BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Elektrolit Tubuh kita ini adalah ibarat suatu jaringan listrik yang begitu kompleks, didalamnya terdapat beberapa ‘pembangkit’ lokal seperti jantung, otak dan ginjal. Juga ada ‘rumah-rumah’ pelanggan berupa sel-sel otot. Untuk bisa mengalirkan listrik ini diperlukan ion-ion yang akan mengantarkan ‘perintah’ dari pembangkit ke rumah-rumah pelanggan. Ion-ion ini disebut sebagai elektrolit. Ada dua tipe elektrolit yang ada dalam tubuh, yaitu kation (elektrolit yang bermuatan positif) dan anion (elektrolit yang bermuatan negatif). Masing-masing tipe elektrolit ini saling bekerja sama mengantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan tubuh. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008) Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na + ), Kalium (K + ), Kalsium (Ca 2+ ), Magnesium (Mg 2+ ). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl - ), HCO 3 - , HPO 4 - , SO 4 - . Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel (cairan diluar sel), kation utama adalah Na + sedangkan anion utamanya adalah Cl - . . Sedangkan di intrasel (di dalam sel) kation utamanya adalah kalium (K + ). (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008) Disamping sebagai pengantar aliran listrik, elektrolit juga mempunyai banyak manfaat, tergantung dari jenisnya. Contohnya : • Natrium : fungsinya sebagai penentu utama osmolaritas dalam darah dan pengaturan volume ekstra sel. • Kalium : fungsinya mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh. • Klorida : fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam cairan ekstrasel. Universitas Sumatera Utara
27
Embed
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Elektrolit - USU-IRrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41453/4/Chapter II.pdf · dan anion (elektrolit yang bermuatan negatif). Masingmasing tipe
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Elektrolit
Tubuh kita ini adalah ibarat suatu jaringan listrik yang begitu kompleks,
didalamnya terdapat beberapa ‘pembangkit’ lokal seperti jantung, otak dan ginjal.
Juga ada ‘rumah-rumah’ pelanggan berupa sel-sel otot. Untuk bisa mengalirkan
listrik ini diperlukan ion-ion yang akan mengantarkan ‘perintah’ dari pembangkit
ke rumah-rumah pelanggan. Ion-ion ini disebut sebagai elektrolit. Ada dua tipe
elektrolit yang ada dalam tubuh, yaitu kation (elektrolit yang bermuatan positif)
dan anion (elektrolit yang bermuatan negatif). Masing-masing tipe elektrolit ini
saling bekerja sama mengantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau
dibutuhkan tubuh. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+), Kalium (K+),
Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl-),
HCO3-, HPO4
-, SO4-. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama
besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel
(cairan diluar sel), kation utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-
.. Sedangkan di intrasel (di dalam sel) kation utamanya adalah kalium (K+). (The
College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Disamping sebagai pengantar aliran listrik, elektrolit juga mempunyai
banyak manfaat, tergantung dari jenisnya. Contohnya :
• Natrium : fungsinya sebagai penentu utama osmolaritas dalam darah
dan pengaturan volume ekstra sel.
• Kalium : fungsinya mempertahankan membran potensial elektrik
dalam tubuh.
• Klorida : fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air
pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam
cairan ekstrasel.
Universitas Sumatera Utara
• Kalsium : fungsi utama kalsium adalah sebagai penggerak dari otot-otot,
deposit utamanya berada di tulang dan gigi, apabila diperlukan, kalsium ini
dapat berpindah ke dalam darah.
• Magnesium : Berperan penting dalam aktivitas elektrik jaringan, mengatur
pergerakan Ca2+ ke dalam otot serta memelihara kekuatan kontraksi
jantung dan kekuatan pembuluh darah tubuh. (The College of Emergency
Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Tidak semua elektrolit akan kita bahas, hanya kalium dan natrium yang
akan kita bahas. Ada dua macam kelainan elektrolit yang terjadi ; kadarnya terlalu
tinggi (hiper) dan kadarnya terlalu rendah (hipo). (The College of Emergency
Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
2.1.1. Hiponatremia
Definisi
Hiponatremia didefinisikan sebagai serum Na ≤ 135 mmol / l.
