BAB IPENDAHULUAN
1.1Latar BelakangKornea merupakan membran transparan dan
avaskular yang terletak di bagian depan menutupi ruang anterior,
iris, pupil, dan lensa. Kornea juga merupakan media refraksi utama
yang berfungsi meneruskan cahaya yang masuk ke mata hingga tepat
jatuh pada fovea di retina (Sherwood, 2009). Kerusakan sel-sel
endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparansi,
yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikan
fungsi endotel. (Vaughan, 2007)Keratoplasti adalah istilah medis
yang mengacu pada transplantasi kornea. Terdapat beberapa perbedaan
antara definisi keratoplasti yang biasanya disebutkan pada tehnik
trasplantasi kornea, antara lain: Lamellar Keratoplasty, yang
merupakan proses pencangkokan kornea yang dilakukan pada lapisan
parsial atau pada lapisan yang mengalami kerusakan dan Penetrating
Keratoplasty; adalah proses pencangkokan korena dengan mengangkat
seluruh lapisan kornea (Ospina, 2012)Indikasi untuk dilakukannya
keratoplasti, antara lain: Optik (untuk meningkatkan ketajaman
visual dengan mengganti jaringan kornea yang mengalami kerusakan
dengan jaringan kornea pendonor), Tektonik (pada pasien dengan
lapisan stroma menipis, untuk mempertahankan anatomi kornea),
Terapi (pengangkatan jaringan kornea yang mengalami inflamasi
akibat pengobatan dengan menggunakan antibiotik, antiviral, atau
antiinflamasi), Kosmetik (pada penderita dengan bekas luka kornea
(jaringan parut) yang memberikan rona buram keputihan pada kornea)
(Ospina, 2012).Tehnik penjahitan pada keratoplasti merupakan faktor
yang akan mendorong terjadinya penyimpangan pada mata dan
memberikan ketegangan sepanjang pemasangan jahitan yang kemudian
akan menghasilkan peradangan atau infeksi (Van Meter, et al, 2011).
Infeksi pada kornea atau keratitis pascakeratoplasti merupakan
komplikasi utama yang dapat membahayakan hasil dari transplantasi
yang menyebabkan kegagalan pada transplantasi dan dapat
menghasilkan visual yang buruk (Vajpayee,2007)Keratitis merupakan
sebuah proses inflamasi pada kornea yang ditimbulkan oleh organisme
penginfeksi atau agen pencetus yang noninfeksi (Barnes, et al,
2014). Penyebab yang paling sering dari perubahan kornea akibat
terapi keratoplasti adalah keratokonus, infeksi bakteri, dan faktor
hygene yang buruk pada pemakaian kontak lensa, atau trauma. Pada
infeksi kornea oleh mikroba, kasus infeksi bakteri paling sering
didapatkan, terutama disebabkan oleh Staphylococcus sp.,
Strepstococcus sp., atau Pseudomonas sp. (Ospina, 2012).Kasus
keratitis yang terjadi setelah transplantasi kornea merupakan
penyebab utama kegagalan pada proses pencangkokan kornea, dengan
insiden pada negara-negara berkembang menunjukkan hasil lebih
tinggi dengan hasil persentasi mencapai angka 1,76% sampai 7,4%.
Penelitian serupa yang dilakukan di negara berkembang melaporkan
kejadian infeksi setelah transplantasi kornea hingga 11,9%. Namun,
tingkat kejadian setinggi 25% telah dilaporkan dalam sebuah studi
dari negara maju (Vajpayee, 2007).Terdapat beberapa pendapat
mengenai pandangan terapi keratoplasti atau transplantasi organ
menurut pandangan Islam, mengingat manusia merupakan makhluk mulia
dan dimuliakan karenanya manusia harus dihormati, baik saat masih
hidup maupun sudah mati. Di sisi lain, Islam menganjurkan berobat
dengan yang halal. ternayata ada jenis penyakit atau sakit yang
hanya dapat diobati dengan organ atau jaringan tubuh manusia, mana
yang harus dipilih, berobat dengan yang haram atau tidak berobat
karena tidak ada yang halal namun berarti akan mati atau lebih
parah penyakitnya (Zuhroni, 2012)Apabila transplantasi organ tubuh
diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat, maka
hukumnya Haram sesuai dengan firman Allah Dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan (Q.S. Al-Baqarah;195)
yang menjelaskan bahwasanya orang yang mendonorkan organ tubuhnya
pada waktu masih hidup sehat kepada orang lain, ia akan menghadapi
resiko ketidakwajaran, karena mustahil Allah menciptakan mata atau
ginjal secara berpasangan kalau tidak ada hikmah dan manfaatnya
bagi seorang manusia.Di lain sisi, mengambil organ tubuh donor yang
sudah meninggal secara yuridis dan medis, hukumnya mubah, yaitu
dibolehkan menurut pandangan Islam. Menyumbangkan organ tubuh si
mayit merupakan suatu perbuatan tolong-menolong dalam kebaikan,
karena memberi manfaat bagi orang lain yang sangat memerlukannya
(Ebrahim, 2007)Pada dasarnya, pekerjaan transplantasi dilarang oleh
agama Islam, karena agama Islam sangat memuliakan manusia (Q.S.
Al-Isra:70). Dan juga Islam sangat menghormati jasad manusia
walaupun sudah menjadi mayat, berdasarkan hadits Rasulullah SAW:
Sesungguhnya memecahkan tulang mayat muslim, sama seperti
memecahkan tulangnya sewaktu masih hidup. (HR. Ahmad, Abu Daud,
Ibnu Majah, Said Ibn Mansur dan Abd. Razzaq dari
Aisyah).Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memilih judul
Keratitis Sebagai Komplikasi pada Pelaksanaan Terapi Keratoplasti
Ditinjau dari Kedokteran dan Islam dengan harapan dapat menjelaskan
lebih lanjut bagaimana mekanisme terapi keratoplasti yang dapat
menimbulkan infeksi pada kornea atau keratitis. Penulis berharap
skripsi ini dapat membantu dalam memahami secara jelas mengenai apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi keratitis akibat dari
pelaksanaan terapi keratoplasti. Penulis juga berharap dapat
menjelaskan bagaimana hukum keratoplasti menurut pandangan Islam
dan bagaimana pandangan Islam mengenai keratitis sebagai komplikasi
pada terapi keratoplasti secara jelas dan menyeluruh.
1.2 Permasalahan1. Bagaimana mekanisme keratoplasti?2. Apa saja
faktor yang mempengaruhi keratitis akibat pelaksanaan
keratoplasti?3. Bagaimana hukum terapi keratoplasti menurut
pandangan Islam?4. Bagaimana pandangan Islam mengenai keratitis
sebagai komplikasi pada pelaksanaan terapi keratoplasti?
1.3Tujuan1.3.1Umum Agar masyarakat mengetahui salah satu dari
komplikasi tindakan terapi keratoplasti adalah infeksi pada kornea
atau keratitis ditinjau dari kedokteran dan pandangan
Islam.1.3.2Khusus 1.3.2.1. Dapat mengetahui dan menjelaskan
mekanisme kerja terapi keratoplasti1.3.2.2. Dapat mengetahui dan
menjelaskan faktor yang mempengaruhi keratitis akibat pelaksanaan
terapi keratoplasti1.3.2.3. Dapat mengetahui dan menjelaskan terapi
keratoplasti menurut pandangan Islam1.3.2.4. Dapat memahami dan
menjelaskan pandangan Islam mengenai keratitis sebagai komplikasi
pada pelaksanaan terapi keratoplasti.
1.4Manfaat1.4.1. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini diharapkan
akan menambah pengetahuan mengenai keratitis sebagai komplikasi
pada pelaksanaan terapi keratoplasti ditinjau dari segi kedokteran
dan ajaran Islam serta mengetahui lebih dalam tentang cara
penulisan ilmiah yang baik dan benar.1.4.2 Bagi Universitas YARSI,
penyusunan skripsi ini diharapkan akan menambah karya tulis
terutama mengenai pembahasan tentang keratitis sebagai komplikasi
pada pelaksanaan terapi keratoplasti ditinjau dari segi kedokteran
dan ajaran Islam sehingga bermanfaat untuk masukan bagi civitas
akademika, khususnya pada fakultas kedokteran.1.4.3. Bagi
masyarakat, penyusunan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk mengetahui tentang keratitis sebagai komplikasi pada
pelaksanaan terapi keratoplasti ditinjau dari segi kedokteran dan
ajaran Islam, serta dapat mempelajari faktor-faktor yang dapat
dicegah dari penyakit tersebut dan mengaplikasikannya pada
kehidupan sehari-hari.
BAB IIKERATITIS SEBAGAI KOMPLIKASI PADA PELAKSANAAN TERAPI
KERATOPLASTI DITINJAU DARI KEDOKTERAN
2.1.Kornea2.1.1.Anatomi KorneaKornea dalam Bahasa Latin yaitu
cornum yang diartikan seperti tanduk, adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang dapat tembus oleh cahaya, merupakan
lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan (Sidarta
Ilyas, 2014). Kornea dapat disisipkan ke dalam sklera pada limbus,
melalui lekukan melingkar pada sambungan ini yang disebut sulcus
scleralis. Kornea dewas rata-rata mempunyai ketebalan 550 m di
pusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter horizontalnya
sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan
epitel (yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbi),
lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel
(Paul Riordan-Eva, 2007).
1. Lapisan EpitelLapisan epitel kornea mempunyai ketebalan 550
m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel
gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke
depan menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel basal
di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit,
dan glukosa yang merupakan barrier.1. Membran BowmanMembran Bowman
terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aselular, yang merupakan
bagian stroma yang mengalami perubahan.1. StromaStroma kornea
menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini tersusun atas
jalinan lamelar serat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10-250 m
dan tinggi 1-2 m yang mencakup hampir seluruh diameter kornea.
Lamela ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea, dan karena
ukuran serta kerapatannya kornea menjadi menjadi jernih secara
optis. Lamela terletak di dalam suatu zat dasar
proteoglikan-terhidrasi bersama keratosit yang menghasilkan kolagen
dan zat dasar. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.1. Membran
DescementMembran Descement merupakan membran aselular dan merupakan
batas belakang stroma kornea dengan sel endotel. Membran Descement
bersifat sangat elastik. Pada saat lahir tebal membran Descemet
mencapai sekitar 3 m dan berkembang terus seumur hidup sampai
mencapai 10 12 m. Membran Descement, yang merupakan lamina basalis
endotel kornea, memiliki tampilan yang homogen dengan mikroskop
cahaya tetapi tampak berlapis-lapis dengan mikroskop electron. 1.
Lapisan EndotelLapisan endotel kornea berasal dari mesotelium,
berlapis satu, berbentuk heksagonal, dan mempunyai besar 20-40 m.
Endotel melekat pada Membran Descement melalui hemidesmosom dan
zonula okluden. Endotel yang hanya memiliki satu lapisan sel yang
berperan besar dalam mempertahankan deturgensi stroma kornea.
Endotel kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan
sel-selnya seiring dengan penuaan. Reparasi endotel terjadi hanya
dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit
pembelahan sel. Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema
kornea.Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh
darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisial juga
mendapatkan sebagian besar oksigen dari atmosfer. Kornea
dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliaris longus, saraf nasosiliaris, saraf ke V saraf siliar longus
berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.
Gambar 1. Anatomi kornea (1) Gambaran histologi lapisan kornea
(2) Anatomi kornea pada organ mata(Meeney, A., 2014)
Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di
daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma yang atau
penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan
bagian mata yang tembus cahaya dan menutupi bola mata di sebelah
depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar, masuk ke kornea (Paul
Riordan-Eva, 2007) (Sidarta Ilyas, 2014).2.1.2. Fisiologi
KorneaKornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya
kornea disebabkan oleh strkturnya yang uniform, avaskular, dan
deturgesens. Deturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan
kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan
oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting
daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan kerusakan pada
endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada epitel.
Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya
transparansi, yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya
potensi perbaikan fungsi endotel. Kerusakan pada epitel biasanya
hanya menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan
menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat. Penguapan
air dari film air mata prakornea menyebabkan film air mata menjadi
hipertonik; proses tersebut dan penguapan langsung adalah
faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk
mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi Obat melalui kornea
yang utuh terjadi secara bifasik. Substansi larut-lemak dapat
melalui epitel utuh, dan substansi larut-air dapat melalui stroma
yang utuh. Jadi, agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak
sekaligus larut-air (Roderick Biswell, 2007).2.2.
