BAB 3 KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN 3.1. Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat secara Global Secara umum atau secara global, Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dipengaruhi oleh keinginan negara Paman Sam tersebut untuk memperluas pengaruh demokrasi mereka ke seantero penjuru dunia atau dengan kata lain melakukan demokratisasi secara internasional. Kebijakan atau Politik luar negeri pada dasarnya merupakan keseluruhan sikap dan aktivitas sebuah negara untuk menanggulangi masalah sekaligus memetik keuntungan dari lingkungan internasionalnya. Dengan demikian, politik luar negeri sesungguhnya merupakan hasil dari interaksi lingkungan domestik dan lingkungan ekternalnya. Namun demikian, politik luar negeri suatu negara pasti ditujukan untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Karena itu, ada dua unsur fundamental dari politik luar negeri, yaitu tujuan nasional dan alat untuk mencapainya. Ini pula yang mempengaruhi politik luar negeri sebuah negara, termasuk Amerika Serikat 1 . Oleh sebab itu, setiap kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang dikeluarkan dengan dalih untuk kepentingan bersama masyarakat internasional, tetap saja pada dasarnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan nasional Amerika sendiri dan yang terpenting kebijakan tersebut dapat memenuhi atau menjadi jalan bagi pencapaian tujuan Amerika Serikat yang sesungguhnya. Sesuai dengan penulisan Tesis ini yang membatasi periode hanya sebatas dari tahun 1997 hingga 2008 dimana Iran diperintah oleh dua Presiden berkuasa yang sama-sama memberikan kejutan ketika pemilihan umum berlangsung di negeri 1 Wadjdi, Farid, “Politik Luar Negeri Amerika Pasca ‘Tragedi WTC’, posted on April, 15, 2008, http://farid1924.wordpress.com/2008/04/15/politik-luar- negeri-amerika-pasca-%E2%80%98tragedi-wtc%E2%80%99/ diakses pada tanggal 23 September 2009 Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
45
Embed
BAB 3 KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/128593-T 26778-Kebijakan luar negeri... · Universitas Indonesia 1 ... Setelah Perang Dingin usai dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 3
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP
PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN
3.1. Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat secara Global
Secara umum atau secara global, Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat
dipengaruhi oleh keinginan negara Paman Sam tersebut untuk memperluas
pengaruh demokrasi mereka ke seantero penjuru dunia atau dengan kata lain
melakukan demokratisasi secara internasional.
Kebijakan atau Politik luar negeri pada dasarnya merupakan keseluruhan sikap
dan aktivitas sebuah negara untuk menanggulangi masalah sekaligus memetik
keuntungan dari lingkungan internasionalnya. Dengan demikian, politik luar
negeri sesungguhnya merupakan hasil dari interaksi lingkungan domestik dan
lingkungan ekternalnya. Namun demikian, politik luar negeri suatu negara pasti
ditujukan untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Karena itu, ada dua unsur
fundamental dari politik luar negeri, yaitu tujuan nasional dan alat untuk
mencapainya. Ini pula yang mempengaruhi politik luar negeri sebuah negara,
termasuk Amerika Serikat 1.
Oleh sebab itu, setiap kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang dikeluarkan
dengan dalih untuk kepentingan bersama masyarakat internasional, tetap saja pada
dasarnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan nasional Amerika sendiri dan yang
terpenting kebijakan tersebut dapat memenuhi atau menjadi jalan bagi pencapaian
tujuan Amerika Serikat yang sesungguhnya.
Sesuai dengan penulisan Tesis ini yang membatasi periode hanya sebatas dari
tahun 1997 hingga 2008 dimana Iran diperintah oleh dua Presiden berkuasa yang
sama-sama memberikan kejutan ketika pemilihan umum berlangsung di negeri
1 Wadjdi, Farid, “Politik Luar Negeri Amerika Pasca ‘Tragedi WTC’, posted on April, 15, 2008, http://farid1924.wordpress.com/2008/04/15/politik-luar-negeri-amerika-pasca-%E2%80%98tragedi-wtc%E2%80%99/ diakses pada tanggal 23 September 2009
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
1
para Mullah tersebut, Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat sendiri juga
dibatasi periodenya dimana pada saat itu negara Paman Sam tersebut diperintah
oleh dua Presiden berbeda yaitu Bill Clinton dan George W. Bush.
William Jefferson Clinton yang lebih dikenal dengan nama Bill Clinton
merupakan Presiden Amerika ke-42 memerintah negara tersebut dari tanggal 20
Januari 1993 hingga 20 Januari 2001. Sementara Presiden Amerika ke-43, Geoge
Walker Bush memerintah dari tanggal 20 Januari 2001 dan berakhir pada 20
Januari 2009. Kedua tokoh tersebut sama-sama menjabat menjadi Presiden
Amerika untuk masa dua periode berturut-turut. Apabila disesuaikan dengan
pembatasan periode penulisan Tesis ini, maka kebijakan luar negeri Amerika juga
dibatasi hanya selama masa pemerintahan Clinton yang kedua dan masa
pemerintahan Bush untuk dua periode berturut-turut. Oleh sebab itu, tidaklah
mengejutkan bila kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang berkaitan dengan
program nuklir Iran lebih dominan terlihat kaitannya pada masa pemerintahan
George W. Bush. Hal itu juga berkaitan dengan beberapa peristiwa seperti
kejadian 11 September 2001 yang menyebabkan Bush mengeluarkan beberapa
kebijakan untuk memberi perlindungan lebih terhadap keamanan nasional bangsa
Amerika Serikat.
