BAB 2 LA NDASAN TEORI 2.1 Konsep Internet, Intranet, dan Ekstranet 2.1.1 Pengertian Internet Menurut Turban (2010, p49) internet adalah kumpulan dari orang orang yang menggunakan komputer secara berdiri sendiri namun terhubung antara satu sama lain melalui sebu ah lin gkun gan jaringan glob al. Menurut O’Brien (2005, p261) internet adalah jaringan komputer yang tumbuh cepat dan terdiri dari jutaan jaringan perusahaan, pendidikan, serta pemerintah yang menghubungkan ratusan juta komputer serta pemakainya di lebih dari 200 negara. Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa internet adalah jaringan global yang terdiri atas komputer dan user -ny a y ang saling terhubung satu sama lain. 2.1.2 Pengertian Intranet Menurut Turban (2010, p49) intranet adalah jaringan perusahaan ataupun pemerintah yang menggunakan tools dalam internet, seperti web browser dan internet protoco l. Jaringan intranet ini akan digunakan perusahaan sebagai media komunikasi dan kolaborasi. Menurut O’Brien (2005, p265) intranet adalah jaringan seperti internet di dalam organisasi. Software penjelajah web memberikan akses mudah ke situs web internal yang dibuat oleh berbagai unit bisnis, tim, dan individu, serta sumber day a jarin gan dan ap likasi lainny a.
65
Embed
BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00483-MNSI Bab 2.pdf · perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Internet, Intranet, dan Ekstranet
2.1.1 Pengertian Internet
Menurut Turban (2010, p49) internet adalah kumpulan dari orang
orang yang menggunakan komputer secara berd iri sendiri namun terhubung
antara satu sama lain melalui sebuah lingkungan jar ingan global.
Menurut O’Brien (2005, p261) internet adalah jaringan komputer
yang tumbuh cepat dan terdiri dari jutaan jaringan perusahaan, pendidikan,
serta pemerintah yang menghubungkan ratusan juta komputer serta
pemakainya di lebih dari 200 negara.
Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
internet adalah jar ingan global yang terdiri atas komputer dan user-nya yang
saling terhubung satu sama lain.
2.1.2 Pengertian Intranet
Menurut Turban (2010, p49) intranet adalah jaringan perusahaan
ataupun pemerintah yang menggunakan tools dalam internet, seperti web
browser dan internet protoco l. Jaringan intranet ini akan digunakan
perusahaan sebagai media komunikasi dan kolaborasi.
Menurut O’Brien (2005, p265) intranet adalah jaringan seperti
internet di dalam organisasi. So ftware penjelajah web memberikan akses
mudah ke situs web internal yang d ibuat oleh berbagai un it bisnis, tim, dan
individu, serta sumber daya jaringan dan ap likasi lainnya.
9
Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
intranet adalah jaringan internal yang menggunakan tools dalam internet yang
diakses melalu i w eb browser dan dibuat serta digunakan oleh berbagai unit
bisnis ataupun individu dalam perusahaan.
2.1.3 Pengertian Ekstranet
Menurut Turban (2010, p49) ekstranet adalah jaringan yang
menggunakan internet untuk menghubungkan beberapa intranet secara aman.
Menurut O’Brien (2005, p268) ekstranet adalah jar ingan yang
menghubungkan sumber daya tertentu dari suatu perusahaan dengan
pelanggan, pemasok, dan mitra bisnis lainnya, dengan menggunakan internet
atau jaringan p ribadi untuk menghubungkan intranet organisasi.
Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
ekstranet adalah jar ingan yang menghubungkan beberapa intranet melalui
internet.
2.2 Konsep e-Commerce dan e-Business
2.2.1 Pengertian e-Commerce
Menurut Simchi-Levi (2004, p57) e-commerce adalah kemampuan
untuk melakukan transaksi jual beli secara elektronik.
Menurut Turban (2010, p46) e-commerce adalah p roses membeli,
menjual, memindahkan, atau menukar produk, jasa, dan informasi melalui
jaringan komputer, yang biasanya berupa intranet ataupun internet.
Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa e-
commerce adalah kegiatan jual beli yang dilakukan secara digital melalui
jaringan komputer.
10
E-commerce dapat didefinisikan dari beberapa prespektif. Prespektif
tersebut antara lain :
• Proses bisnis
Dari perspektif p roses bisnis, e-commerce adalah melakukan bisnis secara
elektronik dengan mengimplementasikan p roses bisnis ke dalam jaringan
elektronik, yang menggantikan p roses pertukaran informasi secara
manual pada p roses bisnis menjadi secara elektronik.
• Jasa
Dari perspektif jasa, e-commerce adalah alat yang d igunakan o leh
pemerintah, perusahaan, pelanggan, dan manajemen untuk mengurangi
biaya namun tetap meningkatkan kualitas pelayanan pelanggan mereka
dan meningkatkan kecepatan penyampaian pelayanan.
• Pembelajaran
Dari perspektif pembelajaran, e-commerce memungkinkan kegiatan
pelatihan dan pendidikan online dilakukan di sekolah, un iversitas, dan
organisasi lain, termasuk dunia b isnis.
• Kolaborasi
Dari perspektif kolaborasi, e-commerce adalah rangka kerja untuk
kolaborasi dalam dan antara organ isasi.
• Komunitas
Dari perspektif komunitas, e-commerce menyediakan tempat untuk
berkumpul bagi anggota komunitas untuk belajar, bertransaksi, dan
berkolaborasi. Tipe komunitas yang paling populer saat ini adalah
jaringan sosial.
11
2.2.2 Pengertian e-Business
Menurut Simchi-Lev i (2004, p57) e-business adalah kumpulan dari
proses bisnis dan model bisnis yang dilakukan dengan menggunakan
teknologi internet dan berfokus pada peningkatan performa perusahaan.
Menurut Turban (2010, p47) e-business adalah definisi yang lebih
luas dari e-commerce yang melibatkan tidak hanya kegiatan jual beli barang
dan jasa, tetap i juga pelayanan pelanggan, berkerjasama dengan rekan bisnis
dan melakukan transaksi elektronik dalam organisasi.
Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa e-
business adalah definisi lebih luas dari e-commerce, yang meliputi kegitan
pelayanan pelanggan, ker ja sama dengan perusahaan rekanan, dan transaksi
elektronik lainnya melalui jaringan komputer.
