Top Banner
BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTE Bagi Indonesia, khususnya, BPUPKI – PPKI, yang mengesahkan kelahirannya, Pancasila adalah primadona. Semua agama dan aliran kepercayaan memiliki hak yang sama untuk hidup dan berkembang di dalam Ketuhanan Yang Maha Esa. Semua warganegara dan tumpah darah Indonesia dilindungi, untuk tumbuh makmur sejahtera dalam Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Semua suku bangsa dengan warna-warni masing-masing menjadi bagian penting dalam keindahan pelangi Persatuan Indonesia. Semua proses hidup berbangsa dan bernegara dituntun dan dijiwai oleh Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Semua persoalan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diteliti dan diputuskan berdasarkan prinsip Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Namun sayang, sejak memasuki milenium ketiga, semua dasar keindonesiaan itu diabaikan dan bahkan dicampakkan sia-sia. Pancasila, sang primadona, ditinggal sebagai wacana utopia, dipandang sebagai fatamorgana maya. Ia telah terkena mantera yang dihembuskan oleh sang sihir egosentrisme SARA. Para pemeluk agama minoritas semakin tidak berdaya, tempat ibadah mereka tidak hanya semakin langka, yang ada pun tidak jarang dibuat rata. Warganegara yang lebih pintar, sejahtera dan berkuasa cenderung mengeksploitasi kekayaan negara untuk kepentingan mereka dan golongannya saja, wajar kalau kemiskinan masih merajalela. Aparat negara tidak taat asas dalam melindungi semua warga negara dan segala tumpah darah Indonesia. Kejahatan terhadap kemanusiaan tidak hanya dibiarkan, tapi bahkan mereka lakukan.
38

BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Feb 25, 2018

Download

Documents

nguyenkien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

BAB 8

DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTE

Bagi Indonesia, khususnya, BPUPKI – PPKI, yang mengesahkan kelahirannya,

Pancasila adalah primadona. Semua agama dan aliran kepercayaan memiliki hak yang sama

untuk hidup dan berkembang di dalam Ketuhanan Yang Maha Esa. Semua warganegara dan tumpah darah Indonesia dilindungi,

untuk tumbuh makmur sejahtera dalam Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Semua suku bangsa dengan warna-warni masing-masing menjadi bagian penting dalam keindahan pelangi Persatuan Indonesia.

Semua proses hidup berbangsa dan bernegara dituntun dan dijiwai oleh Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan Perwakilan. Semua persoalan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diteliti dan

diputuskan berdasarkan prinsip Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Namun sayang, sejak memasuki milenium ketiga, semua dasar keindonesiaan itu diabaikan

dan bahkan dicampakkan sia-sia. Pancasila, sang primadona, ditinggal sebagai wacana utopia,

dipandang sebagai fatamorgana maya. Ia telah terkena mantera yang dihembuskan oleh

sang sihir egosentrisme SARA. Para pemeluk agama minoritas semakin tidak berdaya,

tempat ibadah mereka tidak hanya semakin langka, yang ada pun tidak jarang dibuat rata.

Warganegara yang lebih pintar, sejahtera dan berkuasa cenderung mengeksploitasi kekayaan negara untuk kepentingan mereka dan

golongannya saja, wajar kalau kemiskinan masih merajalela.

Aparat negara tidak taat asas dalam melindungi semua warga negara dan segala tumpah darah Indonesia. Kejahatan terhadap kemanusiaan tidak hanya dibiarkan,

tapi bahkan mereka lakukan.

Page 2: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

224

Mereka seperti pagar makan tanaman. Indahnya pluralisme bangsa terancam punah oleh gelombang sektarianisme

yang merajalela, yang bahkan juga dilakukan oleh aparat negara,

melalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka.

Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara, seolah-olah untuk kebaikan bersama.

Pada hal semuanya hanya ber-KKN-ria, manifestasi egosentrisme kelompok mereka.

Maka si mayoritaslah pemenangnya, penguasanya, tuhannya. Persoalan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

dinilai dan diselesaikan secara material, sehingga si kayalah yang meraja.

Karena mereka bisa membeli para pengacara dan aparat Negara, untuk memilih ayat-ayat bagi pembenarannya.

Oleh karena itu,

wajarlah kalau Pancasila, sang primadona kini merana. Apa ada aparat negara meliriknya, melihatnya,

untuk mengetahui kecantikannya? Apa ada komponen bangsa menyentuhnya,

untuk menguji kehalusan sekaligus kekuatannya? Berapa banyak penganut agama mengenalnya

untuk mengetahui kepribadiannya? Berapa banyak orang muda merengkuhnya,

untuk mengetahui keuletan dan ketahanannya? Berapa banyak para cerdik pandai menggalinya,

untuk melihat kebesarannya? Berapa banyak penegak hukum memahami dan tulus menerapkannya,

untuk melindungi semua warga negara dan segala tumpah darahnya?

Kalau Pancasila, sang primadona, tersia-sia, wajarlah kalau keindonesiaan kita dalam bahaya.

Lalu, siapakah yang mau membela dengan jiwa dan raga, agar Indonesia tetap ada, kuat sentosa seperti dicita-cita?

(Pancasila yang Merana, 03 Juni 2012)

Page 3: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

225

Proses memburu rente yang telah dijabarkan dalam bab 6 memberi pelajaran kepada kita bahwa: “setiap kali seseorang meminta kepada orang lain untuk memperoleh barang dan atau jasa bagi dirinya dari lembaga penyedia barang dan jasa (negara), maka proses itu cenderung melibatkan sekurangnya 2 pihak sampai sebanyak-banyaknya 4 pihak, tergantung pada seseorang itu menggunakan jasa calo swasta atau langsung menghubungi calo birokrat”. 4 pihak itu adalah pencari barang dan atau jasa (dokumen, pekerjaan, jabatan - Pihak I), calo swasta (Pihak II), dan atau calo birokrat (Pihak II atau III) dan staf atau rekanan dari calo birokrat itu (Pihak III atau IV).

Berbagai pengurusan dokumen seperti SIM, BPKB, STNK, Pajak, Mutasi Kendaraan, Paspor, IMB, Ijin Usaha, Sertifikat Tanah, Ijin Trayek, termasuk melamar pekerjaan ke lembaga pemerintah seringkali melibatkan empat pihak itu. Demikian juga, ketika suatu (setiap) lembaga pemerintah berencana untuk mengeksekusi proyek pengadaan barang dan jasa, proses itu juga cenderung melibatkan empat pihak, yaitu pimpinan proyek, staf mereka, calo swasta dan pengembang.

Kemudian, dari bab 7 kita juga belajar bahwa alasan yang mendasari terjadinya perilaku memburu rente itu sangat bermacam-macam. Ada yang mengatakan “tidak enak dengan bos di tempat kerja” atau “tidak punya waktu untuk menghadiri sidang di pengadilan ketika mau ditilang oleh polisi” atau “KUHP – kasih uang habis perkara”, dan masih banyak jawaban lainnya. Semua alasan yang disampaikan, baik dilihat dari sisi permintaan maupun penawaran, sebenarnya bemuara pada tiga kata sederhana tetapi sangat berpengaruh, yaitu “enak, mudah dan cepat”. Asalkan harga disepakati, maka “enak, mudah dan cepat” bagi pembeli untuk memperoleh barang dan atau jasa yang diinginkan. “Enak, mudah dan cepat” pula bagi penjual atau penyedia barang dan atau jasa untuk memperoleh tambahan penghasilan untuk meningkatkan kesejahteraan materialnya.

Bab 8 ini mendiskusikan dampak dari berbagai perilaku memburu rente itu. Memang alamiah bagi setiap orang untuk memikirkan dirinya sendiri (self interested) dan oleh karena itu kurang kritis terhadap perilakunya sendiri – kecuali mendapat respons negatif

Page 4: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

226

dari orang lain secara terbuka. Sangat wajar pula kalau para pemburu rente itu lebih cenderung fokus pada “enak, mudah dan cepat” bagi dirinya sendiri untuk memperoleh keuntungan (rente) daripada memikirkan dampak dari perilaku mereka terhadap orang lain, keluarga lain, kelompok lain, lembaga lain atau pun kepentingan yang lebih besar atau lebih luas. Bagi mereka, pertanyaannya adalah bagaimana ‘enaknya, mudahnya, dan cepatnya’ mengatasi persoalan yang dihadapi, bukan bagaimana ‘baiknya, dan benarnya’. Seksi-seksi berikut berupaya untuk menggambarkan dampak perilaku memburu rente itu di aras mikro, aras meso, dan aras makro.

DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTE DI ARAS MIKRO

Seksi ini mendiskripsikan konsekuensi perilaku memburu rente terhadap individu dan rumahtangga, khususnya yang saya amati di Kampung Papringan. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan berbagai dampak itu juga ditemukan di daerah lain. Uraian ini, pada prinsipnya berbasis data empiris, walaupun juga mengandung unsur analisis saya sebagai peneliti, yang kadang-kadang juga spekulatif. Oleh karena itu, pembaca perlu menginterpretasikannya sebagai suatu atau beberapa kasus yang perlu dikonfirmasi lebih lanjut melalui penelitian lanjutan yang lebih mendalam dan lebih teliti.

Dalam bab 6 dan bab 7 saya memilah atau memisahkan proses memburu rente dan alasan-alasannya menurut aras masing-masing (mikro, meso dan makro) dengan relatif jelas. Bab ini menguraikan berbagai dampak perilaku memburu rente di masing-masing aras yang bisa berasal dari aras yang sama maupun berbeda (kedua aras lainnya). Hubungan antara ketiga aras ini, kecuali membentuk orde, urutan atau tingkatan, sesungguhnya juga saling mempengaruhi. Maka, hubungan antara perilaku atau aksi atau penyebab dengan dampak atau reaksi atau akibat itu bersifat timbal balik atau dua arah, saling mempengaruhi.

Page 5: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

227

Pembakaran Sampah

Pada awalnya seseorang dari Kampung Papringan melakukan suatu aksi, yaitu membakar sampah. Aksi itu membuatnya berpikir bahwa dengan dibakar, masalah sampah, baik volumenya dan mungkin juga dampak negatifnya, seperti bau dan menjadi sarang lalat, lebih cepat teratasi. Jadi aksi membakar sampah sudah dipandang sebagai penyelesaian masalah sampah secara efektif dan efisien. Oleh karena itu dia selalu membakar sampahnya. Kemudian, para tetangganya melihat bahwa membakar sampah ternyata merupakan salah satu cara efektif (enak, mudah, dan cepat) untuk mengatasi masalah sampah mereka. Oleh karena itu, mereka pun membakar sampah yang mereka hasilkan. Apalagi, aksi membakar adalah cara yang sudah biasa digunakan oleh masyarakat secara turun-temurun. Sehingga membakar itu sudah menjadi suatu aksi yang dianggap benar dan diwariskan atau ditiru dari nenek moyang mereka, seperti contoh dialog yang disajikan dalam bab 6 dan bab 7. Logika yang sama juga berlaku bagi perilaku pelepasliaran hewan piaraan yang dilakukan oleh beberapa rumahtangga yang saya amati di Kampung Papringan. Di sini terjadi apa yang disebut efek demonstrasi, yaitu seseorang melakukan sesuatu dan orang lain mencontohnya.

