perawat komunitas dapat
mengajarkan organisasi masyarakat tersebut untuk melakukan
pengkajian mandiri untuk mengkaji permasalahan yang ada. Pada fase
perencanaan, perawat komunitas membantu mengembangkan pembuatan
keputusan komunitas dengan memfasilitasi dan mengajari cara
menyelesaikan masalah dan mengajari beberapa keahlian dan
pengetahuan yang dibutuhkan. Ketika mengimplementasikan rencana
tersebut, perawat kesehatan komunitas akan mengajari tentang
perawatan diri kepada individu, keluarga dan agregat, melatih
masyarakat di komunitas tersebut untuk dapat mencegah, menilai dan
menangani masalah kesehatan yang ada atau menyediakan pelayanan
keperawatan berbasis komunitas. Pada fase evaluasi terhadap
intervensi keperawatan kesehatan komunitas, anggota organisasi
dapat diikutsertakan untuk menilai sejauh mana program berjalan dan
apakah berjalan dengan baik sehingga memudahkan perencanaan dan
pelaksanaan yang berikutnya.Strategi kampanye dapat dihubungkan
dengan perencanaan sosial (social planning) terhadap organisasi
komunitas. Strategi kampanye cocok digunakan pada saat situasi
dimana terdapat perbedaan pendapat tentang isu. Dalam strategi
kampanye ini perawat komunitas sebagai agen perubahan berperan
menjadi pengajak dan saksi ahli. Sebagai seseorang yang ahli dalam
bidang kesehatan komunitas, perawat komunitas menggunakan metode
epidemiologi untuk memperoleh data dan mengidentifikasi masalah
utama yang sedang terjadi dalam komunitas dan resiko kelompok.
Setelah pengkajian selesai, perawat komunitas merekomendasikan
solusi dan rencananya yang termasuk kedalam intervensi keperawatan
kepada organisasi komunitas tersebut. Bagian utama dari proses
implementasi ini adalah menyebarkan program ini kepada komunitas.
Dalam strategi kampanye ini, perawat komunitas dapat menggunakan
berbagai media seperti surat, presentasi publik, persuasi satu-
persatu, bantuan dukungan dari kelompok dan berbagai teknik
persuasif lainnya agar program kesehatan dapat berjalan dan
diketahui banyak orang.Strategi pertentangan dapat dihubungkan
dengan pendekatan aksi sosial (social action). Pertentangan
digunakan pada saat adanya pihak kuat yang menentang solusi yang
diajukan atau adanya struktur kekuasaan yang menghambat
penyelesaian masalah. Pada strategi ini, pertentangan dibuktikan
dengan kegiatan berupa aksi sosial, tidak memakai kekerasan, dan
ketidakpatuhan masyarakat. Peranan yang dominan bagi perawat
komunitas dalam situasi seperti ini adalah sebagai advokator. Dalam
strategi ini, perawat komunitas membantu klien untuk berhadapan
langsung dengan sistem dan memaksa terjadinya perubahan. Cara lain
yang tenaga kesehatan komunitas sekarang lakukan yaitu dengan cara
mobilisasi politik dan legislasi.
M. Pendekatan Pada Pengorganisasian MasyarakatLangkah pendekatan
yang dapat dilakukan pelaksana terhadap masalah yang akan diangkat
dalam suatu komunitas adalah sebagai berikut (McKenzie, et al.
2005):a. Menentukan tujuan dan ruang lingkup dari kebutuhan Tahap
pertama dalam melakukan pendekatan itu sendiri adalah mengetahui
tujuan dan ruang lingkup. Tujuan dan ruang lingkup tersebut dapat
ditentukan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan yang nantinya
akan menjadi pemicu timbulnya masalah yang diinginkan. Pertanyaan
yang biasa menjadi contoh diantaranya, apa tujuan dilaksanakannya
penilaian kebutuhan? Sumber daya apa saja yang tersedia berkaitan
dengan masalah kebutuhan masyarakat? Ketika salah satu dari
pertanyaan di atas telah terjawab, maka pengumpulan data dapat
segera dilakukan.b. Mengumpulkan dataProses selanjutnya adalah
mengenai pengumpulan data yang nantinya dapat membantu pelaksana
dalam mengidentifikasi kebutuhan utama dari komunitas tersebut.
Dalam hal ini, data dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan khusus untuk
masalah yang sedang ditangani. Contohnya, pembagian kuesioner pada
komunitas yang membahas mengenai masalah kebiasaan yang dikaitkan
dengan kesehatan. Selanjutnya data sekunder merupakan data yang
sebenarnya telah ada untuk tujuan lain seperti data mengenai
insuransi kesehatan dan lain-lain. Menggabungkan kedua jenis data
yang telah ditemukan membantu pelaksana kesehatan melihat lebih
jelas mengenai kebutuhan kesehatan komunitas yang ada pada daerah
tersebut.c. Analisis dataHasil akhir dari tahap analisi data ini
adalah memprioritaskan masalah yang ada. Prioritas sangat penting
karena berkaitan dengan komunitas yang menjadi klien serta keadaan
pelaksana sendiri seperti sumber daya, dana dan lain-lain. Selama
menentukan prioritas ini, pelaksana seharusnya mempertimbangkan:1.
Pentingnya kebutuhan2. Seberapa mungkin kebutuhan tersebut diubah3.
Sumber daya yang adekuat dalam penanganan masalah d.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan masalah
kesehatanPada tahap ini, pelaksana harus mengidentifikasi dan
memprioritaskan faktor resiko yang berhubungan dengan masalah
kesehatan. Contohnya apabila masalah kesehatan yang lazim terjadi
pada suatu komunitas adalah penyakit jantung, maka pelaksana harus
menganalisis kebiasaan dan lingkungan yang berkaitan dengan
kesehatan jantung pada masyarakat tersebut.e. Identifikasi fokus
programSetelah identifikasi dan menentukan prioritas, pelaksana
perlu mengidentifikasi faktor predisposisi, faktor pendukung dan
pendorong yang memberikan dampak terhadap faktor resiko. Seperti
pada contoh penyakit jantung, komunitas tersebut mungkin tidak
punya kemampuan untuk memulai program latihan (faktor
predisposisi), mempunyai akses untuk rekreasi (faktor pendukung)
dan lingkungan sekitar yang menerapkan nilai kesehatan berupa
latihan (pendorong).f. Validasi kebutuhan prioritasTahap terakhir
dari langkah ini adalah double-check untuk memastikan masalah yang
telah ditetapkan memang merupakan prioritas utama kesehatan yang
terjadi pada suatu masyarakat. Selanjutnya menurut Nasrul Effensi
dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan
Masyarakat, pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat antara
lain:a. Specific content objective approachAdalah pendekatan baik
perseorangan (promoter kesehatan desa), lembaga swadaya atau badan
tertentu yang merasakan adanya masalah kesehatan dan kebutuhan dari
masyarakat akan pelayanan kesehatan, mengajukan suatu program atau
proposal kepada instansi yang berwenang untuk mengatasi masalah dan
memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Misalnya program
penanggulangan sampah.b. General content objective approachAdalah
pendekatan yang mengkoordinasikan berbagai upaya dalam bidang
kesehatan dalam suatu wadah tertentu. Misalnya program pos
pelayanan terpadu yang melaksanakan 5-7 upaya kesehatan yang
dijalankan sekaligus seperti KIA, KB, gizi, imunisasi,
penanggulangan diare, penyediaan air bersih dan penyediaan
obat-obat esensial.c. Process objective approachAdalah pendekatan
yang lebih menekankan pada proses yang dilaksanakan oleh masyarakat
sebagai pengambil prakarsa, mulai dari mengidentifikasi masalah,
analisa, menyusun perencanaan penaggulangan masalah, pelaksanaan
kegiatan sampai evaluasi. Dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang
akan mengembangkan kemampuannya sesuai dengan kapasitas yang mereka
miliki. Dan yang dipentingkan dalam pendekatan ini adalah
partisipasi masyarakat atau peran serta masyarakat dalam
pengembangan kegiatan. Setelah masalah yang akan diangkat telah
ditentukan, maka tahapan berikutnya adalah pendekatan secara lebih
dalam kepada masyarakat yang tentunya merupakan bagian inti dari
masalah tersebut. Adapun jenis pendekatan kepada masyarakat adalah
(Hersey,1982):a. Participaroty approachAnggota mempunyai rasa
kepemilikanKomitmen terhadap perubahan akan bertahan lama
Proses perubahan lamaKomunitas dilibatkan dalam perencanaan dan
penyelesaian masalahprob. Directive approach
Proses perubahan cepatProses perubahan dilakukan dengan
paksaanAnggota tidak mempunyai rasa kepemilikan Komitmen terhadap
perubahan akan bertahan lama
N. Hambatan/Katalis dalam pengorganisasian Masyarakat Dalam hal
ini, katalis dapat diartikan sebagai seseorang atau sesuatu yang
mendorong adanya perubahan. Katalis dapat mengarahkan pada dialog
yang efektif dalam komunitas, memfasilitasi tindakan kolektif, dan
memecahkan masalah yang umum terjadi. Enam jenis katalis
diantaranya sebagai berikut. (Efendi, F & Makhfudli, 2009)a.
Stimulus internal. Stimulus dari dalam komunitas dapat terjadi jika
masyarakat sadar akan masalah kesehatan di wilayahnya secara
otomatis akan menyadarkan komunitas akan pentingnya dialog untuk
memecahkan masalah tersebut.b. Agen perubahan. Seorang perawat
komunitas dituntut untuk berperan sebagai agen perubahan (change
agent) di dalam komunitas. Perawat komunitas harus menyadarkan
masyarakat akan masalah-masalah kesehatan yang memerlukan perubahan
sosoialc. Inovasi. Perawat komunitas juga dituntut untuk selalu
berpikir kreatif dan menciptakan pembaruan-pembaruan dalam
memecahkan masalah-masalah kesehatan yang ada di komunitas d.
