31 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Setiap usaha yang dilakukan, baik oleh perseorangan maupun oleh suatu perusahaan, mempunyai suatu “tujuan” tertentu. Sejak didirikan, suatu organisasi sudah menggaris bawahi apa yang ingin dicapainya. Setiap orang selalu dihadapkan pada situasi dimana suatu keputusan yang tepat harus diambil. Meskipun unsur-unsur subyektifitas senantiasa selalu ada dalam kehidupan manusia, namun perhitungan-perhitungan dengan menggunakan analisa kuantitatif tidak boleh diabaikan. Masalah-masalah ini dan kebutuhan untuk menemukan cara yang lebih baik dalam memecahkannya telah menimbulkan kebutuhan akan teknik-teknik riset operasi (operation research). Arti riset operasi (operation research) telah banyak didefinisikan oleh beberapa ahli. Morse dan kimball mendefinisikan riset operasi sebagai metode ilmiah (scientific method) yang memungkinkan para manajer mengambil keputusan mengenai kegiatan yang mereka tangani dengan dasar kuantitatif. Sedangkan Churchman, Arkoff dan Arnoff mendefinisikan riset operasi sebagai aplikasi metode-metode, teknik-teknik dan peralatan-peralatan ilmiah dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam operasi perusahaan
38
Embed
BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-2-00472-TI Bab 2.pdfkehidupan manusia, namun perhitungan-perhitungan dengan menggunakan analisa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
31
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pendahuluan
Setiap usaha yang dilakukan, baik oleh perseorangan maupun oleh
suatu perusahaan, mempunyai suatu “tujuan” tertentu. Sejak didirikan, suatu
organisasi sudah menggaris bawahi apa yang ingin dicapainya. Setiap orang
selalu dihadapkan pada situasi dimana suatu keputusan yang tepat harus
diambil. Meskipun unsur-unsur subyektifitas senantiasa selalu ada dalam
kehidupan manusia, namun perhitungan-perhitungan dengan menggunakan
analisa kuantitatif tidak boleh diabaikan. Masalah-masalah ini dan kebutuhan
untuk menemukan cara yang lebih baik dalam memecahkannya telah
menimbulkan kebutuhan akan teknik-teknik riset operasi (operation
research).
Arti riset operasi (operation research) telah banyak didefinisikan oleh
beberapa ahli. Morse dan kimball mendefinisikan riset operasi sebagai metode
ilmiah (scientific method) yang memungkinkan para manajer mengambil
keputusan mengenai kegiatan yang mereka tangani dengan dasar kuantitatif.
Sedangkan Churchman, Arkoff dan Arnoff mendefinisikan riset operasi
sebagai aplikasi metode-metode, teknik-teknik dan peralatan-peralatan ilmiah
dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam operasi perusahaan
32
dengan tujuan ditemukannya pemecahan yang optimum dari masalah-masalah
tersebut. Dua penulis lain, Miller dan M.K.Starr, mendefinisikan riset operasi
sebagai peralatan manajemen yang menyatukan ilmu pengetahuan,
matematika dan logika dalam kerangka pemecahan masalah-masalah yang
dihadapi sehari-hari, sehingga akhirnya permasalahan tersebut dapat
dipecahkan secara optimal.
Persoalan-persoalan yang dihadapi perusahaan pada umumnya adalah
bagaimana mengalokasikan secara tepat sumber-sumber (resources) yang
dimiliki agar dapat memaksimumkan keuntungan ataupun meminimumkan
biaya-biaya. Persoalan lain adalah bagaimana memanfaatkan kapasitas faktor-
faktor produksi seperti manusia, mesin, bahan baku, modal dan lainnya secara
optimal.
Keseluruhan dari faktor-faktor produksi tentunya memiliki batasan
kapasitasnya masing-masing, karena itulah segala kegiatan perusahaan selalu
dibatasi oleh beberapa pembatas. Lalu bagaimana memanfaatkan kapasitas
faktor-faktor produksi yang tersedia agar dapat dicapai suatu tujuan yang
optimal? Masalah maksimalisasi dan minimalisasi ini dikenal sebagai masalah
optimasi.
