Page 1
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 23 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kp.Kamatan tilu RT 07/02 Hegarmanah, Sagaranten, Kab.
Sukabumi
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 03 November 2014
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : OS mengeluh kejang 3x masing – masing
lamanya ±10 menit sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kejang selalu pada malam hari, setiap kejang OS tidak sadarkan
diri, pada saat kejang tangan dan kakinya kelonjotan, mata OS mendelik
ke atas, bibir biru, mulut berbusa, tetapi lidah tidak ke gigit. Sebelum
kejang OS sedang tidur dan terbangun karena merasa pusing. Selama
kejang OS tidak sadarkan diri, setiap mau kejang OS selalu merasa
pusing . Setelah kejang selalu merasa pusing, ada muntah dan OS tidak
pernah ingat jika sudah mengalami kejang. OS tidak mengeluh demam,
mual. BAK dan BAB lancar
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan ini sudah pernah dirasakan sejak usia 21 tahun. Dalam
sebulan ada 3x kejang. Tidak ada riwayat trauma, kejang demam, infeksi
telinga, hipetensi.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga :
Epilepsy (-)
1
Page 2
Riwayat Pengobatan :
OS pernah berobat ke dokter dan dirawat di rumah sakit 1 bulan
yang lalu.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Selama kehamilan ibu tidak pernah sakit, OS lahir aterm,
pervaginam tanpa ada komplikasi, trauma jalan lahir (-)
Riwayat Alergi :
Tidak terdapat alergi obat-obatan dan makanan
Riwayat Psikososial :
OS tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit Sedang
Composmentis
GCS E4M6V5 : 15
Tanda – tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82 kali/ menit, regular
Pernapasan : 16 kali/ menit, regular
Suhu : 36.6 °C
Status Generalis :
Kepala dan leher
Kepala : Normochepal
Mata :Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-),
pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+)
Hidung : Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-).
Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
Mulut : Mukosa bibir basah (+),bibir simetris,
sianosis (-), lidah kotor (-), lidah tremor (-),
2
Page 3
faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi : Vokal fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar setinggi
ICS 5 midclavikulari dextra
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis terlihat pada ICS 5 midclavikula sinistra
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavikula sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar
Auskultasi : BU (+), 8x/menit
Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen, asites (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-),
hepar, lien,tidak teraba.
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis (-/-)
Status Neurologis :
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : -
Laseque’s Sign : -/-
3
Page 4
Kernign’s Sign : -/-
Brudzinski I : -/-
Brudzinski II : -/-
Saraf Otak
N. I : Nervus Olfaktorius
Fungsi PenghiduDextra Sinistra
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. II : Nervus Optikus
Dextra Sinistra
Visus Tidak dilakukan
Lapang Pandang Normal Normal
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III : Nervus Okulomotorius
Dextra Sinistra
Ptosis - -
Ukuran Pupil Bulat, isokor ɸ ODS 3 mm
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +
Gerakan Bola Mata
Ke medial + +
Ke medial – superior + +
Ke lateral – superior + +
Ke lateral – inferior + +
Akomodasi + +
N. IV : Nervus Trokhlearis
Gerakan Bola Mata ke medial – inferior Dextra Sinistra
4
Page 5
+ +
N. V : Nervus Trigeminus
Motorik
Membuka mulut Simetris, tidak terdapat deviasi rahang
Kekuatan menggigit Kekuatan sama antara rahang kanan
dan kiri
Sensibilitas (sensasi raba dengan sapuan kuas)
Ramus oftalmik Normal, simetris pada kedua sisi
Ramus maksilaris Normal, simetris pada kedua sisi
Ramus mandibularis Normal, simetris pada kedua sisi
Refleks
Refleks kornea Tidak dilakukan
Refleks bersin -
N. VI : Nervus Abdusen
Gerakan Bola Mata ke lateral Dextra Sinistra
+ +
N. VII : Nervus Fasialis
Lipatan dahi Terdapat pada kedua sisi wajah
Gerakan menutup mata Kedua kelopak mata tertutup rapat
Mengangkat alis Kedua alis dapat diangkat, simetris
Menyeringai simetris pada kedua sisi wajah
Menggembungkan pipi Simetris pada kedua pipi
pengecapan 2/3 anterior lidah Tidak dilakukan
N. VIII : Nervus Vestibulokoklearis
5
Page 6
Fungsi Pendengaran
Nistagmus -
Tes tunjuk +
Tes Bisik +
Tes Schwabach Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan
Keseimbangan Tidak dilakukan
N. IX : Nervus Glosofaringeus
Arkus faring Simetris
Pengecapan 1/3 posterior lidah Tidak dilakukan
N. X : Nervus Vagus
Letak uvula Uvula ditengah, letak simetris
Refleks Muntah +/+ muncul pada stimulasi di kedua
sisi
Menelan Tidak terdapat gangguan menelan
makanan cair maupun padat
N. XI : Nervus Aksesorius
Memalingkan wajah Dapat dilakukan ke kanan dan kiri tanpa
kesulitan, kekuatan melawan tahanan sama
kedua sisi
Mengangkat bahu Dapat dilakukan bahu sebelah kanan dan kiri
dan kekuatan melawan tahanan pada sebelah
kanan dan kiri.