Kebijakan. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah seharusnya dapat
menstimulus komunitas untuk bertindak, seperti gerakan masal
pemberantasan demam berdarag dengan kewajiban melakukan 3M di rumah
masing-masing.e. Ketersediaan teknologi. Perkembangan teknologi
terkini khususnya teknologi kesehatan seyogyanya selalu diikuti
oleh perawat komunitas. Hal ini akan memudahkan pekerjaan perawat
komunitas ketika bersinggungan dengan masyarakat. Sebagai contoh,
adanya metode koontrasepso nonhormonal akan menstimulasi komunitas
untuk mempertimbangkan ulang penggunaan kontrasepsi hormonal yang
lebih berisiko.f. Media massa. Media massa berfungsi untuk menguvah
opini publik yang dirancang untuk mengubah perilaku individual atau
kelompok agar dapat mengadopsi hal-hal baru yang disampaikan oleh
perawat komunitas.
2.2 Strategi Intervensi Keperawatan KomunitasKeperawatan
komunitas merupakan bentuk pelayanan/asuhan langsung yang berfokus
kepada kebutuhan dasar komunitas, yang berkaitan dengan kebiasaan
atau pola perilaku masyarakat yang tidak sehat, ketidakmampuan
masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan internal dan
eksternal. Untuk menerapkan asuhan keperawatan komunitas yang
tepat, maka perawat perlu mengetahui beberapa jenis strategi
intervensi keperawatn komunitas. Terdapat 4 jenis strategi
intervensi keperawatan komunitas, yaitu kemitraan (partnership),
pemberdayaan (empowerment), pendidikan kesehatan, dan proses
kelompok (Hitchcock, Schubert, & Thomas 1999; Helvie, 1998).
Pemilihan jenis strategi intervensi keperawatan didasarkan pada
kondisi komunitas. Perawat harus mengkaji sebanyak-banyaknya
mengenai kondisi dan keadaan komunitas, seperti sejauh mana
kemampuan komunitas untuk menyelesaikan masalah yang ada, baik dari
segi pengetahuan dan sumber daya dan fasilitas yang tersedia di
dalamnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam satu intervensi,
perawat menerapkan beberapa jenis strategi intervensi. Strategi
intervensi keperawatan komunitas diharapkan dapat memberikan arahan
dan turut membantu keberhasilan intervensi keperawatan komunitas di
masyarakat. Perawat komunitas diharapkan mampu menentukan startegi
intervensi yang tepat untuk komunitas sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi komunitas itu sendiri.A. Pengertian, Prinsip, dan Tujuan
Kemitraan sebagai Strategi Intervensi dalam KomunitasTidak hanya
dalam bidang ekonomi dan politik saja kemitraan dipelajari,
kemitraan merupakan salah satu strategi intervensi keperawatan
komunitas yang dilakukan dalam upaya promotif dan preventif pada
komunitas. Membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain
dalam masyarakat menjadi salah satu upaya yang dapat menjadi
keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat. Menurut
DepKes RI 2005, kemitraan memiliki definisi hubungan atau kerja
sama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan,
keterbukaan, dan saling menguntungkan atau memberikan manfaat,
memiliki prinsip bekerja sama dengan masyarakat bukan bekerja untuk
masyarakat. Maka dari itu prinsip dalam kemitraan adalah persamaan
atau equality, keterbukaan atau transparency, dan saling
menguntungkan atau mutual benefit. Perawat pada saat melakukan
upaya pengembangan kesehatan masyarakat dapat melakukan hubungan
kemitraan dengan beberapa unsur, seperti unsur pemerintah, unsur
swasta atau dunia usaha, unsur LSM atau organisasi masyarakat, dan
unsur organisasi profesi lain (Effendi & Makhfudli, 2009).
Kemitraan dalam komunitas merupakan proses yang menggunakan
kemampuan anggota komunitas sebagai partisipan aktif dalam
memecahkan masalah. Partisipasi masyarakat dikonseptualisasikan
sebagai peningkatan inisiatif terhadap segala kegiatan yang
memiliki kontribusi pada peningkatan kesejahteraan. Strategi
intervensi ini dapat dilakukan antara perawat kesehatan masyarakat
dengan elemen masyarakat maupun unsur lain yang saling memiliki
tanggung jawab. Proses ini berfokus pada penguatan kompetensi
komunitas melalui keterlibatan secara aktif dalam proses
perencanaan pengembangan masyarakat dan ikut melaksanakannya
(Porsche, 2004). Dalam menjalin kemitraan diperlukan komitmen
masyarakat dan keikutsertaannya karena ketika dua hal tersebut
tidak berjalan dengan baik, maka kemitraan tidak akan berjalan
sesuai tujuan. Ketika mengimplementasikan program, kita perlu
membantu masyarakat dengan cara-cara yang sesuai dengan persepsi
mereka tentang masalah kesehatan. Program kemitraan sering gagal
jika ada konflik antara penyedia perawatan kesehatan dan sistem
kepercayaan masyarakat. Hubungan kemitraan dilakukan dengan tujuan
untuk dapat meningkatkan dan mengoptimalisasikan kemampuan
masyarakat (community as resource). Tujuan umum dilakukan kemitraan
adalah meningkatkan percepatan, efektivitas, dan efisiensi upaya
kesehatan dan upaya pembangunan pada umumnya. Sedangkan tujuan
khususnya adalah meningkatkan saling pengertian, meningkatkan
saling percaya, meningkatkan saling memerlukan, meningkatkan rasa
kedekatan, membuka peluang untuk saling membantu, meningkatkan
daya, kemampuan, dan kekuatan, dan meningkatkan rasa saling
menghargai. Selain itu, hubungan kemitraan menciptakan individu dan
kelompok-kelompok masyarakat yang berperan aktif dalam setiap
proses keperawatan sehingga terjadi perubahan perilaku dan timbul
kemandirian. Saat ini masih belum banyak perawat yang menggunakan
strategi intervensi ini untuk membangun jaringan kemitraan di
masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan
elemen lain dalam masyarakat memiliki pengaruh yang signifikan pada
keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat. Oleh karena
itu perlu dikembangkan lebih lanjut kemitraan sebagai salah satu
strategi intervensi yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Perawat bekerja sama dengan
masyarakat untuk memilih dan menentukan jenis intervensi yang akan
dilakukan, bukan bekerja untuk masyarakat. Model kemitraan ada
lima:1. Kepemimpinan (manageralism). Kegiatan yang dilakukan pada
model kepemimpinan yaitu (Efendi dkk, 2009): Terlibat dalam
pengembangan tim multi-sektor dan membangun koalisi Meningkatkan
lingkungan kerja yang sehat Mengukur hasil keperawatan, menjabarkan
visi, misi, rencana, aksi, program, serta layanan kesehatan
komunitas kepada tenaga profesional lain atau komunitas Advokasi
kesempatan yang berkelanjutan serta pembelajaran seumur hidup untuk
diri sendiri dan yang lain Mengajari kelompok, pemangku
kepentingan, dan lainnya dalam komunitas Menunjukan kreativitas dan
fleksibilitas melalui waktu yang selalu berubah Mengembangkan
budaya dimana sistem dimonitor dan dievaluasi Mengkoordinasi
program dan pelayanan lintas area di antara tim multi sektor lain
Melayani peran kepemimpinan dalam lingkungan kerja populasi, dan
komunitas Meningkatkan keahlian kesehatan komunitas dan keperawatan
Persiapan situasi gawat darurat dan mendelegasikan tugas2.
Pluralisme baru (new pluralism)3. Radikalisme berorientasi pada
negara (state oriented radicalism)4. Kewirausahaan
(entrepreneuralism). Perawat berperan sebagai pengusaha yang
melakukan inovasi, contoh model kewirausahaan yang didirikan
perawat yaitu rumah perawatan, bisnis konsultasi, bekerja sama
dengan perusahaan farmasi, dll (Wilson dkk, 2012). 5. Membangun
gerakan (movement building). Menurut Heideneim (2002), terdapat
lima tingkat dalam kemitraan yaitu full collaboration, coalition,
partnership, alliance, dan network. Gambarannya seperti
berikut:
B. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas: Pendidikan
KesehatanPerawat memiliki berbagai macam peran, diantaranya adalah
pendidik, pengelola layanan kesehatan, peneliti dan pelaksana
pelayanan kesehatan keperawatan (Depkes, 1998). Peran perawat
sebagai pendidik salah satunya adalah memberikan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat. Pendidikan kesehatan merupakan
kombinasi pengalaman-pengalaman belajar yang dibangun untuk
memfasilitisasi terciptanya perilaku yang mengoptimalkan kesehatan
(Green and Kreuter, 1991 dalam Funnel, Koutoukidis, and Lawrence,
2009). Perawat yang akan memberikan edukasi kesehatan harus
mengetahui dan memahami faktor-faktor yang berkontribusi pada
kesehatan dan kesakitan seseorang. Pendidikan kesehatan dapat
dilakukan secara individu, kelompok, maupun komunitas. Upaya
pendidikan kesehatan di tingkat komunitas penting dilakukan dengan
beberapa alasan, yaitu: individu akan mudah mengadopsi perilaku
sehat apabila mendapatkan dukungan sosial dari lingkungannya
terutama dukungan keluarga, intervensi di tingkat komunitas dapat
mengubah struktur sosial yang kondusif terhadap program promosi
kesehatan, unsur-unsur di dalam komunitas dapat membentuk sinergi
dalam upaya promosi kesehatan (Meillier, Lund, and Kok, 1996).
Intervensi keperawatan melalui pendidikan kesehatan untuk
menurunkan risiko dan komplikasinya dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu: (1) pencegahan primer, (2) pencegahan sekunder,
dan (3) pencegahan tersier. Proses edukasi/ pendidikan kesehatan
terdiri dari lima kegiatan menurut Stanhope and Lancaster (1996)
yaitu;1. Pengkajian (Identifikasi kebutuhan edukasi/ pendidikan).