Keratoplasti2.2.1. Definisi KeratoplastiTransplantasi kornea atau
keratoplasti adalah solusi pembedahan yang diperuntukan untuk
kornea yang mengalami penurunan visus atau kebutaan, meskipun hasil
jangka panjangnya mempunyai prognosis yang tidak sesuai harapan
(Coster, et al, 2014). Terapi keratoplasti merupakan prosedur
pembedahan yang tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan
integritas struktural mata (keratoplasti tektonik) (Donnenfeld, et
al, 2011). Keratoplasti adalah suatu prosedur pembedahan dimana
kornea yang telah mengalami kerusakan diganti dengan kornea dari
donor. Donor kornea tersebut diambil dari seseorang yang telah
menjadi calon donor setelah meninggal dunia, secara sukarela dan
iklhlas mendonorkan korneanya. Transplantasi kornea diindikasikan
pada sejumlah kondisi kornea yang serius , misalnya kondisi
terdapat jaringan parut, edema, penipisan, dan distorsi (Vaughan,
2007).2.2.2. Sejarah KeratoplastiSejarah transplantasi kornea
kembali ke lebih dari dua abad yang lalu dengan eksperimen
menggunakan allografts dan xenograft. Tehnik untuk Deep Anterior
Lamellar Keratoplasti dimulai pada tahun 1800-an. Selanjutnya, pada
tahun 1905 Eduard Zirm melakukan Penetrating Keratoplasty untuk
pertama kalinya dan memberikan kesuksesan pada hasilnya. Namun,
prognosis yang kurang baik pada tehnik Penetrating Keratoplasty
menghasilkan minat baru pada Deep Anterior Lamellar Keratoplasty
dengan menurunnya resiko pada kerusakan endotel (Kelly TL, 2011).
Pada pertengahan 1950-an, pengenalan steroid topikal dan perbaikan
pada tehnik pembedahan meningkatkan kembali minat pada tehnik
Penetrating Keratoplasty yang menjadi andalan pada operasi
transplantasi kornea sampai saat ini dalam 10 tahun terakhir.
Namun, gagasan Lamellar Keratoplasty secara selektif telah muncul
dengan mengarah ke dasar perubahan keratoplasti. Semua operasi
transplantasi kornea menuntut untuk teliti pada persiapan
lingkungan okular untuk memaksimalkan kesuksesan keratoplasti.
Persiapan ini meliputi optimalisasi keadaan permukaan mata dengan
menggunakan langkah-langkah untuk meminimalkan efek samping dari
penyakit permukaan mata; ini termasuk koreksi bedah pada paparan
kornea dan malposisi penutupan pada mata, serta pengobatan dry eye
dan terbentuknya inflamasi atau peradangan pada mata. Pengobatan
peradangan pada mata dapat mencakup terapi lokal dan sistemik
(seperti pada penyakit yang cukup parah yaitu penyakit atopik dan
rheumatoid arthritis). Pengontrolan terhadap glaukoma praoperasi,
baik secara medis maupun pembedahan, juga penting untuk hasil yang
sukses (Kelly TL, 2011).2.2.3. Jenis KeratoplastiPenetrating
Keratoplasty (PK) merupakan penggantian kornea seutuhnya (full
thickness). PK merupakan bedah mikro dimana 7-8 mm bagian tengah
kornea yang rusak atau berkabut diangkat dan digantikan dengan
kornea sehat dan jernih, lalu dijahit dengan benang nilon bedah
mikro yang sangat halus (Vaughan, 2007).
Gambar 2. Penetrating Keratoplasty (PK)(Chai, 2013)
Lamellar Keratoplasty (LK) merupakan konsep baru dalam
pengobatan penyakit kornea yaitu dengan menghapus secara selektif
jaringan atau lapisan kornea yang bersifat patologis. LK merupakan
prosedur di mana melakukan transplantasi atau cangkok kornea hanya
pada sebagian ketebalan jaringan kornea. Hal tersebut digunakan
untuk memberikan stabilitas tektonik dan untuk perbaikan optik.
Terdapat dua jenis Lamellar Keratoplasty, yaitu: Anterior Lamellar
Keratoplasty dan Posterior Lamellar Keratoplasty (Vaughan, 2007).
Pada Anterior Lamellar Keratoplasty (ALK) jaringan kornea yang
dilakukan transplantasi tidak termasuk lapisan endotel kornea.
Prosedur ini menghindari penolakan endotel dengan demikian jaringan
kornea pendonor dapat diperoleh dari mata pasien yang lebih tua.
Indikasi untuk ALK terutama mencakup patologi kornea anterior di
mana kornea posterior tidak terpengaruh oleh kerusakan yang ada
pada jaringan bagian anterior (Tan DT, 2012). Lalu, apabila
dilakukan penggantian sebagian besar lapisan depan kornea misalnya
luka superficial kornea sampai lapisan stroma maka prosedur ini
disebut Deep Anterior Lamellar Keratoplasty (DALK) (Vaughan,
2007).
Gambar 3. Anterior Lamellar Keratoplasty (ALK)(Chai, 2013)
Selanjutnya, tehnik Posterior Lamellar Keratoplasty (PLK) telah
dikembangkan di mana tujuan utamanya adalah untuk menggantikan
endotel kornea yang sakit sehingga permukaan kornea anterior tetap
terjaga utuh (Tan DT, 2012). Tidak adanya jahitan, berarti proses
pemulihan penglihatan setelah dilakukannya PLK akan lebih cepat dan
ketajaman penglihatan akan lebih baik dikarenakan kelainan refraksi
dan astigmat yang ditimbulkan setelah PLK lebih kecil (Anshu A.,
2011).
Gambar 4. Posterior Lamellar Keratoplasty (PLK)(Chai, 2013)
2.2.4. Tujuan KeratoplastiTujuan dilakukan transplantasi kornea
antara lain sebagai berikut (Vaughan, 2007):1. Tujuan Optik: Untuk
memperbaiki visus atau ketajaman penglihatan1. Tujuan Terapi: Untuk
menghilangkan keadaan yang patologis di jaringan kornea, misalnya
dengan menghilangkan jaringan kornea yang meradang yang tidak
responsif terhadap pengobatan dengan obat-obatan1. Tujuan Tektonik:
Untuk memperbaiki struktur jaringan kornea yang mengalami penipisan
atau kerusakan atau untuk merekonstruksi anatomi mata1. Tujuan
Kosmetik: Untuk memulihkan kejernihan kornea agar tidak terlihat
berwarna putih akibat bekas luka kornea.2.2.5. Indikasi
KeratoplastiIndikasi trasplantasi kornea secara keseluruhan antara
lain (Vaughan, 2007):1. Adanya jaringan parut pada kornea/ scar
akibat infeksi, seperti herpes dan keratritis bakteri maupun
jamur1. Kelainan kornea, seperti keratokonus1. Kerusakan kornea
akibat trauma mata, trauma kimia, dan lain-lain1. Kelainan mata
akibat dari faktor genetik, misal: distrofi kornea dan
sebagainya.Adapun indikasi keratoplasti menurut tehniknya antara
lain:1. Penetrating Keratoplasty (Davison, 2010) :1. Operasi ulang
pada kegagalan operasi yang dilakukan sebelumnya1. Memperbaiki
visus pada penyakit katarak1. Mengeliminasi infeksi pada keratitis
bakterial, keratitis jamur, dan lain-lain1. Distrofi stroma
kornea1. Astigmatisme iregular1. Penebalanan jaringan parut pada
kornea1. Dan lain-lain.1. Lamellar KeratoplastyAnterior dan Deep
Anterior Lamellar Keratoplasty (Arslan, 2011):1. Distrofi kornea1.
Penebalan jaringan parut pada kornea (post-keratitis atau
post-traumatic)1. Keratokonus atau penipisan pada kornea secara
bertahap1. Kekeruhan pada kornea 1. Infeksi pada kornea atau
keratitis terutama yang mengenai lapisan stroma dan membran
Descement1. Dan lain-lain.Posterior Lamellar Keratoplasty (Price
FW):1. Distrofi membran Fuchs1. Aphakic bullous keratopathy1.
Iridocornea endothelial syndrome1. Kegagalan pada penetrating
keratoplasty1. Infeksi pada kornea atau keratitis terutama yang
mengenai sampai lapisan endotel 1. Dan lain-lain2.2.6. Persiapan
Praoperasi KeratoplastiPersiapan praoperasi dapat dikelompokkan
menjadi persiapan pada pendonor dan persiapan pada resipien atau
penerima. Identifikasi faktor risiko dapat membantu para ahli bedah
menentukan keadaan mata yang akan dilakukan pembedahan, sehingga
mata dapat diobati lebih cepat apabila terjadi komplikasi serius
(Christo 2009). 1. Persiapan PendonorSalah satu faktor penentu yang
paling penting dari kesuksesan pelaksanaan transplantasi kornea
adalah penyaringan donor mata yang berkualitas tinggi dan
pemeriksaan fisik dari jaringan kornea yang akan didonorkan.
Skrining pada pendonor yang memiliki penyakit menular sangat
penting untuk melindungi pihak penerima donor dari penyakit yang
parah atau yang mengancam jiwa seperti transmisi virus human
immunodeficiency (HIV). Pemeriksaan serologi pada pendonor
digunakan untuk skrining penyakit sifilis, hepatitis, dan HIV/AIDS.
Kornea pendonor dari bayi yang lebih muda dari usia 18 bulan harus
dihindari untuk dilakukannya transplantasi kornea karena akan
terjadi komplikasi berupa myopia pada penerima setelah dilakukannya
pembedahan. Persiapan pada donor untuk tehnik Penetrating
Keratoplasty harus lebih teliti dan memadai karena tehnik tersebut
membutuhkan pendonor lapisan endotel yang layak yang dapat menopang
trauma bedah dan perubahan sel selanjutnya. Apabila penerima donor
cocok dengan Human Leucocyte Antigen (HLA) pendonor, dapat mencegah
penolakan jaringan dari pendonor (Christo, 2009). 1. Persiapan
Resipien atau PenerimaPersiapan pada resipien berupa identifikasi
keadaan resipien dengan vaskularisasi kornea, glaukoma, atau
sinekia anterior perifer akan memberikan angka yang rendah bagi
kegagalan pencangkokan. Penerima dengan riwayat gagal dalam terapi
keratoplasti akan lebih sering mengalami faktor prognostik yang
buruk seperti sinekia anterior perifer, peningkatan tekanan
intraokular, dan penerunan mediator kekebalan pada reaksi
pencangkokan. Penolakan jaringan donor adalah penyebab utama
kegagalan pada keratoplasti berulang. Pengobatan khusus untuk
diagnosis praoperasi mungkin dapat meningkatkan kelangsungan hidup
pada cangkok kornea berulang. Faktor risiko tambahan untuk
penolakan jaringan donor, seperti usia penerima donor yang kurang
dari 40 tahun dan diameter kornea pendonor lebih dari 8 mm.
Identifikasi tekanan intraokular sebelum operasi sangat penting
karena diagnosis adanya glaukoma praoperasi merupakan faktor risiko
utama untuk kegagalan terapi keratoplasti. Keadaan abnormal
praoperasi berupa tekanan intraokular yang rendah, seperti pada
pasien dengan uveitis kronis, yang akan semakin buruk dengan terapi
keratoplasti dan menyebabkan edema makula dan hasil visus yang
buruk. Peradangan intraokular harus segera dikendalikan sebelum
dilaksanakannya terapi keratoplasti kecuali keratoplasti dilakukan
dalam situasi darurat (misalnya pada perforasi kornea). Hasil
keratoplasti jauh lebih buruk bagi pasien dengan peradangan kornea
akibat Herpes simplex virus yang aktif daripada pasien dengan
jaringan parut (scars) pada kornea (Christio, 2009).
Adapun persiapan praoperasi lain pada tehnik keratoplasti, yaitu
(Tan DT, 2012):1. Mengontrol infeksiAntibiotik yang diberikan
sebelum operasi dapat membantu mengurangi angka kejadian
endoftalmitis yang terkait dengan operasi intraokular. Kebanyakan
ahli bedah yang memberikan antibiotik sebelum operasi menggunakan
antibiotik spektrum yang luas selama 1-3 hari sebelum operasi.
Sumber yang paling umum dari endoftalmitis adalah flora normal
periokular pada pasien. Selain itu, aplikasi tunggal dengan satu
tetes 5% povidone iodine yang merupakan solusi untuk permukaan mata
pada saat persiapan bedah, telah terbukti mengurangi secara
signifikan kejadian endoftalmitis. Solusi lain adalah harus
dilakukan irigasi pada mata sebelum membuat sayatan untuk
menghindari kemungkinan toksisitas intraokular.1. Mengontrol
tekanan intraokularPengontrolan terhadap penyakit glaukoma harus
dicapai sebelum operasi. penutupan lengkap dan akinesia otot luar
mata penting untuk menghilangkan peningkatan tekanan intraoperatif
terkait dengan kontraksi otot. Selanjutnya penurunan tekanan
intraokular menggunakan kompresi mata sebelum operasi dapat
membantu risiko kerugian pada vitreous dan perdarahan koroid. 1.
