Page 1
15
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Umum
2.1.1 Pemasaran
Kotler (2009:10) mengatakan pemasaran adalah suatu proses sosial
yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Menurut Stanton
(2001:70), definisi pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-
kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang memuaskan
kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
Menurut Swastha dan Irawan (2005:10) mendefinisikan konsep
pemasaran sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan
kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi
kelangsungan hidup perusahaan.
Menurut Peter Ducker dalam Kotler dan Keller (2006) bahwa setiap
penjualan pasti membutuhkan sesuatu. Pemasaran sering digambarkan
sebagai “seni menjual produk”. Sehingga tujuan utama dari pemasaran
bukanlah penjualan, akan tetapi tujuan pemasaran adalah untuk mengetahui
dan memenuhi keinginan serta kebutuhan konsumen dan membangun
hubungan jangka panjang, dan bukan untuk hanya sekedar melakukan
penjualan saja.
Dari beberapa definisi diatas dapat disampaikan bahwa pemasaran
(marketing) merupakan suatu proses, aktivitas atau kegiatan yang dilakukan
dengan tujuan membangun hubungan jangka panjang yang baik serta
memenuhi kebutuhan konsumen. Dimulai dari perencanaan, penciptaan
produk atau jasa, penetapan harga, promosi kepada konsumen dengan tujuan
memuaskan individu atau organisasi, dan pengevaluasian hasil dari produk
dan juga promosi yang dilakukan oleh perusahaan kepada konsumen.
Page 2
16
2.1.2 Bauran Pemasaran
Pemasaran membutuhkan suatu program atau rencana pemasaran
dalam melaksanakan kegiatannya guna mencapai tujuan yang diinginkan oleh
perusahaan.Program pemasaran tersebut terdiri dari sejumlah keputusan
tentang bauran alat pemasaran disebut bauran pemasaran yang lebih dikenal
dengan marketing mix.
Bauran pemasaran juga merupakan kebijakan yang digunakan pada
perusahaan untuk mampu memasarkan produknya dan mencapai keuntungan.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Kotler (2003:15) adalah : “Marketing
mix is the set of marketing tools that the firm uses to pursue it’s marketing
objectives in the target market”. Bauran pemasaran merupakan sekumpulan
alat pemasaran (marketing mix) tersebut digunakan oleh perusahaan untuk
mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran.
Sedangkan menurut Mc Carthy dalam Kotler (2007:17)
mengklarifikasi alat pemasaran itu menjadi 4 kelompok yang disebut dengan
4P dalam pemasaran yaitu: produk (product), harga (price), tempat (place),
dan promosi (promotion). Adapun bauran pemasaran menurut Zeithaml dan
Bitner (2001:18) sebagai berikut: “Marketing mix defined as the elemens an
organizations controls that can be used to satisfy or communicate with
customer. These elements appear as core decisions variables in any
marketing text or marketing plan”. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa bauran pemasaran adalah elemen pada organisasi perusahan yang
mengkontrol dalam melakukan komunikasi dengan konsumen atau dipakai
untuk mencapai kepuasan konsumen.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bauran
pemasaran merupakan unsur dalam pemasaran yang saling berhubungan dan
digunakan oleh perusahaan dalam mencapai tujuan pemasaran yang efektif
baik dalam memuaskan kebutuhan maupun keinginan konsumen. Bauran
pemasaran tersebut menggambarkan pandangan penjual tentang alat
pemasaran yang digunakan untuk member pengaruh kepada pembeli. Dari
sudut pandang pembeli, masing-masing alat pemasaran harus dirancang untuk
memberikan suatu manfaat bagi nasabah dan harus sesuai dengan kebutuhan
dan keinginan.
Page 3
17
2.1.3 Relationship Marketing
2.1.3.1 Pengertian Relationship Marketing
Berry (1983:12) pakar pemasaran yang pertama kali
memperkenalkan istilah dan definisi pemasaran relasional
memberikan definisi sebagai berikut: “Relationship Marketing is
attracting, maintaining and – in multi-service organization-
enhancing customer relationships ... the attraction of new customer is
merely the first step in the marketing process, cementing the
relationship, transforming indifferent customer into loyal oness,
serving customer as client-this is marketing too.” Definisi ini
menekankan bahwa pemasaran relasional merupakan tahap lebih
lanjut untuk meraih nasabah baru, yaitu dengan membina hubungan
dengan nasabah agar tetap loyal pada perusahaan.
Sejak awal tahun 1990-an, para praktisi dan akademis mulai
mengalihkan fokus pada pemasaran berbasis hubungan nasabah.Para
penulis di bidang marketing mengemukakan bahwa terjadi pergeseran
paradigma pemasaran dari pemasaran tradisional yang menekankan
transaksi dengan nasabah menjadi pemasaran yang berorientasi pada
hubungan nasabah (Harwood et al, 2008:9). Seperti tampak pada
gambar di bawah ini, di abad ke-21 pelayanan memiliki peran yang
semakin dominan dalam pemasaran.
Gambar 2.1 The Changing Focus of Marketing
Sumber: Harwood et al (2008:9)
Page 4
18
Berikut ini peneliti sajikan beberapa pengertian relationship
marketing berdasarkan hasil kajian pustaka. Relationship marketing
yang didefinisikan oleh Chou (2009:995) merupakan strategi untuk
memikat, mengembangkan, dan menjaga hubungan dengan nasabah.
Gummeson (2006:73) memandang relationship marketing sebagai
hubungan, jaringan, dan interaksi.
Sedangkan Hunt et al (2006:73) menyatakan bahwa
relationship marketing adalah mengidentifikasi dan menetapkan,
menjaga dan meningkatkan hubungan dengan nasabah dan pemangku
kepentingan lainnya, atas dasar suatu keuntungan, sehingga tujuan
dari semua pihak dapat tercapai; dan hal ini terwujud melalui
pertukaran antara satu pihak dengan yang lain serta pemenuhan janji-
janji.
2.1.3.2 Dimensi Relationship Marketing
Berbagai studi dan literatur mengenai relationship marketing
cenderung mengarah pada konteks B2B (business-to-business).
Chattananon dan Trimetsoontorn (2009:255) menyimpulkan bahwa
relationship marketing dianggap lebih penting dalam konteks industri
business-to-business dibandingkan dengan konteks konsumen
individu, sehingga penelitian lebih banyak dilakukan dalam konteks
B2B, bahkan dalam industri tertentu saja. Oleh sebab itu, dimensi
pengukuran yang diaplikasikan dalam penelitian B2B belum tentu
relevan untuk mengukur relationship marketing dalam konteks B2C
(business-to-customer).
