32 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi M enurut Vincent Gaspersz (1998, p3) produksi merupakan fungsi pokok dalam setiap organisasi, yang mencakup aktifitas yang bertanggung jawab untuk menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi industri itu. Kebutuhan produksi untuk beroperasi dengan biaya yang lebih rendah, meningkatkan kualitas dan produktifitas, dan menciptakan produk baru telah menjadi kekuatan yang mendorong teknologi untuk melakukan berbagai terobosan dan penemuan baru. Produksi dalam sebuah organisasi pabrik merupakan inti yang paling dalam, spesifik serta berbeda dengan bidang fungsional lain seperti: keuangan, personalia, dan lain-lain. Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai komponen struktural dan fungsional. Dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses transformasi nilai tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. Sistem produksi memiliki beberapa karakteristik berikut: a. M empunyai komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling berkaitan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Hal ini berkaitan dengan komponen struktural yang membangun sistem produksi itu. b. Mempunyai tujuan yang mendasari keberadaannya, yaitu menghasilkan produk (barang dan/atau jasa) berkualitas yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar.
63
Embed
BAB 2 Lndsn Teori - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-2-00489...perusahaan industri manufaktur akan memberikan tanggapan atau respons terhadap
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
32
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Menurut Vincent Gaspersz (1998, p3) produksi merupakan fungsi pokok dalam
setiap organisasi, yang mencakup aktifitas yang bertanggung jawab untuk menciptakan
nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi industri itu.
Kebutuhan produksi untuk beroperasi dengan biaya yang lebih rendah, meningkatkan
kualitas dan produktifitas, dan menciptakan produk baru telah menjadi kekuatan yang
mendorong teknologi untuk melakukan berbagai terobosan dan penemuan baru.
Produksi dalam sebuah organisasi pabrik merupakan inti yang paling dalam, spesifik
serta berbeda dengan bidang fungsional lain seperti: keuangan, personalia, dan lain-lain.
Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai komponen
struktural dan fungsional. Dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses
transformasi nilai tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual
dengan harga kompetitif di pasar. Sistem produksi memiliki beberapa karakteristik
berikut:
a. Mempunyai komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling berkaitan
satu sama lain dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Hal ini berkaitan
dengan komponen struktural yang membangun sistem produksi itu.
b. Mempunyai tujuan yang mendasari keberadaannya, yaitu menghasilkan
produk (barang dan/atau jasa) berkualitas yang dapat dijual dengan harga
kompetitif di pasar.
33
c. Mempunyai aktifitas berupa proses transformasi nilai tambah input menjadi
output secara efektif dan efisien.
d. Mempunyai mekanisme yang mengendalikan pengoperasiannya, berupa
optimalisasi pengalokasian sumber-sumber daya.
Proses transformasi nilai tambah dari input menjadi output dalam sistem
produksi modern selalu melibatkan komponen struktural dan fungsional yang berperan
penting dalam menunjang kontinuitas operasional sistem produksi itu. Komponen
struktural yang membentuk sistem produksi terdiri dari: bahan (material), mesin dan
peralatan, tenaga kerja, modal, energi, informasi, tanah, dan lain-lain. Sedangkan
komponen fungsional terdiri dari: supervisi, perencanaan, pengendalian, koordinasi, dan
kepemimpinan, yang kesemuanya berkaitan dengan manajemen dan organisasi.
Komponen-komponen yang disebutkan di atas merupakan elemen-elemen utama dalam
sistem produksi yaitu berupa input. Selain input, elemen utama lainnya yaitu: proses,
output, serta adanya suatu mekanisme umpan balik untuk pengendalian sistem produksi
itu agar mampu meningkatkan perbaikan terus-menerus (continous improvement).
Suatu proses dalam sistem produksi dapat didefinisikan sebagai integrasi
sekuensial dari tenaga kerja, material, informasi, metode kerja, dan mesin atau peralatan
dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah bagi produk, agar dapat dijual
dengan harga kompetitif di pasar. Proses itu mengkonversi input terukur ke dalam output
terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi. Definisi lain dari proses
adalah suatu kumpulan tugas yang dikaitkan melalui suatu aliran material dan informasi
yang mentransformasikan berbagai input ke dalam output yang bermanfaat atau bernilai
tambah tinggi. Suatu proses memiliki kapabilitas atau kemampuan untuk menyimpan
34
material (yang diubah menjadi barang setengah jadi) dan informasi selama transformasi
berlangsung.