Masalah optimasi tentu saja dapat diselesaikan dengan perkiraan
langsung (direct estimate), tetapi hal ini terlalu riskan untuk dilakukan
terutama jika perusahaan diharuskan untuk mengambil suatu keputusan yang
tepat. Resiko yang dihadapi terutama berupa kesalahan dalam pengambilan
33
keputusan, terutama bila tidak ditunjang oleh pengalaman-pengalaman
sebelumnya.
Adapun salah satu cara kuantitatif yang dapat dilakukan dalam
penyelesaian masalah optimasi ini adalah metode linear programming, yang
akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan berikut ini.
2.2 Pengukuran Waktu
Dalam menyusun formula fungsi pembatas pada permasalahan linear
programming, maka dibutuhkanlah data-data yang nantinya akan digunakan
sebagai koefisien untuk masing-masing variabel pada fungsi pembatas
tersebut. Data-data yang dibutuhkan, seperti waktu proses produksi dapat
diperoleh dengan melakukan pengumpulan data.
Pengumpulan data tersebut dapat diperoleh dengan beberapa cara,
diantaranya yaitu melalui wawancara ataupun pengamatan langsung
(observasi lapangan). Pada pokok permasalahan kali ini, metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data-data tersebut adalah melalui
pengamatan langsung (pengukuran waktu) terhadap obyek-obyek yang
diamati.
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan
kegiatan pengukuran waktu juga harus ditetapkan terlebih dahulu. Misalnya
jika waktu baku yang akan diperoleh dimaksudkan untuk dipakai sebagai
dasar penentuan upah, maka tingkat ketelitian dan keyakinan mengenai hasil
34
pengukuran tersebut harus tinggi karena menyangkut prestasi dan pendapatan
buruh disamping keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. Tetapi jika
pengukuran itu dilakukan dengan tujuan untuk memperkirakan secara kasar
mengenai suatu ukuran, maka tingkat ketelitian dan keyakinan yang
digunakan tidak perlu sebesar kasus sebelumnya.
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-
waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-
alat yang telah disiapkan, misalnya stopwatch. Hal pertama yang dilakukan
adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan
ialah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk
memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan.
Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat
dipertanggungjawabkan maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa
kali pengukuran dengan menggunakan stopwatch. Banyak faktor yang harus
diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk
pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja,
cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain.
2.2.1 Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan
Dalam melakukan suatu pengukuran, maka idealnya adalah dengan
melakukan pengukuran yang sangat banyak, mungkin sampai dengan
pengukuran tak terhingga. Tetapi hal ini jelas tidak mungkin dilakukan karena
35
adanya keterbatasan waktu, tenaga dan tentunya biaya. Namun sebaliknya,
jika hanya dilakukan beberapa kali pengukuran saja, maka hasil yang
diperoleh juga diragukan ketepatannya.
Dengan tidak dilakukannya pengukuran dalam jumlah yang banyak,
maka pengukur akan kehilangan sebagian kepastian akan ketepatan rata-rata
waktu proses yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan
adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur
dikarenakan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak.
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil
pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan
dalam persen. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan
pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi, yang
juga dinyatakan dalam persen.
2.2.2 Keseragaman Data
Pada kenyataannya dilapangan, pengukuran terhadap suatu sistem
biasanya menghasilkan waktu yang tidak selalu sama (berbeda-beda).
Memang perubahan adalah suatu yang wajar karena bagaimanapun juga
sistem kerja tidak dapat dipertahankan tetap terus-menerus pada keadaan yang
tetap sama. Keadaan sistem yang selalu berubah dapat diterima, asalkan
perubahannya adalah yang memang sepantasnya terjadi, yaitu harus dalam
batas kewajaran, dengan kata lain harus seragam.
36
Karena ketidakseragaman data dapat terjadi tanpa disadari, maka
diperlukan suatu metode yang dapat mendeteksi seragam atau tidaknya suatu
kumpulan data. Data yang dikatakan seragam menggambarkan bahwa data
tersebut berasal dari populasi atau sistem sebab yang sama, yaitu jika berada
diantara kedua batas kontrol (BKA/BKB). Dan data dikatakan tidak seragam
jika data berasal dari populasi atau sistem sebab yang berbeda, yaitu jika
berada diluar batas kontrol (BKA/BKB).