Setelah Perang Dingin usai dan Amerika Serikat merupakan satu-satunya negara
adikuasa, banyak pihak berpendapat bahwa umat manusia dikuasai Amerika
Serikat. Bahkan Francis Fukuyama mengatakan, sekarang sejarah telah berakhir
(dalam bukunya The End of History and the Last Man). Ia berpendapat bahwa
umat manusia tidak ada pilihan lain dari pada mengikuti pola kehidupan dan
sistem politik Amerika. Sikap Amerika Serikat menunjukkan tekad menguasai
dunia dan umat manusia atas dasar unilateral. Sikap unilateral Amerika Serikat itu
menghendaki bahwa umat manusia harus menerima segala kebijaksanaan
Amerika Serikat karena itu adalah kebijaksanaan yang benar buat umat manusia
dan buat setiap bangsa di dunia. Amerika Serikat bersikap demikian karena ia
merupakan satu-satunya kekuatan yang menguasai dunia atas dasar kemampuan
militer, ekonomi dan kemampuan politiknya. Namun tidak semua negara
mendukung atau setuju dengan sikap unilateral Amerika, mereka berpendapat
bahwa umat manusia sebaiknya mengembangkan sikap multilateral. Tidak hanya
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
2
kekuatan Amerika Serikat yang harus menjamin perdamaian dan kesejahteraan
dunia, tetapi juga kekuatan Eropa, Cina, dan Jepang. Mereka menyadari bahwa
kekuatan militer Amerika Serikat memang tidak ada yang menyamai, tetapi
kekuatan ekonomi Amerika Serikat sekalipun masih terbesar di dunia namun
dalam kenyataan amat tergantung pada kekuatan ekonomi Eropa, Jepang dan
bangsa-bangsa lain.2
Ada beberapa faktor yang mendorong sikap arogansi dan kecenderungan
unilateral negara Amerika Serikat:
1. Rubuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin menyebabkan
Amerika menjadi satu-satunya negara adidaya yang tersisa. Tidak ada lagi
kekuatan pengimbang yang setara yang mampu bertindak sebagai penghalang
bila Amerika Serikat berkeinginan untuk mengambil tindakan sesuai dengan
kepentingannya sendiri.
2. Kekuatan ekonomi Amerika yang melebihi Uni Eropa dan Jepang. Ada
asumsi yang mengatakan bahwa globalisasi ekonomi semakin meningkatkan
ketergantungan antar negara-negara di dunia. Namun pada kenyataanya
asumsi itu tidak sepenuhnya benar, karena yang terjadi sekarang dan dapat
kita lihat sendiri bahwa ternyata negara-negara berkembang justru jauh lebih
bergantung pada negara-negara maju. Secara angka dapat dilihat bahwa
ketergantungan Amerika Serikat terhadap perdagangan internasional relatif
rendah karena ternyata 90 persen dari produksinya untuk konsumsi dalam
negeri saja. Sementara pasar Amerika justru menjadi tujuan utama bagi
ekspor dari negara-negara lain.
3. Kemampuan militer yang dimiliki Amerika Serikat merupakan kekuatan
militer terbesar di dunia dan cenderung mengalami perkembangan yang
signifikan. Selama Perang Dingin, politik internasional lebih condong ke arah
militeralisme dimana kemampuan militer menjadi penentu utama hubungan
antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Setelah Perang Dingin berakhir,
2 Suryohadiprojo, Sayidiman, “Unilateralisme VS Multilateralisme”,
http://www.suarapembaruan.com/News/2004/02/12/ diakses pada
tanggal 13 Nopember 2009 pada pukul 22.00
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
3
sebagian besar negara yang terlibat langsung dalam konflik tersebut (Rusia
dan negara-negara Eropa Barat) telah mengurangi anggaran militer mereka.
Namun Amerika Serikat tetap mempertahankan anggaran militer mereka
yang tinggi seperti sewaktu Perang Dingin masih berlangsung. Anggaran
belanja militer negara Amerika Serikat melebihi total anggaran militer dari
tujuh negara dengan anggaran belanja militer terbesar lainnya.
Sebelum peristiwa kelabu pada tanggal 11 September 2001, unilateral Amerika
Serikat lebih berorientasi ke dalam yang ditujukan untuk melindungi kepentingan
Amerika secara langsung tanpa mengubah tatanan internasional yang telah
berlaku. Namun setelah musibah yang dikenal dengan peristiwa 9/11, kebijakan
unilateralisme Amerika Serikat lebih diarahkan keluar, dimana tidak hanya
terfokus untuk menghancurkan ancaman atau bahkan hanya sebatas potensi
ancaman tapi juga terfokus untuk mengubah lingkungan strategis sesuai perspektif
dan kepentingan Washington.