Perilaku itu tentu saja bisa berubah. Misalnya, pada suatu waktu ketika semua RT di Kampung Papringan melaksanakan kerjabakti bersama untuk membersihkan lingkungan. Sampah yang dihasilkan kemudian dibakar dalam waktu bersamaan, sehingga seluruh kampung tertutup oleh asap. Karena volume asap cukup besar, maka akibat langsungnya seperti mata pedas, batuk-batuk, dan sesak nafas segera dirasakan oleh warga kampung, dan bahkan sampai ke kampung tetangga. Dampak dari asap pembakaran sampah tentu saja sangat mengganggu kesehatan, tidak seenak, semudah dan secepat yang semula dipikirkan dan diyakini.

Apalagi, residu (jelaga) dari proses pembakaran, meskipun bisa dijadikan pupuk, juga membuat kotor di mana-mana ketika jelaga itu tertiup angin. Polusi, baik berbentuk asap dan gas maupun debu (jelaga) itu tidak jarang mengakibatkan banyak orang, terutama anak-anak terkena diare, batuk-batuk dan ISPA (infeksi saluran nafas atas)

Page 6: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

228

dan lainnya. Akibat serius seperti itu menjadikan anggota komunitas merasakan langsung dampak negatif dari aksi pembakaran sampah, dan menyadarkan, paling tidak sebagian anggota komunitas yang bersangkutan, untuk memikirkan cara pengelolaan sampah lain (kecuali membakar) yang lebih sehat bagi manusia maupun lingkungan. Pembuatan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) di tepi sungai dekat RT 01, sebelum diangkut truk sampah ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA), misalnya, adalah tindak lanjut dari proses dialektika itu. Pengguna TPS memang masih minoritas dan membakar adalah mayoritas. Hal ini menunjukkan bahwa habitus, meskipun bersifat salah kaprah seperti membakar sampah ini, terbukti sangat sulit untuk berubah.

Jadi, ketika suatu akibat dari perilaku memburu rente itu berskala kecil, apalagi tidak tampak secara langsung akibat negatifnya, maka orang-orang cenderung untuk menoleransinya. Di sinilah perilaku salah kaprah itu berangsur-angsur menjadi kebiasaan yang dianggap benar. Sebaliknya, ketika skalanya membesar sehingga dampak negatifnya dirasakan oleh banyak orang secara langsung, apalagi anak-anak yang masih sangat peka organ tubuhnya, menjadi korban, maka aksi itu baru dianggap merugikan atau bahkan membayakan. Salah kaprah itu analog dengan tanggul bendungan yang bocor. Kalau tidak segera diatasi kebocorannya akan semakin besar dan akhirnya menghancurkan tanggul dan melahirkan bencana banjir, seperti ungkapan “kriwikan dadi grojogan” (tetesan menjadi gerojogan).

Sepeda Motor Anak-anak Usia SD-SMP

Contoh lain, yang kini sedang populer, adalah anak-anak seusia SD-SMP, yang sedang menikmati eforia bersepeda motor1. Alkisah ada suatu keluarga kelas menengah memiliki 3 orang anak. Anak pertama sedang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi (PT), anak kedua duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan si bungsu berada di kelas

1 Di daerah pedesaan fenomena ini sudah terjadi sejak lama, sedangkan di daerah perkotaan perilaku ini merupakan suatu fenomena baru.

Page 7: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

229

2 suatu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sebagai keluarga kelas menengah modern, suami-isteri ini berkarir di masing-masing bidang, sehingga di 1 sisi sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing, dan di sisi lain, kemampuan ekonominya berada di tingkat atas.

Untuk mendukung perkembangan dan kemandirian anak, mereka memfasilitasi masing-masing anak dengan moda transportasi yang dianggap pas. Anak pertama dibelikan mobil, anak kedua dan ketiga sepeda motor. 2 anak pertama yang sudah berumur 17 tahun ke atas tidak ada masalah karena sudah dibenarkan oleh Undang Undang. Tetapi bagi anak yang masih duduk di bangku SMP (15 tahun atau kurang) bermasalah, karena dilarang oleh Undang Undang, berarti salah dan tidak sah. Namun, karena masing-masing sudah (diharapkan) bisa mandiri, maka melanggar hukum pun diabaikan (permisive and ignorance). Ini semua dilakukan agar setiap anak dapat bermobilitas dengan bebas, baik untuk aktivitas sekolah maupun luar sekolah (les atau bimbingan belajar) maupun sosialisasi. Karena untuk memperoleh SIM sangat mudah, khususnya melalui calo, maka keluarga ini juga melengkapi semua anaknya jenis SIM yang diperlukan masing-masing, termasuk anak yang masih SMP.

Setiap hari setiap anggota keluarga itu sibuk dengan aktivitasnya sendiri-sendiri. Orangtua bekerja di kantor masing-masing, anak pertama mengurus kuliahnya, anak kedua sibuk dengan sekolah dan bimbingan belajarnya karena tidak lama lagi akan menghadapi ujian akhir, baik sekolah maupun nasional. Si anak bungsu tidak hanya sibuk dengan sekolahnya, tetapi juga asyik dengan sepeda motornya yang masih baru. Sepeda motor itu tidak hanya dia naiki ketika berangkat dan pulang sekolah, tetapi juga ketika dia pergi ke mana pun. Pulang pergi sekolah dengan bersepeda motor itu ternyata keren dan asyik, karena tidak semua anak SMP temannya melakukan hal yang sama, juga cepat dan bebas, dalam arti tidak perlu meminta orangtua atau kakak-kakaknya mengantar dan menjemput. Mau mampir ke mana pun tidak merepotkan siapa pun.

Perilaku atau gaya hidup si anak ini atau keluarga ini ternyata menghasilkan efek demonstrasi, yaitu mendorong kawan-kawan sebayanya atau keluarga lain, baik di kampung maupun di sekolah

Page 8: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

230

untuk melakukan hal yang sama, yaitu naik sepeda motor. Maka ramai-ramailah anak-anak SMP ini menuntut orangtuanya untuk membelikan sepeda motor, atau setidak-tidaknya membiarkan mereka memakai sepeda motor yang sudah ada. Bagi yang mampu, mereka membeli sepeda motor baru dengan tunai. Bagi mereka yang pas-pasan juga bisa membeli sepeda motor baru secara kredit. Bagi mereka yang relatif kekurangan pun bisa membeli sepeda motor bekas dengan relatif lebih murah secara kredit.

Efek lanjutannya tidak berhenti di situ. Gerakan bermotor-ria ini tidak hanya melanda anak-anak usia SMP tetapi juga anak-anak yang berumur lebih muda. Di kampung-kampung, khususnya di hari libur dan atau sore hari banyak anak kecil usia SD sudah bersepeda motor mengitari kampung. Tidak sedikit jumlah orang dewasa yang dengan antusias melatih anak atau adiknya yang masih berusia SD untuk naik sepeda motor. Banyak orangtua yang sulit untuk menolak permintaan anaknya untuk dilatih mengendarai sepeda motor, karena hampir semua teman sekolahnya sudah bisa naik sepeda motor. Ketidakmampuan seorang anak dalam mengendarai sepeda motor dianggap keterbelakangan oleh teman-temannya dan itu menjadi tekanan tersendiri bagi si anak. Apalagi ditambah dengan olok-olok, seperti “kolot, kuno, ndesa, katrok”, maka anak-anak akan sangat mudah untuk terprovokasi. Gelombang aksi bermotor-ria yang melanda anak-anak berusia belia ini menjadi tantangan yang tidak ringan bagi keluarga-keluarga yang ingin anggota keluarganya, termasuk anak-anaknya yang masih di bawah umur, bersikap taat asas terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kendaraan bermotor itu.

Contoh lain, seperti kebiasaan merokok di sembarang tempat dan parkir sembarangan2, juga bisa menjadi contoh perilaku yang tidak

2 Tahun 1999 saya sangat penasaran dengan banyaknya sepeda motor yang memblokir jalan masuk ke dan dari tempat parkir Fakultas Ekonomi UNS. Saya ingin tahu apakah hal itu dilakukan oleh orang-orang (mahasiswa) yang sama. Setelah mencatat nomor-nomor sepeda motor yang parkir seenaknya itu mulai hari Senin sampai Jumat, saya menemukan bahwa sepeda motor yang parkir di selasar hari Senin berbeda dengan hari-hari lainnya. Pengamatan sederhana ini menunjukkan bahwa perilaku parkir mahasiswa (dan mungkin juga orang-orang lain) tidak ada bedanya. Bahwa ketika tempat parkir sudah tampak penuh, maka mereka cenderung untuk memarkir

Page 9: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

231

hanya merugikan orang lain, tetapi juga dirinya sendiri. Tetapi kedua kasus yang telah diulas kiranya sudah cukup bisa dipakai untuk merenungkan dampak berbagai perilaku memburu rente itu di aras mikro, yaitu perilaku individu. Memang, berbagai dampak negatif dari perilaku itu tidak dianggap merugikan siapa pun, karena jumlah individu yang melakukannya sangat banyak, dan perilaku itu sudah dianggap biasa sebagai bagian dari hidup sehari-hari warga kampung.

Tetapi di situlah letak hulu persoalannya. Siapa pun yang biasa bersikap dan bertindak seenaknya, melawan hukum tetapi tidak pernah mendapat teguran, apalagi hukuman, maka sikap dan perilaku itu menjadi habitusnya, dilakukannya terus menerus (menjadi salah kaprah). Prinsip untuk hidup dengan “enak, mudah dan cepat”, biasanya cenderung pragmatis, tidak jarang berprinsip “tujuan menghalalkan cara”. Akibat dari penerapan prinsip ini adalah meluasnya perilaku memburu rente di semua aspek kehidupan dan dilakukan oleh semua orang, pelajar, mahasiswa, guru, dosen, polisi, tentara, kaya - miskin, tua - muda, laki-laki - perempuan, pintar - bodoh, pejabat – orang biasa.

‘Enak, mudah dan cepat” itu terbukti menjadi virus yang menular dengan cepat. Dalam perkembangannya, semakin banyak orang tertarik untuk berhimpun, baik secara formal maupun informal, dalam kelompok atau lembaga penyedia barang dan atau jasa. Karena mereka melihat dan belajar bahwa suatu perilaku (memburu rente) itu semakin berhasil ketika hal itu dilakukan bersama-sama dengan banyak orang. Proses ini lama kelamaan melahirkan berbagai mafia, seperti mafia narkoba, mafia tanah, mafia lelang, mafia hukum, mafia anggaran, mafia perjudian, mafia mobil penumpang, mafia PKL, mafia demo dan seterusnya.

Akhirnya, berdasarkan semua yang sudah disebutkan dalam seksi ini, perilaku memburu rente telah, sedang, dan tampaknya akan terus memfasilitasi terbentuknya budaya terabas, yang cocok dengan proses pembangunan yang seringkali menonjolkan aspek materialnya. Pada aras mikro ini, para individu tampaknya harus kuat-kuatan untuk kendaraannya seenaknya, meskipun menutup jalan bagi motoris untuk masuk ke dan keluar dari tempat parkir.