Dalam penelitian ini, Relationship Marketing akan diukur
menggunakan dimensi yang dikemukakan oleh Chou (2009:997) yang
mengacu pada klasifikasi relationship marketing menurut Berry
(1995:23) yang berdasarkan pada level ikatan (bond) dengan
konsumen sebagai dimensi pengukuran relationship marketing:
1. Financial bond
Perusahaan mengandalkan insentif finansial seperti
memberikan harga yang lebih murah untuk volume pembelian
yang lebih besar, untuk menjaga agar nasabah tetap loyal dan
Page 5
19
mendorong mereka untuk membeli lebih banyak dan menjadi
pembeli rutin. Kelemahan dari insentif finansial adalah tidak
dapat menjamin hubungan jangka panjang dengan nasabah
karena tidak dapat mendiferensiasikan perusahaan dengan
pesaing lainnya.
2. Social bond
Merupakan pendekatan interpersonal di mana
perusahaan mengutamakan proses penyampaian jasa, menjaga
komunikasi yang lebih dekat dengan konsumen untuk
mengubah konsumen menjadi nasabah. Ikatan sosial terdiri
dari interaksi, kedekatan, dan kepuasan, yang dibangun
melalui kepercayaan, komitmen, dan pemenuhan janji kepada
konsumen. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa
empat dimensi merupakan bagian dari ikatan sosial.
3. Structural bond
Perusahaan menyediakan layanan yang bernilai bagi
konsumen yang biasanya berbasis teknologi, yang dirancang
sebagai bagian dari keseluruhan sistem pelayanan untuk
membantu konsumen menjadi lebih efisien dan produktif.
2.1.4 Kualitas Pelayanan
2.1.4.1 Pengertian Kualitas
Bagi perusahaan yang memberikan pelayanan kepada
konsumennya perlu diperhatikan pelayanan yang bagaimanakah yang
akan diberikan perusahaan untuk konsumennya agar konsumen
menerima kepuasan dari pelayanan yang diberikan oleh perusahaan
tersebut. Menurut Lovelock dalam Laksana (2008), “Kualitas adalah
tingkat mutu yang diharapkan, dan pengendalian keragaman dalam
mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen.”
Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2005:110),
kualitas merupakan suatu hal yang dinamis dan berkaitan erat dengan
berbagai unsur seperti produk, jasa, sumber daya manusia proses,
serta lingkungan untuk memenuhi harapan. Sedangkan menurut David
Page 6
20
Hoyle (2007:178), kualitas merupakan suatu kesatuan yang memiliki
kemampuan secara total untuk memuaskan kebutuhan nasabah.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa definisi kualitas merupakan suatu kesatuan dari
produk, pelayanan, teknis, performa, dan lain sebagainya di dalam
pemasaran yang dikemas secara baik, menarik, rapi, konsisten dan
maksimal yang sesuai dengan kebutuhan nasabah, sehingga dapat
memberikan kepuasan bagi nasabah.
Menurut Garvin dalam Stefan Wagner (2013:6) terdapat
beberapa ragam pandangan mengenai klasifikasi kualitas, dan ragam
pandangan tersebutlah yang nanti dapat menjelaskan mengapa
kualitas memiliki pandangan yang berbeda-beda dari setiap individu.
Beberapa ragam mengenai pandangan kualitas dijelaskan secara
spesifik melalui beberapa pendekatan berikut ini:
1. Pendekatan Transedental (Transcendental Approach)
Merupakan suatu pandangan kualitas yang dianggap
memiliki suatu keunggulan yang alami (innate excellence),
dimana kualitas bisa dirasakan serta dilihat, akan tetapi sulit
untuk dijelaskan. Pandangan ini biasanya muncul melalui
kesenian, misalnya seni drama, seni musik, seni tari, dan juga
seni rupa. Meski demikian, beberapa organisasi pemasaran
dapat memanfaatkan kriteria-kriteria dari pendekatan
transedental di dalam menyampaikan kegiatan pemasarannya
seperti halnya “kualitas nomor satu” (tekstil), “praktis, aman,
dan cepat (jasa pengiriman barang), “jangkauan luas”
(penyedia layanan telepon selular), “wangi dalam sekejap”
(pengharum ruangan), dan lain sebagainya.
2. Pendekatan Berdasarkan Produk (Product-based Approach)
Pendekatan ini menjelaskan bahwa kualitas
merupakan suatu objek yang berkarakter dan dapat diukur.
Didalam kualitas juga mencerminkan suatu unsur atau atribut
yang berbeda dari tiap-tiap produk. Misalnya telepon selular,
merek, kualitas, harga, model, tipe, keguanaan, warna, dan
sebagainya. Melalui pendekatan ini pandangan terhadap
Page 7
21
kualitas sangat objektif, karena sulit untuk menjelaskan
perbedaan selera, keinginan, manfaat, dari masing-masing
individu.
3. Pendekatan Berdasarkan Pengguna (User-based Approach)
Pendekatan ini memiliki asumsi bahwa kualitas sangat
dipengaruhi oleh individu yang menilai individu lainnya.
Biasa juga disebut dengan sudut pandang atau perspektif
masing-masing individu. Sehingga suatu produk yang
dikenakan oleh individu dan mampu memuaskan individu
lain, maka produk itulah yang dianggap memiliki nilai dan
kualitas yang tinggi.
4. Pendekatan Berdasarkan Manufaktur (Manufacturing-based
Approach)
Suatu pendekatan yang menjelaskan bahwa kualitas
bersifat supply-based dan cenderung memperhatikan praktik
manufaktur, serta kualitas sebagai kecocokan dengan suatu
persyaratan (conformance to requirements). Pendekatan
seperti ini seringkali menekankan pada spesifikasi produksi
dan operasi internal, yang sering dipengaruhi oleh keinginan
untuk meningkatkan produktivitas serta menekan biaya
operasional.
5. Pendekatan Berdasarkan Nilai (Value-based Approach)
Suatu pendekatan yang mengasumsikan kualitas dari
sisi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan kinerja serta
harga, kualitas didefiniskan sebagai affordable excellence.
Kualitas bersifat relatif, sehingga produk yang berkualitas
belum tentu paling bernilai. Namun produk yang bernilai
merupakan suatu barang dan jasa yang paling tepat untuk
dibeli.