Perencanaan dan pengendalian proses produksi merupakan metode yang
digunakan dalam menghasilkan produk yang melewati proses dimana produk dibuat
berdasarkan informasi tentang keinginan konsumen (pasar) yang diperoleh dari riset
pasar yang komprehensif, selanjutnya didesain produk sesuai dengan keinginan pasar
itu. Desain produk telah menetapkan model dan spesifikasi yang harus diikuti oleh
bagian produksi. Bagian produksi harus meningkatkan efisiensi dari proses dan kualitas
produk, agar diperoleh produk-produk berkualitas sesuai dengan desain yang telah
ditetapkan berdasarkan keinginan pasar itu, dengan biaya yang serendah mungkin.
Dengan perencanaan dan pengendalian proses produksi semua hal tersebut dapat dicapai
dengan menghilangkan pemborosan (waste) yang terjadi dalam proses produksi itu.
2.1.1 Strategi Respons terhadap Permintaan Konsumen
Strategi respons terhadap permintaan konsumen mendefinisikan bagaimana suatu
perusahaan industri manufaktur akan memberikan tanggapan atau respons terhadap
permintaan konsumen. Pada dasarnya strategi respons terhadap permintaan konsumen
dapat diklasifikasikan dalam lima kategori sebagai berikut:
1. Design to Order (Engineer to Order)
Dalam strategi ini, perusahaan tidak membuat produk itu sebelumnya
atau dengan kata lain cocok untuk produk-produk baru dan/atau unik secara
total. Perusahaan yang memilih strategi ini tidak mempunyai sistem inventori
karena produk baru akan didesain dan diproduksi setelah ada permintaan
pelanggan. Untuk itu, perusahaan tidak mempunyai resiko berkaitan dengan
35
investasi inventori. Apabila ada pesanan dari pelanggan, pihak perusahaan
akan mengembangkan desain untuk produk yang diminta (termasuk
pertimbangan waktu dan biaya), kemudian menerima persetujuan tentang
desain itu dari pihak pelanggan, selanjutnya akan memesan material-material
yang dibutuhkan untuk pembuatan produk, dan mengirimkan produk itu ke
pelanggan. Produk-produk yang cocok menggunakan strategi design to order
adalah kapal, komputer khusus untuk keperluan militer, gedung bertingkat,
jembatan, dan sebagainya.
2. Make to Order
Perusahaan industri yang memilih strategi make to order hanya
mempunyai desain produk dan beberapa material standar dalam sistem
inventori dari produk-produk yang telah dibuat sebelumnya. Aktifitas proses
pembuatan produk bersifat khusus yang disesuaikan dengan setiap pesanan
dari pelanggan. Siklus pesanan (order cycle) dimulai ketika pelanggan
menspesifikasikan produk yang dipesan, dalam hal ini produsen dapat
membantu pelanggan untuk menyiapkan spesifikasi sesuai kebutuhan
pelanggan itu. Produsen menawarkan harga dan waktu penyerahan
berdasarkan atas permintaan pelanggan itu. Sama halnya dengan strategi
design to order, strategi make to order juga mempunyai resiko yang sangat
kecil berkaitan dengan investasi inventori. Yang dapat dikategorikan dalam
strategi make to order seperti penggantian parts mesin, produk-produk
kerajinan tangan berdasarkan pesanan khusus, riset pasar bagi perusahaan
tertentu, dan pelatihan dalam perusahaan (inhouse training) berdasarkan
kebutuhan spesifik dari pelanggan.
36
3. Assemble to Order
Perusahaan industri yang memilih strategi assemble to order akan
memiliki inventori yang terdiri dari semua subassemblies atau modul-modul
(modules). Apabila pelanggan memesan produk, produsen secara cepat
merakit modul-modul yang ada dan mengirimkan dalam bentuk produk akhir
ke pelanggan. Strategi assemble to order digunakan oleh perusahaan-
perusahaan industri yang memiliki produk modular, dimana beberapa produk
akhir membentuk modul-modul umum (common modules). Perusahaan
industri yang menggunakan strategi ini antara lain industri otomotif,
komputer komersial, restoran seperti Mc Donald’s.
