BAB IPENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang MasalahSetiap individu
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan semasa hidupnya,
mulai dari janin sampai dewasa. Proses pertumbuhan dan perkembangan
individu yang satu dengan yang lain tidak sama (bervariasi),
tergantung dari faktor-faktor yang mendukungnya. Istilah tumbuh
kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda,
tetapi saling berkaitan. Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ, maupun individu
yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pon, kilogram), ukuran
panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik
(retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Perkembangan adalah
bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil
proses pematangan. Dalam hal ini menyangkut adanya proses
diferensiasi sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem
organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya, termasuk juga perkembangan emosi, intelektual,
dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
(Adriana, Dian, 2011). Dalam siklus kehidupan, masa anak-anak
merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang menentukan
masa depannya. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah
masa balita, karena masa ini pertumbuhan dasar akan mempengaruhi
dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Frankenburg dkk.
(1981) melalui Denver Developmental Screening Test (DDST)
mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai
perkembangan anak balita yaitu, kepribadian/tingkah laku sosial
(personal social), gerakan motor halus (fine motor adaptive),
bahasa (language), dan pekembangan motorik kasar (gross motor).
Perkembangan moral dan dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada
masa ini sehingga setiap kelainan atau penyimpangan sekecil apapun,
bila tidak terdeteksi dan tidak ditangani dengan baik akan
mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak. (Adriana,
2011).Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana
diperlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna agar potensi
berkembang, sehingga hal ini perlu mendapatkan perhatian.
Perkembangan psiko-sosial sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan
interaksi antara anak dengan orang tuanya atau orang dewasa
lainnya. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial
diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap
perkembangannya. Sementara itu, lingkungan yang tidak mendukung
akan menghambat perkembangan anak. (Adriana, 2011). Keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan merupakan masalah yang sering
ditemukan oleh tenaga kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan
(Glascoe FP, 1992 Jun) di Amerika Serikat (AS) tentang perkembangan
anak dengan Denver II dilakukan pada 104 anak-anak antara usia 3-72
bulan, ditemukan 17% dari anak-anak mengalami gangguan
perkembangan. Kepedulian orangtua terhadap perkembangan anak serta
diikuti pemeriksaan skrining perkembangan merupakan cara untuk
mendeteksi masalah perkembangan secara dini dan selanjutnya dapat
melakukan intervensi secara tepat. (Hartawan & Soetjiningsih,
2008).American Academy of Pediatrics (AAP) menyarankan skrining
secara rutin dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel.
Penelitian di Amerika Serikat (AS) mendapatkan hanya 23% dari 646
dokter spesialis anak melakukan skrining perkembangan dan Instrumen
yang paling umum digunakan adalah Denver II. (Hartawan &
Soetjiningsih, 2008).Berdasarkan sensus demografi kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012, jumlah anak usia dini (0-6 tahun) sebanyak
26,09 juta. Dari jumlah tersebut 12,6 juta diantaranya berusia
antara 4-5 tahun dan sekitar 7,2% anak usia 4-5 tahun mengalami
keterlambatan perkembangan personal sosial, dan sebanyak 10.700
orang (5,0%) orang mengalami masalah kecerdasan interpersonal.
Jumlah anak usia dini (0-6 tahun) tahun 2012 di Provinsi Bali
sebanyak 35.130 orang dari jumlah tersebut sebanyak 13.010 orang
(37,1%) orang diantaranya berusia antara 4-5 tahun dan sekitar 1054
orang (8,1%) anak usia 4-5 tahun mengalami keterlambatan
perkembangan personal sosial. (Dinkes Provinsi Bali,
2012).Undang-undang no 20 tahun 2003 yang dikeluarkan oleh
kementrian pendidikan nasional tentang sistem pendidikan nasional
mengatakan dengan tegas bahwa perlunya penanganan Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) yang ditujukan pada anak usia 0-6 tahun.
Pendidikan Anak Usia Dini yang memberikan jasa pendidikan pada anak
usia 0-6 tahun di Indonesia dapat diselenggarakan melalui jalur
formal (Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal) dan jalur nonformal
(Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain, dan bentuk lainnya yang
sederajat). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rista
Apriana tahun 2009 mengatakan bahwa sebanyak 13 responden (40,6%)
dari 32 responden yang memiliki IQ rata-rata (everage) mengikuti
program PAUD dan 19 responden lainnya (59,4%) tidak mengikuti
program PAUD. Semua responden yang memiliki IQ dibawah rata-rata
(low normal) tidak mengikuti PAUD. Terdapat hubungan yang
signifikan antara pendidikan anak usia dini dengan perkembangan
kognitif anak usia prasekolah. Penelitian diatas didukung juga oleh
penelitian yang dilakukan Maimon, dkk tahun 2013, dari hasil
analisis diperoleh bahwa mengikuti kelompok bermain berpengaruh
pada luaran. Dari 172 subyek, subyek dengan perkembangan advanced
lebih banyak terdapat pada kelompok bermain 20,9%, sedangkan yang
tidak mengikuti kelompok bermain 9,3%. Pencapaian perkembangan anak
lebih baik pada kelompok anak yang mengikuti kelompok bermain
dibandingkan dengan anak yang tidak mengikuti kelompok bermain
(p=0,003). Maka ada hubungan kelompok bermain dengan pencapaian
perkembangan anak dan bermanfaat untuk perkembangan anak. Dampak
seorang balita yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan akan
menimbulkan akibat yang kurang menguntungkan pada perkembangan
konsep diri anak sehingga akan timbul gangguan mental dan perilaku
bermasalah. (Sukmawati, 2014). Perilaku bermasalah anak pada aspek
personal sosial menyangkut beberapa permasalahan yaitu pendiam,
pemalu, minder, citra diri yang negatif, egois, sulit berteman
(bersosialisasi), menolak realitas (suka membuat kegaduhan)
bersikap kaku (tidak objektif) dan membenci guru tertentu.
(Nirwana, et al., 2014). Untuk menghindari hal tersebut diatas maka
perlu dilakukan stimulasi pada anak sejak dini. Stimulasi adalah
kegiatan merangsang kemampuan dasar anak yang datangnya dari luar
individu anak agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Salah
satu stimulasi yang dapat meningkatkan perkembangan personal sosial
adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). (Sukmawati,
2014).Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menyediakan lingkungan yang kaya
akan stimulasi, dimana dalam lembaga Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) secara tidak sengaja telah terjadi interaksi yang sangat
intens antara anak didik, guru, dan orang tua. Pola interaksi
tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengarahkan tumbuh kembang anak
sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah, sehingga anak didik akan
terjauh dari gangguan mental dan perilaku bermasalah. (Nirwana, et
al., 2014). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti
di Desa Dangin Puri Kaja kecamatan Denpasar Utara terdapat anak
usia prasekolah 244 anak. Peneliti melakukan observasi perkembangan
pada 10 anak dengan menggunakan lembar Denver II, dimana 5 anak
mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan 5 lainnya
tidak mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Diperoleh
data perkembangan berbeda-beda antara anak yang satu dengan anak
yang lain. Data observasi pada 5 anak yang mengikuti program
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 4 diantaranya dengan perkembangan
normal, hanya 1 dengan perkembangan suspect. Sedangkan pada 5 anak
yang tidak mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
terdapat 2 anak dengan hasil perkembangan suspect, 1 anak dengan
perkembangan untestable, dan 2 anak dengan perkembangan
normal.Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Pengaruh PAUD terhadap perkembangan
personal sosial anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja,
Denpasar Utara guna mengetahui seberapa pengaruh Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) terhadap perkembangan personal sosial anak usia
prasekolah.
1.2 Rumusan Masalah PenelitianBerdasarkan latar belakang di atas
dapat dirumuskan suatu masalah penelitian yaitu: Apakah ada
Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terhadap perkembangan
personal sosial anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja
Denpasar Utara?1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan umumSecara umum
yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah Mengetahui Pengaruh
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terhadap perkembangan personal
sosial anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja Denpasar
Utara?1.3.2 Tujuan khusus1. Mengidentifikasi tingkat perkembangan
personal sosial anak usia prasekolah yang mengikuti Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) di Desa Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara.2.
Mengidentifikasi tingkat perkembangan personal sosial anak usia
prasekolah yang tidak mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di
Desa Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara.3. Mengidentifikasi
perbedaan tingkat perkembangan personal sosial anak usia prasekolah
yang mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan yang tidak
mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Dangin Puri Kaja
Denpasar Utara.4. Menganalisis pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) terhadap perkembangan personal sosial anak usia prasekolah
di Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara. 1.4 Manfaat
Penelitian1.4.1 Teoritis1. Bagi penelitiPenelitian ini dapat
dijadikan sebagai informasi ilmiah dalam bidang keperawatan
khususnya keperawatan anak mengenai hubungan PAUD terhadap
perkembangan personal sosial anak usia prasekolah.2. Bagi profesi
keperawatanDiharapkan penelitian ini memberikan informasi bagi
profesi keperawatan khususnya pada ranah keperawatan anak dalam
pengukuran perkembangan personal sosial anak dengan menggunakan tes
Denver II.1.4.2 Praktis1. Bagi institusi pendidikan Sebagai bahan
masukan bagi penyelenggara Pendidikan Anak Usia Dini supaya dalam
pembelajaran tetap memperhatikan teori-teori tumbuh kembang anak
prasekolah.2. Bagi peneliti lainSebagai dasar acuan bagi peneliti
selanjutnya yang ingin meneliti perkembangan personal sosial
anak.
1.5 Keaslian PenelitianBerdasarkan telaah literatur, penelitian
yang berkaitan dengan judul penelitian ini adalah :1.5.1 Ridwan
Fatoni (2010) dalam penelitian yang berjudul Hubungan Pola Asuh Ibu
Dengan Tingkat Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Pra Sekolah
Di TK PDHI Banguntapan Bantul Yogyakarta. Penelitian ini
menggunakan rancangan metode survey analitik dengan pendekatan
waktu yang digunakan adalah cross sectional. Sampel yang digunakan
31 pasang ibu dan anak dengan analisa data menggunakan Chi Kuadrat.
Hasil penelitian pola asuh dan perkembangan personal sosial
menunjukkan kategori pola asuh otoritatif 51,6%, permisif 22,8%,
otoriter 25,8%. Perkembangan personal sosial normal 51,6% dan
terlambat 48,4%. Sebagian besar pola asuh ibu di TK PDHI
Banguntapan Bantul Yogyakarta menggunakan pola asuh otoritatif
(51,6%) dengan perkembangan personal sosial normal(51,6%). Maka
dapat disimpulkan ada hubungan antara pola asuh ibu dengan tingkat
perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah di TK PDHI
Banguntapan Bantul Yogyakarta 2010. Persamaan penelitian tersebut
dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel terikat sama-sama
menggunakan perkembangan personal sosial anak usia prasekolah.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan
terletak pada rancangan penelitian. 1.5.2 Rista Apriana (2009)
dalam penelitian yang berjudul Hubungan Pendidikan Anak Usia Dini
dengan perkembangan kognitif anak usia prasekolah di Kelurahan
Tinjomoyo Kecamatan Banyumanik Semarang. Metode Penelitian yang
digunakan adalah cross sectional yang dilakukan terhadap 54
responden dengan analisa data menggunakan uji Chi Square. Sebanyak
13 responden (40,6%) dari 32 responden yang memiliki IQ rata-rata
(everage) mengikuti program PAUD dan 19 responden lainnya (59,4%)
tidak mengikuti program PAUD. Semua responden yang memiliki IQ
dibawah rata-rata (low normal) tidak mengikuti PAUD. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan
anak usia dini dengan perkembangan kognitif anak usia prasekolah.