Dalam menjalankan Politik luar negerinya, Amerika Serikat bertumpu pada lima
prinsip utama, yaitu3 :
1. Aliansi Amerika Serikat dengan Eropa dan Asia merupakan landasan
keamanan nasional yang tercermin dengan pembaruan aliansi Amerika
Serikat dengan negara Jepang dan revitalisasi NATO dari alliansi Perang
Dingin ke arah demokrasi baru yang didukung oleh komitmen Amerika
Serikat.
2. Perdamaian dan keamanan bagi Amerika Serikat ditentukan oleh hubungan
yang konstruktif dengan negara-negara bekas musuh seperti dengan Rusia
dan Cina.
3. Konflik lokal mempunyai konsekuensi global, dengan demikian Amerika
Serikat akan berupaya meredam kemungkinan meluasnya konflik khususnya
yang berpotensi membahayakan kepentingan nasionalnya.
3 diuraikan oleh Penasihat Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat,
Samuel Bergr pada saat ceramah di Institute for the Study of Diplomacy,
Georgetown University, Washington D.C. pada 19 Oktober 2000
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
4
4. Dengan munculnya ancaman-ancaman baru sebagai dampak terhadap
kemajuan teknologi seperti pencemaran lingkungan hidup dan isu penyakit
menular seperti AIDS, Amerika Serikat memobilisasi sumber-sumber
nasional dan internasional.
5. Integrasi ekonomi ditujukan untuk perluasan perdagangan dunia yang antara
lain dapat dicapai melalui kerjasama internasional seperti NAFTA dan WTO.
Pada intinya, dalam menjalankan politik internasionalnya ada dua pilar utama
yang menjadi dasar bagi Amerika Serikat yaitu, demokratisasi (termasuk di
dalamnya yang berkaitan dengan HAM) dan liberalisasi ekonomi dunia.
Untuk proses perumusan, kebijakan luar negeri Amerika Serikat dapat ditempuh
melalui beberapa mekanisme yang dapat dilakukan oleh Eksekutif dan Legislatif
yakni Presiden dapat4:
1. Memberikan respon atas peristiwa internasional.
2. Mengajukan proposal kepada kongres.
3. Melakukan negosiasi terhadap perjanjian internasional.
4. Memberikan statement kebijakan.
5. Melakukan aksi independent.
Sementara itu mekanisme-mekanisme yang dapat ditempuh legislatif :
1. Memberikan statement kebijakan dan resolusi.
2. Memberikan arahan legislative.
3. Melakukan pressure legislative.
4. Melakukan pembatasan-pembatasan legislatif seperti menolak pembiayaan.
5. Memberikan saran informal kepada eksekutif.
6. Memberikan pandangan kongres atas suatu proposal yang disampaikan oleh
eksekutif.
4 Grimmett, Richard F. “Foreign Policy Roles of the President and Congress,
http://fpc.state.gov/6172.htm diakses pada 13 Nopember 2009.
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
5
Itu semua adalah kebijakan luar negeri Amerika Serikat dilihat secara umum,
sementara secara khusus pada masa pemerintahan Bill Clinton dan George W.
Bush kebijakan luar negeri Amerika Serikat tidak ada perbedaan mendasar,
Amerika Serikat tetap mengedepankan penyebaran demokrasi dan liberalisasi
ekonomi dunia. Namun semenjak peristiwa 9/11, arah kebijakan politik luar
negeri Amerika Serikat berubah menjadi lebih terfokus pada perang terhadap
teroris. Hal tersebut makin diperjelas dengan dikeluarkannya The National
Security Strategy of the United States, yang dianggap sebagai dokumen yang
mewakili kebijakan luar negeri Presiden Bush sebagai pernyataan perang terhadap
terorisme.
Pada saat memerintah dan bahkan pada masa-masa kampanyenya, Bill Clinton
selalu menekankan pada permasalahan ekonomi. Oleh sebab itu untuk kebijakan
luar negerinya sendiri, Clinton memang terfokus pada tantangan dalam
menghadapi globalisasi. (President Bill Clinton had come to office on the basis
that the key issue was the US economy, and thus in foreign policy terms that the
main thrust would be in responding to the challenges of globalisation5).
Dalam menyusun dan menjalankan kebijakan luar negeri bagi Amerika Serikat,
Bill Clinton berpegang teguh pada prinsip engagement dan enlargement. Amerika
Serikat harus berperan serta dalam membantu menyelesaikan permasalahan
regional suatu negara sebelum permasalahan tersebut menyebar menjadi
permasalahan internasional (engagement), salah satu cara penyelesaian konflik
dunia adalah dengan penyebaran dasar-dasar demokrasi Amerika Serikat ke
seluruh penjuru dunia (enlargement), karena dengan begitu Amerika Serikat dapat
menyebarkan pengaruhnya ke negara-negara lain dan pada intinya dapat
mengendalikan tatanan dunia internasional di bawah kekuasaan Amerika Serikat.
