7 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengukuran Kinerja Menurut Kaplan dan Norton (2000, p19), sebagai pencipta metode balanced scorecard, dikatakan bahwa sistem pengukuran yang diterapkan perusahaan mempunyai dampak yang sangat besar terhadap perilaku manusia di dalam maupun di luar organisasi. Untuk berhasil dan tumbuh dalam persaingan abad informasi, perusahaan harus menggunakan sistem pengukuran dan manjemen yang diturunkan dari strategi dan kapabilitas yang dimiliki perusahaan. Jika Anda tidak dapat mengukurnya, anda akan menemui kesulitan untuk mengelolanya. Oleh karena itulah pengukuran kinerja dianggap penting. 2.1.1.1 Definisi Pengukuran Kinerja Menurut (http://www.damandiri.or.id/file/yurniwatiunpadbab2b.pdf ), kinerja adalah kemampuan kerja ditentukan yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Hawkins (The Oxford Paperback Dictonary, 1979) mengemukakan pengertian kinerja sebagai berikut: Performance is: (1) the process or manner of performing, (2) a notable action or achievement, (3) the performing of a play or other entertainment. Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan mengetahui kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati. Untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan pengukuran kinerja.
44
Embed
BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00335-MN Bab 2.pdfyang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengukuran Kinerja
Menurut Kaplan dan Norton (2000, p19), sebagai pencipta metode balanced
scorecard, dikatakan bahwa sistem pengukuran yang diterapkan perusahaan mempunyai
dampak yang sangat besar terhadap perilaku manusia di dalam maupun di luar organisasi.
Untuk berhasil dan tumbuh dalam persaingan abad informasi, perusahaan harus
menggunakan sistem pengukuran dan manjemen yang diturunkan dari strategi dan
kapabilitas yang dimiliki perusahaan. Jika Anda tidak dapat mengukurnya, anda akan
menemui kesulitan untuk mengelolanya. Oleh karena itulah pengukuran kinerja dianggap
penting.
2.1.1.1 Definisi Pengukuran Kinerja
Menurut (http://www.damandiri.or.id/file/yurniwatiunpadbab2b.pdf), kinerja adalah
kemampuan kerja ditentukan yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Hawkins (The Oxford
Paperback Dictonary, 1979) mengemukakan pengertian kinerja sebagai berikut: Performance
is: (1) the process or manner of performing, (2) a notable action or achievement, (3) the
performing of a play or other entertainment. Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang
dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar
yang ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan
mengetahui kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati. Untuk
mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan pengukuran kinerja.
8
Menurut Anderson dan Clancy (1991) (Yuwono, 2003, p21) mendefinisikan
pengukuran kinerja sebagai umpan balik dari akuntan kepada manajemen yang memberikan
informasi tentang seberapa baik aksi yang dilaksanakan merupakan gambaran dari rencana
yang ditetapkan juga informasi ini mengidentifikasi dimana para manajer mungkin perlu
untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian
di masa yang akan datang.
Sedangkan menurut Yuwono (2003, p23) pengukuran kinerja adalah tindakan
pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktifitas dalam rantai nilai yang ada pada
perusahaan. Secara umum pengertian pengukuran kinerja dapat di simpulkan sebagai suatu
metode manajemen strategik yang bisa dipergunakan untuk mengukur dan menilai
keberhasilan suatu perusahaan melalui suatu usaha yang dilakukan secara menyeluruh, dan
hasil pengukuran kinerja tersebut dapat dipergunakan oleh manajemen yang disusun sebagai
umpan balik untuk perbaikan dan penyesuaian-penyesuaian atau peninjauan ulang strategi
yang ditetapkan dan program-program yang akan dilaksanakan. Hal yang menjadi ukuran
disini adalah bagaimana kemampuan suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawan
dalam mencapai efektifitas operasional berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya.
2.1.1.2 Tujuan Pengukuran Kinerja
Menurut (http://www.damandiri.or.id/file/yurniwatiunpadbab2b.pdf) tujuan
pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi personel mencapai sasaran organisasi dan
mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar menghasilkan tindakan
yang diinginkan oleh organisasi. Penilaian kinerja juga digunakan untuk menekan perilaku
yang tidak semestinya dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan
9
balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang sifatnya intristik maupun
ekstristik.
