Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Jembatan Pengertian jembatan secara umum adalah suatu struktur konstruksi yang memungkinkan untuk rute atau jalur transportasi melalui sungai, danau, kali, jalan raya, jalan Kereta Api (KA) dan lain-lain. Jembatan berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan. Menurut Azwaruddin (2008: 32), jembatan dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu: 1. Menurut Fungsi Jenis jembatan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan sebagai berikut. a. Jembatan Jalan Raya (Highway Bridge) b. Jembatan Kereta Api (Railway Bridge) c. Jembatan Pejalan Kaki atau Penyeberangan (Pedestrian Bridge) d. Jembatan Darurat 2. Menurut Lokasi Jenis jembatan berdasarkan lokasinya dapat dibedakan sebagai berikut. a. Jembatan Di Atas Jalan Raya (Fly Over) b. Jembatan Di Atas Sungai Atau Danau c. Jembatan Di Atas Lembah d. Jembatan Di Dermaga (Jetty) e. Jembatan Di Atas Saluran Irigasi/Drainase (Culvert) 3. Menurut Bahan Konstruksi Jenis jembatan berdasarkan bahan konstruksinya dapat dibedakan sebagai berikut. a. Jembatan Komposit (Compossite Bridge) b. Jembatan Kayu (Log Bridge) c. Jembatan Beton (Concrete Bridge) d. Jembatan Beton Prategang (Prestressed Concrete Bridge)
39
Embed
BA B II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.polban.ac.id/files/disk1/166/jbptppolban-gdl... · 2018. 2. 21. · d. Oprit, plat injak ( Approach slab) e. Konsol pendek untuk jacking (Corbel )
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Jembatan
Pengertian jembatan secara umum adalah suatu struktur konstruksi yang
memungkinkan untuk rute atau jalur transportasi melalui sungai, danau, kali, jalan
raya, jalan Kereta Api (KA) dan lain-lain. Jembatan berfungsi untuk
menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan.
Menurut Azwaruddin (2008: 32), jembatan dapat dikelompokkan menjadi beberapa
jenis, yaitu:
1. Menurut Fungsi
Jenis jembatan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Jembatan Jalan Raya (Highway Bridge)
b. Jembatan Kereta Api (Railway Bridge)
c. Jembatan Pejalan Kaki atau Penyeberangan (Pedestrian Bridge)
d. Jembatan Darurat
2. Menurut Lokasi
Jenis jembatan berdasarkan lokasinya dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Jembatan Di Atas Jalan Raya (Fly Over)
b. Jembatan Di Atas Sungai Atau Danau
c. Jembatan Di Atas Lembah
d. Jembatan Di Dermaga (Jetty)
e. Jembatan Di Atas Saluran Irigasi/Drainase (Culvert)
3. Menurut Bahan Konstruksi
Jenis jembatan berdasarkan bahan konstruksinya dapat dibedakan sebagai
berikut.
a. Jembatan Komposit (Compossite Bridge)
b. Jembatan Kayu (Log Bridge)
c. Jembatan Beton (Concrete Bridge)
d. Jembatan Beton Prategang (Prestressed Concrete Bridge)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-2
e. Jembatan Pasangan Batu dan Batu Bata
f. Jembatan Baja (Steel Bridge)
4. Menurut Sistem Strukturnya
Jenis jembatan berdasarkan sistem strukturnya dapat dibedakan sebagai
berikut.
a. Jembatan Box Girder
b. Jembatan Pelengkung (Arch Bridge)
c. Jembatan Rangka (Truss Bridge)
d. Jembatan Penyangga (Cantilever Bridge)
e. Jembatan Kabel (Cable-Stayed Bridge)
f. Jembatan Gelagar (Beam Bridge)
g. Jembatan Gantung (Suspension Bridge)
5. Menurut Kelas Jembatan
Jenis jembatan berdasarkan kelas jembatannya dapat di bedakan sebagai
berikut.
a. Jembatan kelas standar (A/I), dengan 100 % muatan hidup. Lebar
jembatan (1,00+ 7,00 + 1,00) m.
b. Jembatan Kelas Sub Standar (B/II), dengan 70 % muatan hidup.