Page 8
22
2.1.4.2 Pengertian Pelayanan
Fandy Tjiptono (2012:3) menyebutkan bahwa jasa atau
pelayanan merupakan segala kegiatan yang dilakukan pihak tertentu
(individu maupun kelompok) kepada orang lain (individu maupun
kelompok). Sebagai jasa pada umumnya hal ini bersifat tak berwujud.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Monavarian & Amiri
(2005), pelayanan merupakan suatu proses yang terdiri atas
serangkaian kegiatan yang kurang lebih tidak berwujud secara alami
terjadi pada interaksi antara nasabah dan staff, sumber daya fisik,
barang dan atau sistem penyedia layanan yang akan solusi untuk
masalah nasabah. Pelayanan adalah kegiatan atau manfaat yang
menawarkan satu pihak ke pihak lain. Pada dasarnya tidak berwujud
dan memiliki bukan kepemilikan.
Melalui berbagai pendapat diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa jasa atau pelayanan merupakan suatu kegiatan yang
bermanfaat dan dapat ditawarkan oleh individu kepada individu lain
dengan tujuan untuk mempermudah aktivitas yang dilakukan, serta
memberikan kepuasan atas keinginannya.
Menurut Tjiptono (2005, p15) terdapat empat karakterisitk
pokok pada jasa / pelayanan yang membedakannnya dengan barang.
Keempat karakteristik tersebut meliputi:
1. Tidak Berwujud ( Intagibility )
Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan
suatu objek, alat, atau benda; ,maka jasa adalah suatu
perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja
(performance), atau usaha. Oleh sebab itu, jasa tidak dapat
dilihat, dirasa,dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan
dikonsumsi. Bagi para nasabah, ketidakpastian dalam
pembelian jasa relative tinggi karena terbatasnya search
Qualities, yakni karakterisitik fisik yang dapat dievaluasi
pembeli sebelum pembelian dilakukan. Untuk jasa, kualitas
apa dan bagaimana yang akan diterima konsumen, umunya
tidak diketahui sebelum jasa bersangkutan dikonsumsi.
Page 9
23
2. Tidak Dapat Dipisahkan ( Inseparability )
Barang umunya diproduksi, kemudian dijual, dan
akhirnya dikonsumsi. Sedangkan jasa dijual terlebih dahulu,
baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan
tempat yang sama.
3. Berubah-ubah ( Variablity )
Jasa bersifat variabel karena merupakan non-
standarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan
jenis tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut
diproduksi. Hal ini dikarenakan jasa melibatkan unsure
manusia dalam proses produksi dan konsumsinya yang
cenderung tidak bisa diprediksi dan cenderung tidak konsisten
dalam hal sikap dan perilakunya.
4. Tidak Tahan Lama ( Perishability )
Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat dsimpan untuk
dinikmati di masa mendatang. Kursi pesawat yang kosong,
kamar hotel yang tidak dihuni, atau kapsitas jalur telepon yang
tidak dimanfaatkan akan berlalu atau hilang begitu saja karena
tidak bisa disimpan.
2.1.4.3 Pengertian Kualitas Pelayanan
Menurut Kotler (2005: p153), menyatakan bahwa kualitas
pelayanan adalah model yang menggambarkan kondisi nasabah dalam
membentuk harapan akan layanan dari pengalaman masa lalu,
promosi dari mulut ke mulut, dan iklan dengan membandingkan
pelayanan yang mereka harapkan dengan apa yang mereka
terima/rasakan. Sedangkan menurut Wyckof dalam Purnama (2006)
memberikan pengertian kualitas pelayanan sebagai tingkat
kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan
tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen.
Menurut Tjiptono & Chandra (2005), kualitas jasa merupakan
suatu ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan sesuai
dengan ekspektasi yang diharapkan oleh nasabah. Pada umumnya
harapan nasabah dibentuk oleh pengalaman, informasi lisan serta
Page 10
24
iklan. Kepuasan dan penilaian nasabah terhadap kualitas jasa
tergantung dari performa kualitas yang mereka terima. Kepuasan
berbeda dengan kualitas jasa, kepuasan menunjukkan transaksi
tertentu, sedangkan kualitas jasa dipersepsikan dalam suatu bentuk
sikap, evaluasi menyeluruh untuk jangka panjang.
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan, bahwa kualitas
merupakan usaha yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi
untuk memenuhi harapan dari nasabahnya. Oleh karena itu, maka
kualitas menjadi faktor kunci kesuksesan bagi suatu perusahaan atau
organisasi. Apabila kualitas yang diberikan perusahaan sesuai dengan
harapan dari nasabah maka akan muncul rasa puas dari diri nasabah
dan tentu hal ini berdampak baik untuk kemajuan perusahaan atau
organisasi itu sendiri.
Gronroos dalam Purnama (2006) menyatakan bahwa kualitas
pelayanan meliputi:
1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana pelayanan
dilaksanakan, terdiri dari dimensi kontak dengan konsumen,
sikap dan perilaku, hubungan internal, penampilan,
kemudahan akses dan service mindedness.
2. Kualitas teknis dengan output yang dirasakan konsumen,
meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan dan
estetika output.
3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan
dan reputasi dimata konsumen.
Selanjutnya Gronroos mengemukanan bahwa terdapat tiga
kriteria pokok dalam menilai kualitas pelayanan, yaitu:
1. Outcome-related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan
hasil kinerja layanan yang ditunjukan oleh penyedia layanan
menyangkut profesionalisme dan keterampilan. Konsumen
menyadari bahwa penyedia layanan memiliki system operasi,
sumber daya fisik, dan pekerja dengan pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan maslaah
konsumen secara professional.
Page 11
25
2. Process-related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan
proses terjadinya layanan. Kriteria ini terdiri dari:
a) Sikap dan perilaki pekerja
b) Kendalan dan sifat dapat dipercaya
c) Tindakan perbaikan jika melakukan kesalahan
3. Image-related Criteria, yaitu reputasi dan kredibilitas
penyedia layanan yang memberikan keyakinan konsumen
bahwa penyedia layanan mampu memberikan nilai atau
imbalan sesuai pengorbanannya.
2.1.4.4 Dimensi Kualitas Pelayanan
Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan atau keunggulan
dari produk yang memenuhi keinginan nasabah, hal ini akan
memberikan kepuasan atas penggunaan produk tersebut. Kualitas
pelayanan bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan
keinginan nasabah serta ketepatan penyampaiannya untuk
mengimbangi harapan nasabah. Menurut Tjiptono dan Chandra
(2005) menyatakan dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas
pelayanan, yakni pelayanan yang diharapkan (expected service) dan
pelayanan yang dirasakan/dipersepsikan (perceived service).
Menurut Umar (2005, p237), pengukuran terhadap kualitas
pelayanan dinyatakan dalam lima dimensi kualitas pelayanan yaitu:
1. Bentuk fisik (Tangible)
Untuk mengukur penampilan fisik, perlengkapan,
fasilitas karyawan, dan sarana komunikasi. Pengukurannya
meliputi: fasilitas fisik, kebersihan, kenyamanan ruangan, dan
kelengkapan peralatan komunikasi.