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan
adalah variabel bebas sama-sama menggunakan Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD). Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang
dilakukan terletak pada rancangan penelitian dan jumlah
responden.1.5.3 Nirwana, La Ode Asfilayly, M.Askar (2014) dalam
penelitian Hubungan keikutsertaan dalam Play Group terhadap tingkat
perkembangan anak usia prasekolah di TK Aisyiyah Busthanul Athfal
VI Antang Makassar. Penelitian ini menggunakan metode survey
analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel diperoleh dengan
menggunakan purposive sampling dengan jumlah 39 responden. Hasilnya
diolah menggunakan uji Chi-Square. Hasil bivariat menunjukkan bahwa
keikutsertaan dalam play group memiliki hubungan yang bermakna
terhadap perkembangan personal sosial (p=0,003), perkembangan
motorik kasar (p=0,029), perkembangan motorik halus (p=0,013),
perkembangan bahasa (p=0,000), dan perkembangan anak secara umum
(p=0,000). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan
antara Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang
dilakukan adalah variabel bebas sama-sama menggunakan Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD). Perbedaan penelitian tersebut dengan
penelitian yang dilakukan terletak pada rancangan penelitian dan
jumlah responden.1.5.4 Adi Aprihantara (2012) dalam penelitian yang
berjudul Hubungan PAUD dengan perkembangan bahasa anak usia
prasekolah di Desa Sumerta Kaja. Penelitian ini merupakan
deskriptif korelasional, Pengambilan sampel di sini dilakukan
dengan cara non probability sampling dengan teknik purposive
sampling, diperoleh sampel 30 anak dimana 15 anak yang mengikuti
PAUD dan 15 yang tidak mengikuti PAUD. Menggunakan uji koefisien
contingansy. Menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan PAUD
dengan perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Hasil tingkat
perkembangan bahasa pada anak yang mengikuti PAUD sebagian besar
66,7% (10 anak) memiliki skor advance, dan hanya 33,3% (lima anak)
dengan skor normal. Sedangkan pada anak yang tidak mengikuti PAUD
sebagian besar 53.3% (delapan anak) memiliki skor normal, 40%
memiliki skor caution, pada responden yang tidak mengikuti PAUD
juga terdapat skor delayed yaitu 6,7% (satu anak). Persamaan
penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah
variabel bebas sama-sama menggunakan Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) dan jumlah responden berjumlah 30 anak. Perbedaan penelitian
tersebut dengan penelitian yang dilakukan terletak pada rancangan
penelitian dan variabel terikat yaitu perkembangan personal
sosial.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Perkembangan Personal Sosial2.1.1
PengertianPerkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil proses
pematangan atau maturitas. Perkembangan menyangkut adanya proses
deferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan
sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing
dapat memenuhi fungsinya, termasuk perkembangan emosi, intelektual
dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya
(Soetjiningsih & Gde Ranuh, 2013). Melalui Denver Development
Screening Test (DDST) mengemukakan untuk parameter perkembangan
anak salah satunya adalah personal sosial (kepribadian / tingkah
laku sosial).Sektor personal sosial adalah penyesuaian diri di
masyarakat dan kebutuhan pribadi. Kemampuan personal sosial
merupakan salah satu proses tumbuh kembang yang harus dilalui dalam
kehidupan anak. Terjadinya gangguan dini pada proses tersebut akan
menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Perkembangan personal
sosial terdiri dari beberapa aspek yaitu aspek yang berhubungan
dengan kemandirian anak, aspek bersosialisai, dan berinteraksi
dengan lingkungan (Soetjiningsih & Gde Ranuh, 2013).
Perkembangan personal sosial anak adalah suatu proses perubahan
yang berlangsung secara terus menerus menuju kedewasaan anak yang
merupakan manusia yang tumbuh dan berkembang yang akan hidup di
tengah-tengah masyarakat. Melalui Denver Development Screening Test
(DDST) mengemukakan untuk parameter perkembangan anak salah satunya
adalah personal sosial (kepribadian/tingkah laku) yang berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya. 2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
personal sosial anakPersonal sosial anak dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut:1. Faktor genetik Faktor genetik
merupakan modal dasar dan mempunyai peran utama dalam mencapai
hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Faktor genetika yang
mempengaruhi perkembangan anak diantaranya adalah perbedaan ras,
etnis atau bangsa, dan kelainan kromosom. Kelainan bawaan yang
disebabkan oleh kelainan kromosom dapat menyebabkan gangguan
pencapaian perkembangan bagi anak, misalnya anak dengan sindrom
Down dan sindrom Turner. (Soetjiningsih & Gde Ranuh, 2013).2.
Faktor lingkunganLingkungan memiliki peranan yang sangat penting
bagi perkembangan personal sosial anak. Faktor lingkungan yang
berpengaruh dalam perkembangan personal sosial meliputi lingkungan
fisik dan lingkungan sosial. 1) Lingkungan fisik yaitu meliputi
musim, iklim, kehidupan sehari-hari, dan status sosial ekonomi.
Lingkungan yang kondusif akan menciptakan keadaan yang aman dan
nyaman bagi anak untuk mengeksplorasi perkembangan personal
sosialnya. (Potter & Perry, 2005).2) Lingkungan sosial yaitu
meliputi;(1) Stimulasi Stimulasi dari lingkungan merupakan hal yang
penting untuk tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulasi
yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan
dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi. Stimulasi
juga akan mengoptimalkan potensi genetik yang dipunyai anak.
Lingkungan yang kondusif akan mendorong perkembangan fisik dan
mental yang baik, sedangkan lingkungan yang kurang mendukung akan
mengakibatkan perkembangan anak dibawah potensi genetiknya.
(2) Motivasi belajarMotivasi belajar dapat ditimbulkan sejak
dini dengan memberikan lingkungan yang kondusif untuk belajar,
misalnya perpustakaan, buku-buku yang menarik minat baca anak dan
bermutu, suasana tempat belajar yang tenang, sekolah yang tidak
terlalu jauh, serta sarana lainnya.(3) Ganjaran ataupun hukuman
yang wajar (reinforcement/reward and punishment)Bila anak berbuat
benar, kita wajib memberi apresiasi , misalnya ciuman, pujian,
belaian, tepuk tangan, dan sebagainya. Apresiasi tersebut akan
menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak untuk mengulangi tingkah
laku yang baik tersebut. Sementara itu, menghukum dengan cara yang
wajar, bila anak berbuat salah, masih dibenarkan. Hukuman harus
diberikan secara obyektif dengan disertai penjelasan pengertian dan
maksud hukuman tersebut; bukan hukuman untuk melampiaskan kebencian
dan kejengkelan kepada anak, atau penganiayaan pada anak (abuse).
Anak diharapkan tahu mana yang baik dan yang tidak baik, sehingga
dapat timbul rasa percaya diri pada anak, yang penting untuk
perkembangan kepribadiannya kelak.(4) Kelompok sebayaAnak
memerlukan teman sebaya untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.
Perhatian dari orang tua tetap dibutuhkan untuk memantau dengan
siapa anak tersebut bergaul. Karena teman sebaya dapat mempengaruhi
hal-hal baik dan yang tidak baik.(5) StresStres pada anak juga
berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya, misalnya anak akan menarik
diri, rendah diri, gagap, nafsu makan menurun dan bahkan bunuh
diri.(6) Sekolah Dengan adanya wajib belajar 9 tahun, diharapkan
setiap anak mendapat kesempatan duduk di bangku sekolah minimal 9
tahun. Pendidikan yang baik dapat meningkatkan taraf hidup anak
kelak. Saaat ini, yang masih menjadi masalah sosial adalah masih
banyaknya anak yang terpaksa tidak sekolah karena harus membantu
mencari nafkah untuk keluarganya. Selain itu perhatian pemerintah
terhadap sarana, prasarana, dan mutu pendidikan dirasakan masih
kurang.(7) Cinta dan kasih sayangSalah satu hak anak adalah hak
untuk dicintai dan dilindungi. Anak memerlukan kasih sayang dan
perlakuan yang adil dari orang tuanya, agar kelak ia menjadi anak
yang tidak sombong dan dapat memberikan kasih sayangnya pula.
Sebaliknya, kasih sayang yang diberikan secara berlebihan, yang
menjurus kearah memanjakan, akan menghambat bahkan mematikan
perkembangan kepribadian anak. Akibatnya anak akan menjadi manja,
kurang mandiri, pemboros, kurang bertanggung jawab, dan kurang bisa
menerima kenyataan. (8) Kualitas interaksi anak dan
orangtuaInteraksi timbal balik antara anak dan orangtua akan
menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka kepada
orangtuanya, sehingga komunikasi bisa timbal balik dan segala
permasalahan dapat dipecahkan bersama. Kedekatan dan kepercayaan
antara orangtua dan anak sangat penting. Interaksi tidak ditentukan
oleh lama waktu anak bersama anak, tetapi lebih ditentukan oleh
kualitas interaksi tersebut. Kualitas interaksi adalah pemahaman
terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi
kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi.
Hubungan yang menyenangkan dengan orang lain, terutama dengan
anggota keluarganya, akan mendorong anak untuk mengembangkan
kepribadian dan interaksi sosial dengan orang lain. (Soetjiningsih
& Gde Ranuh, 2013).3. Faktor keluarga dan adat istiadatFaktor
keluarga dan adat istiadat yang mempengaruhi meliputi pekerjaan
atau pendapatan keluarga, pendidikan ayah atau ibu, jumlah saudara,
jenis dalam keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah
atau ibu, pola pengasuhan, adat istiadat, norma, tabu, agama,
urbanisasi, kehidupan politik yang mempengaruhi prioritas kebutuhan
anak. (Soetjiningsih & Gde Ranuh, 2013). 2.1.3 Aspek-aspek
perkembangan personal sosialMenurut Soetjiningsih (2005) dalam
penelitian Sukmawati (2014) mengatakan, aspek personal sosial yang
berhubungan dengan kemampuan mandiri anak (makan sendiri,
membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan ibu atau
pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya.2.1.4 Ciri-ciri perkembangan personal sosial anak
prasekolahCiri-ciri perkembangan personal sosial anak usia
prasekolah menurut Agusminto (2008) dalam (Sukmawati, 2014) adalah
:1. Sangat antusias2. Lebih menyukai bekerja dengan dua atau tiga
teman yang dipilih.3. Suka memakai baju orang tua atau orang lain.
Dapat membereskan alat permainannya.4. Tidak menyukai bila dipegang
tangannya.5. Menarik perhatian karena dipuji.6. Senang di rumah
dekat dengan ibu.7. Ingin disuruh, penurut, suka membantu.8. Senang
pergi ke sekolah.9. Gembira bila berangkat dan pulang sekolah.10.