Menurut Gaspersz, Vincent (2005, p92), pengukuran kinerja dapat menjadi pedoman
yang mengaitkan berbagai program peningkatan kinerja yang ada sehingga menjadi lebih
terfokus pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi, ukuran-ukuran, dan target-target yang
terkait langsung dengan tujuan-tujuan strategis.
2.1.1.3 Manfaat Pengukuran Kinerja
Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang disusun oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) (2002, p5) dijelaskan tentang pentingnya informasi serta manfaat kinerja
perusahaan yaitu informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk
menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa
depan. Informasi fluktuasi kinerja adalah penting dalam hubungan ini. Informasi kinerja
bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari
sumber daya yang ada. Disamping itu, informasi tersebut juga berguna dalam perumusan
pertimbangan tentang efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya.
Menurut Lynch dan Cross (Yuwono, 2004, pp29-30), manfaat sistem pengukuran
kinerja yang baik adalah sebagai berikut :
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan, sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat dengan pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam
organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai
pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya terhadap
pemborosan tersebut (reduction of waste).
10
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih
kongkret, sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5. Membangun konsensus untuk melakukan perubahan dengan memberi “reward” atas
perilaku yang diharapkan tersebut.
Tabel 2.1
Atribut Pengukuran Kinerja yang Baik
Berbagai Atribut Tolok Ukur Kinerja yang Baik Secara umum, suatu sistem pengukuran yang baik harus terdiri dari sekumpulan tolok ukur
yang mengkombinasikan antara matriks keuangan dan non keuangan dengan 24 atribut berikut :
1. Mendukung dan konsisten dengan tujuan, tindakan, budaya, dan faktor-faktor kunci keberhasilan perusahaan
2. Relevan dan mendukung strategi 3. Sederhana untuk diimplementasikan 4. Tidak kompleks 5. Digerakkan oleh pelanggan 6. Integral dengan seluruh fungsi
dalam organisasi 7. Sesuai dengan keseluruhan tingkatan
organisasi 8. Sesuai dengan lingkungan eksternal 9. Mendorong kerjasama dalam
organisasi, baik secara horisontal maupun vertikal
10. Hasil pengukurannya dapat dipertanggungjawabkan
11. Jika memungkinkan, dikembangkan dengan menggabungkan pendekatan top-down dan bottom-up
12. Dikomunikasikan keseluruh bagian yang relevan dalam organisasi
13. Dapat dipahami 14. Disepakati bersama 15. Realistik
16. Berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dan membuat ”sebuah perbedaan”
17. Terhubung dengan aktifitas sehingga hubungan yang jelas terlihat antara sebab dan akibat
18. Difokuskan lebih pada pengelolaan sumber daya, ketimbang biaya yang sederhana
19. Dimanfaatkan untuk memberi ”real time feedback ”
20. Digunakan untuk memberi ”action oriented feedback ”
21. Jika diperlukan, suatu tolok ukur bisa ditambahkan lintas fungsional dan lintas level manajemen
22. Mendukung bagi pembelajaran individu dan organisasi
23. Mendorong perbaikan secara kontinyu dan tiada henti
24. Secara kontinyu dinilai relevansinya terhadap 23 atribut di atas dan dibuang jika kegunaannya hilang atau ada tolok ukur yang baru atau lebih relevan ditemukan
Sumber: Yuwono (2003, p30)
11
2.1.2 Konsep Manajemen Strategi
Menurut Tunggal (2001, p2) strategis adalah deskripsi yang ingin dicapai oleh
organisasi pada tiga sampai lima tahun ke depan, seperti yang telah direpresentasikan oleh
tema pada organisasi dan pada tujuan organisasi. Dengan menjabarkan strategi dalam
bentuk tema dan tujuan, strategi akan merepresentasikan rencana dengan singkat secara
keseluruhan daripada secara finansial saja. Strategi merupakan suatu teori tentang
bagaimana mencapai sasaran perusahaan.