Page 10: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

232

menahan diri dari tarikan modernisasi yang berbentuk materialisme ini. Bagi yang tidak kuat (powerlessness), maka menjadi pemburu rente dianggap sebagai jalan tol yang memperlancar terpenuhinya hidup “enak, mudah dan cepat” itu.

DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTE DI ARAS MESO

Seksi ini membahas akibat dari perilaku memburu rente terhadap komunitas. Unit analisis dalam seksi ini berbeda dengan seksi sebelumnya. Apabila seksi sebelumnya menempatkan individu sebagai pusat perhatian, seksi ini menjadikan komunitas sebagai pusat pengamatan. Banyak jenis perilaku memburu rente itu dilakukan oleh individu (aktor) secara mandiri atau pun bekerjasama dengan individu-individu (aktor) lain di dalam jejaring resmi maupun tidak resmi. Tetapi dampaknya, langsung maupun tidak langsung, bisa diamati dan dirasakan oleh individu dan keluarga, komunitas serta masyarakat luas. Beberapa bidang yang dibahas dalam seksi ini adalah sosial, ekonomi, politik, budaya dan lingkungan.

Dampak Perilaku Memburu Rente pada Bidang Sosial

Aktivitas pembangunan bidang sosial pada intinya merupakan pembangunan pelayanan sosial yang meliputi pengenalan atau pencatatan berbagai kebutuhan sosial dan pengembangan atau penyediaan struktur dan pelayanan untuk memenuhinya (Ife, 2002: 162). Di Kampung Papringan, sekurang-kurangnya ada dua kebutuhan sosial yang perlu dipikirkan, yaitu tempat bermain anak dan pendidikan anak usia dini (PAUD).

Ketika saya menanyakan kepada para narasumber, khususnya pengurus kampung, tentang kebutuhan sosial ini, mereka menjawab begini:

“tempatnya mau di mana pak...., mau membuat Pos Ronda saja

belum jalan sampai sekarang”, jawab pak Soma dari RT 02.

Page 11: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

233

“biayanya dari mana pak...., Gedung Serba Guna yang sudah dimulai saja sekarang masih mangkrak”, jawab beberapa narasumber dari RT 05, RT 06 dan RT 07.

“siapa yang mau ngurusi pak”, jawab seorang narasumber yang

lain. Gedung Serba Guna (GSG) yang berlokasi di RT 05

sesungguhnya bisa menjadi solusi untuk berbagai kebutuhan sosial di Kampung Papringan ini. Ia tidak hanya bisa dipakai untuk kegiatan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), tetapi juga bisa dipakai sebagai lokasi atau tempat bertemu warga sewaktu-waktu untuk membahas berbagai hal. Ia bisa menjadi semacam Pusat Komunitas (community center). Tetapi sampai sekarang bangunan itu belum siap pakai, sebagai dampak dari kurang terbukanya sebagian pengurus pembangunan yang terjerat dalam perilaku mencari keuntungan sendiri (memburu rente) seperti dibahas dalam 2 bab sebelumnya.

Kecuali prasarana fisik, seperti GSG itu, para warga kampung tentu saja secara reguler maupun ad hoc harus membuat berbagai perencanaan sosial di komunitasnya. Perencanaan sosial ini tidak dimaksudkan sebagai penerapan suatu rencana besar dari atas, tetapi sebagai proses warga kampung atau anggota komunitas menemukan kebutuhan mereka sendiri dan berupaya untuk memenuhinya atau pun bagaimana sumberdaya lokal yang tersedia bisa disatukan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Penyediaan air bersih melalui dua hidran yang dibahas dalam bab 6 dan 7 adalah contoh dari bentuk perencanaan sosial ini. Sayangnya, para pengelola hidran, khususnya hidran yang terletak di RT 05, tidak bermental melayani, tetapi bermental mencari untung (memburu rente) untuk dirinya dan keluarganya sendiri. Akibatnya, rumahtangga pemakai air merasa dimanfaatkan oleh para pengelola dan akhirnya juga cenderung seenaknya mengalirkan air, di satu sisi, dan bahkan tidak jarang memboikot pembayaran rekeningnya, di lain sisi.

Kemudian, para pemuka komunitas juga perlu berupaya untuk meningkatkan kualitas interaksi antara anggota komunitas, bukan semata-mata dengan menyediakan pelayanan sosial secara langsung. Di Kampung Papringan, peran ini sesungguhnya sudah dilakukan oleh

Page 12: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

234

beberapa sub-komunitas (RT) melalui Rapat Warga untuk bapak-bapak dan PKK untuk ibu-ibu. Di semua RT pertemuan PKK untuk ibu-ibu diselenggarakan secara tertib satu bulan sekali, tetapi pertemuan warga untuk bapak-bapak tidak setertib ibu-ibu. Ada RT yang melakukannya setiap bulan sekali (RT 01, RT 03, RT 05 & RT 06), ada RT yang menyelenggarakannya tiga bulan sekali (RT 07), dan ada juga RT yang tidak mengadakan pertemuan sama sekali (RT 02).

Proses pengambilan keputusan di kampung ini, sama seperti di kampung lain, masih sangat bias jender. Di satu sisi, pertemuan PKK untuk ibu-ibu sangat intensif dilakukan, meskipun aktivitas utamanya seringkali hanya berpusat pada arisan dan simpan pinjam. Tetapi, di lain sisi, masalah pembangunan komunitas (publik) cenderung masih dianggap sebagai urusan bapak-bapak. Akibatnya, tidak pernah diberitakan bahwa bapak-bapak dan ibu-ibu di kampung ini (dan juga di kampung-kampung lain) duduk bersama untuk membicarakan masalah kampung dan mengambil keputusan bersama. Singkatnya, hampir semua keputusan publik di kampung masih sangat bias laki-laki, sehingga semua potensi yang dimiliki ibu-ibu (kaum wanita) kurang bisa dimanfaatkan secara optimal untuk kebaikan bersama.

Apalagi, hampir semua warga kampung sangat sibuk dengan urusan masing-masing. Akibatnya, masalah-masalah sosial yang sering dibicarakan baik secara pribadi (orang per orang) maupun dalam pertemuan adalah hal-hal yang sudah terjadi atau persoalan yang perlu segera diatasi. Pembangunan sosial secara umum kurang dipikirkan. Apalagi, sebagian dari pemuka komunitas memiliki konflik kepentingan antara melayani warga sebagai pemimpin dengan melayani warga sebagai penjual jasa (lihat bab 6 dan bab 7). Akhirnya, pemimpin cenderung menunggu permintaan warga dengan harapan untuk memperoleh imbalan atau rente.

Dampak Perilaku Memburu Rente pada Bidang Ekonomi

Di Kampung Papringan sudah ada upaya untuk meningkatkan perekonomian warga, yaitu mengembangkan industri lokal berupa industri kerajinan sangkar burung (konservatif) di satu sisi dan

Page 13: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

235

pembentukan koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam (radikal)3, di lain sisi. Industri Kerajinan Sangkar Burung memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi obyek wisata, apabila para pengrajin bersedia mengubah cara dan khususnya lokasi produksi. Sayang sekali, para pengrajin sudah terbiasa bekerja di rumah sendiri, sehingga menjadi semacam usaha keluarga dan tidak bersedia untuk berubah. Menghimpun beberapa pengrajin ke dalam kelompok-kelompok berbentuk koperasi sudah pernah dilakukan, tetapi mengarahkan supaya setiap kelompok berproduksi di satu tempat belum berhasil sampai sekarang.

Koperasi Pengrajin Sangkar pernah dimulai, tetapi juga menjadi “layu sebelum berkembang”. Koperasi yang diharapkan bisa memperbaiki kesejahteraan para anggotanya itu menjadi hancur berkeping-keping sebagai akibat dari perilaku memburu rente para pengurus, pada khususnya, dan para anggota pada umumnya, seperti dituturkan oleh salah seorang mantan pengurusnya berikut.

“Di tahun pertama setelah koperasi terbentuk, para pengrajin diberi bantuan modal 1 juta rupiah per orang. Tahun kedua dikumpulkan lagi untuk menggali persoalan yang dihadapi anggota. Masalah itu ternyata alat produksi. Kemudian setiap kelompok diberi bantuan 1 set alat produksi, yang terdiri dari 2 mesin bubut, 2 bur, dan 2 alat lain. LSM pendamping mengharapkan setiap kelompok memiliki bengkel bersama sehingga bantuan alat tadi bisa dipakai bergantian. Tetapi tempat seperti itu tidak ada. Akhirnya, kami memutuskan bahwa alat-alat itu dipinjamkan kepada anggota yang tidak memiliki alat. Setelah 1 tahun alat-alat itu sudah tidak jelas lagi keberadaannya. Koperasi ini hanya bertahan selama 4 tahun setelah kepengurusannya saya serahkan kepada sekretaris dan bendahara ketika saya menghadapi masalah keluarga yang sangat berat. Setelah masalah keluarga selesai, saya tidak mau lagi mengurus koperasi yang sudah terlanjur (di)rusak oleh sekretaris dan bendahara koperasi itu”.

3 Istilah pendekatan konservatif dan radikal diperoleh dari Ife (2002: 168) yang menyebutkan bahwa pendekatan konservatif berupaya mengembangkan aktivitas ekonomi komunitas secara konvensional, seperti mengundang industri dan mengembangkan pariwisata. Sedangkan pendekatan radikal berusaha mengembangkan alternatif pembangunan ekonomi berbasis komunitas, seperti koperasi, bank komunitas, dan simpan pinjam.

Page 14: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

236

Koperasi Serba Usaha yang lebih luas cakupannya di kampung ini belum ada dan tampaknya tidak akan pernah ada. Wacana pun tidak ada, apalagi upaya untuk memulainya, juga tidak ada. Koperasi Simpan Pinjam sudah dirintis, tetapi anggotanya masih terbatas pada para pengurus kampung. Kampung Papringan ini, seperti juga di tempat lain, menghadapi paradoksnya sendiri. Di satu sisi, hubungan antar warga bersifat personal, sehingga terkesan sangat akrab dan saling percaya antara satu dengan yang lainnya. Tetapi, dalam hal bekerja dan membangun perekonomian mereka cenderung bersifat individual, bahkan egois. Hal itu tentu berhubungan dengan kurangnya rasa saling percaya (trust) antar warga (bahkan antara saudara) sebagai akibat dari terjadinya perilaku memburu rente yang meluas di tengah komunitas seperti diulas dalam dua bab sebelumnya. Hal ini cocok dengan salah satu ungkapan Jawa yang terkenal, yaitu “melik kuwi nggendhong lali” atau pamrih itu membawa lupa.

Dampak Perilaku Memburu Rente pada Bidang Politik

Pembangunan politik, seperti disinggung dalam literatur (Ife 2002), berhubungan erat dengan pemberdayaan (empowerment), karena ia berisi tentang masalah kekuasaan. Untuk melakukannya ia perlu ditempatkan dalam analisis kekuasaan, baik pada aras makro, dalam bentuk struktur-struktur dan wacana ketidakadilan dan penindasan, maupun pada aras lokal. Kekuasaan itu perlu diamati dan dianalisis di tengah komunitas, bagaimana distribusinya dan bagaimana kekuasaan itu dipertahankan dan diperjuangkan. Tentu saja, seperti sudah bisa diduga, bentuk-bentuk kekuasaan dan distribusinya berbeda dari satu komunitas dengan komunitas lainnya.