Kadang-kadang malu dan sukar untuk bicara.11. Bermain dengan
kelompok dua atau lima orang12. Bekerjanya terpacu dengan anak
lain. 2.1.5 Alat ukur perkembangan personal sosialPengukuran
perkembangan personal sosial yang berhubungan dengan kemandirian
anak, aspek bersosialisai, dan berinteraksi dengan lingkungan dapat
diukur dengan Denver developmental Screening Test. Denver
developmental Screening Test (DDST) adalah sebuah metode pengkajian
yang digunakan untuk menilai perkembangan anak umur 0-6 tahun. Tes
ini bukanlah tes diagnostic atau tes Intelligence Qutient (IQ).
Dalam perkembangannnya DDST mengalami beberapa kali revisi. Revisi
terakhir adalah Denver II yang merupakan hasil revisi dan
standardisasi dari DDST dan DDST-R (Revised Denver Developmental
Screening Test) oleh Frankenburg.2.1.5.1 Deskripsi Denver
IIFormulir DDST terdiri atas satu lembar kertas dimana halaman
depan berisi tentang tes dan halaman belakang berisi tentang
petunjuk pelaksanaan. Pada halaman depan terdapat skala umur dalam
bulan dan tahun pada garis horizontal atas dan bawah. Umur dimulai
dari 0-6 tahun. Pada umur 0-2 bulan, jarak antara 2 tanda (garis
tegak kecil) adalah 1 bulan. Setelah umur 24 bulan, jarak 2 tanda
adalah 3 bulan.Pada halaman depan ada tiga tempat yang perlu
diperhatikan yaitu : bagian kiri atas, bagian tengah, dan bagian
pojok kanan bawah. Berikut ini penjelasan dari masing-masing bagian
tersebut :1. Kiri atasPada bagian ini merupakan keterangan dari
tugas perkembangan seluruh item yang digambarkan menjadi satu kotak
persegi panjang, di dalam kotak tersebut terdapat neraca umur dan
petunjuk pelaksanaan.1) Neraca umur Neraca umur yang menunjukkan
angka 25, 50, 75, dan 90. Dari angka 25 sampai 75 kotak persegi
panjang berwarna putih, dan dari 75 sampai 100 berwarna biru.
Pembagian neraca umur ini menggambarkan bahwa 25%, 50%, 75%, 90%
dari seluruh sampel standar anak normal yang dapat melaksanakan
tugas tersebut.Sebagai contoh, item memakai baju memiliki makna
berikut.(1) 25% dari seluruh sampel anak dapat memakai baju di umur
22 bulan.(2) 50% dari seluruh sampel anak dapat memakai baju di
umur 24 bulan.(3) 75% dari seluruh sampel anak dapat memakai baju
di umur 2 tahun 6 bulan.(4) 90% dari seluruh sampel anak dapat
memakai baju di umur kurang dari 3 tahun yaitu 2 tahun 10 bulan.2)
Petunjuk pelaksanaan Petunjuk pelaksanaan dibagi menjadi dua
simbol, yaitu simbol angka dan huruf. Jika kotak persegi panjang
(tugas pekembangan) berisi simbol (R) berarti tugas perkembangan
tersebut dinilai dari laporan orang tua, jika simbol angka berarti
tugas pekembangan tersebut dilakukan melalui sebuah tes/pertanyaan
yang berada di belakang formulir Denver II, pertanyaan tersebut
berjumlah 31 pertanyaan, pertanyaan yang diajukan sesuai dengan
penomeran pada kotak persegi panjang. 2. Bagian tengah Pada bagian
tengah berisi 125 item tugas perkembangan. Setiap tugas (kemampuan)
digambarkan dalam bentuk kotak persegi panjang horizontal yang
berurutan menurut umur dalam lembar Denver II. Tugas pekembangan
disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam empat
kelompok besar yang disebut sektor perkembangan, yang meliputi :1)
Kepribadian/ tingkah laku sosial (personal sosial)Aspek yang
berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan
berinteraksi dengan lingkungannya.2) Gerakan motor halus (fine
motor adaptive)Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu serta melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot
kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Contohnya adalah
kemampuan untuk menggambar, menulis, mencoret, melempar, menangkap
bola, meronce manik-manik, memegang suatu benda, dan lain-lain.3)
Bahasa (language)Bahasa adalah kemampuan untuk memberikan respons
terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. Bahasa
mencakup segala bentuk komunikasi, apakah itu lisan, tulisan,
bahasa isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, pantomim, atau seni.
Bicara adalah bahasa lisan yang merupakan bentuk paling efektif
dalam komunikasi, juga paling penting dan paling banyak
digunakan.4) Perkembangan motorik kasar (gross motor)Aspek yang
berhubungan dengan perkembangan pergerakan dan sikap tubuh.
Aktivitas motorik yang mencakup ketrampilan otot-otot besar seperti
merangkak, berjalan, berlari, melompat, atau berenang. 3. Pojok
kanan bawah Pada bagian pojok kanan bawah terdapat kotak kecil
berisi tes perilaku. Tes perilaku ini dapat digunakan untuk
membandingkan perilaku anak selama tes dengan perilaku
sebenarnya.2.1.5.2 Penentuan umurMenentukan umur menggunakan
patokan sebagai berikut.1. 1 bulan = 30-31 hari2. 1 tahun = 12
bulan 3. Umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah4. Umur lebih
dari atau sama dengan 15 hari dibulatkan ke atas 5. Apabila anak
lahir prematur maka dilakukan pengurangan umur, misalnya prematur 6
minggu maka dikurangi 1 bulan 2 minggu.6. Apabila anak lahir maju
atau mundur 2 minggu, tidak dilakukan penyesuaian umur.Cara
menghitung umur adalah sebagai berikut.1. Tulis tanggal, bulan, dan
tahun dilaksankannya tes.2. Kurangi dengan cara bersusun dengan
tanggal, bulan, dan tahun kelahiran anak3. Jika jumlah hari
dikurangi lebih besar, ambil jumlah hari yang sesuai dari angka
bulan di depannya (misal Oktober 31 hari, November 30 hari).4.
Hasilnya adalah umur anak dalam tahun, bulan, dan hari 5. Jika anak
lahir prematur, lakukan penyesuaian prematuritas dengan cara
mengurangi umur anak dengan jumlah minggu tersebut. Contoh 1.
Tabel 2.1Penentuan Umur tes Denver IITahunBulanHari
Tanggal Tes 20100728
Tanggal lahir-2009-05-09
Umur Anak010219
Premature 6 minggu-0-01-14
Penyesuaian umur anak010105
C
Co
Contoh 2 :Misalnya Budi lahir pada tanggal 23 mei 1992 dari
kehamilan yang cukup bulan dan tes dilakukan tanggal 5 oktober
1994, maka perhitungannya sebagai berikut:Tabel 2.2Penentuan Umur
tes Denver IITahunBulanHari
Tanggal Tes 19941005
Tanggal lahir19920523
Umur Anak020412
Umur Budi 2-4-12 = 2 tahun 4 bulan 12 hari, karena 12 hari
adalah lebih kecil dari 15 hari maka dibulatkan ke bawah, sehingga
umur Budi adalah 2 tahun 4 bulan. Kemudian garis umur ditarik
vertikal pada formulir Denver II yang memotong kotak-kotak tugas
perkembangan pada empat sektor. 2.1.5.3 Prosedur Denver IIProsedur
Denver II dilakukan melalui 2 tahap, yaitu tahap pertama secara
periodik dilakukan pada anak yang berumur 3-6 bulan, 9-12 bulan,
18-24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun. Tahap kedua dilakukan
pada anak yang dicurigai mengalami hambatan perkembangan pada tahap
I, kemudian dilakukan evaluasi diagnostik yang lengkap. Dalam
pelaksanaan Denver II, Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut.1. Perlu kerjasama aktif dari anak sebab anak harus
merasa tenang, aman, senang, dan sehat.2. Harus terbina kerja sama
yang baik antara kedua belah pihak.3. Tersedianya ruangan yang
cukup luas, ventilasi baik, dan berikan kesan santai dan
menyenangkan.4. Orang tua harus tahu tes ini bukan tes IQ melainkan
tes untuk melihat perkembangan anak secara keseluruhan.5. Beri tahu
orang tua bahwa anak tidak selalu dapat melaksanakan semua tugas
yang diberikan.6. Item yang kurang memerlukan keaktifan anak
sebaiknya didahulukan, misalnya sektor personal sosial, baru
dilanjutkan sektor motorik halus.7. Item yang lebih mudah
didahulukan, berikan pujian bila anak dapat menyelesaikan tugas
dengan baik/kurang tepat agar anak tidak segan untuk menjalani tes
berikutnya.8. Item dengan alat yang sama dilakukan secara berurutan
agar efisien waktu.9. Hanya alat-alat yang akan digunakan saja yang
diletakkan di atas meja.10. Pelaksanaan tes untuk semua sektor
dimulai dari item yang terletak di sebelah kiri garis umur lalu
dilanjutkan ke item di sebelah kanan garis umur.11. Jumlah item
yang dinilai bergantung pada lama waktu yang tersedia, yang
terpenting pelaksanaannya mengacu pada tujuan tes.2.1.5.4 Penilaian
1. Skoring penilaian item test1) L = Lulus/lewat = Passed/PAnak
dapat melakukan item dengan baik atau ibu/pengasuh memberi laporan
(tepat/dapat dipercaya) bahwa anak dapat melakukannya.2) G = Gagal
= Fail/FAnak tidak dapat melaksanakan item tugas dengan baik atau
ibu/ pengasuh memberi laporan anak tidak dapat melakukan dengan
baik.3) TaK = Tak ada Kesempatan = No opportunity/NOAnak tidak
mempunyai kesempatan untuk melakukan item karena ada hambatan. Skor
ini hanya digunakan untuk item yang ada kode L/Laporan orang tua
atau pengasuh anak. Misalnya pada anak retardasi mental/Down
Sindrome.4) M = Menolak = Refusal/RAnak menolak melakukan tes oleh
karena faktor sesaat, misalnya lelah, menangis, mengantuk.2.