Adapun beberapa pengertian manajemen strategi menurut para ahli, adalah sebagai
berikut :
Menurut Mulyadi (2001, p49), manajemen strategi adalah suatu proses yang
digunakan oleh manajemen dan karyawan untuk merumuskan dan mengimplementasikan
strategi dalam penyediaan customer value terbaik untuk mewujudkan visi organisasi.
Definisi lain dari manajemen strategi diuraikan oleh Blocher dalam Yuwono (2002,
p11), sebagai : “the development of a substainable competitive position in which the firm’s
competitive provides continued success”.
2.1.3 Pengertian Visi dan Misi
2.1.3.1 Pengertian Visi
Menurut Yuwono (2003, p103), visi dapat diartikan segambaran menantang dan
imajinatif tentang peran, tujuan dasar, karakteristik, dan filosofi organisasi dimasa datang
yang akan menajamkan tugas-tugas strategik perusahaan.
Menurut Niven (2002, p71), visi merupakan pernyataan “word picture of the future”,
yaitu semua keinginan terhadap keadaan di masa datang yang dicita-citakan oleh seluruh
personel perusahaan, mulai dari jenjang yang paling atas sampai yang paling bawah.
12
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001, p1262), “visi adalah apa yang kita
percaya dapat terjadi. Visi adalah kemampuan untuk melihat pada inti persoalan dan
pandangan atau wawasan kedepan. Visi adalah suatu refleksi dari masa depan. Ia adalah
sebuah image yang menjabarkan apa yang diinginkan oleh perusahaan pada jangka waktu
yang lama. Visi merupakan suatu rangkuman tentang apa yang ingin dicapai atau yang
diinginkan oleh perusahaan.
2.1.3.2 Pengertian Misi
Menurut Yuwono (2003, p103), misi mendefinisikan bisnis bahwa organisasi berada
pada atau harus berada pada nilai-nilai keinginan stakeholder yang meliputi: produk, jasa,
pelanggan, pasar, dan seluruh kekuatan perusahaan.
Menurut Niven (2004, p71), misi merupakan pernyataan “why we exist ?”, yaitu
menjelaskan bahwa dalam bisnis apa perusahaan menempatkan diri dalam menuju ke masa
depan serta menentukan batas dan maksud aktivitas bisnis perusahaan.
2.1.4 Analisis Porter
Menurut Porter (Husein Umar, 2001, p34) jika perusahaan ingin meningkatkan
usahanya dalam persaingan yang semakin ketat, perusahaan harus memilih prinsip berbisnis,
yaitu produk dengan biaya rendah, bukan kedua-duanya. Dan juga Michael Porter percaya
aspek terpenting dari sebuah lingkungan eksternal adalah bagaimana lingkungan eksternal
itu sendiri berpengaruh kepada persaingan dalam suatu industri. Michael Porter seperti yang
dikutip Kotler, P. (2003, p242) mengidentifikasikan lima kekuatan yang menentukan
kompetisi dari sebuah industri.
13
Sumber : Rangkuti (2004, p11)
Gambar 2.1
Lima Model Kekuatan Kompetisi Porter
Wheelen, T. dan Hunger, J. dalam buku yang berjudul Strategic Management and
Business Policy (2006, p82) secara lebih mendalam membahas teori Porter tentang kekuatan
yang mempengaruhi dan menentukan kompetisi dalam sebuah industri, dalam buku tersebut
dikemukakan:
Ancaman Produk
Substitusi
Pembeli
Ancaman Pendatang Baru
Pemasok
Para Pesaing Industri (competitors)
Persaingan Diantara Perusahaan yang Ada
Kekuatan Tawar-menawar Pembeli
Kekuatan Tawar-menawar Pemasok
14
1. Ancaman Pendatang Baru
Menarik atau tidaknya suatu industri bervariasi, tergantung dari seberapa besar
hambatan masuk dan keluarnya. Yang paling menarik bagi perusahaan adalah ketika
hambatan masuknya tinggi, sedangkan hambatan keluar rendah.