E-business dapat memilik i beberapa bentuk, bergantung pada tingkat
digitalisasi (perubahan dar i manual ke digital) dari: (1) produk atau jasa, (2)
proses bisnis, dan (3) metode penyampaian. Bila ketiga dimensi tersebut
masih dilakukan secara manual, berarti kegiatan bisnis masih dilakukan
secara tradisional. Bila sebagian dar i ketiga dimensi tersebut sudah dilakukan
secara digital, berarti kegiatan b isnisnya merupakan partial e-business. Bila
ketiga dimensi tersebut sudah dilakukan secara elektronik, berarti bisnisnya
sudah dapat dikategorikan sebagai pure e-business.
E-business berdasarkan transaksi dan hubungan antar p ihak yang
terlibat dapat dikelompokkan menjadi:
• Business to business (B2B)
Model e-business dimana semua peserta yang berpartisipasi di dalamnya
terdiri dari organisasi ataupun unit bisnis.
12
• Business to customer (B2C)
Model e-business dimana perusahaan menjual kepada individu.
• Electronic tailing
Bisnis retail secara online, biasanya berupa B2C.
• Business to business to customer (B2B2C)
Model e-business dimana perusahaan menyediakan barang atau jasa
kepada perusahaan lain yang menyediakan p roduk dan jasa tersebut
kepada individu.
• Customer to business (C2B)
Model e-business dimana individu menggunakan internet untuk menjual
produk atau jasa mereka kepada perusahaan.
• Intrabusiness electronic commerce
Kategori e-business yang melibatkan semua kegiatan internal perusahaan,
termasuk pertukaran barang, jasa, dan informasi antara unit dalam
organisasi.
• Business to employee (B2E)
Model e-business dimana organisasi menyediakan p roduk, jasa, dan
informasi kepada pekerja mereka sendiri.
• Customer to customer (C2C)
Model e-business dimana seorang pelanggan melakukan penjualan
langsung kepada pelanggan lain.
• Collaborative commerce
Model e-business dimana individu ataupun kelompok berkomunikasi dan
berkolaborasi secara online.
13
• Electronic learning
Model e-business yang memungkinkan penyampaian informasi secara
online untuk tujuan pelatihan ataupun pendidikan.
• Electronic government
Model e-business dimana pemerintah menyediakan atau membeli barang,
jasa, atau informasi dari ataupun kepada perusahaan maupun individu.
2.3 Konsep Supply Chain
2.3.1 Pengertian Supply Chain
Menurut Kalakota (2001, p274) supply chain adalah serangkaian
proses yang terdiri dari pembuatan produk perusahaan dan pengir iman ke
pelanggan dengan melibatkan jaringan hubungan yang rumit antara
perusahaan dan rekannya untuk menyediakan bahan baku, memproduksi
produk, dan menyampaikannya ke pelanggan.
Menurut Pujawan (2005, p5) supply chain adalah jaringan yang terdiri
dari beberapa perusahaan yang secara bersama sama berkerja untuk
mencip takan dan menghantarkan suatu p roduk ke tangan pemakai akhir.
Perusahaan tersebut biasanya terdiri dar i supplier, pabrik, distributor, toko
atau ritel, serta perusahaan perusahaan pendukung lainnya, seperti perusahaan
jasa logistik.
Menurut Turban (2010, p278) supply chain adalah aliran material,
informasi, uang, dan jasa dari supplier bahan baku, ke pabrik, ke gudang,
sampai ke pelanggan akhir.
14
Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
supply chain adalah jaringan perusahaan yang saling berkerja sama dan
terdiri dari aliran material, informasi, uang, dan jasa dari supplier,
perusahaan, sampai ke pelanggan akhir.
2.3.2 Pembagian Supply Chain
Menurut Turban, (2010, p288) secara umum supply chain dapat
dibagi menjad i tiga bagian utama :
1. Upstream supply chain
Bagian upstream dari supply cha in terdiri dari aktivitas yang melibatkan
perusahaan dengan pemasoknya (dapat berupa perusahaan manufaktur,
maupun jasa). Kegiatan utama dalam supply chain bagian upstream
adalah procurement yang merupakan proses dimana perusahaan
melakukan kegiatan kegiatan dengan tujuan untuk medapatkan akses
terhadap sumber daya (dapat berupa p roduk, keterampilan, kemampuan,
fasilitas) yang diperlukan perusahaan untuk melakukan proses bisnis
utama mereka.
2. Internal supply cha in
Bagian internal dari supply chain melibatkan semua p roses internal yang
dilakukan untuk mengubah input dari supplier menjadi output yang
dihasilkan perusahaan. Aktivitas internal utama ini juga dikenal dengan
istilah value chain, yang merupakan penghubung antara pelanggan (B2C)
dan pemasok (B2B) yang dalam hubungannya mengubah p roduk dan jasa
yang didapatkan dari supplier menjadi produk dan jasa yang memiliki
nilai bagi pelanggan.
15
3. Downstream supply chain
Bagian downstream dari supply chain melibatkan semua aktivitas yang
bertujuan untuk menyampaikan p roduk akhir perusahaan ke
pelanggannya. Perhatian utama dalam bagian downstream dar i supply
chain dipusatkan pada kegiatan distribusi, peny impanan atau
pergudangan, transportasi, dan layanan pasca penjualan.
2.3.3 Decoupling Point dalam Supply Chain
Keputusan sampai di mana aktivitas p roduksi dapat dilakukan tanpa
menunggu permintaan yang pasti dari pelanggan merupakan keputusan yang
sangat penting bagi suatu supply chain dan akan secara langsung berpengaruh
terhadap kemampuannya untuk mencip takan efisiensi fisik maupun
kecepatannya untuk merespon pasar.
Menurut Pujawan (2005, p37) titik temu sampai di mana suatu
kegiatan bisa dilakukan atas dasar ramalan (tanpa harus menunggu
permintaan dari pelanggan) dan dari mana kegiatan harus ditunggu sampai
ada permintaan yang pasti dinamakan decoupling point (DP). Istilah lain dari
decoupling po int adalah order penetration po int (OPP).
Pengaturan dan cara pengelolaan supply chain akan berbeda
tergantung dari decoupling point p roduknya. Walaupun secara tradisional
istilah decoupling point digunakan untuk suatu sistem produksi, namun
konsep ini juga sangat relevan dalam konteks yang lebih luas, yaitu supply
chain management.
