Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Survey Dermografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 AKI di Indonesia sebesar 359 kematian / 100.000 kelahiran hidup. Rata- rata
kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang menca
pai 228 kematian / 100.000 kelahiran hidup. Sementara target yang ingin dicapai
sesuai tujuan MDGs ( Millenium Development Goals ) pada tahun 2015 AKI
(Angka Kematian Ibu) turun menjadi 102 kematian/ 100.000 kelahiran hidup
(SDKI, 2012).
Menurut WHO (World Health Organization), di seluruh dunia setiap menit
seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan,
persalinan, dan nifas. Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal setiap hari
atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan,
persalinan, dan nifas ( Riswandi, 2010 ). Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga
mengatakan bahwa persalinan dengan bedah section caesarea adalah sekitar 10-
15% dari semua proses persalinan di negara-negara berkembang.
Sectio caesarea adalah pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan
melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan
utuh dan sehat ( Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2012).
Page 2
Beberapa kerugian dari persalinan yang dijalani melalui bedah sectio
caesarea yaitu adanya komplikasi yang dapat terjadi antara lain cedera kandung
kemih, cedera pada pembuluh darah, cedera pada usus, dan infeksi pada rahim /
endometritis. Dalam hal ini bakteri merupakan sumber penyebab infeksi yang
mengakibatkan terhambatnya proses penyembuhan luka (Yusuf, 2009).
Infeksi merupakan suatu proses invasif oleh mikroorganisme dan
berpoliferasi didalam tubuh yang dapat menyebabkan sakit terutama terjadi pada
saat trauma selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi
sering muncul dalam 2-7 hari. Infeksi ini dapat berupa adanya purulent,
peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka,
peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih (Petter dan Perry,2010).
Di Indonesia sendiri presentasi operasi section caesarea itu sendiri sekitar
5% dari keseluruhan proses persalinan. Kematian ibu akibat operasi section
caesarea itu sendiri menunjukkan 1 per 1000 persalinan, sedangkan untuk kasus
infeksi operasi section caesarea mencapai angka 80 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan persalinan pervaginam ( WHO, 2007).
Berdasarkan data yang diambil dari catatan rekam medik BLUD RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015 telah didapatkan dari bulan
Januari sampai Maret 2015 terdapat 6 kasus (2%) ibu nifas dengan infeksi luka
section caesarea dari 99 ibu bersalin section caesarea. Kasus ini terjadi karena
kurangnya pengetahuan pasien tentang pentingnya mobilisasi dan perawatan luka
setelah operasi sectio caesarea.
Page 3
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengambil judul “Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan infeksi Luka Post Sectio caesarea Di BLUD
RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015“.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dapat dirumuskan “Bagaimana
asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan infeksi luka post sectio caesarea di
BLUD RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015? “
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dan mampu melaksanakan asuhan
kebidanan ibu nifas dengan infeksi luka post sectio caesarea dengan manajemen 7
Langkah Varney.
2. Tujuan Khusus
2.1 Untuk mengetahui gambaran asuhan kebidanan dalam pengkajian dan analisa data
pada ibu nifas dengan infeksi luka post sectio caesarea.
2.2 Untuk mengetahui gambaran asuhan kebidanan dalam menginterpretasikan data
pada ibu nifas dengan infeksi luka post sectio caesarea.
2.3 Untuk mengetahui gambaran asuhan kebidanan dalam menemukan diagnosa
potensial yang dapat terjadi pada ibu nifas dengan infeksi luka post sectio
caesarea.
2.4 Untuk mengetahui gambaran asuhan kebidanan dalam melakukan tindakan segera
pada ibu nifas dengan infeksi luka post sectio caesarea.
Page 4
2.5 Untuk mengetahui gambaran asuhan kebidanan dalam merencanakan tindakan
menyeluruh sesuai dengan kondisi pada ibu nifas dengan infeksi luka post sectio
caesarea.
2.6 Untuk mengetahui gambaran asuhan kebidanan dalam melaksanakan tindakan
pada ibu nifas dengan infeksi luka post sectio caesarea.
2.7 Untuk mengetahui gambaran asuhan kebidanan dalam melakukan evaluasi
terhadap tindakan kebidanan pada ibu nifas dengan infeksi luka post sectio
caesarea.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan
pengalaman penulis dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan
infeksi luka post sectio caesarea.
2. Bagi Profesi
Memberikan wawasan bagi profesi atau tenaga kesehatan lainnya dalam
menangani kasus pada ibu nifas dengan infeksi luka post sectio caesarea sesuai
dengan standar asuhan kebidanan.
3. Bagi Institusi Rumah Sakit
Untuk meningkatkan mutu atau kualitas pelayanan kesehatan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan infeksi luka post section
caesarea.
Page 5
4. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah referensi dan sebagai wacana bagi mahasiswa di perpustakaan
mengenai asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan infeksi luka post section
caesarea.
Page 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Nifas sectio caesarea
1.1 Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan
melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan
utuh dan sehat (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012).
Sectio caesarea adalah lahirnya janin melalui insisi dinding abdomen
(laparotomy) dan dinding uterus (histerektomi) (Garry, 2010)
1.2 Macam – macam operasi Sectio caesarea (Garry, 2010)
1.2.1 Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1.2.1.1 Sectio caesarea transperitonealis:
(1) Sectio caesarea klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus
uteri). Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira10 cm.
Kelebihan :
(a) Mengeluarkan janin dengan cepat.
(b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
(c) Sayatan biasa diperpanjang proksimal atau distal.
Page 7
Kekurangan :
(a) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealis yang baik.
(b) Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
(2) Sectio caesarea ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada
segmen bawah rahim).
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen
bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
(a) Penjahitan luka lebih mudah.
(b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
(c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran
isi uterus ke rongga peritoneum.
(d) Perdarahan tidak begitu banyak.
