BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Pulpa Jaringan pulpa gigi merupakan suatu jaringan ikat yang berasal dari jaringan mesenkim, berada di dalam ruang pulpa dan saluran akar gigi, mirip dengan jaringan ikat lainnya di dalam tubuh tetapi memiliki karakteristik khusus (Okiji, 2012). Hal ini disebabkan karena jaringan pulpa gigi merupakan jaringan yang dikelilingi oleh jaringan mineralisasi yang keras atau low compliance environment (Okiji, 2012). Oleh sebab dibatasi oleh dinding dentin yang rigid dan kurangnya sirkulasi kolateral maka perubahan volume di dalam ruang pulpa (seperti saat terjadi inflamasi) sangat terbatas (Byers, 1999; Gulabivala, 2014). Kemampuan pulpa terhadap pertahanan dan perbaikan jaringan sangat kecil, diduga hal ini akan mengurangi aliran darah dan perbaikan sel (Pashley dan Tay, 2012). Jaringan pulpa gigi berasal dari neural crest (jaringan ektomesenkim) (Okiji, 2012; Hargreaves, 2012; Abbott, 2007). Proliferasi dan kondensasi sel ini menyebabkan pembentukan papila dental yang akan menghasilkan pulpa yang matur (Bergenholtz, 2010). Pulpa yang matur memiliki kesamaan dengan jaringan ikat embrionik dengan lapisan sel spesialisasi tinggi yaitu odontoblas di seluruh daerah perifer (Weine, 2004). Secara fisik, pulpa memiliki banyak inervasi saraf sensori dan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
36
Embed
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Pulpa Jaringan pulpa gigi ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaringan Pulpa
Jaringan pulpa gigi merupakan suatu jaringan ikat yang berasal dari jaringan
mesenkim, berada di dalam ruang pulpa dan saluran akar gigi, mirip dengan jaringan
ikat lainnya di dalam tubuh tetapi memiliki karakteristik khusus (Okiji, 2012). Hal ini
disebabkan karena jaringan pulpa gigi merupakan jaringan yang dikelilingi oleh
jaringan mineralisasi yang keras atau low compliance environment (Okiji, 2012).
Oleh sebab dibatasi oleh dinding dentin yang rigid dan kurangnya sirkulasi kolateral
maka perubahan volume di dalam ruang pulpa (seperti saat terjadi inflamasi) sangat
terbatas (Byers, 1999; Gulabivala, 2014). Kemampuan pulpa terhadap pertahanan dan
perbaikan jaringan sangat kecil, diduga hal ini akan mengurangi aliran darah dan
perbaikan sel (Pashley dan Tay, 2012).
Jaringan pulpa gigi berasal dari neural crest (jaringan ektomesenkim) (Okiji,
2012; Hargreaves, 2012; Abbott, 2007). Proliferasi dan kondensasi sel ini
menyebabkan pembentukan papila dental yang akan menghasilkan pulpa yang matur
(Bergenholtz, 2010). Pulpa yang matur memiliki kesamaan dengan jaringan ikat
embrionik dengan lapisan sel spesialisasi tinggi yaitu odontoblas di seluruh daerah
perifer (Weine, 2004). Secara fisik, pulpa memiliki banyak inervasi saraf sensori dan
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
kaya akan komponen mikrosirkulasi yang membuat pulpa menjadi jaringan yang unik
(Buck, 1999). Pengetahuan akan fungsi pulpa normal, komponen, dan interaksinya
penting dalam memberikan kerangka pengertian terhadap perubahan yang terjadi
dalam kelainan pulpa (Hargreaves. 2012).
Pulpa terdiri dari jaringan ikat lunak, mengandung pembuluh-pembukuh
darah dan persyarafan, dan mempertahankan vitalitas kompleks pulpa-dentin (Okiji,
2002 ). Tipe sel yang terbanyak pada jaringan pulpa adalah sel-sel fibroblast. Selain
itu, pulpa juga terdiri dari sel-sel endothelial, serabut-serabut syaraf, sel-sel
mesenchymal, dan berbagai sel-sel immunokompeten (Okiji 2002; Goldberg dan
Smith, 2004).