16
2.3.4 Tipe Supply Chain Berdasarkan Decoupling Point
Walaupun istilah decoupling poin t merupakan istilah yang jarang
digunakan untuk suatu sistem produksi, analogi yang sangat mirip bisa kita
gunakan untuk memahami order penetration point pada supply chain. Secara
umum, terdapat empat macam posisi decoupling point (DP) pada supply
chain : (Pujawan, p39, 2005)
1. Make-to-stock (MTS)
MTS adalah sistem dimana DP berada pada p roses terkhir, yaitu pada
pengiriman ke pelanggan. Produk akhir d ibuat berdasarkan ramalan.
Hanya kegiatan pengiriman yang dilakukan setelah ada pesanan dari
pelanggan. Bagi supply chain tipe ini efisiensi fisik menjad i fokus dalam
pengelolaannya. MTS cocok untuk produk yang var iasinya sedikit dan
ketidakpastian permintaannya relatif rendah. Aspek kunci dalam
mengelola supply cha in yang beroperasi pada lingkungan M TS adalah
penentuan berapa persediaan p roduk akhir yang harus disimpan dan
bagaimana mekanisme pengir iman p roduk jadi ke suatu lokasi pemasaran.
Keseimbangan antara tingkat layanan pelanggan dan banyaknya
persediaan produk juga menjadi hal penting yang harus d itentukan pada
supply chain yang beroperasi dengan sistem MTS.
2. Assemble-to-order (ATO)
ATO adalah sistem dimana hanya kegiatan perakitan yang menunggu
pesanan dari pelanggan, sedangkan kegiatan fabrikasi komponen
dilakukan atas dasar ramalan. ATO cocok diterapkan pada sistem yang
memproduksi banyak variasi produk dengan kesamaan anatra komponen
dari tiap p roduk yang cukup tinggi. Jad i, DP ditempatkan setelah proses
17
fabrikasi atau d iawal p roses perakitan yang berarti bahwa persediaan akan
disimpan dalam bentuk komponen siap rakit. Aspek kunci dalam
mengelola supply cha in yang beroperasi pada lingkungan ATO adalah
lamanya p roses perakitan setelah ada pesanan dari pelanggan dan jumlah
variasi p roduk yang dapat ditawarkan ke pelanggan. Kecepatan
perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan oleh
lead time perakitan.
3. Make-to-order (M TO)
MTO adalah sistem dimana kegiatan fabrikasi tidak bisa dikerjakan tanpa
menunggu pesanan dar i pelanggan karena setiap pesanan memiliki
variabilitas yang tinggi dan berbeda beda. Untuk mengatasi masalah
variabilitas ini perusahaan harus memproduksi pesanan pelanggan setelah
pelanggan melakukan pesanan. Usaha perusahaan untuk meny iapkan
produk sebelum adanya pesanan dari pelanggan dianggap memilik i biaya
yang mahal dan resiko yang tinggi. Aspek kunci dalam mengelola supply
chain yang beroperasi pada lingkungan MTO adalah kecepatan
perusahaan dalam menerima, menterjemahkan, dan memproses pesanan
dari pelanggan sehingga p roduksi dapat berjalan secepat mungkin.
4. Engineer- to-order (ETO)
ETO adalah sistem dimana perancangan p roduk baru dilakukan setelah
ada pesanan dari pelanggan. Model ini cocok digunakan bila tiap
pelanggan memerlukan p roduk dengan rancangan yang spesifik.
Rancangan spesifik ini nantinya akan berimplikasi pada kebutuhan
material dan urutan p roses yang berbeda untuk tiap produk. Aspek kunci
dalam mengelola supply cha in yang beroperasi pada lingkungan ETO
18
adalah kesepakatan waktu dan rancangan p roduksi antara perusahaan dan
pelanggan serta fleksibilitas dari bagian produksi dan perancangan untuk
dapat menyerap permintaan dari pelanggan yang berbeda beda.
Pada kenyataannya, masih banyak perusahaan yang memproduksi
produk dengan fokus operasi yang berbeda beda. Di sebuah perusahaan
mungk in ada sebagian sistem produksi yang memproduksi p roduk produk
yang relatif standar dan sebagian lagi digunakan untuk memproduksi produk
produk dengan banyak variasi. Pada situasi ini, kegiatan kegiatan supply
chain akan memiliki fokus yang berbeda dan manajer harus bisa
membedakan bagaimana pengelolaan masing masing sistem produksi
tersebut.
2.4 Konsep Supply Chain Management
2.4.1 Pengertian Supply Chain Management
Menurut Kalakota (2001, p275) supply chain management adalah
koordinasi aliran material, informasi, dan keuangan antara semua perusahaan
yang terlibat dalam suatu transaksi bisnis.
Menurut Turban (2010, p289) supply chain management adalah
proses kompleks yang membutuhkan koordianasi dari berbagai kegiatan agar
pengiriman barang dan jasa dar i supplier ke pelanggan dilakukan secara
efektif dan efisien bagi semua pihak yang terlibat.
Menurut Council of Logistic Management (Pujawan, 2005, p7) supply
chain management adalah koordinasi fungsi bisnis tradisional dalam
perusahaan dan di dalam supply chain secara sistematis dan strategis dengan
19
tujuan untuk meningkatkan performa jangka panjang dari tiap perusahaan
yang berpartisipasi dan performa supply chain secara keseluruhan.
Menurut Simchi-Levi (2004, p2) supply chain management adalah
sekelompok pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan supplier,
produsen, gudang, dan toko secara ef isien agar produk dapat dip roduksi dan
didistribusikan dengan jumlah yang tepat, ke lokasi yang tepat, dan pada
waktu yang tepat untuk meminimalkan biaya sistem secara keseluruhan
sekaligus mencapai service level yang diinginkan.
Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
supply chain management adalah proses kompleks yang mengkoordinasi
berbagai kegiatan dalam jaringan supply cha in untuk meningkatkan performa
pihak p ihak yang terlibat dalam supply chain secara keseluruhan
2.4.2 Arus dalam Supply Chain Management
Menurut Kalakota (2001, p275) terdapat tiga aliran utama dalam
supply chain management :
1. Aliran Material
Aliran material melibatkan p roduk fisik yang mengalir dari supplier ke
pelanggan, dan juga arus balik material, seperti produk retur, produk
rusak, dan produk daur ulang.
2. Aliran informasi
Aliran informasi melibatkan peramalan permintaan, pengiriman pesanan
pelanggan, dan status pengiriman barang.
3. Aliran keuangan
Aliran keuangan melibatkan informasi kartu kredit, jadwal pembayaran,
penagihan, dan lainnya.
