Top Banner
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Laporan Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Suatu entitas khususnya pihak manajemen wajib menyajikan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kinerjanya. Penyajian laporan keuangan sangat penting, karena merupakan dasar pengambilan keputusan para pengguna laporan keuangan seperti investor, kreditor, pemerintah, dan sebagainya. Pengertian laporan keuangan menurut Hans dkk. (2012:12) adalah: “Media utama bagi suatu entitas untuk mengkomunikasikan informasi keuangan oleh manajemen kepada para pemangku kepentingan”. Adapun pengertian laporan keuangan menurut Islahuzzaman (2012:242) adalah sebagai berikut: “Informasi akuntansi yang menggambarkan tentang posisi keuangan perusahaan serta hasil usaha perusahaan pada periode yang berakhir pada tanggal tertentu, yang terdiri dari atas neraca, daftar laba rugi, perubahan ekuitas, arus kas dan informasi lainnya.” Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan suatu media komunikasi antara manajemen dan para pemangku kepentingan yang menyajikan informasi keuangan mengenai
62

Bab 2.pdf - Repository Widyatama

May 11, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Laporan Keuangan

2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan

Suatu entitas khususnya pihak manajemen wajib menyajikan laporan

keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kinerjanya. Penyajian laporan

keuangan sangat penting, karena merupakan dasar pengambilan keputusan para

pengguna laporan keuangan seperti investor, kreditor, pemerintah, dan

sebagainya.

Pengertian laporan keuangan menurut Hans dkk. (2012:12) adalah:

“Media utama bagi suatu entitas untuk mengkomunikasikan informasi

keuangan oleh manajemen kepada para pemangku kepentingan”.

Adapun pengertian laporan keuangan menurut Islahuzzaman (2012:242)

adalah sebagai berikut:

“Informasi akuntansi yang menggambarkan tentang posisi keuangan

perusahaan serta hasil usaha perusahaan pada periode yang berakhir pada

tanggal tertentu, yang terdiri dari atas neraca, daftar laba rugi, perubahan

ekuitas, arus kas dan informasi lainnya.”

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

laporan keuangan merupakan suatu media komunikasi antara manajemen dan

para pemangku kepentingan yang menyajikan informasi keuangan mengenai

Page 2: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

14

gambaran tentang posisi perusahaan serta hasil usaha perusahaan selama periode

tertentu.

2.1.1.2 Karakteristik Laporan Keuangan

Laporan keuangan memiliki beberapa karakteristik tertentu agar dapat

berguna bagi para pemakai laporan keuangan. Menurut Hans (2012:49-55)

terdapat 4 karakteristik kualitatif laporan keuangan diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Dapat Dipahami (Understandability)

Suatu informasi baru bermanfaat bagi penerima bila dapat dipahami.

Untuk dapat memahami dengan baik suatu laporan keuangan, pemakai

diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas

ekonomi dan bisnis serta asumsi dan konsep yang mendasari penyusunan

laporan keuangan.

2. Relevan (Relevance)

Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat memengaruhi keputusan

ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa

masa lalu, masa kini, atau masa depan. Suatu informasi dianggap relevan

untuk dilaporkan atau tidak akan dipengaruhi oleh hakikat dan

materialitasnya. Suatu informasi dianggap material atau signifikan, bila

suatu kesalahan (error), salah saji (misstatement), atau kelalaian

mencantumkan (omission) informasi tersebut dapat memengaruhi

Page 3: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

15

keputusan ekonomi pengguna informasi tersebut, atau dengan perkataan

lain yang dapat menyesatkan pengambil keputusan.

3. Keandalan (Reliability)

Informasi dapat dikatakan berkualitas andal jika bebas dari pengertian

yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan

pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful

presentation) tentang sesuatu yang seharusnya disajikan atau secara

wajar diharapkan dapat disajikan. Agar suatu informasi dapat diandalkan

perlu memenuhi beberapa persayaratan sebagai berikut:

a. Penyajian jujur (Faithful presentation)

b. Substansi mengungguli bentuk (Substance over form)

c. Netralitas (Neutrality)

d. Pertimbangan sehat (Prudence)

e. Kelengkapan (Completeness)

4. Dapat dibandingkan (Comparability)

Informasi keuangan dapat secara efektif digunakan dalam pengambilan

keputusan, jika dapat diperbandingkan antarperiode dan antar-entitas.

2.1.1.3 Komponen Laporan Keuangan

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2015) laporan keuangan pada

umumnya disusun dan dilaporkan berupa unsur-unsur sebagai berikut:

1. Laporan Posisi Keuangan atau Neraca pada akhir periode;

Page 4: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

16

2. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif selama periode;

3. Laporan Perubahan Ekuitas selama periode;

4. Laporan Arus Kas selama periode;

5. Catatan atas Laporan Keuangan;

5.1 Laporan Posisi Keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan;

ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif

atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika

entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.

2.1.1.4 Pengguna Laporan Keuangan

Laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen memiliki peran

penting dalam pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Di mana kebutuhan mereka terhadap penggunaan laporan keuangan dalam

memenuhi kebutuhan informasi berbeda-beda. Menurut Standar Akuntansi

Keuangan (2015:2) paragraf 09, pengguna laporan keuangan adalah sebagai

berikut:

1. Investor

Penanam modal berisiko dan penasihat mereka berkepentingan dengan

risiko yang melekat. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu

menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi

tersebut.

Page 5: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

17

2. Karyawan

Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada

informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas entitas. Mereka juga

tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai

kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, imbalan

pascakerja, dan kesempatan kerja.

3. Pemberi pinjaman

Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang

memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta

bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.

4. Pemasok dan kreditor usaha lainnya

Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang

memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang

akan dibayar pada saat jatuh tempo.

5. Pelanggan

Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai

kelangsungan hidup entitas, terutama jika mereka terlibat dalam

perjanjian jangka panjang dengan, atau tergantung pada entitas.

6. Pemerintah

Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya

berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan juga membutuhkan

Page 6: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

18

informasi untuk mengatur aktivitas entitas, menetapkan kebijakan pajak,

dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan

statistik lainnya.

7. Masyarakat

Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan

informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir

kemakmuran entitas serta rangkaian aktivitasnya. Llll

2.1.2 Auditing

2.1.2.1 Pengertian Auditing

Menurut American Accounting Association (AAA) mengatakan bahwa:

“Auditing is a systematic process of objectively obtaining and evaluating

evidence regarding assertions about economic actions and events to

ascertain the degree of correspondence between those assertions and

established criteria and communicating the result to interested users (Siti

dan Ely, 2013:1).”

Berdasarkan pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa auditing

merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi

bukti secara objektif yang berhubungan dengan asersi-asersi tentang tindakan-

tindakan dan peristiwa-peristiwa ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian

antara asersi-asersi tersebut dan kriteria yang ditetapkan, serta

mengkomunikasikan hasilnya kepada pengguna informasi tersebut.

Sedangkan pengertian auditing menurut Soekrisno (2011:4) adalah

sebagai berikut:

Page 7: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

19

“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh

pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun

oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti

pendukungnya, dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai

kewajaran laporan keuangan tersebut”.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

auditing merupakan suatu proses pemeriksaan yang sistematis oleh pihak

independen untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti mengenai informasi yang

disajikan dalam laporan keuangan untuk memberikan opini mengenai kewajaran

laporan keuangan tersebut.

2.1.2.2 Jenis-jenis Audit

Menurut Soekrisno (2011:10) jenis-jenis audit ditinjau dari luasnya

pemeriksaan yaitu sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Umum (General Audit)

Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh

KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat

mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

2. Pemeriksaan Khusus (Special Audit)

Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang

dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhir pemeriksaannya

auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan

keuangan secara keseluruhan.

Page 8: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

20

Sedangkan, jika ditinjau dari jenis pemeriksaan, audit dapat dibedakan

atas:

1. Management Audit (Operational Audit)

Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk

kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh

manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah

dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis.

2. Pemeriksaan Ketaatan (Compliance Audit)

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah

menaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik

yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan (manajemen, dewan

komisaris) maupun pihak eksternal (Pemerintah, Bapepam LK, Bank

Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, dan lain-lain).

3. Pemeriksaan Internal (Internal Audit)

Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik

terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun

ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan.

4. Computer Audit

Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data

akuntansinya dengan menggunakan Electronic Data Processing (EDP)

System.

Page 9: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

21

2.1.2.3 Auditor

2.1.2.3.1 Pengertian Auditor

Pemeriksaan laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk

memastikan mengenai kewajaran atas laporan keuangan dilakukan oleh pihak

ketiga yang independen yaitu auditor. Terdapat beberapa pengertian mengenai

auditor yaitu:

Menurut Islahuzzaman (2012:47), pengertian auditor adalah sebagai

berikut:

“Orang yang melakukan pemeriksaan terhadap kliennya. Pemeriksaan

ini dilakukan dengan surat penugasan/ perikatan/ perjanjian

pemeriksaan. Dalam audit, pihak yang melakukan atau memberikan

jasa audit adalah auditor dari Kantor Akuntan Publik (KAP).”

Dengan kata lain, auditor merupakan orang yang melakukan

pemeriksaan dengan syarat memiliki surat penugasan terhadap kliennya. Di

mana pihak yang berhak memberikan jasa audit adalah auditor yang bekerja di

KAP.

2.1.2.3.2 Jenis Auditor

Menurut Siti dan Ely (2013:13-14) auditor dapat dibedakan menjadi 3

jenis diantaranya yaitu:

1. Auditor Independen (Akuntan Publik)

Auditor independen berasal dari Kantor Akuntan Publik, bertanggung

jawab atas audit laporan keuangan historis auditee-nya.

Page 10: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

22

2. Auditor Pemerintah

Auditor pemerintah adalah auditor yang berasal dari lembaga

pemeriksa pemerintah. Di Indonesia lembaga yang bertanggungjawab

secara fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan atau Keuangan

Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga

pada tingkat tertinggi, Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jendral (Itjen) yang ada pada

departemen-departemen pemerintah

3. Internal Auditor (Auditor Intern)

Auditor internal adalah pegawai dari suatu organisasi/perusahaan

yang bekerja di organisasi tersebut untuk melakukan audit bagi

kepentingan manajemen perusahaan yang bersangkutan, dengan

tujuan untuk membantu manajemen organisasi untuk mengetahui

kepatuhan para pelaksana operasional organisasi terhadap kebijakan

dan prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

2.1.2.4 Bentuk Opini Audit

Berdasarkan International Standard on Auditing (ISA) bentuk opini audit

dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Opini tanpa modifikasian (unmodified opinion)

Opini tanpa modifikasian merupakan opini yang diberikan apabila

auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disusun, dalam segala

Page 11: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

23

hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang

berlaku (applicable financial reporting framework) (Tuanakotta,

2015:490).