Interpretasi Nilai Penilaian per item 1) Penilaian lebih/Advanced
(perkembangan anak lebih)(1) Apabila anak lulus pada uji coba item
yang terletak di sebelah kanan garis umur(2) Nilai lebih diberikan
jika anak dapat lulus/lewat dari item tes di sebelah kanan garis
umur(3) Anak memiliki kelebihan karena dapat melakukan tugas
perkembangan yang seharusnya dikuasai anak yang lebih tua dari
umurnya.2) Penilaian OK atau normal (1) Gagal/menolak tugas pada
item yang ada di kanan garis umur.(2) Kondisi ini wajar, karena
item di sebelah kanan garis umur pada dasarnya merupakan tugas
untuk anak yang lebih tua. Dengan demikian tidak menjadi masalah
jika anak gagal atau menolak melakukan tugas tersebut karena masih
banyak kesempatan bagi anak untuk melakukan tugas tersebut jika
umurnya sudah mencukupi.(3) Lulus atau gagal atau menolak pada item
dimana garis umur terletak di antara 25-75%. Jika anak lulus
dianggap normal, jika gagal atau menolak juga dianggap masih
normal.(4) Daerah putih menandakan sebanyak 25-75% anak di umur
tersebut mampu (lulus) melakukan tugas tersebut. Dengan kata lain
masih terdapat sebagian anak di umur tersebut yang belum berhasil
melakukannya.3) Penilaian Caution/peringatan(1) Gagal atau menolak
pada item dalam garis umur yang berada di antara 75-90%(2) Tulis C
di sebelah kanan kotak(3) Hasil riset menunjukkan bahwa sebanyak
75-90% anak di umur tersebut sudah berhasil melakukan tugas
tersebut. Dengan kata lain, mayoritas anak sudah bisa melakukan
tugas itu dengan baik.4) Penilaian Delayed/keterlambatanBila
gagal/menolak pada item yang berada di sebelah kiri garis umur.5)
Penilaian Tidak ada Kesempatan(1) Pada item tes yang orang tua
laporkan bahwa anak tidak ada kesempatan untuk melakukan atau
mencoba di skor sebagai TaK.(2) Item ini tidak perlu
diinterpretasikan.3. Interpretasi Tes Denver II 1) Normal (1) Tidak
ada delayed (keterlambatan).(2) Paling banyak 1 caution
(peringatan).(3) Lakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol
berikutnya.2) Suspect (1) Terdapat 2 atau lebih caution
(peringatan).(2) Dan atau terdapat 1 atau lebih delayed
(terlambat).(3) Dalam hal ini delayed (terlambat) dan caution
(peringatan) harus disebabkan oleh kegagalan/fail, bukan oleh
penolakan/refusal.(4) Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian untuk
menghilangkan faktor sesaat seperti rasa takut, sakit, atau
kelelahan.3) Untestable (tidak dapat diuji)(1) Terdapat 1 atau
lebih skor delayed (terlambat).(2) Dan atau 2 atau lebih caution
(peringatan).(3) Dalam hal ini delayed atau caution harus
disebabkan oleh penolakan (refusal), bukan oleh kegagalan.(4)
Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian.2.2 Anak Usia Pra
Sekolah2.2.1 PengertianBeberapa ahli menyebutkan bahwa anak usia
prasekolah berlangsung pada usia tiga sampai lima tahun dan ada
yang menyebutkan tiga sampai enam tahun. Patmonodewo 2008
mengatakan anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia 3-5
tahun. Menurut Wong dkk (dalam Prihantara, 2012) anak usia
prasekolah berlangsung pada usia tiga sampai lima tahun.. Anak usia
prasekolah adalah anak yang berusia 3-6 tahun. (Supartini, 2004).
Menurut Potter & Perry (2005) Anak usia prasekolah adalah anak
yang berusia 3-6 tahun, dimana anak menyempurnakan penguasaan
terhadap tubuh mereka dan merasa cemas menunggu awal pendidikan
formal. Menurut Soetjiningsih & Gde Ranuh (2013) anak usia
prasekolah adalah mereka yang berusia 3-6 tahun. Anak usia pra
sekolah adalah mereka yang biasa mengikuti program pra sekolah dan
kinderganten (Taman Kanak-kanak) (Martinis dan Sabri, 2010).
Umumnya di Indonesia anak yang mengikuti program penitipan anak,
kelompok bermain atau Playgroup mereka yang berusia 3-4 tahun,
sedangkan mereka yang mengikuti program taman kanak-kanak adalah
anak usia 5-6 tahun. Kategori usia prasekolah yang digunakan dalam
penelitian ini berdasarkan definisi menurut Potter & Perry
(2005) , Supartini (2004) dan Soetjiningsih dan Ranuh (2013) yang
mengatakan bahwa anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia
3-6 tahun.2.2.2 Ciri-ciri perkembangan anak prasekolahMasa
prasekolah adalah masa belajar, tetapi bukan dalam dunia dua
dimensi (pensil dan kertas) melainkan belajar pada dunia nyata,
yaitu dunia tiga dimensi dimana masa prasekolah merupakan time for
play. Pada masa ini, terjadi beberapa perkembangan yang menjadi
ciri khas yang terdiri dari aspek fisik, sosial, emosi, dan
kognitif. (Trisnawati, 2013). 1. Aspek fisik (Potter & Perry,
2005)1) Terjadi peningkatan koordinasi otot besar dan halus
sehingga anak usia prasekolah umumnya sangat aktif dan menyukai
kegiatan seperti berlari, berjalan naik dan turun dengan mudah dan
belajar untuk melompat. Pada usia 6 tahun mereka biasanya dapat
melompat dan melempar serta menangkap bola.2) Peningkatan
keterampilan motorik halus membiarkan manipulasi yang kompleks.
Mereka belajar untuk mencontoh lingkaran, silang, kotak, dan
segitiga. Keterampilan ini membuat kemungkinan menulis huruf dan
angka. Walaupun anak laki-laki lebih besar, namun anak perempuan
lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam
tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak
laki-laki apabila dia tidak terampil. Jauhkan dari sikap
membandingkan lelaki-perempuan, juga dalam kompetensi
keterampilan.2. Aspek sosial (Susanto, 2011)1) Perkembangan
perilaku sosial anak ditandai dengan adanya minat terhadap
aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk
diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan tidak puas bila tidak
bersama teman-temannya.2) Anak tidak lagi puas bermain sendiri di
rumah atau dengan saudara kandung atau melakukan kegiatan dengan
angota-anggota keluarga lainnya. Anak ingin bersama teman-temannya
dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama
teman-temannya.3) Dua atau tiga teman tidaklah cukup baginya. Anak
ingin bersama dengan kelompoknya, karena hanya demikian terdapat
cukup teman untuk bermain, berolahraga serta memberikan
kesenangan.4) Anak laki-laki cenderung mempunyai hubungan teman
sebaya yang lebih luas daripada anak perempuan. Ia lebih senang
bermain berkelompok daripada dengan satu atau dua anak. Sebaliknya,
hubungan sosial anak anak perempuan lebih intensif dalam arti bahwa
ia lebih senang bermain dengan satu atau dua anak daripada dengan
kelompok.
3. Aspek emosional Anak usia prasekolah cenderung
mengekspresikan emosinya secara bebas dan terbuka, seperti
menangis, tersenyum dan tertawa, ketakutan dan cemas, rasa iri,
marah dan menyerang. (Soetjiningsih & Gde Ranuh, 2013).4. Aspek
kognitifSelama tahap ini, anak mulai memiliki kecakapan motorik,
proses berpikir anak-anak juga berkembang, meskipun mereka masih
dianggap jauh dari logis. Proses berpikir menjadi internalisasi;
tidak sistematis dan mengandalkan intuisi. Kemampuan simbolisasi
meningkat. Kosakata anak juga diperluas dan dikembangkan selama
tahap ini. Anak pada masa ini sering mengasumsikan bahwa setiap
orang dan segala sesuatunya seperti mereka. Mereka hanya mampu
mempertimbangkan sesuatu dari sudut pandang mereka sendiri. (Potter
& Perry, 2005).2.3 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)2.3.1
Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagaimana yang
dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. (Martinis dan Sabri,
2010).Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang paling
mendasar dan menempati kedudukan sebagai golden age dan sangat
strategis dalam pengembangan sumber daya manusia. (Direktorat PAUD,
2005). Rentang anak usia dini dari lahir sampai usia enam tahun
adalah usia kritis sekaligus strategis dalam proses pendidikan dan
dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan seseorang
selanjutnya artinya pada periode ini merupakan periode kondusif
untuk menumbuh kembangkan berbagai kemampuan, kecerdasan, bakat,
kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosio-emosional dan spiritual.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional mengamanatkan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) dapat
diselenggarakan melalui nonformal, dan/atau informal (pasal 28 ayat
2). Pendidikan anak usia dini dapat berbentuk Taman Kanak-Kanak
(TK), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau
bentuk lain yang sederajat. Bentuk lain yang sederajat yang
selanjutnya dikategorikan sebagai satuan PAUD sejenis dimaksud
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan PAUD lainnya.
(Gunarso, 2012).2.3.2 Hakekat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Secara alamiah, perkembangan anak berbeda-beda baik intelegensi,
bakat, minat, kreativitas, kematangan emosi, kepribadian,
kemandirian, jasmani dan sosialnya. Namun penelitian tentang otak
menunjukkan bahwa jika anak dirangsang sejak dini, akan ditemukan
potensi-potensi yang unggul dalam dirinya. Setiap anak unik,
berbeda dan memiliki kemampuan tak terbatas dalam belajar
(limitless capacity to learn) yang telah ada dalam dirinya untuk
dapat berpikir kreatif dan produktif, mandiri. Oleh karena itu,
anak memerlukan program pendidikan yang mampu membuka kapasitas
tersembunyi tersebut melalui pembelajaran yang bermakna sedini
mungkin. Jika potensi pada diri anak tidak pernah direalisasikan,
berarti anak telah kehilangan kesempatan dan momentum penting dalam
hidupnya.Abraham Maslow telah menjelaskan tentang hierarki dari
kebutuhan dasar manusia karena setiap individu itu berbeda, baik
dilihat dari jenis kelamin, temperamen, ketertarikan, gaya belajar,
pengalaman hidup, budaya, kebutuhannya. Maka setiap individu juga
berbeda dalam hal kemandirian, konsep diri dan tingkat
kemampuannya.Usia 4-6 tahun (TK) merupakan masa peka bagi anak,
dimana anak mulai sensitive untuk menerima berbagai upaya
perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya
pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon
stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Pada masa ini merupakan
masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan
fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, konsep diri, disiplin,
kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu
dibutuhkan suasana belajar, strategi dan stimulus yang sesuai
dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak
tercapai secara optimal. 2.3.3. Prinsip-prinsip Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD)Menurut Direktorat PPAUD dalam (Prihantara, 2012),
program Pendidikan Anak Usia dini (PAUD) diterapkan berdasarkan
atas prinsip-prinsip berikut :1. Berorientasi pada kebutuhan
anakKegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi
kepada kebutuhan anak. Pada dasarnya setiap anak memiliki kebutuhan
dasar yang sama, seperti kebutuhan fisik, rasa aman, dihargai,
tidak dibeda-bedakan, bersosialisasi, dan kebutuhan untuk diakui.
Menurut Maslow kebutuhan anak yang sangat mendasar adalah kebutuhan
fisik (rasa lapar dan haus). Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan
keamanan (merasa aman, terlindung dan bebas dari bahaya), dan
kebutuhan rasa dimiliki dan disayang (berhubungan dengan orang
lain, rasa diterima dan dimiliki). Anak tidak bisa belajar dengan
baik apabila dia lapar, merasa tidak aman atau takut, lingkungan
tidak sehat, tidak dihargai atau diacuhkan oleh pendidik atau
temannya. Hukuman dan pujian tidak termasuk dari bagian kebutuhan
anak, karenanya pendidik tidak menggunakan keduanya untuk
mendisiplinkan atau menguatkan usaha yang ditunjukkan anak. 2.
Berorientasi pada perkembangan anakPembelajaran untuk anak usia
dini harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, baik usia
maupun dengan kebutuhan individual anak. Perkembangan anak
mempunyai pola tertentu sesuai dengan garis waktu perkembangan.