Lebar jembatan (0,50 + 6,00 + 0,50) m.
c. Jembatan Kelas Low Standar (C/III), dengan 50 % muatan hidup.
Lebar jembatan (0,50 + 3,50 + 0,50) m.
II.2 Struktur Jembatan
Secara umum struktur jembatan dapat dibedakan menjadi dua bagian
yaitu struktur atas dan struktur bawah. Ilustrasi struktur jembatan ditunjukkan pada
Gambar 2.23 dibawah ini.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-3
Gambar 2. 1 Komponen Struktur Jembatan Sumber: http://civildigital.com/
II.2.1 Struktur Atas (Superstructures)
Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban
langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban
lalu lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dan lain-lain. Struktur
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016: 13)
II.5.2 Beban Sendiri (MS)
Beban sendiri merupaka berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural
lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian
jembatan yang merupakan elemen struktural ditambah dengan elemen
nonstruktural yang dianggap tetap. Tabel 2.2 dibawah ini merupakan faktor beban
untuk berat sendiri.
Tabel 2. 2 Faktor Beban untuk Berat Sendiri
Tipe
Beban
Faktor Beban
Keadaan Batas Layan ( Keadaan Batas Ultimit (
Bahan Biasa Terkurangi
Tetap
Baja 1,00 1,10 0,90
Alumunium 1,00 1,10 0,90
Beton pracetak 1,00 1,20 0,85
Beton dicor ditempat 1,00 1,30 0,75
Kayu 1,00 1,40 0,70
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016:14)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-10
II.5.3 Beban Mati Tambahan/Utilitas (MA)
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu
beban paa jembatan yang merupakan elemen nonstruktural dan besarnya dapat
berubah selama umur rencana jemabatan. Tabel 2.3 dibawah ini merupakan faktor
beban mati tambahan.
Tabel 2. 3 Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan
Tipe
Beban
Faktor Beban
Keadaan Batas Layan ( Keadaan Batas Ultimit (
Bahan Biasa Terkurangi
Tetap Umum 1,00 2,00 0,70
Khusus (terawasi) 1,00 1,40 0,80
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016: 14)
II.5.4 Beban Akibat Tekanan Tanah
Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung berdasarkan sifat-sifat
tanah, diantaranya adalah kepadatan, kadar kelembaban, kohesi dan sudut geser.
Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yanng tidak linier dengan sifat-sifat
bahan tanah. Tekanan tanah lateral pada keadaan batas daya layan dihitung
berdasarkan nominal dari , dan ∅ . Tabel 2.4 dibawah ini merupakan faktor
beban akibat tekanan tanah.
Tabel 2. 4 Faktor Beban untuk Beban Akibat Tekanan Tanah
Tipe
Beban
Faktor Beban
Keadaan Batas Layan ( Keadaan Batas Ultimit (
Tekanan tanah Biasa Terkurangi
Tetap
Tekanan tanah vertikal 1,00 1,25 0,80
Tekanan tanah lateral
- Aktif 1,00 1,25 0,80
- Pasif 1,00 1,40 0,70
- Diam 1,00 (1)
(1) : Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak
diperhitungkan pada keadaan batas ultimit
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016:15)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-11
II.5.5 Beban Lajur “D” (TD) Beban lakur “D” terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung
dengan beban garis (BGT) seperti yang terdapat Gambar 2.5, sementara faktor
beban lajur “D” dapat dilihat pada Tabel 2.5 dibawah ini.