20
2.4.3 Proses dalam Supply Chain Management
Menurut Chopra (2007, p15) dalam supply chain terdapat 3 proses
utama yang saling berhubungan, yaitu :
1. Customer Relationship Management (CRM)
Proses ini terdiri dari semua proses yang berfokus pada interaksi antara
perusahaan dan pelanggannya. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan
permintaan pelanggan dan memfasilitasi penempatan dan pelacakan
pesanan.
2. Internal supply cha in management (SCM )
Proses ini terdiri dari semua p roses yang ada di dalam internal
perusahaan. Proses ini bertujuan untuk memenuhi pesanan yang berasal
dari proses CRM dalam waktu yang sesingkat mungkin dan dengan biaya
yang seminimal mungkin.
3. Supplier relationship management (SRM )
Proses ini terdiri dari semua proses yang berfokus pada interaksi antara
perusahaan dan pemasoknya. Proses ini bertujuan untuk mengelo la dan
mengatur sumber bahan baku untuk jasa dan produk perusahaan.
2.4.4 Strategi Supply Chain Management
Menurut Pujawan (2005, p29) strategi supply chain management
adalah kumpulan kegiatan dan aksi strategis di sepanjang supply cha in yang
mencip takan rekonsiliasi antara apa yang dibutuhkan pelanggan akhir dengan
kemampuan sumber daya yang ada pada supply chain tersebut.
21
Menurut Simchi-Levi (2004, p42) strategi dalam supply chain
management dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori :
1. Push-based supply chain
Di dalam push-based supply chain keputusan p roduksi dan distribusi
didasarkan pada peramalan jangka panjang. Produsen b iasanya akan
mendasarkan peramalan mereka pada permintaan dari distributor mereka.
Di dalam push-based supply chain kita biasanya akan menemukan biaya
transportasi yang tinggi, tingkat persediaan yang tinggi, dan biaya
produksi yang besar. Berdasarkan karakteristik di atas, push-based supply
chain cocok untuk diterapkan terhadap p roduk make-to-stock.
2. Pull-based supply chain
Di dalam pull-based supply chain produksi dan distribusi dip icu oleh
adanya permintaan dari pelanggan, jadi p rosesnya dikoordinasi dengan
permintaan pelanggan yang ada, bukan dengan menggunakan peramalan.
Bahkan, dalam pull system murni perusahaan tidak memiliki persediaan
sama sekali dan hanya merespon pada permintaan pelanggan. Proses ini
akan dimungk inkan dengan adanya mekanisme transfer informasi yang
cepat antara anggota dalam supply chain mengenai permintaan pelanggan.
Di dalam pull-based supply chain kita biasanya menemukan tingkat
persediaan yang minim, koordinasi yang baik, dan biaya yang lebih
rendah. Berdasarkan karakteristik di atas, pull-based supply chain cocok
untuk diterapkan terhadap produk make-to-order.
3. Push-pull supply cha in
Push-pull supply cha in merupakan kombinasi antara push-based supply
chain dengan pull-based supply cha in. Di dalam push-pull supply chain
22
beberapa bagian dalam supply chain dilakukan dengan cara push-supply
chain dan sisanya dilakukan dengan cara pu ll-supply chain. B erdasarkan
karakteristik di atas, push-pull supply chain cocok untuk diterapkan
terhadap perusahaan dengan p roduk make-to-order dan make-to-stock.
Strategi push memiliki tingkat ketidakpastian yang lebih rendah.
Untuk itu, fokus utama dari strategi push adalah minimalisasi biaya. Strategi
push memiliki karakteristik ketidakpastian permintaan yang rendah, skala
ekonomis dalam produksi, dan lead time yang lama. Strategi pull memiliki
tingkat ketidakpastian yang lebih tinggi. Untuk itu, fokus utama dari strategi
pull adalah service level. Service level yang tinggi akan dapat dicapai dengan
supply chain yang fleksibel dan responsif. Strategi pull memiliki karakteristik
ketidakpastian permintaan yang tinggi dan siklus yang singkat.
2.4.5 Tujuan Supply Chain Management
Menurut Turban (2010, p289) supply chain management bertujuan
untuk meminimalkan persediaan, mengoptimalkan produksi, meminimalkan
waktu produksi, mengop timalkan distribusi dan logistik, mempercepat proses
pemenuhan pesanan, dan pengurangan biaya yang berhubungan dengan
aktivitas aktivitas tersebut secara umum.
Menurut Simchi-Levi (2004, p3) supply chain management bertujuan
untuk mencip takan efektifitas dan efisiensi biaya di dalam sistem secara
keseluruhan, yang meliputi minimalisasi biaya transportasi dan distribusi
persediaan bahan baku, barang setengah jad i, dan barang jadi secara
keseluruhan. Untuk itu, penekanan yang dilakukan bukan hanya terhadap
fasilitas tunggal saja, tetapi terhadap seluruh fasilitas yang ada dalam supply
chain sebagai sebuah sistem.
23
2.4.6 Tantangan dalam Supply Chain Management
Mengelola supply chain bukanlah hal yang mudah. Ber ikut ini adalah
beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam mengelola supply chain
(Pujawan, 2005, p19):
1. Kompleksitas struktur supply chain
Suatu supply chain biasanya melibatkan banyak pihak yang ada di dalam
maupun di luar perusahaan. Pihak pihak tersebut sering kali memiliki
kepentingan yang berbeda beda, sehingga sering terjadi pertentangan
antara yang satu dengan yang lainnya. Di dalam perusahaan, konf lik
kepentingan ini sering terjadi antara bagian yang berbeda. Di dalam
supply chain konf lik kepentingan ini sering terjadi antara perusahaan
yang terlibat. Selain itu, kompleksitas sebuah supply chain juga
dipengaruhi oleh perbedaan bahasa, zona waktu, dan budaya antara satu
perusahaan dengan perusahaan lain.
2. Ketidakpastian
Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu
supply chain. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri
terhadap rencana yang sudah dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan
sering mencip takan pengaman di sepanjang supply chain dalam bentuk
safety stock, safety time, kapasitas p roduksi, dan kapasitas transportasi. Di
sisi lain ketidakpastian sering menyebabkan janji tidak bisa terpenuhi.
Dengan kata lain, customer service level akan lebih rendah pada situasi
dimana ketidakpastian cukup tinggi.
Berdasarkan sumbernya, ada tiga klasifikasi utama ketidakpastian
pada supply chain. Pertama adalah ketidakpastian permintaan. Ketidakpastian
24
permintaan yang tidak dikelo la dengan baik bila dibiarkan terus akan semakin
membesar. Akibatnya ketidakpastian permintaan kecil yang terjadi di hilir
akan semakin membesar saat sampai di hulu. Peningkatan ketidakpastian
permintaan dari hilir ke hulu pada supply chain inilah yang dinamakan
dengan bullwh ip effect.