Kemudian, pembangunan politik perlu dibedakan antara pembangunan politik internal dan pembangunan politik eksternal. Yang pertama berhubungan dengan proses partisipasi dan pembuatan keputusan dalam komunitas. Proses itu berupaya memaksimalkan partisipasi seluruh anggota komunitas secara efektif melalui penyadaran dan pengorganisasian, melalui rapat rutin Rukun Tetangga. Yang kedua berbentuk aktivitas bersama (social action) dan tentu saja untuk itu memerlukan pengorganisasian pula.

Page 15: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

237

Di Kampung Papringan, pembangunan politik internal itu, sampai titik tertentu, sudah berlangsung, khususnya pada tingkat sub-komunitas (RT). Sedangkan untuk tingkat komunitas (kampung) relatif kurang tergarap sebagai akibat dari berbagai keterbatasan yang melekat pada para anggota pengurus RW, khususnya ketuanya. Di tingkat sub-komunitas (RT), keterbatasan pembangunan politik internal itu tampaknya bisa dijelaskan oleh pemisahan antara asosiasi bapak-bapak dengan organisasi ibu-ibu di satu sisi, dan proses pengambilan keputusan yang masih bias bapak-bapak di lain sisi. Jangankan kesetaraan antara bapak-bapak dan ibu-ibu yang belum terbangun, di antara bapak-bapak pun wacana publik, dan oleh karena itu, keputusan bersama, masih dikuasai oleh para elitnya.

Pembangunan politik eksternal berisi pemberdayaan komunitas dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial politik yang lebih luas. Hal ini berhubungan sangat erat dengan aksi bersama (social action). Dalam pembangunan politik eksternal ini proses penyadaran anggota komunitas dalam pembangunan politik internal itu menjadi pra-kondisi bagi terwujudnya atau terbangunnya pengorganisasian untuk aksi bersama itu.

Sayangnya, di Kampung Papringan aksi bersama yang sering dilakukan anggota komunitas lebih bersifat internal, yaitu kegiatan-kegiatan fisik seperti kerjabakti (gotong royong) untuk membangun atau memperbaiki infrastruktur kampung yang perlu dibangun dan atau perlu diperbaiki, membersihkan bagian lingkungan yang kotor dan gelap, dan sebagainya. Berbagai aksi bersama itu, tentu saja, tidak berhubungan dengan komunitas lain. Kecuali itu, partisipasi warga Kampung Papringan ini cenderung menurun, khususnya di sub-komunitas yang lebih menonjol perilaku memburu rente para elitnya. Kasus perbaikan infrastruktur jalan yang dikupas dalam bab 6, misalnya, telah menurunkan rasa percaya dan melahirkan sikap apatis sebagian warga komunitas untuk berpartisipasi dalam berbagai aksi bersama.

Aksi-aksi bersama yang bersifat eksternal juga beberapa kali terjadi, tetapi hal itu hanya melibatkan sebagian kecil dari warga komunitas dan tidak mewakili kepentingan bersama. Aktivitas keluar

Page 16: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

238

itu seringkali difasilitasi oleh lembaga-lembaga di luar komunitas seperti Partai Politik pada saat kampanye menjelang Pemilihan Umum Nasional maupun Lokal.

Dampak Perilaku Memburu Rente pada Bidang Budaya

Pengamat sosial seperti Ife (2002) menyatakan bahwa di tengah terjadinya proses globalisasi ekonomi dan, khususnya globalisasi budaya, komunitas-komunitas menghadapi kesulitan untuk melestarikan budaya lokal unik mereka.4 Pada hal pelestarian budaya lokal itu merupakan komponen penting dalam pembangunan budaya, yang merupakan ‘jantung hati’ suatu komunitas. Prinsip diversitas mensyaratkan bahwa keanekaragaman budaya harus dipertahankan, karena budaya lokal itu menggambarkan identitas para pemiliknya.

Tradisi budaya lokal menjadi satu bagian penting dari suatu komunitas karena ia menjadi identitas dari komunitas itu. Oleh karena itu, pembangunan komunitas harus mengenali dan melestarikan tradisi budaya lokal itu. Identitas itu bisa berbentuk Sejarah dan Peninggalan Lokal, Kerajinan Tangan Lokal, Makanan dan Produk Lokal, dan, dalam beberapa kasus, Bahasa Lokal. Kecuali itu, komunitas mungkin saja memiliki tradisi, seperti festival atau pameran, memiliki organisasi lokal seperti Kelompok Musik, Olah Raga, dan sebagainya.

Di Kampung Papringan terdapat Kelompok Pelestari Bahasa Jawa yang bertemu secara rutin setiap 35 hari sekali (selapanan) untuk melatih dan memfasilitasi para partisipannya berbahasa Jawa Tingkat Menengah dan Tinggi. Hal itu sangat penting mengingat hampir semua perayaan adat yang berhubungan dengan siklus hidup seseorang, terutama perkawinan, sangat membutuhkan orang-orang yang cakap berbahasa Jawa sebagai pembawa acara, pemberi sambutan, pemimpin doa dan sebagainya.

Kecuali Kelompok Pelestari Bahasa Jawa, Kampung Papringan juga memiliki Kelompok Musik Keroncong dan Kelompok Musik

4 Kompas, 21/10/2012, halaman 3, memberitakan bahwa 200 mainan tradisional Sunda terancam punah.

Page 17: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

239

lainnya. Kerajinan Sangkar Burung juga telah menjadi salah satu identitas Kampung Papringan, pada khususnya dan Kelurahan Kebonan, pada umumnya.5 Kerajinan tangan ini tidak hanya telah menjadi identitas budaya kampung, tetapi juga telah menjadi tumpuhan hidup para pengrajinnya. Tetapi sayang, beberapa bantuan, baik alat kerja maupun permodalan, yang pernah dikucurkan dari luar, baik dari pemerintah maupun swasta, tidak dikelola dengan serius oleh para pengurus dan anggotanya. Status sosial ekonomi para pengrajin pun relatif tetap pada tingkat survival saja, kecuali mereka yang bermodal lebih besar yang mampu bertindak sebagai pengepul atau juragan (bos).

Salah satu tantangan dari pembangunan budaya dalam pembangunan komunitas adalah membantu setiap kelompok budaya untuk melestarikan budaya masing-masing sambil sekaligus mengintegrasikannya dalam harmoni pembangunan komunitas. Tentu saja hal itu menjadi suatu upaya yang sulit, karena masing-masing budaya memiliki unsur-unsur yang bisa sangat berbeda dan bertentangan. Apalagi, budaya, khususnya yang bersumber dari agama, tidak jarang dipolitisasi oleh para politikus dari Partai Politik, baik yang beraliran agama maupun sekuler, untuk menarik simpati dari para pemilik suara dari agama tertentu, terutama agama yang memiliki banyak pengikut. Kenyataan seperti itu membuat para pengurus kampung menghadapi kesulitan untuk membangun komunitas multikultural, apabila tidak memperhitungkan berbagai perbedaan di dalam dan di antara berbagai sub-budaya itu.

Kampung Papringan juga bisa dianggap sebagai komunitas multikultural, meskipun yang paling tampak hanyalah agama. Seperti disebutkan dalam bab 4 bahwa dari 267 rumahtangga yang disurvei, 70% beragama Islam, 18% beragama Kristen dan 11% beragama Katolik. Kecuali itu, 36% dari 267 rumahtangga itu merupakan pindahan dari luar Kota Adikarta. Sekurangnya dua fakta ini bisa

5 Di Kampung Papringan para pengrajin sangkar burung pernah dikelompokkan menjadi dua dan di Kelurahan Kebonan ada 16. Kalau setiap kelompok terdiri dari 10-15 orang anggota, maka jumlah pengrajin di kampung ini sekitar 20-30 orang dan di Kelurahan ada sekitar 160-180 orang. Tentu saja tidak semua pengrajin mau berhimpun di dalam kelompok seperti diharapkan.

Page 18: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

240

menggambarkan bahwa Kampung Papringan memang sebuah komunitas multikultural. Meskipun, secara implisit atau diam-diam sub-budaya itu saling bersaing, namun secara eksplisit di ranah publik dalam kehidupan sehari-hari hal itu tidak terlalu tampak.

Aspek terakhir dari pembangunan budaya adalah partisipasi dalam kegiatan budaya, bukan semata-mata pelestarian tradisi budaya. Seringkali budaya itu hanya dipandang sebagai pentas oleh para elit profesional untuk konsumsi mayoritas yang pasif. Ia dipaket dan dijual untuk dilihat daripada untuk dimainkan bersama oleh seluruh anggota komunitas. Perhatikan misalnya bidang seni, musik, teater, tari, dan olahraga. Meskipun masih ada partisipasi umum, seperti olahraga, kecenderungan yang terjadi adalah komodifikasi budaya, budaya yang dikemas sebagai barang atau komoditas.

Di Kampung Papringan maupun daerah-daerah lain di Indonesia sesungguhnya ada satu media yang sangat potensial untuk melibatkan seluruh anggota komunitas, yaitu musim festival dalam rangka Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada bulan Agustus. Akan tetapi, semakin lama potensi ini kurang dimanfaatkan oleh kampung untuk meningkatkan partisipasi budaya. Para elit kampung memiliki keterbatasan untuk meningkatkan soliditas warga kampung melalui aktivitas bersama ini. Hal itu juga berhubungan erat dengan sikap para elit budaya, yaitu mereka yang bisa mengisi berbagai atraksi budaya, yang semakin komersiil dan materialistis, sehingga proses komodifikasi budaya seperti disebut itu memang menjadi kenyataan. Akibatnya, bagi sebagian warga, perayaan Hari Kemerdekaan hanya dianggap sebagai sesuatu yang rutin, biasa dan tanpa makna yang berarti, serta lebih buruk lagi, sebagai pemborosan sumberdaya individual.

Dampak Perilaku Memburu Rente pada Bidang Lingkungan

Lingkungan adalah bagian penting dari setiap komunitas dan oleh karena itu ia harus menjadi komponen pokok dalam setiap program pembangunan komunitas. Seperti diketahui, lingkungan itu ada dua jenis, yaitu lingkungan alam dan lingkungan buatan. Manusia

Page 19: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

241

menghirup udara segar sebagai produk dari lingkungan alam yang bersih dan oleh karena itu anggota komunitas harus bersama-sama menjaga supaya udara di lingkungannya tetap bersih dan sehat untuk dihirup. Membuang sampah sembarangan atau bahkan membakarnya, merokok sembarangan adalah perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip ini.