Manajemen pada lensaUntuk pasien phakic yang menjalani keratoplasti
tanpa operasi katarak gabungan, dapat diberikan dua tetes 2%
pilocarpine selama 5 menit terpisah pada saat penempatan balon
Honan untuk menyempitkan pupil dan membantu melindungi kristal
lensa. Untuk kasus pertukaran lensa atau vitrektomi anterior,
fungsi pupil tidak perlu diubah.1. Manajemen pada jaringan kornea
pendonorAhli bedah harus meninjau jaringan kornea pendonor, riwayat
penyakit pada pendonor, dan hasil tes laboratorium. Meskipun
screening jaringan dilakukan pada bank mata, mungkin masih terdapat
kecacatan, termasuk infiltrat, kaca atau benda asing lainnya, bekas
luka atau laserasi, atau patologi lainnya. Media penyimpanan donor
biasanya mencakup persiapan antibiotik. Dalam rangka untuk
memperoleh antibiotik yang efektif, media harus dibiarkan hangat
pada suhu kamar sebelum menggunakan jaringan tersebut.
2.2.7. Mekanisme Keratoplasti1. Penetrating Keratoplasty (PK)PK
mengacu pada penggantian atau pelaksanaan transplantasi pada
seluruh jaringan kornea dengan kornea dari donor yang sehat.
Langkah bedah bervariasi antar ahli bedah, tetapi terdapat dua
tujuan yang mendasar pada tehnik PK: (1) memperoleh keselarasan
luka yang baik dengan astigmatisme minimal dan (2) menghindari
kerusakan sel endotel (Nijm LM, 2011).Dekompresi yang memadai dari
bola mata hendaknya dipastikan sebelum PK, tekanan intraokular pada
praoperasi yang berlebihan dapat meningkatkan risiko perdarahan
pada koroid. Manitol intravena atau dekompresi mata mekanik harus
dipertimbangkan, atau dengan obat tetes mata miotik. Cincin fiksasi
sklera dapat digunakan terutama pada mata yang tidak memiliki lensa
(aphakic eyes) setelah dilakukan vitrektomi atau pada pada pasien
yang masih muda atau anak-anak. Perlu diperhatikan dalam menjahit
cincin fiksasi sklera. Ketidaksesuaian dalam memposisikan cincin
dapat mengakibatkan trephination tidak teratur (Tan DT,
2012).Ukuran pencangkokan ditentukan berdasarkan lokasi patologi
dan penilaian klinis. Jaringan kornea pendonor biasanya berukuran
0,25 mm lebih besar dari diameter jaringan kornea resipien. Dalam
keadaan tertentu, ukuran yang lebih besar (0,5 mm) pada jaringan
kornea pendonor dapat dipertimbangkan pada kasus aphakic eyes yang
dapat menyebabkan miopia, atau ukuran button penonor yang sama,
misalnya pada jaringan kornea resipien dengan keratokonus, dapat
dipilih untuk mengurangi miopia. Sumbu visual dari kornea resipien
ditandai dengan pena yang khusus untuk menandai kornea. Penanda
bertinta untuk keratotomi dapat digunakan untuk menandai kornea
perifer. Trephine yang paling umum digunakan adalah Barron Donor
Cornea Punch (Gambar 5.1) (Tan DT, 2012).Kornea pendonor dipotong
dari endotelium ke epitel. Kornea pada resipien dapat dipotong
dengan menggunakan berbagai trephines, seperti Hessburg-Barron
suction trephine (Gambar. 5.2), Hanna trephine, Castroviejo
trephine, dan sekarang dengan Laser Femtosecond. Hessburg-Barron
suction trephine terdiri dari pisau rakit melingkar yang memiliki
ruang untuk menempel pada jarum suntik seperti pegas. Eksisi pada
button kornea pendonor dapat dilakukan melalui trephination diikuti
dengan masuknya pengontrol ke ruang anterior menggunakan pisau
Beaver No. 75, atau melalui trephination lanjutan yang dihentikan
segera setelah terdapat cairan pada bola mata yang masuk ke ruang
anterior. Button pada resipien kemudian dipotong menggunakan tang
dan gunting kornea (Gambar. 5.3). Tepi tempat tidur resipien dibuat
tegak lurus agar posisi pencangkokan tetap optimal (Tan DT, 2012).
Jika pasien membutuhkan ekstraksi katarak bersamaan dengan
trasnplantasi kornea, atau vitrektomi anterior dan penempatan lensa
intraokular (IOL) yang baru, dapat dilakukan sebelum tehnik
trephination apabila visualisasi memungkinkan. Karena dalam banyak
kasus kornea patologis dapat menghalangi visualisasi yang baik.
Untuk menghasilkan visualisasi yang baik maka dilakukan operasi
tersebut setelah trephination (Gambar 5.4). Viskoelastik dapat
ditempatkan di ruang anterior resipien dan button pada pendonor.
Kemudian resipien ditempatkan diatas tempat tidur dan dijahit di
tempat dengan empat jahitan kardinal (Gambar. 5.5). Dalam
penempatan jahitan kardinal, distribusi jaringan sangat penting
untuk diperhatikan. Kedalaman jahitan 90% dari ketebalan kornea.
Jahitan yang tersisa merupakan kombinasi jahitan terputus (Gambar.
5.6). Jahitan terputus cocok untuk kornea yang terdapat
vaskularisasi atau kornea yang tipis untuk mengendalikan
astigmatisme. Membuat jahitan memiliki keuntungan cepat dalam
penempatan kornea, distribusi tekanan darah secara baik, dan proses
penyembuhan. Sebelum penempatan jahitan akhir, bahan viskoelastik
di ruang anterior sebaiknya dilepas. Jahitan dapat disesuaikan
dengan menggunakan keratoskop. Ketika penjahitan selesai, semua
jahitan diputar sedemikian rupa sehingga simpul dapat diposisikan
stroma sehingga keamanan luka dapat diminimalkan (Tan DT,
2012).
Gambar 5. Tehnik pada Penetrating Keratoplasty (1) Barron Donor
Cornea Punch digunakan untuk menggunting jaringan kornea dari tepi
endotel (2) Penggunaan trephine Hessburg-Barron untuk memotong
kornea resipien (3) Eksisi pada button kornea dengan menggunakan
pisau (4 a,b,c) Penggantian lensa intraokular ruang anterior (5)
Meletakkan button kornea pendonor pada posisi kornea resipien yang
telah ditandai (6) Menjahit transplantasi kornea dengan menggunakan
benang nylon(Tan DT, 2012)
1. Lamellar Keratoplasty (LK)Pembedahan atau Pemotongan Lapisan
Lamelar Kornea ResipienUntuk permulaan, hendaknya bola mata
resipien distabilkan dengan jahitan tali kokoh melewati bawah pada
bagian kedua otot rektus superior dan inferior. Trephine digunakan
dengan lembut untuk menandai tingkat pencangkokan yang diperlukan.
Tehnik trephination kemudian dilakukan sampai kedalaman yang
diinginkan dari pemotongan yang ingin dicapai (Gambar. 6.1). Sebuah
pisau digunakan untuk memperpanjang bidang pembedahan sepanjang
seluruh jaringan kornea resipien sampai pembedahan jaringan
tersebut selesai. Tujuannya adalah untuk menciptakan daerah
penempatan jaringan pendonor pada resipien dengan tepi yang halus
(Gambar. 6.2). Jika dalam tehnik pembedahan ini bola mata mengalami
perforasi, prosedur ini sebaiknya diubah ke tehnik PK (Tan DT,
2012). Dalam tehnik baru pada LK, Deep Anterior Lamellar
Keratoplasty (DALK) dapat menggunakan gelembung udara yang
digunakan untuk memfasilitasi pembedahan lapisan lamelar anterior.
Dalam DALK, cairan atau aquous pertama yang keluar ditukar dengan
udara, menciptakan permukaan udara pada endotel yang berguna untuk
untuk visualisasi. Lapisan lamelar anterior dilakukan tehnik
trephination dan diikuti dengan pemotongan membran Descemet serta
lapisan endotelium dari stroma kornea menggunakan tehnik
big-bubble. Viskoelastik juga mungkin disuntikkan dalam ruang yang
sama untuk memfasilitasi pemisahan lapisan akhir. Lapisan stroma
yang terdalam dipotong dan button pada kornea pendonor ditempatkan
setelah penghapusan membran Descemet dan lapisan endotel, dengan
cara dijahit menggunakan 10-0 nilon (Tan DT, 2012).Persiapan
DonorKriteria untuk jaringan donor pada tehnik ALK tidak terlalu
ketat seperti pada tehnik PK, karena endothelium pada pendonor
tidak digunakan. Sebaliknya, PLK membutuhkan setidaknya kriteria
yang sama pada jaringan kornea pendonor seperti dalam tehnik PK.
Dalam tehnik ALK, seluruh bagian mata pendonor yang segar atau yang
dibekukan atau korneoskleral pada pendonor serta bilik anterior
buatan dapat digunakan untuk model jaringan yang akan didonorkan
pada tehnik tersebut. Ketika dilakukan secara manual, sayatan
dibuat hanya bagian dalam limbus pada kornea pendonor untuk
mencapai kedalaman pembedahan yang diinginkan. Sebuah alat pemotong
Martinez atau spatula cyclodialysis digunakan untuk memperpanjang
bidang pembedahan sampai bagian dalam stroma kornea dan menambalnya
dengan jaringan kornea pada pendonor (Gambar. 6.3). Jaringan
tersebut ditambal dan dijahit dalam bentuk melingkar, anular, atau
bentuk lainnya, tergantung pada kebutuhan pasien (Gambar 6.4).
Kornea dan sklera keduanya dapat digunakan. Biasanya, jaringan
donor akan sedikit besar ukurannya (0,25-0,5 mm) dibandingkan
dengan bidang pemotongan pada jaringan kornea resipien (Tan DT,
2012).Penjahitan Lapisan Lamelar Pendonor pada Jaringan
ResipienDalam ALK tepi jaringan kornea resipien yang sudha dipotong
harus dirusak untuk membuat alur horizontal dengan menggunakan
pisau Paufique. Lamelar pendonor ditempatkan di tempat donor pada
jaringan resipien yang sudah disiapkan dan di jahit dengan jahitan
terputus menggunakan 10-0 nilon (Gambar. 6.5). Kedalaman jahitan
sekitar 90% dari kedalaman stroma kornea. Tepi jaringan pendonor
seharusnya tidak naik ke bagian tepi anterior pada jaringan
resipien. Penyelesaiannya dapat pula dengan cara jaringan pada
pendonor dan resipien sama-sama dipotong dengan laser femtosecond,
lalu jaringan donor ditempatkan tanpa jahitan di pada tempat yang
telah disediakan pada kornea resipien. Hanya lensa kontak perban
digunakan dalam banyak kasus (Tan DT, 2012).
Gambar 6. Tehnik pada Lamellar Keratoplasty (1) Tehnik
trephanation sesuai dengan kedalam yang diinginkan pada lapisan
kornea resipien (2) Memotong jaringan kornea resipien yang
patologis (hanya bagian yang sakit saja yang dipotong atau
dihapuskan) (3) Spatula cyclodialysis digunakan untuk memperpanjang
bidang pembedahan sampai bagian dalam stroma kornea (4) Meletakkan
jaringan kornea pendonor pada mata resipien dengan menggunakan
trephine (5) Jaringan donor dijahit pada mata resipien dengan
jahitan terputus menggunakan 10-0 nylon(Tan DT, 2012)2.2.8.
Perawatan Pascaoperasi KeratoplastiBeberapa prinsip dasar yang
harus diperhatikan dalam melakukan perawatan pascakeratoplasti,
yaitu (Galvarry, 2008):1. Manajemen pada sisa infeksi dan
pencegahan infeksi berulangTerapi keratoplasti sering memberikan
dampak infeksi setelah bedah eksisi. Terapi antiinfeksi harus
dipertahankan sampai epitel kornea dinyatakan sembuh. Durasi
pengobatan tergantung pada tingkat keparahan infeksi dan organisme
penyebab. Secara umum, semakin oportunistik infeksi, infeksi yang
disebabkan oleh jamur, yang paling resisten terhadap terapi,
semakin sangat memerlukan pengobatan paskaoperasi jangka panjang
dengan antimikroba untuk mencegah infeksi berulang ulang.1.