(e) Kemungkinan ruptur uteri spontan berkurang atau lebih kecil.
Kekurangan :
(a) Luka dapat melebar ke kiri, kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan uteri pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak.
(b) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
1.2.1.2 Sectio caesarea ekstra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum perietalis
dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
Page 8
1.2.2 Vagina (sectio caesarea vaginalis) menurut sayatan pada rahim, sectio
caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1.2.2.1 Sayatan memanjang (longitudinal).
1.2.2.2 Sayatan melintang (transversal).
1.2.2.3 Sayatan huruf T (T insicion).
1.3 Indikasi
Menurut Winkjosastro (2010), operasi sectio caesarea dilakukan jika
kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan risiko pada ibu ataupun pada
janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan sectio caesarea proses
persalinan normal/kegagalan proses persalinan normal (Dystosia) :
1.3.1 Fetal distress
1.3.2 His lemah/melemah
1.3.3 Janin dalam posisi sungsang atau melintang
1.3.4 Bayi besar (BBL >4,2 kg)
1.3.5 Plasenta previa
1.3.6 Kelainan letak
1.3.7 Disproporsi Cevalo-Pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan
panggul)
1.3.8 Ruptur uteri mengancam
1.3.9 Hydrocephalus
1.3.10 Primi muda atau tua
1.3.11 Partus dengan komplikasi
Page 9
1.3.12 Panggul sempit
Kelemahan Umum, partus tidak maju/partus lama, penyakit Jantung,
placenta Previa dengan perdarahan hebat atau Placenta Previa marginalis. Pintu
vagina lemah, tumor vagina, tumor cevik, kehamilan Serotinus (lebih dari 42
minggu) dan distosia karena kekurangan his Prolapsus Foniculli.
1.4 Perawatan ibu nifas post sectio caesarea
1.4.1 Periksa dan catat tanda-tanda vital setiap 15 menit pada jam pertama dan 30
menit pada 4 jam kemudian.
1.4.2 Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
1.4.3 Pemberian transfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.
1.4.4 Pemberian antibiotika.
Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar efektif dapat
dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan dengan
kolaborasi SpOG untuk terapi obat :
1.4.1 Ampisilin : dosis 2 g IV setiap 6 jam.
1.4.2 Gentamisin : dosis 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam.
1.4.3 Metronidazole : dosis 500 mg IV setiap 8 jam.
1.4.5 Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat
tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah
dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
Page 10
1.4.6 Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari
kelima setelah operasi (Mochtar, 2004).
1.5 Komplikasi sectio caesarea
1.5.1 Infeksi puerperal (nifas)
1.5.1.1 Luka jahitan perineum
(1) Jaringan sekitarnya membengkak
(2) Tepi luka menjadi merah dan bengkak
(3) Jahitan mudah terlepas
1.5.1.2 Luka bekas post sectio caesarea
(1) Ringan : bila ada kenaikan suhu beberapa hari saja
(2) Sedang : bila suhu naik lebih tinggi yaitu lebih dari 38oC, disertai dehidrasi
dan perut kembung
(3) Berat : bila terjadi peradangan, ada nanah, bengkak
1.5.2 Perdarahan disebabkan karena :
1.5.2.1 Banyak pembuluh darah yang terlepas dan terbuka
1.5.2.2 Atonia uteri
1.5.2.3 Perdarahan pada plasenta
1.5.3 Luka kandung kemih
1.5.4 Bisa terjadi ruptur uteri spontan
Page 11
2. Konsep Dasar Infeksi Luka Post Sectio caesarea
2.1 Pengertian
Infeksi sectio caesarea merupakan suatu proses invasif oleh
mikroorganisme dan berpoliferasi didalam tubuh yang dapat menyebabkan sakit
terutama terjadi pada saat trauma selama pembedahan atau setelah pembedahan,
gejala dari infeksi sering muncul dalam 2-7 hari berupa infeksi berupa adanya
purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak disekeliling luka,
peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih (Petter dan Perry,
2010).
Bakteri sumber penyebab infeksi yang menyebabkan terhambatnya proses
penyembuhan luka (Yusuf, 2009).
2.2 Diagnosis
Diagnosis luka infeksi terutama berdasarkan kondisi klinis. Pengkajian
harus menyertakan evaluasi pasien, jaringan atau kulit sekitar luka, dan kondisi
luka itu sendiri yaitu ada tidaknya tanda dan gejala infeksi pada luka, begitu juga
faktor yang kemungkinan dapat meningkatkan risiko tinggi dan memperberat
terjadinya infeksi.
Melakukan pengkajian luka infeksi pada kegiatan rutin praktik luka dapat
membantu deteksi dini dan penanganan yang tepat dan cepat (Arisanty, 2011).
Page 12
2.3 Tanda, Gejala dan Faktor-Faktor Infeksi Sectio caesarea
2.3.1 Tanda dan Gejala
2.3.1.1 Kalor ( panas )
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya,
sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi /
fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu
inti dan hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.
2.3.1.2 Dolor ( rasa sakit )
Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal
ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf, pengeluaran zat kimia tertentu
seperti histamine atau zat kimia bioktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri,
selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan
tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.
2.3.1.3 Rubor ( kemerahan )
Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami
peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang
mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah yang
mengalir ke dalam mikro sirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya
kosong atau sebagian saja meregang dengan cepat penuh terisi darah.
Page 13
2.3.1.4 Tumor ( pembengkakan )
Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel
dari darah kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di
daerah peradangan disebut eksudat.
2.3.1.5 Functiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan
sakit disertai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga
organ tersebut terganggu dalam menjalankan fungsinya secara normal
(Yudhityarasati, 2007).