Setiap usia mempunyai tahap perkembangan yang berbeda, misalnya
pada usia 3 tahun tidak sama dengan anak usia 4 tahun. Oleh karena
itu pendidik harus memahami tahap perkembangan anak dan menyusun
kegiatan sesuai dengan tahapan perkembangan untuk mendukung
pencapaian tahap perkembangan yang lebih tinggi.3. Sesuai dengan
keunikan setiap individuAnak merupakan individu yang unik,
masing-masing mempunyai gaya belajar yang berbeda. Ada anak yang
lebih mudah belajarnya dengan mendengarkan (auditori), ada yang
dengan melihat (visual), dan ada yang harus dengan bergerak
(kinestetik). Anak juga memiliki minat yang berbeda-beda terhadap
alat/bahan yang dipelajari/digunakan, juga mempunyai temperamen
yang berbeda, bahasa yang berbeda, cara merespon lingkungan serta
kebiasaan yang berbeda. Pendidik seharusnya mempertimbangkan
perbedaan individual anak, serta mengakui perbedaan tersebut
sebagai kelebihan masing-masing anak. Untuk mendukung hal tersebut
pendidik harus menggunakan cara yang beragam dalam membangun
pengalaman anak, serta menyediakan ragam mainan yang cukup.
4. Kegiatan belajar dilakukan melalui bermain.Pembelajaran
dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Melalui bermain anak
belajar tentang: konsep-konsep matematika, sains, seni dan
kreativitas, bahasa, sosial, dan lain-lain. Selama bermain, anak
mendapatkan pengalaman untuk mengembangkan aspek-aspek/nilai-nilai
moral, fisik/motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, dan seni.
Pembentukan kebiasaan yang baik seperti disiplin, sopan santun, dan
lainnya dikenalkan melalui cara yang menyenangkan.5. Anak belajar
melalui tahapan-tahapan :1) Anak belajar mulai dari hal-hal yang
paling konkrit yang dapat dirasakan oleh inderanya (dilihat,
diraba, dicium, dikecap, didengar) ke hal-hal yang bersifat
imajinasi.2) Anak belajar dari konsep yang paling sederhana ke
konsep yang lebih rumit, misalnya mula-mula anak memahami apel
sebagai buah kesukaannya, kemudian anak memahami apel sebagai buah
yang berguna untuk kesehatannya.3) Kemampuan komunikasi anak
dimulai dengan menggunakan bahasa tubuh lalu berkembang menggunakan
bahasa lisan.4) Anak memahami lingkungannya dimulai dari hal-hal
yang terkait dengan dirinya sendiri, kemudian ke lingkungan dan
orang-orang yang paling dekat dengan dirinya, sampai kepada
lingkungan yang lebih luas. Dengan demikian pendidik harus
menyediakan alat-alat mainan yang paling konkrit sampai alat mainan
yang bisa digunakan sebagai pengganti benda sesungguhnya. Pendidik
juga harus memahami bahasa tubuh anak dan membantu mengembangkan
kemampuan bahasa anak melalui kegiatan bermain.6. Anak sebagai
pembelajar aktifDalam proses pembelajaran, anak merupakan
subjek/pelaku kegiatan dan pendidik merupakan fasilitator. Anak
mempunyai rasa ingin tahu yang besar, mempunyai banyak ide, dan
tidak bisa berdiam dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu
pendidik harus menyediakan berbagai alat, memberi kesempatan anak
untuk memainkan berbagai alat main dengan berbagai cara, dan
memberikan waktu kepada anak untuk mengenal lingkungannya dengan
caranya sendiri. Pendidik juga harus memahami dan tidak memaksakan
anak untuk duduk diam tanpa aktifitas yang dilakukannya dalam waktu
yang lama.7. Anak belajar melalui interaksi sosialPembelajaran anak
melalui interaksi sosial baik dengan orang dewasa maupun dengan
teman sebaya yang ada di lingkungannya. Salah satu cara anak
belajar adalah dengan cara mengamati, meniru, dan melakukan. Orang
dewasa dan teman-teman yang dekat dengan kehidupan anak merupakan
obyek yang diamati dan ditiru anak. Melalui cara ini anak belajar
cara bersikap, berkomunikasi, berempati, menghargai, atau
pengetahuan dan keterampilan lainnya. Pendidik dan orang-orang
dewasa di sekitar anak seharusnya peka dan menyadari bahwa dirinya
sebagai model yang pantas untuk ditiru anak dalam berucap,
bersikap, merespon anak dan orang lain, sehingga dapat membantu
anak mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan kematangan
emosinya.8. Menyediakan lingkungan yang mendukung proses
belajar.Lingkungan merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat
bagi anak. Dibedakan menjadi lingkungan fisik dan nonfisik.
Lingkungan fisik berupa penataan ruangan, penataan alat main,
benda-benda, perubahan benda (daun muda-daun tua, daun kering,
dst), cara kerja benda (bola didorong akan menggelinding, sedangkan
kubus didorong akan menggeser). Lingkungan nonfisik berupa
kebiasaan orang-orang sekitar, suasana belajar (keramahan pendidik,
pendidik yang siap membantu, dst). Pendidik seharusnya menata
lingkungan yang menarik, menciptakan suasana hubungan yang hangat
antar pendidik, antar pendidik dan anak, dan anak dengan anak.
Pendidik juga memfasilitasi anak untuk mendapatkan pengalaman
belajar di dalam dan di luar ruangan secara seimbang dengan
menggunakan benda-benda yang ada di lingkungan anak. Pendidik juga
mengenalkan kebiasaan baik, nilai-nilai agama dan moral di setiap
kesempatan selama anak di lembaga dengan cara yang menyenangkan. 9.
Merangsang munculnya kreativitas dan inovasiPada dasarnya setiap
anak memiliki potensi kreativitas yang sangat tinggi. Ketika anak
diberi kesempatan untuk menggunakan berbagai bahan dalam kegiatan
permainannya, maka anak akan dapat belajar tentang berbagai sifat
dari bahan-bahan tersebut. Ijinkanlah anak bersentuhan dengan aneka
bahan dengan berbagai bentuk, jenis, tekstur, ukuran, dll. Mereka
dapat menciptakan produk-produk baru dengan inovasi mereka setelah
bereksplorasi dengan berbagai bahan tersebut. Pendidik perlu
menghargai setiap kreasi anak apapun bentuknya sebagai wujud karya
kreatif mereka. Dengan kreativitas, nantinya anak akan dapat
memiliki pribadi yang kreatif sehingga mereka dapat memecahkan
masalah kehidupan dengan cara-cara yang kreatif. Ide-ide kreatif
dan inovatif mereka dapat menunjang untuk menjadi seorang wirausaha
yang dapat meningkatkan perekonomian negara.10. Mengembangkan
kecakapan hidup anakKecakapan hidup merupakan suatu keterampilan
yang perlu dimiliki anak melalui pengembangan karakter. Karakter
yang baik dapat dikembangkan dan dipupuk sehingga menjadi modal
bagi masa depannya kelak. Kecakapan hidup diarahkan untuk membantu
anak menjadi mandiri, tekun, bekerja keras, disiplin, jujur,
percaya diri, dan mampu membangun hubungan dengan orang lain.
Kecakapan hidup merupakan keterampilan dasar yang berguna bagi
kehidupannya kelak. Ini sangat menunjang seseorang agar kelak dapat
menjadi orang yang berhasil. Untuk itu pendidik harus percaya bahwa
anak mampu melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri. Pendidik juga
harus mendukung kemampuan kecakapan hidup penataan lingkungan yang
tepat, menyediakan kegiatan main yang beragama, serta menghargai
apapun yang dihasilkan oleh anak.11. Menggunakan berbagai sumber
dan media belajar yang ada di lingkungan sekitarSumber dan media
belajar untuk PAUD tidak terbatas pada alat dan media hasil
pabrikan, tetapi dapat menggunakan berbagai bahan dan alat yang
tersedia di lingkungan sepanjang tidak berbahaya bagi kesehatan
anak. Air, tanah lempung, pasir, batu-batuan, kerang, daun-daunan,
ranting, karton, botol-botol bekas, kain perca, baju bekas, sepatu
bekas, dan banyak benda lainnya dapat dijadikan sebagai media
belajar untuk mengenalkan banyak konsep (matematika, sains, sosial,
bahasa, dan seni) dengan menggunakan bahan dan benda yang berada di
sekitar anak belajar tentang menjaga lingkungan, pelestarian alam,
dan lainnya. Sumber belajar juga tidak terbatas pada pendidik,
tetapi orang-orang yang ada disekitarnya. Misalnya anak dapat
belajar tentang tugas dan cara kerja petani, peternak, polisi, pak
pos, petugas pemadam kebakaran, dan lainnya dengan cara mengunjungi
tempat kerja mereka atau mendatangkan mereka ke lembaga PAUD untuk
menunjukkan kepada anak bagaimana mereka bekerja.
12. Anak belajar sesuai dengan kondisi sosial budayanya PAUD
merupakan wahana anak tumbuh dan berkembang sesuai potensi dengan
berdasarkan pada sosial budaya yang berlaku di lingkungan. Pendidik
seharusnya mengenalkan budaya, kesenian, dolanan anak, baju daerah
menjadi bagian dari setting dan pembelajaran baik secara regular
maupun melalui kegiatan tertentu.13. Melibatkan peran serta orang
tua Orang tua menjadi sumber informasi mengenai kebiasaan,
kegemaran, ketidaksukaan anak, dan lain-lain yang diggunakan
pendidik dalam penyusunan program pembelajaran. Orang tua juga
dilibatkan dalam memberikan keberlangsungan pendidikan anak di
rumah. Untuk itu seharusnya lembaga PAUD memiliki jadwal pertemuan
orang tua secara rutin untuk berbagai informasi tentang kebiasaan
anak, kemajuan, kesulitan, rencana kegiatan bersama anak dan orang
tua, harapan-harapan orang tua untuk perbaikan program, dst. Dengan
adanya program orang tua diharapkan stimulasi yang anak dapatkan di
lembaga dan di rumah menjadi sejalan dan saling menguatkan.14.