2.2.3 Kecukupan Data
Pengambilan sampel atau penarikan sampel bertujuan untuk
memperoleh keterangan mengenai suatu populasi dengan mengamati hanya
sebagaian saja dari populasi tersebut. Pengambilan sampel dilakukan karena
pengamatan terhadap seluruh populasi sering tidak mungkin untuk dilakukan
karena adanya keterbatasan waktu, tenaga dan biaya serta tidak praktis.
Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah jumlah
sampel yang diamati sudah mencukupi untuk dapat mewakilkan keterangan
populasi atau belum. Untuk melakukan pengujian ini biasanya dilakukan
pengambilan sampel minimal yang dianggap cukup untuk mewakili populasi,
yaitu 30 sampel, yang kemudian dari ke 30 sampel (N) yang diamati tersebut
dihitunglah rata-rata dan simpangan bakunya dan kemudian dihitung lagi
jumlah sampel yang seharusnya diamati ( 'N ).
37
2.2.4 Kenormalan Data
Uji kenormalan data adalah suatu uji yang dilakukan pada sampel
yang diamati untuk mengetahui apakah data-data sampel tersebut menyebar
mengikuti pola sebaran normal. Suatu kumpulan sampel data yang
berdistribusi normal, memiliki arti bahwa data-data atau sampel yang diamati
memiliki sebaran yang mendekati nilai rata-rata dan memiliki nilai simpangan
baku yang cukup kecil.
Sebaran normal dari data sampel yang diamati mengindikasikan
bahwa parameter atau ukuran karakteristik dari data sampel tersebut valid
untuk digunakan pada perhitungan yang nantinya diharapkan dapat mewakili
populasi.
Kurva normal digambarkan menyerupai bentuk lonceng atau genta
yang merupakan sebuah kurva yang simetris terhadap garis vertikal, yang
digambarkan seperti berikut:
Gambar 2.1 Kurva Normal
38
2.2.5 Waktu Normal
Setelah melakukan pengukuran, pengukur harus mengamati kewajaran
kerja yang ditunjukkan oleh operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi
misalnya bekerja tanpa kesungguhan ataupun kondisi ruangan yang buruk.
Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat waktu
penyelesaiaan menjadi terlalu singkat ataupun terlalu lama. Hal ini jelas tidak
diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari
kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar. Jika
pengukur mendapatkan hasil yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan
tidak wajar oleh operator, maka agar rata-rata tersebut menjadi wajar,
pengukur harus menormalkannya lagi dengan melakukan penyesuaian.
Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat
mempelajari bagaimana bekerjanya seorang operator yang dianggap normal,
yaitu jika seorang operator yang berpengalaman bekerja tanpa usaha-usaha
yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan,
dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya.
Disamping konsep diatas, terdapat juga konsep-konsep yang lebih
terperinci yang dikemukakan oleh Lawry Maynard dan Stegemarten melalui
cara penyesuaian Westinghouse. Mereka berpendapat bahwa ada empat faktor
yang menyebabkan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu
keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi.
39
Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti
cara kerja yang ditetapkan. Secara psikologis, keterampilan merupakan
aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan juga dapat
menurun yaitu bila telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut,
atau karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa
fatique yang berlebihan dan sebagainya.
Usaha atau effort adalah kesungguhan yang ditunjukkan operator
ketika melakukan pekerjaannya. Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja
yang mempunyai keterampilan yang baik namun bekerja dengan usaha yang
kurang. Sebaliknya, seseorang yang memiliki keterampilan yang rendah
namun diimbangi dengan usaha yang sunguh-sunguh sehingga tampak
berlebihan namun tidak banyak menghasilkan.
Kondisi kerja pada cara westinghouse adalah kondisi fisik lingkungan
seperti keadaan pencahayaan, temperatur, dan kebisingan ruangan. Bila tiga
faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha dan konsistensi merupakan apa yang
dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu diluar operator
yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan
merubahnya. Oleh sebab itu, faktor kondisi sering disebut sebagai faktor
manajemen, karena pihak inilah yang berhak dan mampu merubah atau
memperbaikinya.