2. Kehandalan (Reliability)
Merupakan kemampuan perusahaan dalam
memberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan. Pengukuran
meliputi: kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan
dengan segera, akurat, dan memuaskan.
Page 12
26
3. Daya Tanggap (Responsiveness)
Mampu memberikan pelayanan yang cepat dan efisien
terhadap nasabah. Pengukurannya meliputi: keinginann para
staf atau karyawan untuk membantu nasabah dengan
memberikan pelayanan cepat tanggap terhadap keinginan dan
kebutuhan nasabah.
4. Jaminan (Assurance)
Mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta
sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh perusahaan.
Pengukurannya meliputi: pengetahuan dan kemampuan
karyawan, ramah tamah, dan kesopanan, sifat dapat dipercaya
yang dimiliki para staf, bebas dari keraguan, bahaya dan
resiko.
5. Empati (Emphaty)
Pengukuran meliputi: kemudahan dalam melakukan
hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan
memahami kebutuhan nasabah dengan cermat.
2.1.4.5 Manfaat Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan akan memberikan manfaat yang cukup
besar bagi perusahaan sebagai berikut :
1. Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benar-benar
dialami konsumen melebihi harapannya) atau sangat
memuaskan merupakan suatu basis untuk penetapan harga
premium.
2. Pelayanan istimewa membuka peluang untuk diversifikasi
produk dan harga. Misalnya pelayanan dibedakan menurut
kecepatan pelayanan yang diminta oleh nasabah yaitu tariff
mahal dibebankan untuk pelayanan yang membutuhkan
penyelesaian paling cepat.
3. Menciptakan loyalitas nasabah. Nasabah yang loyal tidak
hanya potensial untuk penjualan yang sudah ada tetapi juga
untuk produk – produk baru dari perusahaan.
Page 13
27
4. Nasabah yang terpuasakan merupakan sumber informasi
positif bagi perusahaan dari produk – produk kepada pihak
luar, bahkan mereka dapat menjadi pembela bagi perusahaan
khususnya dalam menangaka isu-isu negative.
5. Nasabah merupakan sumber informasi bagi perusahaan dalam
hal intelijen pemasaran dan pengembangan pelayanan atau
produk perusahaan pada umumnya.
Kualitas yang baik berarti menghemat biaya – biaya seperti
biaya untuk mendapatkan nasabah baru, untuk memperbaiki
kesalahan, membangun kepercayaan, membangun citra karena
prestasi dan sebagainya. Jadi mempertahankan nasabah yang sudah
ada dengan kualitas pelayanan yang memuaskan adalah suatu hal
yang penting.
2.1.5 Kepuasan Nasabah
2.1.5.1 Pengertian Kepuasan
Kotler dan keller (2009:138) mengemukakan bahwa, kepuasan
(satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang
timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk
atau jasa terhadap ekspektasi mereka. Kepuasan konsumen berkaitan
dengan sejauh mana kinerja suatu produk yang dirasakan cocok
dengan harapan pembeli. Jika kinerja suatu produk turun, maka
pembeli akan merasa kecewa. Jika kinerja suatu produk cocok dengan
harapan pembeli, maka pembeli tersebut akan merasa puas. Dan
apabila kinerja produk melebihi harapan pembeli, maka pembeli
tersebut akan merasa sangat puas.
Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2012:59),
arti kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin. “Satis”
yang artinya adalah cukup baik atau memadai, sedangkan “facio”
artinya adalah membuat atau melakukan. Sehingga kepuasan dapat
diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu secara memadai.
Dari beberapa pengertian kepuasan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kepuasan merupakan suatu kondisi dimana
Page 14
28
individu telah merasakan senang dan puas akan keputusan yang
diambilnya. Karena telah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
yang diharapkannya. Dalam memasarkan suatu produk atau jasa,
pemasar harus memperhatikan suatu kualitas yang lebih, sehingga
dapat memberikan suatu nilai yang maksimal bagi konsumen serta
dapat melebihi ekspektasi dari konsumen akan kualitas pelayanan
yang ditawarkan. Ekspektasi nasabah berfungsi sebagai standar
perbandingan. Kinerja atau pelayanan jasa dibandingkan dengan
ekspektasi. Perbandingan tersebut akan menghasilkan reaksi
konsumen terhadap produk atau jasa dalam bentuk kepuasan atau
persepsi kualitas.
2.1.5.2 Pengertian Kepuasan Nasabah
Menurut Kotler (2009, p177), kepuasan adalah perasaan
senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap
kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Jika kinerja berada dibawah
harapan, nasabah tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, nasabah
puas. Jika kinerja melebihi harapan, nasabah amat senang atau puas.
Kepuasan nasabah adalah suatu keadaan dimana sebuah
produk atau jasa dapat memenuhi atau melampaui harapan nasabah
(Gerson, R. F., 2004). Kepuasan nasabah adalah sejauh mana manfaat
sebuah produk dirasakan sesuai dengan apa yang diharapkan nasabah
(Amir dalam Tambrin, 2010:64). Sedangkan Supranto dalam
Tambrin (2010:63) mendefinisikan kepuasan nasabah merupakan
label yang digunakan oleh nasabah untuk meringkas suatu himpunan
aksi atau tindakan yang terlihat, terkait dengan produk atau jasa.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan
bahwa kepuasan nasabah adalah hal yang dirasakan nasabah setelah
mendapatkan hasil yang dicapai dari produk atas harapan nasabah
pada produk tersebut. Jadi kepuasan nasabah terjadi jika nasabah
merasa bahwa produk atau jasa yang digunakan sesuai atau bahkan
melebihi harapan dari nasabah tersebut.
Page 15
29
2.1.5.3 Dimensi Kepuasan Nasabah
The Office of Economic and Commerce Ministry (2004) dalam
Asean Marketing Journal yang berjudul “The Study of Relationship
among Experiential Marketing, Service Quality, Customer
Satisfaction, and Customer Loyalty mengungkapkan beberapa elemen
kepuasan nasabah yaitu:
a. The Environment
Seperti lingkungan dan suasana yang nyaman, ketersediaan
tempat parkir untuk kendaraan.
b. Personal Service
Seperti sikap pelayan yang baik, dan juga cepatnya pelayanan
yang diberikan.
c. Service
Seperti tersedianya area bermain, kemasan dari produk yang
menarik.
d. Tangible Products
Seperti harga yang jelas, kompakompatibilitas produk promosi
dengan informasi iklan.
e. Value
Seperti kualitas yang dibandingkan dengan harga, dan mutu
dan harga yang sesuai.