Gambar 2. 5 Beban Lajur “D” Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016:39)
Tabel 2. 5 Faktor Beban untuk Beban Lajur “D”
Tipe
Beban Jembatan
Faktor Beban
Keadaan Batas Layan (
Keadaan Batas
Ultimit (
Transien Beton 1,00 1,80
Boks girder baja 1,00 2,00
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016:39)
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q
tergantung pada panjang total yang dibebani L yaitu seperti dibawah ini. ∶ = , > ∶ = , ( , + )
Dimana:
q : Intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan (kPa)
L : Panjang total jembatan yang dibebani (m)
Sementara beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus
ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas jembatan. Besarnya intensitas p
adalah 49,0 kN.m.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-12
II.5.6 Beban Truk “T” (TT) Beban truk “T” tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban”D”. Beban
truk dapat digunakan untuk perhitungan struktur lantai. Tabel 2.6 dibawah ini
menunjukkan faktor beban untuk beban “T”. Tabel 2. 6 Faktor Beban untuk Beban Truk “T”
Tipe
Beban Jembatan
Faktor Beban
Keadaan Batas Layan (
Keadaan Batas
Ultimit (
Transien Beton 1,00 1,80
Boks girder baja 1,00 2,00
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016:41)
Pembeban truk “T” terdiri atas kendaraan truk semi trailer yang mempunyai
susunan dan berat gandar seperti terlihat pada Gambar 2.6 dibawah ini.
Gambar 2. 6 Beban Truk “T” (500 kN) Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016:41)
Beban dari tiap-tiap gandar disebarkan menjadi dua beban merata sama
besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak
antara dua gandar tersebut dapat diubah dari 4 m hingga 9 m untuk mendapatkan
pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
II.5.7 Beban Rem (TB)
Gaya rem harus diambil yang terbesar antara dua hal berikut.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-13
- 25% dari berat gandar truk desain
- 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
Gaya rem harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak
1800 mm diatas permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan dipilih
yang menetukan.
II.5.8 Beban Angin
Tekanan angin yang ditentukan pada standar ini diasumsikan disebabkan
oleh angin rencana dengan kecepatan dasar (VB) sebesar 90 hingga 126 km/jam.
Tekanan angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur jembatan maupun pada
kendaraan yang melintasi jembatan. Jembatan harus direncanakan memikil gaya
akibat tekana angin pada kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan
sebagai tekanan menerus 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm diatas
permukaan jalan.
II.5.9 Pengaruh Gempa
Jembatan perlu direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk
runtuh, namun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap
pelayanan akibat gempa. Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang
ditentukan berdasarkan perkalian antara koefisien respons elastik (Csm) dengan
berat struktur ekivalen yang kemudian dimodifikasi dengan faktor
modifikasirespons (Rd) dengan persamaan dibawah ini. = ................................................................................................. (2.1)
Dimana:
: Gaya horisontal statis (kN)
: Koefisien respons gempa elastis
: Faktor modifikasi respons
: Berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai (kN)
II.6 Prinsip Dasar Jembatan Beton Prategang
Perkembangan historis beton prategang sebenarnya dimulai dengan cara
yang berbeda dimana gaya prategang yang dibuat hanya ditujukkan untuk
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-14
menciptakan tekanan permanen pada beton guna memperbaiki kekuatan tariknya.
Salah satu definisi terbaik mengenai beton prategang yang diberikan oleh ACI
(American Concrete Institute) dalam Desain Struktur Beton Prategang oleh T.Y Lin
dan Ned H. Burns, 2000, beton prategang merupakan beton yang mengalami
tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat
mengimbangi tegngan yang terjadi akibat beban eksternal sampai batas tertentu.
Dalam Teori dan Prinsip Desain Struktur Beton Prategang, Ir. Winarni H,
1981, menjelaskan keuntungan dari beton prategang, antara lain adalah sebagai
berikut.
1. Terhindarnya retak terbuka didaerah tarik, jadi lebih tahan terhadap keadaan
korosif.
2. Kedap air, cocok untuk pipa dan tanki.
3. Jumlah berat baja prategang jauh lebih kecil dibandingkan berat besi beton.
4. Penampang struktur lebih kecil, sebab seluruh penampang dipakai secara
efektif.
5. Ketahanan geser balok bertambah sebelum retak maka konstruksi dapat
langsing dengan bentang besar.
II.7 Perancangan Gelagar Utama
Perancangan gelagar utama ini mengacu pada Manual Konstruksi dan
Bangunan 021/BM/2011 tentang Perencanaan Struktur Beton Pratekan untuk
Jembatan. Gelagar utama direncanakan menggunakan sistem post tensioning.