Sementara pada masa kekuasaan Presiden George W. Bush, kebijakan luar
negerinya lebih terfokus pada upaya memerangi terorisme. Karena memang pada
masa pemerintahannya, peristiwa 11 September 2001 terjadi dan menyebabkan
Bush mengeluarkan Doktrin Bush yang kemudian menjelma ke dalam dokumen
5 Webber, Mark and Michael Smith, “Foreign Policy In A Transformed
World”, Pearson Education Limited, 2002, hal. 115
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
6
yang bernama National Security Strategy (NSS). Namun tetap Bush tidak lupa
untuk memikirkan kepentingan ekonomi Amerika.
Secara khusus, dalam buku putih kebijakan pertahanan Amerika Serikat
disebutkan hubungan eksplisit antara perluasan perdagangan bebas dengan
pengurangan ancaman terorisme, sebagai berikut: “AS akan aktif bekerja untuk
mengembangkan demokrasi, pembangunan, pasar bebas dan perdagangan bebas
ke seluruh pelosok dunia. Peristiwa 11 September 2001 telah mengajarkan bahwa
sebuah negara lemah seperti Afghanistan bisa menjadi ancaman serius bagi
kepentingan nasional bangsa besar seperti Amerika Serikat. Kemiskinan memang
tidak membuat orang miskin menjadi teroris dan pembunuh. Akan tetapi
kemiskinan, lemahnya lembaga-lembaga negara, dan korupsi bisa membuat
negara-negara yang lemah menjadi rawan terhadap jaringan teroris yang
beroperasi di dalam wilayah perbatasannya”6
Dahulu, Clinton menggunakan kerjasama perdagangan dan integrasi ekonomi
sebagai jembatan untuk menuju kestabilan dan kemakmuran bersama. Namun
Bush yang menggantikan kedudukannya, meyakini bahwa hanya dengan
kerjasama keamanan dan bersatupadunya seluruh bangsa-bangsa di dunia ini
dalam memerangi terorisme barulah kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi
dapat tercapai. Jika ditarik kesimpulan maka dapat dikatakan bahwa Clinton
memakai jalan ekonomi menuju keamanan dan kemakmuran bersama (economic
road to security and prosperity), maka Bush menggunakan jalan keamanan untuk
menuju kemakmuran bersama (security road to prosperity).7
Dari situ dapat dilihat fokus utama dari kebijakan luar negeri kedua Presiden
berbeda tersebut. Clinton terfokus pada permasalah ekonomi sementara Bush pada
permasalahan keamanan internasional atau lebih tepatnya pemusnahan terorisme
secara global.
6 Silaen, Victor, “Kebijakan Politik Global AS Pasca-Perang Dingin”, yang
terdapat dalam Jurnal Politika Volume 2, No.1, tahun 2006
7 ibid
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
7
3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kebijakan Luar Negeri Amerika
Serikat di Kawasan Timur Tengah
Secara khusus kebijakan luar negeri Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah
tidak jauh berbeda dengan kebijakan luar negeri Amerika secara global atau
secara umum. Namun memang khusus bagi negara-negara di kawasan padang
pasir ini, ada beberapa faktor khusus yang mempengaruhi pembuatan kebijakan
luar negeri Amerika. Faktor-faktor tersebut akan diuraikan pada sub bab-sub bab
berikutnya.
3.2.1. Faktor Internal
3.2.1.1. Kebutuhan akan Minyak
Kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap kawasan Timur Tengah tidak
dapat dilepaskan dari kepentingan utamanya yaitu ketergantungan negara tersebut
terhadap bahan bakar minyak. Sumber energi di negara Paman Sam itu adalah
minyak sebesar 30%, gas alam 24%, dan batubara sebesar 23%. Amerika Utara
mengkonsumsi minyak lebih dari 21 juta barel per hari, jumlah tersebut lebih
besar dibanding kebutuhan negara-negara lain8.
Isu mengenai keinginan Amerika untuk menguasai minyak memang marak
terdengar pada masa pemerintahan Bush karena pada umumnya, pemerintahan
Bush mendapatkan dukungan dan bantuan dari para pejabat yang berkecimpung di
bidang minyak. Bahkan keluarga Bush sendiri merupakan pemilik perusahaan
minyak yang bernama Arbersto Oil yang kemudian setelah mengalami
perkembangan pesat berganti nama menjadi Harkeen Oil and Gas.
Sebagian besar dari nama-nama besar pejabat pemerintahan Bush tumbuh dalam
kultur politik minyak; Dick Cheney dengan Halliburton; Rice dengan Chevron;
demikian juga Donald Evans. Bahkan, seorang utusan Mullah Omar, pimpinan
Taliban, pernah datang ke AS dalam misinya mencari modal buat Afganistan. Ia
8 Austin, Andrew. “Di Balik Kebijakan Perang Bush di Asia Tengah dan Timur
Tengah.” The Bush Gang; Kelompok Elit yang Menghancurkan Serangan
Neo-KOnservatif terhadap Demokrasi dan Keadilan. Ed. Bernd Hamm.