Pendatang baru dalam industri akan membuka kapasitas yang baru untuk
mendapatkan pangsa pasar dan sumber daya yang berkualitas. Karena alasan itulah, mereka
dianggap sebagai ancaman oleh pemain lama. Ancaman dari pendatang baru akan
tergantung juga pada hambatan masuk dan reaksi dari pesaing. Beberapa kemungkinan
hambatan masuk yang akan ditemui adalah:
a. Skala Ekonomi
b. Diferensiasi Produk
c. Kebutuhan Modal
d. Biaya untuk Mengganti (Switching Cost)
e. Akses ke Saluran Distribusi
f. Peraturan Pemerintah
2. Persaingan Diantara Pemain yang Ada
Sebuah industri menjadi tidak lagi menarik ketika didalamnya sudah terdapat
beberapa kompetitor yang banyak, kuat, ataupun agresif. Kondisi yang semacam ini akan
mengantarkan kepada perang harga yang terus menerus, persaingan iklan, dan perkenalan
produk baru, dan keseluruhannya akan membuat persaingan menjadi mahal.
Dalam industri, perusahaan sebenarnya saling memiliki ketergantungan. Gerakan
kompetitif dari suatu perusahaan dapat menimbulkan efek kepada pesaingnya dan dapat
menyebabkan serangan balik dari pesaing tersebut. Menurut Porter, persaingan ketat dapat
dihubungkan dengan adanya faktor-faktor berikut:
15
a. Jumlah pesaing.
Bila jumlah pesaing sedikit dan memiliki kekuatan yang berimbang, maka mereka
akan saling mengawasi dan memastikan bahwa mereka dapat melakukan serangan
balik yang sepadan bila lawannya melakukan suatu gerakan.
b. Rata-rata pertumbuhan industri.
c. Karakteristik servis atau produk.
Suatu produk bisa dikatakan unik dengan banyak kualitas yang membedakannya
dengan produk lainnya. Suatu produk dapat juga disebut sebagai komoditas, apabila
produk tersebut akan memiliki kualitas yang sama dan tidak tergantung dari siapa
yang menghasilkannya.
d. Jumlah biaya tetap.
e. Kapasitas.
f. Penghalang keluar.
Penghalang yang menghalangi perusahaan untuk keluar dari suatu industri.
g. Keberagaman pesaing.
Pesaing yang memiliki ide yang berbeda dapat saling berselisih jalan yang tanpa
disadari dapat menyebabkan persaingan.
3. Ancaman dari Produk dan Jasa Pengganti
Suatu industri juga akan menjadi tidak menarik jikalau terdapat beberapa produk
pengganti yang aktual ataupun potensial. Dengan adanya barang substitusi ini kekuatan
pembeli menjadi meningkat, dan untuk mengatasinya perusahaan dapat memilih pembeli
yang mempunyai kekuatan bernegosiasi dan jumlah pemasok pengganti yang rendah.
Produk pengganti adalah produk yang tampak berbeda tapi dapat memenuhi
kebutuhan yang sama akan produk lain. Misalnya, e-mail merupakan pengganti dari faks.
16
Tambahan lagi, apabila biaya pengganti murah, substitusi akan memilki dampak yang kuat
pada suatu industri. Misalnya, apabila harga kopi menjadi tinggi, maka para peminum kopi
akan secara perlahan beralih kepada teh.
4. Kekuatan Tawar-Menawar dari Pembeli
Ketika posisi tawar menawar pembeli meningkat, suatu industri juga akan dikatakan
tidak menarik untuk perusahaan. Posisi pembeli akan semakin meningkat bila pembeli
menjadi lebih terorganisasi, produk merupakan bagian signifikan dari biaya, tidak ada
diferensiasi produk, switching cost rendah , atau jika pembeli bisa berintegrasi ke hulu.