Meningkatkan reepitelisasi pada jaringan kornea dan pada
penyembuhan luka.Hindari pengobatan pada kornea secara berlebihan
untuk durasi waktu yang panjang dengan menggunakan obat toksik,
seperti antibiotik yang diperkaya, amfoterisin B, dan antivirus.1.
Kontrol inflamasi dengan kortikosteroidPenggunaan kortikosteroid
topikal untuk organisme yang menyebabkan infeksi merupakan
manajemen yang sering dilakukan oleh ahli bedah sebagai terapi
pascakeratoplasti. Infeksi kornea yang disebabkan oleh bakteri
biasanya responsif terhadap antibiotik. Oleh karena itu, penggunaan
bersama kortikosteroid dibenarkan dalam mata yang meradang. Ketika
mata telah diperlakukan secara ekstensif dan debridement yang lebar
telah dilakukan, kortikosteroid dapat digunakan dengan aman. Untuk
peradangan yang cukup parah, penggunaan kortikosteroid sistemik
harus dipertimbangkan.1. Mengontrol perkembangan tekanan
intraokular pasien Glaukoma muncul pada sekitar 50% kasus
pascakeratoplasti. Setelah terapi keratoplasti, pasien biasanya
mengalami sinekia anterior, iritis, dan trabekulitis, yang
selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.
Pupil harus dilebarkan dengan obat tetes mata Cyclopentolate 1%
untuk mengurangi kekejangan pada otot siliaris, mencegah penutupan
pada pupul, dan mengurangi sinekia anterio perifer. 2.2.9.
Komplikasi KeratoplastiTerdapat beberapa komplikasi yang terkait
dengan pelaksanaan keratoplasti. Hal ini dapat diklasifikasikan
sesuai waktu pelaksanaan, yaitu: intraoperatif, periode awal
pascaoperasi, dan periode akhir pascaoperasi (Vail A, 2011).1.
Komplikasi Intraoperatif1. Infeksi terkait jahitanMasalah jahitan
merupakan faktor predisposisi yang paling penting pada infeksi
cangkokan. Jahitan yang longgar dan rusak, serta keberadaan musin
bertindak sebagai sarang serangga untuk invasi mikroba dan
proliferasi yang dapat menyebabkan infeksi cangkokan. Jahitan
kontinyu memiliki kesempatan lebih tinggi untuk terjadinya infeksi
dibandingkan dengan jahitan terputus. Tidak seperti jahitan
kontinyu, jahitan terputus dapat dengan mudah dan selektif diangkat
jika terdapat masalah terkait jahitan atau pada tanda pertama dari
infeksi terkait jahitan. Infeksi terkait jahitan mungkin dikaitkan
dengan keratitis menular pada 14-60% kasus. Abses akibat jahitan
telah dilaporkan pada 2-3,3% kasus keratoplasti. Pasien dengan
diabetes melitus dilaporkan memiliki kesempatan lebih tinggi
terkena infeksi pada cangkokan. Di negara berkembang, infeksi
terkait jahitan dikaitkan dengan status sosial ekonomi rendah
pasien (Christo, 2009).
Gambar 7. Masalah terkait jahitan yang menyebabkan
infeksi(Christo, 2009)1. Komplikasi Pascaoperatif Periode Awal
(Early Complication)1. Kecacatan epitel kornea persistenPencegahan
kecacatan epitel harus ditangani sebelum operasi. Kondisi seperti
dry eye, blepharitis, trikiasis, ektropion, entropion, atau
malposisi pada penutupan mata harus diperbaiki sebelum melakukan
keratoplasti. Faktor dari donor pada praoperasi meningkatkan risiko
untuk terbentuknya kecacatan epitel pascaoperasi hari pertama.
Gambar 8. Komplikasi pascakeratoplasti berupa kecacatan epitel
kornea persisten (a) Sebelum dilakukan pewarnaan dengan fluorescein
(b) Sesudah dilakukan pewarnaan fluorescein terlihat komplikasi
tersebut pascakeratoplasti(Vail A, 2011)
1. Infeksi terkait jahitan (keratitis)Bakteri Gram-positif
adalah organisme yang paling umum terlibat dalam infeksi terkait
jahitan pada pasien pascakeratoplasti, tetapi bakteri Gram-negatif
atau jamur juga mungkin menjadi penyebab infeksi ini. Kerokan
kornea untuk pewarnaan Gram dan kultur juga harus dilakukan saat
ini untuk membantu mengidentifikasi organisme penyebab. Pasien
harus diberikan antibiotik spektrum luas seperti ciprofloxacin,
cefazolin, atau gentamisin sampai hasil kultur dan sensitivitas
antibiotik diketahui. Penggunaan topikal kortikosteroid harus
dihentikan sementara pada awal tahap pengobatan. Setelah infeksi
dapat dikendalikan, kortikosteroid topikal dapat digunakan kembali
dengan hati-hati.2.3. Keratitis sebagai Komplikasi
Keratoplasti2.3.1. Definisi KeratitisKeratitis adalah peradangan
pada salah satu dari kelima lapisan kornea. Peradangan tersebut
dapat terjadi pada bagian epitel, membran Bowman, stroma, membran
Descemet, ataupun endotel. Peradangan juga dapat melibatkan lebih
dari satu lapisan kornea. Pola keratitis dapat dibagi menurut
distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk. Berdasarkan
distribusinya, keratitis dibagi menjadi keratitis difus, fokal,
atau multifokal. Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi menjadi
epitelial, subepitelialm stromal, atau endotelial. Lokasi keratitis
dapat berada di bagian sentral atau perifer kornea, sedangkan
berdasarkan bentuknya terdapat keratitis dendritik, disciform, dan
bentuk lainnya (Bower, 2011).Keratitis mikrobial atau infektif
disebabkan oleh proliferasi mikroorganisme, yaitu bakteri, jamur,
virus dan parasit, yang menimbulkan inflamasi dan destruksi
jaringan kornea. Kondisi ini sangat mengancam pengelihatan dan
merupakan kegawatdaruratan di bidang oftalmologi. Pada satu
penelitian, keratitis merupakan penyebab kedua terbanyak (24,5%)
untuk tindakan keratoplasti setelah edema kornea (24,8%).
Membedakan etiologi keratitis infektif sulit dilakukan secara
klinis dan membutuhkan pemeriksaan diagnosis penunjang (Bower,
2011).2.3.2. Etiologi KeratitisBanyak jenis patogen telah terlibat
dalam menyebabkan keratitis mikroba setelah transplantasi kornea.
Beberapa mikroba yang mendominasi yang terlibat dalam keratitis
mikroba antara lain Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus
aureus diikuti pula oleh bakteri gram negatif dan beberapa jamur.
Namun, dalam banyak kasus, organisme yang biasanya tidak dianggap
patogen dapat menjadi oportunistik dalam kondisi tertentu pada
mata. Lamensdorf dan rekannya melaporkan pengalaman yang sangat
berbeda dengan organisme yang bertanggung jawab menyebabkan
keratitis mikroba. Dalam laporan mereka, sebagian besar patogen
umumnya adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus,
dan Candida albicans (Wagoner, 2007). Secara keseluruhan, infeksi
jamur telah didokumentasikan dalam 6% sampai 36% dari kasus
keratitis mikroba setelah keratoplasti. Berbeda dengan seri
sebelumnya, Tavakkoli dan Gula melaporkan Pseudomonas aeruginosa,
Serratia marcescens, Staphylococcus koagulasi negatif, dan
Staphylococcus aureus adalah organisme yang dominan menyebabkan
keratitis pascakeratoplasti (Fong, 2010).2.3.3.PatofisiologiMata
yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai pertahanan
imunologik yang alamiah. Pada proses peradangan, mula-mula pembuluh
darah mengalami dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum dan
elemen darah yang meningkat sehingga masuk ke dalam ruang
ekstraseluler. Elemen-elemen darah seperti makrofag, leukosit
polimorf nuklear, limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin pada
permukaan jaringan yang utuh membentuk garis pertahanan yang
pertama. Karena tidak mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea
dimodifikasi oleh pengenalan antigen yang lemah. Keadaan ini dapat
berubah jika pada kornea terjadi vaskularisasi. Rangsangan untuk
vaskularisasi timbul oleh adanya jaringan nekrosis yang dapat
dipengaruhi oleh adanya toksin, enzim protease atau reaksi
mikroorganisme. Secara normal kornea yang avaskuler tidak mempunyai
pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi terjadi juga pertumbuhan
pembuluh limfe dilapisi sel (American Academy of Ophthalmology,
2011).Reaksi imunologik di kornea dan konjungtiva kadang-kadang
disertai dengan kegiatan imunologik dalam nodus limfe yang masuk
melewati limbus (kornea perifer) dan sklera yang letaknya
berdekatan dapat ikut terkait dalam sindrom iskemik kornea perifer,
suatu kelainan yang jarang terjadi, tetapi merupakan kelainan yang
serius. Patofisiologi keadaan ini tidak jelas, Antigen cenderung
ditahan oleh komponen polisakarida di membrana basalis. Dengan
demikian antigen dilepas dari kornea yang avaskuler, dan dalam
waktu lama akan menghasilkan akumulasi sel-sel yang memiliki
kompetensi imunologik di limbus. Sel-sel ini bergerak ke arah
sumber antigen di kornea dan dapat menimbulkan reaksi imun di tepi
kornea. Sindrom iskemik ini dapat dimulai oleh berbagai stimuli.
Pada proses imunologik secara histologik terdapat sel plasma,
terutama di konjungtiva yang berdekatan dengan ulkus. Penemuan sel
plasma merupakan petunjuk adanya proses imunologik. Pada keratitis
kronik yang disebabkan oleh virus herpes zoster dan disertai dengan
neo-vaskularisasi akan timbul limfosit yang sensitif terhadap
jaringan kornea (American Academy of Ophthalmology, 2011).2.3.4.
Faktor Predisposisi Keratitis PascakeratoplastiBeberapa faktor yang
memperngaruhi keratitis sebagai komplikasi dari pelaksanaan
keratoplasti atau transplantasi kornea antara lain (Jafarinasab,
2012) (Shi, 2010):1. Pra-operatif (sebelum pembedahan):1. Bahan
donor yang terkontaminasi dengan lingkungan luar yang kurang
higienis1. Sistem imun dari penerima donor yang menurun atau kurang
baik1. Persiapan operasi yang tidak steril1. Pelaksanaan
keratoplasti pada fase akut yang sangat beresiko menimbulkan banyak
komplikasi1. Penggunaan steroid atau imunosupresan pada saat
praoperasi diduga pula dapat menyebabkan infeksi pada kornea pasca
operasi. Selain itu, dikatakan bahwa penggunaan steroid dapat
meningkatkan tingkat keparahan penyakit dan tingkat kekambuhan pada
mata dengan pengobatan menggunakan steroid pada praoperasi.1.
Intraoperatif (pada saat dilakukan pembedahan):1. Terdapat infeksi
intraoperatif atau infeksi nosokomial oleh mikroorganisme 1.
Pelaksanaan pembedahan yang kurang steril (baik dari pihak dokter,
perawat, maupun sterilisasi yang kurang pada alat bedah dan kornea
pada pasien yang akan dibedah) sehingga mikroorganisme dapat
menyerang bagian kornea1. Pasca-operatif (setelah pembedahan):1.
Kecacatan epitel dari kornea atau gangguan pada permukaan kornea
dan konjungtiva 1. Trauma yang mengenai mata pascaoperatif1.
Masalah pada jahitan (rusak atau longgar) menjadi media kolonisasi
mikroorganisme yang akhirnya memprovokatori mikroorganisme tersebut
untuk merusak lapisan kornea1. Penerapan kortikosteroid topikal dan
penggunaan antibiotik berspektrum luas yang dapat mengubah flora
normal pada mata sehingga memungkinkan mikroorganisme lain untuk
tumbuh1. Adanya resistensi terhadap penggunaan antibiotik atau
antijamur1. Kurangnya asupan nutrisi (terutama pada vitamin A yang
baik untuk mata)1. Terdapat penurunan sistem imun akibat penggunaan
kortikosteroid yang berlebihan1. Adanya perluasan perlukaan yang
diakibatkan oleh insisi pembedahan yang terlalu dalam sehingga
mikroorganisme, seperti jamur, dapat menembus ke dalam lapisan
kornea atau ruang anterior dalam waktu singkat.2.3.5.Jenis
Keratitis Pascakeratoplasti1. Keratitis BakteriKeratitis bakterial
jarang terjadi pada mata normal yang menyebabkan terjadinya
mekanisme pertahanan alami kornea terhadap infeksi. Faktor
predisposisi yang umum terjadi adalah penggunaan lensa kontak,
trauma, riwayat operasi kornea, kelainan permukaan bola mata,
penyakit sistemik dan imunosupresi (Sutphin, 2008).1. Epidemiologi
Keratitis Bakteri PascakeratoplastiInsiden keratitis bakterial
pascakeratoplasti di negara berkembang bahkan lebih tinggi, dengan
perkiraan insiden antara 100 sampai 800 per 100.000 orang per
tahun. Sejumlah bakteri organisme dapat menyebabkan keratitis
menular pascakeratoplasti. Staphylococcus sp. merupakan spesies
yang paling sering terlihat di Kanada dan Amerika Serikat bagian
timur, infeksi Pseudomonas lebih umum di Amerika Serikat bagian
selatan. Streptococcus pneumoniae pernah menjadi bakteri yang
paling patogen diisolasi dari keratitis bakteri. Kejadian relatif
infeksi Pseudomonas dan Staphylococcus mengalami peningkatan.