Faktor konsistensi perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada
setiap pengukuran waktu, angka-angka yang dicatat tidak akan sama. Waktu
40
penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke
siklus lainnya. Selama masih dalam batas kewajaran masalah tidak timbul,
tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan.
2.2.6 Waktu Baku
Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan
penyesuaian, satu hal yang juga penting dilakukan adalah menambahkan
faktor kelonggaran atas waktu normal yang telah diperoleh. Kelonggaran
diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa
fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini
merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, namun selama
pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya seusai
pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu
ditambahkan.
Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal seperti minum,
ke kamar kecil, bercakap-cakap ataupun sekedar untuk menghilangkan
kejemuan dalam bekerja.
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi,
baik jumlah maupun kualitas. Jika rasa fatique datang dan pekerja harus
bekerja untuk menghasilkan performa normalnya, maka usaha yang
dikeluarkan akan lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique
tersebut. Bila hal ini berlanjut terus, maka akan terjadi fatique total. Hal ini
41
jarang terjadi karena biasanya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya
sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditujukan untuk
menghasilkan rasa fatique tersebut.
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari
berbagai ”hambatan”. Ada hambatan yang bisa dihindarkan seperti mengobrol
ataupun menganggur dengan sengaja, namun ada pula hambatan yang tidak
dapat dihindarkan, seperti melakukan penyesuaian mesin, menerima petunjuk
dan lainnya. Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan lain selain
menghilangkannya, sedangkan hambatan yang terakhir walau diusahakan
serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus
diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku.
Waktu siklus pengamatandata,1 ==∑=
i
n
ii
Xn
XWs
Waktu normal ( )npenyesuaia1+×=WsWn
Waktu baku nkelonggara100
100−
×=
WnWb
2.3 Peramalan
Peramalan adalah suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan
untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di
masa yang akan datang. Dapat dikatakan bahwa peramalan adalah suatu
42
taksiran yang ilmiah meskipun akan terdapat sedikit kesalahan yang
disebabkan adanya keterbatasan kemampuan manusia.
Aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha
memperkirakan penjualan dan penggunaan produk sehingga produk-produk
itu dapat dibuat dalam kuantitas yang tepat. Dengan demikian, peramalan
merupakan suatu dugaan terhadap permintaan yang akan datang berdasarkan
pada variabel peramal, sering berdasarkan data deret waktu historis.
Dalam industri manufaktur dikenal adanya dua jenis permintaan yang
sering disebut dengan independent demand dan dependent demand, yang
merupakan salah satu konsep terpenting dalam master planning.
Pada dasarnya, dependent demand didefinisikan sebagai permintaan
terhadap material, parts, atau produk yang terkait langsung dengan atau
diturunkan dari struktur bill of material (BOM) untuk produk akhir atau untuk
item tertentu. Sebaliknya, independent demand didefinisikan sebagai
permintaan terhadap material, parts atau produk, yang bebas atau tidak terkait
langsung dengan struktur bill of material untuk produk akhir atau item
tertentu.
Produk-produk yang tergolong dalam dependent demand tidak boleh
diramalkan, tetapi harus direncanakan atau dihitung, sedangkan peramalan
hanya boleh dilakukan pada produk-produk yang tergolong dalam
independent demand.
43
2.4 Bill Of Materials (BOM)
Bill of materials (BOM) adalah daftar bahan, material atau komponen
yang dibutuhkan untuk dirakit menjadi produk akhir. BOM juga merupakan
jaringan yang menggunakan hubungan end item dengan komponennya, yang
diperoleh dari Struktur Produk.
Kebanyakan produk memiliki struktur standar (pyramid structure),
dimana lebih banyak subassemblies daripada produk akhir, dan lebih banyak
komponen dibandingkan dengan subassemblies.
Terdapat juga produk-produk seperti mobil dan komputer yang
memiliki struktur modular (hourglass structure), dimana lebih sedikit
subassemblies atau modules daripada produk akhir, dan lebih sedikit
subassemblies dibandingkan dengan komponen atau bahan baku.