Ketidakpastian kedua adalah ketidakpastian supplier, yang dapat
berupa harga barang, kualitas barang, lead time, dan lainnya. Ketidakpastian
ketiga adalah ketidakpastian internal yang dapat berupa kerusakan mesin,
kekurangan tenga kerja, dan lainnya. Tingkat ketidakpastian yang ada di tiap
perusahaan selalu bersumber pada tiga hal di atas dan selalu berbeda
tingkatannya pada masing masing perusahaan.
Sedangkan menurut Simch i-Levi (2004, p3) tantangan dalam
mengelola supply chain adalah :
1. Merancang dan mengoperasikan supply chain agar biaya sistem secara
keseluruhan menjadi min imal dan service level sistem secara keseluruhan
dapat dikelola dengan baik. Usaha yang diperlukan untuk memin imalkan
biaya dan mengoptimalkan service level semak in berat bila semakin
banyak fasilitas yang dilibatkan di dalam sistem.
2. Ketidakpastian adalah hal yang umum di dalam semua supply chain.
Permintaan pelanggan tidak pernah dapat dipastikan melalui peramalan,
waktu pengiriman tidak pernah sama, mesin dapat mengalami kerusakan.
Supply chain perlu dirancang untuk meminimalkan sebanyak mungkin
ketidakpastian dan mengelola ketidakpastian yang ada dengan cara yang
seefisien mungkin.
25
2.4.7 Penggerak Supply Chain Management
Menurut Chopra dan Meindl (2004, p44) ada empat faktor utama yang
menjad i penggerak utama SCM dan penentu performa dari SCM, yaitu :
1. Fasilitas (Chopra dan Meindl, 2004, p48)
Fasilitas adalah lokasi f isik di sepanjang jaringan supply chain yang
menjad i tempat untuk perakitan, peny impanan, ataupun p roduksi.
Fasilitas yang ada dikelompokkan menjadi fasilitas produksi dan fasilitas
penyimpanan. Beberapa komponen fasilitas yang harus dipertimbangkan
antara lain :
• Peranan, fungsi utama dar i fasilitas p roduksi, baik fokus kepada
produk (1 p roduk) maupun fungsional (banyak produk). Fasilitas
persediaan, apakah hanya merupakan cross-docking ataupun
merupakan tempat penyimpanan.
• Lokasi, terpusat bila ingin meraih economic of scale, dan
terdesentralisasi bila ingin meraih respon yang cepat untuk pelanggan.
• Kapasitas, berapa jumlah kapasitas yang tepat untuk memenuhi
permintaan pelanggan.
2. Persediaan (Chopra dan M eindl, 2004, p50)
Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, bahan setengah jadi, dan
bahan jadi. Persediaan timbul karena adanya perbedaan antara penawaran
dan permintaan. Beberapa komponen persediaan yang harus
dipertimbangkan antara lain :
• Cycle inventory, jumlah rata rata persediaan yang diperlukan untuk
memenuh i permintaan selama menunggu pengir iman dari pemasok.
26
• Safety inventory, persediaan untuk mengantisipasi permintaan yang
berlebih.
• Seasonal inventory, persediaan untuk mengantisipasi variasi
permintaan musiman.
• Sourcing, proses bisnis yang diperlukan untuk mendapatkan barang
ataupun jasa yang diperlukan perusahaan. Perusahaan dalam supply
chain dapat memperoleh keuntungan kompetitif dengan memilih dan
menjalin hubungan erat dengan supplier terp ilih melalui kontrak
jangka panjang. (Ho Ha dan Krishnan, 2008, p1303)
• Terdapat tiga tipe sourcing yang ada (Yu, Zeng, dan Zhao, 2009,
p790), yaitu (1) Sole Sourcing, di industri hanya terdapat 1 supplier.
(2) Single Sourcing, di industri terdapat banyak supplier, tetap i
perusahaan memilih untuk menjalin kontrak pengadaan barang hanya
dari 1 supplier. Manfaatnya terjalin hubungan yang baik,
penghematan biaya karena skala ekonomis, dan komitmen tinggi dari
supplier. (3) Multiple Sourcing, di industri terdapat banyak supplier
dan perusahaan memilih untuk membeli bahan baku dari beberapa
supplier. Manfaatnya perusahaan memiliki daya tawar menawar yang
kuat.
3. Transportasi (Chopra dan Meindl, 2004, p53)
Transportasi berfungsi untuk memindahkan produk antara tahap satu ke
tahap lain di sepanjang supply chain. Beberapa komponen transportasi
yang harus dipertimbangkan antara lain:
• Pemilihan rute, jalur mana yang harus dilewati dalam melakukan
pemindahan barang.
27
• Jenis transportasi, apakah melalui udara, truk, kereta, ataupun
perairan.
4. Informasi (Chopra dan M eindl, 2004, p56 )
Informasi adalah penghubung antara berbagai tahapan tahapan yang ada
di dalam supply chain. Beberapa komponen informasi yang harus
dipertimbangkan antara lain:
• Push versus pull, menyesuaikan dengan p roses yang ada di supply
chain, informasi untuk p roses push umumnya berupa perencanan
kebutuhan bahan baku dari rencana p roduksi, sementara untuk proses
pull umumnya berupa permintaan aktual yang diinformasikan dengan
cepat.
• Koordinasi dan pembagian informasi, bagaimana cara informasi dapat
dikelola agar koord inasi di sepanjang supply chain menjadi baik.
• Peramalan dan perencanaan agregat, melakukan peramalan akan
keadaan di masa depan, dan melakukan perencanaan dar i peramalan
yang dibuat.
• Manajemen harga dan pendapatan, menentukan tingkat harga yang
sesuai dengan keadaan yang ada.
• Teknologi pendukung, menentukan penerapan teknologi yang
mendukung aliran dan pengelolaan informasi di sepanjang supply
chain.
28
2.5 Konsep e-Supply Chain Management
2.5.1 Pengertian e-Supply Chain Management
Menurut Turban (2010, p289) e-supply chain management adalah
penggunaan teknologi secara kolaboratif untuk meningkatkan operasi
aktivitas supply chain dan juga aktivitas dalam supply chain management.