Infeksi kornea pascakeratoplasti juga terjadi pada pasien dengan
penurunan sistem imun pada beberapa kasus, diantaranya seperti
penyalahgunaan alkohol, kekurangan gizi, atau diabetes sering
dikaitkan dengan Moraxella. Di negara berkembang, infeksi kornea
pascakeratoplasti oleh Streptococcus tetap yang paling umum,
diikuti oleh bakteri Staphylococcus dan Pseudomonas (Jeng, 2010)
(Dart, 2008). 1. Etiologi Keratitis Bakteri
PascakeratoplastiBeberapa bakteri, termasuk Neisseria gonorrhoeae,
Neisseria meningitidis, Corynebacterium diphtheriae, dan
Haemophylus influenzae mampu menembus epitel kornea yang masih
normal, biasanya berkaitan dengan konjungtivitis yang cukup parah.
Penting untuk diingat bahwa Infeksi mungkin dapat berupa
polymicrobial atau didapatkan beberapa bakteri sebagai patogen,
termasuk infeksi jamur. Jenis bakteri yang paling umum adalah
sebagai berikut (Keenan, 2009) (Fleiszig, 2008): Pseudomonas
aeruginosa yang merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk
bacillus atau batang yang biasanya berasal dari saluran
gastrointestinal. Bakteri ini mudah melekat pada epitel yang rusak
sehingga infeksi terjadi sangat cepat. Hal ini dikarenakan bakteri
tersebut menghasilkan enzim yang dapat merusak epitel kornea
seperti enzim protease, lipase, elastase, dan eksotoksin yang dapat
mengakibatkan ulserasi sampai nekrosis yang menghasilkan warna
pekat. Ulserasi dapat meluas hingga ke perifer dan dalam waktu yang
singkat dapat melibatkan seluruh kornea. Epitel kornea pada bagian
perifer yang berubah dari infeksi menjadi ulkus primer biasanya
berubah penampilannya menjadi abu-abu dan akan berubah lagi menjadi
lendir berwarna kuning kehijauan. Keratitis yang mengalami
perluasan dapat menyerang sampai ke limbus dan menghasilkan
skleritis yang menular.
Gambar 9. Keratitis bakteri Pseudomonas aeruginosa (Fleiszig,
2008)
Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri gram positif dan
biasanya berasal dari organ hidung, kulit dan konjungtiva.
Keratitis akibat bakteri ini biasanya terlihat berwarna putih atau
kekuningan. Bakteri ini cenderung muncul secara tunggal atau
berpasangan berwarna krem atau abu-abu putih menyusup melalui
epitel yang rusak di atasnya. Kadang-kadang beberapa abses dapat
berkembang dan menyerupai lesi satelit jamur. Staphylococcus aureus
cenderung menyebabkan infiltrasi yang lebih parah sampai
menyebabkan nekrosis daripada bakteri Staphylococcus epidermidis.
Seiring waktu keratitis yang disebabkan oleh bakteri ini dapat
berkembang sampai stroma dan menyebabkan perforasi hingga nekrosis.
Dapat terlihat pula hypopion dan plak pada endotel yang
terkena.
Gambar 10. Defek stroma dan hypopion pada keratitis bakteri
Staphylococcus (Fleiszig, 2008)
Streptococcus pyogenes dan Streptococcus pneumonia.
Streptococcus pyogenes merupakan bakteri gram positif yang berasal
dari organ tenggorokan dan vagina. Sedangkan Streptococcus
pneumoniae (pneumokokus) merupakan bakteri gram positif yang
berasal dari saluran pernapasan bagian atas. Infeksi pneumokokus
dapat dengan mudah menyebar serta menghasilkan abses stroma yang
mendalam, deposisi fibrin, pembentukan plak, reaksi ruang anterior
yang sangat parah, hypopion, dan sinekia iris. Nekrosis sering
terjadi pada jaringan kornea. Keratitis yang tidak diobati sering
menyebabkan perforasi pada lapisan kornea. Infeksi Streptococcus
pyogenes terjadi lebih jarang namun memiliki gambaran klinis serup.
Terapi kortikosteroid jangka panjang diperkirakan memainkan peran
dalam patogenesis pada keratitis bakteri ini.
Gambar 11. Infiltrasi Streptococcus pada kornea bagian sentral
(Fleiszig, 2008)
1. Patogenesis Keratitis BakteriEpitel kornea dan membran Bowman
bagian bawah merupakan batas masuknya organisme ke dalam stroma
kornea, kecuali apabila barrier tersebut mengalami kerusakan akibat
trauma. Beberapa organisme yang muncul dan masuk kedalam kornea
dalam keadaan tidak adanya trauma merusak barrier tersebut dengan
menggunakan enzim proteolitik atau racun lalu melisiskan penghalang
jaringan pada lapisan kornea. Adanya migrasi leukosit yang masuk ke
dalam limbus ke kornea yang terinfeksi akan menambah destruksi pada
jaringan (Butcko, 2007).Pada penjelasan lain, dikatakan bahwa
permukaan kornea biasanya dilindungi dengan baik oleh berbagai
mekanisme. Kelopak mata dan bulu mata membentuk penghalang fisik
untuk materi luar, dan refleks berkedip menyapu benda asing yang
akan terjebak dalam air mata. Sebuah garis pertahanan kedua adalah
film air mata, yang berisi bermacam-macam antimikroba dan
anti-inflamasi faktor, seperti laktoferin, lisozim, beta-lisin, air
mata-spesifik albumin, dan immunoglobulin A (IgA). Akhirnya,
sel-sel epitel kornea dan konjungtiva memberikan penghalang melalui
pertahanan ketat, molekul yang penting bagi mereka untuk sistem
kekebalan (misalnya: reseptor), dan menghasilkan berbagai
antimikroba peptida. Konjungtiva memberikan perlindungan tambahan
dari infeksi. Konjungtiva tersebut mengandung sel mast yang ketika
diaktifkan, menyebabkan pembuluh darah dilatasi dan meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah, yang mengakibatkan produksi dari
transudat antimikroba. Konjungtiva juga berisi limfoid yang terdiri
dari nodul limfosit yang bertanggung jawab untuk pertahanan lokal
dari antigen. Sel plasma, makrofag, dan berbagai sel T juga hadir,
serta IgG, IgA, dan IgM, yang dibawa oleh pembuluh darah
konjungtiva. Dalam sebagian besar kasus keratitis bakteri,
setidaknya salah satu faktor risiko yang merupakan penyebab
terganggunya mekanisme pertahanan dapat diidentifikasi. Kelainan
menutup pada mata seperti entropion atau ektropion, paparan
permukaan kornea, atau trichiasis dapat menyebabkan kerusakan
epitel kornea pelindung. Produksi air mata yang buruk dapat
menyebabkan pengurangan antimikroba komponen air mata dan
pengeringan epitel dan kerusakan. Masalah epitel seperti keratopati
bulosa, toksisitas obat, dan penyakit infeksi herpes sebelumnya
dapat memungkinkan invasi dari mikroba. Penurunan sistem imun lokal
dapat pula menyebabkan keratitis bakteri. Hal ini paling sering
disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid topikal yang menyebabkan
imunosupresi. Selain itu, keganasan, kekurangan gizi, atau luka
bakar yang luas juga dapat menyebabkan hal itu, meskipun gangguan
kontinuitas epitel adalah yang paling umum yang memungkinkan
pembentukan infeksi kornea (Sutphin, 2008).1. Gejala Klinis dan
Faktor Resiko Keratitis Bakteri PascakeratoplastiTanda dan gejala
klinis keratitis bakterial bergantung kepada virulensi organisme
dan durasi infeksi. Gejala klinis berupa (Bower,2011) (Butcko,
2007): Tanda utama adalah infiltrasi epitel atau stroma yang
terlokalisir ataupun difus. Terdapat defek epitel di atas infiltrat
stromal nekrotik yang berwarna putih-keabuan Terdapat kecacatan
epitel terkait dengan infiltrasi yang lebih besar dan dapat meluas
Edema atau abses pada stroma, lipatan membran Descemet, dan uvea di
bawah epitel yang intak Edema atau pembengkakan pada konjungtiva
dan kelopak mata pada kasus berat Infiltrasi yang berkembang sangat
cepat ditandai dengan meluasnya hypopion Ulserasi berat dapat
menyebabkan pembentukan descemetocele (apabila proses proteinase
menyebabkan stromal-melting dan mengakibatkan membran Descement
menonjol) dan perforasi, khususnya pada infeksi Pseudomonas
aueruginosa Ulserasi kornea dapat berlanjut menjadi
neovaskularisasi Endophthalmitis jarang terjadi bila tidak adanya
perforasi pada lapisan kornea Jaringan parut, vaskularisasi, dan
kekeruhan Rasa nyeri, fotopobia, mata merah, dan mengeluarkan
kotoran Pengelihatan buram atau kurang jelas
Gambar 12. Gejala klinis keratitis bakteri (a) Hypopion (b)
Perforasi pada kornea(Fleiszig, 2008)
Faktor resiko yang menyebabkan keratitis bakteri, antara lain
(Dart, 2008): Pemakaian lensa kontak terutama jika pemakaiannya
dalam jangka waktu panjang. Hal ini merupakan faktor resiko yang
sangat sering terjadi Epitel kornea yang mengalami hipoksia dan
trauma minor dianggap penting karena dapat menyebabkan masuknya
bakteri ke dalam permukaan mata. Infeksi dapat terjadi pada faktor
kebersihan lensa yang buruk tetapi juga dapat terjadi bahkan pada
perawatan lensa kontak yang teliti Trauma bedah (terutama LASIK),
telah dikaitkan dengan infeksi bakteri, termasuk oleh atypical
mycobacteria Faktor-faktor lain termasuk obat imunosupresi lokal
atau sistemik, penyakit diabetes mellitus, dan kekurangan asupan
vitamin A.1. Diagnosis dan Diagnosis Banding untuk Etiologi
Keratitis Bakteri PascakeratoplastiDiagnosis pada infeksi keratitis
didasarkan terutama pada gejala klinis dan pemeriksaan fisik,
tetapi konfirmasi penyebab infeksi tersebut dapat diidentifikasi
dari kerokan atau usapan kornea lalu diteliti pada laboratorium
(Butcko, 2007). Kerokan kornea, dimulai dengan memberhentikan
pemakaian antibiotik kurang lebih 12 jam sebelum dilakukannya
kerokan. Anestesi dilakukan dengan menggunakan proxymetacaine 0,5%.
Kerokan diambil baik dengan pisau bedah sekali pakai, dengan ujung
bengkok berdiameter lebih besar dari jarum suntik, atau menggunakan
spatula steril. Cara termudah melakukan kerokan tanpa merusak
permukaan gel dengan menggunakan spatula. Jika spatula steril tidak
tersedia, untuk setiap sampel tunggal harus disterilkan oleh api
dengan cara diusapkan pada goresan di object glass. Perlu hati-hati
dalam menghapus lendir dan jaringan nekrotik dari permukaan ulkus.
Swab konjungtiva mungkin bermanfaat untuk menggores kornea,
terutama pada kasus yang berat. Untuk kasus keratitis akibat lensa
kontak, botol larutan atau lensa kontak itu sendiri harus
dikirimkan ke laboratorium untuk diidentifikasi penyebab
infeksinya. Pewarnaan gram, digunakan untuk membedakan spesies
bakteri menjadi Gram-positif dan Gram-negatif berdasarkan kemampuan
pewarna (crystal violet) untuk menembus dinding sel. Bakteri yang
mengambil atau menyerap kristal violet merupakan bakteri
Gram-positif dan yang tidak menampilkan warna atau tidak menyerap
warna merupakan bakteri Gram-negatif. Media harus disimpan pada
ruangan dengan suhu kamar sebelum dikirim ke laboratorium.