N. XII : Nervus Hipoglosus
6
Page 7
Sikap lidah -
Fasikulasi -/-
Tremor -/-
Atrophy -/-
Fungsi Motorik
Kekuatan otot : 5 5
5 5
Atrophy : Tidak ditemukan pada keempat ekstremitas
Fungsi Sensoris
Nyeri : Ekstremitas Atas sebelah kanan (+), sebelah kiri (+)
Ekstremitas Bawah sebelah kanan (+), sebelah kiri (+)
Raba : Ekstremitas Atas sebelah kanan (+), sebelah kiri (+)
Ekstremitas Bawah sebelah kanan (+), sebelah kiri (+)
Suhu : tidak dilakukan
Fungsi Vegetatif
Miksi BAK lancar
Defekasi BAB lancar
Kulit Normal, produksi keringat baik, tidak dapat kulit yang
kemerahan disertai keluhan panas pada kulit.
Fungsi Luhur : Baik
Refleks Fisiologis
Refleks biseps : +/+
Refleks triceps : +/+
Refleks patella : +/+
Refleks ascilles : +/+
7
Page 8
Refleks Patologis
Babisnski : -/-
Chaddock : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboraturium
Hasil pemeriksaan tanggal 03/11/2014
Hasil Nilai rujukan Satuan
Ureum 28 20 - 40 mg/dl
Kreatinin 0.87 < 1.1 mg/dl
Hasil Laboraturium 05/06/14
Hasil Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin 14.5 14 – 18 g/dl
Leukosit 5700 4000 – 9000 / uL
Hematokrit 42 40 – 50 %
Eritrosit 5.0 4 -5,5 juta/µL
MCV 84 79–98 Fl
MCH 29 27–31 Pg
MCHC 35 33–37 %
Trombosit 258000 150000 – 450000 / uL
LED 10/20 <15 mm/jam
GDS 80 < 120 mg/ dl
Kol. Total 126 <200 mg/dl
Kol. HDL 39 > 35 mg/dl
Kol. LDL 60 < 150 mg/dl
TG 133 < 200 mg/dl
SGOT 17 < 34 U/L/37ºC
8
Page 9
SGPT 18 < 46 U/L/37ºC
As. Urat 3.4 <7.0 mg/dl
Natrium 138 137-147 Mmol/L
Kalium 3.89 3.6-5.4 Mmol/L
Kalsium 7.89 8.1 – 10.8 Mmol/L
Klorida 100 94 - 111 Mmol/L
Resume
Laki-laki, 23 tahun, datang dengan keluhan kejang 3x SMRS. kelojotan dari
tangan dalam waktu singkat ke seluruh tubuh dan mata mendelik ke atas, 3x,
selama ±10 menit. Preiktal mual, iktal tidak sadar, mata mendelik ke atas,
dan mulut berbusa, postiktal lemas, tampak bingung, muntah 2x dan akhirnya
tertidur. Kejang pertama terjadi 10 tahun SMRS, 3 tahun terakhir kejang
makin sering, 1-2x / tahun karena jarang minum obat. Terdapat riwayat
kejang demam saat berusia 7 bulan. Riwayat epilepsi dalam keluarga
disangkal. Riwayat gangguan tumbuh kembang (+)
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan hasil-hasil dalam batas normal, dan pada
pemeriksaan neurologis GCS 15 (E4V5M6), defisit neurologik fokal tidak
ada.