4. Make to Stock
Perusahaan yang memilih strategi make to stock akan memiliki inventori
yang terdiri dari produk akhir (finished product) untuk dapat dikirim dengan
segera apabila ada permintaan dari pelanggan. Dalam strategi ini, siklus
waktu (cycle time) dimulai ketika produsen menspesifikasikan produk,
memperoleh bahan baku (raw material), dan memproduksi produk akhir
untuk disimpan dalam stok. Apabila pelanggan memesan produk, dengan
asumsi bahwa produk itu telah disimpan dalam stok, produsen akan
mengambil produk itu dari stok dan mengirimkannya kepada pemesan.
Pesanan pelanggan secara aktual tidak dapat diidentifikasi secara tepat
dalam proses produksi. Permintaan aktual dari pelanggan hanya dapat
diramalkan, dimana sering kali tingkat aktual dari produksi hanya berkorelasi
rendah dengan pesanan pelanggan aktual yang diterima. Perusahaan industri
yang memilih strategi make to stock terarah pada pengisian kembali inventori
37
(replenishment of inventory). Produk-produk yang dapat dikategorikan ke
dalam strategi make to stock adalah industri untuk barang-barang konsumsi
(consumer’s goods) seperti pakaian, peralatan rumah tangga, telepon, produk
makanan, mainan anak-anak, karpet, dan lain-lain.
5. Make to Demand
Strategi make to demand dapat dianggap sebagai suatu strategi baru yang
dikembangkan dalam peusahaan industri, dimana respons terhadap
permintaan pelanggan secara total adalah fleksibel. Dalam strategi make to
demand, penyerahan produk dari perusahaan berkaitan dengan kualitas dan
waktu penyerahan (delivery time) secara tepat berdasarkan keinginan
pelanggan. Strategi ini responsif secara lengkap (completely responsive)
terhadap pesanan pelanggan (sesuai spesifikasi yang diinginkan oleh
pelanggan), tetapi dapat menyerahkan produk dengan kecepatan mendekati
strategi make to stock.
Strategi make to demand dapat diterapkan pada produk-produk industri
yang telah berada pada tahap menurun (declining stage) dari siklus hidup
produk (product life cycle), karena produk-produk itu membutuhkan fitur dan
pilihan yang lebih banyak disertai dengan harga yang lebih rendah serta
waktu penyerahan lebih cepat agar dapat bertahan di pasar yang sangat
kompetitif itu.
38
2.1.2 Strategi Desain Proses Manufaktur
Strategi desain proses manufakturing mendefinisikan bagaimana suatu produk
industri dibuat atau diproses. Pada dasarnya strategi desain proses manufakturing dapat
diklasifikasikan ke dalam lima kategori, sebagai berikut:
1. Project (No Product Flow)
Dalam suatu proyek, biasanya material, peralatan, dan personel dibawa ke
lokasi proyek. Dalam hal ini tidak ada aliran produk untuk suatu proyek,
tetapi bagaimanapun juga suatu proyek tetap memiliki urutan-urutan atau
sekuens operasi. Bentuk proyek digunakan apabila terdapat suatu kebutuhan
khusus untuk kreatifitas dan keunikan, serta memiliki batas waktu
penyelesaiannya.