2. Opini Modifikasian (modified opinion)

Auditor wajib memodifikasi opininya dalam laporan auditor jika (a)

auditor menyimpulkan atas dasar bukti yang diperoleh, bahwa laporan

keuangan secara keseluruhan tidak bebas dari salah saji yang material

dan (b) auditor tidak berhasil memperoleh bukti audit yang cukup dan

tepat untuk menyimpulkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan

bebas dari salah saji yang material (Tuanakotta, 2015:548). Dalam

memodifikasi opininya, auditor menetukan 3 tipe opini modifikasian

diantaranya yaitu:

a. Opini Wajar Dengan Pengecualian

Opini wajar dengan pengecualian diberikan jika (a) auditor, setelah

memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa

salah saji, baik secara individual atau agregat adalah material, tetapi

tidak pervasif untuk laporan keuangan yang bersangkutan dan (b)

auditor tidak berhasil memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat

untuk dijadikan dasar pemberian pendapat, tetapi ia menyimpulkan

bahwa dampak salah saji yang tidak ditemukan mungkin material

tapi tidak pervasif.

Page 12: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

24

b. Opini Tidak Wajar

Opini tidak wajar diberikan apabila auditor, setelah memperoleh

bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa salah saji,

baik secara individual atau agregat, adalah material dan pervasif

untuk laporan keuangan yang bersangkutan.

c. Opini Tidak Memberikan Pendapat

Opini tidak memberikan pendapat diberikan jika auditor tidak

berhasil memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk

dijadikan dasar pemberian pendapat dan ia menyimpulkan bahwa

dampak salah saji yang tidak ditemukan bisa material dan pervasif.

2.1.2.5 Standar Auditing

Tabel 2.1

International Standard on Auditing (ISA)

ISA

200-299 Prinsip-Prinsip Umum Dan Tanggung Jawab

200 Tujuan keseluruhan untuk perusahaan yang melakukan audit dan

review atas laporan keuangan dan jaminan lainnya dan jasa terkait.

210 Persetujuan syarat-syarat perikatan audit

220 Pengendalian mutu untuk audit atas laporan keuangan

230 Dokumentasi audit

240 Tanggung jawab auditor terkait dengan kecurangan dalam suatu

audit atas laporan keuangan

250 Pertimbangan atas peraturan perundang-undangan dalam audit

laporan keuangan

260 Komunikasi dengan pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola

265 Pengomunikasian defisiensi dalam pengendalian internal kepada

pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola dan manajemen

Page 13: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

25

ISA

300-450 Penilaian Risiko Dan Respons Terhadap Risiko Yang Telah

Dinilai

300 Perencanaan suatu audit atas laporan keuangan

315 Pengidentifikasian dan penilaian risiko salah saji material melalui

pemahaman atas entitas dan lingkungannya

320 Materialitas dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan audit

330 Respons auditor terhadap risiko yang dinilai

402 Pertimbangan audit terkait dengan entitas yang menggunakan

suatu organisasi jasa

450 Pengevaluasian atas kesalahan penyajian yang diidentifikasi

selama audit

500-580 Bukti Audit

500 Bukti audit

501 Bukti audit – pertimbangan spesifik atas unsur pilihan

505 Konfirmasi eksternal

510 Perikatan audit tahun pertama – saldo awal

520 Prosedur analitis

530 Sampling audit

540 Audit atas estimasi akuntansi, termasuk estimasi akuntansi nilai

wajar, dan pengungkapan yang bersangkutan

550 Pihak berelasi

560 Peristiwa kemudian

570 Kelangsungan usaha

580 Representasi tertulis

600-620 Penggunaan Pekerjaan Pihak Lain

600 Pertimbangan khusus – audit atas laporan keuangan grup

(termasuk pekerjaan auditor komponen)

610 Penggunaan pekerjaan auditor eksternal

620 Penggunaan pekerjaan seseorang pakar auditor

700-720 Kesimpulan Audit Dan Pelaporan

700 Perumusan suatu opini dan pelaporan atas laporan keuangan

705 Modifikasi terhadap opini dalam laporan auditor independen

706 Paragraf penekanan suatu hal dan paragraf hal lain dalam laporan

auditor independen

710 Informasi komparatif – dalam laporan keuangan komparatif

Page 14: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

26

ISA

720 Tanggung jawab auditor atas informasi lain dalam dokumen yang

berisi laporan keuangan auditan

800-810 Area-area Khusus

800 Pertimbangan khusus – audit atas laporan keuangan disusun sesuai

dengan kerangka bertujuan khusus

805 Pertimbangan khusus – audit atas laporan keuangan tunggal dan

unsur, akun, atau pos spesifik dalam suatu laporan keuangan

810 Perikatan untuk melaporkan ikhtisar laporan keuangan.

Sumber : IAPI.or.id dan IFAC.org

2.1.2.6 Pengertian Kantor Akuntan Publik

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.5 tahun 2011

mengenai akuntan publik menyatakan bahwa Kantor Akuntan Publik (KAP)

adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang-Undang ini.

Menurut Mulyadi (2002:33) menyatakan bahwa hirarki auditor dalam

organisasi KAP dibagi sebagai berikut:

1. Partner

Partner menduduki jabatan tertinggi dalam perikatan audit,

bertanggung jawab atas hubungan dengan klien, bertanggung jawab

secara menyeluruh mengenai auditing. Partner menandatangani

laporan audit dan management letter, dan bertanggungjawab terhadap

penagihan fee audit dari klien.

Page 15: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

27

2. Manajer

Manajer bertindak sebagai pengawas audit, bertugas untuk membantu

auditor senior dalam merencanakan program audit dan waktu audit,

mereview kertas kerja, laporan audit dan management letter. Biasanya

manajer melakukan pengawasan terhadap pekerjaan beberapa auditor

senior.

3. Auditor Senior

Auditor senior bertugas melaksanakan audit, bertanggung jawab untuk

mengusahakan biaya audit dan waktu audit sesuai dengan rencana,

bertugas untuk mengarahkan dan me-review pekerjaan auditor junior.

4. Auditor Junior

Auditor junior melaksanakan prosedur audit secara rinci, membuat

kertas kerja untuk mendokumentasikan pekerjaan audit yang telah

dilaksanakan. Pekerjaan ini biasanya dipegang oleh auditor yang baru

saja menyelesaikan pendidikan formalnya di sekolah.

2.1.2.7 Tinjauan Profesi Akuntan Publik

Saat ini, profesi akuntan publik sangat dibutuhkan terutama oleh

perusahaan-perusahaan yang ingin mendaftarkan sahamnya di bursa efek.

Perusahaan-perusahaan tersebut harus menyajikan serta mempublikasikan laporan

keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik sebagai syarat untuk

Page 16: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

28

mendaftarkan sahamnya di bursa efek, serta bertujuan untuk mendapatkan

kepercayaan dari investor terhadap informasi keuangan yang disajikan.

Menurut Soekrisno (2011:44) mengatakan bahwa :

“Akuntan publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri

Keuangan atau pejabat yang berwenang lainnya untuk menjalankan

praktik akuntan publik.”

Selain itu, menurut Islahuzzaman (2012:22) mengatakan bahwa :

“Akuntan Publik Bersertifikat/BAP (Certified Publik Accountant-CPA)

merupakan seseorang yang telah memenuhi persyaratan yang diajukan

oleh pemerintah, termasuk kewajiban menempuh Ujian Sertifikasi

Akuntan Publik (USAP), dan kemudian berhak atas sertifikat akuntan

publik untuk berpraktik sebagai Akuntan Publik (membuka Kantor

Akuntan Publik) yang menyediakan berbagai jasa yang diatur dalam

Standar Profesional Akuntan Publik (auditing, akuntansi dan review, dan

jasa konsultasi).”

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa akuntan

publik merupakan akuntan yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan

dan pejabat yang berwenang untuk menjalankan praktik akuntan publik dengan

menyediakan berbagai jasa yang diatur dalam SPAP karena telah memenuhi

persyaratan yang diajukan Pemerintah termasuk kewajiban menempuh USAP.

2.1.2.8 Jasa-jasa Akuntan Publik

Dalam setiap penugasan, akuntan publik memperoleh izin untuk

memberikan jasa-jasa yang telah diatur dalam undang-undang. Berdasarkan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 (Tuanakotta, 2015:10)

menjelaskan bahwa Akuntan Publik memberikan jasa asurans, yang meliputi:

Page 17: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

29

1. Jasa Asurans adalah jasa Akuntan Publik yang bertujuan untuk

memberikan keyakinan bagi pengguna atas hasil evaluasi atau pengukuran

informasi keuangan dan non keuangan berdasarkan suatu kriteria.

2. Jasa audit atas informasi keuangan historis adalah perikatan asurans yang

diterapkan atas informasi keuangan historis yang bertujuan untuk

memberikan keyakinan memadai atas kewajaran penyajian informasi

keuangan historis tersebut dan kesimpulannya dinyatakan dalam bentuk

pernyataan positif.

3. Jasa reviu atas informasi keuangan historis adalah perikatan asurans yang

diterapkan atas informasi keuangan historis yang bertujuan untuk

memberikan keyakinan terbatas atas kewajaran penyajian informasi

keuangan historis tersebut dan kesimpulannya dinyatakan dalam bentuk

pernyataan negatif.

4. Jasa asurans lainnya adalah perikatan asurans selain jasa audit atau reviu

atas informasi keuangan historis. Yang termasuk jasa asurans lainnya

antara lain perikatan asurans untuk melakukan evaluasi atas kepatuhan

terhadap peraturan, evaluasi atas efektivitas pengendalian internal,

pemeriksaan atas informasi keuangan prospektif, dan penerbitan comfort

letter untuk penawaran umum.

5. Jasa lainnya yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, dan manajemen

antara lain adalah jasa audit kinerja, jasa internal audit, jasa perpajakan,

Page 18: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

30

jasa kompilasi laporan keuangan, jasa pembukuan, jasa prosedur yang

disepakati atas informasi keuangan, dan jasa sistem teknologi informasi.

2.1.2.9 Jasa Audit Laporan Keuangan

Menurut Arens et al. (2012: 15) mengatakan bahwa:

“A financial statement audit is conducted to determine whether to overall

financial statements (the information being verified) are stated

accordance with specified criteria”.