Menurut Ross (2003, p18) e-supply chain management adalah f ilosofi
manajemen strategis dan taktis yang bertujuan untuk menghubungkan secara
kolektif kapasitas produksi dan sumberdaya yang ada dalam jaringan supply
chain dengan mengap likasikan teknologi internet untuk menemukan solusi
inovatif dan sinkronisasi kemampuan supply chain dalam menyediakan nilai
yang unik bagi pelanggan.
Jadi, dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa e-
supply chain management adalah penggunaan teknologi dan internet secara
kolaboratif untuk menyediakan solusi inovatif dan sinkronisasi kemampuan
supply chain dalam menyediakan nilai bagi pelanggan.
2.5.2 Karakteristik dari e-Supply Chain Management
Menurut Ross (2003, p19) e-supply chain management memiliki
beberapa karakteristik, antara lain:
1. E-supply chain management memberikan gambaran baru tentang fungsi
dari informasi di dalam supply chain. Internet memungkinkan perusahaan
untuk mengumpulkan, melacak, dan memantau informasi dar i berbagai
sumber dalam supply chain kapanpun perusahaan membutuhkannya
melalui cara yang efektif.
2. E-supply chain management memungkinkan perusahaan untuk
membentuk relasi dengan rekanan bisnis perusahaan dalam supply chain
29
yang member ikan keunggulan kompetitif. E-supply chain management
memungkinkan perusahaan untuk melakukan integrasi dengan p ihak
pihak yang terlibat dalam supply chain dan membuat keseluruhan supply
chain saling berkerja sama untuk memenuhi kebutuhan pelanggan secara
efektif dan efisien.
3. E-supply cha in management memungkinkan sinkronisasi antara p ihak
yang terlibat dalam supply chain sehingga pertukaran informasi secara
elektronik men jadi lebih cepat dan tepat.
2.5.3 Kunci Sukses e-Supply Chain Management
Kesuksesan e-supply chain management bergantung pada beberapa
hal berikut (Turban, King, Mckay , 2010, p290) :
1. Kemampuan semua rekanan perusahaan dalam supply chain untuk
memandang kolaborasi mereka sebagai sebuah aset strategis. Integrasi
yang tinggi dan kepercayaan antara berbagai p ihak dalam supply chain
akan menghasilkan kecepatan dan penurunan biaya.
2. Strategi supply chain yang jelas. Hal ini meliputi pemahaman terhadap
kekuatan dan kelemahan yang ada, penetapan rencana pengembangan,
dan penetapan tujuan lintas organisasi dalam supply chain. Komitmen
dari eksekutif juga merupakan hal yang penting dan harus ditunjukkan
dalam alokasi sumber daya yang sesuai dan penetapan prioritas yang
beralasan.
3. Keterbukaan terhadap informasi antara semua p ihak dalam supply chain.
Informasi mengenai persediaan, permintaan p roduk, kapasitas p roduksi,
pengkoordinasian aliran p roduk, waktu pengiriman, dan informasi relevan
lainnya harus dapat diakses semua p ihak dalam supply chain setiap saat.
30
Oleh karena itu, informasi harus dikelola secara baik, dengan aturan yang
ketat, disip lin, dan pengawasan berkelanjutan.
4. Kecepatan, biaya, kualitas, dan pelayanan pelanggan. Ini adalah ukuran
yang dapat digunakan untuk mengukur performa supply chain.
Perusahaan harus mampu mengukur dan menetapkan tingkat yang
diinginkan dari tiap ukuran yang disebutkan di atas. Tingkat target yang
ditetapkan juga harus dapat dicapai dan menarik bagi rekanan bisnis.
5. Mengintegrasikan supply chain dengan lebih baik. E-supply chain
management akan diuntungkan dengan integrasi yang erat antara semua
pihak yang terlibat dalam supply chain.
2.5.4 Preliminary Steps
Menurut Ross (2003, p131) dalam mencapai penentuan keputusan
strategi e-supply chain management (e-SCM ), ada 5 tahap yang dapat diikuti:
Tahap 1: Energize the Organization
Mempersiapkan perusahaan terhadap e-SCM memerlukan usaha dari
manajemen puncak untuk memimpin perubahan dan usaha untuk
mengintegrasikan semua p ihak yang terlibat untuk berpartisipasi dalam
tekonologi e-SCM .
Manajemen puncak harus mendapatkan pendidikan tentang dasar dari
supply chain management dan e-business. Setelah itu mereka harus mampu
bertindak sebagai pemimpin untuk mengadopsi perubahan. M ereka juga
harus memastikan bahwa supply chain yang ada dapat disesuaikan dengan
teknologi e-business yang diterapkan. Partisipasi aktif dari semua pihak yang
dipengaruhi dapat diperoleh dengan menun jukkan manfaat dari perubahan
yang dilakukan oleh teknologi terhadap aktivitas yang mereka lakukan.
31
Tahap 2: Enterprise Vision
Langkah berikutnya yang perlu dilakukan dalam membangun strategi
e-SCM yang efektif adalah mengetahui dan mensukseskan visi dari
perusahaan. Untuk mencapai visinya, perusahaan perlu mengetahui tingkat
kompetitif dari bisnis yang dilakukan. Tahap ini mendefinisikan kompetensi
kompetitif yang ada pada infrastruktur saat ini dan yang ada pada jaringan
supply chain dalam usaha perusahaan untuk mencapai visi yang ada.
Tahap 3: Supply Chain Value Assessment
Keputusan untuk mengimplementasikan teknologi harus didasarkan
pada pemahaman mendalam mengenai p roses bisnis mana yang dapat
dikembangkan menjadi e-business. Salah satu cara untuk mencocokkan
inisiatif penerapan teknologi, proses bisnis, dan visi strategis adalah dengan
menggunakan supply chain value assessment (SCVA).
Tujuan dari SCVA adalah untuk menentukan dan memprioritaskan
inisiatif e-business mana yang perlu diambil agar dapat menghasilkan
manfaat maksimal bagi perusahan dan anggota lainnya dalam supply chain.
Step 4: Opportunity Identification
Setelah SC VA dilakukan, akan timbul beberapa p ilihan inisiatif yang
mungk in untuk dilakukan dan peluang apa saja yang dimiliki o leh
perusahaan. Setelah dip rioritaskan, tahap ini akan menentukan tipe
implementasi strategi e-SCM seperti apa yang dapat dilakukan, peluang
kompetitif yang ditimbulkan, dan perkiraan biaya yang ditimbulkan.