Pada pulpa koroner, dari daerah dalam ke perifer pulpa, sel-sel fibroblast
membentuk zona kaya sel (sel-sel Hohl, sel-sel subodontoblasik) yang dipisahkan
dari lapisan odontoblas oleh zona tanpa sel (zone of Weil)(Abbott, 2007). Pada zona
ini dijumpai kapiler-kapiler darah, jaringan kaya serabut-serabut syaraf unmyelinated
(serabut syaraf C), dan processus fibroblast (Bergenholtz, 2010). Jaringan ikat pulpa
sentral terdiri atas sel-sel fibroblast, pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar dan
persyarafan berada sebelah dalam zona kaya sel ( Okiji 2002 ). Sel-sel mesenchymal
yang tidak berdiferensiasi, sel-sel progenitor pulpa diperkirakan mempunyai
kemampuan diferensiasi menjadi fibroblast atau odontoblas, terdistribusi pada
jaringan pulpa, dan sering terlokasi perivaskuler (Okiji, 2002). Beberapa tipe sel-sel
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
immunokompeten, termasuk sel-sel dendrit, makrofag, limfosit T, dan limfosit B
(Jontell et al., 1998).
Matriks ekstraseluler pulpa ( ECM ), yang dihasilkan sel-sel fibroblast, terdiri
atas kolagen, proteoglycans, dan glycoprotein yang komposisinya sama dengan
jaringan ikat lunak lain (Okiji, 2012). Kolagen pada pulpa adalah fibriliar yaitu
kolagen tipe I dan III merupakan 95% dari total kolagen, sedangkan kolagen non-
fibriliar adalah kolagen V dan VI dijumpai lebih sedikit (Abbott, 2007).
Pembuluh-pembuluh darah dan persyarafan memasuki pulpa melalui foramen
apikal atau foramina saluran akar tambahan dan kemudian bercabang ke arah koroner
(Ikeda dan Suda, 2012). Vaskularisasi terbanyak dijumpai pada daerah
subodontoblasik dan beberapa kapiler memasuki lapisan odontoblas tetapi tidak
dijumpai pada dentin (Ikeda dan Suda, 2012). Syaraf-syaraf sensory dan syaraf
sympathetic mengikuti pembuluh-pembuluh darah dan membentuk jaringan yang
kaya ujung terminal syaraf pada regio subodontoblasic dan ruang periodontoblasic
dari tubulus-tubulus dentin sepanjang 0,1 mm pada dentin koroner (Ikeda dan Suda,
2012; Byers et al.,1999). Mayoritas persyarafan pulpa adalah syaraf sensoris (Byers,
1999).Serabut-serabut syaraf sensory terutama dekat puncak tanduk pulpa (Byers et
al., 1999). Daerah odontoblas dan subodotoblas secara normal tidak diinervasi oleh
syaraf-syaraf symphatetic (Olgart, 1996).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
2.2 Sel-sel odontoblas
Odontoblas merupakan sel pulpa yang paling khas, berasal dari jaringan
mesenkim, membentuk lapisan tunggal di perifernya dan mensintesis matriks yang
termineralisasi menjadi dentin (Okiji, 2012). Odontoblas banyak terdapat pada ruang
pulpa bagian korona berbentuk kubus dan relatif besar. Jumlahnya 45.000 dan
65.000/mm2 (Pashley dan Tay, 2012). Di bagian servikal dan pertengahan akar,
jumlahnya lebih sedikit, dan bentuknya skuamosa (Pashley dan Tay, 2012). Sel
odontoblas merupakan sel akhir yang tidak mengalami pembelahan sel, sama dengan
umur vitalitas pulpa mengalami masa fase fungsional, transisional, dan istirahat
(Bergenholtz, 2010; Pashley dan Tay, 2012). Odontoblas terdiri dari badan sel yang
terletak pada pulpa dan prosesus odontoblas memanjang ke luar kearah tubulus dentin
dan predentin (Pashley dan Tay, 2012).Odontoblas bekerja paling aktif selama
dentinogenesis primer dan selama pembentukan dentin reparatif (Pashley dan Tay,
2012). Odontoblas tumbuh jika pada zona kaya sel mengandung preodontoblas
(Pashley dan Tay, 2012). Oleh karena odontoblas merupakan pembentuk dentin maka
disebut juga sebagai dentinoblas (Bergenholtz, 2010).