“The objective of the ordinary audit if financial statements by the

independence auditor is the expression of an opinion on the fairness with

which they present fairly, in all material respect, financial position, result

of operations, and it’s cash flow in conformity with generally accepted

accounting principles.”

Dari pernyataan tersebut dijelaskan bahwa sebuah audit laporan keuangan

dilakukan adalah untuk menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan

(informasi yang diverifikasi) dinyatakan sesuai dengan kriteria yang ditentukan.

Tujuan audit laporan keuangan oleh auditor independen untuk memberikan suatu

pendapat atas kewajaran suatu laporan keuangan, dalam semua hal yang material,

baik itu dalam posisi keuangan, hasil usaha, dan itu arus kas sesuai dengan yang

berlaku umum prinsip akuntansi.

2.1.2.10 Proses Audit Laporan keuangan

Menurut Arens et al. (2012:395), proses audit dijelaskan sebagai berikut:

“Phases of the audit process-the four aspect of a complete audit: (1)

Plan and design an audit approach, (2) Perform tests of control and

substantive test of transaction, (3) Perform analytical procedures and

tests of details of balance, and (4) Complete the audit and issue the audit

report.”

Page 19: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

31

Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat diuraikan setiap fase dalam

melakukan audit laporan keuangan sebagai berikut:

Fase I: Perencanaan dan perancangan pendekatan audit (plan and design audit

approach)

Terdiri dari proses penerimaan klien dan persiapan perencanaan awal,

pemahaman bisnis dan industri klien, menilai risiko bisnis klien,

menyiapkan prosedur awal, menentukan tingkat materialitas dan

menilai risiko audit yang dapat diterima, memahami pengendalian

internal dan menaksir pengendalian risiko laba, mengembangkan

perencanaan audit secara umum dan program audit.

Fase II: Melakukan tes atas pengendalian dan tes atas transaksi (perform test of

control and substantive test of transaction)

Tujuan dalam tahap ini adalah untuk:

1. Mendapatkan bahan bukti yang mendukung kebijakan dan

prosedur pengendalian spesifik yang berperan terhadap tingkat

risiko pengendalian yang ditetapkan.

2. Memperoleh bahan bukti yang mendukung kebenaran transaksi

Page 20: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

32

Fase III: Melakukan prosedur analisa lebih rinci dan tes terinci atas saldo

(perform analytical procedures and test detail of balance)

Tahap ini adalah untuk memperoleh bahan bukti tambahan yang

cukup untuk menentukan apakah saldo akhir dan catatan laporan

keuangan dengan wajar.

Fase IV: Penyelesaian audit dan penerbitan laporan keuangan (complete the

audit and issue an audit report)

Tahap ini terdiri dari proses mereview kewajiban yang bersyarat,

kejadian setelah tanggal neraca, mengakumulasikan bukti-bukti

terakhir, evaluasi hasil dan menerbitkan laporan audit (memberikan

pendapat) serta berkomunikasi dengan komite audit dan manajemen

perusahaan.

Sedangkan, menurut Tuanakotta (2015:239) proses audit berbasis risiko

terdiri dari tiga langkah yaitu:

1. Risk Assessment (Menilai Risiko), merupakan tahap melaksanakan

prosedur penilaian risiko untuk mengidentifikasi dan menilai risiko salah

saji yang material dalam laporan keuangan.

2. Risk Response (Menanggapi Risiko), merupakan tahap untuk merancang

dan melaksanakan prosedur audit selanjutnya yang menanggapi risiko

(salah saji material) yang telah diidentifikasi dan dinilai, pada tingkat

laporan dan asersi.

Page 21: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

33

3. Reporting (Pelaporan), merupakan tahap akhir dalam proses audit yang

meliputi (a) merumuskan pendapat berdasarkan bukti audit yang

diperoleh, dan (b) membuat dan menerbitkan laporan yang tepat sesuai

kesimpulan yang ditarik.

2.1.3 Profesionalisme Auditor

2.1.3.1 Pengertian Profesionalisme

Menurut Islahuzzaman (2012:369) mengatakan bahwa :

“Profesional adalah tanggung jawab untuk bertindak lebih dari sekadar

memenuhi tanggung jawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan

peraturan masyarakat. Akuntan publik, sebagai professional, mengakui

adanya tanggung jawab kepada masyarakat, klien, serta rekan praktisi,

termasuk perilaku yang terhormat, meskipun itu berarti pengorbanan

diri.”

Sedangkan, menurut Arens et al. (2012: 129) mengatakan bahwa:

“Professional means a responsibility for conduct that extends beyond

satisfying individual responsibilities and beyond the requirements of our

society’s laws and regulations”.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

profesionalisme memiliki hubungan dengan profesi, dimana dalam menjalankan

profesi tersebut dibutuhkan keahlian dan kompetensi tertentu. Profesional sendiri

merupakan sikap tanggung jawab untuk bertindak tidak hanya sekadar kepuasan

terhadap tanggung jawabnya sendiri maupun ketentuan hukum dan peraturan

masyarakat melainkan tanggung jawab kepada masyarakat meskipun dengan

pengorbanan diri.

Page 22: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

34

Sedangkan menurut Napoca (2012) mengartikan profesional adalah

sebagai berikut:

“The application of a professional reasoning which starts from well

defined principles offers a bigger liberty to the auditors, which means to

apply their experience, knowledge, abilities acquired intime, while

constraining the activity in a set of strict rules which entangles the

perspective of a diversified approach, even interdisciplinary, of the

problem that professional face.”

Dari pernyataan tersebut dijelaskan bahwa penerapan penalaran

profesional yang dimulai dari prinsip-prinsip didefinisikan dengan baik

menawarkan kebebasan yang lebih besar untuk auditor, yang berarti untuk

menerapkan pengalaman, pengetahuan, kemampuan yang diperoleh dalam waktu,

sementara pembatasan aktivitas dalam seperangkat aturan ketat dengan

pendekatan perspektif yang beragam, bahkan ketidakdisiplinan merupakan

masalah yang ada dalam hal profesional auditor.

2.1.3.2 Dimensi Profesionalisme

Menurut Hall R. dalam Emmy (2015) terdapat lima dimensi

profesionalisme, yaitu:

1. Pengabdian pada profesi

Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme

dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki.

Page 23: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

35

2. Kewajiban sosial

Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi

dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena

adanya pekerjaan tersebut.

3. Kemandirian

Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang

profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari

pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi).

4. Keyakinan terhadap profesi

Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling

berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi,

bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu

dan pekerjaan mereka.

5. Hubungan dengan sesama profesi

Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi

sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok

kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan.

Menurut Napoca (2012) mengungkapkan setiap kekurangan yang

mungkin timbul dalam tanggung jawab profesional adalah kurangnya

pengetahuan, pengalaman dan keterampilan. Pekerjaan atau profesi itu sendiri

juga dapat mempengaruhi hasil proses keputusan dan faktor-faktor kontekstual

Page 24: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

36

yang memerlukan pertimbangan profesional dalam kegiatan tertentu sehingga

seseorang dapat menunjukkan sikap profesionalnya.

2.1.4 Skeptisisme Profesional

2.1.4.1 Pengertian Skeptisisme Profesional

Menurut International Federation of Accountants (IFAC) mengatakan

bahwa:

“Professional skepticism means an attitude that includes a questioning

mind, being alert to conditions which may indicate possible misstatement

due to error or fraud, and a critical assessment of audit evidence (ISA

200.13I).”

Berdasarkan kutipan di atas, dijelaskan bahwa skeptisme profesional

merupakan suatu pikiran yang selalu mempertanyakan, waspada terhadap kondisi

yang dapat mengindikasikan kemungkinan kesalahan penyajian, baik yang

disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, dan suatu penilaian penting atas

bukti audit.

Pengumpulan dan penilaian bukti audit secara objektif menurut auditor

mempertimbangkan kompetensi dan kecukupan bukti tersebut. Oleh karena bukti

dikumpulkan dan dinilai selama proses audit dan sikap skeptisme harus

digunakan selama proses tersebut. Dengan menggunakan sikap skeptisme

profesional, seorang auditor tidak mudah puas akan bukti yang kurang persuasif

yang diberikan oleh pihak manajemen.

Page 25: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

37

Adapun pengertian skeptisisme menurut Islahuzzaman (2012:429) yaitu:

“Bersikap ragu-ragu terhadap pernyataan-pernyataan yang belum cukup

kuat dasar-dasar pembuktiannya. Tidak begitu percaya saja, tapi perlu

pembuktian.”

Selain itu, menurut Islahuzzaman (2012:429) mengatakan bahwa :

“Skeptisisme profesional (Professional skepticism) merupakan tingkah

laku yang melibatkan sikap yang selalu mempertanyakan dan penentuan

kritis atas bukti audit. Auditor tidak boleh mengasumsikan bahwa

manajemen jujur atau tidak jujur.”

Sedangkan menurut Hurtt dalam Alwee (2013:12) mengenai skeptisme

profesional menyatakan bahwa:

“An auditor who exhibits a higher level of professional skepticism is

expected to wait for more information to obtain sufficient basis for audit

judgments. The interpersonal understanding trait identifies the need to

also consider the human aspects of an audit when evaluating evidence.”

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa auditor yang memiliki tingkat

skeptisisme profesional yang tinggi diharapkan untuk menunggu informasi lebih

lanjut untuk memperoleh cukup dasar untuk penilaian audit. Pemahaman sifat

interpersonal mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertimbangkan aspek

manusia dalam proses audit ketika mengevaluasi bukti.

2.1.4.2 Karakteristik Skeptisisme Profesional

Menurut Hurtt et al. dalam Alwee (2010), karakteristik skpetisisme

profesional dibentuk oleh beberapa faktor, seperti:

Page 26: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

38

1. Memeriksa dan Menguji Bukti (Examination of Evidence)

Karakteristik yang berhubungan dengan pemeriksaan dan pengujian bukti

(examination of evidence) terdiri dari questioning mind, suspension on

judgement, dan search for knowledge.

2. Memahami Penyedia Informasi (Understanding Evidence Providers)

Karakteristik yang berhubungan dengan pemahaman akan penyedia

informasi (understanding evidence providers) adalah interpersonal

understanding.