Pohon-pohon membersihkan polutan udara paling banyak, yaitu CO2, menjadi karbon yang disimpan dalam daun dan oksigen yang dilepas untuk kesehatan dan kehidupan orang. Daunnya yang rimbun menurunkan suhu dan menjadi pengatur udara alami. Akarnya membantu menahan erosi tanah dan mengikat air hujan untuk menjaga suplai air tanah sebagai sumber air bagi kehidupan warga komunitas. Jadi, kelangsungan hidup manusia sangat tergantung kepada lingkungan, tetapi banyak anggota komunitas yang, mungkin tidak mengetahuinya atau bahkan tidak memedulikannya, justru merusaknya.

Kecuali itu, anggota komunitas juga perlu memahami cara-cara pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan. Kesadaran tentang daur ulang sampah kiranya bisa menjadi awal yang baik bagi pembangunan lingkungan. Pengelolaan sampah yang lebih bertanggungjawab membantu dan menjaga umur lingkungan buatan, seperti selokan, jembatan dan jalan. Membuang sampah sembarangan terbukti dengan cepat mempersempit dan mendangkalkan selokan dan sungai. Akibatnya, kemampuan menampung air hujan menjadi berkurang dan banjir pun terjadi setiap kali hujan datang. Banjir itu kemudian merusak lingkungan buatan, sehingga keamanan dan kenyamanan manusia juga menjadi korban.

Di Kampung Papringan penyadaran tentang pentingnya perilaku yang ramah lingkungan masih sangat kurang. Sebagian besar warga, termasuk para tokoh komunitas, masih terus terlibat dalam perilaku memburu rente dalam beberapa bentuk. Pertama, membuang sampah di selokan dan atau sungai serta membakarnya. Akibatnya, lingkungan, baik lingkungan alam maupun buatan, cepat rusak sehingga memboroskan sumberdaya sosial. Kedua, penebangan pohon, baik di pekarangan sendiri dan apalagi pohon penghijau di pinggir

Page 20: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

242

jalan. Perilaku itu sebenarnya menghasilkan biaya privat maupun biaya sosial, meskipun dalam bentuk non-finansial, seperti naiknya suhu udara di siang hari yang membuat semua anggota komunitas semakin tidak nyaman. Ketiga, pengecoran halaman dan pinggiran jalan juga merupakan perilaku memburu rente dari sudut pandang lingkungan. Tindakan itu berkontribusi terhadap semakin panasnya suhu udara di siang hari dan semakin berkurangnya air hujan yang terserap ke dalam tanah.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam seksi ini, beberapa dampak perilaku memburu rente di aras meso bisa disebutkan sebagai berikut.

Perilaku memburu rente telah mengorbankan pembangunan sosial. Seperti diuraikan, Kampung Papringan yang terdiri dari 6 RT belum memiliki tempat bermain anak dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jika tidak ada perilaku memburu rente kemungkinan besar pembangunan Gedung Serba Guna di kampung ini sudah selesai. Jika siap, gedung itu bisa dimanfaatkan untuk peyelenggaraan PAUD.

Perilaku memburu rente telah menurunkan rasa saling percaya (mutual trust) di antara warga masyarakat, paling mencolok di bidang ekonomi. Akibatnya, bisnis yang tumbuh di kampung cenderung bersifat individu dan rumahtangga, bukan usaha bersama seperti koperasi. Dampak lanjutannya adalah orang-orang yang paling miskin cenderung tidak dapat ikut menikmati hasil dari bisnis itu.

Perilaku memburu rente dari para elit menghambat proses pemberdayaan warga. Para elit cenderung melestarikan proses pengambilan keputusan yang sudah biasa dilakukan. Bagi mereka, hal ini lebih mudah dan cepat, tidak bertele-tele, daripada harus mendengarkan, memahami aspirasi anggota komunitas secara umum. Dampaknya, keputusan-keputusan publik yang diambil tidak hanya bias kepada laki-laki, tetapi juga bias kepada elit. Jadi, para elit yang bermental pemburu rente cenderung membuat keputusan yang bisa menjadi sumber keuntungan bagi mereka sendiri.

Perilaku memburu rente cenderung memperlebar polarisasi antara kelompok komunitas berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras, Asal). Hal

Page 21: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

243

ini dipupuk oleh para elit SARA, terutama kelompok dominan, dalam mendukung nafsu para elit untuk memperoleh kekuasaan politik dan akhirnya ekonomi.

Perilaku memburu rente cenderung menurunkan kualitas lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan buatan. Mental warga komunitas yang hanya mau “enak, mudah & cepat” terutama dalam memperlakukan limbah maupun memperoleh uang telah mendorong kerusakan lingkungan, seperti longsor, banjir, kelangkaan air, dan sebagainya.

DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTE DI ARAS MAKRO

Perilaku memburu rente di aras makro sangat banyak terjadi di semua departemen maupun lembaga negara. Seksi ini menguraikan dampak perilaku memburu rente pada lima bidang besar, yaitu Bidang Lalu-lintas Darat, Bidang Pendidikan dan Kepegawaian, Bidang Ekonomi, Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, serta terakhir Bidang Lingkungan Hidup. Tidak seperti seksi lain yang mendasarkan diskripsi empirisnya dari data primer, di aras ini uraian lebih didasarkan pada campuran antara data primer dan data sekunder.

Dampak Perilaku Memburu Rente pada Bidang Lalu Lintas, khususnya Lalu Lintas Darat

Masalah lalu lintas seperti kesemrawutan, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas seringkali didiagnosis sebagai persoalan perilaku pemakai jalan. Oleh karena itu preskripsi yang dibuat dan dilakukan adalah menempatkan sejumlah aparat, polisi lalu lintas dan atau aparat DLLAJ untuk mengaturnya. Apakah diagnosis itu benar? Apakah preskripsinya juga tepat? Mari kita runut dari berbagai pihak yang berhubungan dengan lalu lintas itu.

Pemakai jalan bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu berkendaraan manual tradisional dan bermotor. Yang pertama meliputi pejalan kaki, pemakai sepeda angin, tukang becak dan kereta berkuda. Jumlah moda transportasi non-motor ini cenderung berkurang. Yang

Page 22: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

244

kedua meliputi pengendara sepeda motor roda dua, sepeda motor roda tiga, mobil pribadi, mobil penumpang umum, mobil bak terbuka, truk dan bus dengan berbagai ukurannya. Jumlah moda transportasi bermotor, khususnya sepeda motor dan mobil pribadi, ini meningkat terus dari tahun ke tahun.

Untuk mengendarai kendaraan bermotor pribadi, seseorang harus memiliki surat ijin mengemudi (SIM) yang sesuai. Sedangkan untuk kendaraan bermotor komersial, pengemudi tidak hanya harus memiliki SIM yang sesuai, tetapi juga ditambah dengan berbagai syarat lain, seperti Uji Laik Jalan untuk semua kendaraan, Ijin Trayek untuk kendaraan penumpang, dan penimbangan tonase untuk truk. Untuk mendapatkan semua ijin itu seseorang harus memenuhi syarat, baik administratif maupun prosedural.

Hasil Survei Rumahtangga dan diverifikasi dengan FGD dan Wawancara Mendalam menyimpulkan bahwa mayoritas SIM yang dimiliki oleh warga Kampung Papringan diperoleh melalui perantara atau calo. Akibat dari percaloan SIM (maupun jenis ijin yang lain) ini adalah pengetahuan, sikap dan praktik orang dalam beberlalu-lintas tidak berbeda antara sebelum dan sesudah memiliki SIM6. Percaloan ini tidak hanya telah menghilangkan pendidikan berlalu-lintas (karena ujian tulis dan ujian praktik hanya dilakukan sebagai formalitas atau bahkan dihilangkan) tetapi juga telah mengaburkan antara orang-orang yang berhak mendapatkannya (qualified) dengan mereka yang belum atau tidak berhak memperolehnya (unqualified).

Sebagai akibat dari yang pertama, jumlah SIM yang diterbitkan setiap hari lebih banyak daripada yang seharusnya. Hal ini terjadi karena setiap orang yang mengurus SIM, khususnya melalui calo eksternal dan atau polisi, dijamin untuk memperolehnya. Pada hal dua kelompok orang berikut seharusnya tidak layak memperoleh SIM, yaitu ‘mereka yang tidak sehat’ dan ‘mereka yang tidak lulus ujian’ (teori dan atau praktik). Mereka yang tidak memenuhi syarat

6 Hasil diskusi dengan para mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret semester V antara tahun 1998-2000 menyimpulkan bahwa para mahasiswa pun tidak tahu cara bermanuver yang benar di suatu pertigaan jalan di depan kampus sebelum dipasangi lampu lalu-lintas.

Page 23: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

245

kesehatan tetap lolos, karena pemeriksaan kesehatan dihilangkan dan diganti dengan surat keterangan sehat yang sudah ditandatangani dokter sebelumnya. Suster yang berjaga di situ hanya bertugas untuk membubuhkan cap dan mengutip sejumlah uang yang sudah ditentukan. Mereka yang seharusnya tidak lulus ujian (teori dan atau praktik) tidak bisa diketahui secara akurat, karena pelaksanaannya hanya formalitas. Pengamatan secara khusus diperlukan untuk menghitung berapa persen pemilik SIM yang sesungguhnya memang layak untuk memilikinya.

Akibat dari kelebihan SIM yang diterbitkan adalah kelebihan jumlah kendaraan bermotor yang dibeli oleh masyarakat. Dampak lanjutannya adalah jumlah kendaraan bermotor di jalan lebih banyak daripada yang seharusnya.7 Hal ini masih diperburuk oleh perilaku memburu rente dalam proses uji kelaikan jalan, ijin trayek, tonase truk dan lain-lain. Berbagai jenis kendaraan bermotor yang seharusnya tidak berada di jalan, yaitu mobil yang dikendarai oleh mereka yang tidak atau belum berhak dan atau tidak memiliki SIM, mobil tidak laik jalan, mobil penumpang tanpa ijin trayek, truk kelebihan beban, dan sebagainya. Kuantitas kendaraan bermotor dengan kualitas yang bermacam-macam itu dikombinasikan dengan perilaku lalu lintas yang salah kaprah (sebagai akibat dari pendidikan berlalulintas dalam proses ujian SIM, dan polisi yang tidak tegas dalam menegur dan menindak mereka yang salah) telah, sedang dan tampaknya akan terus mengakibatkan kesemrawutan, kemacetan dan bahkan kecelakaan lalu-lintas. Jadi, diagnosa aparat terhadap terjadinya kesemrawutan, kemacetan dan kecelakaan lalu-lintas sebagai akibat dari ‘perilaku pemakai jalan’ memang benar, tetapi hal itu tidak cukup. Karena sumber dari semua itu adalah terjadinya perilaku memburu rente di semua kantor penerbit perijinan, terutama SIM, Kelaikan Jalan, Ijin Trayek, dan Jembatan Timbang. Diskripsi hubungan sebab akibat berbagai persoalan lalu lintas darat dari hulu hingga hilir ini digambarkan secara ringkas dalam panel sebelah kiri dari diagram 8.1.

7 Bukti atas pernyataan ini bisa dilihat dari sekurangnya 2 fakta, yaitu banyaknya anak-anak SMP yang mengendarai sepeda motor ke dan dari sekolah, dan banyaknya angkutan penumpang berpelat hitam yang beroperasi di jalan.