2. Job Shop (Jumbled Flow)
Dalam suatu job shop atau aliran tercampur, produk dibuat dalam batch pada
2.5.6 Metode Peramalan Triple Exponential Smoothing
Rumus untuk triple exponential smoothing untuk 1 parameter Browne adalah
S′t = αXt + (1- α)S′t-1
S′′t = αS′t + (1- α)S′′t-1
S′′′t = αS′′t + (1- α)S′′′t-1
at = 3S′t – 3S′′t + S′′′t
bt = (α/2(1- α)2) x ((6-5α)S′t – (10-8α)S′′t + (4-3α)S′′′t)
ct = (α/(1-α))2 x (S′t – 2S′′t + S′′′t)
Ft+m = at + btm + 0,5ctm2
2.5.7 Metode Peramalan Regresi Linier
Rumus untuk regresi linier adalah
( )
tbatFtbya
2t2tn
yttynb
×+=−=
∑ ∑−
∑ ∑∑−=
60
2.5.8 Pengujian Peramalan
Untuk melakukan pengujian dari peramalan yang telah dilakukan. Maka, dapat
menggunakan perhitungan galat persentase (Percentage Error). Adapun rumusnya
adalah sebagai berikut:
100%tX
tXtFPE ×⎟
⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −=
Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai tengah galat persentase absolut
(Mean Absolut Percentage Error) yaitu seperti di bawah ini:
∑=
==
nt
1t|tPE|
n1
MAPE
Perhitungan di atas bertujuan untuk mengetahui persentase absolute error rata-
rata terkecil dari metode peramalan yang telah digunakan. Yang nantinya memiliki nilai
MAPE terkecil maka hasil peramalan itulah yang akan dipergunakan dalam melakukan
perencanaan produksi selanjutnya. Peramalan dengan error terkecil dianggap lebih dapat
dipercaya dan dapat mendekati kebenaran.
2.6 Perencanaan Agregat
Kata agregat tersebut menyatakan bahwa perencanaan dibuat pada tingkat kasar
untuk memenuhi total kebutuhan semua produk yang akan dihasilkan (bukan per
individu produk) dengan menggunakan sumber daya yang ada. Dalam sistem
manufaktur, faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam membuat perencanaan agregat
adalah
Semua sumber daya yang berupa kapasitas mesin yang tersedia
Jumlah tenaga kerja yang ada
61
Tingkat persediaan yang ditentukan
Dan, penjadwalannya
Perencanaan agregat dengan metode heuristik yang akan dijelaskan dengan
menggunakan tiga jenis strategi variasi yaitu:
1. Variasi tingkat persediaan
2. Variasi jumlah tenaga kerja
3. Variasi subkontrak
2.6.1 Variasi Tingkat Persediaan
Metode ini melakukan variasi tingkat persediaan, dengan cara mempertahankan
rata-rata tingkat produksi yang tetap dan menyimpan kelebihan produksi pada bulan-
bulan tertentu untuk digunakan pada bulan-bulan lain yang mengalami kelebihan
permintaan.
Biaya yang ditimbulkan adalah biaya tenaga kerja, persediaan dan back order.
Periode (1)
Prakiraan Permintaan
(2)
Jumlah Hari
Kerja(3)
Jumlah Produksi
(4)
Perubahan Persediaan
(5)
Akumulasi Persediaan
(6)
Backorder (7)
Tabel 2.1 Variasi Tingkat Persediaan
Periode
Merupakan periode yang bersangkutan.
62
Prakiraan Permintaan
Merupakan jumlah permintaan pada periode yang bersangkutan, biasanya
diambil dari hasil peramalan.
Jumlah Hari Kerja
Didapatkan dengan menghitung jumlah hari kerja dalam satu periode.
Jumlah Produksi
Didapatkan dengan perhitungan. Perhitungan dimulai dengan menghitung
rata-rata jumlah unit/barang yang harus diproduksi dalam satuan unit/hari.
Jmlh unit/hari = Total prakiraan permintaan : Jumlah hari kerja
Hasil dari perhitungan di round-up. Setelah itu jumlah produksi didapatkan
dengan mengalikan jumlah unit/hari dengan jumlah hari kerja pada periode
yang bersangkutan.
Perubahan Persediaan
Merupakan selisih antara jumlah produksi dengan prakiraan permintaan.
Perubahan persediaan = (4) – (2)
Akumulasi Persediaan
Merupakan akumulasi dari perubahan persediaan.
63
Back Order
Jika akumulasi persediaan untuk periode tertentu bernilai negatif, maka
dianggap sebagai back order ( back order = |akumulasi persediaan| ). Jika
akumulasi persediaannya bernilai positif, maka dianggap tidak ada back
order ( back order = 0 ).
Jumlah tenaga kerja didapatkan melalui perhitungan :
Jmlh unit/hari/orang = jam kerja / waktu siklus
Jmlh tenaga kerja = Jmlh unit/hari : Jmlh unit/hari/orang
2.6.2 Variasi Jumlah Tenaga Kerja
Metode ini melakukan variasi jumlah tenaga kerja (TK) dengan menambah atau
mengurangi sejumlah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan kapasitas produksi pada
bulan bersangkutan. Untuk tidak membuat perbedaan kondisi pada awal dan akhir
periode, jumlah tenaga kerja harus dibuat tetap sama.