3. Mengambil Tindakan atas bukti (Acting in The Evidence)

Karakteristik yang berhubungan dengan pengambilan tindakan atas bukti

(acting in the evidence) adala self confidence dan self determination.

a. Questioning Mind

Merupakan karakter skeptis seseorang untuk mempertanyakan alasan,

penyesuaian, dan pembuktian akan sesuatu.

Karakteristik skeptis ini terbentuk dari beberapa indikator:

1) Menolak suatu pernyataan atau statement tanpa pembuktian yang

jelas.

2) Mengajukan banyak pertanyaan untuk pembuktian akan suatu hal.

b. Suspension on Judgement

Merupakan karakter skeptis yang mengindikasikan seseorang butuh

waktu lebih lama untuk membuat pertimbangan yang matang, dan

Page 27: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

39

menambahkan informasi tambahan untuk mendukung pertimbangan

tersebut.

Karakter skeptis ini dibentuk dari beberapa indikator:

1) Membutuhkan informasi lebih lama.

2) Membutuhkan waktu yang lama namun matang untuk membuat suatu

keputusan.

3) Tidak akan membuat keputusan jika semua informasi belum

terungkap.

c. Search for Knowledge

Merupakan karakter skeptis seseorang yang didasari oleh rasa ingin tahu

(curiosity) yang tinggi.

Karakteristik skeptis ini dibentuk dari beberapa indikator:

1) Berusaha untuk mencari dan menemukan informasi baru.

2) Adalah sesuatu yang menyenangkan jika menemukan hal-hal yang

baru.

3) Tidak akan membuat keputusan jika semua informasi belum

terungkap.

d. Interpersonal Understanding

Merupakan karakter skeptis seseorang yang dibentuk dari pemahaman

tujuan, motivasi, dan integritas dari penyedia informasi.

Karakteristik skeptis ini dibentuk dari beberapa indikator:

Page 28: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

40

1) Berusaha untuk memahami perilaku orang lain.

2) Berusaha untuk memahami alasan mengapa seseorang berperilaku.

e. Self Confidence

Merupakan sikap seseorang untuk percaya diri secara profesional untuk

bertindak atas bukti yang sudah dikumpulkan.

Karakter skeptis ini dibentuk dari indikator:

1) Percaya akan kapasitas dan kemampuan diri sendiri.

f. Self Determination

Merupakan sikap seseorang untuk menyimpulkan secara objektif atas

bukti yang sudah dikumpulkan.

Karakter skeptis ini dibentuk dari beberapa indikator:

1) Tidak langsung menerima atau memberikan pernyataan dari orang

lain.

2) Berusaha untuk mempertimbangkan penjelasan orang lain.

3) Menekankan pada suatu hal yang bersifat tidak konsisten

(inconsistent).

4) Tidak mudah untuk dipengaruhi oleh orang lain atau suatu hal.

2.1.5 Pengalaman Auditor

2.1.5.1 Pengertian Pengalaman

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa:

“Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai,

ditanggung, dan sebagainya) (Jusuf dan Sutan, 2002:26).”

Page 29: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

41

Menurut Emmy (2015:2) auditor yang mempunyai pengalaman yang

berbeda, akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang

diperoleh selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan

audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberian pendapat. Selain itu,

pengalaman auditor pun dapat memengaruhi ketaatan penilaian auditor terhadap

bahan bukti yang diperlukan. Oleh karena itu, diharapkan seorang auditor

memiliki pengalaman yang cukup dalam melakukan penugasan karena terdapat

beberapa alasan mengapa pengalaman audit sangat penting.

Menurut Puti (2011:10), pengalaman menumbuhkan kemampuan auditor

untuk mengolah informasi, membuat perbandingan-perbandingan berbagai solusi

alternatif dan mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan. Dengan pengalaman

audit mereka, auditor mampu mengembangkan struktur memori yang luas dan

kompleks yang membentuk kumpulan informasi yang dibutuhkan dalam

membuat keputusan-keputusan. Auditor yang kurang berpengalaman belum

memiliki struktur memori seperti ini sehingga mereka tidak mampu memberikan

respon yang memadai. Akibatnya penilaian-penilaian mereka kalah akurat

dibandingkan dengan auditor-auditor yang berpengalaman.

Menurut Gaballa dan Ning (2010:169) mengenai pengalaman profesional

menyatakan bahwa:

“Professional experience is one of the key determinants that affect upon

the efficiency of performance in professional practice. The signs of

behavioral studies which have focused on the subject of experience that

Page 30: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

42

the quality of performance in a particular area increase with their

experience in that field.”

Berdasarkan pernyataan di atas dijelaskan bahwa pengalaman profesional

adalah salah satu kunci faktor yang mempengaruhi efisiensi kinerja dalam praktek

profesional, dimana kualitas kinerja seseorang akan meningkat dengan

pengalaman-pengalaman mereka tentunya pada bidang yang difokuskan.

Dari pengalaman yang didapat, seseorang dapat belajar dari kesalahan-

kesalahannya yang mereka lakukan di masa lalu. Sehingga nanti kedepannya

kinerja dalam melakukan tugas akan bertambah (Gaballa dan Ning, 2010:169)

2.1.5.2 Dimensi Pengalaman Auditor

2.1.5.2.1 Lamanya Bekerja sebagai Auditor

Pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam

mengestimasi kinerja seseorang khususnya akuntan publik, sehingga

pengalaman termasuk persyaratan dalam memperoleh izin menjadi Akuntan

Publik. Berdasarkan SK Menkeu No. 17/PMK.01/2008 dijelaskan bahwa:

“Seorang akuntan publik harus memiliki pengalaman praktik di

bidang audit umum atas laporan keuangan yang paling sedikit 1000

(seribu) jam dalam 5 (lima) tahun terakhir dan paling sedikit 500

(lima ratus) jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi

perikatan audit umum yang disahkan oleh pemimpin/pemimpin rekan

KAP.”

Dari ketentuan di atas dijelaskan bahwa untuk dapat menjadi seorang

auditor berpengalaman jika ia memiliki 5 tahun atau paling sedikit 500 jam

dalam masa kerjanya.

Page 31: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

43

2.1.5.2.2 Banyaknya Tugas yang Dilakukan

Menurut Arens et al. (2012:289) mengatakan bahwa:

“The engagement may require more experience staff. CPA firms

should staff all engagement with qualified staff. For low acceptable

audit risk clients, special care is appropriate in staffing, and the

importance of professional skepticism should be emphasized”

Dari pernyataan di atas dijelaskan bahwa suatu penugasan

membutuhkan lebih banyak staf yang berpengalaman. Kantor Akuntan Publik

harus melibatkan semua staf yang berkualitas. Untuk menekan risiko audit klien

ke tingkat rendah, perhatian khusus dalam kepegawaian, dan pentingnya

skeptisisme profesional harus ditekankan.

Menurut Olofsson dan Bobby (2011:14) mengemukakan bahwa:

“Something new, surpirisngly, will be common place by the presence

kontinuitas and experience, for example when we study the cycling

did not realized that we are already good at. It is often realized new

task would be a regular with experience.

Dari pernyataan di atas dijelaskan bahwa seseorang akan menyadari

bahwa setiap tugas yang dilakukan menjadi biasa dengan pengalaman. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa banyaknya tugas yang dilakukannya dapat

memperoleh serta meningkatkan pengetahuan auditor. Semakin auditor

memiliki banyak pengetahuan maka semakin mudah pula ia dapat mengahadapi

segala kondisi dan dapat meningkatkan kepercayaan terhadap kompetensi yang

dimilikinya. Dengan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap kompetensi yang

Page 32: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

44

dimilikinya, akan memudahkan pula auditor dalam mempertimbangkan

materialitas dengan baik.

2.1.5.2.3 Jenis-jenis Perusahaan yang Ditangani

Menurut Napoca (2012) mengatakan bahwa:

“The sector of activity was taken into consideration, but beside this,

there were some other analyzed elements, such as the experience or

auditor specialization’s in that field, the information needs of the

financial statement’s users, the objectives and attitude of the

company’s management, the length of the relationship with the

audited client and the client’s financial position”

Berdasarkan pernyataan di atas, dijelaskan bahwa auditor harus dapat

mempertimbangkan sektor aktivitas perusahaan, dan pengalaman auditor

terhadap spesialisasi di bidang tertentu. Sehingga, dengan semakin banyaknya

jenis perusahaan yang ditangani, diharapkan auditor akan lebih paham serta

memiliki keunggulan dalam mendeteksi setiap kesalahan baik yang disengaja

atau tidak, serta mampu mengevaluasi informasi keuangan maupun non

keuangan terutama dalam menentukan tingkat materialitas untuk akun atau item

dalam laporan keuangan.

2.1.6 Materialitas

2.1.6.1 Pengertian Materialitas

Materialitas merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan, dalam

menentukan jenis laporan audit yang akan diterbitkan pada situasi-situasi tertentu.

Jika salah saji relatif tidak material terhadap laporan keuangan, maka lebih tepat

bagi auditor untuk menerbitkan laporan audit wajar tanpa pengecualian. Namun,

Page 33: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

45

jika salah saji relatif material, auditor perlu menerbitkan laporan audit wajar

dengan pengecualian. Dan, pada saat salah saji relatif sangat material (begitu

signifikan) sehingga kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan diragukan,

maka auditor perlu menolak memberikan pendapat atau memberikan pendapat

tidak wajar, tergantung pada kondisi yang ada (Hery, 2011:21).

Adapun pengertian materialitas menurut Islahuzzaman (2012:263) adalah

sebagai berikut :

“Besarnya nilai atau arti pentingnya suatu penghapusan/ penghilangan/

kesalahan penyajian informasi keuangan yang dalam hubungannya

dengan sejumlah situasi yang melingkupinya, membuat pertimbangan

orang yang menyandarkan dirinya pada informasi tersebut akan berubah

atau terpengaruhi oleh penghapusan atau kesalahan penyajian tersebut.”

Sedangkan menurut International Federation of Accountants (IFAC)

menjelaskan bahwa materialitas adalah sebagai berikut:

“Misstatements, including omissions, are considered to be material if

they, individually or in the aggregate, could reasonably be expected to

influence the economic decisions of users taken on the basis of the

financial statement (ISA 320.2).”

Berdasarkan pernyataan di atas, dijelaskan bahwa materialitas merupakan

kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan

penyajian tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat

memengaruhi keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan

oleh pengguna laporan keuangan tersebut.