Stimulasi pendidikan bersifat menyuluruhSaat anak melakukan
sesuatu, sesungguhnya ia sedang mengembangkan berbagai aspek
perkembangan/kecerdasannya. Sebagai contoh saat anak makan, ia
mengembangkan kemampuan bahasa (kosa kata tentang nama bahan
makanan, jenis makanan, dsb), gerakan motorik halus (memegang
sendok, membawa makanan ke mulut), kemampuan kognitif (membedakan
jumlah makanan yang banyak dan sedikit), kemampuan sosial emosional
( duduk dengan tepat, saling berbagi, saling menghargai keinginan
teman), dan aspek moral (berdoa sebelum dan sesudah makan). Program
pembelajaran dan kegiatan anak yang dikembangkan pendidik
seharusnya ditujukan untuk mencapai kematangan semua aspek
perkembangan. Selama anak bermain pendidik juga harus mengamati
kegiatan anak untuk mengetahui indikator-indikator yang telah
dicapai anak di setiap perkembangannya.2.3.4 Faktor-faktor yang
mempengaruhi keikutsertaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)Menurut
Penelitian yang dilakukan (Apriana, 2009) tentang Hubungan
Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) Dengan Perkembangan Kognitif Anak
Usia Prasekolah menyebutkan alasan-alasan orang tua
mengikutsertakan anaknya dalam PAUD yaitu :1. Kesibukan orang tua
dalam bekerja sehingga orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan
anak akan informasi dan pembelajaran.2. Menambah kemampuan
sosialisasi anak, mendapatkan sarana bermain yang lebih lengkap dan
edukatif baik untuk kemampuan kognitif, motorik, ataupun pendidikan
budi pekerti yang baik.Beberapa orang tua tidak mengikutsertakan
anaknya dalam PAUD dengan alasan sebagai berikut :1. Anak berusia 3
tahun atau kurang, masih perlu memusatkan kegiatannya di rumah
dengan orang tua dan keluarga lainnya.2. Anak dibawah usia 4 tahun
belum dapat membedakan perilaku yang baik dan buruk. Anggapan
seperti ini membuat orang tua takut membaurkan anaknya terlalu
dalam dengan orang-orang yang baru dikenalnya, karena takut
terpengaruh dengan hal-hal yang buruk. Dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa motivasi orang tua untuk mengikutsertakan anaknya
dalam program PAUD masih kurang. Banyak faktor yang mempengaruhi
motivasi orang tua untuk mengikutsertakan anaknya dalam program
PAUD antara lain tingkat pengetahuan, kepribadian, sikap,
cita-cita, lingkungan, kemampuan ekonomi, dsb.Menurut penelitian
Adriasa (2010) dalam (Prihantara, 2012) faktor-faktor yang
melatarbelakangi orang tua mengikutsertakan anak-anaknya ke
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yaitu :1. Kesibukan orang tua,
karena orang tua bekerja maka anak dimasukkan ke PAUD2. Pemahaman
orang tua terhadap pendidikan anak usia dini karena PAUD penting
bagi perkembangan anak.3. Pertimbangan ekonomi keluarga,
dibandingkan dengan jasa pengasuhan anak lain biaya lembaga PAUD
relatif terjangkau.4. Dorongan dari orang-orang sekitar yang
memberikan informasi bahwa PAUD berkualitas baik untuk anak.2.4
Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Terhadap Perkembangan
Personal Sosial Anak Usia Prasekolah Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
(Martinis dan Sabri, 2010). Menyediakan lingkungan yang mendukung
proses belajar merupakan prinsip-prinsip dasar pelaksanaan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Lingkungan tersebut memberikan
stimulasi pendidikan yang bersifat menyuluruh mencakup semua aspek
perkembangan anak, salah satunya pekembangan personal sosial.
(Direktorat PPAUD 2011).Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Nirwana, et al., (2014) tentang Keikutsertaan Dalam Play Group
Terhadap Tingkat Perkembangan Anak Usia Prasekolah, Hasil bivariat
menunjukkan bahwa keikutsertaan dalam play group memiliki hubungan
yang bermakna terhadap perkembangan personal sosial (p=0,003),
perkembangan motorik kasar (p=0,029), perkembangan motorik halus
(p=0,013), perkembangan bahasa (p=0,000), dan perkembangan anak
secara umum (p=0,000). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah
terdapat hubungan antara keikutsertaan dalam play group terhadap
tingkat perkembangan anak. Maimon, et al., (2013) mengatakan bahwa
anak yang mendapat stimulasi yang teratur dan terarah akan lebih
cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang tidak/kurang
mendapat stimulasi. Dengan demikian jelas bahwa stimulasi merupakan
hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Stimulasi sejak dini
terhadap seluruh pancaindra akan membuat anak kaya pengalaman
sensoris, seperti mendengar, melihat, meraba, menghirup dan
mengecap. Hal ini akan menjadi bekal bagi perkembangan sel-sel
otaknya. Semakin banyak dan sering stimulasi dilakukan, semakin
besar peluang menjadikan anak cerdas. (Nirwana, et al., 2014).
2.5 Kerangka KonsepKerangka konsep adalah hubungan antara
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui
penelitian-penelitian yang akan dilakukan. (Notoatmodjo, 2005).
Kerangka konsep penelitian dijelaskan seperti Gambar 2.3.
Periode sensitive dalam menerima stimulasiAnak Usia Prasekolah
(3-6 tahunPendidikan Anak Usia Dini (PAUD)Lingkungan kaya stimulasi
(kelompok bermain dan kelompok teman sebaya)Perkembangan Personal
SosialKemampuan MandiriKemampuan BersosialisasiFaktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah
:Faktor genetikFaktor lingkungan Faktor lingkungan fisikFaktor
lingkungan sosialFaktor keluarga dan adat-istiadat
Keterangan : : Variabel diteliti: Variabel tidak diteliti: Alur
pikirGambar 2.3Kerangka Konsep Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini
Terhadap Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Prasekolah di Desa
Dangin Puri Kaja2.6 HipotesisHipotesis dalam penelitian merupakan
jawaban atau dugaan sementara penelitian atau dalil sementara yang
kebenarannya akan dibuktikan dalam sebuah penelitian (Setiadi,
2007).Ha : Ada Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini terhadap
perkembangan personal sosial anak usia prasekolah di Desa Dangin
Puri Kaja.H0 : Tidak ada Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini
terhadap perkembangan personal sosial anak usia prasekolah di Desa
Dangin Puri Kaja.Hipotesis pada penelitian ini adalah ada Pengaruh
Pendidikan Anak Usia Dini terhadap perkembangan personal sosial
anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja.
BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1 Desain PenelitianJenis penelitian
ini merupakan penelitian Pra Eksperimen dalam bentuk rancangan
Static Group Comparison. Rancangan ini berupaya mengungkapkan
hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol
disamping kelompok eksperimental, dalam rancangan ini kelompok
eksperimental diberi perlakuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan
diikuti dengan pengukuran perkembangan personal sosial anak usia
pra sekolah, dari hasil pengukuran yang didapat tersebut kemudian
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan
perlakuan. (Nursalam, 2011). Peneliti melakukan penelitian ini
untuk melihat Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terhadap
perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah di Desa Dangin
Puri Kaja kecamatan Denpasar Utara. Rancangan ini dapat
diilustrasikan sebagai berikut :
SubyekPerlakuanPost test
K-AIOI-A
K-B-OI-B
Time 1Time 2
Tabel 3.1Desain Penelitian Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) Terhadap Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Prasekolah
di Dangin Puri Kaja tahun 2015
Keterangan K-A: Subyek perlakuan K-B: Subyek kontrolI: Diberi
perlakuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)OI-A: Pengukuran DDST
perkembangan personal sosial (kelompok perlakuan)OI-B: Pengukuran
DDST perkembangan personal sosial (kelompok kontrol)
3.1.1 PopulasiSemua anak prasekolah di Banjar Tainsiat dan
Banjar Taman Sari sebanyak 150 anak.Kriteria EksklusiKriteria
InklusiTeknik SamplingNon Probability Purposive samplingSampel30
orang sesuai dengan kriteria inklusi15 sampel dengan Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD)15 sampel tanpa Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD)Post test Observasi perkembangan personal sosial anak usia
prasekolahPost test Observasi perkembangan personal sosial anak
usia prasekolahTabulasi DataUji Normalitas Data(Saphiro
Wilk)Analisa DataData Berdistribusi normal : Independent t testData
tidak berdistribusi normal : Uji Mann WhitneyKerangka kerja
Gambar 3.1Kerangka Kerja Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) Terhadap Perkembangan Personal Sosiak Anak Usia Prasekolah
di Desa Dangin Puri Kaja3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
akan dilaksanakan di Desa Dangin Puri Kaja kecamatan Denpasar
Utara. Dari lima Banjar yang ada, akan digunakan dua Banjar yaitu
Banjar Tainsiat sebagai kelompok perlakuan dan Banjar Taman Sari
sebagai kelompok kontrol. Pemilihan dua Banjar yang akan digunakan
sebagai tempat penelitian agar mudah mengkoordinir pelaksanaan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pelaksanaan penelitian akan
dilakukan pada bulan April sampai Mei 2015.3.3 Populasi dan Sampel
Penelitian 3.3.1 Populasi penelitianPopulasi adalah subjek
(misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan (Nursalam, 2011). Populasi target pada penelitian ini
adalah semua anak usia prasekolah yaitu 150 anak yang berada di
Banjar Tainsiat dan Banjar Taman Sari. Populasi terjangkau adalah
15 anak usia prasekolah yang berada di Banjar Tainsiat dan 15 anak
usia prasekolah yang berada Banjar Taman Sari, Desa Dangin Puri
Kaja kecamatan Denpasar Utara. (Nursalam, 2011). 3.3.2 Sampel
penelitian Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo
dalam Setiadi, 2007). Sampel dalam penelitian ini adalah 30 anak,
meliputi 15 anak usia pra sekolah yang berada di Banjar Tainsiat
dan 15 anak usia pra sekolah di Banjar Taman Sari, Desa Dangin Puri
Kaja kecamatan Denpasar Utara. Menurut Murti (2006) menurut patokan
umum yang dalam bahasa Inggris disebut rule of tumb, setiap
penelitian yang datanya akan dianalisis secara statistik
membutuhkan sampel minimal 30 subjek penelitian. Ukuran sampel yang
layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500, untuk
jumlah masing-masing kelompok antara 10 sampai dengan 20.
(Sugiyono, 2012). Besar sampel dalam penelitian ini adalah 30
orang, 15 orang untuk kelompok perlakuan yaitu anak usia prasekolah
di Banjar Tainsiat dan 15 orang untuk kelompok kontrol yaitu anak
usia prasekolah di Banjar Taman Sari. Dalam mengantisipasi kriteria
eksklusi, disini peneliti menggunakan sampel cadangan yang didapat
melalui rumus : (t-1) (r-1) 15 (Hidayat, 2009)Dimana :t=jumlah
perlakuan (dalam penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan)r=jumlah
ulangan atau kelompok perlakuanBerdasarkan pertimbangan tersebut,
maka ulangan dari masing-masing perlakuan dapat dihitung dengan
rumus diatas ;(t-1) (r-1) 15(2-1) (r-1) 151 (r-1) 15(r-1) 15/1r
15+1r 16Berdasarkan perhitungan rumus di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa jumlah sampel cadangan dalam penelitian ini
terdiri dari 16 sampel untuk control dan 16 sampel untuk
perlakuan.Sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:1. Kriteri inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam,
2011). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:1) Anak usia prasekolah berumur 3-6 tahun2) Anak usia
prasekolah yang diizinkan menjadi responden penelitian 2. Kriteria
eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek (sampel)
yang tidak memenuhi kriteria inklus atau tidak layak diteliti
menjadi sampel kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:1) Anak prasekolah yang mengalami cacat mental dan
fisik seperti gangguan pendengaran, down syndrome, bibir sumbing,
dll.2) Anak prasekolah yang sedang sakit saat penelitian ini
dilaksanakan.3) Tingkat kehadiran anak 75% di sekolah.3.3.3 Teknik
pengambilan sampelSampel terdiri dari bagian populasi terjangkau
yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling.