Perawat kesehatan komunitas mempelajari dan mengkaji pendidikan
kesehatan apa yang dibutuhkan oleh kliennya.. Langkah-langkah untuk
melakukan pengkajian yaitu:a) Identifikasi apa yang ingin klien
ketahui dengan mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi kebutuhan
belajar klien dan kemampuan mereka untuk belajarb) Memastikan
bagaimana cara yang tepat digunakan untuk klien belajarc) Melihat
keinginan klien d) Mengumpulkan data secara sistematis dari klien,
keluarga, dan sumber yang lain e) Menganalisa data yang didapat
untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar klien dari segi kognitif,
psikomotor, dan afektiff) Mendorong klien untuk berpartisipasi
selama prosesg) Membantu klien untuk menentukan prioritas akan
kebutuhan belajarnya2. Diagnosa (Menetapkan goal dan obyektifitas
pendidikan kesehatan). Goal adalah tujuan yang diharapkan untuk
jangka panjang sementara obyektifitas merupakan kriteria yang perlu
dilakukan agar tujuan jangka panjang dapat tercapai. 3. Planning
(Menyeleksi metode pembelajaran yang sesuai). Metode yang dipilih
harus disesuaikan dengan kekuatan yang dimiliki dan kebutuhan
klien, sebaiknya memilih metode yang paling sederhana, jelas, dan
paling ringkas. Selanjutnya, perawat mempertimbangkan kelumpuhan,
umur, tingkat pendidikan, pengetahuan klien, dan banyaknya masa
klien. Contohnya, klien tunanetra akan lebih baik apabila diberikan
edukasi kesehatan melalui bahasa verbal.4. Implementasi
(Mengimplementasikan rencana pembelajaran). Tahap implementasi
adalah tahap yang dinamis dama poroses edukasi kesehatan. Oleh
karena itu, perawat harus dapat fleksibel ketika dalam prosesnya
terdapat hambatan dan tantangan dari luar, misalnya waktu yang
terbatas.5. Evaluasi (Evaluasi proses edukasi). Tahap ini mempunyai
3 area, yaitu evaluasi edukator, evaluasi proses, dan evaluasi
produk. Pendidikan kesehatan di masyarakat masih tergolong minim
hingga saat ini. Bahkan, terkadang pendidikan kesehatan yang
diberikan tidak tepat sasaran sehingga hasil yang diharapkan masih
jauh dari ekspektasi. Disinilah peran perawat sebagai pendidik
untuk memberikan pendidikan kesehatan yang tepat sasaran dan
memiliki dampak positif bagi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu,
untuk mencapai pendidikan kesehatan yang baik, perawat perlu
memahami pengertian, tujuan dan prinsip dari pendidikan kesehatan.
Berdasarkan peran tersebut, perawat diharapkan dapat mendukung
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam mencapai tujuan
perubahan perilaku untuk hidup bersih dan sehat yang merupakan visi
dari promosi kesehatan. Sebagai pendidik atau penyuluh kesehatan,
fungsi yang dilakukan menurut Efendi dan Makhfudli (2009) adalah
sebagai berikut:a. Mengkaji kebutuhan klien untuk menentukan
kegiatan apa yang akan dilakukan dalam penyuluhan atau pendidikan
kesehatanb. Meningkatkan dan memelihara kesehatan klien melalui
penyuluhan atau pendidikan kesehatanc. Melaksanakan penyuluhan atau
pendidikan kesehatan untuk pemulihan kesehatan kliend. Menyusun
program penyuluhan atau pendidikan kesehatan baik untuk topic sehat
ataupun sakit, seperti nutrisi, latihan, penyakit, dan pengelola
penyakite. Mengajarkan kepada klien informasi tentang tahapan
perkembanganf. Membantu klien untuk memilih sumber informasi
kesehatan dari buku-buku, Koran, TV, teman, dan lainnyaSementara
itu menurut Swanson dan Nies (1997) dalam Nursalam dan Efendi
(2009) perawat dengan peran pendidiknya itu berarti seorang perawat
harus dapat mengenali dimensi dari pilihan-pilihan kesehatan,
mempromosikan perawatan kesehatan, mengetahui sumber daya yang
tersedia, dan memfasilitasi perilaku sehat.Pendidikan kesehatan
dapat dilakukan secara individu, kelompok, maupun komunitas. Upaya
pendidikan kesehatan di tingkat komunitas penting dilakukan dengan
beberapa alasan, yaitu: individu akan mudah mengadopsi perilaku
sehat apabila mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan. Kegiatan
pendidikan kesehatan harus dipersiapkan secara matang oleh perawat
agar tujua nyang ingin dicapai dapat terwujud. Perawat sebagai
seorang edukator atau pendidik dituntut untu dapat memberikan
pemahaman dan pengetahuan baruPendidikan kesehatan merupakan proses
yang mencakup dimensi dan kegiatan-kegiatan intelektual, psikologi,
dan sosial yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan individu
dalam mengambil keputusan secara sadar dan yang memengaruhi
kesejahteraan diri, keluarga, dan masyarakat (Joint Committee on
Terminology in Health Education of United States, 1973). Pendidikan
kesehatan harus dilakukan secara terencana dan perawat yang
memberikan pendidikan kesehatan juga harus memiliki pemahaman yang
mendalam agar tujuan untuk mengubah perilaku individu, kelompok,
keluarga, dan masyarakat dapat tercapai dengan baik. Beberapa
prinsip yang menjadi salah satu dasar dalam memberikan pendidikan
keperawatan, diantaranya:a) Kumpulan pengalaman dan hasil didik
yang digunakan untuk mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan kebiasaan
klien.b) Klien menjadi subyek yang menentukan perubahan perilaku.c)
Perubahan perilaku oleh klien menjadi indikator keberhasilan
pendidikan kesehatan.Tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah
perilaku individu atau masyarakat di bidang kesehatan (WHO,
1954):1. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di
masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik kesehatan bertanggung jawab
mengarahkan cara-cara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup
masyarakat sehari-hari2. Menolong individu agar mampu secara
mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan
hidup sehat.3. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat
sarana pelayanan kesehatan yang ada. Adakalanya, pemanfaatan sarana
pelayanan yang ada dilakukan secara berlebihan atau justru
sebaliknya , kondisi sakit, tetapi tidak menggunakan sarana
kesehatan yang ada dengan semestinya Pendidikan kesehatan dapat
digunakan pada seluruh kalangan umur, yaitu anak-anak dan orang
tua. Pendidikan kesehatan yang diberikan pada kalangan anak-anak
dapat membantu meminimalisasi jumlah obesitas pada orang dewasa
kelak. Beberapa subjek ilmu yang terdapat pada pendidikan kesehatan
diantaranya adalah nutirsi, kekerasan, bahaya pemakaian rokok, obat
terlarang, kesehatan mental, keamanan personal dan rekreasi,
seksual, lingkungan dan pengaruh sosial. Peran perawat sebagai
pendidik dapat diaplikasikan pada pendidikan kesehatan yang
diberikan kepada masyarakat, baik secara individu maupun secara
kelompok. Pendidikan kesehatan harus dilakukan dengan persiapan
yang baik dan berdasarkan prinsip-prinsip yang ada, agar tujuan
yang sudah ditetapkan dapat tercapai dan memberikan hasil yang
maksimal.
C. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas: Pemberdayaan
MasyarakatProses kelompok merupakan salah satu strategi intervensi
keperawatan yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat melalui
pembentukan sebuah kelompok atau kelompok swabantu (self-help
group). Tujuan dari proses kelompok adalah agar intervensi
keperawatan komunitas berjalan lebih efektif karena strategi ini
melibatkan langsung peran aktif dari anggota-anggota komunitas.
Dengan terlibatnya anggota-anggota komunitas, diharapkan
mempermudah perubahan-perubahan yang dibutuhkan komunitas untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh komunitas tersebut.
Beberapa contoh kelompok yang terbentuk di dalam komunitas adalah
seperti posyandu, posbindu, karang taruna, dan lain-lain.
Pembentukan kelompok-kelompok di dalam komunitas harus didasarkan
pada inisiatif dan kebutuhan tiap masing-masing komunitas. Kegiatan
kelompok-kelompok ini juga harus disesuaikan dengan visi, misi, dan
tujuan komunitas yang hendak dicapai di kemudian hari. Prinsip dari
proses kelompok adalah anggota-anggota yang tahu, sadar, dan
berperan aktif di dalam kelompok, dan juga setiap aktvitas-akivitas
kelompok harus berpegangan pada tujuan komunitas yang ingin
dicapai. Anggota-anggota kelompok yang telah berpartisipasi aktif
dalam kelompok mempunyai kecenderungan mempunyai kesamaan dengan
anggota lain sehingga memudahkan untuk menularkan sikap yang sadar
kesehatan kepada masyarakat di sekitarnya. Setiap orang dapat
mengenal dan mencegah masalah/penyakit tertentu setelah belajar
dari pengalaman sebelumnya dan jika masyarakat sadar bahwa
penanganan masalah yang bersifat individual tidak akan mampu
mencegah maka mereka telah melakukan pendekatan dengan proses
berkelompok.Peran perawat di dalam proses kelompok sebagai agen
perubahan adalah fasilitator kelompok dan pemimpin kelompok.
Sebagai fasilitator, perawat menjadi narasumber kelompok dalam
mengetahui masalah dan apa yang harus dilakukan kelompok untuk
mengatasi masalah tersebut. Perawat harus mampu menjembatani dengan
baik terhadap pemenuhan kebutuhan komunitas sehingga faktor risiko
dalam ketidakpemenuhan kebutuhan dapat diatasi. Membantu komunitas
dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatannya.