Terj., Lensi Mursida, PT. Ina Pubikatama Jakarta, 2006, hal. 86
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
8
ditemani oleh Laili Hems dari CIA. Perlu diketahui juga, banyak perusahan
minyak ini merupakan sumber dana bagi kampanye Bush. Enro, misalnya,
merupakan donatur terbesar bagi kampanye Bush tahun 2000 kemarin. Dalam
negara kapitalis seperti Amerika Serikat, penyumbang ini akan berperan besar
dalam pengambilan kebijakan politik luar negeri AS9.
Seperti yang kita semua telah ketahui bahwa cadangan minyak terbesar adalah di
kawasan Timur Tengah dan di negara Irak merupakan salah satu negara dengan
cadangan minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi. Hingga akhir musim semi
2002, Amerika Serikat memperoleh 800 ribu barel minyak per hari dari Irak yang
membuat negara itu menjadi sumber minyak terpenting keenam untuk konsumsi
Amerika Utara. Saat Bush memamerkan kekuatan senjata, mengancam
menyerang karena perbedaan dengan rezim Saddam Husein, perusahaan minyak
mengalihkan ke pemasok lain, sehingga memangkas ekspor minyak Irak hingga
70%. Meski demikian, perusahaan minyak Amerika mengantisipasi, minyak dari
Irak akan kembali mengalir setelah ketegangan berakhir dan sanksi PBB dicabut
sehingga harga minyak turun kembali. Dan memang penting sekali menurunkan
harga minyak. Dan kemungkinan sumber bahan bakar minyak murah dan besar-
besaran juga menjadi kepentingan negara lain seperti negara Rusia, Eropa, dan
Cina yang perusahaannya pernah melakukan perundingan untuk mendapatkan
kontrak dengan rezim Saddam sebelum perang pecah.
Namun, kemudian Amerika di bawah kepemimoinan Bush telah menjadwalkan
untuk menyingkirkan Saddam. Dengan menyingkirkan Partai Baath, Bush akan
dapat menghapuskan negosiasi kontrak dengan negara lain dan kemudian
Amerika Serikat akan dapat mengelola ladang minyak di Irak dengan tujuan
9 Wadjdi, Farid, “Politik Luar Negeri Amerika Pasca ‘Tragedi WTC’, posted
on April, 15, 2008, http://farid1924.wordpress.com/2008/04/15/politik-luar-
negeri-amerika-pasca-%E2%80%98tragedi-wtc%E2%80%99/ diakses pada
tanggal 23 September 2009
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
9
apalagi kalau bukan untuk menguasai minyak Irak dan menstabilkan harga
minyak dunia.10
Sesuai dengan teori-teori sebelumnya yang menyatakan bahwa kebijakan luar
negeri pada dasarnya dibuat dengan mempertimbangkan kepentingan nasional
suatu negara. Jadi apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat bukanlah suatu hal
yang mengejutkan, Amerika sebagai negara industri yang besar membutuhkan
banyak energi dan sebagai negara kapitlis, Amerika juga selalu berkeinginan
untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Yang menjadi masalah adalah
caranya dalam mencapai tujuan itu yang merugikan banyak pihak dan jauh dari
aksi membela kemanusiaan seperti yang digembor-gemborkannya selama ini,
karena dalam upayanya untuk mencapai kepentingan nasionalnya, banyak jatuh
korban dari pihak yang tidak bersalah seperti contohnya apa yang terjadi terhadap
warga sipil Iran dan Afghanistan. Tapi, sepertinya pemerintah Amerika telah
dibutakan oleh keinginannya untuk menguasai minyak karena sampai saat ini
kecaman dunia internasional tidak mampu membendung langkah Amerika yang
terkesan brutal dan arogan tersebut.
3.2.1.2. Peristiwa 9/11
“America and our friends and allies join with all those who want peace and
security in this word, and we stand together to win the war againts terrorism.”
Itulah salah satu isi dari pidato dari George W. Bush pasca hancurnya menara
kembar WTC pada tanggal 11 September 2001 atau yang lebih dikenal dengan
peristiwa 9/11. Inti dari pidato tersebut adalah, Presiden Bush mengajak Amerika
berikut sahabat dan aliansi mereka untuk bergabung dengan semua pihak yang
menginginkan perdamaian dan keamanan di dunia ini dalam upaya melawan dan
memenangkan peperangan terhadap terorisme.
10 Austin, Andrew. “Di Balik Kebijakan Perang Bush di Asia Tengah dan
Timur Tengah.” The Bush Gang; Kelompok Elit yang Menghancurkan
Serangan Neo-KOnservatif terhadap Demokrasi dan Keadilan. Ed. Bernd
Hamm. Terj., Lensi Mursida, PT. Ina Pubikatama Jakarta, 2006 hal. 88-89
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
10
Urusan mengganyang terorisme ini kemudian menjadi urusan bersama dunia. Tak
pelak lagi, hampir seluruh kepala negara-kepala negara di dunia, termasuk
penguasa di negeri-negeri Islam, tunduk pada tuntutan Amerika ini. Perang
melawan ‘terorisme‘, sejak saat itu telah menjadi kebijakan politik luar negeri
Amerika Serikat yang dominan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Amerika Serikat membentuk badan dan juga
membuat undang-undang demi memperkuat pertahanan dalam negerinya. Seperti
pembentukan badan Department of Homeland Security, pembuatan undang-
undang yang dikenal dengan nama US Patriot Act, dan dikeluarkannya dokumen
pertahanan Amerika yang lebih dikenal dengan nama US National Security
Strategy, yang akan dijabarkan lebih mendetail berikut ini:
1. Department of Homeland Security (DHS)
Ketakutan Amerika Serikat terhadap teroris semakin menjadi-jadi setelah
peristiwa 11 September 2001 yang menewaskan banyak warga Amerika dan
menghancurkan simbol Amerika berupa menara kembar World Trade Center.