Diagnosis
Diagnosis Klinis : bangkitan tonik klonik
Diagnosis Topis : Lobus frontalis
Diagnosis Patologis : Epilepsi et causa Idiopatik
Diagnosis Etiologi : idiopatik
Rencana Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG), CT-Scan dan pemeriksaan Magnetic
Resonance Imaging untuk mencari etiologi
Hasil EEG
Klasifikasi EEG
Abnormal (bangun)
Perlambatan intermiten menyeluruh di kedua hemisfer
9
Page 10
Kesan : EEG adanya disfungsi kortikal menyeluruh dikedua hemisfer.
Selama perekaman tidak ditemukan adanya gelombang epileptogenik.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Fenitoin 2 x 300 mg
Vitamin B6 2x 50 mg
Prognosis
Quo Ad vitam : bonam
Quo Ad functionam : dubia ad bonam
Quo Ad sanactionam : dubia ad bonam
10
Page 11
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Epilepsy didefinisikan sebagai keadaan yang ditandai oleh bangkitan
(seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara
intermitten yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di
neuron – neuron secara paroksismal, didasari oleh berbagai factor etiologi.
Bangkitan epilepsy (epileptic seizure) adalah menifestasi klinik dari
bangkitan serupa (streotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara
dengan atau tanpa penurunan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik
sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh sutau penyakit otak akut
(unprovoked).
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang
terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan
(onset), jenis bangkitan, faktor pencetus, dan kronisitas.
KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi
(ILAE) terdiri dari dua jenis klasifikasi :
Klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi :
1. Bangkitan parsial
1.1. Bangkitan parsial sederhana
a. Motorik
b. Sensorik
11
Page 12
c. Otonom
d. Psikis
1.2. Bangkitan parsial kompleks
a. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan
kesadaran
b. Bangkitan parsial yang disertai dengan gangguan kesadaran
saat awal bangkitan
1.3. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
a. Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonik
b. Parsial kompleks yang menjadi umum tonik-klonik
c. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi
umum tonik-klonik
2. Bangkitan umum
2.1. Bangkitan umum
a. Lena (absence)
b. Mioklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. Atonik
12
Page 13
3. Tak tergolongkan
Klasifikasi untuk sindrom epilepsi :
1. Berkaitan dengan lokasi kelainan (localized related)
1.1. Idiopatik (primer)
1.1.1 Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentratemporal (childhood
epilepsy with centrotemporal spikes)
1.1.2 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital
1.1.3 Epilepsi membaca primer (primary reading epilepsy)
1.2. Simtomatik (sekunder)
1.2.1. Epilepsi parsial kontinua yang klonik pada anak-anak (sindrom kojenikow)
1.2.2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresentasi oleh suatu rangsangan (kurang
tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, epilepsi refleks, stimulasi fungsi
kortikal tinggi, membaca)
1.2.3. Epilepsi lobus temporal
1.2.4. Epilepsi lobus frontal
1.2.5. Epilepsi lobus parietal
1.2.6. Epilepsi lobus oksipital
1.3. Kriptogenik
2. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan peningkatan
umur
2.1. Idiopatik (primer)
2.1.1. Kejang neonatus familial benigna
2.1.2. Kejang neonatus benigna
2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
2.1.4. Epilepsi lena pada anak
2.1.5. Epilepsi lena pada remaja
2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga
2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
2.1.9. Epilepsi tonik-klonik yang dipresipitasi denag aktivasi tertentu
2.2. Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai dengan peningkatan usia
13
Page 14
2.2.1. Sindrom West (spasme infantil dan spasme salam)
2.2.2. Sindrom Lennox-Gastaut
2.2.3. Epilepsi mioklonik astatik
2.2.4. Epilepsi lena mioklonik
2.3. Simtomatik
2.3.1. Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik dini
- Ensepalopati infantil dini dengan burst supression
- Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas
2.3.2. Etiologi spesifik
- Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain
3. Epilepsi yang tidak ditentukan fokal atau umum
3.1. Bangkitan umum dan fokal
- Bangkitan neontal
- Epilepsi mioklonik berat pada bayi
- Epilepsi dengan gelombang paku (spike wive) kontinyu selama tidur dalam
- Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)
- Epilepsi yang tidak terklasifikasi selain yang di atas
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom khusus
Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
4.1. Kejang demam
4.2. Bangkitan kejang atau status epileptikus yang timbul hanya sekali (isolated)
4.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolik akut, atau toksik,
alkohol, obat-obatan, eklamsi, hiperglikemia non ketotik
4.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)
ETIOLOGI EPILEPSI
1. Idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi genetik.
14
Page 15
2. Kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini
adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik
sesuai dengan ensepalopati difus.