Sebagai pemimpin, peran perawat harus meliputi memantau tahap
perkembangan kelompok, mengetahui struktur kelompok, mendapatkan
dan menerima informasi, membantu menyusun tujuan kelompok,
memfasilitasi komunikasi, membantu mengintegrasikan kemungkinan
alternatif, dan mengevaluasi usulan dan keputusan.Proses kelompok
merupakan strategi intervensi yang tepat diberikan kepada
masyarakat di lingkungan tempat tinggal, misalnya pembentukan
Posbindu dan Karang Taruna. Hal ini diharapkan dapat memaksimalkan
pencegahan penyakit, promosi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
komunitas.
D. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas: Proses
KelompokPemberdayaan masyarakat menurut Depkes RI (2005) dalam
Efendi (2009) dimaknai sebagai proses pemberian kekuatan atau
dorongan sehingga membentuk intraksi transformatif kepada
masyarakat, antara lain adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide
baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru.
Sedangkan menurut Wallersten & Bernstein (1994) dalam Lundy
& Janes (2009), pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai
sebuah proses interaksi sosial yang mana individu dan kelompok
bertindak untuk memperoleh penguasaan atas kehidupan mereka dalam
konteks perubahan lingkungan sosial dan politik mereka. Jadi,
pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah proses interaksi sosial
dengan melibatkan masyarakat untuk memperbaiki situasi dan kondisi
diri sendiri dan lingkungan serta bertujuan membangun kemandirian
masyarakat.Dalam keperawatan komunitas, partisipasi masyarakat
dikonseptualisasikan sebagai peningkatan inisiatif diri terhadap
segala kegiatan yang memiliki kontribusi pada peningkatan kesehatan
dan kesejateraan. Adapun tujuan pemberdayaan masyarakat menurut
Nies (2001) dalam Efendi (2009), antara lain:1. Agar individu dan
kelompok-kelompok di masyarakat dapat berperan secara aktif dalam
setiap tahapan proses keperawatan2. Terjadi perubahan perilaku
(pengetahuan, sikap, dan tindakan) serta timbulnya kemandirian
masyarakat yang dibutuhkan dalam upaya peningkatan, perlindungan,
dan pemulihan status kesehatannya di masa mendatang.Prinsip utama
pemberdayaan masyarakat pada keperawatan komunitas, antara lain
(Efendi, 2009):1. Lingkaran pengkajian masyarakat pada puncak model
yang menekankan anggota masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan
kesehatan2. Proses keperawatan komunitasPeran perawat komunitas
disini memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat agar
muncul partisipasi aktif masyarakat (Yoo dkk, 2004) dalam (Efendi,
2009). Selain itu, perawat harus membantu kelompok yang rentan agar
mencapai rasa pemberdayaan pribadi yang lebih besar, karena salah
satu dimensi inti kerentanan adalah persepsi ketidakberdayaan yang
dapat menyebabkan keputusasaan (Stanhope, 1996). Masyarakat yang
sudah memiliki rasa pemberdayaan diri lebih mungkin membuat membuat
keputusan sendiri tentang perawatan kesehatan mereka dan
memperbaiki status kesehatan mereka. Perawat komunitas melakukan
pemberdayaan masyarakat dengan membantu mereka mengembangkan
keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai hidup yang sehat dan
menjadi konsumen kesehatan dengan perawatan yang efektif (Stanhope,
1996).
2.3 Konsep Continuty of Care
A. Discharge PlanningDischarge planning memastikan pelayanan
yang berkelanjutan dengan suatu proses yang sistematis dari
koordinasi berbagai aspek perawatan pada saat klien dipulangkan
(discharge) dari fasilitas atau program. Perencanaan ini melibatkan
banyak individu yang membuat pengkajian , kolaborasi dengan klien
dan keluarga, rencana dan kemudian mengkomunikasikan informasi
kritis kepada organisasi atau individu yang akan bertanggung jawab
untuk kebutuhan pelayanan kesehatan klien setelah pemulangan.
Proses pada saat ini berlangsung adalah dinamis, berpusat pada
klien dan interaktif. (Hunt,2009 )Dalam kegiatan discharge
planning, harus ada keterlibatan antar tenaga kesehatan lain.
Walaupun dalam hal ini, perawat memiliki andil besar karena perawat
memiliki waktu 24 jam bersama klien. Namun, tenaga kesehatan lain
seperti dokter, ahli gizi dan apoteker juga memiliki andil dalam
pemutusan kepulangan klien. Dalam timby, 2009 dokter menentukan
kapan klien diperbolehkan untuk pulang. Secara umum klien menunggu
untuk menulis pesanan medis sampai setelah memeriksa klein. Sebelum
meninggalkan unit keperawatan, dokter menulis discharge order,
menyediakan resep tertulis untuk klien dan indikasi kapan dan
dimana sebuah tindak lanjut sewhrusnya dilakukan.Tujuan utama
discharge planning adalah untuk membantu klien dan keluarga untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Discharge planning yang
efektif juga menjamin perawatan yang berkelanjutan di saat keadaan
yang penuh dengan stress. Selain iru, adanya discharge planning
juga membantu mengurangi baliknya pasien pasca rumah sakit, seperti
yang dijelaskan oleh Handayani dkk, 2008 pasien yang tidak mendapat
pelayanan sebelum pemulangan, terutama pasien yang memerlukan
perawatan kesehatan dirumah, konseling kesehatan atau penyuluhan
dan pelayanan komunitas akan kembali ke ruang kedaruratan dalam
24-28 jam, dan kemudian pulang kembali.B. Kegiatan Keperawatan dan
Tipe Continuity of Care
Pencapaian kesinambungan pelayanan kesehatan (continuity of
care) merupakan bagian penting yang turut berperan dalam pemberian
asuhan keperawatan, tidak hanya untuk klien individu tetapi juga
untuk komunitas. Menurut Hunt (2009), kesinambungan pelayanan
kesehatan (continuity of care) adalah penjelasan mengenai
perencanaan kesehatan secara berkelanjutan yang menjembatani antara
penyedia pelayanan kesehatan dan perangkat pelayanan kesehatan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tercapainya
kesinambungan pelayanan tidak serta merta berhenti sampai pada
pemberian asuhan keperawatan di rumah sakit tetapi harus terus
berlanjut sampai dengan pelayanan di komunitas (puskesmas) maupun
pelayanan di rumah. Dalam mencapai kesinambungan pelayanan
kesehatan (continuity of care), maka kegiatan keperawatan yang
dapat memfasilitasi tercapainya kesinambungan tersebut, yaitu
(BNSP, 2009) : a. Mengidentifikasi ketergantungan dan status
emosional klien/pasien dan keluarga Kebijakan dan prosedur
penerimaan klien/pasien baru dalam berbagai fasilitas kesehatan
yang dipahami Peran perawat terkait dengan kebutuhan kesehatan
dijelaskan Kebutuhan kultural dan spritual klien/pasien dan
keluarga dipahami Klien/pasien dan keluarga diorientasikan dengan
lingkungan Informasi pemeriksaan klien/pasien dilengkapi Resiko
dirawat ulang diidentifikasib. Merencanakan koordinasi asuhan
keperawatan yang berkesinambungan Frekuensi kontak dengan
klien/pasien tidur Kompleksitas kesinambungan asuhan di
konsultasikan Keberadaan dan pemanfaatan sumner-sumber yang ada
dikelola Pemeriksaan komprehensif terakhir dilakukanc. Melaksanakan
asuhan keperawatan yang berkesinambungan Hambatan kesinambungan
pelayanan diidentifikasi Discharge planning dievaluasi Tindak
lanjut perbaikan dan kesinambungannya dilakukan Cara mengakses
fasilitas asuhan ditata dengan baik Lingkungan fisik dan fasilitas
asuhan keperawatan ditata dengan baik Peralatan bantuan dasar
disiapkand. Mengevaluasi kesinambungan asuhan keperawatan Cara
mengakses fasilitas kesehatan dijelaskan Lingkungan fisik dan
fasilitas asuhan keperawatan ditata dengan baik Peralatan bantuan
dasar disiapkan Frekuensi kontak dengan klien/pasien diatur
Discharge planning dievaluasie. Mendokumentasikan kegiatan
keperawatan Data dan informasi dicatat dalam catatan keperawatan
Kegiatan dan rencana tindak lanjut didokumentasikan Data-data
informasi penting dikomunikasikan pada anggota tim pemberi asuhan
keperawatanSebagia tambahan, ada tiga tipe kesinambungan pelayanaan
(continuity of care ) menurut Reid (2002), yaitu:
Gambar 1 Tipe Kesinambungan Pelayanana. Kesinambungan informasi
(informational continuity)Ketersediaan dan penggunaan informasi
sebagai prioritas utama seperti waktu berkunjung, hasil
laboratorium, dan keputusan rujukan merupakan bagian dari
kesinambungan informasi. Informasi yang diberikan tersebut
merupakan hal yang menghubungkan antara satu penyedia layanan
kesehatan ke penyedia layanan kesehatan lainnya. Information
Transfer. Pemindahan dokumen informasi klien/pasien dari satu
pelayanan ke pelayanan yang lain menjadi syarat tercapainya
koordinasi pelayanan. Dalam pencapaian pemberian informasi
tersebut, penyedia pelayanan kesehatan menyediakan perawatan yang
sesuai dengan kebutuhan klien/pasien. Informasi yang diberikan oleh
penyedia pelayanan kesehatan dapat berupa informasi tertulis,
elektronik, atau didasarkan pada memori dan dokumentasi kesehatan
penyedia pelayanan. Komunikasi merupakan kunci utama perawat dalam
pencapaian informasi kepada klien/pasien sampai dengan penyedia
pelayanan kesehatan lainnya. Accumulated Knowledge. Penulisan
dokumentasi perawatan berfokus pada asuhan keperawatan dan detail
masalah keperawatan. Dalam hal ini, kemampuan, nilai, pengetahuan,
dan mekanisme dukungan memberikan dampak pada rencana asuhan pada
klien/pasien pada pelayanan kesehatan selanjutnya. b. Kesinambungan
relasi (relational continuity)Kesinambungan relasi mendukung kontak
antara klien/pasien dengan penyedia pelayanan kesehatan yang
mendasari perawatan lebih lanjut. Pada perawatan primer,
klien/pasien yang difasilitasi tentang layanan kesehatan
berkesinambungan (continuity of care) mampu memberikan pilihan
untuk keperawatan selanjutnya di pelayanan kesehatan lain. Hubungan
keperawatan yang berkelanjutan antara klien/pasien dengan penyedia
pelayanan kesehatan membantu menjembatani hubungan yang
terputus-putus. Sebagai contoh yaitu hubungan dari perawatan akut
ke perawatan biasa, serta hubungan dari perawatan inap rumah sakit
ke perawatan berbasis rumah. c. Kesinambungan manajemen (management
continuity)Perancanaan manajemen terkadang hanya menyampaikan satu
bagian dari suatu penyakit, misal rencana asuhan keperawatan selama
di rumah sakit atau diagnosis medikasi. Dalam hal ini,
kesinambungan manajemen secara khusus menjelaskan berbagai
pelayanan kesehatan lanjutan kepada klien/pasien. Transisi dari
satu tempat ke tempat pelayanan kesehatan lain menunjukkan peran
program discharge planning dalam keberlanjutan pelayanan kesehatan.