2.3.1.6 Luka berbau tidak sedap, terdapat cairan nanah pada luka.
2.4 Faktor-faktor terjadinya infeksi luka post sectio caesarea
Menurut Harmono (2007), beberapa hal yang berperan dalam terjadinya
infeksi luka post sectio caesarea adalah :
2.4.1 Mikroorganisme penyebab
Mikroorganisme penyebab infeksi luka dapat dari golongan gram positif
dan gram negative, kuman anaerob, jamur dan virus, dan infeksi yang terjadi
dapat berupa infeksi kulit pada jaringan yang dalam, septicemia dan
endocarditis/abses.
2.4.2 Usia
Usia tua dimana metabolisme tubuh menurun berpengaruh terhadap
pembentukan kolagen, penurunan elastisitas dan tegangan permukaan kulit.
Page 14
2.4.3 Status
Nutrisi, hal ini berkaitan dengan proses penyembuhan yang memang
memerlukan zat-zat metabolisme seperti protein, vitamin C dan A, karbohidrat,
lemak dan cairan.
2.4.4 Kondisi
Pengobatan, hal ini berkaitan dengan penyakit penyerta yang
memerlukan metabolism ekstra yang dapat mengurangi kebutuhan oksigen dan
nutrisi pada penyembuhan luka, transfusi darah pada anemia tidak efektif
terhadap penyembuhan luka dan diabetes biasanya rentan terhadap infeksi.
2.4.5 Tipe luka
Dimana luka yang terbuka lebih lama sembuh dari pada yang dijahit dan
jahitan luka dapat mencegah pergerakan luka pada kulit dan konstriksi kulit.
2.4.6 Sirkulasi darah
Dimana area luka yang dekat dengan pusat sirkulasi darah lebih cepat
sembuh daripada daerah distal.
2.4.7 Pergerakan
Dimana luka pada daerah dengan mobilisasi tinggi maka peradangan
akan lama dan menghambat penyembuhan.
2.4.8 Suhu luka
Dimana selama perawatan diusahakan perubahan suhu luka kurang 120C
dan 40 menit kemudian sudah tercapai suhu tinggi.
Page 15
2.4.9 Kekeringan luka
Yang mana kekeringan permukaan kulit menyebabkan kehilangan
jaringan, menambah dalamnya luka dan lambatnya penyembuhan.
2.4.10 Penyakit
Dimana orang dengan diabetes militus merupakan stres tambahan yang
dalam kondisi di operasi dapat menyebabkan kegagalan dalam kontrol insulin.
2.5 Komplikasi
2.5.1 Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku
pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing.
Hipeovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka
dibawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama
setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan
terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan.
Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
2.5.2 Desiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan evescerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah
keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi
kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang
berlebihan, muntah dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami
dehiscense luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4-5 hari setelah operasi
Page 16
sebelum kolagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi
terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres
dengan normal sline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada
daerah luka (Yusuf, 2009).
2.5.3 Abses dan Kejang
Abses merupakan kumpulan nanah yang berada disebuah jaringan karena
adanya proses infeksi. Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
untuk mencegah penyebaran / perluasan infeksi dibagian tubuh yang lain.
Abses adalah infeksi kulit dengan gejala berupa kantong berisi nanah. Kejang
adalah proses yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu mencapai >38oC).
Kejang dapat terjadi karena infeksi bakteri, virus dan parasit (Siregar, 2004).
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Jotowiyono dan Kristiyanasari (2012), pemeriksaan diagnostik
ibu nifas post sectio caesarea antara lain :
2.6.1 Hemoglobin / hematokrit
2.6.2 Urinalisis untuk pemeriksaan leukosit yang menunjukkan adanya peningkatan
jumlah sel darah putih atau tidak.
2.7 Penatalaksanaan ibu nifas infeksi luka post sectio caesarea
Menurut Saifuddin (2007), penatalaksanaan ibu nifas infeksi luka post
sectio caesarea meliputi :
Page 17
2.7.1 Manajemen post operatif
2.7.1.1 Pasien dibaringkan di dalam kamar pulih (kamar isolasi) dengan pemantauan
ketat tensi, nadi, nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama, kemudian 30 menit
dalam 1 jam berikut dan selanjutnya.
2.7.1.2 Pasien tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak tengadah
agar jalan nafas bebas.
2.7.1.3 Letakkan tangan yang tidak diinfus di samping badan agar cairan infus dapat
mengalir dengan lancar.
2.7.2 Mobilisasi/aktifitas
Pasien boleh menggerakan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit 8-12
jam kemudian duduk, bila mampu pada 24 jam setelah sectio caesarea pasien
jalan, bahkan mandi sendiri pada hari kedua.
2.7.3 Perawatan luka
Perawatan luka pada nifas post sectio caesarea adalah merawat luka
dengan cara mengganti balutan atau penutup yang sudah kotor atau lama
dengan penutup luka atau pembalut luka yang baru. Tujuan adalah untuk
mencegah terjadinya luka infeksi serta memberikan rasa aman dan nyaman
pada pasien. Persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan antara lain : bak
instrumen, kassa, gunting, plaster, lidi waten, antiseptik (betadine), pinset
anatomis dan chirurgis, bengkok, perlak pengalas, sarung tangan steril, larutan
NaCl untuk membersihkan luka, salep antiseptik, tempat sampah, larutan klorin
0,5%. Langkah-langkah perawatan luka post sectio caesarea adalah :
Page 18
2.7.3.1 Kapas perut harus dilihat pada 1 hari pasca bedah, bila basah dan berdarah
harus diganti. Umumnya kassa perut dapat diganti hari ke 3-4 sebelum pulang
dan seharusnya, pasien mengganti setiap hari luka dapat diberikan betadine
sedikit.