3. Simtomatik : disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat, misalnya trauma
kepala, infeksi susunan saraf pusat (SSP), kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan
peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif.
DIAGNOSIS
Ada tiga langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :
Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal menunjukan
bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi.
Langkah kedua : apabila benar ada bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bangkitan yang ada
termasuk jenis bankitan apa ( lihat klasifikasi ).
Langkah ketiga : pastikan sindrom epilepsi apa yang ditunjukan oleh bangkitan tadi, atau
epilepsi apa yang diderita oleh pasien, dan tentukan etiologinya.
GAMBARAN KLINIK
1. Bentuk bangkitan
Contoh beberapa bentuk bangkitan epilepsi:
1.1. Bangkitan umum lena
Gangguan kesadaran secara mendadak (absence), berlangsung beberapa detik
Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi
Mata memandang jauh ke depan
Mungkin terdapat automatisme
Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung
Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semula
1.2. Bangkitan umum tonik-klonik
Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik
15
Page 16
Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik, diikuti gerakan
kejang kelojotan pada kedua lengan dan tungkai (fase klonik) selama 30-60 detik
dapat disertai mulut berbusa
Selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase fleksid) dan tampang bingung
Pasien sering tidur setelah bangkitan
1.3. Bangkitan parsial sederhana
Tidak terjadi perubahan kesadaran
Bangkitan dimulai dari tangan, kaki atau muka (unilateral/fokal) kemudian menyebar
pada sisi yang sama (Jacksonian march)
Kepala mungkin beralih ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif)
1.4. Bangkitan parsial kompleks
Bangkitan fokal disertai terganggunya kesadaran
Sering diikuti automatisme yang streotipik seperti mengunyah, menelan, tertawa dan
kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas.
Kepala mungkin beralih ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif)
1.5. Bangkitan umum sekunder
Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang dalam waktu
singkat menjadi bangkitan umum
Bangkitan parsial dapat berupa aura
Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik klonik
2. Sindrom epilepsi
Pada umumnya sindrom epilepsi bersifat khas, unik dan terutama dijumpai pada golongan anak –
anak. Gambaran klinik sindrom epilepsi pada golongan anak – anak dapat dilihat di dalam
pedoman tatalaksana epilepsi yang diterbitkan oleh kelompok studi neuropati.
PRINSIP TERAPI FARMAKOLOGI
OAE mulai diberikan bila :
Diagnosis epilepsi telah dipastikan (confirmed)
Setelah pasien dan atau keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan
Pasien dan atau keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping OAE
yang akan timbul.