Hiponatremia dilaporkan memiliki insiden dalam praktek klinis antara 15 dan
30%. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Penyebab dan klasifikasi
Penyebab hiponatremia (lihat Tabel 2.1) diklasifikasikan menurut status
cairan pasien (euvolemik,hipovolemik, atau hypervolaemic). Pseudohiponatremia
ditemukan ketika ada pengukuran natrium rendah karena lipid yang berlebihan
atau protein dalam plasma, atau karena hiperglikemia (dimana pergerakan air
bebas terjadi ke dalam ruang ekstraselular dalam menanggapi akumulasi glukosa
ekstraseluler) (Biswas & Davies, 2007).
Sistem klasifikasi menyoroti pentingnya menilai status cairan. Sebagai
contoh, pasien dengan Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone
Secretion (SIADH) harus euvolemik, sedangkan pasien dengan cerebral salt
wasting dapat memiliki gambaran yang identik dengan SIADH (natrium serum
rendah, natrium urin tinggi dengan konsentrasi urin yang tidak tepat) kecuali
pasien akan menjadi hipovolemik. Penyebab SIADH tercantum dalam Tabel 2.2.
(Biswas & Davies, 2007)
Universitas Sumatera Utara
Hiponatremia hipovolemik yang mungkin paling sering terlihat di UGD,
hasil dari hilangnya air dan natrium, tetapi relatif lebih banyak natrium. Ada tiga
penyebab utama hypervolaemic hiponatremia: congestive cardiac failure (CCF),
gagal ginjal dan sirosis hati. Dalam kasus ini jumlah natrium tubuh meningkat
tetapi jumlah total air dalam tubuh tidak proporsional lebih besar mengarah ke
hiponatremia dan edema. Penurunan curah jantung di CCF menyebabkan
penurunan aliran darah ginjal, merangsang produksi ADH dan resorpsi air di
collecting ducts. Penurunan aliran darah ginjal juga merangsang sistem renin-
angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan air. Hiponatremia di CCF juga
dapat diperburuk oleh penggunaan diuretik. Ini telah ditunjukkan dalam beberapa
penelitian bahwa hiponatremia di CCF adalah faktor prognosis yang buruk
(Clayton et al, 2006).
Sirosis hati merupakan salah satu faktor menyebabkan hiponatremia. Ini
termasuk pengurangan volume sirkulasi, hipertensi portal menyebabkan ascites,
dan kegagalan hati untuk metabolisme zat vasodilatasi. Perubahan ini
mengakibatkan stimulasi sistem renin-angiotensin dan retensi natrium dan air.
Hiponatremia terjadi karena konsumsi berlebihan air dan ekskresi natrium yang
relatif lebih rendah (seperti pada pelari maraton), tetapi mekanisme lain yang
dijelaskan dalam literature lain meliputi peningkatan ADH, dan menurunnya
motilitas usus (Barsaum & levine, 2002).
Table 2.1. Klasifikasi hiponatremia
Euvolaemic Hypovolaemic Hypervolaemic Other
SIADH
Psychogenic
polydipsia
GIT loss:
Diarrhoea and
vomiting
Bowel
obstruction
GI sepsis
CCF
Liver cirrhosis
Nephrotic
syndrome
Hyperglycaemia
Mannitol
administration
Universitas Sumatera Utara
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Table 2.2 Penyebab SIADH
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Gejala klinis
Gejala-gejala dan tanda-tanda hiponatremia dapat sangat halus dan non
spesifik (lihat Tabel 2.3). Hal ini penting untuk menentukan apakah hiponatremia
ini akut (memburuk dalam ≤ 48 jam) atau kronis (memburuk dalam ≥ 48 jam).