MediaBakteri SpesifikKeterangan
Media Agar DarahBakter dan jamur, kecuali Neisseria sp.,
Haemophilus sp., dan Moraxella
5-10% menggunakan darah kuda dan domba
Media Agar CoklatBakteri pilihan, khususnya Haemophilus
influenza, Moraxella, dan Neisseria sp. Media agar darah dimana
sel-sel telah mengalami pemanasan, tidak mengandung coklat
Media Agar SabouraudSpesies jamur Ph rendah dengan menggunakan
antibiotik (mis: kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan
bakteri
Media Agar Non-nutrien dengan bakteri E. coliAcanthamoebaE. coli
merupakan makanan bagi Acanthamoeba
Media Lwenstein-JensenMycobacteria dan Nocardia Berisi berbagai
nutrisi beserta inhibitor pertumbuhan bakteri
Kaldu daging yang dimasakBakteri anaerob (mis: Propionibacterium
acnes)Dikembangkan dari Perang Dunia I untuk pertumbuhan
mikroorganisme anaerob
Tabel 1. Media kultur pada sediaan kerokan kornea(Butcko,
2007)
Laporan Sensitivitas dikirim kurang lebih 1 atau 2 hari, 7 hari
hingga mencapai 2 minggu. Ketika menentukan tes sensitifitas obat
untuk mikroorganisme yang terisolasi, hasilnya dapat dilaporkan
sebagai berikut: Suspectible, menunjukkan bahwa mikroorganisme
sensitif terhadap dosis normal antimikroba Intermediate,
menunjukkan bahwa mikroorganisme mungkin peka terhadap dosis tinggi
antimikroba. Resistant, berarti bahwa mikroorganisme tidak sensitif
terhadap antimikroba pada dosis yang diujikan.
Gambar 13. Diagnosis keratitis bakteri (a) Kerokan Kornea (b)
Media kultur yang digunakan untuk pemeriksaan (c) Gambaran
mikroskopis bakteri gram positif (S. aureus) (d) Gambaran
mikroskopis bakteri gram negatif (P. aeruginosa) (e) Pertumbuhan
bakteri S. aureus pada Media Agar Darah (f) Pertumbuhan N.
gonorhoeae pada Media Agar Coklat(Butcko, 2007)
Adapun diagnosis banding untuk keratitis bakteri antara
lain:Infeksi Non-infeksi
Infeksi bakteriKerusakan epitel kronis
Infeksi jamurPenyakit autoimun (mis: Rheumatoid arthritis)
Infeksi parasit (mis: Acanthamoeba, Microsporidiosis, dan
Onchocerciasis)Infiltrasi akibat lensa kontak
Infeksi virus (mis: Herpes simplex virus, Varicella zoster
virus, Epstein-Barr virus, Measles, dan Mumps)Keratokonjungtivitis
vernal
Infeksi sifilisToksisitas akibat obat-obatan
Pelaksanaan anastesi
Xeropthalmia
Keratomalasia
Tabel 2. Diagnosis banding keratitis bakteri(Butcko, 2007)
1. Pengobatan Keratitis Bakteri PascakeratoplastiKeputusan dalam
pengobatan hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut, diantaranya:
pengobatan intensif mungkin tidak diperlukan untuk infiltrat yang
kecil yang secara klinis masih steril dan mungkin masih dapat
diobati dengan antibiotik atau steroid topikal dosis rendah dalam
frekuensi yang singkat, penghentian sementara pada pemakaian lensa
kontak dalam masa pemulihan, bakteri penyebabtidak dapat
diidentifikasi dengan hanya melihat penampilan dari infeksi atau
ulkus pada kornea saja, dan pengobatan empiris spektrum luas dapat
dimulai sebelum hasil laboratoium keluar (Cohen, 2009).Terapi
Lokal:Terapi topikal terdiri dari antibiotik spektrum luas yang
meliputi pengobatan untuk bakteri yang paling umum. Awalnya
berangsur-angsur diberikan pada waktu siang dan malam selama 24-48
jam, dan kemudian dikurangi secara perlahan sesuai dengan gejala
klinis (Wagoner, 2007).1. Antibiotik monoterapi, memiliki
keuntungan yang lebih besar daripada multiterapi yaitu mengurangi
toksisitas obat agar lebih nyaman. Golongan fluorokuinolon yang
tersedia merupakan pilihan untuk monoterapi empiris dan merupakan
terapi yang efektif Ciprofloxacin atau ofloxacin digunakan di
beberapa negara di mana terdapat resistensi yang belum
teridentifikasi terhadap generasi sebelumnya yaitu fluorokuinolon.
Ciprofloxacin dikaitkan pula dengan endapan kornea yang berwarna
putih yang dapat menghambat penyembuhan pada epitel kornea
Moksifloksasin dan gatifloxacin adalah generasi baru dari
fluorokuinolon yang dapat diindikasikan dalam kasus-kasus resisten
terhadap obat generasi sebelumnya. Keduanya memiliki keefektifan
yang lebih baik terhadap bakteri Gram-positif. Selain itu,
moksifloksasin memiliki kemampuan untuk penetrasi ke ocular
superior.1. Antibiotik multiterapi mungkin lebih disukai sebagai
pengobatan empiris lini pertama, terutama pada penyakit yang aktif,
pada hasil gambaran mikroskop yang menunjukkan adanya bakteri
Streptococcus atau mikroorganisme tertentu yang dapat diobati
secara lebih efektif oleh rejimen yang disesuaikan. Multiterapi
biasanya melibatkan kombinasi dari dua antibiotik, yaitu
sefalosporin dan aminoglikosida, untuk melawan bakteri Gram-positif
dan Gram-negatif. Antibiotik ini tidak tersedia secara komersial
dan harus khusus dipersiapkan Masalah antibiotik biasanya terkait
dengan tingginya biaya, ketersediaan yang terbatas, risiko
kontaminasi, dan kebutuhan untuk pendinginan agar menjaga suhu
antibiotik tersebut.1. Antibiotik subkonjungtiva hanya
diindikasikan jika terdapat minimnya kepatuhan dalam menggunakan
antibiotik topikal1. Obat tetes mata yang berfungsi dalam midriasis
pupil (cyclopentolate 1%, 2% atau homatropin atropin 1%) digunakan
untuk mencegah pembentukan sinekia posterior dan untuk mengurangi
rasa sakit1. Steroid, para pendukung berpendapat bahwa steroid
mengurangi peradangan pada kornea, meningkatkan kenyamanan, dan
meminimalkan terbentuknya jaringan parut pada kornea. Namun, bukti
bahwa steroid dapat meningkatkan hasil visual akhir belum dapat
dipastikan. Steroid dapat menghambat epitelisasi dan harus segera
dihindari pemakaiannya jika terdapat penipisan yang signifikan atau
terhambatnya penyembuhan pada epitel kornea. Sediaan bervariasi
dari keefektifan minimal pada frekuensi rendah; untuk deksametason
0,1% setiap 2 jam, sediaan yang biasanya dipakai adalah prednisolon
0.5-1%. Penghentian dini penggunaan steroid dapat menyebabkan
kambuhnya peradangan.Antibiotik SistemikAntibiotik sistemik
Antibiotik sistemik biasanya tidak diberikan, tetapi mungkin
disesuaikan pemakaiannya dalam situasi berikut, diantaranya
(Wagoner, 2007):1. Potensi keterlibatan sistemik seperti: Infeksi
Neisseria meningitidis, di mana profilaksis awal sistemik mungkin
akan menyelamatkan nyawa. Pengobatannya dengan benzilpenisilin
intramuskular, ceftriaxone atau sefotaksim, atau dengan
ciprofloxacin oral. Infeksi Haemophylus influenzae harus ditangani
dengan amoksisilin oral dan asam klavulanat Infeksi Neisseria
gonorrhoeae memerlukan cefalosporin generasi ketiga seperti
ceftriaxone1. Menipis lapisan kornea dengan potensi terjadinya
perforasi Dapat diberikan obat ciprofloxacin sebagai antibakteri
Golongan tetrasiklin (misalnya doksisiklin 100 mg) sebagai
antikoagulasi1. Kemampuan sklera dalam menerima obat dalam bentuk
oral atau intravena.MikroorganismeAntibiotikKonsentrasi
Bakteri Gram-positif kokusCefuroxime
Vancomycin Teicoplanin
0,3%5%1%
Bakteri Gram-negatif batangGentamicin Fluoroquinolone
Ceftazidime1,5%0,3%5%
Bakteri Gram-negatif kokusFluoroquinoloneCeftriaxone 0,3%5%
MycobacteriaAmikacin Clarithromycin 2%1%
NocardiaAmikacin Trimethorim +Sulphamethoxazole2%1,6%8%
(Terapi Empiris)Fluoroquinolone (monoterapi)Cefuroxime
+Gentamicin(multiterapi)0,3%
5%1,5%
Tabel 3. Antibiotik untuk pengobatan keratitis bakteri(Wagoner,
2007)
Terapi Bedah Keratitis pascakeratoplasti yang tidak dapat
dimanajemen dengan terapi medikamentosa dan terapi lain dapat
dipertimbangkan untuk dilakukannya pengobatan bedah dengan
melakukan tehnik keratoplasti ulang. Pada kasus ini ahli bedah
hendaknya melakukan identifikasi terkait masalah keratitis pasien
agar dapat mengurangi komplikasi yang lebih luas pada keratoplasti
yang dilakukan kedua kalinya tersebut.1. Prognosis Keratitis
Bakteri Pasca KeratoplastiHasil visus pada keratitis bakteri
pascakeratoplasti sangat bervariasi. Pasien dengan visus yang buruk
pada diagnosis akan memiliki visus yang semakin buruk setelah
keratitis bakteri yang tidak diterapi hingga menjadi ulkus.
Infiltrat yang relatif kecil yang tidak melibatkan kornea bagian
sentral mungkin akan meninggalkan jaringan parut yang hanya
samar-samar dilihat pada pemeriksaan slit-lamp, ulserasi yang lebih
luas dan infiltrasi yang menybar dapat mengakibatkan jaringan paut
tidak teratur. Meskipun cenderung akan memudar seiring waktu,
jaringan parut yang tersisa dapat melemahkan pengelihatan. Bekas
luka yang lebih dalam membutuhkan tehnik bedah kornea dengan
Penetrating Keratoplasty atau Deep Anterior Lamellar Keratoplasty.
Peradangan kornea dapat menyebabkan neovaskularisasi dan dapat
dibantu dengan terapi kortikosteroid. Inflamasi pada mata juga
dapat menyebabkan pembentukan sinekia, peningkatan tekanan
intraokular, dan katarak (American Academy of Ophthalmology,
2011).2) Keratitis Mikotik atau Keratitis JamurKeratitis mikotik
merupakan istilah umum untuk infeksi kornea yang disebabkan oleh
berbagai macam jamur. Kondisi ini biasanya dimanifestasikan oleh
peradangan kornea yang parah, pembentukan ulkus kornea, dan
hypopion, dengan kehadiran hifa jamur dalam lapisan stroma kornea
(Tuft SJ, 2009). Keratitis jamur akibat dari pelaksanaan
tranplantasi kornea disebabkan oleh bahan donor yang terkontaminasi
atau infeksi intraoperatif dengan mikroba jamur. Infeksi tersebut
dapat juga berkembang pasca operasi karena faktor predisposisi
tertentu (Hedayati, 2007).1. Epidemiologi Keratitis Jamur
PascakeratoplastiDalam hal ini, keratitis mikotik pascakeratoplasti
bisa mencapai lebih dari 50% dari semua pasien dengan yang terbukti
terserang keratitis mikroba, terutama di lingkungan tropis dan
subtropis. Kondisi ini ternyata terjadi lebih sering di negara
berkembang (misalnya Cina dan India). Keratitis mikotik terkait
dengan memakai lensa kontak dapat juga meningkat. Sebuah
peningkatan yang signifikan secara statistik dalam frekuensi
relatif pada penderita keratitis mikotik selama bertahun-tahun
(1997-2007) tercatat di Mesir; kenaikan ini ditemukan berkorelasi
secara signifikan dengan kenaikan suhu minimum dan kelembaban
atmosfer maksimum di Kairo selama periode yang sama (Saad-Hussein,
2011).1. Etiologi Keratitis Jamur PascakeratoplastiSebagian besar
kasus keratitis jamur pascakereatoplasti disebabkan oleh Candida
sp. Agen penyebab lainnya adalah Cladosporium sp., Cryptococcus
sp., dan Aspergillus sp. Meskipun keratitis yang disebabkan oleh
Aspergillus telah dilaporkan, tidak adanya laporan tentang ulserasi
yang disebabkan oleh Aspergillus flavus pasca Deep Anterior
Lamellar Keratoplasty (DALK) (Tuft SJ, 2009). Jamur merupakan
kelompok mikroorganisme yang memiliki dinding yang kaku dan inti
yang berbeda dengan beberapa kromosom yang mengandung baik DNA dan
RNA. Keratitis jamur pasca keratoplasti sangat langka pada
negara-negara beriklim tetapi merupakan penyebab utama kebutaan di
negara-negara tropis dan negara berkembang. Dua jenis utama jamur
yang menyebabkan keratitis adalah (Dart, 2008):1. Jamur berfilamen
(filamentous fungi), bersifat multiseluler dengan cabang-cabang
hifa, terdiri dari: Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp,
Aspergillus sp, Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp,
Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp. Jamur tidak bersepta :
Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.1. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur
uniseluler dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans,
Cryptococcus sp, Rodotolura sp.1. Jamur difasik. Pada jaringan
hidup membentuk ragi sedangkan pada media pembiakan membentuk
miselium: Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp,
Sporothrix sp.