16
Page 17
Tepari dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis
bangkitan (tabel 1), jenis sindrom epilepsi (tabel 2)
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping, kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan
tidak terkontrol dengan dosis efektif (tabel 3)
Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka perlu ditambahkan OAE kedua. Bila OAE telah mencaoai kadar terapi,
maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off), perlahan – lahan
Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi
dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama
Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila :
Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
Pada pemeriksaan CT-Scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan
bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak ensefalitis herpes
Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan
otak
Terdapat riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
Riwayat bangkitan simtomatik
Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadara., stroke, infeksi SSP
Bangkitan pertama berupa status epileptikus
Efek samping OAE perlu diperhatikan (tabel 4 & 5)
JENIS OBAT ANTI-EPILEPSI
Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE
Tabel 1. Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan
JENIS
BANGKITA
N
OAE LINI
PERTAMA
OAE LINI
KEDUA
AOE LAIN YANG
DAPAT
DIPERTIMBANGKA
N
OAE YANG
SEBAIKNYA
DIHINDARI
17
Page 18
BANGKITA
N UMUM
TONIK
KLONIK
Sodium
Valproat
Lamotrigine
Topiramate
Carbamazepin
e
Clobazam
Levetiraceta
m
Oxarbazepin
e
Clonazepam
Phenobarbital
Phenytoin
Acetazolamide
BANGKITA
N LENA
Sodium
Valproat
Lamotrigine
Clobazam
Topiramate
Carbamazepine
Gabapentin
Oxarbazepine
BANGKITA
N
MIOKLONI
K
Sodium
Valproat
Topiramate
Clobazam
Levetiraceta
m
Lamotrigine
Piracetam
Topiramate
Carbamazepine
Gabapentin
Oxarbazepine
BANGKITA
N TONIK
Sodium
Valproat
Lamotrigine
Clobazam
Levetiraceta
m
Topiramate
Phenobarbital
Phenytoin
Carbamazepine
Oxarbazepine
BANGKITA
N FOKAL
DENGAN/TA
NPA UMUM
SEKUNDER
Sodium
Valproat
Lamotrigine
Topiramate
Carbamazepin
e
Clobazam
Gabapentin
Levetiracetam
Phenytoin
Tiagabine
Phenobarbital
Acetazolamide
Clonazepam
18
Page 19
Oxarbazepine
Tabel 2. Pemilihan OAE didasarkan atas jenis sindrom epilepsi
JENIS BANGKITAN OAE LINI
PERTAMA
OAE LINI
KEDUA
AOE LAIN
YANG DAPAT
DIPERTIMBA
NGKAN
OAE YANG
SEBAIKNYA
DIHINDARI
EPILEPSI LENA
PADA ANAK KECIL
(CAE)
Sodium Valproat
Lamotrigine
Levetiraceta
m
Topiramate
Carbamazepine
Oxarbazepine
Phenytoin
BANGKITAN LENA
PADA ANAK (JAE)
Sodium Valproat
Lamotrigine
Levetiraceta
m
Topiramate
Carbamazepine
Oxarbazepine
Phenytoin
EPILEPSI
MIOKLONIK PADA
ANAK (JME)
Sodium Valproat
Lamotrigine
Levetiraceta
m
Acetazolamide Carbamazepine
Oxarbazepine
Phenytoin
EPILEPSI UMUM
TONIK KLONIK
Sodium Valproat
Lamotrigine
Carbamazepine
Topiramate
Levetiraceta
m
Phenobarbital
Phenytoin
Acetazolamide
Clobazam
Clonazepam
Oxarbazepine
EPILEPSI FOKAL
KRIPTOGENIK/SIM
TOMATIK
Topiramate
Carbamazepine
Oxarbazepine
Clobazam
Gabapentin
Levetiraceta
Acetazolamide
Clonazepam
Phenobarbital
19
Page 20
Sodium Valproat
Lamotrigine
m
Phenytoin
SPASMUS
INFANTIL
Steroid Clobazam
Clonazepam
Topiramate
Sodium
Valproat
Carbamazepine
Oxarbazepine
EPILEPSI BENIGNA
DGN GELOMBANG
PAKU DI DAERAH
SENTRO-
TEMPORAL
Carbamazepine
Oxarbazepine
Sodium Valproat
Lamotrigine
Levetiraceta
m
Topiramate
EPILEPSI
BENIGNA DGN
GELOMBANG
PAROKSISMAL DI
DAERAH
OKSIPITAL
Carbamazepi
ne
Oxarbazepine
Sodium
Valproat
Lamotrigine
Levetiraceta
m
Topiramate
EPILEPSI
MIOKLONIK
BERAT PADA
BAYI (SMEI)
Clobazam