Lapisan odontoblas yang merupakan sel khusus yang membentuk dentin
membatasi bagian pulpa paling luar (Pashley dan Tay, 2012).Selain fungsi
odontoblas dalam membentuk dentin, odontoblas juga terlibat dalam transduksi
sensoris (Diogenes dan Henry, 2012). Adanya tight, adhering, dan gap junctions
menunjukkan bahwa sel ini mempunyai hubungan satu sama lain dan apabila satu sel
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
mengalami perubahan maka banyak sel lain juga mengalami hal yang sama (Okiji,
2012). Gap junctions dijumpai antara odontoblas dan serabut saraf dan memberikan
jalur resistensi elektrik rendah antara odontoblas dan serabut saraf (Okiji, 2012).
Pulpa dilengkapi dengan komponen seluler yang penting untuk pengenalan
awal dan memproses antigen. Oleh sebab itu pulpa memiliki kemampuan untuk
memicu reaksi pertahanan tubuh (Abbott, 2007; Okiji, 2012). Sel imun yang utama
pada pulpa normal yaitu sel T perifer (helper/induced dan sitotoksis/suppressor).
Antigen presenting cell (APG) utama di dalam jaringan pulpa yaitu sel dendritik yang
sebagian besar terletak pada lapisan odontoblasik (Okiji, 2012). Sel-sel ini menerima,
memproses, dan menghadirkan antigen asing sebagai HLA-DR antigen pada
permukaan sel terhadap limfosit T CD4+ (Okiji, 2012). APC yang lain menyerupai
makrofag dan terletak pada bagian tengah pulpa (Okiji, 2012). Menurut Yu dan
Abbott (2007), pada gigi insisivus tikus ditemukan makrofag yang mengaktifkan
antigen klas II empat kali lipat lebih banyak dari sel dendritik.Pada pulpa yang
normal tidak ditemukan adanya sel B (Trowbridge, 1993).
Pulpa merupakan organ sensoris sehingga pulpa memiliki sensitifitasnya
terhadap stimuli eksternal (Okiji, 2012; Abbott, 2007). Pulpa menunjukkan respon
terhadap berbagai jenis stimuli sensori seperti perubahan termal, deformasi mekanis,
atau trauma sebagai sensasi umum yaitu nyeri (Okiji, 2012). Kemampuan
menimbulkan nyeri tersebut sangat penting karena merupakan bagian dari sistem
pertahanan pulpa (Simon, 2009). Pasien dengan inflamasi pulpa akan cenderung
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
mencari perawatan dengan lebih cepat apabila terjadi injuri pulpa jika dibandingkan
dengan gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar dimana sensasi nyeri tidak
akan dialami sampai kerusakan besar telah terjadi pada jaringan sekitar gigi (Iqbal
dan Kim, 2007). Selain itu fungsi proprioseptif pulpa membatasi beban berlebihan
pada gigi oleh otot pengunyahan dan dengan demikian melindungi gigi dari injuri
(Iqbal dan Kim, 2007).