Page 24: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

246

Dampak Perilaku Memburu Rente pada Pendidikan, Kepegawaian dan Anggaran Negara

Pendidikan semestinya bertujuan untuk mengembangkan kepintaran dan kemoralan siswa. Kepintaran diukur dengan 6 kompetensi dasar, yaitu membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, menghitung, dan bernalar (Pilzer, 1994). Kemoralan diukur dengan 7 etika sosial, yaitu murah hati, adil, mengasihi, jujur, tertib, bertanggungjawab dan rendah hati (Fulghum, 1989). Dari kepintaran hanya kemampuan berhitung yang ditonjolkan, kompetensi lainnya dibelokkan secara sistematis menjadi hafalan saja. Kemoralan bernasib lebih buruk, karena etika sosial siswa tidak dipupuk dan dibudayakan sama sekali. Ujian Nasional (UN) pun dipaksakan, sehingga menggiring semua pemangku kepentingan bidang pendidikan mencurahkan perhatian hanya kepada beberapa mata pelajaran yang diujikan secara nasional itu.

Page 25: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

247

SIM & IJASAH ASPAL

(ASLI TAPI PALSU

DEFLASI SIM &

KENDARAAN

BERMOTOR

SDM

TIDAK BERUBAH

DEFLASI IJASAH

SDM

TIDAK BERUBAH

LALU LINTAS

LEBIH PADAT

DARIPADA

SEHARUSNYA

PERILAKU

LALU LINTAS SALAH

KAPRAH

SARJANA

> SEHARUSNYA; GOLONGAN, PANGKAT &

JABATAN > SEHARUSNYA

KOMPETENSI

< SEHARUSNYA

ARUS

TERSENDAT, MACET

KECELAKAAN LALU LINTAS

GAJI

> SEHARUSNYA

JABATAN

> SEHARUSNYA

PEMBOROSAN SOSIAL

TUJUAN UU LALU LINTAS

DIKORBANKAN

PEMBOROSAN ANGGARAN

TUJUAN PENDIDIKAN DIKORBANKAN PENYEBARAN PENYAKIT DIPLOMA

Diagram 8.1. Dampak Penerbitan Dokumen Asli tapi Palsu (ASPAL) pada Pembangunan Bidang Terkait

Tujuan pendidikan untuk menghasilkan manusia pintar dan bermoral telah berganti haluan menjadi penciptaan manusia berijasah. Oleh karena itu, tempat-tempat bimbingan belajar menjamur dan

Page 26: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

248

menjadi bisnis yang tumbuh berkembang8. Para guru dan orang-orang yang memiliki kompetensi dalam mata pelajaran yang di-UN-kan pun membuka praktik bimbingan belajar di rumah atau mendatangi rumah-rumah siswa yang mau dan mampu membayar. Proses pendidikan seperti ini telah mensubkontrakkan proses belajar mengajar (PBM) dari lembaga pendidikan formal kepada lembaga pendidikan non-formal, yang sangat sering melibatkan orang-orang yang sama.

Anak-anak dari rumahtangga kelas menengah ke atas tentu saja mendominasi sekolah-sekolah favorit, baik negeri apalagi swasta. Pada tingkat pendidikan tinggi mereka juga mendominasi Perguruan Tinggi, khususnya Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Anak-anak dari rumahtangga menengah ke bawah juga ada yang bisa masuk ke sekolah atau PT favorit itu, tetapi proporsinya paling tinggi hanya sekitar 10-15 persen. Banyak lulusan SMK dan SMA dari rumahtangga menengah ke bawah ini akhirnya memilih bekerja, karena berbagai kendala, khususnya finansial, yang dihadapi untuk meneruskan studi ke jenjang PT.

Bagi yang memiliki koneksi ke berbagai lembaga, khususnya negara, mereka masuk ke lembaga-lembaga itu melalui status honorer, pegawai harian lepas, atau pun magang. Dalam prosesnya, mereka kemudian menuntut untuk diikutkan menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Karena pendidikan mereka hanya SLTA, maka setelah menjadi PNS mereka ‘hanya’ memiliki golongan kepangkatan mulai II/A dan akan pensiun pada golongan III/B. Untuk mendongkrak kepangkatan dan kariernya, para aparat negara (PNS maupun polisi dan tentara) lulusan SLTA itu kemudian beramai-ramai melanjutkan studi ke PT untuk mendapatkan ijasah S-1. Dengan ijasah S-1 golongan kepangkatan mereka tidak hanya bisa meloncat menjadi III/A dan menikmati pensiun pada golongan pangkat IV/B, tetapi juga bisa mendapat promosi untuk memperoleh jabatan. Demikian juga para guru yang dulu direkrut dari SPG (sekolah pendidikan guru) dan

8 Lembaga Bimbingan Belajar adalah salah satu lembaga dari banyak pihak yang diuntungkan oleh Ujian Negara yang sebenarnya sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi.

Page 27: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

249

PGSLP (pendidikan guru sekolah lanjutan pertama)9. Mereka harus melanjutkan studi ke PT untuk memperoleh gelar, paling tidak, D4 atau S1, khususnya untuk memenuhi amanat Undang Undang Guru dan Dosen yang mensyaratkan semua guru harus berpendidikan minimal D4 atau S-1.

Beberapa Perguruan Tinggi, baik negeri dan terlebih swasta, baik Fakultas Kependidikan maupun Non-Kependidikan, menangkap peluang itu dan secara proaktif menawarkan program-program eksekutif yang menarik. Misalnya, guru-guru bisa menyelesaikan studi S-1 nya dalam waktu 4 semester, karena setiap semester masing-masing bisa mengambil sebanyak mungkin SKS (Satuan Kredit Semester). Alasan yang sering diungkapkan adalah:

“Para guru itu sebenarnya sudah kompeten mengajar, sehingga ijasah S-1 nya itu hanya untuk menyesuaikannya”.

Demikian juga dengan Fakultas Non-Kependidikan dari berbagai PTS yang menyelenggarakan kuliah selama beberapa kali pertemuan dalam satu semester bagi para aparat negara itu. Dengan alasan yang sama, para aparat negara ini bisa cepat memperoleh gelar sarjana dan menyesuaikan golongan kepangkatannya ke golongan III.

Gelombang mengejar gelar sarjana itu menjadi proyek yang sangat menguntungkan bagi para penyelenggara pendidikan, khususnya bagi PTS. Karena dengan kreatifitas mereka untuk “memadatkan” proses belajar menganjar (PBM) nya, dan “proaktif atau jemput bola” dengan membuka kelas-kelas di Kabupaten-Kabupaten tempat para PNS berasal, menjadikan berbagai PTS tersebut diserbu oleh banyak aparat negara. Tingkat kemakmuran para pegawai (dosen maupun karyawan) dari berbagai PTS penyelenggara itu pun meningkat, seperti disampaikan dalam bab 1. Tetapi, pasti sangat menarik untuk diamati, ketika PBM-nya dievaluasi. Bagaimana tatap

9 Kompas, 9/8/2012, halaman 12 memberitakan bahwa kurang lebih 75% dari 1,46 juta guru SD belum berpendidikan D4 atau S1, yaitu kualifikasi minimal yang dituntut oleh Undang Undang Guru dan Dosen.

Page 28: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

250

muka dilaksanakan, bagaimana sistem evaluasi diselenggarakan, dan bagaimana proses penulisan tugas akhir (skripsi) dijalankan.10

Dampak dari proses perburuan ijasan S-1 bagi para PNS ini berjenjang, mulai dari adanya ketidaksesuaian antara ijasah dengan kemampuan. Contoh yang sekarang sedang menggelisahkan para guru adalah banyaknya mereka yang tidak lulus dalam ujian kompetensi, apa pun alasannya.11 Kemudian, ada ketidaksesuaian antara kemampuan dan kepangkatan serta jabatan. Akhirnya, lebih dari semua itu, terjadi pemborosan uang negara sebagai akibat dari penyesuaian gaji dan tunjangan jabatan atas kenaikan pangkat dan jabatan para aparat negara yang terkatrol oleh ijasah Asli tapi Palsu (Aspal) itu. Cara pandang studi ini terhadap persoalan ijasah aspal ini tergambar secara ringkas dalam diagram 8.1, panel sebelah kanan.

Ijasah, sama seperti SIM, memiliki sifat dan fungsi yang hampir sama, yaitu bisa diperoleh apabila memenuhi persyaratan administrasi dan prosedural, yaitu mencapai standar kompetensi minimum yang ditentukan untuk lulus. Kalau kemudian pihak penerbit ijasah merekayasa persyaratan administrasi dan menurunkan atau bahkan menghilangkan standar minimal proses belajar mengajarnya, maka pemegang (ijasah dan SIM) sesungguhnya menjadi pihak yang tidak berhak memiliki dokumen itu. Oleh karena itu, membengkaknya

10 Menurut pengamatan saya, PBM yang dipraktikkan oleh para pengajar di PTN pun banyak yang masih sub-standar. Tugas yang berhubungan dengan tulis-menulis seperti paper dan skripsi, misalnya, masih banyak mengandung unsur pragiarime. Pada hal nilai akreditasi Jurusan-jurusan di PTN itu adalah A. Lalu bagaimana dengan PTS-PTS yang sebenarnya tidak layak terakreditasi, tetapi melalui KKN, lalu menjadi terakreditasi dengan nilai C atau B? Apakah PBM-nya lebih baik daripada lembaga lain yang terakreditasi A? Bagaimana mereka mendapatkan legasi untuk memadatkan PBM seperti itu?

Kompas, 28/8/2012, halaman 12, memberitakan bahwa di Indonesia ada 3.216 Perguruan Tinggi (92 PTN dan 3.124 PTS), masih kurang dari 100 yang sudah terakreditasi, itu pun sebagian besar terakreditasi C dan hanya sedikit yang terakreditasi A. Tetapi Dirjen Dikti lebih fokus pada akreditasi Program Studi (Prodi). Dari 16.755 prodi itu 6.433 belum selesai diakreditasi. Dari 14.387 prodi yang sudah diakreditasi, 11.250 prodi masih berlaku, sedangkan 3.137 prodi sudah kadaluwarsa. 11 Kompas, 16/8/2012, halaman 13, menuliskan bahwa rata-rata nilai UKG (Ujian Kompetensi Guru) Gelombang I adalah 44,5 dari skala 100. Sebanyak 624.702 guru telah mengikuti UKG dari 1.006.211 orang guru. Kompas, 5/9/2012, halaman 12, memberitakan bahwa 32.000 guru di NTB mendapatkan nilai UKA (ujian Kompetensi Awal) di bawah 30 dari skala 100.

Page 29: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

251

birokrasi dan sebagai akibatnya membesarnya belanja pegawai, terjadi bukan hanya karena penyelenggara negara membiarkan hal itu terjadi, tetapi lebih buruk lagi, menyeponsori hal itu terjadi.12

Dampak Perilaku Memburu Rente pada Bidang Ekonomi dan Pemberantasan Kemiskinan

Berdasarkan ISIC (International Standard of Industrial Classification) perekonomian suatu bangsa ditopang oleh 10 sektor (BPS Provinsi Jawa Tengah, 2006: 81-82), yaitu Pertanian (1), Pertambangan dan Galian (2), Industri (3), Listrik, Gas dan Air bersih (4), Konstruksi (5), Perdagangan (6), Komunikasi (7), Keuangan (8), Jasa (9), dan Lainnya (10). Kemudian demi penyerderhanaan, 10 sektor itu bisa dikelompokkan lagi menjadi 3 jenis pekerjaan utama, yaitu pertanian (agriculture), industri pengolahan (manufacturing), dan jasa-jasa (services). Perilaku memburu rente tentu saja terjadi di semua sektor ekonomi ini.