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat
mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2011). Pada penelitian ini
sampel akan diambil dari populasi anak usia prasekolah yang berada
di Banjar Tainsiat dan Banjar Taman Sari, Desa Dangin Puri Kaja
kecamatan Denpasar Utara. Adapun teknik pengambilan sampel yang
akan digunakan adalah jenis nonprobability sampling yaitu purposive
sampling disebut juga judgment sampling yaitu suatu teknik
penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi
sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam
penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik
populasi yang telah dikenal sebelumnya. (Nursalam, 2011). 3.4
Variabel dan Definisi Operasional Variabel3.4.1 Variabel Variabel
adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan (Sugiyono,
2010).
1. Variabel independen/ variabel bebas Variabel bebas adalah
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini
variabel yang diduga sebagai faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah adalah
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), jadi variabel bebas dari
penelitian ini adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) .2. Variabel
dependen/variabel terikatVariabel terikat adalah variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas
(Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini variabel yang berubah karena
pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini yaitu perkembangan personal
sosial anak usia prasekolah, jadi variabel variabel terikat dari
penelitian ini adalah perkembangan personal sosial anak usia
prasekolah.3.4.2 Definisi operasional variabelDefinisi operasional
adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu
yang didefinisikan tersebut. (Nursalam, 2011). Definisi operasional
ini dibuat berdasarkan pemikiran peneliti seperti tabel dibawah
ini
Tabel 3.2Definisi Operasional Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) Terhadap Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Prasekolah
di Desa Dangin Puri Kaja.
VariabelDefinisi OperasionalCara pengukuran Alat
UkurSkalaSkor
123456
Variabel bebas (Independent Variable) : Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) Upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut. Wawancara terstrukturChecklistNominal1.
Mengikuti PAUD2. Tidak Mengikuti PAUD
Variabel terikat(Dependent Variable) : perkembangan personal
sosial anak usia prasekolahNilai yang diperoleh dari hasil
pengukuran perkembangan personal sosial menggunakan Denver II pada
anak usia prasekolah yang telah mengikuti kriteria
inklusi.Wawancara terstrukturPedoman Pelaksanaan Tes Denver
IIOrdinal1. Unstable ((Tidak ada delayed(keterlambatan),paling
banyak 1 caution (peringatan))2. Suspect (Terdapat 2 atau lebih
caution (peringatan), dan atau terdapat 1 atau lebih delayed
(terlambat), dalam hal ini delayed (terlambat) dan caution
(peringatan) harus disebabkan oleh kegagalan/fail, bukan oleh
penolakan/refusal)3. Normal (Terdapat 1 atau lebih skor delayed
(terlambat), dan atau 2 atau lebih caution (peringatan), dalam hal
ini delayed atau caution harus disebabkan oleh penolakan (refusal),
bukan oleh kegagalan)
3.5 Jenis dan cara pengumpulan data3.5.1 Jenis data yang
dikumpulkanData yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer
diperoleh dari sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi tentang perkembangan personal sosial anak usia prasekolah.
Data primer adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari
hasil pengukuran, pengamatan, survey dan lain-lain. (Setiadi,
2007). Data primer didapat dari melalui pedoman observasi melalui
pedoman Denver II untuk mengetahui perkembangan personal sosial
pada anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara.
3.5.2 Cara pengumpulan dataPengumpulan data adalah suatu proses
pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik
subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2011).
Langkah-langkah yang digunakan untuk pengumpulan data dalam
penelitian ini, antara lain:1. Mengirimkan surat permohonan ijin
penelitian dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali
yang ditandatangani oleh Pembantu Ketua 1 Program Studi Ilmu
Keperawatan ditujukan kepada Gubernur Bali cq Kepala Badan
Penanaman Modal dan Perijinan Provinsi Bali.2. Setelah mendapat
surat rekomendasi dari Kesbang Pol dan Linmas Provinsi Bali
kemudian peneliti membawa surat tersebut ke kantor Kesbang Pol dan
Linmas Kotamadya Denpasar.3. Setelah diberikan surat ijin dari
Kesbangpol dan Linmas Kotamadya Denpasar, dilanjutkan dengan
melakukan pendekatan formal kepada Kepala Puskesmas I Denpasar
Utara untuk mendapatkan ijin penelitian.4. Peneliti membawa surat
ijin dari Kepala Puskesmas I Denpasar Utara ke Kepala Dusun/Banjar
Tainsiat dan Banjar Taman Sari.5. Setelah mendapatkan ijin dari
Kepala Dusun untuk melakukan penelitian, kemudian melalukan
pendekatan formal pada Kepala Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) TK/PG Lokasari Banjar Tainsiat dan kader Posyandu balita
Banjar Taman Sari, Desa Dangin Puri Kaja yang bertujuan untuk
mencari alamat-alamat anak usia prasekolah di banjar tersebut.
Kepala sekolah dan kader posyandu dapat meyakinkan warga bahwa
memang benar penelitian ini sudah mendapatkan ijin dari tugas yang
berwenang. 6. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti tidak
melakukannya sendiri tetapi peneliti dibantu oleh duaorang peneliti
pendamping. Dalam hal ini peneliti pendamping adalah teman
peneliti. Peneliti pendamping membantu dalam melakukan wawancara
pada orang tua anak usia prasekolah yang mengikuti Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) dan yang tidak mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), jadi peneliti melakukan penyamaan persepsi dengan peneliti
pendamping sebelum penelitian dilakukan. 7. Setelah mendapatkan
ijin, peneliti langsung ke rumah warga populasi sasaran/target
ditemani oleh peneliti pendamping.8. Memberikan penjelasan tentang
kegiatan yang akan dilakukan kepada orangtua responden, jika anak
yang peneliti temukan sesuai dengan kriteria inklusi. Peneliti
memberikan informed consent (persetujuan) bahwa anaknya diijinkan
menjadi subjek penelitian untuk ditandatangani oleh orang tua anak
tersebut. Jika tidak sesuai dengan kriteria inklusi, peneliti
menjelaskan lebih detail kepada orangtua anak tersebut mengenai
aturan-aturan penelitian ini, jika orang tua tetap meminta untuk
dilakukan pengukuran perkembangan personal sosial maka peneliti
menyanggupinya tetapi tidak memberikan informed consent
(persetujuan) bagimanapun hasilnya dijelaskan kepada orang tua
namun tidak dicantumkan dalam penelitian.9. Anak yang sesuai
kriteri inklusi sebanyak 30 anak terdiri dari 15 anak yang tidak
mengikuti PAUD yang berasal dari Banjar Taman Sari dan 15 anak yang
mengikuti PAUD berasal dari Banjar Tainsiat.10. Wawancara pada
orang tua anak usia prasekolah yang mengikuti Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) dilakukan di TK/PG Lokasari yang terletak di Banjar
Tainsiat. Peneliti dibantu peneliti pendamping melakukan wawancara
pada orang tua dengan berpedoman pada tes Denver II untuk
mengetahui perkembangan personal sosial. Selain itu, peneliti juga
melihat persentase kehadiran pada anak usia prasekolah di TK/PG
Lokasari Br. Tainsiat sehingga dapat memenuhi kriteria inklusi
penelitian. Anak usia prasekolah yang mempunyai persentase
kehadiran 75% selama 1 bulan, tidak akan dimasukkan ke dalam
kriteria inklusi, sehingga peneliti harus mencari responden lain
yang memenuhi syarat kriteria inklusi.11. Wawancara pada orang tua
anak usia prasekolah yang tidak mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) dilakukan dengan mengunjungi rumah responden yang terletak
di lingkungan Br. Taman Sari. Peneliti dibantu peneliti pendamping
melakukan wawancara pada orang tua dengan berpedoman pada tes
Denver II untuk mengetahui perkembangan personal sosial. 12.
Memberikan reinforcement positif berupa ucapan terima kasih atas
kerja sama para responden yang telah bersedia diwawancarai dan
menjawab pertanyaan.13. Data yang telah terkumpul kemudian
ditabulasi dan dilakukan analisis data.3.5.3 Instrumen pengumpul
dataInstrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan dalam
pengumpulan data (Nursalam, 2008). Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :3.6.3.4 Formulir Denver II Denver
Developmental Screening Test. Denver Developmental Screening Test
(DDST) adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai
perkembangan anak umur 0-6 tahun. Tes ini bukanlah tes diagnostic
atau tes Intelligence Qutient (IQ). Dalam perkembangannnya DDST
mengalami beberapa kali revisi. Revisi terakhir adalah Denver II
yang merupakan hasil revisi dan standardisasi dari DDST dan DDST-R
(Revised Denver Developmental Screening Test) oleh Frankenburg.
Denver II lebih ditujukan untuk skrining, dengan cara membandingkan
kemampuan perkembangan seorang anak dengan anak lain yang seumur.
Denver II memiliki sensivitas yang tinggi, tetapi terdapat
keterbatasan dalam spesifitas dan nilai prediktif. Terdapat tiga
penilaian dalam tes Denver II, yaitu pertama skoring penilaian item
tes, kedua interpretasi nilai per item tes, yang ketiga
interpretasi tes Denver II. Berikut penjelasannya :1. Penilaian
Skoring penilaian item test1) L = Lulus/lewat = Passed/P2) Anak
dapat melakukan item dengan baik atau ibu/pengasuh memberi laporan
(tepat/dapat dipercaya) bahwa anak dapat melakukannya.3) G = Gagal
= Fail/FAnak tidak dapat melaksanakan item tugas dengan baik atau
ibu/ pengasuh memberi laporan anak tidak dapat melakukan dengan
baik.4) TaK = Tak ada Kesempatan = No opportunity/NOAnak tidak
mempunyai kesempatan untuk melakukan item karena ada hambatan. Skor
ini hanya digunakan untuk item yang ada kode L/Laporan orang tua
atau pengasuh anak. Misalnya pada anak retardasi mental/Down
Sindrome.5) M = Menolak = Refusal/RAnak menolak melakukan tes oleh
karena faktor sesaat, misalnya lelah, menangis, mengantuk.2.