Amerika sendiri bahkan menganggap peristiwa tersebut termasuk dalam
kategori perang. Sepuluh hari setelah peristiwa tersebut, Presiden pada saat
itu George W. Bush mengumumkan pembentukan suatu kantor yang disebut
dengan Office of Homeland Security (OHS) tepatnya pada tanggal 21
September 2001. OHS memiliki fungsi sebagai koordinator dari kurang lebih
40 cabang pemerintah yang tugas utamanya adalah memerangi teroris.
Pembentukan kantor yang didukung oleh para staf penasehat ini akan
membuat Presiden melakukan tindakan yang lebih cepat tanpa harus
mendapat persetujuan dari kongres. Untuk mendukung OHS, pada tanggal 6
Juni 2002, Bush mengusulkan pembentukan Department of Homeland
Security (DHS) ke kongres Amerika Serikat. DHS akan menyatukan 22
cabang pemerintah di bawah satu departmen tunggal untuk melindungi
bangsa dan wilayah Amerika dari ancaman dan serangan teroris internasional.
DHS memiliki beberapa tugas pokok diantaranya: Melindungi wilayah
perbatasan dan bandara-bandara, dan pelabuhan-pelabuhan, memonitor para
pendatang asing ke Amerika, mengatur kesiapsiagaan dan membantu melatih
serta melengkapi penanggap (responder) awal, memusatkan perhatian pada
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
11
ancaman bioterorisme dan WMD (senjata pemusnah massal), melakukan
pelatihan-pelatihan regional, memetakan infrastruktur yang dianggap penting,
menganalisis laporan intelijen keamanan domestik dari bermacam-macam
sumber dan mengkomunikasikan ancaman-ancaman tersebut kepada pihak-
pihak yang berwenang. Apabila disimpulkan, DHS memiliki empat tugas
pokok, yaitu sebagai berikut11 :
1) Melakukan penjagaan di setiap perbatasan dan pusat-pusat transportasi,
dalam hal ini tugas pokok DHS adalah menjaga atau mencegah
masukknya teroris ke wilayah Amerika Serikat. (Border and
Transportation Security - Control the borders and prevent terrorists and
explosives from entering the country.)
2) Bekerjasama dengan pihak keamanan lokal agar dapat memberi respon
yang cepat untuk setiap keadaan darurat yang terjadi. (Emergency
Preparedness and Response - Work with state and local authorities to
respond quickly and effectively to emergencies.)
3) Bekerjasama dengan beberapa peneliti terbaik untuk mengembangkan
suatu teknologi yang dapat mendeteksi adanya bahaya dari senjata kimia,
biological, radiologi, ataupun nuklir agar dapat memberi perlindungan
terbaik bagi warga Amerika. (Chemical, Biological, Radiological, and
Nuclear Countermeasures - Bring together the country’s best scientists to
develop technologies that detect biological, chemical, and nuclear
weapons to best protect citizens.)
4) Melakukan analisis untuk informasi-informasi yang masuk terutama yang
berkaitan dengan informasi intelijen dari semua agensi pemerintahan yang
tersebar di wilayah Amerika dan melakukan gambaran mengenai ancaman
yang datang ke suatu wilayah negara Amerika. (Information Analysis and
Infrastructure Protection - Review intelligence and law enforcement
information from all agencies of government, and produce a single daily
picture of threats against the homeland.)
11 “Brief Documentary History of the Department of Homeland Security 2001–2008”,http://www.dhs.gov/xlibrary/assets/brief_documentary_history_of_dhs_2001_2008.pdf diakses pada 13 Nopember 2009
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
12
2. US Patriot Act
Ketakutan Amerika Serikat terhadap teroris semakin menjadi-jadi setelah
peristiwa 11 September 2001 yang menewaskan banyak warga Amerika dan
menghancurkan simbol Amerika berupa menara kembar World Trade Center.
Amerika sendiri bahkan menganggap peristiwa tersebut termasuk dalam
kategori perang. USA Patriot Act adalah Undang-Undang yang dikeluarkan
oleh Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat (Senate and House of
Representative) dan telah disahkan oleh Presiden Bush pada tanggal 25
Desember 2001. Undang-undang ini menyatakan dengan keras menentang
terorisme, memberikan kekuasaan kepada polisi dan pihak intelijen untuk
melakukan seluruh tindakan yang dianggap perlu demi memerangi terorisme
dan mereka yang melindungi dan memberikan bantuan keuangan dan
memburu, menyelidiki, dan mengentikan dan menahan serta mengadili teroris
dari tindakan kejahatan kemanusiaan di Amerika Serikat. Presiden juga diberi
wewenang untuk melakukan tindakan apabila negara Amerika diserang oleh
negara lain atau orang asing lainnya.