Arens, et al. (2014:80) menyatakan bahwa terdapat tiga tingkat

materialitas yang digunakan untuk menentukan pendapat auditor yaitu:

Page 34: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

46

1. Jumlahnya tidak material

Apabila terdapat salah saji dalam suatu laporan keuangan akan tetapi

cenderung tidak memengaruhi keputusan pemakai keuangan, hal tersebut

dianggap sebagai tidak material. Karena itu, pendapat wajar tanpa

pengecualian layak diterbitkan.

2. Jumlahnya material tetapi tidak memperburuk laporan keuangan secara

keseluruhan

Tingkat materialitas kedua terjadi apabila salah saji dalam laporan

keuangan akan mempengaruhi keputusan para pemakai laporan itu, tetapi

laporan keuangan secara keseluruhan tetap disajikan secara wajar dan

karenanya masih berguna.

3. Jumlahnya sangat material dan begitu pervasif sehingga kewajaran

laporan keuangan secara keseluruhan diragukan

Tingkat materialitas tertinggi apabila pemakai mungkin akan membuat

keputusan yang tidak benar jika mereka mengandalkan laporan keuangan

secara keseluruhan.

2.1.6.2 Proses Penentuan Tingkat Materialitas

2.1.6.2.1 Pertimbangan Awal tentang Materialitas

Menurut Boynton (2002:330), auditor melakukan pertimbangan awal

tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya. Penentuan materialitas

ini seringkali disebut dengan materialitas perencanaan, yang mungkin dapat

Page 35: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

47

berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan

kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena keadaan yang

melingkupi berubah dan informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh

selama berlangsungnya audit.

Berdasarkan International Standard Auditing (ISA) sebagai langkah

awal dalam menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara

keseluruhan, persentase tertentu sering kali diterapkan pada suatu tolok ukur

yang telah dipilih. Penetuan materialitas terhadap objek sebagaimana

diungkapkan oleh Gordeeva (2011:43) merupakan pertimbangan profesional

yang benar mengenai suatu item, transaksi atau peristiwa sangat penting bagi

akuntan dalam menentukan materialitas dan itu tergantung pada berbagai

pengukuran kuantitatif dan kualitatif seperti keadaan, jenis, ukuran, basis

agregat dan lain-lain.

Berikut merupakan pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang

dilakukan oleh auditor dalam mempertimbangkan materialitas (Mulyadi,

2002:159):

1. Pertimbangan Kuantitatif

Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan

jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti laba bersih sebelum pajak

dalam laporan keuangan, total aktiva dalam neraca, total aktiva lancar

dalam neraca, serta total ekuitas pemegang saham dalam neraca.

Page 36: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

48

Menurut Boynton (2002:332) yang diterjemahkan oleh Rajoe

dkk. mengungkapkan tentang ukuran kuantitatif dengan gambaran

beberapa pedoman yaitu:

a. 5% hingga 10% dari laba bersih sebelum pajak (10% untuk laba

yang lebih kecil, 5% untuk laba yang lebih besar)

b. ½ % hingga 1% dari total aktiva

c. 1% dari total ekuitas

d. ½ % hingga 1% dari pendapatan kotor

e. Suatu presentase variabel berdasarkan nama yang lebih besar

antara total aktiva atau total pendapatan.

Penilaian kuantitatif terhadap materialitas menurut Gordeeva

(2011:43) yaitu:

“Quantitative method is based on historical data of financial

and non financial variables. This approach involves the setting

and application of numerical benchmarks for assessing in

quantitative terms whether the item is material or not.”

Dari pengertian di atas, metode kuantitatif didasarkan pada data

historis dari variabel keuangan dan non keuangan. Pendekatan ini

melibatkan pengaturan dan penerapan perbandingan numerik untuk

menilai secara kuantitatif apakah item tersebut material atau tidak.

2. Pertimbangan Kualitatif

Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Faktor

kualitatif tersebut diantaranya seperti:

Page 37: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

49

a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum.

b. Kemungkinan terjadinya kecurangan.

c. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari

bank yang mengharuskan klien untuk mempertahankan

beberapa rasio keuangan pada tingkat minimum tertentu.

d. Adanya gangguan dalam trend laba.

e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.

Penilaian kualitatif menurut Boynton (2002:333) yang

diterjemahkan oleh Rajoe dkk yaitu :

“Pertimbangan kualitatif berhubungan dengan penyebab salah

saji yang secara kuantitatif tidak material mungkin secara

kualitatif akan material yang dapat diakibatkan oleh suatu

ketidakberesan (irregulerities) atau tindakan melanggar hukum

oleh klien.”

Sedangkan menurut Joldos et al. (2010:279) mengenai penilaian

kualitatif:

“Qualitative factors in determining materiality of influence are

the auditor’s experience characteristics (e.g: knowledge,

dependence on fess etc.), professional experience, other

personal characteristics (e.g: age, innate ability, mood, etc).”

Dari pernyataan tersebut dijelaskan bahwa metode kualitatif

digunakan untuk menilai materialitas berdasarkan pertimbangan

profesional seorang auditor atau akuntan yang terdiri dari penilaian

individu. Selain pertimbangan profesional untuk menilai materialitas,

karakteristik pengalaman, pengalaman profesional, dan karakteristik

Page 38: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

50

individu lainnya dapat diterapkan dalam metode kualitatif saat

menentukan tingkat materialitas.

2.1.6.2.2 Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan

Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat

lebih dari satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan.

Dalam kenyataannya, setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu

tingkat materialitas. Untuk laporan laba-rugi, materialitas dapat dihubungkan

dengan total pendapatan, laba bersih usaha, laba sebelum pajak, atau laba bersih

setelah pajak. Untuk neraca, materialitas dapat didasarkan pada total aktiva,

aktiva lancar, modal kerja, atau modal saham (Mulyadi, 2002:162).

2.1.6.2.3 Materialitas pada Tingkat Saldo Akun

Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang

mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material.

Dalam mempertimbangkan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus

mempertimbangkan hubungan antara materialitas pada tingkat saldo akun dan

materialitas pada tingkat laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan

auditor untuk merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang mungkin

tidak material secara individual, tetapi apabila diagregasi dengan salah saji pada

saldo akun lainnya, mungkin akan material terhadap laporan keuangan secara

keseluruhan (Mulyadi, 2002:162).

Page 39: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

51

2.1.6.2.4 Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun

Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keungan

dikuantifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat

diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara

individual. Pengalokasian dapat dilakukan baik pada akun-akun neraca maupun

akun-akun laba rugi. Dalam membuat alokasi, auditor harus

mempertimbangkan kemungkinan salah saji dalam akun dan biaya yang

mungkin untuk menguji akun tersebut. Selain itu, analisis akhir sangat

bergantung pada pertimbangan subjektif dari auditor berkenaan dengan jumlah

kekeliruan yang akan mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan

(Mulyadi, 2002:164).

2.1.6.3 Langkah-Langkah dalam Menerapkan Materialitas

Menurut Arens et al. (2012:319) langkah-langkah dalam menetapkan

materialitas mencakup lima langkah seperti berikut:

1. Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas (preliminary

judgement about materiality)

Pertimbangan pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah maksimum

yang membuat auditor yakin bahwa laporan keuangan akan salah saji

tidak mempengaruhi keputusan para pemakai yang bijaksana. Auditor

menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas untuk

membantu merencanakan pengumpulan bukti yang tepat. Semakin rendah

Page 40: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

52

nilai uang pertimbangan pendahuluan ini, semakin banyak bukti audit

yang dibutuhkan.

Auditor seringkali mengubah pertimbangan pendahuluan tentang

materialitas yang disebut dengan pertimbangan tentang materialitas yang

direvisi (revised judgement about materiality). Hal ini terjadi karena

auditor memutuskan bahwa pertimbangan pendahuluan terlalu besar atau

terlalu kecil.

2. Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke

segmen-segmen (salah saji yang dapat ditoleransi)

Hal ini perlu dilakukan karena auditor mengumpulkan bukti per segmen

dan bukan untuk laporan keuangan secara keseluruhan yang nantinya akan

membantu auditor dalam memutuskan bukti audit yang tepat yang harus

dikumpulkan. Ketika auditor mengalokasikan pertimbangan materialitas

ke saldo akun, materialitas yang dialokasikan ke saldo akun tertentu

disebut sebagai salah saji yang dapat ditoleransi (tolerable misstatement).

3. Mengestimasi total salah saji dalam segmen

Salah saji yang diketahui (known misstatement) adalah salah saji dalam

akun yang jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor. Salah saji yang

mungkin (likely misstatement) terbagi menjadi dua jenis yaitu salah saji

yang berasal dari perbedaan antara pertimbangan manajemen dan auditor

tentang estimasi saldo akun.

Page 41: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

53

4. Memperkirakan salah saji gabungan

Jumlah salah saji yang diproyeksikan dalam langkah ketiga untuk setiap

akun kemudian digabungkan dalam kertas kerja.

5. Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan

atau yang direvisi tentang materialitas.

Langkah terakhir yaitu gabungan salah saji yang mungkin dibandingkan

dengan materialitas awal.

Sedangkan, menurut Tuanakotta (2015:6), dalam melaksanakan proses

audit, auditor berupaya memperoleh keyakinan yang memadai bahwa laporan

keuangan yang diauditnya bebas dari salah saji yang material, baik yang

disebabkan oleh kekeliruan/kesalahan (error) maupun oleh

manipulasi/kecurangan (fraud).

Auditor memperoleh keyakinan melalui pengumpulan bukti audit yang

cukup dan tepat untuk mengurangi risiko audit ke tingkat rendah yang dapat

diterima. Risiko audit merupakan risiko bahwa auditor menyatakan opini yang

tidak tepat ketika terdapat salah saji material dalam laporan keuangan. Selain

risiko audit, dalam pelaksanaan audit, auditor perlu mempertimbangkan tingkat

materialitas karena risiko audit dan materialitas selalu berhubungan.

Menurut Tuanakotta (2015:125), materialitas yang diterapkan dalam

proses audit memiliki tiga tahap yaitu pada tahap penilaian risiko, menanggapi

risiko dan pelaporan.

Page 42: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

54

Tabel 2.2 Materialitas Dalam Proses Audit

Tahap Auditor Melaksanakan

Risk Assessment (

Penilaian Risiko)

Menentukan dua macam materialitas yaitu

materialitas untuk laporan keuangan secara

menyeluruh dan performance materiality

(materialitas pelaksanaan),

Merencanakan prosedur penilaian risiko apa

yang harus dilaksanakan,

Mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji.

Risk Response

(Menanggapi Risiko)

Menentukan sifat (nature), waktu (timing), dan

luasnya (extent) prosedur audit selanjutnya

(further audit procedures),

Merevisi angka materialitas karena adanya

perubahan situasi (change in circumstances)

selama audit berlangsung.