2.1.5.4 Manfaat Kepuasan Nasabah
Menurut Tjiptono (2005), kepuasan konsumen dapat
memberikan beberapa manfaat, di antaranya adalah:
a. Hubungan antara perusahaan dan para konsumennya menjadi
baik
b. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang
c. Mendorong terciptanya loyalitas konsumen
d. Memberikan rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth)
yang menguntungkan bagi perusahaan
e. Reputasi perusahaan menjadi baik di mata konsumen
f. Laba yang diperoleh dapat meningkat
Page 16
30
2.1.5.5 Mengukur Kepuasan Nasabah
Menurut Tjiptono (2005, p366) terdapat beberapa konsep
inti mengenai objek pengukuran kepuasan nasabah, yakni :
1. Kepuasan nasabah keseluruhan
Cara yang paling sederhana dalam mengukur kepuasan
nasabah adalah langsung menanyakan kepada nasabah
seberapa puas mereka dengan produk atau jasa tertentu.
Ada dua proses dalam pengukurannya, yaitu mengukur
tingkat kepuasan nasabah terhadap produk atau jasa
perusahaan bersangkutan dan menilai serta
membandingkannya dengan tingkat kepuasan nasabah
keseluruhan terhadap produk atau jasa pesaing.
2. Harapan
Dalam konsep ini, kepuasan nasabah diukur berdasarkan
kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan nasabah
dengan kinerja aktual perusahaan.
3. Minat pembelian ulang
Kepuasan nasabah diukur dengan menanyakan apakah
nasabah akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan
tersebut.
4. Kemudahan
Faktor kemudahan yang dimaksudkan adalah kemudahan
nasabah dalam mendapatkan produk atau jasa tersebut.
Nasabah akan semakin puas apabila relatif mudah dijangkau,
nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk maupun
layanan.
Dalam mengukur kepuasan nasabah, tidak hanya dengan
melihat nasabah senang tetapi ada juga ukuran – ukuran yang
diperlukan untuk mengetahui apakah konsumen tersebut benar –
benar puas. Seperti halnya mengenai pengaduan dan saran, tentunya
perusahaan perlu memudahkan nasabah untuk memberikan saran dan
keluhan mengenai masalah yang dihadapinya terhadap perusahaan itu
sendiri. Selain itu, dalam mengukur kepuasan nasabah, dapat juga kita
Page 17
31
ajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur niat untuk membeli
kembali dan kemauan untuk merekomendasikan perusahaan dan
merek kepada orang lain.
2.1.5.6 Manfaat Pengukuran Kepuasan Nasabah
Menentukan operasionalisasi pengukuran kepuasan bisa
menggunakan sejuamlah faktor. Kepuasan nasabah bukanlah konsep
mutlak (absolute), melainkan suatu konsep relatif yang tergantung
pada apa yang diharapkan oleh konsumen.
Menurut Tjiptono dan Chandra (2007) dalam Fandy Tjiptono
(2012:319), beberapa faktor yang mempengaruhi operasionalisasi
pengukuran kepuasan tersebut, seperti halnya ekspektasi, tingkat
kepentingan (importance), kinerja, serta faktor ideal. Pengukuran
kepuasan konsumen memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah:
a. Untuk mengidentifikasi keperluan (requirement) nasabah
(importance ratings), yang berhubungan dengan aspek-aspek
bernilai penting bagi konsumen dan yang dapat mempengaruhi
puas tidaknya konsumen tersebut.
b. Untuk menentukan tingkat kepuasan konsumen terhadap
kinerja perusahaan pada aspek-aspek penting.
c. Untuk membandingkan tingkat kepuasan konsumen terhadap
perusahaan dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap
perusahaan lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
d. Untuk mengidentifikasi priorities for improvement (PFI)
melalui analisis gap antara skor tingkat kepentingan
(importance) terhadap kepuasan.
e. Untuk mengukur indeks kepuasan konsumen yang bisa
menjadi indikator terbaik dalam memantau kemajuan dan
perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu.
Memuaskan kebutuhan konsumen adalah keinginan setiap
perusahaan. Selain faktor penting bagi kelangsungan hidup
perusahaan, memuaskan kebutuhan konsumen dapat meningkatkan
keunggulan dalam persaingan. Konsumen yang puas terhadap produk
Page 18
32
dan jasa pelayanan cenderung untuk membeli kembali produk dan
menggunakan kembali jasa pada saat kebutuhan yang sama muncul
kembali dikemudian hari. Hal ini berarti kepuasan merupakan faktor
kunci bagi konsumen dalam melakukan pembelian ulang yang
merupakan porsi terbesar dari volume penjualan perusahaan.
2.1.5.7 Konsep Kepuasan Nasabah
Dalam konsep kepuasan nasabah terdapat dua elemen yang
mempengaruhi, yaitu harapan dan kinerja. Kinerja adalah persepsi
konsumen terhadap apa yang diterima setelah mengkonsumsi produk.
Harapan adalah perkiraan konsumen tentang apa yang akan diterima
apabila ia mengkonsumsi produk (barang atau jasa) kepuasan
nasabah dapat digambarkan seperti yang ditunjukan pada gambar
sebagai berikut:
Gambar 2.2 Konsep Kepuasan Nasabah
Sumber: Tjiptono (2008:40)
Kepuasan nasabah merupakan fungsi dari kualitas pelayanan
dikurangi harapan nasabah (Zeithaml dan Bitner, 2008:48) dengan
kata lain pengukuran kepuasan konsumen dirumuskan sebagai
berikut:
1. Service Quality < Expectation
Bila ini terjadi, dapat dikatakan bahwa pelayanan yang
diberikan perusahaan buruk. Selain tidak memuaskan juga
tidak sesuai dengan harapan nasabah. Jika service quality yang
Tujuan Perusahaan
Produk
Nilai Produk bagi
Pelanggan
Tingkat Kepuasan
Pelanggan
Harapan Pelanggan
Kebutuhan dan
Keinginan
Pelanggan
Page 19
33
diberikan perusahaan lebih kecil dari expectation nasabah,
maka akan mengakibatkan ketidakpuasan terhadap nasabah.
2. Service Quality = Expectation
Bila ini terjadi dapat dikatakan bahwa pelayanan yang
diberikan tidak ada keistimewaan. Jika nilai kualitas pelayanan
yang diberikan perusahaan sama dengan harapan nasabah,
maka muncul kepuasan yang biasa diinginkan nasabah.