USA Patriot Act adalah Undang-undang yang dikeluarkan atas persetujuan
kongres untuk melegitimasi tindakan-tindakan aparat pemerintah untuk
membasmi teroris internasional yang bergerak di dalam negeri Amerika.
Undang-undang ini antara lain memberikan otoritas pada lembaga-lembaga
penegak hukum dan komunitas interlijen untuk melakukan tindakan seperti
penyadapan komunikasi melalui telepon untuk tujuan keamanan nasional.
Semua ini untuk mencegah para teroris yang memanfaatkan sistem liberal
terbuka Amerika Serikat untuk melakukan tindakan kejahatan manusia
dengan menyerang secara destruktif terhadap negara tersebut.
USA Patriot Act diperkuat lagi dengan adanya Doktrin Bush. Didalamnya
mengandung Preemptive Action yang menetapkan serangan lebih awal
terhadap sasaran-sasaran yang diperkirakan menhadi ancaman bagi keamanan
nasional negara Amerika Serikat.
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
13
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan sesuai dengan undang-undang USA
Patriot Act, diantaranya12:
1) Memperbolehkan para penyelidik atau petugas hukum yang berwenang
untuk menggunakan peralatan yang telah disediakan sebelumnya untuk
beberapa kejahatan terorganisir seperti pengedaran obat-obatan terlarang.
Peralatan yang dimaksud misalnya alat penyadap dan pelacak jejak, selain
itu para penyelidik juga diberi wewenang untuk menelusuri catatan-
catatan bisnis yang dulunya dianggap privasi seperti rekening Bank dan
bon-bon pembelian dari toko-toko tertentu yang menjual peralatan yang
dianggap dapat digunakan untuk merakit bom.
2) Dengan adanya Patriot Act, badan-badan penegak hukum di tiap wilayah
Amerika Serikat dapat saling memberi informasi dan melakukan
kerjasama. Semua badan penegak hukum dari petugas polisi biasa hingga
agen FBI diwajibkan untuk saling bekerjasama karena bagi Patriot Act
mereka semua berada pada kedudukan yang setara.
3) Patriot Act akan menyediakan peralatan berteknologi tinggi untuk
melakukan pelacakan dan penyelidikan pada tiap gangguan atau ancaman
yang dianggap mengarah kepada tindakan teroris. Peralatan yang
dimaksud termasuk diantaranya adalah persenjataan dan alat-alat yang
dapat digunakan untuk menunjang penyelidikan. Bahkan para penegak
hukum dapat meminta bantuan para hackers yang dulunya merupakan
musuh mereka untuk melacak hackers lain yang dicurigai terlibat dalam
kegiatan teroris.
4) Patriot Act akan menambah hukuman bagi para pelaku teroris baik yang
terlibat langsung dalam kegiatan tersebut maupun bagi pihak yang hanya
membantu atau menyembunyikan keberadaan teroris. Bahkan kejahatan-
kejahatan yang dulunya dianggap biasa (tidak berhubungan dengan
kegiatan teroris) seperti secara sengaja membakar suatu tempat akan
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
36
Pada permulaanya Amerika Serikat mencoba cara halus dalam menyikapi
program nuklir Iran, diantaranya melalui perundingan-perundingan baik secara
langsung antar kedua belah pihak maupun melaui perantara IAEA dan DKK PBB.
Namun sepertinya kesabaran Amerika mulai habis karena Iran sepertinya tidak
pernah mengindahkan ancaman-ancaman AS dan juga IAEA bahkan sanksi yang
dijatuhkan pun dianggap sepele oleh Iran, hal itu terbukti dengan makin
gencarnya Iran melakukan pengembangan program nuklirnya.
Bahkan setelah tragedi 9/11 dan selesainya perang Irak yang berakhir dengan
pendudukan pasukan Amerika Serikat di Irak, pemerintah Bush masih beritikad
untuk melanjutkan upaya perundingan dalam penyelesaian krisis nuklir Iran.
Amerika Serikat menilai Iran dapat memainkan peran yang sangat signifikan
dalam menciptakan pemerintah Irak yang stabil dan bersifat pluralitik. Di samping
itu Iran merupakan salah satu faktor kunci dalam memelihara dan menjaga
kestabilan kawasan Timur Tengah29.
Namun setelah terbitnya US National Security Strategy 2002, Amerika Serikat
mengubah haluan kebijakan luar negerinya dengan mengaitkan Iran, Irak, dan
Korea Utara sebagai poros kejahatan (Axis of Evil). Sikap Amerika Serikat
terhadap program pengembangan nuklir Iran didasarkan atas beberapa faktor:
1. Amerika Serikat menilai bahwa program pengayaan uranium merupakan
teknologi dual use; dapat digunakan untuk kepentingan damai maupun
program senjata nuklir, seperti halnya kasus nuklir India pada dekade 60-an.