2.7.3.2 Jahitan yang perlu dibuka dapat dilakukan dalam 5 hari pasien bedah.
2.7.4 Kateter/eliminasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involasi uterus dan menyebabkan pendarahan oleh
karena itu dianjurkan pemasangan kateter seperti dower cateter/balon kateter
yang terpasang selama 24 sampai 48 jam, kecuali penderita dapat kencing
sendiri. Kateter dibuka 12-24 jam pasca pembedahan. Bila terdapat hematuria
maka pengangkatan dapat ditunda.
2.7.5 Pemberian antibiotik
Infeksi selalu diperhitungkan dari adanya alat yang kurang steril,
sehingga pemberian antibiotika sangat penting untuk menghindari terjadinya
sepsis sampai kematian (Saifuddin, 2007). Pemberian dilakukan dengan
kolaborasi SpOG untuk terapi obat :
2.7.5.1 Ampisilin : Dosis awal 2 g/ IV dan 1 g setiap 6 jam (oral) atau 500 mg
( parenteral) setiap 6 jam.
2.7.5.2 Sulbenisin : Dosis 1 g.
2.7.5.3 Kloramfenikol : 1 g IV setiap 6 jam.
2.7.5.4 Gentamisin : 1,5 mg/kg IV atau IM diberikan setiap 8 jam.
Page 19
2.7.5.5 Doksisiklin : 100 mg setiap 12 jam ( jangan diberikan bersamaan dengan susu
atau antasida).
2.7.5.6 Metronidazole : 1 g IV atau per rektal setiap 12 jam atau 500 mg (oral) setiap 6
jam (Prawirohardjo, 2010).
B. Teori Asuhan Kebidanan
1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori
ilmiah, penemuan ketrampilan dalam rangka/tahapan yang logis untuk
pengambilan keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2004).
2. Manajemen Kebidanan Tujuh Langkah Varney
2.1 Langkah 1 : Pengkajian Data
Pengkajian data adalah langkah pengumpulan semua informasi yang akurat
dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Langkah ini
menentukan proses interpretasi data tahap selanjutnya sehingga harus
komprehensif. Hasil pemeriksaan menggambarkan kondisi atau masukan klien
yang sebenarnya atau valid (Varney, 2004).
2.1.1 Data subjektif
Data subyektif adalah data yang didapat dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi data kejadian. Data tersebut tidak dapat ditentukan oleh
perawat secara independen tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi
(Ambarwati dan Wulandari, 2008).
Page 20
2.1.1.1 Biodata
Biodata adalah identitas untuk mengetahui status klien secara lengkap
sehingga sesuai dengan sasaran (Ambarwati dan Wulandari, 2008). Identitas
meliputi :
(1) Nama : Untuk mengetahui dan mengenal pasien.
(2) Umur : Untuk mengetahui faktor resiko dan tingkat kesuburan.
(3) Agama : Untuk mengetahui kepercayaan yang dianut oleh pasien.
(4) Suku bangsa : Dikaji untuk mengetahui lebih jauh tentang sosial budaya
pasien.
(5) Pendidikan : Untuk mengetahui tingkat pendidikan yang nantinya penting
dalam pemberian KIE.
(6) Pekerjaan : Untuk mengetahui keadaan sosial ekonomi keluarga.
(7) Alamat : Dikaji untuk mengetahui keadaan sosial dan budaya di
lingkungan tempat tinggal pasien.
2.1.1.2 Alasan masuk
Untuk mengetahui alasan yang membuat pasien datang yang
berhubungan dengan persalinannya (Ambarwati dan Wulandari, 2008).
2.1.1.3 Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa
nifas misalnya pasien merasa mules, pada kasus infeksi luka post sectio
caesarea keluhan biasa muncul yaitu rasa nyeri pada perut, badan terasa lemah,
pusing, sulit mobilisasi (Manuaba, 2007).
Page 21
2.1.1.4 Riwayat penyakit
(1) Riwayat kesehatan sekarang
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang
diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya
(Ambarwati dan Wulandari, 2008).
(2) Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau
penyakit akut, kronis seperti jantung, DM, hipertensi, asma yang dapat
mempengaruhi pada masa nifas ini (Ambarwati dan Wulandari, 2008).
2.1.1.5 Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui menarche, siklus haid, lamanya, jumlah darahyang
dikeluarkan dan pernah disminorhoe (Ambarwati dan Wulandari, 2008).
2.1.1.6 Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinannya, lama perkawinan, syah atau
tidak, sudah beberapa kali menikah, berapa jumlah anaknya (Wiknjosastro,
2010).
2.1.1.7 Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Untuk mengetahui berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah
anak, cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas yang lalu
(Wiknjosastro, 2010).
Page 22
2.1.1.8 Riwayat KB
Untuk mengetahui KB yang pernah digunakan, jika ber-KB lamanya
berapa tahun, alat kontrasepsi apa yang digunakan (Saifuddin, 2010).
2.1.1.9 Riwayat kehamilan sekarang
Untuk mengetahui keadaan kesehatan ibu selama hamil ada atau tidaknya
penyakit serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut
(Wiknjosastro, 2010).
2.1.1.10 Riwayat persalinan sekarang
Untuk mengetahui jenis persalinan, penolong persalinan, lama persalinan
kala I, II, III, IV, keadaan anak, jumlah air ketuban, komplikasi persalinan ibu
dan bayi pada kasus ini riwayat persalinan sekarang adalah sectio caesarea
(Wiknjosastro, 2010).
2.1.1.11 Kebiasaan selama nifas
(1) Pola nutrisi
Untuk mengetahui pola makan dan minum frekuensi, banyaknya jenis
makanan, makanan pantangan (Ambarwati, 2008).
(2) Pola eliminasi
Pada kasus nifas post sectio caesarea BAK melalui kateterisasi pada ibu
masih berbaring ditempat tidur untuk beberapa hari, sedangkan BAB
menggunakan pispot (Ambarwati, 2008).