Pembeli dapat mempengaruhi industri melalui kemampuannya untuk menekan
harga, meminta kualitas yang tinggi dan tambahan jasa. Pembeli atau kumpulan pembeli
dapat dikatakan memiliki kekuatan apabila memenuhi faktor-faktor berikut:
a. Pembeli membeli produk atau jasa dalam jumlah besar.
b. Pembeli memiliki potensi untuk menghasilkan produk tersendiri.
c. Alternatif pemasok yang sangat banyak. Hal ini dikarenakan produk tersebut memiliki
suatu standar yang sama.
d. Biaya untuk beralih (switching cost) pada pemasok lain rendah.
e. Produk yang dibeli merupakan penyumbang tertinggi dalam pengeluaran pembeli,
sehingga mendorong niat untuk membeli produk dengan harga yang lebih rendah.
f. Pembeli medapatkan keuntungan yang rendah, sehingga lebih sensitif terhadap
biaya dan diferensiasi jasa.
5. Kekuatan Tawar-Menawar dari Pemasok
Industri tidak menarik jika perusahaan pemasok dapat meningkatkan harga atau
mengurangi produk yang dipasoknya. Pemasok menjadi semakin kuat dalam posisi tawar
ketika mereka menjadi lebih terkonsentrasi atau terorganisasi, hanya terdapat beberapa
17
pengganti, ketika produk merupakan input penting, switching cost pemasok tinggi, dan
ketika pemasok dapat berintegrasi ke hilir.
Selain itu penjual atau pemasok dapat mempengaruhi industri melalui
kemampuannya menaikkan harga atau mengurangi kualitas dari barang dan jasa. Penjual
atau kumpulan penjual dapat dikatakan memiliki kekuatan apabila memiliki faktor-faktor
berikut:
a. Industri tempat penjual berkecimpung hanya didominasi oleh beberapa perusahaan.
b. Produk atau servis yang dihasilkan memiliki keunikan tersendiri atau memiliki biaya
pembuatan yang tinggi.
c. Tidak ada barang pengganti yang tersedia.
Penjual tidak dapat berkompetisi secara langsung dengan konsumen.
2.1.5 Critical Success Factor
Critical success factor menurut Tunggal, A.W. (2001, p29) merupakan indikator
dalam pengukuran dan penilaian kinerja perusahaan. Faktor-faktor ini merupakan tolok ukur
dari aspek-aspek kinerja perusahaan yang penting terhadap keunggulan kompetitifnya, yang
akhirnya akan membawa dampak terhadap pencapaian keberhasilan.
Juga menurut Tunggal, A.W. (2001, p29) sistem manajemen strategik
mengembangkan informasi strategik yang memasukkan informasi yang bersifat keuangan
maupun non keuangan. Di masa lalu, perusahaan cenderung berfokus terutama pada kinerja
keuangan, seperti pertumbuhan penjualan dan laba, aliran kas dan nilai persediaan.
Sebaliknya perusahaan dalam lingkungan bisnis yang kontemporer menggunakan
manajemen strategik untuk memfokuskan terutama pada ukuran strategik tentang
keberhasilan, yang banyak berupa ukuran operasional yang bersifat non keuangan, seperti
18
pangsa pasar, mutu produk, kepuasan pelanggan, dan peluang pertumbuhan. Ukuran
keuangan menunjukkan dampak kebijakan dan prosedur perusahaan pada posisi keuangan
perusahaan jangka pendek. Oleh karena itu, hal ini juga memberikan pengembalian (return)
jangka pendek bagi pemegang saham. Sebaliknya faktor-faktor yang bersifat non keuangan
menunjukkan posisi kompetitif perusahaan untuk saat ini dan masa yang akan datang, yang
merupakan ukuran yang dipandang dari tiga sudut pandang (a) pelanggan, (b) proses bisnis
internal, (c) inovasi dan pembelajaran misalnya; sumber daya manusia. Ukuran strategik
yang bersifat keuangan dan non keuangan biasanya sebagai kunci keberhasilan kritikal
Faktor Keuangan Laba operasi, trend laba. Cash flow adequacy, trend in cash flow, kemampuan membayar bunga, tingkat perputaran aset, tingkat perputaran persediaan, tingkat perputaran piutang. Tingkat penjualan pada kelompok produk utama, trend penjualan, presentasi penjualan yang berasal dari produk baru, akurasi peramalan penjualan. Harga saham.
Keputusan Pelanggan
Faktor Pelanggan Pengembalian produk dan keluhan pelanggan, penelitian tentang pelanggan.
