BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Toksisitas Rhodamin B dan Sakarin terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus Putih ( Rattus norvegicus) Pengamatan terhadap gambaran histopatologi ginjal tikus putih ( Rattus norvegicus) dilakukan pada setiap kelompok perlakuan. Pengamatan dilakuakan secara langsung terhadap histopatologi ginjal menggunakan mikroskop Olympus BX51 dan selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap lebar space Bowman. Hasil pengamatan selanjutnya dijelaskan secara deskriptif kualitatif. Adapun yang diamati pada gambaran histopatologi ginjal tikus putih ( Rattus norvegicus) menggunakan perbesaran 400X yaitu Bowman space, kapsula Bowman dan tubulus ginjal. Ginjal pada mamalia berjumlah sepasang, yang terletak dalam rongga abdomen retroperitoneal primer kiri dan kanan kolumna vertebralis (Setiadi, 2007). Fungsi utama ginjal adalah mengekskresikan zat sisa metabolisme dan zat- zat yang lain yang berbahaya terhadap tubuh, sambil mempertahankan konstituen darah yang masih berguna. Selain itu ginjal juga memiliki fungsi endokrin yang penting (Patrick, 2005). Secara histologis, ginjal tikus dibagi menjadi dua wilayah yaitu korteks dan medula. Ginjal terdiri dari jutaan unit fungsional ginjal yaitu nefron. Unit nefron ginjal terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, loop henle asenden dan desenden, tubulus distal dan duktus kolektivus (Mescher, 2013). Gambaran histopatologi ginjal tikus putih ( Rattus norvegicus) dapat dilihat pada 38
13
Embed
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Toksisitas ...repository.ub.ac.id/3699/6/BAB V.pdf · berfungsi mengeksresikan zat-zat sisa metabolisme melalui filtrasi glomerulus, reabsorbsi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
38
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Toksisitas Rhodamin B dan Sakarin terhadap Gambaran
Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Pengamatan terhadap gambaran histopatologi ginjal tikus putih (Rattus
norvegicus) dilakukan pada setiap kelompok perlakuan. Pengamatan dilakuakan
secara langsung terhadap histopatologi ginjal menggunakan mikroskop Olympus
BX51 dan selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap lebar space Bowman. Hasil
pengamatan selanjutnya dijelaskan secara deskriptif kualitatif. Adapun yang
diamati pada gambaran histopatologi ginjal tikus putih (Rattus norvegicus)
menggunakan perbesaran 400X yaitu Bowman space, kapsula Bowman dan
tubulus ginjal.
Ginjal pada mamalia berjumlah sepasang, yang terletak dalam rongga
abdomen retroperitoneal primer kiri dan kanan kolumna vertebralis (Setiadi,
2007). Fungsi utama ginjal adalah mengekskresikan zat sisa metabolisme dan zat-
zat yang lain yang berbahaya terhadap tubuh, sambil mempertahankan konstituen
darah yang masih berguna. Selain itu ginjal juga memiliki fungsi endokrin yang
penting (Patrick, 2005). Secara histologis, ginjal tikus dibagi menjadi dua wilayah
yaitu korteks dan medula. Ginjal terdiri dari jutaan unit fungsional ginjal yaitu
nefron. Unit nefron ginjal terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, loop henle
asenden dan desenden, tubulus distal dan duktus kolektivus (Mescher, 2013).
Gambaran histopatologi ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) dapat dilihat pada
38
39
kelompok kontrol negatif (K-), kelompok perlakuan 1 (P1), kelompok perlakuan
2 (P2), dan kelompok perlakuan 3 (P3).
Hasil pemeriksaan mikroskopis terhadap gambaran histopatologi ginjal
kelompok kontrol negatif (K-) menunjukkan keadaan normal dan tidak ditemukan
adanya kerusakan. Hal ini ditunjukkan dengan epitel pada kapsula Bowman
berbentuk skuamus simpleks, terdapat ruang antar Bowman atau Bowman space
yang membatasi glomerulus dan kapsula bowman, tubulus ginjal juga terlihat
normal tanpa ada kerusakan ditunjukkan dengan epitel tubulus kontortus yang
berbentuk kuboid simpleks dengan batas antar sel yang terlihat jelas (Gambar
5.1). Menurut O’Callaghan (2006) Glomerulus merupakan suatu bola kapiler yang
dikelilingi oleh kapsula Bowman, kumpulan tubulus berbentuk kapsula cekung
dimana urin difiltrasi. Lapisan parietal kapsula Bowman terdiri atas epitel pipih
selapis. Menurut Peckham (2014) Tubulus proksimal dilapisi oleh epitel kuboid
selapis dengan brush border (mikrovili), sedangkan tubulus distal dilapisi oleh
epitel kuboid dengan sedikit mikrovili sehingga lumennya tampak lebih besar.