Terakhir ada produk seperti: minyak dan kertas yang memiliki struktur
inverted, dimana lebih sedikit subassemblies dibandingkan produk akhir, dan
lebih sedikit komponen atau bahan baku dibandingkan dengan subassemblies.
Inverted bill of materials didasarkan pada asumsi bahwa persentase atau
komposisi penggunaan bahan baku relatif konstan dan dapat diperkirakan.
Perencanaan menggunakan inverted bills umum diterapkan dalam industri
proses.
Jenis BOM yang digunakan untuk keperluan perencanaan ini sering
disebut sebagai planning bill of materials (planning BOM) atau sering
disingkat dengan planning bill, yang dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
44
Planning bills dengan item yang dijadwalkan merupakan komponen atau
subassemblies untuk pembuatan produk akhir (end items), dimana item
yang dijadwalkan itu secara fisik lebih kecil daripada produk akhir.
Termasuk dalam kategori ini adalah modular bill of materials dan inverted
bill of materials.
Planning bills dengan item yang dijadwalkan memiliki produk akhir
sebagai komponennya (super bills), dimana item yang dijadwalkan secara
fisik lebih besar daripada produk akhir (end item). Termasuk dalam
kategori ini adalah super bill of materials, super family bill of materials
dan super modular bill of materials.
2.5 Permasalahan Linear
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa dalam teknik linear programming
ini senantiasa digunakan suatu asumsi linearitas (linearity asumption), yaitu
bahwa fungsi tujuan (objective function) dan fungsi-fungsi pembatas
(constraints) harus berbentuk ketidaksamaan linear.
Fungsi adalah suatu bentuk persamaan atau pertidaksamaan matematis
yang merupakan aturan-aturan yang menghubungkan beberapa variabel.
Adapun variabel yang terkait didalam suatu fungsi adalah variabel bebas
(independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel
bebas artinya variabel yang besarnya (nilainya) tidak dipengaruhi oleh
variabel lain. Variabel ini dapat bernilai berapa saja tanpa pengaruh dari
45
variabel lain. Sedangkan variabel terikat artinya variabel yang besarnya
(nilainya) dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel ini tidak dapat menentukan
sendiri nilainya, karena selalu ditentukan oleh nilai atau besarnya variabel
lain.
2.5.1 Pengertian Linear
Linear programming mulai dipergunakan untuk merencanakan dan
memecahkan masalah logistik pada Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF).
Teknik ini kemudian berkembang pesat, dan saat ini linear programming
sudah banyak digunakan untuk memecahkan masalah-masalah produksi,
alokasi sumber daya, transportasi, machine loading, dan sebagainya.
Linear Programming adalah suatu teknik matematis dalam
menentukan alokasi sumber-sumber (resources) untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Jadi linear programming berhubungan dengan masalah-masalah
memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi linear yang disajikan
dalam bentuk ketidaksamaan linear.
Pada dasarnya persamaan linear merupakan hubungan antara beberapa
variabel bebas dengan sebuah variabel terikat, dimana apabila dilakukan
penambahan di satu pihak, maka akan menimbulkan efek yang konstan bagi
pihak lainnya. Adapun pendapat praktis yang mengatakan bahwa persamaan
linear adalah suatu bentuk persamaan yang bila digambarkan pada grafik akan
berbentuk garis lurus.
46
Namun pada kondisi nyatanya banyak sekali permasalahan yang
sifatnya tidak linear (non-linear). Oleh karena itu, bila akan menggunakan
teknik linear programming, hubungan-hubungan yang non-linear akan
disubstitusikan potongan-potongannya (diasumsikan) sehingga menghasilkan
suatu hubungan yang linear.
2.5.2 Karakteristik Linear Programming
Sebelum menyusun permasalahan model linear programming, terlebih
dahulu dibicarakan beberapa karakteristik umum daripada linear
programming, yaitu:
1. Keseluruhan sistem permasalahan dapat dibagi menjadi satuan-satuan
aktivitas (activities), contoh:
12211 bXaXa ≥+ ;
dimana X1 dan X2 adalah activities.