Tingkat toleransi natrium jauh lebih rendah jika hiponatremia berkembang
menjadi kronis. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Renal loss:
Addison’s
disease
Renal tubular
acidosis
Salt wasting
nephropathy
Diuretic use
cerebral salt
wasting
CNS Malignancy Pulmonary
disease
Drugs (not
exhaustive)
Miscellaneous
Stroke
Meningitis
Encephalitis
Neurosurgery
Trauma
Malignancy
Lung (oat
cell) Pancreas
Prostate
Urological
Leukaemia
Lymphoma
Infection
TB
Abscess
Cystic
fibrosis
Pulmonary
vasculitis
Carbamazepine
Tricyclic
antidepressants
Phenothiazines
Omeprazole
Vincristine
Opiates
SLE
Universitas Sumatera Utara
Etiologi hiponatremia harus dipertimbangkan ketika melakukan anamnesa
dan melakukan pemeriksaan pasien, misalnya cedera kepala, bedah saraf,
abdominal symptoms and signs , pigmentasi kulit (terkait dengan penyakit
Addison), riwayat obat, dll. Status cairan pasien sangat penting untuk diagnosis
dan pengelolaan selanjutnya. (The College of Emergency Medicine &
Doctors.net.uk, 2008)
Tabel 2.3 Gambaran klinis dari hiponatremia
Severity Expected plasma
sodium
Clinical features
Mild 130 – 135 mmol/ l Often no features, or,
anorexia, headache,
nausea, vomiting, lethargy
Moderate 120 – 129 mmol/ l Muscle cramps, muscle
weakness, confusion,
ataxia, personality change
Severe ≤ 120 mmol /l Drowsiness, reduced
reflexes, convulsions,
coma, death
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Pemeriksaan
Pertama, pastikan bahwa hiponatremia cocok dengan gambaran klinis.
Pemeriksaan laboratorium awal harus mencakup glukosa, natrium plasma,
osmolalitas plasma, fungsi ginjal dan hati, ditambah natrium urin dan osmolalitas
urin. Berbagai kombinasi dari status volume klinis dinilai dan konsentrasi natrium
urin pada pasien dengan hiponatremia disajikan pada Tabel 2.4. Tes-tes lain untuk
mendiagnosa penyebabnya mungkin diperlukan seperti fungsi tiroid, lipid, dan
fungsi adrenal. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Tabel 2.4 Kombinasi khas hasil
Volume status Urinary sodium Likely diagnosis
Universitas Sumatera Utara
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Pengobatan
Pengobatan hiponatremia harus dipertimbangkan dari kronisitasnya,
keseimbangan cairan pasien, dan potensi etiologinya. Dalam hiponatremia akut
(durasi ≤ 48 jam '), pengobatan yang cepat dan koreksi natrium disarankan untuk
mencegah edema serebral. Hal ini berbeda dengan hiponatremia kronis, di mana
koreksi harus lambat untuk mencegah central pontine myelinolysis yang dapat
menyebabkan kerusakan saraf permanen. Target yang harus dicapai untuk
meningkatkan natrium ke tingkat yang aman (≥ 120 mmol / l). Natrium tidak
harus mencapai level normal dalam 48 jam pertama. (The College of Emergency
Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Central pontine myelinolysis adalah suatu kondisi dimana terjadi
demielinasi fokus di daerah pons dan extrapontine. Hal ini menyebabkan dampak
serius dan ireversibel gejala sisa neurologis yang cenderung dilihat satu sampai
tiga hari setelah natrium telah diperbaiki. (The College of Emergency Medicine &
Doctors.net.uk, 2008)
Pada pasien dengan hiponatremia akut dan gejala sisa neurologis (kejang
atau koma) pengobatan dapat dimulai dengan 3% saline (Androgue dan Madias,
Hypovolaemia Low ≤ 10 mmol/ l Extrarenal sodium loss e.g.