19
Dealer dan Distributor
Pemasaran dan Penjualan
Ketepatan Pengiriman Mutu
Kekuatan hubungan dengan dealer dan distributor. Trend kinerja penjualan, aktivitas pelatihan dan riset pasar. Kinerja ketepatan waktu pengiriman, waktu mulai pemesanan sampai pengiriman kepada pelangggan. Keluhan pelanggan, biaya jaminan, kecepatan dan keefektifan pelayanan.
Mutu
Produktivitas Fleksibilitas
Kesiapan Peralatan
Keamanan
Proses Bisnis Internal Jumlah produk cacat, jumlah pengembalian, penelitian terhadap pelanggan, jumlah sisa produksi, jumlah perbaikan, laporan penelitian lapangan, klaim jaminan, tingkat ke-cacatan barang dari pemasok. Waktu siklus (cycle time) (mulai dari bahan mentah sampai dengan produk selesai); efisiensi tenaga kerja, jumlah pemborosan, perbaikan dan sisa produksi. Waktu setup, pengalaman operator, kapasitas mesin, aktivitas pemeliharan. Down time, pengalaman operator, kapasitas mesin, aktivitas pemeliharan. Kapasitas mesin, aktivitas pemeliharan, jumlah kecelakaan, dampak kecelakaan.
Inovasi Produk
Ketetapan Waktu Untuk Produk Baru Pengalaman Keahlian
Moral Pekerja
Pembelajaran dan Inovasi Jumlah perubahan desain, jumlah hak paten atau hak cipta yang baru, keahlian staf riset dan pengembangan. Jumlah kelebihan atau kekurangan hari dari tanggal pengiriman. Jumlah pelatihan, peningkatan kinerja keahlian. Tingkat perputaran pekerja, jumlah keluhan,
20
Kompetensi
penelitian terhadap pekerja/karyawan. Tingkat perputaran, pelatihan, pengalaman, kemampuan beradaptasi, ukuran-ukuran keuangan dan operasional.
Sumber : Tunggal, A.W. (2002, pp11-13)
Menurut Tunggal, A.W. (2001, p30) dalam mengembangkan ukuran critical success
factor harus melibatkan studi secara hati-hati terhadap proses bisnis perusahaan.
Pengembangan produk, manufacturing, manajemen, dan fungsi keuangan harus dilihat
untuk menentukan spesifikasi fungsi-fungsi ini dalam memberikan kontribusi untuk
keberhasilan perusahaan.
2.1.6 Pengukuran Kinerja Berdasarkan Perspektif Tradisional
Robert S. Kaplan dan David P. Norton (2000, p6) menyatakan semua program,
inisiatif, dan proses perubahan manajemen yang baru pada perubahan abad informasi,
sampai saat ini masih dilaksanakan dalam suatu lingkungan yang diatur oleh berbagai
laporan keuangan kuartalan dan tahunan. Proses laporan keuangan tetap terikat pada
sebuah model akuntansi yang dikembangkan ratusan tahun yang lalu, yang diciptakan untuk
sebuah lingkungan transaksi yang wajar antara pihak-pihak yang independen. Model
akuntansi ini masih digunakan oleh perusahaan abad informasi pada saat mereka berusaha
membangun aktiva dan kemampuan internal, dan untuk mendorong keterkaitan dan aliansi
strategis dengan berbagai pihak eksternal.
Dalam kondisi perusahaan masih berskala kecil, transaksi umumnya dilakukan
dengan pihak eksternal dengan hanya memperhatikan perspektif keuangan yang tertuang
dalam laporan keuangan jangka pendek dan hampir seluruh aktifitas dapat dikontrol
(Yuwono, 2004, p23). Disini pengukuran kinerja secara obyektif dapat dilakukan dengan
membandingkan harga output (exit value) dengan harga input (entry value). Namun, ketika
21
kondisi perusahaan mulai membesar dalam skalanya dan pihak-pihak yang berkepentingan
dengan perusahaan (stakeholders) bertambah banyak, pengukuran kinerja dengan sistem
yang tradisional tidak bisa lagi dapat dipertahankan.