Gambar 5.1 Gambaran histopatologi ginjal dengan perbesaran 400Xkelompok kontrol negatif (K-).
Glomerulus
Bowman space
Makula Densa
Tubulus
Proksimal
Tubulus
Distal
Tubulus
Proksimal
40
Gambaran histopatologi dari ginjal tikus putih (Rattus novergicus) pada
kelompok perlakuan 1 (P1) yang merupakan kelompok tikus yang diinduksi
rhodamin B dosis 22,5 mg/kgBB menunjukkan adanya hipertropi pada glomerulus
sehingga Bowman space mengalami penyempitan. Tubulus ginjal pada kelompok
perlakuan 1 (P1) memiliki gambaran yang tidak berbeda dengan histopatologi
tubulus ginjal kelompok kontrol negatif (K-). Hal ini ditandai dengan epitel
tubulusnya yang tersusun rapi dengan batas antar sel yang jelas, intinya terletak
ditengah serta tidak tampak adanya nekrosis (Gambar 5.2).
Gambar 5.2Gambaran histopatologi ginjal dengan perbesaran 400X kelompok
Perlakuan 1 (P1).
Pada kelompok perlakuan 2 (P2) yang merupakan kelompok tikus induksi
sakarin dosis 157,77 mg/kgBB menunjukkan gambaran sel normal yang sama
dengan kelompok kontrol negatif (K-). Glomerulus ginjal tampak normal tanpa
adanya hipertropi sehingga ruang antar Bowman atau Bowman space terlihat jelas.
Tubulus
Distal
Tubulus
Proksimal
Hipertropi
Glomerulus
Space
Bowman
Tubulus
Proksimal
41
Gambaran histopatologi tubulus ginjal kelompok perlakuan 2 (P2) juga
menunjukkan kondisi yang normal. Lumen tubulus dan batas antar sel tubulusnya
tampak jelas (Gambar 5.3).
Gambar 5.3 Gambaran histopatologi ginjal dengan perbesaran 400X kelompok Perlakuan 2 (P2).
Gambaran histopatologi ginjal pada kelompok perlakuan 3 (P3) yang
merupakan kelompok tikus yang diinduksi kombinasi rhodamin B dosis 22,5
mg/kgBB dan sakarin dosis 157,77 mg/kgBB menunjukkan kondisi peningkatan
kerusakan ginjal dibandingkan dengan kelompok perlakuan sebelumya.
Kerusakan terjadi pada semua glomerulus maupun pada sel tubulusnya.
Glomerulus pada kelompok perlakuan 3 (P3) tampak mengalami hipertropi.
Glomerulus yang mengalami hipertropi sehingga tampak membesar. Hal ini
menyebabkan glomerulus dan kapsula Bowman menyatu sehingga ruang antar
Bowman atau Bowman space tampak menghilang.Epitel kuboid pada tubulus
Bowman Space
Glomerulus
Tunbulus
Proksimal
Makula Densa
Tunbulus
Proksimal
Tunbulus
Distal
42
ginjal tikus kelompok perlakuan 3 (P3) tampak saling berhimpit tanpa adanya
batas yang jelas. Tubulusnya secara keseluruhan tampak mengalami hipertropi
sehingga lumen tubulusnya tampak menyatu. Selain itu juga tampak adanya
hemoragi (Gambar 5.4).
Gambar 5.4 Gambaran histopatologi ginjal dengan perbesaran 400X kelompok
Perlakuan 3 (P3).
Selain dilakukan analisa secara deskriptif kualitatif, gambaran
histopatologi ginjal juga dianalisa secara kuantitatif. Analisa kuantitatif
hitopatologi ginjal dilakukan terhadap lebar Bowman space pada setiap kelompok
perlakuan. Lebar Bowman space diukur berdasarkan jarak antara bagian terluar
glomerulus ke kapsula Bowman. Hasil pengukuran selanjutnya dilakukan analisa
data dengan menggunakan uji one way analysis of variant (ANOVA) dan
dilakukan uji lanjutan dengan uji Tukey seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.1.