Interpretasi Nilai Penilaian per item 1) Penilaian lebih/Advanced
(perkembangan anak lebih)(1) Apabila anak lulus pada uji coba item
yang terletak di sebelah kanan garis umur(2) Nilai lebih diberikan
jika anak dapat lulus/lewat dari item tes di sebelah kanan garis
umur(3) Anak memiliki kelebihan karena dapat melakukan tugas
perkembangan yang seharusnya dikuasai anak yang lebih tua dari
umurnya.2) Penilaian OK atau normal (1) Gagal/menolak tugas pada
item yang ada di kanan garis umur.(2) Kondisi ini wajar, karena
item di sebelah kanan garis umur pada dasarnya merupakan tugas
untuk anak yang lebih tua. Dengan demikian tidak menjadi masalah
jika anak gagal atau menolak melakukan tugas tersebut karena masih
banyak kesempatan bagi anak untuk melakukan tugas tersebut jika
umurnya sudah mencukupi.(3) Lulus atau gagal atau menolak pada item
dimana garis umur terletak di antara 25-75%. Jika anak lulus
dianggap normal, jika gagal atau menolak juga dianggap masih
normal.(4) Daerah putih menandakan sebanyak 25-75% anak di umur
tersebut mampu (lulus) melakukan tugas tersebut. Dengan kata lain
masih terdapat sebagian anak di umur tersebut yang belum berhasil
melakukannya.3) Penilaian Caution/peringatan(1) Gagal atau menolak
pada item dalam garis umur yang berada di antara 75-90%(2) Tulis C
di sebelah kanan kotak(3) Hasil riset menunjukkan bahwa sebanyak
75-90% anak di umur tersebut sudah berhasil melakukan tugas
tersebut. Dengan kata lain, mayoritas anak sudah bisa melakukan
tugas itu dengan baik.4) Penilaian Delayed/keterlambatanBila
gagal/menolak pada item yang berada di sebelah kiri garis umur.5)
Penilaian Tidak ada Kesempatan(1) Pada item tes yang orang tua
laporkan bahwa anak tidak ada kesempatan untuk melakukan atau
mencoba di skor sebagai TaK.(2) Item ini tidak perlu
diinterpretasikan.3. Interpretasi Tes Denver II 1) Normal (1) Tidak
ada delayed (keterlambatan).(2) Paling banyak 1 caution
(peringatan).(3) Lakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol
berikutnya.2) Suspect (1) Terdapat 2 atau lebih caution
(peringatan).(2) Dan atau terdapat 1 atau lebih delayed
(terlambat).(3) Dalam hal ini delayed (terlambat) dan caution
(peringatan) harus disebabkan oleh kegagalan/fail, bukan oleh
penolakan/refusal.(4) Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian untuk
menghilangkan faktor sesaat seperti rasa takut, sakit, atau
kelelahan.3) Untestable (tidak dapat diuji)(1) Terdapat 1 atau
lebih skor delayed (terlambat).(2) Dan atau 2 atau lebih caution
(peringatan).(3) Dalam hal ini delayed atau caution harus
disebabkan oleh penolakan (refusal), bukan oleh kegagalan.(4)
Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian.3.6 Pengolahan dan Analisa
Data3.6.1 Pengolahan DataPengolahan data merupakan suatu proses
untuk memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu
kelompok data mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga
menghasilkan informasi yang diperlukan. (Setiadi, 2007). Menurut
Setiadi (2012), langkah-langkah pengolahan data yang akan dilakukan
yaitu :1. EditingEditing adalah upaya untuk memeriksa kembali
kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam editing adalah memeriksa kembali identitas
responden pada lembar observasi, memeriksa lembar observasi apakah
sudah terjawab dengan lengkap, memasukkan data yang penting atau
diperlukan saja, mengumpulkan data ulang untuk melengkapi data yang
kurang pada lembar observasi.2. Coding Coding merupakan proses
mengelompokkan data sesuai dengan klasifikasinya dengan cara
memberi kode tertentu. Kode untuk keikutsertaan Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) pada anak usia prasekolah :1) 1 : Mengikuti
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)2) 2 : Tidak mengikuti Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD)Kode untuk perkembangan personal sosial :1) 1
: Unstable 2) 2: Suspect 3) 3 : Normal Kode untuk jenis kelamin 1)
1 : Laki-laki2) 2 : PerempuanKode untuk umur anak usia prasekolah
:1) 1 : 3-4 tahun2) 2 : 4-5 tahun3) 3 : 5-6 tahun 3. EntryKegiatan
memasukkan data ke dalam media untuk memudahkan mencari apabila
data itu diperlukan kembali. Biasanya data ini dimasukkan ke dalam
disket atau program data base yang akan diolah dengan menggunakan
computer, kemudian diolah menggunakan program SPSS for windows4.
TabulasiMenyajikan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Semua data yang sudah didapat dikelompokkan yaitu data demografi,
dan perkembangan personal sosial anak usia prasekolah dengan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan perkembangan personal sosial
anak usia prasekolah tanpa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). 3.6.2
Analisis DataAdapun analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari dari analisis univariat dan bivariat yang
dijelaskan sebagai berikut :1. Analisis UnivariatAnalisa univariat
dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti (Nursalam, 2002). Analisis ini
disajikan dalam bentuk tabel sebagai informasi untuk
mendeskripsikan semua variabel penelitian yaitu perkembangan sosial
anak prasekolah pada kelompok kontrol dan perlakuan dengan
menghitung sebaran tendensi sentral yang mencakup nilai rata-rata,
nilai minimal, nilai maksimal, dan nilai standar deviasi.2.
Analisis Bivariat Sebelum dilakukan uji analisis bivariat, pada
data yang telah terkumpul dilakukan uji normalitas data dengan
menggunakan uji Saphiro Wilk (sampel kurang dari 50 orang). Jika
data dalam penelitian ini berdistribusi normal, maka dilakukan uji
parametrik independent t test dan jika tidak berdistribusi normal
dilakukan uji mann whitney. Hasil dari uji statistik ini dapat
disimpulkan sebagai berikut :1) Jika nilai thitung atau Uhitung
lebih besar dari ttabel atau Utabel atau p0,05, maka dikatakan Ho
diterima atau dengan kata lain tidak ada perbedaan perkembangan
sosial pada kelompok perlakuan dan kontrol3.7 Etika PenelitianDalam
melaksanakan penelitian khusunya jika yang menjadi subjek
penelitian adalah manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar
manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya,
sehingga penelitian yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung
tinggi kebebasan manusia. Beberapa prinsip penelitian pada manusia
yang harus dipahami antara lain :1. Prinsip manfaatDengan
berprinsip pada aspek manfaat, maka segala bentuk penelitian yang
dilakukan diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia.
Prinsip ini dapat ditegakkan dengan membebaskan, tidak memberikan
atau menimbulkan kekerasan pada manusia, tidak menjadikan manusia
untuk dieksploitasi. Penelitian yang dihasilkan dapat memberikan
manfaat dan mempertimbangkan antara aspek risiko dengan aspek
manfaat, bila penelitian yang dilakukan dapat mengalami dilema
dalam etik.
2. Prinsip menghormati manusiaManusia memiliki hak dan merupakan
makhluk yang mulia yang harus dihormati, karena manusia berhak
untuk menentukan pilihan antara mau dan tidak untuk diikutsertakan
menjadi subjek penelitian.3. Prinsip keadilanPrinsip ini dilakukan
untuk menjunjung tinggi keadilan manusia dengan menghargai hak atau
memberikan pengobatan secara adil, hak menjaga privasi manusia, dan
tidak berpihak dalam perlakuan terhadap manusia. Masalah etika
penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam
penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka
segi etika penelitian harus diperhatikan.4. Informed Consent
(lembar persetujuan)Setelah ijin diberikan, maka selanjutnya adalah
melakukan pengumpulan sampel. Dalam menjaga etika penelitian, maka
dalam penelitian ini menggunakan informed consent melalui pemberian
lembar permohonan dan penandatangan lembar persetujuan jika yang
bersangkutan bersedia menjadi responden. Responden yang telah
bersedia digunakan sebagai sampel dijamin kerahasian data yang
diberikan dengan tidak mencantumkan nama responden, tetapi hanya
mencantumkan inisial responden. Informed consent merupakan lembar
persetujuan untuk menjadi responden yang diedarkan sebelum
melakukan penelitian pada subyek. Jika subyek bersedia diteliti
maka subyek harus mencantumkan tanda tangan pada lembar persetujuan
menjadi responden dengan terlebih dahulu membaca isinya dan jika
subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan
tetap menghormati hak-hak subyek.5. Anonimisty (tanpa
nama)Anonymisty artinya menjaga kerahasiaan identitas subyek.
Peneliti memberikan jaminan mengenai kerahasiaan identitas
responden penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama subyek
pada lembar observasi, tetapi hanya diberi kode tertentu.6.
Confidentiality (kerahasiaan)Confidentiality berarti kerahasiaan
informasi yang telah dikumpulkan dari subyek dijaga kerahasiaannya
oleh peneliti. Data yang diperoleh dari responden hanya untuk
dilaporkan atau disajikan dalam bentuk kelompok yang berhubungan
dengan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, D., 2011. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak.
1st penyunt. Jakarta: Salemba Medika.Apriana, R., 2009. Hubungan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Dengan Perkembangan Kognitif Anak
Prasekolah. Semarang :Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Diponogoro. Fatoni, R., 2010. Hubungan Pola
Asuh Ibu Dengan Tingkat Perkembangan Personal Sosial Pada Anak Usia
Pra Sekolah Di Tk PDHI Banguntapan Bantul Yogyakarta:Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Glascoe FP, d., 1992 Jun. Department of Pediatrics, Vanderbilt
University School of Medicine, Nashville, TN.. Accuracy of the
Denver-II in developmental screening..Gunarso, R., 2012. Petunjuk
Pelaksanaan Penyelenggaraan Program Percontohan (Kelompok Bermain
dan Taman KanakKanak). Program Percontohan Ber Ugaq Paud (Kelompok
Bermain & Taman Kanak-Kanak), pp. 1-7.Hartawan, I. N. B. &
Soetjiningsih, I. G. A. W., 2008. Sari Pediatri. Karakteristik
Tumbuh Kembang Anak Di Tempat Penitipan Anak Werdhi Kumara 1, Kodya
Denpasar, pp. 134-135.Hidayat, A., 2009. Metode Penelitian
Keperawatan dan Teknik Analisis Data. 1st ed. Jakarta: Salemba
Medika.Maimon, E., Ismail, D. & Neni Sitaresmi, M., 2013.
Hubungan Mengikuti Kelompok Bermain dan Perkembangan Anak. Sari
Pediatri, Volume 15, pp. 233-236.Martinis dan Sabri, 2010.
Pendidikan Anak Usia Dini. I ed. Jakarta: Gaung Persada
Press.Nirwana, Asfilayly, L. O. & Askar.M, 2014. Keikutsertaan
Dalam Play Group Terhadap Tingkat Perkembangan Anak Usia
Prasekolah. Journal of Pediatric Nursing, I(3), pp.
125-128.Notoatmojo dalam Setiadi, 2007. Konsep & Penulisan
Riset Keperawatan. 1st ed. Yogyakarta: Graha Ilmu.Nursalam, 2011.
Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. 2nd
ed. Jakarta: Salemba Medika.Potter & Perry, 2005. Fundamentals
Of Nursing : Concepts, Process, and Practice. 4 ed. Jakarta:
EGC.Prihantara, A., 2012. Hubungan PAUD Dengan Perkembangan Bahasa
Anak Usia Prasekolah Di Desa Sumerta Kaja. Denpasar: Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. pp.
12-13.Setiadi, 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. 1st
ed. Yogyakarta: Graha Ilmu.Soetjiningsih & Gde Ranuh, I., 2013.
Tumbuh Kembang Anak. 2 ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.Sugiyono,
2012. Statistik Untuk Penelitian. 21 ed. Bandung:
Alfabeta.Sukmawati, M., 2014. Hubungan Stimulasi Interpersonal
Intelligence Dengan Perkembangan Personal Sosial Anak Usia
Prasekolah. Denpasar : Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Wira
Medika PPNI Bali.. Supartini, Y., 2004. Buku Ajar Konsep Dasar
Keperawatan Anak. 1st ed. Jakarta: EGC.Susanto, A., 2011.
Perkembangan Anak Usia Dini. 1st ed. Jakarta: Prenada Media
Group.Trisnawati, E., 2013. Hubungan Pemenuhan Gizi Seimbang Dengan
Perkembangan Personal Sosial Anak Usia.Jember: Program Studi Ilmu
Keperwatan Universitas Jember..
77