Di sektor pertanian, khususnya tanaman pangan, dengan penerapan revolusi hijau di jaman Orde Baru telah meningkatkan produksi beras dari rata-rata 1,92 ton per hektar di tahun 1966 menjadi 3,8 ton di tahun 1974, kemudian turun menjadi 2,66 ton di tahun 1984, dan naik lagi menjadi 4,57 ton di tahun 1990 (Hill, 1994: 74). Peningkatan (dan penurunan) ini terjadi sebagai akibat dari kombinasi antara penggunaan bibit unggul, pupuk dan obat kimia dan irigasi teknis, dengan musim kemarau panjang dan hama tanaman, terutama wereng dan tikus. Peningkatan produksi padi itu mendapatkan penghargaan internasioal dari PBB bidang Pertanian dan Makanan (FAO - Food and Agricultural Organization) sebagai Negara Swasembada Beras pada tahun 1985.

Keberhasilan itu ternyata hanya sementara. Pemakaian pupuk kimia secara eksklusif dan terus menerus menurunkan kesuburan tanah. Hal ini mendorong penambahan kuantitas pupuk hanya untuk 12 Oleh karena itu praktik seperti ini disebut sebagai ‘korupsi dengan pencurian’ oleh Shleifer & Vishny (1993).

Page 30: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

252

menghasilkan volume produksi yang sama atau bahkan lebih rendah. Demikian juga dengan obat kimia. Hama yang semula mati terkena obat lama-kelamaan menjadi tahan terhadapnya. Akibatnya, ukuran obat yang dipakai per hektarnya pun semakin meningkat dan biaya produksi pertanian pun meningkat.

Penggunaan pupuk dan obat yang semakin banyak itu tentu saja menguntungkan para agen penyalur. Apalagi, pada saat kebutuhan akan saprotan (sarana produksi pertanian) itu sedang memuncak, para agen, yang seringkali juga bertindak sebagai spekulan, tidak jarang menjual pupuk dan obat (dengan harga subsidi) kepada perkebunan besar dengan harga non-subsidi. Akibatnya, para penyalur sarana produksi pertanian dan para pengusaha perkebunan semakin makmur di satu sisi, dan petani, apalagi petani gurem, hanya bisa merenungi nasib menjadi orang kecil dan tidak berdaya dalam kemiskinan.

Hidup sebagai petani (gurem) yang tidak semakin baik memaksa mereka untuk melakukan beberapa hal. Pertama, sebagian atau seluruhnya menjual tanah miliknya yang tidak seberapa luas kepada petani besar atau pemilik modal. Kedua, sebagian dari mereka berganti peran menjadi petani penggarap dan sebagian lainnya pergi mengadu nasib ke kota-kota besar di Indonesia, khususnya ibu kota negara, Jakarta. Gelombang migrasi desa-kota - mula-mula bersifat non-permanen lalu berangsur-angsur menjadi permanen – yang berlangsung terus-menerus ini akhirnya telah membuat kota-kota besar seperti Jakarta mengalami urbanisasi berlebih (over-urbanization) dengan karakteristik khas, seperti kepadatan dan kemacetan lalu-lintas, hunian liar di sabuk hijau sepanjang aliran sungai dan sepanjang rel kereta api, kemiskinan di kota, kesehatan yang buruk, banjir serta tindak kejahatan seperti pencopetan, pencurian, penodongan, penjambretan, perampokan sampai perkelahian massal dan kerusuhan sosial.

Di sektor industri, perilaku memburu rente terjadi di setiap tahap. Pada tahap investasi, para investor harus membayar para pemburu rente dalam mengurus berbagai perijinan, dalam proses pembebasan tanah untuk lokasi investasi, dalam proses tender pembangunan gedung pabrik, dan dalam proses pembelian berbagai

Page 31: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

253

alat produksi, baik dari dalam negeri dan atau dari luar negeri. Untuk mendapatkan modal usaha pun para investor tidak jarang harus menyuap aparat bank untuk mendapatkan pinjaman.

Pada tahap operasi, para investor harus berurusan dengan rekrutmen SDM untuk berbagai tingkat organisasi, dengan pemasok bahan baku, dan dengan berbagai elemen masyarakat untuk keamanan usaha. Pada tahap ini para investor juga sudah dipusingkan dengan sistem remunerasi pegawai/buruh yang dituntut untuk sesuai dengan UMR/K (upah minimum regional/Kota). Semua itu telah, sedang dan tampaknya akan selalu terjadi dan secara keseluruhan menciptakan ekonomi berbiaya tinggi (high cost economy). Dampak dari berbagai biaya ini adalah harga produk tidak bisa bersaing secara internasional, dan dalam jangka panjang usaha bisa bangkrut. Keadaan ini masih diperburuk oleh gangguan keamanan dari masyarakat sekitar atau demonstrasi buruh menuntut kenaikan upah. Tekanan seperti ini memaksa pengusaha untuk merogoh kantong lebih dalam untuk membayar pengamanan baik dari swasta maupun aparat atau menutup pabrik dan berganti profesi.

Para investor juga harus memenuhi kewajiban terhadap negara setiap tahun, yaitu membayar pajak, ketika periode bebas pajak bagi usaha baru telah lewat. Untungnya atau celakanya, sebagian aparat pajak bisa diajak kompromi dengan cara menurunkan kewajiban pajak dari 100 persen menjadi, misalnya, 50 persen. Sisanya, 50 persen dibagi dua, yaitu 25 persen masuk ke kantong aparat pajak dan 25 persen masuk ke kantong pengusaha. Singkatnya, perilaku memburu rente di sektor industri ini berwajah ganda. Di satu sisi, menguntungkan pengusaha seperti kongkalikong dalam penurunan pajak maupun proyek pengadaan barang bagi pemerintah. Tetapi dalam hal berbagai pungutan liar yang dilakukan oleh berbagai pihak, untuk alasan kelancaran dan keamanan misalnya, merugikan pengusaha, di lain sisi.

Ada berbagai dampak besar yang sudah, sedang dan akan terus terjadi, kalau perilaku memburu rente di bidang ekonomi ini berlangsung terus. Penghasilan negara dari sumber utamanya, yaitu pajak, misalnya, lebih rendah daripada potensinya. Konsekuensinya, dana yang bisa dibelanjakan dalam APBN/D (anggaran pendapatan dan

Page 32: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

254

belanja nasional/ daerah) sebagian besar dihabiskan untuk belanja rutin sebagai akibat dari membengkaknya birokrasi pemerintah. Sedangkan proporsi belanja pembangunan yang kecil, itu pun sudah bocor di sana-sini akibat dari perilaku memburu rente, tidak cukup berarti dalam menyejahterakan masyarakat, khususnya masyarakat miskin.

Berbagai pungutan liar bagi industri menghasilkan ekonomi biaya tinggi. Akibatnya, harga produk yang dihasilkan terlalu tinggi dan tidak bisa bersaing dengan produk substitusi baik di pasar domestik, apalagi di pasar internasional. Tekanan kepada para pengusaha ini masih diperberat oleh aksi demo buruh yang tidak jarang membuat perusahaan berhenti produksi dan mananggung kerugian yang tidak sedikit. Ketidak-amanan produksi akibat aksi demo buruh yang semakin anarkis itu bisa membuat frustrasi pengusaha dan akhirnya menutup perusahaan sama sekali. Pengusaha bisa beralih profesi dengan cepat dari produsen menjadi pedagang dengan risiko bisnis yang lebih kecil, tetapi para buruh bisa kehilangan mata pencaharian seketika dan menciptakan penganggur yang sudah banyak. Jadi, perilaku memburu rente yang tidak terkendali mengganggu iklim bisnis dan bahkan menghambat investasi. Jangankan menciptakan lapangan kerja baru, lapangan kerja yang sudah ada pun terancam hilang.

Dampak Perilaku Memburu Rente pada Bidang Politik, Hukum dan Keamanan

Otorianisme di jaman Orde Baru menjadikan presiden memiliki monopoli kekuasaan. Ia menentukan para anggota MPR, menteri, gubernur, walikota, bupati, camat sampai lurah dan kepala desa, aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim dan militer. Masing-masing aparat negara beserta keluarganya harus loyal terhadap presiden dan partai pendukungnya (monoloyalitas). Mereka yang loyal dan berjasa terhadap ‘negara’ diberi hadiah berupa jabatan atau privilese tertentu. Sebaliknya, mereka yang tidak loyal kemudian

Page 33: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

255

disingkirkan dan dibatasi ruang geraknya dalam berbagai bidang, sosial, ekonomi maupun politik.13

Hegemoni presiden terhadap semua lembaga lain itu berputar 3600 ketika Orde Baru digantikan oleh Orde Reformasi pada tahun 1998. Parlemen melalui perannya sebagai Lembaga Legislasi, Lembaga Pengawas, dan Lembaga Budget, telah menjadi lembaga yang sangat penting dan kuat. Oleh karena peran yang sangat kuat inilah, kini akhirnya terkuak adanya ‘Mafia Anggaran’ di DPR/D, karena mereka, baik sendiri-sendiri maupun beramai-ramai, ingin mengembalikan investasi (dalam bentuk biaya yang dikeluarkan selama masa kampanye) yang telah mereka tanam dan sekaligus berupaya memperoleh untung sebesar-besarnya.

Eksekutif pun setali tiga uang, mereka seperti berlomba untuk segera memperkaya diri sendiri atau kelompok. Hampir semua departemen terlibat dengan KKN, termasuk dua departemen yang mestinya menjadi teladan dalam moral dan etika, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. Kepolisian, khususnya Korlantas (Korps Lalu Lintas) yang merupakan penegak hukum dan sekaligus eksekutif ini, kiranya merupakan salah satu lembaga yang paling terang-benderang dalam memperdagangkan pelayanan SIM-nya. Kasus Pembangunan Pusat Olahraga Hambalang, Proyek PLTS di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Pengadaan Sarana dan Prasarana di 16 Perguruan Tinggi Negeri, Pembangunan Wisma Atlet Sea Games Palembang, Ijin HGU perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tenggara, dan sebagainya adalah beberapa contoh kerugian negara akibat dari perilaku memburu rente itu.

Aparat penegak hukum, yang meliputi polisi, jaksa dan hakim pun demikian. Perilaku memburu rente di bidang penegakan hukum ini telah menghasilkan mafia hukum. Mereka tidak hanya bisa disuap,

13 Empat buku berjudul ‘Suharto and His Generals: Indonesian Military Politics 1975-1983’ ditulis oleh David Jenkins (1984), “Indonesia: The Rise of Capital’ ditulis oleh Richard Robison (1986), ‘Indonesia’s New Order: The Dynamics of Socio-economic Transformation’ ditulis oleh Hal Hill (1994), dan ‘A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s’ ditulis oleh Adam Schwarz (1994) adalah contoh tulisan yang mampu menggambarkan kondisi politik ekonomi Indonesia pada jaman Orde Baru.