Dalam Teori dan Prinsip Desain Struktur Beton Prategang, Ir. Winarni H, 1981,
mendiskripsikan post tensioning merupakan konstruksi beton yang dicor dulu dan
dibiarkan mengeras sebelum diberi gaya prategang. Baja dapat ditempatkan dalam
posisi seperti profil yang telah di tentukan, lalu dicor dalam beton. Lekatan
dihindarkan dengan menyelubungi baja, dengan membuat saluran/pipa untuk
tempat kabel. Gambar 2.29 dibawah ini menunjukkan prinsip kerja post tension
methode.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-15
Gambar 2. 7 Prinsip Post Tensioning Sumber: Basir (2016: 18)
Budiadi, 2008 dalam Desain Praktis Beton Prategang menjelaskan bahwa
perancangan struktur untuk tahap batas kekuatan (strength limit state) menetapkan
bahwa aksi desain (Ru) harus lebih kecil dari kapasitas bahan dikalikan dengan
faktor reduksi kekuatan ϕ (ϕRn) atau Ru ≤ ϕRn. Dengan demikian secara berurutan
untuk Momen dan Geser, berlaku Mu ≤ ϕMn dan Vu ≤ ϕVn.
II.7.1 Pembebanan Beton Prategang
Budiadi (2008) dalam Desain Praktis Beton Prategang, menjelaskan bahwa
pada tahap pembebanan beton prategang harus dilakukan pengecekan atas kondisi
serat tertekan dan serat tertarik dari setiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku
tegangan ijin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon. Adapun tahap
pembebanan pada peton prategang, yaitu kondisi transfer dan service.
1. Transfer
Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai mengering dan
dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini biasanya yang bekerja
hanya beban mati struktur, yaitu berat struktur ditambah beban pekerja dan
alat. Pada saat ini beban hidup belum bekerja sehingga momen yang bekerja
adalah momen minimum, sementara gaya yang bekerja adalah maksimum
karena belum ada kehilangan gaya prategang. Adapun nilai tegangan ijin pada
tahao transfer ini adalah sebagai berikut.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-16
- Tegangan serat tekan terluar harus 0,60 fci’ dengan fci’ = 0,80 fc’.
- Tegangan serat tarik harus 0,50 √ , dengan fci’ = 0,80 fc’.
2. Service
Kondisi service adalah kondisi pada saat beton pratekan digunakan sebagai
komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya
prategang dipertimbangkan. Pada saat ini beban luar pada kondisi yang
maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati harga maksimum. Pada
setiap tahanan di atas ditentukan hasil analisis untuk di evaluasi. Hasil analisis
dapat berupa perhitungan tegangan atau kontrol terhadap harga, misalnya
lendutan terhadap ijin, nilai retak terhadap suatu nilai batas dan lain
sebagainya. Perhitungan tegangan dilakukan untuk desain terhadap kekuatan;
sedangkan kontrol terhadap harga dilakukan untuk desain kekuatan, daya
layan, ketahanan terhadap api ataupun tahap batas yang lain. Adapun nilai
tegangan ijin pada tahap service adalah sebagai berikut.
- Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang, beban mati dan
beban hidup harus 0,45 fc’.
- Tegangan serat tarik terluar yang pada awalnya mengalami tekan harus
0,50 √ ,.
II.7.2 Gaya Prategang
Gaya prategang yang diperhitungkan dalam analisis perancangan gelagar
utama yang menggunakan PCI girder ini meliputi dua kondisi, yakni kondisi awal
dan kondisi akhir.
1. Kondisi Awal
Kondisi awal gaya prategang merupakan kondisi gaya prategang yang
diakibatkan oleh beban mati balok itu sendiri. Kondisi awal pada gaya
prategang dapat dilihat pada Gambar 2.8 dibawah ini.