Menurut Yuwono (2003, p23-24) permasalahan-permasalahan yang timbul dengan
pengukuran kinerja dalam kondisi perusahaan berskala besar dan jumlah stakeholder yang
banyak adalah :
1. Peningkatan skala perusahaan berupa integrasi fungsi-fungsi dan semakin
kompleksnya struktur organisasi memperbesar jumlah transaksi internal yang
membuat mekanisme harga terbengkalai;
2. Pembesaran perusahaan berakibat pula pada semakin panjangnya siklus operasi
perusahaan;
3. Pengukuran kinerja bahkan semakin sulit dilakukan pada perusahaan padat modal
berskala besar yang menghasilkan lebih dari satu jenis produk, terutama kesulitan
dalam pengalokasian biaya overhead;
4. Bertambahnya stakeholders semakin mempersulit proses deliberasi untuk
menyepakati besarnya nilai akun dalam neraca dan laporan laba rugi yang bukan
berasal dari arms’ length transactions, seperti exit value, replacement cost dan
sebagainya.
2.1.6.1 Definisi Laporan Keuangan
Menurut Munawir (2002, p2), “Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data
keuangan dan aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan
data atau aktivitas perusahaan tersebut”.
22
Menurut Myer dalam bukunya Financial Statement Analysis (Munawir, 2004, p5)
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan laporan keuangan adalah dua daftar yang
disusun oleh akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah
daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar rugi laba. Pada
waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perseroan-perseroan untuk menambah
daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tak dibagikan (laba ditahan).
Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) (2002, p2), laporan keuangan
didefinisikan sebagai berikut: “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan
keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi,
laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya,
sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi
penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga
termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya,
informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan
harga.
Sedangkan Munawir (2002, p35) menulis, “Analisa-analisa laporan keuangan terdiri
dari penelaahan atau mempelajari daripada hubungan-hubungan dan tendensi atau
kecenderungan (tren) untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta
perkembangan perusahaan yang bersangkutan”.
2.1.6.2 Sifat Laporan Keuangan
Laporan keuangan menurut Munawir (2004, p6) dipersiapkan atau dibuat dengan
maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan secara periodik yang dilakukan
pihak manajemen yang bersangkutan. Jadi laporan keuangan bersifat historis serta
menyeluruh dan sebagai suatu progress report laporan keuangan terdiri dari data-data yang
23
merupakan hasil dari suatu kombinasi antara fakta yang yang telah dicatat, prinsip-prinsip
dan kebiasaan-kebiasaan di dalam akuntansi, dan pendapat pribadi. Dengan sifat yang
demikian itu maka laporan keuangan tidak dapat mencerminkan posisi keuangan dari suatu
perusahaan dalam kondisi perekonomian yang paling akhir, karena segala sesuatunya
sifatnya historis. Sehingga mungkin terdapat beberapa hal yang dapat membawa akibat
terhadap posisi keuangan perusahaan tidak dicatat dalam pencatatan akuntansi atau tidak
nampak dalam laporan keuangan.
Menurut Munawir (2004, p6) suatu hal yang penting yaitu bahwa baik prosedur,
anggapan-anggapan, kebiasaan-kebiaasaan maupun pendapat pribadi yang telah digunakan
haruslah dipertahankan secara terus menerus atau secara konsisten dari tahun ke tahun.
Namun dalam hal ini tidak berarti bahwa prosedur, kebiasaaan maupun pendapat pribadi
yang digunakan tidak boleh dirubah, tetapi kalau suatu ketika manajemen ingin merubah
prosedur, kebiasaan atau pendapat pribadi yang telah dipakai, harus dijelaskan di dalam
laporan keuangannya sehingga mereka yang membaca laporan itu dapat mengetahui dengan
jelas dasar mana yang sesungguhnya digunakan dalam laporan keuangan yang
bersangkutan, dan laporan keuangan yang dibuat secara periodik itu dapat diperbandingkan.
Karena kalau dasar yang digunakan sudah berlainan tanpa sepengetahuan yang menganalisa
dan menginterpretasikan maka kesimpulan yang diperoleh akan keliru.