3. Service Quality > Expectation
Bila ini terjadi dapat dikatakan bahwa nasabah
merasakan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan tidak
hanya sesuai dengan kebutuhan, namun sekaligus memuaskan
dan menyenangkan. Jika kualitas pelayanan lebih besar dari
harapan yang diinginkan nasabah, maka akan membuat
kepuasan nasabah sangat luar biasa. Pelayanan ketiga ini
disebut pelayanan prima (excellent service) yang selalu
diharapkan oleh nasabah.
2.1.6 Loyalitas Nasabah
2.1.6.1 Pengertian Loyalitas
Secara harfiah loyal berarti setia, atau loyalitas dapat diartikan
sebagai suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan,
tetapi timbul dari kesadaran sendiri pada masa lalu. Usaha yang
dilakukan untuk menciptakan kepuasaan konsumen lebih cenderung
mempengaruhi sikap konsumen. Sedangkan konsep loyalitas
konsumen lebih menekankan kepada perilaku pembeliannya.
Loyalitas adalah respon perilaku pembelian yang dapat
terungkap secara terus menerus oleh pengambil keputusan dengan
memperhatikansatu ataulebih mererk alternative dari sejumlah merek
sejenis dan merupakan fungsi proses psikologis. Perlu ditekankan
bahwa hal tersebut berbedad dengan perilaku membeli ulang, loyalitas
nasabah menyertakan aspek perasaan, tidak melibatkan aspek afektif
didalamnya (Dharmesta, dalam Diah Dharmayanti, 2006:37-38).
Menurut Griffin (2005: p16), loyalitas dinyatakan sebagai
berikut : "Loyalitas nasabah didasarkan pada wujud perilaku dari unit-
Page 20
34
unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus
menerus terhadap produk/jasa suatu perusahaan yang dipilih".
Paul (2005:3) menyatakan bahwa konsep kesetiaan nasabah
(loyalitas) mencakup lima faktor yaitu:
1. Kepuasan keseluruhan yang dialami nasabah ketika berbisnis
dengan perusahan
2. Kesediaan untuk membangun hubungan dengan perusahaan
3. Kesediaan untuk membeli kembali
4. Kesediaan untuk merekomendasikan perusahaan kepada orang
lain
5. Enggan beralih ke produk pesaing.
2.1.6.2 Pengertian Loyalitas Nasabah
Menurut Ali Hasan (2008:83) Loyalitas nasabah didefinisikan
sebagai orang yang membeli, khususnya yang membeli secara teratur
dan berulang-ulang. Nasabah merupakan seseorang yang terus
menerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk
memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau
mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut.
Sedangkan Menurut Gremler dan Brown (dalam Ali Hasan, 2008:83)
bahwa loyalitas nasabah adalah nasabah yang tidak hanya membeli
ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunyai komitmen dan
sikap yang positif terhadap perusahaan jasa, misalnya dengan
merekomendasikan orang lain untuk membeli.
Loyalitas nasabah merupakan strategi yang menciptakan
saling penghargaan untuk menguntungkan perusahaan dan nasabah
(Reichheld & Detrick , 2003) dalam (Tu, Yu-Te, et al., 2013). Maksud
dari penelitian ini adalah dengan nasabah setia, perusahaan dapat
memaksimalkan keuntungan mereka karena nasabah yang setia
bersedia untuk melakukan pembelian lebih sering, menghabiskan
uangnya untuk mencoba produk atau jasa baru perusahaan,
merekomendasikan produk dan jasa kepada pihak lain, dan
memberikan saran tulus kepada perusahaan. Nasabah pun akan
merasa puas dengan apa yang mereka dapatkan dari perusahaan,
Page 21
35
sehingga antara perusahaan dan nasabah sama-sama memperoleh
keuntungan.
Dari berbagai uraian tersebut dapt disimpulkan bahwa
loyalitas nasabah meruapakan sebuah sikap yang menjadi dorongan
perilaku untuk melakukan pembelian produk/jasa dari suatu
perusahaan yang menyertakan aspek perasaan didalamnya, khusunya
yang membeli secara teratur dan berulang-ulang dengan konsistensi
yang tinggi, namun tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa,
tetapi juga mempunya komitmen dan sikap yang positif terhadap
perusahaan yang menawarkan produk/ jasa tersebut.
Loyalitas nasabah sangat penting artinya bagi perusahaan yang
menjaga kelangsungan usahanya maupun kelangsungan kegiatan
usahanya. Nasabah yang setia adalah mereka yang sangat puas dengan
produk dan pelayanan tertentu, sehingga mempunyai antusiasme
untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang mereka kenal.
Selanjutnya pada tahap berikutnya nasabah yang loyal tersebut akan
memperluas “kesetiaan” mereka pada produk-produk lain buatan
produsen yang sama. Dan pada akhirnya mereka adalah konsumen
yang setia pada produsen atau perusahaan tertentu untuk selamanya.
2.1.6.3 Tahapan Loyalitas Nasabah
Hurriyanti (2005:138) mengungkapkan bahwa loyalitas
nasabah terdiri dari tiga tahap sebagai berikut :
a. The Courtship
Pada tahap ini, hubungan yang terjadi antara perusahaan
dan nasabah terbatas pada transaksi, nasabah masih
mempertimbangkan produk dan harga.Apabila penawaran
produk dan harga yang dilakukan pesaing lebih baik maka
mereka akan berpindah.
b. The Relationship
Pada tahapan ini, tercipta hubungan yang erat antara
perusahaan dengan nasabah. Loyalitas yang terbentuk tidak lagi
didasarkan pada pertimbangan produk/jasa dan harga, walaupun
tidak ada jaminan nasabah tidak akan melihat pesaing. Selain
Page 22
36
itu, pada tahap ini terjadi hubungan yang saling menguntungkan
bagi kedua belah pihak.
c. Marriage
Pada tahapan ini hubungan jangka panjang telah tercipta
dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Loyalitas tercipta akibat
adanya kesenangan dan ketergantungan nasabah pada
perusahaan.
2.1.6.4 Karakteristik Loyalitas Nasabah
Nasabah yang loyal merupakan aset penting bagi perusahaan.
Hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana
diungkapkan (Griffin, 2005: p31), nasabah yang loyal memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Melakukan pembelian ulang secara teratur (repeat buyer)
Maksudnya nasabah yang telah melakukan pembelian
suatu produk sebanyak dua kali/lebih. Mereka adalah yang
melakukan pembelian atas produk yang sama banyak dua kali,
atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua
kesempatan.
2. Melakukan pembelian antara lini produk dan jasa (purchases
across product and service)
Maksudnya membeli semua barang atau jasa yang
ditawarkan dan yang mereka butuhkan. Mereka membeli
secara teratur, hubungan dengan jenis nasabah ini sudah kuat
dan berlangsung lama yang membuat merteka tidak
terpengaruh oleh produk pesaing.