Periode(1) Prakiraan
Permintaan (2)
Jumlah Hari Kerja
(3)
TK yang Diperlukan
(4)
Penambahan TK (5)
Pengurangan TK (6)
Biaya TK (Rp) 7
Tabel 2.2 Variasi Jumlah Tenaga Kerja
64
TK yang diperlukan
Merupakan jumlah dari tenaga kerja yang diperlukan pada periode yang
bersangkutan
TK yang diperlukan = (2) : (3) : jumlah unit/hari/orang
Hasil dari perhitungan di round-up.
Penambahan TK / Pengurangan TK
Merupakan perubahan jumlah tenaga kerja dibanding dengan periode
sebelumnya. Nilai ini didapatkan dari selisih antara tenaga kerja periode
sekarang dengan periode sebelumnya.
Biaya Tenaga Kerja
Merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai tenaga kerja pada
setiap periode. Nilai ini diperoleh dari perkalian antara jumlah tenaga kerja
yang diperlukan dengan ongkos tenaga kerja.
2.6.3 Variasi Subkontrak
Dalam metode ini, jumlah tenaga kerja ditetapkan sesuai dengan kebutuhan
untuk tingkat permintaan yang terendah. Kekurangan barang pada periode lainnya
dipenuhi dengan subkontrak.
65
Periode (1)
Prakiraan Permintaan
(2)
Jumlah Hari Kerja
(3)
Jumlah Produksi
(4)
Persediaan (5)
Subkontrak (6)
Tabel 2.3 Variasi Subkontrak
Jumlah tenaga kerja = (2) terkecil / (3) / jmlh unit/hari/orang
Jumlah Produksi
Merupakan jumlah dari barang yang diproduksi pada periode yang
bersangkutan
Jumlah produksi = (3) x jumlah tenaga kerja x jumlah unit/hari/orang
Persediaan
Persediaan akan timbul jika jumlah produksi lebih besar daripada prakiraan
permintaan. Jika tidak, persediaan = 0.
Subkontrak
Merupakan kekurangan prakiraan permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh
perusahaan.
66
2.7 Master Production Scheduled (MPS)
2.7.1 Definisi MPS
MPS merupakan pernyataan akhir mengenai “berapa” banyak item-item akhir
yang harus diproduksi dan “kapan” harus diproduksi. Biasanya MPS dikembangkan
untuk periode waktu mingguan selama 6 sampai 12 bulan ke depan.
2.7.2 Tujuan MPS
Tujuan dari MPS adalah:
Mewujudkan perencanaan agregat menjadi suatu perencanaan terpisah untuk
masing-masing item individu.
Dapat mengevaluasi jadwal-jadwal alternatif dalam hal kebutuhan kapasitas.
Menyediakan input untuk sistem MRP.
Membantu manajer produksi untuk menghasilkan prioritas-prioritas untuk
penjadwalan produksi.
2.7.3 Input MPS
Input utama dalam MPS meliputi:
a. Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses
penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan
penjualan (sales forecasts) dan pesanan-pesanan (orders).
b. Status inventory berkaitan dengan tentang on-hand inventory, stok yang
dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stocks), pesanan-pesanan
67
produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase
orders) dan firm planned orders.
c. Rencana produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus
menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventory dan
sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu.
d. Data perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot sizing yang
harus digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu
tunggu ( lead time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file
induk dari item (item master file).
Tabel 2.4 Contoh MPS
Perhitungan Master Production Scheduled (MPS)
Keterangan untuk tabel MPS adalah sebagai berikut :
1. Item No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit.
Item No. : Description :
Lead Time : Safety Stock : On Hand : Demand Time Fences : Lot Size : Planning Time Fences : Period Past Due 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Forecast Customer Order Project Available Balance Available to Promise Master Scheduled
68
2. Lead Time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau
memanufaktur suatu end item.
3. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan
sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.