Reporting (Pelaporan)

Mengevaluasi salah saji yang belum dikoreksi

oleh entitas itu,

Merumuskan pendapat auditor.

Sumber : Tuanakotta (2015:125)

Selain itu, terdapat dua tingkat konsep materialitas yaitu tingkat laporan

keuangan secara menyeluruh (financial statement level) dan tingkat saldo akun,

jenis transaksi, dan pengungkapan (account balance, transactions, and

disclosures level). Dari kedua tingkat materialitas tersebut terdapat empat konsep

materialitas yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Page 43: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

55

1. Overall Materiality

Overall Materiality didasarkan atas apa yang layaknya diharapkan

berdampak terhadap keputusan yang dibuat pengguna laporan keuangan.

Jika auditor memperoleh informasi yang menyebabkan ia menentukan

maka angka materialitas yang berbeda dari yang ditetapkannya semula,

maka angka materialitas semula harus direvisi.

2. Overall Performance Materiality

Performance Materiality ditetapkan lebih rendah dari overall materiality.

Performance materiality memungkinkan auditor menanggapi penilaian

risiko tertentu (tanpa mengubah overall materiality) dan menurunkannya

ke tingkat yang lebih rendah (appropriately low level), dan jika

probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan salah saji yang tidak

terdeteksi secara agregat (aggregate of incorrected and undetected

misstatement) melampaui overall materiality, maka performance

materiality perlu diubah berdasarkan temuan audit yang didapatnya.

3. Specific Materiality

Specific materiality untuk jenis transaksi, saldo akun atau disclosures

tertentu di mana jumlah salah sajinya akan lebih rendah dari overall

materiality.

Page 44: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

56

4. Specific Performance Materiality

Specific performance materiality ditetapkan lebih rendah dari specific

materiality. Hal ini memungkinkan auditor menanggapi penilaian risiko

tertentu dan mempertimbangkan kemungkinan adanya salah saji yang

tidak terdeteksi dan salah saji yang tidak material, yang secara agregat

dapat berjumlah material.

2.1.6.4 Keputusan Mengenai Materialitas

Pertimbangan dalam menetapkan materialitas bukan merupakan

pekerjaan yang mudah. Selain itu, terdapat beberapa perbedaan dalam

menerapkan materialitas dalam setiap penugasan. Menurut Siti dan Ely (2013:90-

92) perbedaan-perbedaan diantaranya yaitu:

1. Keputusan material dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang

berlaku umum

Aspek materialitas harus dipertimbangkan dalam menentukan pemberian

pendapat auditor. Manajemen yang tidak menerapkan prinsip akuntansi yang

berlaku umum dalam penyajian laporan keuangan, auditor dapat memberikan

pendapat wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian, atau tidak

wajar tergantung kepada materialitas penyimpangan tersebut.

Cara yang lazim digunakan untuk mengukur materialitas, jika manajemen

menyimpang dari prinsip akuntansi yang berlaku umum:

Page 45: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

57

a. Jumlah rupiah dan tolok ukurnya

Membandingkan nilai uang dari salah saji, dengan tolok ukur (dasar

ukuran) tertentu. Tolok ukur yang lazim adalah laba bersih, jumlah aktiva

lancar dan modal kerja.

b. Daya ukur

Tidak semua salah saji diukur dengan nilai uang. Contoh klien tidak

mengungkapkan adanya gugatan hukum. Materialitas tidaknya kondisi

tersebut harus dianalisa lebih lanjut oleh auditor.

c. Sifat salah saji

Salah saji dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan.

Sifat saji yang dapat memengaruhi laporan auditor adalah sebagai berikut.

1) Transaksi yang melanggar hukum

2) Pos yang akan mempengaruhi perhitungan masa depan

3) Hal yang menimbulkan aspek psikis (laba kecil versus kerugian kecil)

4) Pelanggaran persyaratan perjanjian

2. Keputusan material dalam hubungannnya dengan pembatasan lingkup audit

Pada umumnya lebih sulit untuk menentukan tingkat materialitas dari salah

saji yang diakibatkan adanya pembatasan lingkup audit daripada pelanggaran

prinsip akuntansi yang berlaku umum. Kesalahan yang berasal dari

pembatasan ruang lingkup audit biasanya diukur secara subjektif untuk

melihat kemungkinan timbulnya salah saji.

Page 46: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

58

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.3

Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Persamaan

Penelitian

1. Bowlin,

Kendall

O. et al.

(2012)

The

Effects of

Auditor

Rotation,

Professio

nal

Skeptisis

m, and

Interactio

ns with

Manager

s on

Audit

Quality

Variabel

Independen

(X):

auditor

rotation,

assessment

frame

(honesty

frame vs.

skeptisism/di

shonesty),

interaction

with

managers

Variabel

dependen

(Y):

Low effort

audit

Penelitian yang

dilakukan oleh Kendall

menunjukkan bahwa

auditor rotation,

assessment frame

(honesty frame vs.

skeptisism/dishonesty),

interaction with

managers

memiliki pengaruh

terhadap low effort

audit.

Penelitian yang

dilakukan oleh Kendall

menggunakan variabel

auditor rotation,

assessment frame

interaction with

managers sedangkan

penilaian ini tidak.

Penelitian yang dilakukan

Kendall menguji variabel

bebas terhadap low effort

audit.

Penelitian ini

sama-sama

menggunakan

skeptisme

profesional sebagai

variabel

independen

Page 47: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

59

No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Persamaan

Penelitian

2. Brown-

Liburd,

Helen L.

et al. (J

Bus

Ethics

(2013)

116:311-

325)

The

Effects of

Earnings

Forecast

and

Heighten

ed

Professio

nal

Skeptisis

m on the

Outcome

s of

Client-

Auditor

Negotiati

on

Variabel

Independen:

Earnings

Forecast and

Heightened

Professional

Skeptisism

Variabel

dependen:

Auditor

Negotiation

Penelitian yang

dilakukan oleh Helen

menunjukkan bahwa

Professional Skeptisism

memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap hasil

Auditor Negotiation sedangkan

earnings forecast tidak

memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap hasil

auditor

negotiation. Namun

terdapat hubungan yang

signifikan antara

earnings forecast dan

professional skeptisism

Penelitian yang dilakukan

oleh Helen menguji

pengaruh variabel

independen terhadap hasil

Auditor Negotiation

sedangkan penelitian ini

tidak.

Penelitian yang dilakukan

Helen menggunakan

earnings forecast sebagai

variabel independen

sedangkan penelitian ini

tidak.

Penelitian yang dilakukan

oleh Helen merupakan

penelitian eksperimental

sedangkan penelitian ini

tidak.

Penelitian ini

sama-sama

dilakukan pada

auditor.

Penelitian ini

sama-sama

menggunakan

professional

skeptisism sebagai

variabel

independen.

3. Keune,

Marsha

B. et al.

(Jurnal

Vol. 87

No. 5

Tahun

2012)

Materiali

ty

Judgment

s and the

Resolutio

n of

Detected

Misstate

ments:

Variabel

independen

(X):

Analyst

following, fee

audit, audit

committee

characteristi

c

Penelitian yang

dilakukan oleh Marsha

menunjukan bahwa

analyst following

memiliki pengaruh

positif terhadap

materiality judgments

and the resolution of

detected misstatements

Penelitian yang dilakukan

oleh Marsha

menggunakan data

sekunder sedangkan

penelitian ini tidak.

Penelitian yang dilakukan

oleh Marsha mengunakan

Analyst following, fee

audit, audit committee

Penelitian ini

sama-sama

menguji pengaruh

variabel

independen

terhadap

materialitas

laporan keuangan.

Page 48: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

60

No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Persamaan

Penelitian

The Role

of

Manager

s,

Auditors,

and Audit

Committe

es

Variabel

dependen

(Y):

Materiality

Judgments

and the

Resolution of

Detected

Misstatement

s

secara kualitatif.

Sedangkan audit fees

memiliki pengaruh

negatif terkait dengan

materiality judgments

and the resolution of

detected misstatements

secara kualitatif. Selain

itu, penelitian tersebut

menunjukan bahwa

audit commitee

dengan keahlian

keuangan yang lebih

besar cenderung untuk

melepaskan materiality

judgments and the

resolution of detected

misstatements

dibandingkan dengan

audit commitee

dengan keahlian

kurang.

characteristic sebagai

variabel independen

sedangkan penelitian ini

tidak.

4. Jeffrey J.

McMilla

n et al.

(1993)

Auditors’

Belief

Revisions

and

Evidence

Variabel

independen:

Hypothesis

frame,

evidence

Penelitian yang

dilakukan oleh Jeffrey

menunjukan bahwa

hypothesis frame

berpengaruh signifikan

Penelitian yang dilakukan

oleh Jeffrey

menggunakan belief

revision sebagai variabel

dependen sedangkan

Penelitian yang

dilakukan oleh

Jeffrey sama-sama

dilakukan kepada

Akuntan Publik.

Page 49: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

61

No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Persamaan

Penelitian

Search:

The

Effect oh

Hypothes

is Frame,

onfirmati

on Bias

and

Professio

nal

Skeptisis

m

direction,

experience

level,

likelihood

assessment

Variabel

dependen:

Belief

revision

pada belief revision,

evidence direction

memiliki pengaruh

tidak signifikan

terhadap belief revision

dan jenis dari

penambahan bukti yang

dipilih.

penelitian ini tidak.

Penelitian yang dilakukan

oleh Jeffrey

menggunakan Hypothesis

frame, evidence direction,

experience level,

likelihood assessment

sedangkan penelitian ini

tidak.

Penelitian yang dilakukan

oleh Jeffrey

menggunakan metode

eksperimental, sedangkan

penelitian ini tidak.

Penelitian ini

sama-sama

mengandung

pembahasan

megenai skeptisme

profesional.

5. Fullerton,

Rosemar

y R. dan

Cindy

Durtschi

(2004)

The

Effect Of

Professio

nal

Skeptisis

m On The

Fraud

Detection

Skills Of

Internal

Auditors

Variabel

independen:

Professional

Skeptisism

Variabel

dependen:

Fraud

Detection

Skills

Penelitian yang

dilakukan oleh

Rosemary dan Cindy

menunjukan bahwa

auditor internal dengan

peringkat skeptisme

profesional yang tinggi

memiliki keinginan

signifikan lebih besar

dalam mendeteksi

kecurangan.