Clonazepam
Topiramate
Sodium
Valproat
Levetiraceta
m
Phenobarbit
al
Carbamazepine
Lamotrigine
Oxarbazepine
GELOMBANG
PAKU YANG
KONTINU PADA
Sodium
Valproat
Levetiraceta
m
Carbamazepine
Oxarbazepine
20
Page 21
STADIUM TIDUR
DALAM
Lamotrigine
Clobazam
Clonazepam
Topiramate
SINDROM
LENNOX-
GASTAUT
Sodium
Valproat
Lamotrigine
Clobazam
Clonazepam
Levetiraceta
m
Clobazam
Clonazepam
Carbamazepine
Oxarbazepine
SINDROM
LANDAU-
KLEFFNER
Sodium
Valproat
Lamotrigine
Steroid
Levetiraceta
m
Topiramate
Carbamazepine
Oxarbazepine
EPILEPSI
MIKLONIK-
ASTATIK
Sodium
Valproat
Clobazam
Clonazepam
Topiramate
Levetiraceta
m
Topiramate
Carbamazepine
Oxarbazepine
Steroid : Prednisolon atau ACTH
Tabel 3. Dosis obat anti-epilepsi untuk orang dewasa
OBAT DOSIS
AWAL
(mg/hari
)
DOSIS
RUMATA
N
(mg/hari)
JUMLAH DOSIS
PERHARI
WAKTU
PARUH
PLASMA
(jam)
WAKTU
TERCEPATN
YA STEADY
STATE
(hari)
Carbamazepin 400 – 400 – 600 2 – 3x 15-35 2-7
21
Page 22
e 600
(untuk yg CR 2x)
Phenytoin 200 –
300
200 – 400 1 – 2x 10 – 80 3 – 15
Valproic acid 500 –
1000
500 – 2500 2 – 3x
(untuk yg CR 2x)
12 – 18 2 – 4
Phenobarbital 50 – 100 50 – 200 1 50 – 170
Clonazepam 1 4 1 or 2 20 – 60 2 – 10
Clobazam 10 10 -30 2 – 3x
(untuk yg CR 2x)
10 – 30 2 – 6
Oxarbazepine 600 –
900
600 – 3000 2 – 3x 8 – 15
Levetiracetam 1000 –
2000
1000 –
3000
2x 6 – 8 2
Topiramate 100 100 – 400 2x 20 – 30 2 – 5
Gabapentin 900 –
1800
900 – 3600 2 – 3x 5 – 7 2
Lamotrigine 50 – 100 20 – 200 1 – 2x 15 – 35 2 – 6
CR : controlled release
Tabel 4. Efek samping obat anti-epilepsi klasik
OBAT EFEK SAMPING
TERKAIT DOSIS IDIOSINKRASI
Carbamazepin
e
Diplopia, dizziness nyeri
kepala, mual, mengantuk,
Ruam morbiliform, agranulositosis, anemia
aplastik, efek hipototoksik, syndrome
22
Page 23
netropienia, hiponatremia stevens-johnson, efek teragenik
Phenytoin Nistagmus, ataksia, mual,
muntah, hipertrofi gusi,
depresi, mengantuk,
paradoxical increase in
seizure, anemia megaloblastik
Jerawat, coarse facies, hirsutism, lupus like
syndrome, ruam, sindrom Stevens-johnson,
dupuytren’s contracture, efek hepatotoksik,
efek teratogenik
Valproic acid Tremor, berat badan
bertambah, depresia, mual,
muntah, kebotakan, teratogenik
Pankreatitis akuk, efek hepatotoksik,
trombositopenia, ensephalopati, udem
perifer
Phenobarbital Kelelahan, restlegless, depresi,
insomnia (pada anak),
distractability (pada anak),
hiperkinesia (pada anak),
irritabilty (pada anak)
Ruam makulopapular, eksfoliasi, nekrosis
epidermal toksik, efek hepatotoksik,
arthritic changes, dupuytren’s contracture,
efek teratogenik
Clonazepam Kelelahan, sedasi, mengantuk,
dizziness, agresi (pada anak),
hiperkinesia (pada anak)
Ruam, trombositopenia
Tabel 5. Efek samping obat anti-epilepsi baru
OBAT EFEK SAMPING UTAMA EFEK SAMPING YANG
LEBIH SERIUS NAMUN
JARANG
LEVETIRACETAM Somnolen, astenia, sering muncul
ataksia, penurunan ringan jumlah sel
darah merah, kadar hemoglobin dan
hematokrit
23
Page 24
Gabapentin Somnolen, kelelahan, ataksia,
dizziness, gangguan saluran cerna
Lamotrigine Ruam, dizziness, tremor, ataksia,
diplopia, nyeri kepala, gangguan
saluran cerna
Sindrom Stevens-Johnson
Clobazam Sedasi, dizziness, irritability,
depresi, dysinhibition
Oxcarbazepine Dizziness, diplopia, ataksia, nyeri
kepala, kelemahan, ruam,
hiponatremia
Topiramate Gangguan kognitif, tremor, dizzines,
ataksia, nyeri kepala, kelelahan,
gangguan saluran cerna, batu ginjal
24
Page 25
PENGHENTIAN OAE
Dalam hal penghentian OAE maka ada dua hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu syarat
umum untuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhnya bangkitan setelah OAE
dihentikan.