Bowman space
Makula Densa
Hemoragi
Tubulus
Proksimal Hipertropi
Tubulus
43
Tabel 5.1 Rata-rata Lebar Space Bowman Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Perlakuan
Rata-rata Lebar Space
Bowman Ginjal Tikus Putih
(µm)
Kontrol Negatif
11.654 ± 0,770a
Perlakuan 1
(Rhodamin B dosis 22,5 mg/kgBB)
2.474 ± 0.514b
Perlakuan 2
(Sakarin dosis 157,77 mg/kgBB)
11.08 ±0.65a
Perlakuan 3
(Rhodamin B + Sakarin) 1.2 ± 0.059c
Berdasarkan hasil analisa statistika terhadap lebar Bowman space ginjal
tikus putih (Rattus novergicus) pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan (p<0,05), kecuali pada kelompok perlakuan 2 (P2). Hal
ini menunjukkan bahwa terdapat penyempitan Bowman space pada gambaran
histopatologi ginjal kelompok perlakuan 1 (Gambar 5.2) dan gambaran
histopatologi ginjal kelompok perlakuan 3 (Gambar 5.4) dibandingkan dengan
kelompok kontrol negatif (K-) (Gambar 5.1).
Xenobiotik (Rhodamin dan sakarin) yang masuk melalui saluran
pencernaan akan diabsorbsi oleh duodenum dari usus halus dan selanjutnya
ditranspor melalui pembuluh darah kapiler mesenterika menuju vena porta
hepatica menuju hati sebelum ke sirkulasi sistemik (Staf Pengajar Farmakologi,
2004). Xenobiotik yang masuk dalam tubuh akan dimetabolisme di hati,
kemudian di ekskresikan oleh ginjal (Wirasuta dan Nurini, 2006). Rhodamin B
dan sakarin dimetabolisme di dalam hati melalui dua tahapan. Menurut Sobinoff,
et al. (2012) Tahap I: oksidasi yang dikatalis oleh sekelompok enzim yang
44
dinamakan monooksigenase/Sitokrom P450. Tahap II: senyawa hasil dari
produksi fase I diubah menjadi berbagai metabolit polar yang spesifik.
Rhodamin B (tetraethyl-3’,6’-diaminofluran) masuk ke dalam tubuh
melalui proses ingesti dan selanjutnya akan diserap oleh vena mesenterika dan
melalui vena porta hepatika akan dimetabolisme di hepar. Proses metabolisme
rhodamin B paling utama terjadi melalui tahap satu metabolisme. Rhodamin akan
dimetabolisme melalui fase oksidasi dan hidrolisis dengan bantuan enzim
Cytochrome P450 (CYP). Proses ini disebut dengan de-etilasi, dimana rhodamin
akan dipecah menjadi 3’,6’-diaminofluoran dan N,N’-diethyl-3’,6’
diaminofluoran (Webb, et al., 2014). Senyawa tersebut merupakan senyawa
radikal yang dapat beredar melalui pembuluh darah hingga merusak jaringan
tubuh termasuk ginjal. Metabolisme rhodamin B pada fase ini juga mengaktivasi
senyawa klorin (Cl) dengan bantuan enzim P-450 (CYP-450) (Lu Yongke &
Caderbaum A, 2008). Klorin (Cl) termasuk senyawa halogen dan radikal, senyawa
halogen sangat berbahaya dan memiliki reaktivitas yang tinggi untuk mencapai
kestabilan dalam tubuh dengan menyerang molekul terdekat dan mencari
pasangan elektron sehingga akan merusak bentuk molekul tersebut. Akibat dari
aktivitas radikal senyawa klorin (Cl) maka sel-sel makromolekul seperti protein,
karbohidrat, lemak dan asam nukleat akan hancur yang menimbulkan efek toksik
dan menyebabkan kerusakan sel tubuh (Manurung, 2011).
Sakarin merupakan zat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker
setelah tubuh terpapar 5-10 tahun. Sakarin merupakan xenobiotik yang dapat
menjadi sumber ROS (Reactive Oxygen Species). Dalam proses metabolisme fase
45
satu sakarin membutuhkan lebih banyak molekul O2 untuk proses oksidasi
sehingga terbentuk radikal superoxide (O2-) yang dapat memicu stres oksidatif.