1. Patogenesis Keratitis JamurHifa jamur cenderung masuk ke
stroma kornea secara paralel ke lapisan lamellar kornea.Mungkin
terdapat nekrosis koagulatif pada stroma kornea yang meluas dengan
disertai edema serat kolagen dan keratosit. Reaksi inflamasi yang
menyertai kurang terlihat daripada keratitis bakterialis. Abses
cincin steril mungkin ada yang terpisah dari pusat ulkus.
Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa
berpotensi masuk ke membran descemet yang intak dan menyebar ke
kamera okuli anterior (Tuft SJ, 2009).1. Gejala Klinis dan Faktor
Resiko Keratitis Jamur PascakeratoplastiGejala keratitis jamur
umumnya tidak seakut keratitis bakterial. Gejala awal dapat berupa
rasa mengganjal di mata dengan peningkatan rasa nyeri. Gejala
klinis yang paling sering ditemukan pada pemeriksaan dengan
menggunakan slit-lamp juga umum ditemukan pada keratitis mikrobial
seperti supurasi, injeksi konjungtiva, defek epitel kornea,
infiltrasi stroma, reaksi radang di bilik mata depan atau hipopion.
Tampilan pigmentasi coklat dapat mengindikasikan infeksi oleh
jamur. Keratitis jamur juga dapat memiliki tampilan epitel yang
intak dengan infiltrat stroma yang dalam . Walaupun terdapat
tanda-tanda yang cukup khas untuk keratitis jamur, penelitian
klinis gagal membuktikan bahwa pemeriksaan klinis cukup untuk
membedakan keratitis jamur dan bakterial (Tuft SJ, 2009). Gejala
klinis yang dapat membantu penegakan diagnosis keratitis jamur
filamentosa adalah sebagai berikut (Dart, 2008): Infiltrasi stroma
berwarna abu-abu atau putih kekuningan Infiltrasi progresif
seringkali dengan lesi satelit Formasi cincin di sekeliling ulkus
Perkembangan cepat dengan diikuti nekrosis dan penipisan lapisan
kornea Penetrasi dari membran Descemet utuh mungkin dapat terjadi
dan menyebabkan endophthalmitis tanpa perforasi Ulkus kornea yang
bercabang Batas luka yang iregular dan seperti kapas Permukaan yang
kering dan kasar Selain itu, terdapat gejala klinis yang dapat
membantu penegakan diagnosis keratitis jamur Candida sp. antara
lain (Dart, 2008): Infiltrat supuratif yang padat serta berwarna
putih kekuningan Terlihat pula badan Collar
Gambar 14. Gejala klinis pada keratitis yang disebabkan oleh
jamur berupa ulkus kornea (a) Gejala yang disebabkan oleh Candida
sp. (b) Gejala berupa lesi satelit dan gambaran hypopion(Dart,
2008)
Faktor resiko yang umum terjadi adalah sebagai berikut (Tuft SJ,
2009): Penyakit permukaan mata kronis Penggunaan jangka panjang
steroid topikal (sering bersama dengan pemakaian lensa kontak
sebelum dilakukannya transplantasi kornea) Penggunaan imunosupresi
sistemik Penyakit diabetes mellitus Keratitis jamur juga dapat
berhubungan dengan trauma yang melibatkan tanam-tanaman, aktivitas
berkebun, dan alat-alat pertanian Pengguna lensa konta dalam jangka
waktu panjang yang dikaitkan dengan larutan pembersihnya
Konjungtivitis vernal atau alergika Ulkus kornea neurotrofik yang
disebabkan oleh virus Varicella zoster atau Herpes simplex, dan
pelaksanaan terapi keratoplasti Untuk pasien keratoplasti adalah
masalah jahitan, penggunaan steroid topikal dan antibiotik,
penggunaan lensa kontak, dan defek epitel persisten Penyakit
sistemik juga merupakan faktor risiko bagi terjadinya keratitis
jamur, terutama yang berkaitan dengan imunosupresi. Pasien yang
menderita penyakit kronik dan menjalani perawatan rawat inap
intensif juga memiliki faktor resiko untuk terjadinya keratitis
jamur, terutama Candida sp. Pada suatu penelitian di Afrika
ditemukan bahwa pasien yang HIV-positif memiliki kemungkinan yang
lebih besar untuk menderita keratitis jamur dibandingkan pasien
yang HIV-negatif. Hal ini juga ditemukan pada pasien penderita
kusta.1. Diagnosis dan Diagnosis Banding untuk Etiologi Keratits
Jamur PascakeratoplastiDiagnosisSampel untuk pemeriksaan
laboratorium harus diperoleh sebelum memulai pemakaian terapi
antijamur1. Pewarnaan Pewarnaan Gram dan Giemsa, kesensitifan
keduanya mencapai 50% Periode Schiff-acid (PAS) dan Grocott-Gomori
methenamine-silver (GMS) juga dapat digunakan, namun lebih sering
dilakukan pada bagian histologis
1. Kultur Kerokan kornea harus disebar pada media agar
Sabouraud, meskipun sebagian besar jamur juga akan tumbuh pada
media agar darah atau media pengayaan Jika terdapat pemakaian lensa
kontak, lensa kontak harus ikut dikultur1. BiopsiBiopsi kornea
ditunjukkan dengan tidak adanya perbaikan klinis setelah 3-4 hari
dan jika tidak ada pertumbuhan yang berkembang dari kerokan kornea
setelah seminggu observasi. Sekitar 2-3 mm blok harus diambil,
dengan menggunakan teknik yang sama dengan blok eksisi sklera pada
pelaksanaan trabekulektomi. Blok dipotong dan dikirim untuk
dikultur dan analisis histopatologi1. Confocal Microscopy, jarang
tersedia tetapi memungkinkan untuk identifikasi jamur secara in
vivo.
Gambar 15. Diagnosis pada keratitis jamur (a) Pseudohifa pada
pewarnaan gram Candida sp. (b) Pewarnaan dengan GMS menunjukan
adanya jamur Aspergillus sp.(Dart, 2008)
Diagnosis BandingDiagnosis banding meliputi infeksi kornea
akibat bakteri, virus dan keratitis Acanthamoeba. Perlu diingat
bahwa infeksi bakteri terkadang mungkin hadir, terutama pada
organisme atipikal. Hal ini penting untuk berhati-hati pada
koinfeksi, termasuk dengan spesies jamur tambahan (Tuft SJ,
2009).1. Pengobatan Keratitis Jamur PascakeratoplastiPerbaikan
mungkin berjalan lambat bila dibandingkan dengan infeksi akibat
bakteri pascakeratoplasti (Flor, 2012). Penghapusan epitel di atas
lesi mungkin meningkatkan penetrasi agen antijamur. Mungkin juga
dapat membantu untuk secara teratur mengeluarkan lendir dan
jaringan nekrotik dengan menggunakan spatula. Pengobatan topikal
awalnya harus diberikan per jam untuk 48 jam dan kemudian dikurangi
sesuai gejala klinis karena kebanyakan antijamur hanya fungistatik.
Pengobatan harus dilanjutkan selama minimal 12 minggu Infeksi oleh
Candida sp. diobati dengan amfoterisin B 0,15% atau econazole 1%;
terapi alternatif misalnya natamycin 5%, flukonazol 2%, dan
clotrimazole 1%. Infeksi filamentosa diobati dengan natamycin 5%
atau econazole 1%; terapi alternatifnya adalah amfoterisin B 0,15%
dan miconazole 1%. Antibiotik spektrum luas juga harus
dipertimbangkan untuk mengatasi atau mencegah co-infeksi bakteri
Flukonazol subkonjuntiva dapat digunakan dalam kasus berat
Antijamur sistemik dapat diberikan pada kasus yang berat, ketika
lesi berada di dekat limbus atau dicurigai endophthalmitis. Pilihan
lain termasuk vorikonazol 400 mg dilanjutkan untuk satu hari
kemudian dengan dosis 200 mg, itraconazole 200 mg setiap hari, lalu
dikurangi menjadi 100 mg sehari, atau flukonazol 200 mg Golongan
Tetrasiklin (misalnya doxycycline 100 mg) mungkin diberikan untuk
memberikan efek antikoagulasi ketika ada penipisan secara
signifikan Keratektomi superficial efektif untuk multi-lesi Terapi
keratoplasti atau transplantasi kornea (Penetrating Keratoplasty
atau Deep Anterior Lamellar Keratoplasty) dilakukan jika terapi
medis tidak efektif atau memperbaiki perforasi pada kornea.1.
Prognosis Keratitis jamur PascakeratoplastiPrognosis keratitis
jamur bervariasi sesuai dengan kedalaman dan ukuran lesi serta
organisme penyebab. Infeksi superfisial yang kecil umumnya memiliki
respon yang baik terhadap terapi topikal. Infeksi stroma yang dalam
atau dengan keterlibatan sklera maupun intraokular lebih sulit
untuk ditangani. Suatu penelitian intervensional prospektif
mengevaluasi terapi natamisin topikal pada 115 pasien keratitis
jamur. Pada penelitian tersebut, 52 pasien mengalami keberhasilan
terapi, 27 menderita ulkus yang pulih walaupun lambat, dan 36
mengalami kegagalan terapi. Analisis memperlihatkan bahwa kegagalan
terapi berhubungan dengan ukuran lesi yang lebih dari 14 mm2,
adanya hipopion, dan Aspergillus sp. sebagai organisme penyebab.