2.3 Pulpitis Reversibel dan Ireversibel
Inflamasi jaringan pulpa gigi merupakan sebuah proses kompleks yang
melibatkan reaksi neuro dan vaskuler yang merupakan komponen kunci dari
fenomena neurogenik dan bisa menyebabkan nekrosis pulpa (Caviedes-Bucheli,
2006). Penyebab paling umum inflamasi dalam pulpa yaitu bakterial (Waterhouse,
1999). Bakteri dapat masuk ke dalam pulpa melalui tubuli dentin yang terbuka, baik
dari karies maupun terbukanya pulpa karena trauma, adanya kebocoran pada
restorasi, dari perluasan infeksi pada gingiva atau melalui peredaran darah (Tokuda,
2004). Mikroorganisme berperan penting dalam penyakit pulpa. Ada atau tidaknya
iritasi bakteri adalah faktor penentu dalam kelangsungan hidup pulpa setelah pulpa
terbuka secara mekanis (Weine, 2004).
Inflamasi merupakan respons fisiologis tubuh terhadap suatu injuri dan
gangguan oleh faktor eksternal (Trowbridge dan Emling, 1993). Inflamasi dibagi
menjadi dua tahap yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
menunjukkan respons yang tiba-tiba dan durasi yang pendek, dengan demikian
inflamasi akut dihubungkan dengan injuri dadakan (Trowbridge dan Emling, 1993).
Inflamasi akut juga menunjukkan tipe respons yang lebih spesifik yang melibatkan
reaksi eksudatif dimana cairan, protein serum dan sel darah putih meninggalkan
aliran darah dan memasuki daerah injuri (Trowbridge dan Emling, 1993). Inflamasi
akut dapat berkembang menjadi suatu inflamasi kronis jikalau agen penyebab injuri
masih tetap ada (Trowbridge dan Emling, 1993). Apabila inflamasi akut berlangsung
lebih dari beberapa hari, maka dapat berkembang menjadi reaksi inflamasi kronis
(Bergenholtz, 2010). Inflamasi kronis adalah respons proliferatif dimana terjadi
proliferasi fibroblast, endotelium vaskuler, dan influks yang dinamakan sel inflamasi
kronis (limfosit, plasma sel dan makrofag) (Trowbridge and Emling, 1993).
Pulpitis adalah radang pada jaringan pulpa gigi, yang dapat bersifat akut,
kronik, dan kronik eksaserbasi akut, bergantung pada proses pathogenesis dan
etiologinya (Tokuda, 2004). Akhir-akhir ini akibat perawatan dan pemakaian bahan-
bahan kedokteran gigi juga merupakan faktor penyebab yang perlu diteliti lebih jauh
di samping penyebab lainnya seperti trauma dan lain-lain (Saad dan Clem, 1988).
Letak jaringan pulpa yang terlindung oleh email dan dentin yang kuat dan keras
merupakan suatu keuntungan bagi jaringan pulpa dalam mempertahankan diri
terhadap rangsang (Gulabivala, 2014).
Namun jaringan keras tersebut bersifat permeabel sehingga mudah
dipengaruhi oleh faktor-faktor luar, seperti suhu, tekanan, zat kimia, dan lain-lainnya
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
(Gulabivala, 2014). Gejala radang jaringan pulpa secara klinis sangat sukar
dibedakan, karena rasa nyeri digunakan sebagai tolok ukur dalam menentukan
diagnosis penyakit (Bergenholtz, 2010). Banyak peneliti mencoba
mengklasifikasikan penyakit pulpa ini dengan menghubungkannya dengan jenis
perawatan endodontik yaitu apakah jaringan pulpa masih dapat dipertahankan,
dirawat, atau dikeluarkan (Bergenholtz, 2010).
Diagnosis tersebut sukar dan sering kurang sesuai dengan keadaan penyakit
sebenarnya karena letak jaringan pulpa terlindung oleh jaringan keras gigi, yaitu
email dan dentin (Iqbal, 2007). Respon jaringan dentin yang diterima jaringan pulpa
juga berbeda pula. Keadaan klinik dan mikroskopik penyakit pulpa ternyata sering
tidak sesuai karena diagnosis ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinik dan gambar
radiografi. Oleh karena itu, pemilihan jenis perawatan sering kurang sesuai apabila
diagnosis tersebut digunakan sebagai pedoman (Iqbal, 2007). Walaupun tidak akurat,
rasa nyeri masih dipakai sebagai indikator dalam menentukan diagnosis penyakit
pulpa (Bergenholtz, 2010).