2.1.6.3 Jenis-Jenis Laporan Keuangan
Untuk dapat menganalisa dan menafsirkan suatu laporan keuangan, maka
pengertian tentang jenis-jenis laporan keuangan itu sendiri perlu kita ketahui terlebih dahulu.
Beberapa laporan keuangan tersebut menurut Munawir (2004, p13) adalah sebagai berikut:
1. Laporan laba rugi adalah suatu ikhtisar pendapatan dan beban selama periode waktu
tertentu, misalnya sebulan atau setahun.
24
2. Laporan ekuitas pemilik adalah suatu ikhtisar perubahan ekuitas pemilik yang terjadi
selama peiode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.
3. Neraca adalah suatu daftar aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada tanggal
tertentu, biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun.
4. Laporan arus kas adalah suatu ikhtisar penerimaan kas dan pembayaran kas selama
periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.
Menurut Munawir (2004, p13) walaupun dalam prakteknya sering diikutsertakan
beberapa daftar yang sifatnya untuk memperoleh kejelasan lebih lanjut sehingga biasanya
dalam laporan keuangan yang lengkap tedapat catatan penjelasan atas laporan keuangan
atau yang disebut dengan notes to financial statement yang memberikan penjelasan
tambahan mengenai laporan keuangan utama yang belum dapat dijelaskan dalam tubuh
laporan. Penjelasan ini penting karena dapat membantu pengambilan keputusan dalam
membacanya.
2.1.6.4 Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan Secara Tradisional
Menurut Munawir (2004, p36) metode dan teknik analisa (alat-alat analisa)
digunakan untuk menentukan dan mengukur hubungan antara pos-pos yang ada dalam
laporan sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan dari masing-masing pos tersebut
bila diperbandingkan dengan laporan dari beberapa periode untuk satu perusahaan tertentu,
atau diperbandingkan dengan alat-alat pembanding lainnya, misalnya diperbandingkan
dengan laporan keuangan yang dianggarkan atau dengan laporan keuangan perusahaan
lainnya.
Tujuan dari setiap metode dan teknik analisa menurut Munawir (2002, p36) adalah
“Untuk menyederhanakan data sehingga dapat lebih dimengerti”.
25
Munawir (2002, p36) juga menyebutkan dua metode analisa yang digunakan oleh
setiap penganalisa laporan keuangan, yaitu:
1. Analisa horisontal, adalah analisa dengan mengadakan pembandingan laporan keuangan
untuk beberapa periode atau beberapa saat, sehingga akan diketahui perkembangannya.
Metode horisontal ini disebut pula sebagai metode analisa dinamis.
2. Analisa vertikal, yaitu apabila laporan keuangan yang dianalisa meliputi satu periode atau
satu saat saja, yaitu dengan memperbandingkan antara pos yang satu dengan pos yang
lainnya dalam laporan keuangan tersebut, sehingga hanya akan diketahui keadaan
keuangan atau hasil operasi pada saat itu saja. Analisa vertikal ini disebut juga sebagai
metode analisa yang statis karena kesimpulan yang dapat diperoleh hanya untuk periode
itu saja tanpa mengetahui perkembangannya.
Salah satu teknik analisa yang banyak digunakan dalam analisa laporan keuangan
adalah analisa rasio, dimana Munawir (2002, p37) mendefinisikan sebagai “Suatu metode
analisa untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan rugi
laba secara individual atau kombinasi dari kedua laporan tersebut”.
Menurut Husein Umar (2005, p88) untuk menganalisis keuangan dalam rangka
evaluasi kinerja perusahaan diperlukan rasio-rasio keuangan, misalnya rasio likuiditas,
solvabilitas, dan rentabilitas. Rincian rasio-rasio beserta formulanya disajikan dibawah ini :
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan
kewajiban jangka pendeknya. Beberapa rasio likuiditas ini adalah sebagai berikut :
a. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban
lancarnya.
26
Rumus : Rasio Lancar = Aktiva Lancar Utang Lancar
b. Rasio Cepat (Quick Ratio)
Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling liquid mampu