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah bebas dari
bangkitan selama minimal 2 tahun
Gambaran EEG "normal"
Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6 bulan.
Penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada keadaaan
sebagai berikut:
Semakin tua usia kemungkinan timbulnya kekambuhan makin tinggi
Epilepsi simtomatik
Gambaran EEG yang abnormal
Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan
Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita; sangat jarang pada sindrom epilepsi
benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentro-temporal, 5-25 % pada epilepsi lena
masa anak kecil, 25-75% epilepsi parsial kriptogenik simtomatik, 85-95% pada epilepsi
mioklonik pada anak
Penggunaan lebih dari satu OAE
Masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
Mendapat terapi 10 tahun atau lebih
Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan selama 3-5
tahun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir
(sebelum pengurangan dosis OAE), kemudian di evaluasi kembali.
TERAPI STATUS EPILEPTIKUS
25
Page 26
Definisi
Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit, atau adanya dua
bangkitan atau lebih di mana di antara bangkitan-barigkitan tadi tidak terdapat pemulihan
kesadaran. Namun demikian penanganan bangkitan harus dimulai dalam 10 menit setetah awitan
suatu bangkitan.
Klasifikasi
• SE konvulsif (bangkitan umum tonik klonik)
• SE non-konvulsif ( bangkitan bukan umum tonik klonik)
Etiologi
Penyebab Status Epileptikus (SE) dapat dikatagorikan sebagai pencetus dan penyebab :
1. Pencetus SE :
a. Penderita epilepsi dengan pengobatan atau dosis pengobatan yang tidak memadai
b. Pengobatan yang tiba – tiba dihentikan atau gangguan penyerangan di GIT.
c. Keadaan umum yang menurun sebagai akibat kurang tidur, stres psikis atau stres fisik
d. Penggunaan atau withdrawal alkohol, drug abuse (Narkotik) atau obat – obat anti depresi
2. penyebab akut :
a. Penderita ensepalopati anoksik
b. Penderita penyakit serebrovaskular akut (stroke, intraserebral haemorrhage)
c. Penderita tumor SSS
d. Penderita ensepalopati metabolik
e. Penderita meningitis atau ensefalitis
Pada anak – anak terdapat faktor resiko untuk terjadinya SE :
1. Gambaran latar belakang EEG yang abnormal berupa gambaran gelombang yang imatur
2. Adanya serangan parsial yang berubah menjadi kejang umum sekunder
3. Adanya serang yang pertama dari SE
4. Gambaran neuroimaging (CT/MRI) abnormal pada seluruh otak.
Pratokol penanganan SE
Tabel 7. penanganan status epileptikus konvulsivis
Stadium Penatalaksanaan
Stadium I Memperbaiki fungsi kardio-respirasi
26
Page 27
(0–10 menit) Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi
Stadium II
(1– 60 menit)
Pemeriksaan status neurologik
Pengukuran tekanan darah, nadi, suhu
EKG
Memasang infus pada pembuluh darah besar
Mengambil 50 – 100 cc darah untuk pemeriksaan lab
Pemberian OAE emergensi: diazepam 10 – 20 mg iv (kecepatan
pemberian ≤ 2-5mg/menit atau rectal dapat diulang 15 mnt
kemudian)
Memasukan 50 cc glukosa 50% dengan atau tanpa thiamin 250 mg
intravena dan menangani asidosis
Stadium III
(0 – 60/90
mnt)
Menentukan etiologi
Bila kejang berlangsung terus selama 30 mntsetelah pemberian
diazepam pertama, beri phenytoin iv 15 -18 mg/kg dengan
kecepatan 50 mg/mnt
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi
Stadium IV
(30 – 90
mnt)
Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30 – 60 menit, transfer pasien
ke ICU, beri propofol ( 2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau
thiopentone (100 - 250 mg bolus iv pemberian dalam 20 menit,
dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2 - 3 menit), dilanjutkan
sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG
terakhir lalu dilakulkan taperring off
Memantau bangkitan dan EEG, tekanan intrakranial, memulai
pemberian OAE dosis rumatan.
27