Page 23
(3) Pola istirahat
Untuk mengetahui pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien tidur,
kebiasaan tidur misal membaca, kebiasaan tidur siang. Istirahat sangat
penting bagi ibu masa nifas karena dengan istirahat yang cukup dapat
mempercepat penyembuhan (Ambarwati, 2008).
(4) Keadaan psikologis
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya, keadaan
mental ibu nifas infeksi luka post sectio caesarea adalah cemas, sulit tidur,
merasa bersalah, mudah tersinggung, pikiran negatif terhadap bayinya
(Manuaba, 2007).
(5) Sosial budaya
Untuk mengetahui bagaimana dukungan keluarga, status rumah tinggal,
pantangan makanan, kebiasaan adat istiadat yang dilakukan (Manuaba,
2007).
(6) Penggunaan obat-obatan/rokok
Dikaji apakah ibu perokok dan pemakai obat-obatan selama hamil atau tidak
(Manuaba, 2007).
2.1.2 Data objektif
Data objektif adalah menggambarkan pendokumentasian hasil
pemeriksaan fisik pasien yang meliputi :
2.1.2.1 Status generalis
Page 24
(1) Keadaan umum : Untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, sedang,
buruk. Keadaan ibu setelah dilakukan sectio caesarea adalah sedang (Hacker,
2004).
(2) Kesadaran : Untuk mengetahui tingkat kesadaran yaitu apakah composmentis,
apatis, somnolen atau koma (Alimul, 2010). Kesadaran ibu setelah dilakukan
tindakan sectio caesarea adalah composmentis (Alimul,2010).
(3) Tanda vital
(a) Tekanan darah : Untuk mengetahui atau mengukur batas normal tekanan
darah antara 90/80 mmHg sampai 130/90 mmHg (Prawirohardjo, 2010).
Sedangkan tekanan darah ibu nifas post sectio caesarea adalah 110/70-
130/80 mmHg (Prawirohardjo, 2010).
(b) Suhu : Untuk mengambil suhu basal pada ibu, suhu badan yang normal
360C sampai 370C (Sulistyawati, 2010). Sedangkan suhu pada ibu nifas
infeksi luka post sectio caesarea adalah 380C-390C (Sulistyawati, 2009).
(c) Nadi : Untuk mengetahui denyut nadi pasien sehabis melahirkan, biasanya
denyut nadi akan lebih cepat (Ambarwati, 2008). Sedangkan denyut nadi
pada ibu nifas infeksi luka post sectio caesarea adala 50-90 x/menit
(Ambarwati, 2008).
(d) Respirasi : Untuk mengetahui frekuensi pernafasan yang dihitung dalam
menit (Prawirohardjo, 2010). Sedangkan respirasi pada ibu nifas infeksi luka
post sectio caesarea cenderung lebih cepat 16-26 x/menit (Prawirohardjo,
2010).
Page 25
(4) Tinggi badan : untuk mengetahui tinggi badan pasien (Prawirohardjo, 2010).
(5) Lingkar lengan : Untuk mengetahui status gizi atas pasien (Prawirohardjo,
2010).
2.1.2.2 Pemeriksaan Sistemik
(1) Kepala
(a) Rambut : Untuk mengetahui kebersihan rambutnya, kondisi kulit
kepala dan karakteristik seperti rambut bersih, rontok atau tidak
(Nursalam, 2007).
(b) Muka : Untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak, ada oedema
apa tidak, ada cloasma gravidarum atau tidak (Wiknjosastro, 2010).
(c) Mata : Conjungtiva pucat atau tidak, sklera putih atau tidak dan mata
cekung atau tidak (Wiknjosastro, 2010).
(d) Mulut, gigi dan gusi : Untuk mengetahui keadaan mulut bersih atau
kotor, ada stomatitis apa tidak, pada gusi terdapat caries apa tidak dan
pada gigi terdapat karang gigi atau tidak (Wiknjosastro, 2010).
(2) Leher : Untuk mengetahui ada pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar
gondok (Ambarwati dan Wulandari, 2008).
(3) Dada dan Axilla
(a) Dada :Untuk mengetahui ada benjolan pada payudara atau tidak, ada
nyeri tekan atau tidak, ada kelainan bentuk atau tidak, puting susu
menonjol atau tidak dan pengeluaran ASI atau kolostrum (Farrer, 2004)
Page 26
(b) Axilla :Untuk mengetahui adanya pembengkakan, benjolan dan nyeri
(Wiknjosastro, 2010).
(c) Ekstremitas :Untuk mengetahui ada tidaknya varices (Alimul, 2010).
2.1.2.3 Pemeriksaan Khusus Obstetri
(1) Abdomen
(a) Inspeksi
Inspeksi merupakan proses observasi yang dilaksanakan secara
sistematis. Inspeksi dilakukan dengan menggunakan indra penglihatan
dan penciuman sebagai alat untuk mengumpulkan data (Nursalam,
2008). Pemeriksaan mulai dari kepala, leher, dada, dan axilla, abdomen,
genetalia, anus, ekstremitas, kulit dan mammae (Prawirohrdjo, 2010).
Pada kasus ibu nifas luka post sectio caesarea terdapat bekas luka
operasi (Saifuddin, 2010).
(b) Palpasi
Palpasi merupakan teknik yang menggunakan indra peraba tangan dan
jari diantaranya untuk mengetahui kontraksi uterus, tinggi fundus uteri
dan keadaan kandung kemih (Nursalam, 2008). Pada kasus ibu nifas
dengan infeksi luka post sectio caesarea terdapat nyeri pada saat
perabaan uterus (Sulistyawati, 2009).
(c) Auskultasi
Auskultasi merupakan pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop
untuk mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh tubuh yaitu
Page 27
pemeriksaan tekanan darah (Nursalam, 2008). Pada kasus ini tekanan
darah ibu nifas post sectio caesarea adalah 110/70 – 130/80 mmHg
(Prawirohardjo, 2010).