Step 5: Strategy Decision
Sekarang eksekutif perusahaan dapat berfokus pada inisiatif dan
pemanfaatan peluang yang dip ilih. Keputusan yang dibuat harus berfokus
32
pada manfaat yang diharapkan. Tidak peduli inisiatif yang dipilih berfokus
untuk melakukan otomatisasi, mengintegrasikan p roses, mengurangi biaya,
memperlancar arus informasi, ataupun merancang ulang proses bisnis dan
pembentukan nilai bagi pelanggan. Hal yang terpenting adalah eksekutif
perlu memahami bahwa teknologi itu sendiri tidak dapat mencapai apa apa.
Tujuan utama dari inisiatif e-SCM adalah memanfaatkan kekuatan bersama
antara anggota dalam supply cha in untuk meningkatkan keuntungan dalam
pasar ataupun menyadari cara baru untuk mencip takan nilai bagi pelanggan.
2.6 Five Forces Po tter
Menurut Potter (2011, p106) untuk mengetahui lingkungan kompetitif
dalam suatu industri dapat dilihat dari lima kekuatan utama yang ada :
1. Ancaman persaingan dari perusahaan yang telah ada
Persaingan antara perusahaan yang telah ada merupakan kekuatan utama
dalam persaingan. Sesuatu yang dilakukan perusahaan hanya berarti bila
aktivitas yang mereka lakukan itu dapat member ikan keunggu lan
kompetitif terhadap pesaing mereka.
Beberapa hal yang menyebabkan persaingan yang tinggi antara
perusahaan adalah :
- Jumlah perusahaan pesaing yang banyak
- Perusahaan yang ada memiliki kemampuan yang sama
- Penurunan permintaan ataupun harga produk
- Perusahaan pesaing memilik i produk yang mirip
- Perusahaan memiliki biaya tetap yang tinggi
- Pelanggan dapat berp indah ke merek lain dengan mudah
33
2. Ancaman persaingan dari perusahaan baru
Ketika perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke industri, maka
persaingan dalam industri tersebut cenderung akan meningkat. Beberapa
hambatan bagi perusahaan baru untuk dapat memasuki industri tertentu
antara lain : penguasaan terhadap teknologi, kurangnya pengalaman,
loyalitas pelanggan yang tinggi, kebutuhan modal yang tinggi,
terbatasnya akses terhadap bahan baku, pembatasan oleh peraturan
pemerintah, adanya hak paten, dan hambatan yang dibuat oleh perusahan
yang telah ada sebelumnya. Perusahaan yang telah ada akan
mengidentifikasi ancaman pemain baru, mengawasi pemain baru, dan
melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengantisipasi ancaman dari
pemain baru. Tindakan yang biasa dilakukan oleh perusahaan yang telah
ada antara lain : menurunkan harga, meningkatkan pelayanan,
menambahkan fitur baru, ataupun menawarkan pendanaan khusus.
3. Ancaman persaingan dari produk substitusi
Dalam berbagai industri, banyak perusahaan yang menghadap i kompetisi
dengan perusahaan dari industri lain yang memproduksi p roduk substitusi
dari p roduk perusahaan tesebut, contohnya p roduk pembungkus makanan
dari kertas dan dari styrofoam. Persaingan dari p roduk substitusi semakin
meningkat saat harga produk pesaing menjadi lebih murah dan switching
cost pelanggan men jadi menurun. Kekuatan kompetitif dari produk
substitusi dapat dinilai dar i pangsa pasar produk tersebut dan kemampuan
perusahaan untuk meningkatkan kapasitasnya serta melakukan penetrasi
pasar.
34
4. Ancaman dari daya tawar menawar supplier
Daya tawar menawar supplier dapat mempengaruhi tingkat persaingan
dalam suatu industri, khususnya ketika terdapat sedikit supplier, hanya
ada sedikit substitusi dari bahan baku, atau switching cost untuk bahan
baku yang tinggi. Untuk mengatasi kekuatan persaingan dari daya tawar
menawar supplier, banyak perusahaan yang melakukan kerjasama dengan
supplier dengan tujuan untuk :
- Menurunkan biaya persediaan dan logistik
- Mempercepat proses penyediaan barang
- Meningkatkan kualitas dari bahan baku yang diperoleh dan
menurunkan tingkat kerusakan barang
- Meminimalkan biaya bagi perusahaan dan supplier-nya.
5. Ancaman dari daya tawar menawar konsumen
Ancaman persaingan dari daya tawar menawar konsumen meningkat
ketika jumlah pembeli sedik it dan pembeli membeli dalam jumlah besar.
Hal ini dapat membuat perusahan dalam industri bersaing semakin ketat
untuk memperebutkan pelanggan. Beberapa kondisi yang dapat
meningkatkan daya tawar menawar konsumen antara lain :
- Ketika konsumen dapat berp indah ke merek lain ataupun ke produk
substitusi dengan mudah
- Ketika konsumen merupakan konsumen yang penting bagi perusahaan
- Ketika perusahaan menghadap i permintaan konsumen yang menurun
- Ketika konsumen memiliki informasi yang lengkap mengenai p roduk,
harga, dan biaya perusahaan
35
- Ketika konsumen memiliki kebebasan untuk menentukan apakah
mereka perlu membeli produk tersebut dan kapan mereka harus
membelinya.
2.7 Value Chain Analysis
Menurut Ward and Peppard (2002, p244) agar sebuah perusahaan
dapat mengidentifikasi implikasi e-business terhadap bisnis mereka dalam
cakupan peluang dan ancaman secara umum, perusahaan perlu melakukan
analisis value cha in.
Menurut Michael Potter setiap perusahaan memilki sekelompok
aktivitas yang dilakukan untuk merancang, memproduksi, memasarkan,
mengirimkan, dan mendukung produk dan jasa yang mereka tawarkan.
Semua aktivitas ini dapat digambarkan dalam value chain. Value chain hanya
dapat dimengerti dalam konteks unit bisnis tersebut.
Analisis value chain bertujuan untuk membedakan apa yang
dilakukan perusahaan dengan bagaimana perusahaan melakukannya. Setiap
aktivitas dalam perusahaan dilakukan untuk menambah nilai dalam produk
dan jasa yang d iberikan kepada pelanggan ataupun memastikan aktivitas yang
menambah nilai bagi pelanggan dapat dilakukan dengan baik. Value chain
membedakan aktivitas bisnis dalam perusahaan menjad i dua bagian :
1. Aktivitas utama
Aktivitas utama adalah aktivitas yang memungkinkan perusahaan untuk
memenuh i perannya dalam industri dan memuaskan pelanggannya.