4. Description menyatakan deskripsi material secara umum.
5. Lot Size menyatakan ukuran per-unit yang akan diproduksi sebagai kelipatan
kuantitas hasil produksi.
6. On Hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa
periode sebelumnya.
7. Demand Time Fences (DTF) merupakan batas waktu penyesuaian pesanan
permintaan. Panjangnya = assy lead time. Projected Available Balance
dihitung dari aktual demand. Di sini perubahan demand tidak akan dilayani.
8. Planning Time Fences (PTF) merupakan waktu keseluruhan dari horizon
perencanaan. Pada ini, perubahan masih akan dilayani sepanjang material dan
kapasitas tersedia.
9. Forecast merupakan hasil peramalan sebelumnya sebagai hasil dari
perencanaan agregat.
10. Costumer Order (CO) merupakan jumlah order yang sudah diterima
sebelumnya.
11. Projected Available Balance (PAB) merupakan perkiraan jumlah sisa
produk pada akhir periode. Nilai pada PAB tidak diijinkan negatif sesuai
dengan kapasitas inventory. PAB dihitung dengan menggunakan rumus :
PAB t ≤ DTF = PABt-1 + MS t – COt
69
PAB t > DTF = PABt-1 + MS t - COt atau Ft (pilih yang paling besar)
12. Cumulative Available To Promise (ATP) memberikan informasi berapa
banyak item atau produk tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu
tersedia untuk pesanan pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini bagian
pemasaran dapat membuat janji yang tepat kepada pelanggan atau dengan
kata lain ATP merupakan jumlah material on hand pada inventory yang
sebenarnya. ATP dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
ATP = ATPt-1 + MSt – Costumer Order sampai pada periode yang sudah
dijadwalkan pada Master Schedule.
13. Master Scheduled (MS) merupakan kemampuan produksi perusahaan per-
periode perencanaan.
2.8 Material Requirement Planning (MRP)
2.8.1 Definisi MRP
MRP adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik pencatatan
terkomputerisasi yang dirancang untuk menterjemahkan “Jadwal Induk Produksi” atau
MPS menjadi “kebutuhan bersih” atau NR (Net Requirement) untuk semua item. Sistem
MRP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan berdasarkan tahapan waktu (“time-
phases requirements planning”).
2.8.2 Tujuan MRP
MRP dikembangkan untuk membantu perusahaan manufaktur mengatasi
kebutuhan akan items dependent secara lebih baik dan efisien. Item dependent artinya
bila ada hubungan langsung antara suatu item dengan item-item yang lain (parent item)
70
pada level yang lebih tinggi. Selain itu, MRP didesain untuk melepaskan pesanan-
pesanan dalam produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan
persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir.
2.8.3 Input MRP
Ada 3 Inputan yang dibutuhkan dalam konsep MRP yaitu :
• Jadwal Induk Produksi (Master production schedule)
• Struktur Produk (Product structure Record & Bill of Material)
• Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record)
Part No : Description : BOM UOM : On Hand : Lead Time : Order Policy : Safety Stock : Lot Size :
Period Past Due 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Gross Requirement Scheduled Receipts PAB1 Net Requirement Planned Order Receipt Planned Order Release PAB2
Tabel 2.5 Contoh MRP
Keterangan untuk tabel MRP di atas adalah sebagai berikut :
1. Part No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit.
2. BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang akan dirakit.
71
3. Lead Time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau
memanufaktur suatu komponen.
4. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan
sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.
5. Description menyatakan deskripsi material secara umum.
6. On hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa
periode sebelumnya.
7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk
menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang.
8. Lot Size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang.
9. Gross Requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai
pada setiap periode. Untuk end item (finished product), kuantitas gross
requirement sama dengan Master Production Scheduled (MPS). Untuk
komponen, kuantitas gross requirement diturunkan dari Planned Order
Release induknya.
10. Scheduled Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima
pada periode tertentu.
11. Projected Available Balance 1 (PAB 1) menyatakan kuantitas material yang
ada di tangan sebagai persediaan pada awal periode. Project Available
Balance 1 dapat dihitung dengan menambahkan material on hand periode
sebelumnya dengan Scheduled Receipts pada periode itu dan menguranginya
dengan gross requirement pada periode yang sama. Atau jika dimasukkan