Di samping rasa nyeri, tolok ukur lain dalam menentukan diagnosis penyakit
pulpa secara klinik ialah faktor penyebab terbukanya jaringan pulpa atau penyebab
keluhan pulpa (Hargreaves, 2012). Pulpa dapat terbuka oleh karena proses karies atau
trauma. Keluhan rasa nyeri dapat disebabkan oleh rangsang termis, elektris, dan
kimia (Iqbal, 2007). Riwayat rasa nyeri yaitu jenis, letak, proses terjadinya, frekuensi,
serta kualitas rasa nyeri tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis penyakit
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
pulpa, namun hasil rekaman tersebut belum dapat memastikan keadaan jaringan
sebenarnya (Hargreaves, 2012). Hasil rekaman rasa nyeri, gambaran radiografik,
serta keadaan klinik diharapkan dapat menentukan diagnosis penyakit pulpa yang
lebih akurat, yaitu pulpitis atau nekrosis (Hargreaves, 2012).
Keadaan jaringan pulpa yang sebenarnya hanya dapat dilihat dengan
pemeriksaan mikroskopik (Weine, 2004). Jaringan pulpa sudah menunjukkan reaksi
sejak lapisan email terbuka oleh cedera, mekanik, termal, kimia, atau bakteri. Reaksi
tersebut berupa terdapatnya limfosit di jaringan pulpa, dan mulai terlihatnya lapisan
odontoblas yang cedera (Simon, 2009). Bila intensitas rangsang lebih besar, maka
dapat timbul cedera pada jaringan pulpa yang lebih luas dan dalam (Iqbal 2007).
Rangsang tersebut akan mengubah sistem mikrosirkulasi dalam jaringan pulpa
sehingga terjadi hambatan aliran darah dan metabolisme dalam jaringan (Gulabivala,
2014). Pada awalnya, terjadi vasodilatasi sisstem mikrovaskularisasi yang
menyebabkan sirkulasi darah menjadi statis (Chandra, 2010). Di dalam arteri terjadi
mobilisasi lekosit, sel-sel polimorfonukleus (PMN) mengadakan marginasi yang
dilanjutkan dengan emigrasi ke jaringan sekitarnya (Gulabivala, 2014). Hal ini akan
mengakibatkan pengumpulan eksudat di jaringan untuk proses fagositosis, keadaan
ini disebut pulpitis akut (Bergenholtz, 2010).
Apabila proses berlanjut menjadi kronik, maka tanda-tanda mikroskopik
berupa penyebaran sel-sel radang khronik seperti limfosit, sel plasma, histiosit yang
aktif, dan makrofag yang menyebabkan fibrosis serta perkapuran. Ulkus terbentuk
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
pada tempat pulpa yang terbuka. Pada pulpitis supurativa secara mikroskopik tampak
mikro abses yang kemudian mengalami kapsulasi dan menjadi abses ganda (multiple)
dengan nekrosis yang mengalami lisis (Weine, 2004). Pulpitis supurativa dapat
berkembang menjadi nekrobiosis akut apabila seluruh jaringan pulpa hancur karena
radang akibat infeksi sekunder (Weine, 2004). Nekrobiosis kronik ditandai oleh
infiltrasi sel plasma yang menyeluruh sehingga terjadi nekrosis cair yang
mengandung vakuol (Gulabivala, 2014).
Weine (2004) mengklasifikasikan radang pulpa secara histopatologik ke
dalam pulpitis ringan, pulpitis akut, pulpitis khronik, pulpitis supurativa, nekrobiosis
akut, dan nekrobiosis kronik. Sementara itu, Seltzer dan Bender (2002)
mengklasifikasikan keadaan pulpa berdasarkan pemeriksaan histologik sebagai