Perawat dalam hal ini perlu mempertimbangkan tentang
responsibilitas transisi klien/pasien antara tempat pelayanan, tipe
pelayanan keperawatan akut di rumah sakit ke keperawatan homecare
atau penyedia kesehatan lain seperti puskesmas. C. Peran Perawat
dalam Continuity of Care Peran perawat sebagai tenaga profesional
sangat penting dalam menyukseskan tujuan cointinuity of care. Peran
perawat terkait continuity of care antara lain (Hunt, 2009):1.
Penemu kasus (case finder)Perawat sebagai front liner dalam
pelayanan kesehatan komunitas merupakan pihak pertama yang dituntut
untuk dapat menemukan masalah kesehatan kliennya. Sebagai pihak
yang juga memiliki waktu kontak paling banyak dengan klien, perawat
diharapkan mampu mengidentifikasi klien yang memiliki masalah
kesehatan namun belum mendapatkan perawatan atau menyadarkan klien
akan masalah kesehatan yang dihadapinya sehingga klien bersedia
memeriksakan kesehatannya. Sebagai penemu kasus, perawat dituntut
untuk memiliki sifat terbuka dan keterampilan melakukan pengkajian
sehingga kebutuhan klien akan pelayanan kesehatan dapat diakomodasi
dengan baik sesuai data yang diperoleh saat pengkajian.2. Case
managerUpaya tindak lanjut dari penemuan kasus klien adalah
melakukan manajemen kasus berupa kegiatan controling dan processing
terkait berbagai hal yang diperlukan dalam penanganan masalah. Case
manager dituntut untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan pelayanan
kesehatan klien serta memastikan tersedianya akses pelayanan yang
dibutuhkan. Manajemen kasus yang baik akan memberikan hasil akhir
yang baik pula sehingga kepekaan dan kompetensi perawat sebagai
case manager disinyalir sangat penting.3. KoordinatorKoordinator
bertindak sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam mengkoordinir
pemindahan (transfer) serta rujukan (referral) bagi klien yang
diindikasikan berdasarkan data-data dan keluhan. 4.
KolaboratorSalah satu peran perawat yang dinilai sangat penting
dalam continuity of care adalah sebagai kolaborator untuk menjalin
kemitraan dengan tenaga kesehatan lainnya. Namun, peran perawat
sebagai kolaborator yang sering terbaikan adalah kolaborasi dengan
klien. Klien berkedudukan sebagai mitra yang memiliki hak untuk
ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait masalah kesehatan
serta pelayanan yang diperlukan. Untuk itu, perlu diingat bahwa
kolaborasi dengan klien harus terlebih dahulu dijalin sebelum
melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain karena kedudukan
klien dianggap sejajar dengan tenaga kesehatan.5. KonsultanPerawat
dituntut untuk mampu menggali informasi dari klien yang nantinya
akan digunakan sebagai data-data dalam pengkajian. Sebagai
konsultan, perawat diharuskan memiliki kemampuan untuk mendapatkan
kepercayaan klien sehingga informasi yang diperlukan mudah
didapatkan. Selanjutnya, perawat harus mampu mengidentifikasi
penyelesaian masalah yang paling tepat bagi klien dengan tetap
mengikutsertakan klien dalam mengambil keputusan.6. AdvokatPeran
perawat sebagai advokat adalah mendampingi klien selama intervensi
dilaksanakan serta memastikan klien memperoleh pelayanan yang
memuaskan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain itu, advokat
juga harus memastikan hak klien tidak dilanggar, terutama dalam hal
penyampaian inform consent dan pengambilan keputusan.7. Pemberi
asuhan (Care giver)Peran ini merupakan peran utama perawat terhadap
kliennya. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat di
komunitas dapat berupa intervensi langsung maupun intervensi tidak
langsung yang disesuaikan dengan kasus klien, kebutuhan akan
intervensi dan sarana yang tersedia. Untuk intervensi yang hanya
memerlukan sarana atau peralatan sederhana dapat langsung dilakukan
di komunitas, sedangkan untuk intervensi yang bersifat kompleks
terkadang mengharuskan perawat untuk merujuk klien ke pelayanan
kesehatan yang lebih memadai demi memperoleh pelayanan yang
optimal. D. Proses Referal dan Sumber Daya Komunitas dalam Konsep
Continuity of Care Rujukan dan tindak lanjut adalah proses dimana
perawat di semua pengaturan membantu individu dan keluarga dalam
mengidentifikasi dan mengakses sumber daya masyarakat untuk
mencegah penyakit, mempromosikan, atau menjaga kesehatan (MDH,
2001). Rujukan harus mempertimbangkan sumber daya klien serta
sumber daya masyarakat. Komunitas yang memiliki banyak sumber daya
dapat membantu mendukung klien dan keluarga melewati masa pemulihan
atau dapat membantu keluarga dalam melakukan promosi kesehatan.
Masyarakat dengan sedikit sumber daya akan tidak efisien dalam
mendukung warga yang membutuhkan bantuan perawatan kesehatan. Untuk
memfasilitasi continuity of care, perawat harus menyadari berbagai
jenis individu dan organisasi yang tersedia sebagai sumber daya
masyarakat ketika hendak merujuk klien dalam berbagai setting.
Langkah dalam proses merujuk adalah (MDH, 2001): 1) Menetapkan
kebutuhan akan rujukan, 2) Tetapkan tujuan rujukan, 3) Menggali
sumber daya yang tersedia, 4)Meminta klien membuat keputusan
mengenai rujukan, 5) Membuat rujukan ke layanan yang dipilih klien,
6) Memberikan informasi yang dibutuhkan pada lembaga rujukan, dan
7) Mendukung klien dan keluarga dalam mengupayakan rujukan. Sumber
daya masyarakat dapat dicirikan baik sebagai penyedia layanan
kesehatan atau penyedia perawatan pendukung (Hunt, 2009). Penyedia
layanan kesehatan mencakup semua pengaturan perawatan kesehatan,
departemen kesehatan, lembaga pelayanan masyarakat, dan dokter
praktek swasta. Penyedia layanan pendukung meliputi layanan
psikologis, kelompok keagamaan, dan kelompok-kelompok swadaya.
Penyedia perawatan suportif, atau layanan dukungan, adalah layanan
yang membantu orang menghindari masalah atau memecahkan masalah
yang mengganggu perawatan diri dan kesejahteraan. Layanan utama
yang ditawarkan belum tentu langsung berkaitan dengan kesehatan dan
mungkin lebih sulit untuk mengidentifikasinya dibandingkan dengan
layanan yang berkaitan langsung dengan kebutuhan perawatan
kesehatan. Sementara itu, bentuk layanan pendukung tidak selalu
jelas bagi klien atau keluarga. Namun memperoleh informasi mengenai
layanan pendukung yang tersedia di komunitas merupakan bagian yang
penting dari continuity of care. Berbagai bentuk sumber daya
komunitas yang dapat dimanfaatkan (Hunt, 2009): 1. Pengurangan
tarif transportasi khusus lansia, anak-anak dan pelajar. 2. Relawan
Organisasi: Palang Merah, Bulan Sabit merah, Aksi Cepat Tanggap dan
lain-lain. 3. Layanan pemeriksaan kesehatan melalui telepon rumah
sakit lokal, puskesmas, atau kerabat terdekat. 4. Pembantu yang
dibayar per jam. 5. Kunjungan rutin perawat komunitas 6. Bantuan
medis pada korban bencana. 7. Bantuan kesehatan bagi mahasiswa
seperti Pusat Kesehatan Mahasiswa. 8. Pembagian tempat tinggal
dengan orang lain sebagai imbalan atas bantuan yang diberikan dalam
melakukan pekerjaan rumah tangga sederhana. 9. Adanya jasa perawat
yang disediakan melalui instansi pemerintah, atau asuransi
kesehatan lainnya sesuai anjuran dokter. 10. Home care nursing
melalui penyedia layanan swasta yang terdaftar atau pelayanan resmi
dari pemerintah. 11. Layanan antar makanan oleh organisasi
keagamaan seminggu sekali, dengan penyesuaian biaya atau jadwal.