3. Mereferensikan kepada orang lain (references other)
Maksudnya membeli barang/jasa yang ditawarkan dan
yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara
teratur. Selain itu, mereka mendorong teman-teman mereka
agar membeli barang/jasa perusahaan atau merekomendasikan
perusahaan tersebut kepada orang lain, dengan begitu secara
tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk
perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan.
Page 23
37
4. Menunjukan kekebalan terhadap tarikan pesaing
(demonstrates immunity to the full of competitors)
Maksudnya tidak mudah terpengaruh oleh tarikan
persaingan produk atau jasa sejenis lainnya. Untuk menjadi
nasabah yang loyal seseorang harus melalui beberapa tahapan,
pelangan yang loyal timbul secara bertahap. Proses ini dilalui
dalam jangka waktu tertentu, dengan kasih sayang, dan dengan
perhatian yang diberikan pada tiap-tiap tahap pertumbuhan.
Setiap tahap memiliki kebutuhan khusus. Dengan mengenali
setiap tahap dan memenuhi kebutuhan khusus tersebut,
perusahaan mempunyai peluang yang lebih besar untuk
mengubah pembeli menjadi nasabah atau klien yang loyal.
Menurut Griffin (2005:5), karakteristik nasabah yang loyal
adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pembelian ulang secara teratur
2. Membeli di luar lini produk/jasa
3. Mereferensikan kepada orang lain
4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.
Dua kondisi penting yang berhubungan dengan loyalitas,
adalah retensi nasabah (customer retention) dan total pangsa nasabah
(total share of customer). Retensi nasabah menjelaskan lamanya
hubungan dengan nasabah.Tingkat retensi nasabah adalah persentasse
nasabah yang telah memenuhi sejumlah pembelian ulang selama
periode waktu yang terbatas.
Berdasarkan hal diatas, nasabah adalah seseorang yang
menjadi terbiasa membeli dari perusahaan. Kebiasaan itu terbentuk
melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode tertentu.
Tanpa adanya track record hubungan yang kuat dan pembelian
berulang, orang tersebut bukanlah nasabah tetapi seorang pembeli.
Nasabah yang sejati tumbuh seiring dengan waktu.
Page 24
38
2.1.6.5 Faktor Penentu Loyalitas Nasabah
Menurut Tatik (2008:150) faktor antecedent yang merupakan
komponen dari sikap yang berhubungan dalam pembentukan
kesetiaan nasabah yaitu:
1. Cognitive Atecendent
Dalam hal ini unsur-unsur dari aspek kognitif yang
berupa pikiran dan segala hal proses yang terjadi di dalamnya
yang mencakup accessibility, confidence, centrality dan
kejelasan mengenai sikap terhadap suatu produk akan
berhubungan terhadap kesetiaan nasabah. Nasabah yang dapat
mengikat dengan mudah nama produk dan yakin bahwa
produknya sesuai dengan system nilai yang dianutnya akan
cenderung lebih bersikap positif dan hal ini penting sekali bagi
terbentuknya kesetiaan nasabah.
2. Affective Antecedent
Kondisi emosional (perasaan) nasabah yang
merupakan komponen dari sikap akan membentuk kesetiaan
nasabah. Aspek dari perasaan ini meliputi emosi suasana hati
dan kepuasan yang didapatkan setelah member atau
menggunakan produk akan membentuk kesetiaan nasabah.
3. Conative Antecedent
Kondisi merupakan kecenderungan yang ada pada
nasabah untuk melakukan tindakan tertentu. Ada tiga faktor
yang memhubungani kecenderungan nasabah untuk
berperilaku yang menunjukkan kesetiaan terhadap suatu merek
yaitu biaya, harapan, sunk cost. Selain itu norma-norma social
dan faktor situasional turut berhubungan terhadap kesetiaan
nasabah.Norma social berisi tentang batasan boleh dan tidak
boleh dilakukan nasabah yang berasal dari lingkungan
sosialnya (teman, keluarga, tetangga, dan lain-lain).
Sedangkan faktor situasional yang merupakan kondisi yang
relative sulit dikendalikan oleh pasar dalam kondisi tertentu
memiliki hubungan yang cukup besar.
Page 25
39
2.1.6.6 Dimensi Loyalitas Nasabah
Dimensi loyalitas nasabah yang akan digunakan dalam
penelitian ini merujuk dari karakteristik loyalitas nasabah yang
dikemukakan oleh Griffin (2005:33) sebagai berikut:
1. Melakukan pembelian secara teratur
Melakukan pembelian secara teratur yang dimaksud
adalah melakukan transaksi secara periodik dalam satu jangka
waktu tertentu secara terus menerus.
2. Membeli di luar lini jasa atau produk
Membeli produk yang ditawarkan oleh perusahaan di
luar produk yang biasanya dikonsumsi perusahaan meliputi
produk yang baru diluncurkan maupun produk lain yang
sudah ada sebelumnya
3. Mereferensikan kepada orang lain
Mereferensikan perusahaan kepada kerabat atau
saudara menjelaskan kualitas dari perusahaan sehingga
kerabat atau saudara mau mencoba mengkonsumsi atau
menggunakan jasa perusahaan.
4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan perusahaan lain
Menunjukkan kekebalan dimana konsumen tidak
mudah terhasut oleh promosi atau ketertarikan yang muncul
dari perusahaan lain.
2.2 Hubungan Antar Variabel
2.2.1 Hubungan Antara Relationship Marketing Dengan Customer
Satisfaction
Dengan adanya Relationship Marketing yang dilakukan oleh
perusahaan diharapkan akan tercipta kepuasan konsumen. Hubungan antara
Relationship Marketing dengan kepuasan konsumen dinyatakan oleh Mudie
dan Cottam dalam Tjiptono (2002, p.160) yang menyatakan bahwa
“Kepuasan konsumen total tidak mungkin tercapai sekalipun hanya untuk
sementara waktu. Namun upaya perbaikan dan penyempurnaan kepuasan
dapat dilakukan dengan berbagai strategi adapun salah satu strategi yang
Page 26
40
dapat diterapkan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan konsumen adalah
Relationship Marketing.
Relationship Marketing adalah alat untuk mempertahankan nasabah
yang setia, hasilnya meningkatkan daya saing dan meningkatkan kepuasan
nasabah, Alrubaiee (2008).