(d) Perkusi
Perkusi merupakan teknik pemeriksaan dengan mengetuk-ngetukkan
jari dibagian tubuh klien yang akan dikaji untuk membandingkan bagian
yang kiri dengan yang kanan (Nursalam, 2008). Pada kasus ibu nifas
dengan infeksi luka post sectio caesarea untuk pemeriksaan patella
kanan dan kiri tidak dilakukan.
(e) Pemeriksaan Anogenital
Untuk mengetahui pemeriksaan vulva vagina terdapat varises, luka,
kemerahan, nyeri, kelenjar bartholini dan pengeluaran pervaginam.
Perineum terdapat luka bekas luka dan lain-lain. Anus terdapat
haemorhoid dan lain-lain (Saifuddin, 2010).
1.2.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendukung pencegahan diagnosa
seperti pemeriksaan laboratorium, rontgen, ultrasonografi (Varney, 2004). Pada
infeksi luka post sectio caesarea pemeriksaan haemoglobin perlu diukur sebab
biasanya setelah dioperasi terjadi penurunan haemoglobin sebanyak 2 gr%
(Saifuddin, 2010).
Page 28
2.2 Langkah 2 : Interpretasi Data
Interpretasi data dasar merupakan rangkaian menghubungkan data yang
diperoleh dengan teori, prinsip relevan untuk mengetahui kesehatan pasien. Pada
langkah ini data diinterpretasikan menjadi diagnosa, masalah, kebutuhan
(Prawirohardjo, 2010).
2.2.1 Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup
praktek kebidanan (Prawirohardjo, 2010). Diagnosa pada kasus ini ditegakkan
Ny. H P2 A0 umur 34 tahun hari ketiga dengan infeksi luka post sectio
caesarea.
Data Dasar :
2.2.1.1 Data subjektif
Menurut Sulistyawati (2009), data subjektif meliputi :
(1) Ibu mengatakan keadaan setelah post sectio caesarea.
(2) Ibu mengatakan kecemasan atau rasa ketidaknyamanan setelah post sectio
caesarea.
(3) Ibu mengatakan rasa nyeri pada perut, badan terasa lemah, pusing dan sulit
mobilisasi.
2.2.1.2 Data objektif
Berdasarkan pemeriksaan inspeksi terlihat luka bekas post sectio caesarea dan
terdapat cairan nanah pada luka.
Page 29
Masalah :
Hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien dan hasil dari pengkajian
(Varney, 2004). Dalam kasus ibu nifas infeksi luka post sectio caesarea adalah
gangguan rasa nyaman (nyeri), cemas, sulit tidur (Manuaba, 2007).
Kebutuhan :
Kebutuhan merupakan hal-hal yang dibutuhkan pasien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah (Varney,2004). Kebutuhan pada ibu
nifas infeksi luka post sectio caesarea adalah :
(1) Memberikan konseling tentang nyeri yang dirasakan berhubungan dengan
kondisi pasca operasi.
(2) Melakukan tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak
tengadah agar jalan nafas bebas.(Saifuddin, 2007).
(3) Support mental dari keluarga dan tenaga kesehatan.
2.3 Langkah 3 : Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial yang sudah
diidentifikasi (Varney, 2004). Diagnosa yang kemungkinan terjadi adalah abses
dan kejang (Siregar, 2004).
2.4 Langkah 4 : Antisipasi / Tindakan Segera
Dalam langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau
dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien (Varney, 2004).
Page 30
Antisipasi pertama yang dilakukan pada ibu infeksi luka post sectio
caesarea antara lain kolaborasi dengan SpOG, pemberian antibiotik profilaksis
(Wiknjosastro, 2010).
2.4.1 Ampisilin : Dosis awal 2 g/ IV dan 1 g setiap 6 jam (oral) atau 500 mg
( parenteral) setiap 6 jam.
2.4.2 Sulbenisin : Dosis 1 g.
2.4.3 Kloramfenikol : 1 g IV setiap 6 jam.
2.4.4 Gentamisin : 1,5 mg/kg IV atau IM diberikan setiap 8 jam.
2.4.5 Doksisiklin : 100 mg setiap 12 jam ( jangan diberikan bersamaan dengan susu
atau antasida).
2.4.6 Metronidazole : 1 g IV atau per rektal setiap 12 jam atau 500 mg (oral) setiap
6 jam (Prawirohardjo, 2010).
2.5 Langkah 5 : Rencana Asuhan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh
langkah-langkah sebelumnya atau diagnosa yang telah diidentifikasikan atau
diantisipasi (Manuaba, 2007). Adapun rencana asuhan yang diberikan adalah :
2.5.1 Lakukan manajemen post operatif :
2.5.1.1 Pasien dibaringkan di dalam kamar pulih (kamar isolasi) dengan pemantauan
ketat tensi, nadi, nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama, kemudian 30 menit
dalam 1 jam berikut dan selanjutnya.
2.5.1.2 Pasien tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak tengadah
agar jalan nafas bebas.
Page 31
2.5.1.3 Letakkan tangan yang tidak diinfus di samping badan agar cairan infus dapat
mengalir dengan lancar.
2.5.2 Anjurkan mobilisasi/aktifitas
Pasien boleh menggerakan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit 8-12
jam kemudian duduk, bila mampu pada 24 jam setelah sectio caesarea pasien
jalan, bahkan mandi sendiri pada hari kedua.
2.5.3 Lakukan perawatan luka
2.5.4 Lakukan katerisasi dan observasi eliminasi
2.5.5 Beri KIE tentang KB
2.5.6 Lakukan kolaborasi untuk terapi obat
2.6 Langkah 6 : Pelaksanaan Asuhan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan yang menyeluruh
seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dan dilaksanakan secara efisien
dan aman (Saifuddin, 2010).