12. Makanan saji di posbindu, gereja, sekolah, dan lokasi lainnya.
13. Adanya posbindu atau program pendidikan masyarakat lain. 14.
Organisasi keagamaan yang mengkoordinir masyarakat. 15. Adanya
kelompok dukungan untuk janda, korban stroke, dan dukungan umum.
16. Penitipan lansia yang menyediakan fasilitas interaksi sosial,
kelas, kelompok diskusi, hiburan dan olahraga. 17. Pertukaran jasa
dengan tetangga dan teman-teman (misalnya, penitipan bayi ditukar
dengan bantuan pekerjaan rumah tangga) 18. Penyewaan pembantu rumah
tangga melalui lembaga di pusat lansia, sekolah, dan lainnya. 19.
Bantuan keringanan biaya sewa dengan melakukan jasa tertentu. 20.
Surat kuasa yang diberikan kepada teman atau saudara untuk
menangani masalah keuangan. 21. Pemeriksaan account bersama dengan
teman atau saudara untuk memfasilitasi pembayaran tagihan. 22.
Bantuan keuangan dari Palang Merah, Pensiunan Tentara,
kelompok-kelompok keagamaan, pusat-pusat senior, atau organisasi
lainnya. 23. Bantuan hukum atau layanan rujukan lain seperti
pengacara yang ditawarkan oleh daerah atau negara. 24. Hotline
untuk informasi dan bantuan melalui dalam buku telepon.
E. Peran Perawat Komunitas dalam Home CareHome health nursing
atau perawatan kesehatan di rumah merupakan salah satu jenis dari
perawatan jangka panjang (long term care) yang dapat diberikan oleh
tenaga profesional maupun non-profesional yang telah mendapatkan
pelatihan (Efendi, 2009). Pelayanan kesehatan di rumah merupakan
perpaduan perawatan kesehatan masyarakat dan ketrampilan teknis
yang terpilih dari perawat spesialis yang terdiri dari perawat
komunitas, perawat gerontologi, perawat psikiatri, perawat
maternitas, dan perawat medikal bedah ( ANA, 1992 dalam Efendi,
2009). Perawatan di rumah biasanya dilaksanakan oleh perawat dari
rumah sakit semula, perawat komunitas di mana klien berada atau tim
khusus yang menangani perawatan dirumah.Pelayanan keperawatan yang
diberikan meliputi pelayanan primer, sekunder, dan tersier yang
berfokus pada asuhan keperawata klien melalui kerjasama dengan
keluarga klien dan petugas kesehatan lainnya. Secara umum, terdapat
dua peran perawat pada perawatan kesehatan di rumah, yaitu
perawatan langsung dan perawatan tak langsung (Efendi, 2009).1.
Perawatan langsungMerupakan perawatan yang diberikan melalui
interaksi langsung (direct care) antara perawat dengan klien
meliputi pengkajian fisik hingga intervensi keperawatan yang
dilakukan untuk klien. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan pada
pelayanan perawatan di rumah antara lain: pengukuran TTV,
pemasangan atau penggantian selang lambung (NGT) dan kateter,
perawatan luka dekubitus, pengisapan lendir atau mukus, pengambilan
preparat untuk pemeriksaan laboratorium2. Perawatan tidak langsung,
Perawatan ini dilakukan saat klien tidak melakukan interaksi
langsung (indirect care) dengan perawat. Perawatan tidak langsung
ini lebih mengarah pada kegiatan konsultasi dan konseling.Selain
itu, perawat juga dapat berperan sebagai:1. Manajer Kasus:
Mengelola dan mengkolaborasikan dengan anggota keluarga dan
penyedia pelayanan kesehatan atau pelayanan sosial yang lain untuk
meningkatkan pencapaian pelayanan (Rice, 2006),2. Pelaksana
/Pemberi Asuhan: Memberikan pelayanan langsung dan melakukan
supervisi pelayanan yang diberikan oleh anggota keluarga atau
pelaku rawat (care giver),3. Pendidik: Mengajarkan keluarga tentang
sehat sakit dan bertindak sebagai penyedia informasi kesehatan.
Komunikasi antara perawat dengan klien sangat terbatas, sehingga
sangat penting bagi perawatmengajarkan klien untuk menjaga
kesehatanny di rumah (Rice, 2006)4. Kolaborator : Mengkoordinir
pelayanan yang diterima oleh keluarga dan mengkolaborasikan dengan
keluarga dalam merencanakan pelayanan,5. Pembela (Advocate):
Melakukan pembelaan terhadap pasien melalui dukungan peraturan
(Rice, 2006),6. Konselor: Membantu pasien dan keluarga dalam
menyelesaikan masalah dan mengembangkan koping yang konstruktif,7.
Penemu Kasus dan Melakukan Rujukan: Melibatkan diri dalam menemukan
kasus di keluarga dan melakukan rujukan secara cepat,8. Penata
lingkungan rumah: Melakukan modifikasi lingkungan bersama pasien
dan keluarga dan tim kesehatan lain untuk menunjang lingkungan
sehat,9. Peneliti: Mengidentifikasi masalah praktik dan mencari
jawaban melalui pendekatan ilmiah.Perawatan dirumah merupakan
kelanjutan dari Continuity Care Perawat home care bekerja dengan
berbagai macam klien seperti lansia, ibu melahirkan dan klien
dengan penyakit terminal. Fokus utama dari perawatan dirumah adalah
memandirikan klien dan keluarga serta meningkatkan status kesehatan
klien.
F. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Continuty of Care
Nursing skills dan Health workerss attitudesUntuk meningkatkan
kesinambungan dalam continuity of care, perawat harus mengembangkan
keahlian keperawatan dalam mengantisipasi kebutuhan klien dan
keluarga mereka terkait dengan kelangsungan dan campur tangan yang
sesuai. Discharge planning dan manajemen kasus adalah peran utama
untuk perawat berkaitan dengan continuity of care di perawatan
berbasis komunitas. Namun, hal ini tidaklah sesuai dengan masalah
yang bervariasi dari perawat continuity-of-care, perawat
discharge-planning, atau case manager yang diberikan untuk posisi
dengan tanggung jawab peran yang sama. Perilaku atau sikap para
pekerja perawatan kesehatan dan prasangka yang baik, berkualitas,
dan kompeten dapat mempengaruhi apakah klien dan keluarga akan
menggunakan sumber daya yang tersedia, karena klien dapat cepat
untuk merasakan prasangka dan penilaian terhadap perawatan
kesehatan apa yang diberikan kepada mereka.Faktor SosialFaktor
sosial yang dapat mempengaruhi continuity of care adalah motivasi
klien dan kurangnya pengetahuin klien tentang informasi kesehatan
yang akan diberikan. Motivasi klien, hal ini berkaitan dengan tugas
perawat dalam menyadari prioritas klien. Perawat harus terlebih
dahulu membantu memenuhi kebutuhan dasar klien dan melihatnya
sebagai prioritas sebelum akhirnya maju ke dalam keperawatan
selanjutnya (continuity of care). Dengan cara seperti itu akan
timbul rasa percaya diri klien terhadap perawat untuk memotivasi
klien mendapatkan keperawatan berkelanjutan yang telah diprogramkan
untuknya.Dalam hal kurangnya pengetahuan klien akan pelayanan yang
diberikan perawat harus menginformasikan pelayanan kesehatan apa
yang akan didapatkan, bagaimana prosesnya dan dampaknya terhadap
klien. Ketika klien tidak memahami perlunya layanan, mereka mungkin
menghindari menggunakan layanan tersebut. Dengan memahami alasan
untuk rujukan ke organisasi luar atau instansi pelayanan kesehatan
serta memahami konsekuensi dari tidak mengikuti pelayanan tersebut
makan hal itu akan meningkatkan kemungkinan kepatuhan klienFaktor
KeluargaKeterlibatan keluarga yang baik dan mendukung dapat
meningkatkan continuity of care. Keluarga merupakan salah satu
subjek utama yang terlibat dalam pengambilan keputusan tentang
perawatan setelah discharge dan menerima perawatan diri yang
relevan informasi yang penting bagi klien dan keluarga ketika
mereka berpindah dari satu pengaturan yang lain. Apapun faktor yang
mempengaruhi keterlibatan keluarga, baik itu stress dalam keluarga,
fungsi keluarga, atau sumber daya keuangan keluarga, perawat
memainkan peran penting dalam membantu klien dan keluarga dalam
proses pemecahan masalah terkait continuity of care yang akan
dilakukan.Faktor KomunikasiKomunikasi yang baik dan terarah yang
diberikan oleh perawat dapat meningkatkan penyerapan informasi
pemulihan kesehtan klien menjadi lebih baik. Karena biasanya
informasi tidak diterima dengan baik oleh klien sering dikaitkan
dengan masalah bahasa dan keterbatasan pendengaran. Pada umumnya,
penyedia layanan kesehatan mengharapkan kepatuhan klien dan kerja
sama klien dengan tenaga kesehatan namun hambatan komunikasi dapat
terjadi ketika ada perbedaan budaya yang cukup signifikan untuk
melarang komunikasi atau menciptakan kesalahpahaman karena
faktor-faktor seperti usia klien, orientasi seksual, atau
penggunaan komunikasi nonverbal. Klien akan mendengarkan instruksi
atau menerima rujukan ke penyedia pelayanan kesehatankomunitas jika
perawat mampu mempraktekkan teknik komunikasi budaya yang sensitif,
terarah, dan mudah dimengerti oleh klien.