2. Masing-masing activity harus dapat ditentukan dengan tepat, baik jenis
maupun letaknya dalam model linear programming.
3. Setiap activity harus dapat didefinisikan dengan jelas kuantitasnya,
sehingga dapat dibandingkan masing-masing nilainya.
47
2.5.3 Asumsi Dasar Linear Programming
Sebelum membangun suatu model linear programming, perlu
diperhatikan beberapa hal yang merupakan anggapan atau asumsi dasar dalam
penggunaan linear programming ini, yaitu:
1. Propotionality
Sebelum membuat suatu model linear programming perlu diketahui
bahwa dalam suatu sistem linear programming dikenal: inputs, activities
dan outputs. Sebelum activity dimulai, diperlukan beberapa input. Input
yang digunakan bertambah secara proposionil (sebanding) dengan
pertambahan activity.
Misal:
nn2211 XC...XCXCZ +++= ,
Setiap penambahan 1 unit X1 akan menaikkan Z dengan C1, demikian pula
setiap penambahan 1 unit X2 akan menaikkan Z dengan C2, dan
seterusnya.
1nn212111 bXa...XaXa ≤+++
Setiap penambahan 1 unit X1 akan menaikkan penggunaan
sumber/fasilitas 1 dengan a1. Demikian pula, setiap penambahan 1 unit X2
akan menaikkan penggunaan sumber/fasilitas 1 dengan a2, dan seterusnya.
48
2. Additivity
Asumsi ini berarti bahwa nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling
mempengaruhi, atau dalam linear programming dianggap bahwa kenaikan
dari nilai tujuan (Z) yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat
ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari
kegiatan lain.
Misal:
401030Zsehingga2;X10;Xdimana
5X3XZ
21
21
=+===
+=
Andaikata X1 bertambah 1 unit, maka sesuai dengan asumsi pertama, nilai
Z menjadi 40 + 3 = 43. Jadi, nilai 3 karena kenaikan X1 dapat langsung
ditambahkan pada nilai Z awal tanpa mengurangi bagian Z yang diperoleh
dari kegiatan X2. Dengan kata lain, tidak ada korelasi antara X1 dan X2.
3. Divisibility
Asumsi ini menyatakan bahwa keluaran (output) yang dihasilkan oleh
setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan. Demikian pula dengan
nilai Z yang dihasilkan.
4. Deterministic
Asumsi ini menyatakan bahwa semua parameter yang terdapat dalam
model linear programming (aij, bi, Cj)dapat diperkirakan dengan pasti,
meskipun jarang dengan tepat.
49
5. Accountability
Sumber-sumber (resources) yang tersedia harus dapat dihitung sehingga
dapat dipastikan berapa bagian yang terpakai dan berapa bagian yang tak
terpakai.
6. Linearity
Fungsi tujuan (objective function) dan faktor-faktor pembatasnya
(constraints) harus dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi linear.
Penyusunan model linear programming dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan activities.
2. Menentukan resources.
3. Menghitung kuantitas input dan output untuk setiap unit activity.
4. Menentukan batasan-batasan kapasitas.
5. Menyusun model.
2.5.4 Metode Simplex
Metode simplex merupakan suatu metode yang lazim digunakan untuk
menentukan kombinasi yang optimal lebih dari dua variabel. Objective
function dinyatakan sama seperti halnya pada metode grafik, yaitu:
nn XaXaXaZ +++= ...2211 . Namun tidak demikian halnya dengan
constraints yang berlaku. Dalam metode grafik, garis batas daripada solution
50
space langsung dapat digambar dengan merubah bentuk ketidaksamaan
menjadi bentuk persamaan begitu saja.
Dalam metode simplex, untuk merubah ketidaksamaan menjadi
persamaan perlu dimasukkan unsur slack variable atau surplus variable.
Disebelah kiri tanda harus ditambah dengan slack variable apabila tanda
ketidaksamaan berupa ≤ , sebaliknya bila tanda ketidaksamaan berupa ≥ ,
maka disebelah kiri tanda harus dikurangi dengan surplus variable. Baik slack
variable maupun surplus variable sama-sama diberi tanda S. Sehingga secara