2.7 Langkah 7 : Evaluasi
Menurut Varney (2007) dan Saifuddin (2010), pada langkah ini dilakukan
evaluasi keefektifan dari asuhan kebidanan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan di dalam diagnosa dan
masalah antara lain dan dapat meliputi :
2.7.1 Keadaan umum dan tanda-tanda vital sign normal (tekanan darah, nadi, suhu,
dan respirasi).
Page 32
2.7.2 Dapat mobilisasi dengan baik.
2.7.3 Ibu dapat menjaga kebersihan diri dan luka bekas operasi.
2.7.4 Nyeri berkurang dan dapat diatasi.
2.7.5 Ibu dapat beristirahat cukup.
C. Data Perkembangan
Data perkembangan yang digunakan dalam laporan kasus ini adalah SOAP
menurut Varney (2004) yang meliputi :
1. Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesis.
2. Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung assesment.
3. Assesment
Menggunakan pendokumentasian hasil analisis interpretasi data subjektif dan
objektif dalam suatu identifikasi yang meliputi:
3.1 Diagnosa atau masalah
3.2 Antisipasi diagnosa atau masalah potensial
4. Planning
Menggambarkan pendokumentasian tindakan dan evaluasi dan evaluasi dari
perencanaan, berdasarkan assesment.
Page 33
D. Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
(Independent) (Dependent)
Keterangan :
= variabel independent (variabel yang diteliti)
= variabel dependent (variabel terikat)
= garis hubungan yang diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Pengkajian data dasar
Identifikasi diagnosa/masalah aktual
Asuhan Kebidanan pada ibu dengan infeksi post SC
Identifikasi diagnosa/masalah potensial
Tindakan segera/kolaborasi
Rencana asuhan
Evaluasi
Implementasi
Page 34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yang digunakan adalah penelitian deskriftif dengan
pendekatan survey observasi dimana desain ini digunakan untuk mendeskripsikan
atau menguraikan suatu keadaan dimana suatu komunitas atau masyarakat dengan
tujuan untuk mendapatkan gambaran Kepatuhan Bidan Terhadap Penatalaksanaan
Asuhan Kebidanan Post SC dengan infeksi luka operasi di BLUD RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2015 (Nursalam, 2009).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilakukan diruang Kebidanan BLUD RSU Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2015.
2. Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 14 Mei – 2 Juni 2014.
C. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah bidan yang
memberi pelayanan asuhan kebidanan BLUD RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara yang berjumlah 34 orang.
Page 35
D. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi criteria yang
berpendidikan D III Kebidanan yang memberi pelayanan Asuhan pada Ibu Nifas
dengan infeksi luka operasi yang dirawat di ruang Kebidanan BLUD RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara 10 orang bidan, penentuan sampel
dengan menggunakan accidental sampling yaitu tidak semua populasi dijadikan
sampel atau tidak semua responden atau bidan yang berada diruang Kebidanan
BLUD RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara pada waktu melakukan
pengambilan data dari responden dengan mengobservasi bidan setiap Tindakan
yang dilakukan dengan bantuan kuisioner (Nursalam, 2009).
E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
Penatalaksanaan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu suatu
proses/manajemen asuhan kebidanan berdasarkan 7 langkah varney, semua asuhan
kebidanan yang dilaksanakan mulai dari tahap pengkajian sampai tahap evaluasi.
1. Pengkajian Data
Pengkajian (skala ordinal) adalah kegiatan mengumpulkan data
tentang status kesehatan klien secara akurat, menyeluruh, singkat dan
berkesinambungan. Cara pengukuran dengan format observasi terdiri dari 10
item observasi. Kriteria penilaian adalah pernyataan positif dengan pemberian
nilai satu jika dilaksanakan dan nol jika tidak dilaksanakan, sehingga skor
terendah 0 dan tertinggi 10 dengan criteria objektif:
Page 36
1.1. Baik : bila responden telah melakukan semua tahapan pengkajian sesuai
standar operasional prosedur yaitu ≥ 80 %.
1.2. Kurang : bila responden melakukan semua tahapan pengkajian sesuai
standar operasional prosedur yaitu < 80 % (Notoatmodjo, 2010).
2. Identifikasi Diagnosa / Masalah Aktual
Identifikasi diagnose masalah (skala ordinal) adalah kegiatan
identifikasi terhadap masalah berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-
data yang telah dikumpulkan. Cara pengukuran menggunakan format
observasi terdiri dari 10 item observasi. Kriteria penilaian adalah pernyataan
positif dengan pemberian nilai satu jika dilaksanakan dan nol jika tidak
dilaksanakan sehingga skor terendah 0 dan tertinggi 10 dengan kriteria
objektif:
2.1. Baik : bila responden telah melakukan identifikasi masalah aktual sesuai
standar operasional prosedur yaitu ≥ 80 %.
2.2. Kurang : bila responden melakukan identifikasi masalah actual sesuai
standar operasional prosedur yaitu < 80 % (Notoatmodjo, 2010).
3. Identifikasi diagnosa / Masalah Potensial
Antisipasi masalah potensial (skala ordinal) adalah kegiatan
mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial berdasarkan
diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Cara pengukuran merupakan
format observasi terdiri dari 10 item observasi. Kriteria penilaian adalah
pernyataan positif dengan pemberian nilai satu jika dilaksanakan dan nol jika
Page 37
tidak dilaksanakan, sehingga skor terendah 0 dan tertinggi 10 dengan kriteria
objektif:
3.1. Baik : bila responden telah melakukan identifikasi masalah potensial
sesuai standar operasional prosedur yaitu ≥ 80 %.
3.2. Kurang : bila responden melakukan identifikasi masalah potensial sesuai
standar operasional prosedur yaitu < 80 % (Notoatmodjo, 2010).