Semua aktivitas yang termasuk ke dalam aktivitas utama harus dilakukan
dengan baik dan harus dihubungkan antara satu dengan lainnya secara
36
efektif agar performa bisnis secara keseluruhan dapat dioptimalkan.
Keberhasilan aktivitas utama dapat dinilai dari tingkat kepuasan
pelanggan yang didapatkan perusahaan.
2. Aktivitas pendukung
Aktivitas pendukung adalah aktivitas yang dibutuhkan untuk
mengendalikan dan mengembangkan bisnis dari waktu ke waktu dan
dapat menambahkan nilai secara tidak langsung. Keberhasilan aktivitas
pendukung dapat dinilai dari keberhasilan aktivitas utama.
Dalam model value chain-nya, Potter menyesuaikan struktur aktivitas
perusahaan berdasarkan struktur aktivitas yang ada pada perusahaan
manufaktur secara umum. Untuk itu, Potter membagi aktivitas utama menjadi
lima bagian, yang berawal dari supplier dan berakhir di pelanggan. Lima
bagian yang ada dalam aktivitas utama adalah :
1. Inbound logistic
Merupakan p roses untuk mendapatkan, menerima, meny impan, dan
meramalkan input utama yang d iperlukan perusahaan dalam jumlah dan
kualitas yang tepat. Hal ini dapat berupa perekrutan staff, pembelian
material, memperoleh jasa, serta berurusan dengan perusahaan kontraktor
ataupun pengadaan peralatan.
2. Operations
Mengubah input menjadi p roduk ataupun jasa yang diperlukan oleh
pelanggan. Hal in i meliputi pengumpulan sumber daya dan bahan baku
yang diperlukan untuk membuat sebuah produk ataupun melakukan
pelayanan jasa.
37
3. Outbound logistic
Mendistribusikan produk ke pelanggan, baik secara langsung maupun
melalui jalur distribusi agar pelanggan dapat mengakses dan membeli
produk perusahaan dengan mudah.
4. Sales and marketing
Menyediakan cara agar pelanggan dapat menyadari tentang keberadaan
produk dan jasa perusahaan dan mengetahui cara bagaimana agar mereka
dapat memperoleh produk dan jasa tersebut.
5. Services
Menambahkan nilai bagi pelanggan dengan memastikan mereka
mendapatkan nilai dan keuntungan maksimum dar i produk yang mereka
beli. Hal ini dapat berupa garansi dan informasi manual.
Setelah melakukan analisis value cha in perusahaan dapat mengetahui:
1. Informasi yang mengalir dalam industri serta seberapa penting
informasi tersebut bagi fungsional industri dan bagi kesuksesan
perusahaan. Hal ini dicapai dengan menentukan kapan dan dimana
informasi tersebut dapat diakses, siapa pemiliknya, cara
mendapatkannya, dan penggunaannya untuk keuntungan perusahaan.
2. Informasi apa saja yang dapat dipertukarkan dengan pelanggan dan
supplier di sepanjang suppy chain untuk meningkatkan performa
bisnis ataupun meningkatkan performa bersama dengan berbagi
manfaat dari informasi tersebut.
3. Seberapa efektif informasi mengalir dalam proses utama dan
penggunannya dalam perusahaan :
38
- Dalam tiap aktivitas untuk meningkatkan performa perusahaan.
- Dalam penghubung antara aktivitas untuk mengurangi biaya dan
memanfaatkan peluang yang ada.
- Dalam membantu aktivitas pendukung agar tidak menjadi
penghambat dalam mendukung aktivitas utama.
Gambar 2.1 Contoh value chain perusahaan manufaktur Sumber : Ward and Peppard (2002, p265)
2.8 Konsep Make-to-Order dan Make-to-Stock
Strategi pada p roses manufaktur berbeda dengan strategi pada proses
jasa. Pada perusahaan manufaktur perusahaan harus mempertimbangkan
tentang persediaan. Tiga pendekatan umum untuk proses produksi dan
persediaan adalah : (Krajewski, 2007, p125)
39
1. Strategi Make-to-Order (MTO)
Strategi make-to-order merupakan strategi yang d igunakan o leh
perusahaan manufaktur yang membuat produk setelah adanya pesanan
dari pelanggan.
2. Strategi Assemble-to-Order (ATO)
Strategi assemble-to-order merupakan strategi yang d igunakan o leh
perusahaan dengan p roduk yang memiliki banyak komponen dan baru
dirakit menjadi satu setelah ada pesanan dar i pelanggan.
3. Strategi Make-to-Stock (MTS)
Strategi make-to-stock merupakan strategi yang digunakan oleh
perusahaan dimana perusahaan memiliki persediaan barang jadi dan
kemudian mengir imkan barang jadi dengan segera setelah adanya
pesanan dari pelanggan.
Untuk memahami konsep make-to-order dan make-to-stock,
diperlukan pemahaman tentang konsep persediaan dan produksi terlebih
dahulu.
2.8.1 Konsep Persediaan
2.8.1.1 Pengertian Persediaan
Persediaan adalah sejumlah p roduk yang d isimpan perusahaan untuk
memfasilitasi kegiatan produksi ataupun memenuhi kebutuhan pelanggan.
Tipe persediaan yang ada pada perusahaan pada umumnya terdiri dari
tiga macam, yaitu: (Heizer, 2011, p501)
1. Bahan mentah
Bahan mentah adalah bahan yang sudah dibeli perusahaan, tap i belum
dimasukkan ke dalam proses produksi.
40
2. Produk setengah jadi
Produk setengah jadi adalah p roduk yang sudah memasuki proses
produksi, bukan termasuk bahan mentah, tap i belum juga termasuk
produk jadi.
3. Produk jadi
Produk jadi adalah p roduk akhir yang sudah selesai diproduksi dan siap
untuk dijual ke pelanggan.
2.8.1.2 Biaya dalam Persediaan
Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p105) pada umumnya
struktur biaya dari persediaan terdiri dari:
1. Biaya pembelian
Biaya pembelian merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli
barang. Dalam teori persediaan, pada umumnya komponen biaya
pembelian tidak dimasukkan dalam perhitungan total biaya sistem
persediaan. Hal in i karena diasumsikan bahwa harga barang per-unit tidak
dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli. Jadi, komponen biaya
pembelian untuk periode waktu tertentu adalah konstan.
2. Biaya pengadaan
Biaya pengadaan terbagi men jadi dua jen is, yaitu :
• Biaya pemesanan / ordering cost
Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk
mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya penentuan