2.2.2 Hubungan Relationship Marketing dengan Customer Loyalty
Alqahtani (2011) menjelaskan dengan hubungan yang baik nasabah
mau untuk terus menggunakan jasa dari perusahaan dan hubungan jangka
panjang ini berkaitan dengan kesetiaan nasabah terhadap produk dan jasa
perusahaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puti Ara Zena dan Aswin
Dewanto Hadisumarto (2012) pada studi kasus Strawberry Kafe, dimana
penelitian ini yang bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara
relationship marketing, kepuasan nasabah dan loyalitas nasabah. Hasil
penelitian menunjukkan:
1) Relationship marketing dan Customer Loyalty berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan nasabah
2) Kepuasan nasabah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
loyalitas nasabah
3) Konsumen yang datang dikarenakan relationship marketing yang
diberikan oleh Strawberry Kafe untuk dapat menarik nasabah datang
kembali.
2.2.3 Hubungan Customer Satisfaction dengan Customer Loyalty
Caruana (2002) mengemukakan bahwa kepuasan nasabah
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas. Nasabah yang
memperoleh tingkat kepuasan setelah melakukan evaluasi terhadap
pembelian produk akan berdampak pada tingkat loyalitasnya terhadap produk
atau jasa tersebut.
Penelitian menunjukan perbedaan besar pada kesetiaan nasabah yang
tidak puas, puas, dan sangat puas. Bahkan sedikit penurunan pada kepuasan
dapat menyebabkan penurunan yang signifikan pada kesetiaan, Kotler (2010;
p45).
Page 27
41
Shankar, Smith, dan Rangaswamy (2003) melakukan penelitian pada
industri jasa pariwisata sebagai subjek eksperimen untuk mengeksplorasi
hubungan antara kepuasan nasabah dan loyalitas nasabah melalui transaksi
online yang dikutip didalam penelitian yang berujudul The Study Of The
Relationships Among Experiential Marketing, Service Quality, Customer
Satisfaction And Customer Loyalty (2010). Hasil penelitian menunjukkan
kepuasan nasabah menyebabkan hubungan positif dengan loyalitas nasabah.
Sedangkan Kim, Lee, dan Yoo (2006) didalam penelitian yang sama
menjelaskan bahwa nasabah yang puas akan menunjukkan loyalitas dan
memberikan kata dari mulut ke mulut (word of mouth) yang positif.
Dapat disimpulkan bahwa nasabah yang puas berarti nasabah yang
tidak hanya datang untuk melakukan pembelian ulang kepada perusahaan,
tetapi juga memiliki sifat positif terhadap perusahaan seperti mau untuk
memberikan rekomendasi kepada orang lain mengenai produk atau jasa di
perusahaan tersebut.
2.2.4 Hubungan Antara Service Quality dan Customer Satisfaction
Manilall Dhurup, Jhalukpreya, Surujlal dan Ephraim Redda (2014)
dalam penelitian yang berjudul Customer Perceptions of Online Banking
Service Quality and Its Relationship With Customer Satisfaction and Loyalty
menjelaskan bahwa memiliki kualitas pelayanan yang tinggi merupakan suatu
keharusan untuk mencapai kepuasan nasabah dan sejumlah hasil perilaku lain
yang diinginkan. Karena apabila kualitas pelayanan yang diberikan oleh
perusahaan tidak sesuai dengan harapan dan keingin dari konsumen maka itu
berarti konsumen tidak puas terhadap perusahaan. Karena puas atau tidaknya
konsumen dapat diukur dari apakah pelayanan yang diberikan oleh
perusahaan sudah memenuhi keinginan dan harapan dari konsumen atau
belum. Dan hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa service quality
memiliki efek positif yang signifikan terhadap customer satisfaction, dengan
demikian nasabah yang puas lebih mungkin untuk melakukan pembelian atau
transaksi berulang kali dengan perusahaan yang sama dan lebih kecil
kemungkinannya untuk terlibat dalam beralih perilaku.
Page 28
42
2.2.5 Hubungan Antara Service Quality dan Customer Loyalty
Hu, Lu, dan Huang (2010) melakukan percobaan pada terminal air
cargo. Dari hasil penelitian, hal ini menunjukkan bahwa kepuasan nasabah
secara signifikan mempengaruhi loyalitas, dan kualitas layanan, kemampuan
inovasi, dan citra perusahaan berkorelasi positif dengan kepuasan nasabah.
Dari penelitian tersebut di atas, ditemukan kualitas pelayanan juga dapat
mempengaruhi loyalitas melalui kepuasan nasabah (Shen dan Hsieh, 2003).
Oleh karena itu, terdapat sebab-akibat antara kepuasan dan loyalitas yang
memiliki pengaruh bervariasi dengan subyek percobaan yang berbeda.
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Service Quality
Tangibles
Reability
Responsiveness
Assurance
Empaty
Relationship
Marketing
-Financial bond
1. -Social bond
2. -Structural bond
Customer
Satisfaction
Environment
Personal
Service
Service
Tangible
Product
Value
Customer
Loyalty
Attitude
Loyalty
Behavior
Loyalty
Page 29
43
Dalam penelitian ini dapat dibuat suatu kerangka pemikiran yang dapat
menjadi landasan dalam penulisan ini. Selanjutnya yang disajikan dalam bentuk
diagram alur (flowchart). Dalam diagram alur ini, memperlihatkan adanya hubungan
antara Relationship Marketing dan Service Quality terhadap Customer Satisfaction
dan dampaknya terhadap Customer Loyalty.
2.4 Rancangan Uji Hipotesis
Pengertian hipotesis penelitian menurut Sugiyono (2009:96) merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar
kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Rancangan uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk Tujuan 1
H1: Diduga Relationship Marketing memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Customer Satisfaction pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Utama Bendungan Hilir
Untuk Tujuan 2
H2: Diduga Service Quality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Customer Satisfaction pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Utama
Bendungan Hilir
Untuk Tujuan 3
H3: Diduga Relationship Marketing dan Service Quality memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap Customer Satisfaction pada PT Bank BNI Syariah
Kantor Cabang Utama Bendungan Hilir
Untuk Tujuan 4
H4: Diduga Customer Satisfaction memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Customer Loyalty pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Utama Bendungan Hilir
Untuk Tujuan 5
H5: Diduga Service Quality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Customer Satisfaction pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Utama
Bendungan Hilir
Page 30
44
Untuk Tujuan 6
H6: Diduga Service Quality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Customer Loyalty pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Utama
Bendungan Hilir
Untuk Tujuan 7
H7: Diduga Service Quality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Customer Loyalty melalui Customer Satisfaction pada PT Bank BNI Syariah
Kantor Cabang Utama Bendungan Hilir
Untuk Tujuan 8
H8: Diduga Relationship Marketing memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Customer Loyalty melalui Customer Satisfaction pada PT Bank BNI
Syariah Kantor Cabang Utama Bendungan Hilir