G. Hambatan pada Pelayanan Continuity of CarePelayanan kesehatan
berkelanjutan atau Continuity of care dideskripsikan sebagai
koordinasi akifitas yang melibatkan klien, pemberi pelayanan
kesehatan, dan (jika ada) donatur untuk menunjang penyampaian
pelayanan kesehatan. Perawat harus waspada terhadap berbagai
hambatan yang bisa memberi pengaruh buruk pada kelanjutan
pelayanan. Hambatan ini bisa datang dari berbagai faktor, seperti
faktor sosial, keluarga, komunikasi, dan budaya. Sistem pelayanan
kesehatan yang kurang terorganisir dengan baikpun bisa menjadi
hambatan dalam pelayanan berkelanjutan.Faktor SosialAda beberapa
hal yang termasuk dalam faktor sosial yang dapat menghambat
pelayanan kesehatan berkelanjutan. Faktor-faktor tersebut antara
lain sikap pemberi pelayanan kesehatan, motivasi klien, dan
kurangnya pengetahuan.Sikap dan prasangka pemberi pelayanan
kesehatan berpengaruh pada respon klien dan keluarganya. sikap yang
negatif akan menghasilkan respon yang juga negatif dari klien.
klien dengan cepat akan merasakan sikap, prasangka dan dugaan
terhadap dirinya. Sikap dan prasangka pemberi pelayanan kesehatan
terhadap klien akan membuat klien enggan mengikuti instruksi dengan
baik dan maksimal.Klien mungkin tidak akan mengikuti keseluruhan
intruksi yang didapatnya jika ada tekanan atau kesulitan yang
dirasa. Ketika seseorang sakit, sering kali dia hanya memperhatikan
pemenuhan kebutuhan dasarnya dan tidak memperhatikan hal-hal lain
yang juga kebutuhannya, seperti harga diri. Ketika klien diminta
untuk membuat keputusan mengenai kebutuhannya yang lain,
motivasinya mungkin akan berkurang karena energinya telah habis
untuk fokus pada pemenuhan kebutuhan dasarnya. Prioritas klien
dapat menjelaskan mengapa pelayanan kesehatan yang bersifat
preventif mungkin tidak menjadi prioritas ketika klien memiliki
kesulitan memnuhi kebutuhan sandang dan pangan keluarga. Perawat
harus memperhatikan prioritas klien sebelum melakukan intervensi
lebih lanjut. Sehingga klien memiliki motivasi yang tinggi untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dan dapat bersikap
kooperatif.Ketika klien tidak memahami kebutuhannya terhadap suatu
pelayanan, kemungkinan dia akan menghindari penggunaan pelayanan
tersebut. Pemahaman terhadap pentingnya suatu pelayanan kesehatan
dan konsekuensi yang akan didapat jika tidak mendapatkannya akan
meningkatkan rasa keinginan dan semangat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dan mengikuti instruksi yang diberikan.
Hambatan KeluargaMerupakan hal yang sangat penting bagi klien dan
keluarganya untuk dilibatkan pada pembuatan keputusan mengenai
perawatan setelah pemulangan dari Rumah Sakit dan menerima
informasi perawatan mandiri yang relevan karena mereka mengalami
perubahan berupa pindah dari suatu setting ke setting yang lain.
Hal ini mungkin dapat membantu perawat untuk menyadari keterlibatan
keluarga dapat meningkatkan atau mengganggu pelayanan
berkelanjutan. Apapun faktor yang mempengaruhi keterlibatan
keluarga; seperti stres keluarga, fungsi keluarga, atau masalah
finansial; dan efek yang diberikannya, perawat memiliki peran
penting untuk membantu klien dan keluarga dalam proses penyelesaian
masalah.Hambatan KomunikasiKomunikasi yang buruk mengenai informasi
penyembuhan seringkali berkaitan dengan masalah bahasa dan
pendengaran yang terbatas. Secara umum, pemberi pelayanan kesehatan
mengharapakn klien yang patuh, hormat, dan kooperatif. Hambatan
komunikasi biasanya muncul ketika klien dan pemberi pelayanan
kesehatan mengguanakan bahasa yang berbeda, selain itu hambatan
komunikasi juga terjadi ketika tercipta kesalaahpahaman karena
berbagai faktor seperti usia klien, orientasi seksual, atau
penggunaan komunikasi nonverbal. Klien mungkin tersinggung, menolak
dan tidak mendengarkan instruksi yang diberikan jika perawat tidak
menggunakan teknik komunikasi yang memperhatikan budaya klien.
Peningkatan usia berakibata pada keterbatasan pendengaran,
penglihatan, dan ingatan, yang dapat mengganggu komunikasi dan
penyimpanan informasi. Hambatan TranskulturalHambatan yang paling
sering terjadi dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan berkelanjutan
adalah hambatan budaya yang ada di antara pemberi pelayanan
kesehatan dan klien. hal ini mungkin sulit bagi perawat untuk
menerima budaya yang lain dari klien dan keluarga. Pada opini
peraawat, klien dari budaya yang berbeda mungkin terlalu banyak
bertanya, menunjukkan sikap perlawanan, atau memiliki persepsi
berbeda terhadap perannya pada discharge planning. Hambatan Sistem
Pelayanan KesehatanPelayanan kesehatan membutuhkan dana yang tidak
sedikit, dan tidak semua orang memiliki asuransi kesehatan.
Konsekuensinya, banyak orang yang tidak mencari atau mendapatkan
pelayanan kesehatan karena tidak mampu membayarnya. Saat ini juga
sulit untuk menemukan pelayanan di komunitas yang akan memenuhi
kebutuhan klien dalam sumber finansial. Sistem reimnursement
seringkali terhalang oleh sistem birokrasi dan regulasi dokumen
yang mebingungkan. Pemberi layanan kesehatan mungkin bersikap
apatis terhadap perencanaan dan pelayanan berkelanjutan ketika
pelayanan hanya ada ketika ada sumber dana. Penyelesaian masalah
harus ada untuk mengatasi masalah ini. Pada situasi di mana jumlah
klinik atau home visit sangat terbatas, perawat harus disiapkan
untuk bersikap sebagai advokat klien. Kadang, sistem pada setting
pelayanan kesehatan menciptakan hambatan untuk mensukseskan
pelayanan berkelanjutan. Tim pelayanan kesehatan primer mungkin
secara tidak sengaja mengganggu pelayanan berkelanjutan. Pertama,
jumlah staf yang tidak memadai mungkin menyebabkan penangguhan atau
keterlambatan. Kedua, kurangnya waktu untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan berkelanjutan juga merupakan hambatan dalam pelayanan
berkelanjutan. Ketiga, jika komunikasi di antara staf buruk maka
dapat menimbulkan hambatan. Pemberi pelayanan kesehatan di luar tim
primer juga bisa membuat hambatan. Sebagai contoh, hasil
laboratorium mungkin tidak siap tepat waaktu, atau tidak
tersedianya alat transportasi. Hambatan tersebuut seringkali tidak
dapat dikontrol oleh tim primer.
2.4 Kegiatan yang Mendasari Pengorganisasian Masyarakat
Masyarakat di lingkungan komunitas memerlukan sebuah asuhan
keperawatan dari tenaga kesehatan, termasuk perawat.Di dalam
melakukan asuhan keperawatan di komunitas, seorang perawat perlu
melakukan pengorganisasian masyarakat.Pengorganisasian yang
dimaksud yakni membantu komunitas untuk mengidentifikasi masalah
yang umum serta tujuan dan untuk mengembangkan dan implementasi
strategi untuk meraih tujuan kesehatan di
komunitas.Pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses di mana
masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhannya dan
menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan
mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sesuai dengan skala prioritas berdasarkan sumber-sumber yang ada di
masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar, dengan usaha
secara gotong-royong (S. Notoatmodjo, 1997 dalam Effendi, 2009).
Fokus umum pengorganisasian masyarakat adalah pada perubahan
sistem, peraturan, norma sosial, atau hukum yang pada akhirnya akan
mengubah legalitas dan penerimaan sosial terhadap perilaku
(Bensley, 2009). Pengorganisasian masyarakat membutuhkan
langkah-langkah konkrit dari awal hingga akhirnya masyarakat
tersebut benar-benar terorganisasi. Menurut McKenzie dkk (2005)
dalam bukunya An Introduction too Community Health dijelaskan 10
langkah dalam pengorganisasian dan pembangunan masyarakat, yaitu
recognizing the issue, gaining entry into the community, organizing
the people, assessing the community, determining the priorities and
setting goals, arriving at a solution and selecting intervention
strategies, implementing the plan, evaluating the outcomes of the
plan action, maintaining the outcomes in the community, looping
back.
A. Tahap Penemuan Isu atau Pengenalan Masalah dalam Kegiatan
yang Mendasari Pengorganisasian MasyarakatProses pembentukan suatu
komunitas dalam masyarakat dimulai ketika individu menemukan
masalah yang sering terjadi dan sedang berlangsung dalam komunitas
dan memutuskan untuk melakukan sesuatu untuk masalah tersebut.
Proses yang berlangsung tidak semudah membalik telapak tangan,
banyak tahap yang akan dilalui dalam pembentukan komunitas. Salah
satu kegiatan dan pertama kali mendasari pembentukan organisasi
dalam masyarakat adalah menemukan masalah.Yang pertama kali
menemukan masalah dalam komunitas dan memutuskan untuk melakukan
tindakan bisa jadi anggota dalam komunitas atau individu dari luar
komunitas tersebut. Tapi, jika yang diprakarsai merupakan anggota
komunitas, maka pergerakannya berhubungan dengan menjadi
grass-root, citizen initiatid, atau organized from bottom up
(McKenzie, dkk. 2005). Anggota komunitas yang mungkin menemukan
bahwa kekerasan adalah masalah bisa termasuk guru, polisi atau
warga yang memperhatikan.Jika organisasi komunitas diinisiasi oleh
individu-individu dari luar maka masalah itu disebut untuk dibentuk
dari top down atau outside in (McKenzie dkk, 2005).Individu dari
luar komunitas yang mungkin memprakarsai suatu organisasi bisa
termasuk hakim yang memimpin kasus yang melibatkan kekerasan,
pekerja sosial pemerintah yang menangani kasus kekerasan keluarga,
atau grup politik aktif yang menentang kekerasan kapanpun
terjadi.Di dalam kasus dimana seseorang yang menemukan masalah
komunitas bukan merupakan anggota komunitas tersebut, penanganan
yang baik musti dilakukan ketika menemukan masalah tersebut dalam
komunitas.Hal ini dapat dilakukan melalui survei kesehatan
masyarakat dalam ruang lingkup terbatas.Sehingga masalah-masalah
yang dirumuskan benar-benar masalah yang menjadi kebutuhan
masyarakat setempat.Oleh karena itu keterlibatan masyarakat mulai
saat ini sangat diperlukan sehingga mereka menyadari sepenuhnya
masalah.Hal pertama yang mendasari kegiatan dalam pembentukan
komunitas dalam masyarakat adalah menemukan suatu masalah sehingga
bisa ada unsur persamaan.Setiap penemuan masalah tersebut bisa
dilakukan tindakan utntuk menyelesaikannya bersama dengan anggota
organisasi dalam komunitas.Dan seseorang yang bukan anggota
komunitas tidak bisa menceritakan dan berbagi masalahnya dan harus
menyelesaikan sendiri dengan komunitasnya masing-masing.