Page 34: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

256

tetapi tidak jarang justru menjadi pemeras. Keburukan perilaku para penegak hukum ini sampai menghasilkan ungkapan berikut:

“Seburuk-buruknya hakim, tidak seburuk jaksa, dan seburuk-buruknya jaksa, tidak seburuk polisi”.

Ungkapan ini didasarkan pada tiga tahap penanganan perkara hukum. Tahap pertama, penyelidikan dan penyidikan, dilakukan oleh polisi. Rekayasa tahap pertama bisa dilakukan di sini, yaitu apakah perkaranya bisa dinaikkan ke kejaksaan atau tidak, tergantung pada lengkap tidaknya bukti yang bisa dimainkan oleh polisi. Setelah berkas lengkap, perkara kemudian dinaikkan ke kejaksaan pada tahap kedua, yaitu penuntutan. Akhirnya, perkara hukum dengan bukti yang cukup kemudian disidangkan oleh hakim sebagai tahap terakhir. Faktanya, tidak semua perkara hukum yang ditangani kepolisian selalu naik ke kejaksaan, demikian pula tidak semua perkara hukum yang sudah sampai di kejaksaan dinaikkan ke persidangan di pengadilan. Akhirnya, tidak semua perkara yang disidangkan di pengadilan diputuskan secara adil. Pembentukan lembaga ad hoc seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) adalah bukti atas buruknya kinerja kepolisian, kejaksaan dan pengadilan di negara ini.

Ketika para penegak hukum itu sudah terlibat dengan perilaku memburu rente, mereka menjadi tidak bebas sehingga bukti hukum, tuntutan hukum dan keputusannya menjadi tidak adil. Ketidak-adilan keputusan yang dikeluarkannya meningkatkan ketidak-puasan masyarakat. Hal ini sering menjadi pemicu terjadinya konflik, baik horisontal maupun vertikal. Semua ini tampaknya terjadi sebagai perwujudan mentalitas ‘mudah, cepat dan enak’ bagi semua pihak untuk menyelesaikan masalah, yang celakanya menjadi benang kusut bagi berbagai upaya untuk menegakkan penyelenggaraan negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Page 35: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

257

Dampak Perilaku Memburu Rente pada Bidang Lingkungan Hidup

Seksi sebelumnya telah menyebutkan bahwa lingkungan hidup ada dua jenis, yaitu lingkungan alam dan lingkungan buatan. Lingkungan hidup, baik alam maupun buatan, ada atau pun diadakan untuk membantu kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia. Lingkungan alam seperti sungai, danau, laut, hutan dan gunung tidak hanya menyediakan biota yang dibutuhkan oleh manusia, tetapi juga menghasilkan udara dan cuaca untuk hidup manusia. Lingkungan buatan seperti jalan, jembatan, terminal, stasiun dan rel kereta api, lapangan udara serta pelabuhan dibangun untuk memperlancar mobilitas orang dan barang. Semuanya dalam rangka untuk kesejahteraan manusia. Lingkungan alam harus ada supaya biota (flora dan fauna), termasuk manusia, bisa hidup. Sebaliknya, lingkungan buatan ada untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Sayangnya dan untungnya, manusia adalah homo economicus, makhluk ekonomi. Ia makhluk material yang selalu berusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas material yang dimiliki. Proses ini berdampak ganda seperti pedang bermata dua, meningkatkan kemakmuran meterial di satu sisi dan merusak lingkungan hidup, di lain sisi. Di tahun 1800, ketika jumlah penduduk dunia diperkirakan masih sebanyak 945 juta orang, tekanan terhadap lingkungan alam tentu saja belum terasa. Namun, ketika jumlah penduduk dunia menjadi 1,6 miliar orang di tahun 1900, tekanan terhadap alam mestinya mulai terasa, meskipun masih dalam taraf yang rendah. Tetapi, ketika jumlah penduduk telah menjadi 6 miliar orang di tahun 2000 (Weeks, 1999: 8), dan di tahun 2012 ini telah menjadi 7 miliar lebih, maka tekanan terhadap alam sudah mulai dirasa berlebihan.

Hutan di daerah tropis, termasuk Indonesia, yang menjadi paru-paru dunia, semakin berkurang luasnya sebagai akibat dari pembukaan areal pertanian, perkebunan, pertambangan dan lainnya. Apalagi, sebagian besar dari mereka yang diberi ijin untuk mengelola hutan berkinerja buruk (Anonim, 2004), maka pengurangan luasan hutan dan pengrusakannya semakin cepat. Akibat langsung dari eksploitasi hutan yang tidak lestari ini adalah menghilangnya banyak biota endemik dan banjir serta longsor di musim hujan.

Page 36: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

258

Tekanan penduduk di perkotaan lebih besar lagi. Lebih dari separuh dari 235 juta penduduk Indonesia di tahun 2010 tinggal di perkotaan. Hal ini terjadi, sebagian, karena kebijakan yang bias kota, dan sebagian lagi karena migrasi desa-kota sebagai akibat tidak langsung dari kebijakan yang bias kota itu. Ruang-ruang publik di kota semakin menghilang berganti menjadi area bisnis dan perkantoran. Taman-taman kota berubah fungsi menjadi tempat usaha. Daerah aliran sungai (DAS) dan ruang terbuka di sepanjang rel kereta api dipenuhi oleh perumahan liar yang dibangun oleh para pendatang. Semuanya ini terjadi karena perilaku memburu rente para aparat pemerintah (pusat maupun daerah), sehingga RUTR (rencana umum tata ruang) kota tidak dipakai sebagai pedoman.

Kini, kota-kota di Indonesia harus memanen ketidak-tertiban aparatnya. Mereka harus hidup dengan berbagai masalah yang sebenarnya bisa dihindari. Warga kota harus menghirup udara yang semakin tercemar oleh gas buang pabrik dan kendaraan bermotor. Warga kota harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk berpindah tempat dari satu ujung ke ujung kota lain akibat dari padatnya arus lalu-lintas. Sungai-sungai menjadi sempit dan dangkal akibat dari limbah pembangunan dan limbah rumahtangga, sehingga terjadi banjir ketika hujan datang. Sungai-sungai yang di masa lalu menjadi sumber penghidupan bagi banyak orang, kini menjadi berwarna dan berbau busuk, yang tidak hanya buruk dipandang mata, tetapi juga berbau busuk menusuk hidung, sebagai akibat dari erosi tanah dan limbah. Singkatnya, perilaku memburu rente telah, sedang dan akan terus mempercepat proses memburuknya lingkungan hidup dan mengancam kehidupan. Oleh karena itu, perilaku memburu rente adalah suatu habitus atau kebiasaan yang, oleh sebagian orang, dianggap sebagai pro kematian.

RANGKUMAN

Seluruh dampak perilaku memburu rente yang telah dipaparkan, baik di aras mikro, aras meso dan aras makro dalam bab 8 ini kiranya bisa dirangkum ke dalam beberapa pokok pikiran berikut. Pertama-tama perilaku memburu rente cenderung membuat para

Page 37: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

Dampak Perilaku Memburu Rente

259

individu, warga komunitas dan warga bangsa semakin egois, materialis dan hedonis. Ilustrasi tentang perilaku aji mumpung ini diperankan oleh para aktor yang membuang dan membakar sampah sesukanya, melepasliarkan hewan piaraan, menebang pohon sesukanya, dan mengecor halaman dan pinggiran jalan. Bagi para individu terpilih yang berperan untuk melayani kepentingan publik juga cenderung berperilaku KKN dengan memanfaatkan kedudukannya untuk memperkaya diri sendiri, keluarga dan kelompoknya.

Kemudian, perilaku memburu rente yang umumnya dilakukan oleh para elit atau mereka yang memiliki akses, cenderung merusak kohesivitas sosial melalui berbagai cara yang bertentangan dengan kearifan lokal seperti gotong royong dalam aksi bersama. Akibatnya, modal sosial pengikat (bonding social capital) yang secara tradisional sangat kuat menjadi lemah dan modal sosial penghubung (bridging social capital) yang semula lemah tetap lemah di tangan para elitnya sendiri.

Selanjutnya, perilaku memburu rente di bidang ekonomi hanya menguntungkan para elit, baik dalam birokrasi maupun bisnis. Akibatnya, kesenjangan sosial terjadi dan semakin lama semakin melebar. Pemilik modal dan para birokrat berkongkalikong untuk mengakali besaran pajak yang harus dibayar kepada negara. Negara menjadi kurang optimal dalam meredistribusi penghasilan dari pajak itu untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat lewat pendidikan, kesehatan dan infrastruktur pembangunan. Akibat selanjutnya adalah kemiskinan tetap bertahan.

Berikutnya, perilaku memburu rente dalam pemerintahan dan politik, yang dimulai dari proses rekrutmen pegawai dan proses pemilihan anggota DPR/D telah dan sedang menyuburkan KKN di pemerintahan, parlemen dan penegak hukum. Akibatnya, proses pelayanan masyarakat yang menjadi kewajiban mereka, dianggap sebagai proyek. Pelayanan menjadi lambat atau tidak dikerjakan kalau tidak disertai dengan uang pelicin. Akibat selanjutnya adalah berbagai lembaga itu tidak berfungsi sebagaimana seharusnya dan tidak mampu menjadi daya tarik bagi investasi.

Page 38: BAB 8 DAMPAK PERILAKU MEMBURU RENTEmelalui seragam, doa, sampai Perda. Demokrasi yang diadopsi negara hanyalah formalitas belaka. Semua keputusan diambil melalui pemungutan suara,

PARASIT PEMBANGUNAN

260

Perilaku memburu rente dalam penerbitan Ijin Penambangan, Hak Pengusahaan Hutan, Kontrak Pembangunan dan sejenisnya cenderung menghasilkan kualitas pembangunan berbagai infrastruktur (lingkungan buatan) yang lebih rendah dan mempercepat kerusakan lingkungan (alam). Akibatnya sudah, sedang, dan tampaknya akan terus terjadi, banjir tidak hanya di lokasi-lokasi yang sudah menjadi langganan banjir, tetapi juga melanda daerah-daerah baru. Demikian juga dengan tanah longsor, kekeringan dan gagal panen. Pembangunan yang diidamkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, justru sebaliknya, menyengsarakan masyarakat.

Perilaku memburu rente para birokrat di lembaga-lembaga pilar negara, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif, telah mengarahkan negara ke jurang kehancuran. Ketika hak-hak kepemilikan (property rights) individu, lembaga dan masyarakat (termasuk masyarakat adat) tidak dilindungi oleh negara, maka konflik dan kekerasan sosial, baik horisontal maupun vertikal, sudah, sedang dan tampaknya akan terus terjadi. Ketika aparat hukum (polisi, jaksa dan hakin) bermain sebagai ‘pagar makan tanaman’, maka ketidak-stabilan politik, hukum dan keamanan bisa menjadi peristiwa sehari-hari, yang dianggap biasa.

*