Jika penanganan medis gagal, dapat dilakukan tindakan bedah (Tuft
SJ, 2009).3) Keratitis VirusKeratitis yang disebabkan oleh virus
relatif jarang terjadi setelah keratoplasti. Virus Herpes simplex
virus terbanyak yang menyebabkan keratitis. Keratitis virus pasca
keratoplasti berkembang tanpa riwayat klinis pada hospes. Dalam
beberapa kasus, infeksi terjadi pada 2 tahun pertama setelah
transplantasi. Trauma bedah, pada penghapusan jahitan,
kortikosteroid topikal gunakan, dan reaksi imun mungkin disebabkan
endogen yang reaktivasi pada pasien ini. Penting untuk dokter untuk
menyadari kemungkinan keratitis herpes pada mata setelah
keratoplasti, bahkan pada pasien yang tidak memiliki riwayat
keratitis virus. Penjelasan lain untuk keratitis herpes epitel pada
pasien tanpa riwayat infeksi yang menjalani transplantasi kornea
adalah kemungkinan penularan virus melalui kornea pendonor. Dalam
sebuah studi terpisah, DNA pada virus Herpes simplex tipe 1
diisolasi dari kornea donor sebelum dan setelah keratoplasti untuk
menunjukkan transmisi dari virus ini melalui transplantasi (Tan DT,
2012)
BAB IIIKERATITIS SEBAGAI KOMPLIKASI PADA PELAKSANAAN TERAPI
KERATOPLASTI DITINJAU DARI ISLAM
3.1.Keratitis Menurut Pandangan IslamMata diciptakan agar
manusia dapat mendapatkan petunjuk di dalam kegelapan. Dengan
perantara mata manusia dapat menyaksikan keindahan alam, melihat
segala macam yang diciptakan oleh Allah SWT yang semua itu
merupakan pertanda dari ayat-ayat keagungan dan kekuasaan Allah
SWT. Oleh karena itu, begitu besarnya kenikmatan yang diperoleh
melalui mata, maka hal ini wajib untuk disyukuri. Yang demikian
dimaksudkan agar dapat selamat dari segala kemudharatan atau pun
kemaksiatan yang dapat dilakukan oleh mata, yang akibatnya akan
sangat merugikan diri sendiri. Hendaklah kita sadar dan menyadari,
serta selalu memikirkan rahasia mata yang dititipkan oleh Allah
untuk hamba-Nya. Pada dasarnya, Islam telah memberikan tuntunan
terhadap kita dalam menggunakan atau memanfaatkan organ mata. Allah
SWT telah memerintahkan mata digunakan untuk hal-hal yang mengarah
kepada kebaikan (Anonim A, 2014).Mata juga disebutkan merupakan
salah satu panca indera terpenting yang diciptakan oleh Allah SWT
dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Mata manusia merupakan bentuk
yang sangat menonjol tentang ciptaan-Nya yang jelas
kesempurnaannya. Supaya mata dapat melihat, semua bagiannya harus
bekerja sama secara serasi dan selaras. Misalnya, jika mata
kehilangan kelopak tetapi masih mempunyai semua bagian lain
seperti, kornea, retina, bola mata, lensa, khoroid, dan kelenjar
air mata maka akan tetap mengakibatkan kerusakan yang amat fatal
dan dapat segera kehilangan fungsi penglihatannya. Begitu pula jika
produksi air mata berhenti, maka mata akan segera kering dan
menjadi sulit untuk melihat atau dapat mengalami kebutaan walaupun
organ lain masih ada dan sehat (Shihab, 2012).Allah SWT
memerintahkan hamba-Nya untuk menggunakan mata dalam memperoleh
petunjuk dalam kegelapan, untuk memperoleh pertolongan dalam
menuntut segala hajat dalam mengarungi kehidupan, dan untuk melihat
dan menyaksikan segala keindahan yang telah Allah SWT ciptakan baik
keindahan yang ada di langit maupun di bumi. Selanjutnya, agar kita
dapat mengambil pelajaran dari pengetahuan tentang kekuasaan,
keagungan, dan kebesaran Allah SWT (Anonim A, 2014)Didalam Al-Quran
dijelaskan beberapa fungsi aspek jismiyyah (fisik), yang dalam hal
ini adalah mata, yang membantu cara kerja aspek psikis lainnya
(Yunus, 2012):1) Kulit (al-jild) sebagai alat peraba (al-lams)2)
Hidung (al-anf) sebagai alat penghidu (al-shummu)3) Telinga
(al-udhun) sebagai alat pendengaran (al-sam)4) Mata (al- ayn)
sebagai alat penglihatan 5) Lidah (lisan), kedua bibir
(al-shafatayn) dan mulut (al-famm) sebagai alat pengucapan
(al-qawl) yang berguna untuk memperoleh dan menyebarkan informasi
dan ilmu pengetahuanDi dalam ajaran Rasulullah SAW juga hendaknya
kita selalu menjaga dan memelihara organ tubuh, terutama mata dari
empat perkara, yaitu: jangan digunakan untuk melihat orang lain
yang bukan mahram, jangan digunakan untuk melihat ragam keindahan
bentuk dan rupa yang dapat menimbulkan syahwat, jangan digunakan
untuk melihat dan memandang orang Islam dengan nada sinis dan
meremahkan, dan yang terakhir jangan digunakan untuk melihat orang
lain yang dapt menimbulkan ketakutan bagi mereka (Anonim A,
2014).Manusia hendaknya bersyukur dianugerahi oleh Allah SWT mata
yang sangat berguna dalam keberlangsungan hidup manusia, sesuai
dengan firman Allah SWT:
Artinya: Katakanlah: Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan
bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati. (Tetapi) amat sedikit
kamu bersyukur (Q.S. Al-Mulk (67): 23).Dari dalil diatas dapat
disimpulkan bahwa Allah SWT menciptakan kita sebagai manusia secara
utuh dan hendaknya kita sebagai manusia wajib bersyukur kepada-Nya,
tetapi hanya sedikt manusia yang merasakan syukur atas pemberian
Allah SWT tersebut.Tubuh dalam pandangan Islam memiliki
karakteristik yang penting bagi manusia. Tubuh adalah tempat
beradanya panca indera manusiatermasuk di dalamnya terdapat mata,
sehingga dengannya manusia dapat melihat. Melalui bantuan mata
sebagai panca indera, manusia dapat melihat dan membaca ayat-ayat
dan tanda-tanda yang terdapat di alam semesta ini (Yunus,
2012).Terdapat ayat-ayat yang menyatakan kesempurnaan ciptaan-Nya
yang mengandung kebesaran-kebesarannya yang sangat nyata yang dapat
dilihat oleh manusia sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: Kami akan perlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka
sendiri, sehingga ternyata jelas kepada mereka bahwa Al-Quran
adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi
saksi atas segala sesuatu? (Q.S. Fussilat (41): 53).Penglihatan
pada mata manusia dapat melihat kebesaran Allah SWT yang diciptakan
dengan seimbang tanpa cacat, seperti langit, lautan, dan seluruh
alam semesta ini. Sebagaimana dalam firman Allah SWT:
Artinya: Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.
Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah
sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah
kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali
lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak
menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan
payah (Q.S. Al-Mulk (67): 3-4).Sesuai ayat diatas, disimpulkan
bahwa Allah SWT menciptakan seluruh ciptaan-Nya tidak ada yang
dibuat tidak sempurna dan tidak seimbang. Maka Allah SWT tselalu
memuliakan seluruh ciptaan-Nya termasuk dalam menciptakan
manusia.Pandangan disini mengisyaratkan peranan jasad terutama
panca indera sebagai sumber untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
Islam memandang panca indera sebagai nikmat yang diberikan kepada
Allah SWT kepada hamba-Nya, mengingat posisinya sebagai sumber ilmu
pengetahuan berdasarkan keterangan dalam Al-Quran. Namun manusia
harus berhat-hati menggunakan matanya karena mata merupakan pintu
pertama yang dimasuki oleh syaitan. Setiap perbuatan yang manusia
lakukan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT (Yunus,
2012). Sebagaimana fijelaskan dalam firman Allah SWT:
Artinya:Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya.. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggung
jawabannya (Q.S. Al-Isra (17): 36).Kesimpulan dari ayat di atas
adalah bahwa semua yang diberkan oleh Allah SWT kepada kita sebagai
manusia, termasuk pengelihatan, akan dimintai pertanggung
jawabannya kelak pada hari perhitungan setelah hari kiamat. Manusia
harus memanfaatkan dengan benar apa yang sudah Allah SWT percayakan
kepada kita untuk menggunakannya.Dijelaskan pula pada Surah
As-Sajdah (32): 9 bahwa mata merupakan salah satu panca indera
paling utama.
Artinya: Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya
ruh (ciptaan)-Nya dan Dia Menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan, dan hati; tetapi kamu sedikit sekali bersyukur (Q.S.
As-Sajdah (32): 9).Pada ayat di atas, dikatakan bahwa mata
merupakan penyempurnaan dari ciptaan Allah yang dapat digunakan
sebagai indera penglihatan. Tetapi masih sangat sedikit manusia
yang pandai bersyukur atas apa yang telah Allah berikan, termasuk
kenikmatan dalam melihat keindahan ciptaan-Nya yang lain.Al-Quran
juga menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan mata sebagai
penglihatan dan lainnya agar manusia dapat bersyukur, peran dan
fungsi panca indera ini terdapat dalam firman Allah SWT:
Artinya: Dan Allah yang telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam keadaan toidak mengetahui apa-apa, lalu Dia Menjadikan bagimu
pendengaran, penglihatan dan akal supaya kamu bersyukur (Q.S.
An-Nahl (16): 78).Ayat di atas juga menjelaskan bahwasanya Allah
melengkapi seluruh ciptaan-Nya, dalam hal ini menciptakan manusia
sebagai makhluk yang sempurna yang dilengkapi dengan penglihatan,
pendengaran, dan akal agar manusia lebih meningkatkan lagi rasa
syukurnya kepada Sang Maha Pencipta, yaitu Allah SWT.Mata dapat
memberikan keuntungan yang luar biasa sehingga manusia harus dapat
menjaga indera matanya agar tidka melihat hal-hal yang dilarang
oleh Allah SWT. Terdapat salah satu perinta yang ditujukan untuk
kebaikan orang mukmin, apabila melihat sesuatu yang diharamkan ia
dapat melalaikan diri dalam mengingat Allah dan membangkitkan hawa
nafsu. Dengan mengawasi mata dalam memandang hal-hal haram maka
akan dapat membangkitkan hati untuk melakukan ketaatan kepada Allah
SWT. Orang yang beriman senantiasa menjaga dan membentengi matanya
dalam melihat sesuatu yang termasuk dalam hal-hal yang diharamkan
oleh Allah SWT. Satu keuntungan orang yang berhasil mengawasi
indera matanya adalah dapat menikmati kesehatan jiwa karena
terselamatkan dari rayuan dan tipu daya muslihat yang dapat
menggoyahkan hatinya (Halim, 2013). Sebagaimana dalam firman Allah
SWT:
Artinya: Katakanlah (Wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki
yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada
memandang yang haram), dan memelihara kehormatann mereka. Yang
demikian itu lebih suci dari mereka. Sesungguhnya Allah amat
demikian suci bagi mereka; Sesungguhnya Allah amat mendalam
pengetahuanNya tentang apa yang mereka kerjakan (Q.S. An-Nur (24):
30).Berdasarkan yang diuraikan di atas, manusia dalam
penciptaan-Nya dilengkapi dengan panca indera, diantaranya adalah
mata yang berfungsi sebagai alat penglihatan. Segala kejadian alam
yang merupakan tanda-tanda kekuasaan dan keberan Allah SWT. Sebagai
orang yang beriman kepada Allah SWT hendaknya bersyukur dengan apa
yang sudah Allah SWT berikan, dalam hal ini adalah organ mata yang
sempurna. Cara bersyukur dengan menggunakan indera penglihatan
tersebut untuk melihat yang dihalalkan atau sesuatu yang dibolehkan
oleh Allah SWT untuk melihatnya, serta berpaling dari penglihatan
yang tidak dianjurkan atau yang diharamkan oleh Allah SWT. Dan juga
hendaknya merawat dan menjaga mata sebagai suatu amanah yang
diberikan oleh Allah SWTKeratitis merupakan infeksi pada mata
dengan gambaran klinis berupa nyeri hebat akibat radial neuritis,
mata merah dan fotofobia, serta mata mengeluarkan sekret berupa
mucus cair maupun kental. Jika tidak didiagnosis secara dini dan
mendapatkan terapi yang adekuat dapat terjadi ulserasi epitel
kornea dengan infiltrat pada stroma. Jika penyakit terus
berlangsung, akan mengakibatkan terjadinya perforasi kornea dan
pembentukan infiltrat berbentuk cincin, dan pada akhirnya dapat
mengakibatkan hilangnya fungsi penglihatan (Khan, 2009).Kesehatan
adalah rahmat Allah SWT yang sangat besar, oleh karena itu agama
Islam sangat menekankan agar manusia menjaga kesehatan, juga
menjaga setiap penyebab yang dapat menjadikannya menderita sakit.
Datangnya penyakit umumnya disebabkan oleh kesalahan dalma mengatur
pola makan, tidak menjaga kebersihan dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan ketidak hati-hatian pada berbagai sarana medis.
Mengedepankan pola hidup sehat, seperti anjuran tentang menjaga
kesehatan, kebersihan, pola makan, menjaga kehormatan dari
perbuatan keji, menjauhkan diri dari mengkonsumsi khamr serta
berbagai zat adiktif dan lain-lain (Zuhroni, 2012).Allah SWT
menurunkan penyakit kepada manusia sebagai tanda bahwa Ia sedang
menguji hamba-Nya. Seorang muslim hendaknya bersabar ketika Allah
SWT sedang mengujinya. Sesuai dengan firman Allah SWT:
Artinya: Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu
agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar
diantara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu
(Q.S. Muhammad (47): 31).Dari dalil di atas, kesimpulan yang dapat
kita ambil adalah bahwa Allah SWT akan menguji hamba-Nya yang
berjihad dijalan-Nya serta bersabar pada setiap masalahnya. Dalam
hal ini, keratitis atau penyakit mata lainnya merupakan cara Allah
SWT menguji hamba-Nya supaya dinaikkan derajatnya oleh Allah SWT.
Mengenai keratitis, Allah SWT mengatakan bahwa setiap penyakit itu
ada obatnya. Allah SWT memberi penyakit, Allah SWT juga telah
menetapkan obat ataupun penawarnya, kecuali penyakit tua. Begitu
juga dengan harapan untuk hidup ataupun untuk sembuh pada setiap
penyakit, baik sakit fisik, mental, ataupun yang berkaitan dengan
hati juga ada penawarnya (Ramli, 2009). Bagi muslim hendaknya
bersabar dan bertawakkal untuk kesembuhan dirinya, untuk masalah
kesembuhannya itu merupakan kuasa Allah SWT, sesuai dengan firman
Allah:
Artinya: Dan apabila aku sakit, Dialah (Al