Penelitian yang dilakukan

oleh Rosemary dan Cindy

dilakukan kepada auditor

internal sedangkan

penelitian ini dilakukan

kepada auditor eksternal.

Penelitian yang dilakukan

oleh Rosemary dan Cindy

dilakukan untuk menguji

pengaruh skeptisme

profesional terhadap

Penelitian ini

sama-sama

menggunakan

skeptisme

profesional sebagai

variabel

independen.

Page 50: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

62

No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Persamaan

Penelitian

kemampuan mendeteksi

kecurangan sedangkan

penelitian ini tidak.

6. Martinov

-Bennie,

Nonna

dan Gary

Pfugrath

(Journal

of

business

ethics

(2009) )

The

Strength

of an

Accounti

ng Firm’s

Ethical

Environm

ent and

the

Quality

of

Auditors’

Judgment

s

Variabel

independen:

The stronger

etichal

environment,

experience

auditor

Variabel

dependen:

Quality of

auditors’

judgement

Penelitian yang

dilakukan oleh Nonna

dan Gary menunjukan

bahwa The stronger

etichal environment

tidak memiliki

pengaruh terhadap

quality of auditors’

judgement, sedangkan

experience auditor

memiliki pengaruh

signifikan terhadap

quality of auditors’

judgement.

Objek penelitian yang

dilakukan oleh Nonna

dan Gary yaitu Kantor

Akuntan di Sydney dan

Melbourne sedangkan

penelitian ini dilakukan

kepada Kantor Akuntan

Publik Wilayah Jawa

Barat

Penelitian yang dilakukan

oleh Nonna dan Gary

menggunakan the

stronger etichal

environment sedangkan

penelitian ini tidak.

Penelitian ini

sama-sama

dilakukan kepada

auditor.

Penelitian ini

sama-sama

menggunakan

pengalaman

auditor sebagai

variabel

independen.

7. Enofe,

DR. A.

O. et al.

(2015)

The

Effect Of

Accounti

ng Ethics

In

Improvin

g

Auditor

Professio

Variabel

independen:

Accounting

ethics,

auditor-client

tenure, audit

fee,

experience

auditor

Penelitian yang

dilakukan Enofe et al.

menunjukkan bahwa

auditor-client tenure,

audit fee memiliki

pengaruh negatif

terhadap professional

skeptisism, sedangkan

experience auditor

Penelitian yang dilakukan

oleh Enofe et al.

dilakukan pada Kantor

Akuntan Publik di

Nigeria sedangkan

penelitian ini tidak.

Metode pengambilan

sampel menggunakan

metode random sampling,

Penelitian yang

dilakukan oleh

Enofe et al. sama-

sama

menggunakan

variabel skeptisme

auditor.

Penelitian ini

sama-sama

Page 51: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

63

No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Persamaan

Penelitian

nal

Skeptisis

m

Variabel

dependen:

Professional

skeptisism

memiliki pengaruh

positif terhadap

professional skeptisism

auditor.

sedangkan penelitian ini

menggunakan purposive

sampling.

dilakukan kepada

auditor eksternal

pada Kantor

Akuntan Publik.

8. Dali,

Nasrullah

dan

Arifuddin

Mas’ud

(Internati

onal

Journal

of

Business

and

Manage

ment

Invention

Vol. 3

No. 10

Oktober

Tahun

2014)

The

Impact of

Professio

nalism,

Locus of

Control,

and Job

Satisfacti

on on

Auditors'

Performa

nce:

Indonesia

n

Evidence

Variabel

independen:

Professionali

sm and locus

of control

Variabel

dependen:

Job

satisfaction

and

performance

of auditors

Penelitian yang

dilakukan oleh

Nasrullah dan Arifudin

menunjukan bahwa

Professionalism and

locus of control

memiliki pengaruh

positif dan signifikan

terhadap job

satisfaction, sedangkan

antara job satisfaction

and performance of

auditors memiliki

hubungan positif dan

signifikan.

Penelitian yang dilakukan

oleh Nasrullah dan

Arifudin dilakukan

kepada aparat

pengawasan intern

pemerintah (APIP)

sedangkan penelitian ini

dilakukan kepada akuntan

publik.

Penelitian yang dilakukan

oleh Nasrullah dan

Arifudin dilakukan di

Kantor Inspektorat

sedangkan penelitian

dilakukan di Kantor

Akuntan Publik.

Penelitian ini

sama-sama

menggunakan

profesionalisme

sebagai variabel

independen

9. Castro,

Gloria S.

Internal

Auditors

Variabel

independen:

Internal

Penelitian yang

dilakukan oleh Gloria

menunjukan bahwa

Penelitian yang dilakukan

oleh Gloria dipandang

dari segi auditor internal

Penelitian yang

dilakukan oleh

Gloria sama halnya

Page 52: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

64

No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Persamaan

Penelitian

(2013) Skeptisis

m In

Detecting

Fraud: A

Quantitat

ive Study

Auditors

Skeptisism

Variabel

dependen:

Detecting

Fraud

tingkat skeptisme

profesional yang tinggi

tidak selalu menjamin

bahwa auditor internal

dapat mendeteksi risiko

kecurangan ketika

berhadapan dengan red

flags.

sedangkan penelitian ini

dari segi auditor

eksternal.

Penelitian yang dilakukan

Gloria meneliti mengenai

pendeteksian kecurangan

sedangkan penelitian ini

tidak.

dengan penelitian

ini yaitu

menggunakan

skeptisme

profesional sebagai

variabel

independen.

Teknik

pengambilan

sampel yang

digunakan adalah

non-probabilistik

sampling.

10. Alwee

Sayed,

Hussnie

Sayed

Hussin,

Takiah

Mohd.

Iskandar,

Norman

Mohd

Saleh,

Romlah

Jaffar

The

Effect Of

Skeptisis

m,

Auditor's

Experien

ce And

Control

Environm

ent

Towards

Fraud

Detection

Variabel

independen:

Profesional

skeptisism,

experience

auditor, and

control

environment

Variabel

dependen:

Fraud

detection

Penelitian yang

dilakukan oleh Sayed et

al. menunjukan bahwa

interaksi lingkungan

tidak berpengaruh

signifikan terhadap

skeptisme dan

pendeteksian

kecurangan.

Penelitian yang dilakukan

oleh Sayed et al.

menggunakan lingkungan

pengendalian sebagai

variabel independen

sedangkan penelitian ini

tidak.

Objek penelitian yang

dilakukan oleh Sayed et

al. disebutkan pada audit

internasional.

Penelitian yang

dilakukan oleh

Sayed et al.

menggunakan

skeptisme dan

pengalaman

auditor sebagai

variabel

independen, sama

halnya dengan

penelitian ini.

Penelitian ini

menggunakan

objek penelitian

Page 53: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

65

No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Persamaan

Penelitian

(Malaysi

a, 2010)

yang sama yaitu

kepada auditor

eksternal.

11. Gaballa,

Azza and

Zhou

Ning

(Internati

onal

Converce

on

Business

and

Economi

c)

An

Analytica

l Study of

Effect of

Experien

ce on the

External

Variabel

Independ

en:

Experien

ce

Auditor

Variabel

dependen

:

Performa

nce

Auditor

Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Gaballa

dan Ning menunjukkan

bahwa pengalaman

memiliki pengaruh

yang signifikan

terhadap kinerja auditor

untuk mengkonfigurasi

pengalaman auditor

yang mempengaruhi

fungsi audit.

Penelitian yang dilakukan

oleh Gaballa dan Ning

menggunakan

performance auditor

sebagai variabel

dependen.

Penelitian ini

sama-sama

dilakukan kepada

auditor eksternal.

Penelitian ini

sama-sama

menggunakan

variabel

independen

pengalaman

auditor.

Page 54: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

66

2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Hubungan antara Profesionalisme Auditor dengan Ketepatan

Pertimbangan Tingkat Materialitas Audit Laporan Keuangan

Menurut Hall R. (1968) yang juga dikembangkan oleh Emmy (2015)

mengungkapkan bahwa profesionalisme auditor merupakan sikap dan perilaku

seorang auditor dalam menjalankan profesinya dengan kesungguhan dan tanggung

jawab agar mencapai kinerja tugas sebagaimana yang diatur dalam organisasi

profesi, yang meliputi (1) pengabdian pada profesi, (2) kewajiban sosial, (3)

kemandirian, (4) kepercayaan terhadap peraturan profesi, dan (5) hubungan dengan

rekan seprofesi.

Menurut Napoca (2012) pendekatan profesional memiliki tingkat

kompleksitas yang tinggi, hal ini diungkapkan juga oleh sebagian besar penelitian

dari literature khusus, yang mana pendekatan profesional ini memfokuskan pada

keragaman berbagai faktor yang mempengaruhi substansi dari pertimbangan

profesional dan proses pengambilan keputusan.

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan secara profesional, maka auditor harus

membuat perencanaan audit sebelum memulai proses audit. Dalam mempersiapkan

rencana audit, auditor memerlukan tingkat yang dapat diterima dari materialitas

sehingga dapat mendeteksi distorsi signifikan dari perspektif kuantitatif. Namun

demikian, baik nilai (kuantitas) dan sifat (kualitas) dari distorsi harus

diperhitungkan (Joldos et al., 2010).

Page 55: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

67

Menurut International Federation of Accountants (IFAC) menjelaskan

bahwa materialitas adalah:

“Misstatements, including omissions, are considered to be material if they,

individually or in the aggregate, could reasonably be expected to influence

the economic decisions of users taken on the basis of the financial statement

(ISA 320.2).”

Berdasarkan pernyataan di atas dijelaskan bahwa materialitas merupakan

kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan

penyajian tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat memengaruhi

keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan oleh pengguna

laporan keuangan tersebut.

Menurut Gordeeva (2011:43) materialitas sangat penting bagi tiga kelompok

pengguna yaitu pembuat laporan keuangan, auditor, dan pengguna laporan

keuangan. Keputusan materialitas tidak hanya dibuat oleh dua dari tiga kelompok

yaitu penyusun laporan keuangan dan auditor, namun penilaian dari pengguna

laporan keuangan merupakan pusat penentuan materialitas tersebut.

Gordeeva (2011:43) mengungkapkan juga bahwa pertimbangan profesional

yang benar mengenai suatu item, transaksi atau peristiwa sangat penting bagi

akuntan dalam menentukan materialitas dan itu tergantung pada berbagai

pengukuran kuantitatif dan kualitatif seperti keadaan, jenis, ukuran, basis agregat

dan lain-lain. Metode kualitatif dan kuantitatif dapat membantu meningkatkan

pertimbangan profesional para akuntan.