B. Gaining Entry into The CommunityProses gaining entry kedalam
sebuah komunitas merupakan sebuah proses yang dilaksanakan setelah
mengenali masalah pokok yang terdapat di sebuah komunitas. Kenzie
(2005) dalam bukunya menuliskan bahwa langkah gaining entry di
dalam proses pengorganisasian komunitas dapat diperlukan ataupun
tidak diperlukan, bergantung kepada siapa yang menemukan masalah
pokok di komunitas, apakah orang dalam atau dari luar komunitas
tersebut. Jika masalah pokok ditemukan oleh orang dari luar
komunitas, tahapan ini menjadi tahapan yang penting di dalam proses
pengorganisasian. Gaining entry kedalam sebuah komunitas mungkin
tampak seperti hal yang relatif mudah, tetapi kesalahan oleh
penyelenggara pada langkah ini bisa merusak kemungkinan berhasilnya
pengorganisiran masyarakat (Kenzie,et.al.: 2005). Ini dapat menjadi
tahapan yang paling penting dalam seluruh proses.Langkah awal dalam
proses gaining entry ke dalam sebuah komunitas ini yakni
bernegosiasi untuk masuk ke dalam komunitas dengan individu yang
memiliki wewenang. Individu yang memiliki wewenang disini dapat
berupa wewenang formal maupun informal.Kenzie (2005) dalam bukunya
menyebutkan individu ini dengan sebutan gatekeepers.Dengan
demikian, menunjukkan bahwa perawat harus melewati 'gerbang' ini
untuk sampai ke prioritas populasi di komunitas.Power brokers ini
tahu komunitas mereka, bagaimana mereka berfungsi, dan bagaimana
menyelesaikan tugas-tugas di dalamnya (Kenzie, et al.: 2005). Untuk
menemukan sorang gatekeepers seorang perawat dapat bertanya kepada
penduduk yang telah lama berada di dalam komunitas tersebut.
Gatekeeper dapat merupakan perwakilan dari sekolah ataupun gereja
yang memiliki kontak langsung dengan prioritas masyarakat yang
berada di komunitas.Perawat dalam hal ini harus mendekati
tokoh-tokoh yang merupakan seorang gatekeepers. Sebelum mendekati
tokoh-tokoh penting ini, perawat harus mempelajari masyarakat
dengan baik. Mereka perlu tahu di mana kekuasaan terletak, jenis
politik apa yang harus digunakan untuk memecahkan masalah, dan
apakah masalah tertentu yang mereka ingin pecahkan pernah dilakukan
sebelumnya di komunitas tersebut (Kenzie, et al.: 2005). Seperti
contoh didalam kasus kekerasan, perawat perlu mengetahui:1. Yang
menyebabkan kekerasan dan mengapa, 2. Bagaimana masalah telah
ditangani di masa lalu, 3. Yang mendukung dan yang menentang
gagasan menangani masalah, dan 4. Yang dapat memberikan wawasan
yang lebih luas didalam masalah.Hal Ini merupakan langkah penting
dalam proses organisasi masyarakat karena kegagalan untuk
mempelajari masyarakat di awal dapat menyebabkan penundaan dalam
penyelenggaraan, membuang waktu, dan sumber daya.Respon yang merasa
dirugikan dan didiskriminasi oleh perawat dari masyarakat dapat
menghalangi perawat untuk melakukan pengkajian mengenai aspek-aspek
kehidupan di masayarakat tersebut.Setelah perawat memiliki
pemahaman yang baik mengenai kondisi masyarakat, perawat siap untuk
mendekati gatekeeper. Sesuai dengan contoh kekerasan, gatekeeper
mungkin akan mencakup kepolisian, pejabat terpilih, anggota dewan
sekolah, tenaga pelayanan sosial, anggota dari sistem peradilan,
dan mungkin beberapa dari mereka yang melakukan kekerasan. Ketika
pendekatan ini digunakan, perawat dapat diuntungkan dengan memasuki
masyarakat melalui organisasi yang dihormati atau lembaga yang
sudah tetap di masyarakat (Kenzie, et al.: 2005). Lembaga tersebut
dapat berupa masjid, gereja, dan layanan kelompok. Jika tokoh yang
membentuk organisasi tersebut yakin bahwa ada masalah dan perlu
diselesaikan, dapat mempermudah cara untuk proses gaining entry ke
dalam komunitas dan mencapai langkah-langkah yang tersisa dalam
proses.
C. Pengorganisasian Masyarakat (Organizing
People)Pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses ketika suatu
komunitas tertentu mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhannya serta
mengembangkan keyakinannya untuk berusaha memenuhi kebutuhan itu
termasuk menentukan prioritas dari kebutuhan tersebut yang
disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia dan dengan usaha
gotong royong (Sasongko, 1996).Pengorganisasian masyarakat
bertujuan agar masyarakat mampu mandiri dalam menyelesaikan masalah
yang ada di komunitas.Dalam hal ini, pemimpin-pemimpin formal dan
juga informal di masyarakat menjadi kelompok inti yang menentukan
keberhasilan pemecahan masalah di komunitas.Orang-orang yang
memiliki perhatian besar dan yakin bahwa masalah yang ada dapat
diselesaikan, mereka disebut juga sebagai executive participant
(McKenzie dkk, 2005).Agar masyarakat dapat menyadari masalah dan
kebutuhan mereka akan pelayanan kesehatan, diperlukan suatu
mekanisme yang terencana dan terorganisasi dengan baik, untuk itu
beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka menyadarkan
masyarakat, yaitu Lokakarya Mini Kesehatan, Musyawarah Masyarakat
Desa. (MMD), dan Rembuk Desa.Kelompok inti inilah yang nantinya
akan merekrut masyarakat yang mendapat efek dari masalah tersebut
untuk bersama-sama menemukan solusi yang dirasa tepat.Walaupun
pembentukan kelompok inti penting, tetapi tidak akan mampu bekerja
sendiri tanpa masyarakat. Oleh karena itu perawat komunitas perlu
mengadakan pertemuan atau pengenalan kegiatan yang akan dilakukan
di daerah tersebut. Perawat harus menjelaskan kepada masyarakat
mengenai kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dan peran serta
masyarakat didalamnya. Pencerdasan ini dapat dilakukan dengan
mengadakan pertemuan atau di tempat-tempat pelayanan masyarakat
seperti sekolah, balai desa, atau di tempat ibadah (McKenzie dkk,
2005).Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan masyarakat
yaitu: (McKenzie dkk, 2005)1. Mengenal orang-orang yang berpengaruh
terhadap masalah dan mencoba untuk menyelesaikannya.2. Memberikan
reward kepada volunteer yang terlibat.3. Volunteer hanya dalam
waktu singkat.4. Menempatkan relawan sesuai kemampuan dan keahlian
mereka. 5. Mengadakan pelatihan untuk para volunteer agar mereka
nyaman dalam melaksanakan kegiatan.Ketika kelompok inti digabung
dengan volunteer maka akan membentuk sebuah kelompok yang disebut
asosiasi atau task force.Hal penting dalam suatu asosiasi dan
pengorganisasian masyarakat adalah koalisi.Koalisi masyarakat
didefinisikan sebagai sekelompok individu yang mewakili berbagai
organisasi, golongan, atau pihak tertentu dalam masyarakat yang
setuju untuk bekerjasama guna mencapai suatu tujuan bersama.Koalisi
dicirikan sebagai aliansi formal, multitujuan, dan jangka panjang
(Bensley, 2009).Besar keanggotaannya beragam, tetapi suatu koalisi
masyarakat selalu melibatkan baik organisasi profesional maupun
organisasi dasar (grassroot).Sebagai kelompok yang berorientasi
pada tindakan, koalisi berfokus pada pengurangan atau pencegahan
masalah masyarakat dengan menganalisis masalah, mengidentifikasi
dan menerapkan solusi, serta menciptakan perubahan sosial. Fungsi
khusus koalisi mencakup perencanaan, advokasi, pemberian layanan,
promosi kesadaran publik, promosi pengurangan risiko,
penyelenggaraan pendidikan profesional, jejaring kerja, pembinaan
kemitraan, dan perwujudan perubahan komunitas (Bensley, 2009).
D. Pengkajian Komunitas dan Pengorganisasian MasyarakatMasalah
kesehatan perkotaan menjadi fokus penting dalam asuhan keperawatan
komunitas.Berbagai masalah dari masalah fisik, psikososial, budaya,
hingga spiritual dapat menjadi salah satu sumber masalah di tingkat
individu, keluarga, bahkan komunitas. Dalam proses menentukan
masalah yang ada di masyarakat perkotaan, terlebih dahulu mengkaji
dan menganalisis berbagai aspek yang dapat dijadikan data penunjang
dalam menentukan masalah. Sehingga akan dapat diberikan interv