GIT loss, burns, fluid
sequestration (peritonitis,
pancreatitis)
Hypovolaemia High ≥ 20 mmol/ l Renal salt wasting e.g. salt
losing nephropathy,
hypothyroidism, adrenal
insufficiency
Hypervolaemia Low ≤ 10 mmol/ l CCF, liver cirrhosis, nephrotic
syndrome (sodium retention
due to poor renal perfusion –
see text)
Euvolaemia High ≥ 40 mmol/ l SIADH
Universitas Sumatera Utara
2000). Tidak ada konsensus universal untuk penggunaan atau dengan rezim yang
harus diberikan: bisa dimulai pada 1-2 ml / kg / jam dengan pengukuran rutin
natrium serum, urin dan status kardiovaskular. Disarankan agar natrium dikoreksi
tidak lebih dari 8 mmol dalam 24 jam. Furosemide juga dapat digunakan untuk
mengeluarkan air yang berlebihan. (Androgue & Madias, 2000)
Ada berbagai formula yang digunakan untuk menghitung volume cairan
dan natrium yang akan diberikan. Salah satu contoh adalah rumus Madias
Androgue, tetapi ada beberapa variasi yang juga dapat digunakan (Barsaum &
Levine, 2002).
Hiponatremia hipovolemik terkait penyakit Addison harus ditangani
dengan saline isotonik dan menggunakan hormon pengganti dengan
hidrokortison. Pasien-pasien ini dapat memerlukan sejumlah besar penggantian
cairan ketika mereka berada dalam keadaan krisis. Hiponatremia kronis dapat
diobati dengan menghilangkan penyebab (misalnya diuretik) dan pembatasan
cairan menjadi sekitar 500-800 ml / hari. Vasopresin antagonis reseptor adalah
kelompok baru obat untuk pengobatan hiponatremia. Mereka bekerja dengan
menghalangi pengikatan ADH (AVP - arginin vasopressin) di nefron distal,
sehingga mempromosikan ekskresi air bebas. Tolvaptan adalah salah satu obat
tersebut dan telah terbukti efektif meningkatkan natrium serum pada euvolemik
atau hypervolaemic hiponatremia kronis (Schrier et al, 2006).
2.1.2. Hipernatremia
Definisi
Hipernatremia didefinisikan sebagai natrium serum lebih besar dari 145
mmol / l dan selalu dikaitkan dengan keadaan hiperosmolar. Ada morbiditas dan
mortalitas yang signifikan terkait dengan hipernatremia yang sulit untuk dihitung
karena hubungannya dengan komorbiditas serius lainnya. Beberapa studi telah
Universitas Sumatera Utara
mengutip angka kematian setinggi 75% akibat hipernatremia. (Semenovskaya Z,
2007).
Hipernatremia menyebabkan dehidrasi sel yang menyebabkan sel-sel
menyusut. Sel-sel merespon dengan mengangkut elektrolit melintasi membran sel
dan mengubah potensial membran menjadi istirahat. Sekitar satu jam kemudian
jika masih ada hipernatremia, larutan organik intraseluler dibentuk untuk
mengembalikan volume sel dan mencegah kerusakan struktural. Oleh karena itu
ketika mengganti air harus dilakukan dengan sangat perlahan untuk
memungkinkan akumulasi zat terlarut untuk menghindari edema serebral.
(Semenovskaya Z, 2007).
Jika hipernatremia berlanjut dan sel-sel mulai menyusut, perdarahan otak
dapat terjadi karena peregangan dan pecahnya pembuluh darah menjembatani
(subdural, subarachnoid atau intraserebral). (The College of Emergency Medicine
& Doctors.net.uk, 2008)
Penyebab dan klasifikasi
Penyebab hipernatremia dapat dibagi menjadi tiga kategori besar seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 2.5. Ini sering memiliki penyebab iatrogenik dan
yang paling berisiko pada pasien yang diintubasi , bayi yang hanya meminum
susu formula, atau orang tua dan orang-orang dalam perawatan yang tidak
memiliki cairan yang tersedia bagi mereka atau mereka yang memiliki penurunan
reseptor kehausan. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Tabel 2.5 Penyebab hipernatremia
Reduced water intake Loss of free water Sodium gain
Unwell infants e.g. with
diarrhoea and vomiting
Intubated patients
Institutionalised elderly
1. Extra-renal:
Dehydration
Burns
Exposure
Gastrointestinal losses
2. Renal:
Osmotic diuretics e.g.