Menurut Sobinoff, et al. (2012) xenobiotik yang dimetabolisme oleh sitokrom
P450 akan menghasilkan superoksida (O2-). Superoksida (O2
-) jika bereaksi
dengan SOD maka akan membentuk H2O2 tetapi jika O2- bereaksi dengan Fe maka
akan terbentuk hidroksi radikal. Hidroksi radikal ini yang akan menyebabkan stres
oksidatif. Amin & Almuzafar (2015) Menambahkan bahwa pembentukan radikal
bebas (O2-) dari metabolisme sakarin dapat menyebabkan perubahan fungsi hati
dan ginjal.
Rhodamin B dan sakarin dapat menyebabkan kerusakan pada sel tubuh.
Kerusakan juga dapat terjadi pada sel ginjal, dimana ginjal merupakan organ yang
berfungsi mengeksresikan zat-zat sisa metabolisme melalui filtrasi glomerulus,
reabsorbsi dan augmentasi tubulus kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui urin. Kerusakan pada sel ginjal menyebabkan adanya respon tubuh untuk
mempertahankan keadaan normal sel salahsatunya yaitu dengan melakukan
hipertropi sel.
Hipertropi adalah kerusakan jaringan yang ditandai dengan pertambahan
ukuran organ akibat bertambahnya ukuran sel. Karakteristik dari hipertropi dapat
dilihat dengan mengecilnya lumen pada tubulus dan membesarnya sel-sel tubulus.
Hipertropi glomerulus terjadi karena adanya akumulasi senyawa yang bersifat
toksik, walaupun konsentrasinya rendah namun dengan paparan yang cukup lama
dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan (Takashima dan Hibiya, 1995).
Paparan zat toksik dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menyebabkan
46
hipertropi pada tubulus ginjal. Hipertropi pada tubulus ginjal disebabkan karena
beban kerja yang berat menggantikan fungsi tubulus lain yang telah hancur dan
rusak, sehingga hemostasis tubuh tidak terganggu meskipun sejumlah tubulus
dalam nefron yang lain telah rusak (Arifin, et al., 2004).
Rhodamin B dan sakarin merupakan xenobiotik karena senyawa kimia
yang dimilikinya merupakan senyawa asing bagi tubuh. Rhodamin B dan sakarinn
apabila demetabolisme didalam tubuh akan mengahsilkan senyawa radikal.
Senyawa radikal tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada sel tubuh salah
satunya yaitu pada sel pembuluh darah, sehingga menyebabkan hemoragi.
Menurut Sobinoff, et al. (2012), zat xenobiotik yang dimetabolisme dalam tubuh
oleh sitokrom P450 akan menghasilkan radikal bebas, radikal bebas kemudian
akan menginduksi pembentukan ROS dan meyebabkan stres oksidatif. Skholnik,
et al. (2011) stres oksidatif merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan ROS
(Reactive Oxygen Species) yang akan menyebabkan kerusakan sel, jaringan atau
organ. Birben, et al. (2012) Menambahkan stres oksidatif yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan merusak organisasi
membran sel sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi seluler secara total.
Perubahan yang terjadi pada glomerulus akan mengakibatkan terganggunya fungsi
produk filtrat dan kontrol komposisi filtrat sendiri, sementara perubahan pada
tubula mengakibatkan terganggunya proses reabsorbsi dari filtrat (Bevelander dan
Ramely, 1998).
47
5.2 Pengaruh Toksisitas Rhodamin B dan Sakarin terhadap Aktivitas Superoxide
Dismutase (SOD) dalam Ginjal Tikus Putuh (Rattus norvegicus)
Pengukuran aktivitas Superoxide Dismutase (SOD) ginjal tikus putih
(Rattus norvegicus) pada setiap kelompok perlakuan dilakukan dengan
menggunakan metode spektrofotometri dengan mengukur nilai absorbansi pada
panjang gelombang 580 nm (Lampiran 9). Hasil uji aktivitas SOD selanjutnya
dilakukan analisa secara kuantitatif dengan menggunakan uji one way analysis of
variant (ANOVA) dan dilakukan uji lanjutan dengan uji Tukey seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Rata-rata Aktivitas Superoxide Dismutase (SOD) Ginjal Tikus Putih