4. Tindakan segera
Identifikasi tindakan segera (skala ordinal) adalah identifikasi
perlunya tindakan segera oleh responden untuk dikonsultasikan atau ditangani
bersama dengan anggota tim kesehatan lain. Cara pengukuran menggunakan
kuesioner pengkajian terdiri dari 10 item observasi. Kriteria penilaian adalah
pernyataan positif dengan pemberian nilai satu jika dilaksanakan dan nol jika
tidak dilaksanakan, sehingga skor terendah 0 dan tertinggi 10 dengan kriteria
objektif:
4.1. Baik : bila responden telah melakukan tindakan segera / kolaborasi sesuai
standar operasional prosedur yaitu ≥ 80 %.
4.2. Kurang : bila responden melakukan tindakan segera / kolaborasi sesuai
standar operasional prosedur yaitu < 80 % (Notoatmodjo, 2010).
5. Rencana Asuhan
Perencanaan (skala ordinal) adalah menentukan tindakan asuhan
kebidanan pada klien sebelum pelaksanaan asuhan dilaksanakan. Cara
pengukuran menggunakan kuesioner pengkajian terdiri dari 10 item
Page 38
observasi. Kriteria penilaian adalah pernyataan positif dengan pemberian
nilai satu jika dilaksanakan dan nol jika tidak dilaksanakan, sehingga skor
terendah 0 dan tertinggi 10 dengan kriteria objektif:
5.1. Baik : bila responden telah melakukan rencana asuhan sesuai standar
operasional prosedur yaitu ≥ 80 %.
5.2. Kurang : bila responden melakukan rencana asuhan sesuai standar
operasional prosedur yaitu < 80 % (Notoatmodjo, 2010).
6. Implementasi
Implementasi atau Pelaksanaan (skala ordinal) adalah kegiatan
merealisasikan rencana asuhan kebidanan yang telah ditetapkan. Cara
pengukuran menggunakan kuesioner pengkajian terdiri dari 10 item
observasi. Kriteria penilaian adalah pernyataan positif dengan pemberian nilai
satu jika dilaksanakan dan nol jika tidak dilaksanakan, sehingga skor terendah
0 dan tertinggi 10 dengan kriteria objektif:
6.1. Baik : bila responden telah melakukan rencana asuhan sesuai standar
operasional prosedur yaitu ≥ 80 %.
6.2. Kurang : bila responden melakukan rencana asuhan sesuai standar
operasional prosedur yaitu < 80 % (Notoatmodjo, 2010).
7. Evaluasi
Evaluasi dan Penilaian (skala ordinal) adalah kegiatan menentukan
nilai atau tingkat keberhasilan pelaksanaan asuhan kebidanan. Cara
pengukuran menggunakan kuesioner pengkajian terdiri dari 10 item
Page 39
observasi. Kriteria penilaian adalah pernyataan positif dengan pemberian nilai
satu jika dilaksanakan dan nol jika tidak dilaksanakan, sehingga skor terendah
0 dan tertinggi 10 dengan kriteria objektif:
7.1. Baik : bila responden telah melakukan evaluasi standar operasional
prosedur yaitu ≥ 80 %.
7.2. Kurang : bila responden melakukan evaluasi standar operasional prosedur
yaitu < 80 % (Notoatmodjo, 2010).
F. Pengolahan Data
1. Pengolahan Data
Tehnik analisa data yang digunakan di penelitian ini menggunakan
perhitungan statistik sederhana yaitu presentasi atau proporsi (Budiarto,
2009). Setelah data terkumpul melalui pengumpulan data, kemudian
dilakukan pengolahan data melalui tahapan antara lain:
1.1. Editing
Dimana penulis akan melakukan penelitian terhadap data yang
diperoleh dan diteliti apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam penelitian.
1.2. Koding
Setelah dilakukan editing, selanjutnya penulis memberikan kode
tertentu pada tiap-tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan analisa
data.
Page 40
1.3. Skoring
Setelah melakukan pengkodean maka dilanjutkan dengan tahap
pemberian skor pada lembar observasi dalam bentuk angka-angka.
1.4. Tabulasi
Pada tahap ini jawaban responden yang sama dikelompokkan dengan
teliti dan teratur, dijumlahkan dan dituliskan dalam bentuk tabel (Nasir, dkk,
2011).
G. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi pihak institusi dan pihak lain dengan mengajukan permohonan izin
kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini RSUD Abunawas setelah
mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah
etika penelitian yang meliputi:
1. Informed consent
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti
yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat
penelitian bila subyek menolak maka peneliti tidak akan memaksakan
kehendak dan tetap menghormati hak-hak subyek.
2. Anonymity
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden pada kuesioner tetapi pada kuesioner tersebut diberikan kode
responden.
Page 41
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya
kelompok data tertentu saja yang dilaporkan.
4. Beneficence
Peneliti melindungi subyek agar terhindar dari bahaya dan
ketidaknyamanan fisik.
5. Full Disclosure
Peneliti memberikan hak kepada responden untuk membuat keputusan
secara sukarela tentang partisipasinya dalam penelitian ini dan keputusan
tersebut tidak dapat dibuat tanpa memberikan penjelasan selengkap-
lengkapnya (Nasir, dkk, 2011).
H. Prosedur Pengumpulan Data
1. Data Primer
Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan mengambil data primer
yaitu dengan cara mengobservasi dan wawancara bidan pada ibu dengan
menggunakan lembar observasi (daftar ceklis) di BLUD RSU Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang diperoleh yakni dari rekam medik (medical
record) maupun register kebidanan di BLUD RSU Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara dan data sekunder lain termaksud profil BLUD RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, data yang relevan dengan masalah,
Page 42
landasan teori serta bahan penelitian yang diperoleh melalui artikel, jurnal,
skripsi dan data dari BLUD RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2015.