Bila Iran mampu mengembangkan senjata nuklir, maka kondisi geopolitik di
kawasan Timur Tengah akan berubah drastis. Kondisi ini akan mendorong
negara-negara lain di Timur Tengah untuk ikut mengembangkan senjata
nuklir.
2. Selama ini Amerika Serikat menuduh Iran memiliki hubungan dengan
beberapa organisasi teroris internasional, kelompok garis keras islam (Hamas
dan Jihad Islam), serta kelompok perlawanan Syiah di Irak, seperti Moqtada
29 Brzezinski, Zbigniew and Robert M. Gates, “Iran:Time for a New Approach”, New York: Council on Foreign Relations,2004, http://www.cfr.org/pdf/Iran_TF.pdf
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
37
Al Sadr dengan tentara Mahdi-nya. Adanya indikasi hubungan antara
kelompok Moqtada Al Sadr dengan Iran juga dikemukakan oleh Smith Al
Hadar. Bila Iran dibiarkan menguasai senjata nuklir, dikhawatirkan teknologi
tersebut akan didistribusikan pula kepada kelompok-kelompok tersebut.
3. Amerika Serikat berpendapat bahwa dengan cadangan minyaknya yang
besar, Iran tidak memerlukan reaktor nuklir untuk mencukupi kebutuhan
energi listriknya. Terlebih dari sisi ekonomis, reaktor nuklir membutuhkan
investasi yang lebih besar daripada pembangkit listrik berbahan bakar
minyak.
4. Sikap pemimpin Iran yang berhaluan keras yang dalam beberapa forum
formal tidak mengakui eksistensi negara Israel dan mengancam akan
menghancurkan Israel
Amerika Serikat dalam upayanya untuk menormalisasikan hubungan dengan Iran
memberikan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Iran, diantaranya30:
1. Iran tidak boleh menentang laju perdamaian di Timur Tengah dan harus
mengakui secara resmi rezim Zionis Israel.
2. Iran harus menghentikan dukungannya pada kelompok-kelompok pejuan
Palestina seperti Jihad Islami dan HAMAS, begitu juga kelompok Hizbullah
di Lebanon. Amerika Serikat juga menuntut pemutusan hubungan apapun
antara kelompok-kelompok anti-Zionis ini dengan Republik Islam Iran.
3. Iran harus menghentikan usaha apapun untuk memproduksi senjata
penghancur massal, sebab hal ini dalam sudut pandang Amerika Serikat bisa
mengganggu keamanan dan stabilitas di kawasan Timur Tengah.
4. Iran harus menghormati Hak Asasi Manusia dengan menghormati hak-hak
minoritas berdasarkan agama, sekte dan ras, serta hak-hak wanita sebagai
tudingan terpenting yang ditohokkan pada Iran.
Namun hingga sekarang upaya menetralisir hubungan tersebut menghadapi jalan
buntu, karena syarat-syarat yang diberikan Amerika dianggap Iran tidak adil
30 El-Gogary, Adel, hal.224
Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, 2009.
Universitas Indonesia
38
karena hanya menguntungkan sebelah pihak yaitu Amerika saja. Lagipula
kebijakan Amerika jelas-jelas berstandar ganda karena apabila ia melarang Iran
mengembangkan program nuklir walaupun untuk tujuan damai, seharusnya
Amerika Serikat juga menerapkan hal yang sama pada Israel yang jelas-jelas
mengembangkan persenjataan nuklir. Yang terjadi malah Amerika Serikat
mendukung secara terang-terangan Israel yang jelas-jelas banyak melakukan
pelanggaran kemanusiaan. Hal itu sangatlah masuk akal karena memang
pemerintahan Amerika Serikat banyak dikuasai oleh kaum Zionisme yang
memegang banyak posisi penting di Gedung Putih, jadi sampai kapanpun
Amerika Serikat akan tetap memberikan dukungan terhadap Israel dan akan
berupaya menyingkirkan pihak-pihak yang menentangnya. Atas dasar sikap
inilah, Amerika Serikat dalam menerapkan kebijakan luar negerinya dianggap
berstandar ganda karena apabila ia menentang Iran dalam program nuklirnya,
maka ia seharusnya juga melakukan hal yang sama terhadap negara-negara lain
seperti India, Pakistan, dan Israel.
3.5. Strategi Diplomasi Amerika Serikat dalam menghadapi Progam
Nuklir Iran
Berbagai macam cara yang dilakukan Amerika Serikat untuk meminta Iran
menghentikan program nuklirnya, dari cara mengeluarkan pernyataan secara
langsung baik melalui Menteri Luar Negerinya atau langsung dari mulut Presiden,
hingga meminta DKK PBB untuk mengeluarkan resolusi dan memberi sanksi
kepada Iran.
Ada beberapa aspek dalam strategi diplomasi yang dijalankan Amerika Serikat
terhadap Iran31:
1. Assesment yang akurat terhadap potensi ancaman. Belajar dari kasus Irak
ketika Bush memutuskan untuk menyerang, kesalahan dalam mengumpulkan
informasi intelijen dan menganalisa potensi ancaman berakibat sangat fatal.