Primary
hyperaldosteronism
(Conns)
Secondary
hyperaldosteronism e.g.
CCF, liver cirrhosis, renal
failure, nephrotic
Universitas Sumatera Utara
Glucose, urea, mannitol
Diabetes Insipidus (see
table 6)
syndrome
Iatrogenic – Sodium
bicarbonate
administration; hypertonic
saline administration
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Presentasi klinis
Gambaran klinis hipernatremia non spesifik seperti anoreksia, mual,
muntah, kelelahan dan mudah tersinggung. Seperti natrium meningkat akan ada
perubahan dalam fungsi neurologis yang lebih menonjol jika natrium telah
meningkat pesat dan tingkat tinggi. Bayi cenderung menunjukkan takipnea,
kelemahan otot, gelisah, tangisan bernada tinggi, dan kelesuan menyebabkan
koma. Diagnosis diferensial utama untuk gejala-gejala tersebut pada populasi ini
adalah sepsis yang bisa diperparah oleh hipernatremia. (The College of
Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Investigasi
Investigasi harus mengikuti pendekatan yang sama untuk hiponatremia
dengan perhitungan kesenjangan osmolar, natrium urin dan osmolalitas bersama
dengan penyelidikan lebih lanjut untuk mengidentifikasi penyebab yang
mendasari. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Dengan ginjal penyebab kehilangan air, osmolalitas urin akan sangat
rendah, sedangkan pada penyebab ekstra-ginjal, osmolalitas urin akan sangat
tinggi (≥ 400 mosm / l), ginjal mencoba untuk menghemat air. (The College of
Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Pengobatan
Manajemen terdiri dari mengobati penyebab yang mendasari dan
memperbaiki hipertonisitas tersebut. Seperti dengan hiponatremia, aturan umum
adalah untuk memperbaiki tingkat natrium pada tingkat di mana ia naik. Jika
Universitas Sumatera Utara
natrium tersebut diperbaiki terlalu cepat ada risiko mengakibatkan edema serebral.
Saran yang baik adalah bertujuan untuk 0,5 mmol / l / jam dan maksimal 10 mmol
/ l / hari dalam semua kasus kecuali onsets sangat akut. Dalam hipernatremia akut
(≤ 48 jam) natrium dapat diperbaiki dengan cepat tanpa menimbulkan masalah.
Namun, jika ada keraguan untuk tingkat onset, natrium harus diperbaiki perlahan
selama setidaknya 48 jam. (The College of Emergency Medicine &
Doctors.net.uk, 2008)
2.1.3. Hipokalemia
Definisi
Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu
keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3.8 mEq/L darah.
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Penyebab
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi
kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi
secara normal atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan
(karena diare, muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu yang lama atau
polip usus besar). Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang
karena kalium banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari. Kalium bisa hilang
lewat air kemih karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah akibat
penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium,
air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan. (Dawodu S, 2004)
Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar
hormon kostikosteroid termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang
menyebabkan ginjal mengeluarkan kalium dalam jumlah besar. Ginjal juga
mengeluarkan kalium dalam jumlah yang banyak pada orang-orang yang
mengkonsumsi sejumlah besar kayu manis atau mengunyah tembakau tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Penderita sindroma Liddle, sindroma Bartter dan sindroma Fanconi terlahir
dengan penyakit ginjal bawaan dimana mekanisme ginjal untuk menahan kalium
terganggu. Obat-obatan tertentu seperti insulin dan obat-obatan asma (albuterol,
terbutalin dan teofilin), meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel dan
mengakibatkan hipokalemia. Tetapi pemakaian obat-obatan ini jarang menjadi