Page 56: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

68

Dari beberapa teori yang telah dikemukakan di atas, maka berdasarkan

penelitian yang dilakukan Napoca (2012) menyatakan bahwa penentuan tingkat

materialitas membutuhkan pertimbangan profesional auditor. Akuntan yang

profesional akan memiliki catatan disposisi yang positif dalam menentukan tingkat

materialitas yang tepat dengan konsesus tingkat rendah tentang keputusan yang

dikeluarkan, sedangkan keputusan auditor yang kurang konservatif atau kurang

berhati-hati (penggunaan nilai yang rendah untuk materialitas yang signifikan) akan

memiliki catatan disposisi negatif.

Gordeeva (2011:42) dalam penelitiannya pun menyatakan bahwa sikap

profesional auditor berpengaruh terhadap tingkat materialitas yang mana sikap

profesional auditor merupakan dasar dalam penentuan yang berkaitan dengan

tingkat materialitas dan salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan ekonomi

bagi pengguna laporan keuangan. Penelitian ini mendukung penelitian yang

dilakukan oleh Luh Putu (2013), Emmy (2015), Arleen dan Yulius (2009), Angga

(2013), Kusuma (2012), Lestari (2014), dan Sinaga (2012).

2.3.2 Hubungan antara Skeptisisme Profesional Auditor dengan Ketepatan

Pertimbangan Tingkat Materialitas Audit Laporan Keuangan

Menurut ISA mendefinisikan bahwa skeptisisme adalah sikap seorang auditor

yang membuat asersi kritis, dengan pikiran yang selalu mempertanyakan akan

validitas bukti audit yang diperoleh dan waspada untuk mengaudit buktinya,

menyangkut yang bertentangan dan membawa pertanyaan tentang keandalan

Page 57: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

69

dokumen dan tanggapan terhadap pertanyaan dan informasi lainnya yang diperoleh

dari manajemen dan orang bertanggungjawab.

Hurtt dalam Alwee (2010) memberikan penjelasan mengenai skeptisisme

profesional dalam hal karakteristik skeptis, diantaranya yaitu questioning mind;

suspension of judgment; searching for knowledge; interpersonal understanding;

self-confidence; and self-determining.

Berdasarkan standar International Standard Auditing (ISA) dijelaskan bahwa:

“….while for financial statement audits and other assurance engagements

there is a need to consider the impact of qualitative factors when setting and

assessing materiality, quantitative thresholds are much more precise for

financial statement audits than for other assurance engagements. For

financial statement audits, examples of appropriate benchmarks and factors

that may impact the choice of a benchmark are provided (Moroney &

Trotman, 2012).”

Dari pernyataan di atas dijelaskan bahwa untuk audit laporan keuangan dan

penugasan jaminan lainnya ada kebutuhan untuk mempertimbangkan dampak dari

faktor-faktor kualitatif ketika mengatur dan menilai materialitas, ambang batas

kuantitatif jauh lebih tepat untuk audit laporan keuangan daripada penugasan

jaminan lainnya. Untuk audit laporan keuangan, contoh tolok ukur yang tepat dan

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pilihan patokan disediakan.

Dalam mempertimbangkan faktor-faktor kuantitatif maupun kualitatif,

seorang auditor diharuskan menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat

dan seksama karena kemahiran profesional seorang auditor mempengaruhi

ketepatan opini yang diberikannya. Seorang auditor yang menggunakan kemahiran

profesionalnya salah satunya adalah auditor yang skeptis.

Page 58: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

70

Seorang auditor yang skeptis, tentunya akan berusaha untuk mendapatkan

bukti audit yang cukup dan tepat. Sehingga semakin banyak bukti audit yang

dikumpulkan maka akan semakin mendukung opini atas laporan keuangan. Dalam

praktiknya, pengumpulan jumlah bukti audit akan berbanding terbalik dengan

tingkat materialitasnya. Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah, maka lebih

banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan daripada jumlah yang tinggi. Begitu

juga sebaliknya (Emmy, 2015).

Menurut Hurtt dalam Alwee (2013:12) mengatakan bahwa:

“An auditor who exhibits a higher level of professional skepticism is expected

to wait for more information to obtain sufficient basis for audit judgments.

The interpersonal understanding trait identifies the need to also consider the

human aspects of an audit when evaluating evidence.”

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa auditor yang memiliki tingkat

skeptisisme profesional yang tinggi dari diharapkan untuk menunggu informasi

lebih lanjut untuk memperoleh cukup dasar untuk penilaian audit. Pemahaman sifat

interpersonal mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertimbangkan aspek manusia

dalam proses audit ketika mengevaluasi bukti.

Menurut Enofe (2015:2) menjelaskan bahwa skeptisisme profesional pada

umumnya mensyaratkan bahwa auditor tidak boleh percaya dokumen yang

disajikan oleh klien sampai ia melihat bukti bahwa mereka asli. Skeptisisme

profesional sangat penting di bidang-bidang audit yang melibatkan penilaian

manajemen yang signifikan atau transaksi di luar kegiatan usaha normal. Ketika

auditor tidak tepat menerapkan skeptisisme profesional, mereka mungkin tidak

Page 59: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

71

mendapatkan bukti yang cukup untuk mendukung pendapat mereka atau mungkin

tidak mengenali atau mengatasi situasi di mana laporan keuangan salah saji

material.

Menurut Erminta (2012) dalam penelitiannya mengatakan bahwa auditor

dituntut untuk melaksanakan skeptisisme profesionalnya sehingga auditor dapat

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama, karena

kemahiran profesional seorang auditor mempengaruhi ketepatan opini yang

diberikannya. Dan ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung skeptisisme

profesional mempengaruhi pertimbangan materialitas yang merupakan bagian dari

proses untuk menentukan opini audit. Pemberian opini akuntan harus didukung oleh

bukti audit kompeten yang cukup, dimana dalam mengumpulkan bukti audit,

auditor harus senantiasa menggunakan skeptisme profesionalnya yaitu sikap yang

mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara

kritis terhadap bukti audit (SPAP 2011; SA Seksi 230) agar diperoleh bukti-bukti

yang meyakinkan sebagai dasar dalam pemberian opini akuntan. Penelitian ini

mendukung penelitian yang dilakukan oleh Erminta (2013), Alif (2014) dan

Engelya (2014).

Page 60: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

72

2.3.3 Hubungan antara Pengalaman Auditor dengan Ketepatan Pertimbangan

Tingkat Materialitas Audit Laporan Keuangan

Gaballa dan Ning (2010:169) mengemukakan bahwa pengalaman profesional

mencerminkan kepemilikan auditor dengan stuktur pengetahuan yang

dikembangkan meliputi pengetahuan umum, yang merupakan fakta, teori dan

definisi yang disebutkan dalam pengetahuan yang terkait dengan penyelesaian

beberapa tugas. Selain itu, pengalaman merupakan salah satu penentu utama yang

mempengaruhi pada efisiensi kinerja profesional dalam praktik sehingga

pengalaman dapat meningkatkan kualitas kinerja auditor dalam tugas lapangan dan

praktik.

Menurut Emmy (2015) auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda,

akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh

selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan audit

terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberian pendapat. Pada saat auditor

mempertimbangkan keputusan mengenai pendapat apa yang akan dinyatakan dalam

laporan audit, material atau tidaknya informasi, mempengaruhi jenis pendapat yang

akan diberikan oleh auditor.

Menurut Statement on Auditing Standards (SAS) No. 53 yang dikutip oleh

Tubbs (1992:785) mengatakan :

“…performance of auditing procedures during the audit may result in the

detection of conditionsor circumstances that should came the auditor to

consider whether material misstatement exist. If a condition or

circumstances differs adversely from the auditor’s expectation, the auditor

Page 61: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

73

needs to consider the reason for such a difference when such condition or

circumstances exist, the planned scope of audit procedures should be

reconsidered.”

Berdasarkan pernyataan di atas, kinerja prosedur audit selama audit dapat

mendeteksi kondisi atau keadaan yang seharusnya terhadap auditor untuk

mempertimbangkan salah saji material yang ada. Jika suatu kondisi atau keadaan

berbeda negatif dari harapan auditor, auditor perlu mempertimbangkan alasan untuk

perbedaan seperti ketika kondisi atau keadaan sebenarnya, ruang lingkup prosedur

audit yang direncanakan harus dipertimbangkan kembali oleh auditor.

Napoca (2012) mengungkapkan bahwa dalam menentukan materialitas itu

tergantung pada berbagai pengukuran kuantitatif dan kualitatif seperti keadaan,

jenis, ukuran, basis agregat dan lain-lain. Khusus untuk menguji pengaruh faktor-

faktor kualitatif pada pengukuran materialitas untuk menentukan tingkat

materialitas, maka ada beberapa elemen yang dapat dianalisis yaitu pengalaman

auditor dalam bidang yang dijalani, kebutuhan informasi pengguna laporan

keuangan, tujuan dan sikap manajemen perusahaan, hubungan dengan klien dan

posisi keuangan klien. Sehingga, berdasarkan pernyataan di atas, Napoca (2012)

dalam penelitiannya telah mengidentifikasi adanya pengaruh pengalaman auditor

dalam bidangnya dalam menentukan tingkat materialitas yang signifikan. Penelitian

tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Emmy (2015), Nyoman dkk.

(2014), Luh Putu (2013), Kusuma (2012), Ni Komang dkk. (2014), Lestari (2014),

dan Angga (2013).

Page 62: Bab 2.pdf - Repository Widyatama

74

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis yang ditarik dari kerangka pemikiran yang sudah dijelaskan

adalah sebagai berikut:

H1 : Profesionalisme auditor secara parsial berpengaruh positif terhadap

ketepatan pertimbangan tingkat materialitas audit laporan keuangan.

H2 : Skeptisisme profesional secara parsial berpengaruh positif terhadap

ketepatan pertimbangan tingkat materialitas audit laporan keuangan.

H3 : Pengalaman auditor secara parsial berpengaruh positif terhadap

ketepatan pertimbangan tingkat materialitas audit laporan keuangan.

Profesionalisme Auditor

Hall, R (1968)

Skeptisisme Profesional

Hurtt (2010)

Pengalaman Auditor

Napoca (2012)

Ketepatan

Pertimbangan Tingkat

Materialitas Audit

Laporan Keuangan (Y)

Mulyadi (2002)