Gambar 2. 8 Diagram Tegangan pada Kondisi Awal Sumber: Cut Nawalul Azka (2008: 1)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-17
Dalam Manual Perancangan Struktur Beton Pratekan untuk Jembatan dapat
ditentukan nilai kondisi awal gaya prategang (Pt) dengan berdasar pada
persamaan dibawah ini.
o = = − + − ......................................................... (2.2)
o − , ′ = − − + ......................................... (2.3)
Dimana:
: Tegangan di serat atas (MPa)
: Tegangan di serat bawah (MPa) ′ : Kuat tekan beton pada kondisi awal saat transfer (MPa)
: Gaya prategang awal (N)
: Eksentrisitas tendon sebesar yb – 200 (mm)
: Momen akibat beban sendiri balok (Nmm)
: Tahanan momen pada serat atas (mm3)
: Tahanan momen pada serat bawah (mm3)
2. Kondisi Akhir
Menurut Awan dan Try (2014), kondisi akhir pada gaya prategang yang
dimaksud adalah kondisi gaya prategang pada saat jacking yang kemudian
ditemukan gaya prategang akhir setelah kehilangan tegangan sebesar 30%.
Berikut ini merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan besaran
nilai gaya partegang akhir (Peff).
Gaya prategang pada saat jacking:
o = , ........................................................................................... (2.4)
o = , ......................................................................... (2.5)
Dimana:
: Gaya prategang akibat jacking (N)
: Gaya prategang awal (N)
: Gaya putus satu tendon (N)
: Jumlah strand (buah)
Presentase tegangan leleh yang timbul pada baja (% jacking force):
o = , , < % ............................................................ (2.6)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-18
o = ......................................................................... (2.7)
Dimana:
: Presentase tegangan leleh yang timbul pada baja (%)
: Gaya prategang awal (N)
: Beban putus minimal satu strand (N)
: Gaya prategnag akibat jacking (N)
: Jumlah strand (buah)
Gaya prategang akhir setelah kehilangan (loss of prestress) 30%:
o = % ............................................................................ (2.8)
Dimana:
: Gaya prategang akhir setelah kehilangan tegangan (N)
: Gaya prategang akibat jacking (N)
II.7.3 Lintasan Tendon
Menurut Awan dan Try (2014), pada perhitungan lintasan tendon untuk
penampang balok PCI girder ditinjau di setiap satu meter. Gambar 2.9 dibawah ini
Dimana: ∆ : Kehilangan prategang akibat slip angkur
: Kehilangan akibat friksi pada jarak L dari titik penarikan
: Panjang yang terpengaruh oleh slip angkur
: Jarak antara titik penarikan dengan titik dimana kehilangan ∆ : Slip angkur, normalnya 6 mm s/d 9 mm
7. Kehilangan Gaya Prategang Total
T.Y. Lin (1982) merekomendasikan kehilangan tegangan total untuk
pascatarik yaitu terdiri dari 1% perpendekan elastis, 5% rangkak pada beton,
6% susut pada beton, dan 8% relaksasi baja sehingga kehilangan total untuk
struktur pascatarik adalah 20%. Menurut manual perencanaan struktur beton
pratekan untuk jembatan, menyatakan bahwa perhitungan kehilangan total
prategang untuk pascatarik adalah sebagai berikut: ∆ = ∆ + ∆ + ∆ + ∆ + ∆ + ∆ ℎ .................................... (2.17)
Dimana: ∆ : Total kehilangan (MPa) ∆ : Kehilangan akibat slip angkur (MPa) ∆ : Kehilangan akibat pemendekan beton (MPa) ∆ : Kehilangan Prategang Akibat Friksi (MPa) ∆ : Kehilangan akibat relaksasi baja (MPa) ∆ : Kehilangan akibat rangkak (MPa) ∆ ℎ : Kehilangan akibat susut (MPa)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-23
II.7.6 Bursting Steel
Menurut Awan dan Try (2014), bursting steel merupakan tambahan
penulangan yang berfungsi sebagai penahan gaya radial untuk mencegah terjadinya
retak/pecah pada saat stressing. Untuk mengetahui jumlah sengkang yang
digunakan sebagai bursting steel dapat menggunakan persamaan dibawah ini. = , − .......................................................................... (2.18)
Dimana:
: Gaya yang diakibatkan oleh pelat angkur pada pengikat ujung tendon baik
dari arah vertikal maupun horizontal (N)
: Rasio perbandingan lebar pelat angkur baik dari arah vertikal maupun
horizontal
: Gaya prategang akibat jacking pada masing-maisng kabel (N)
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-25
: Luas tulangan sengkang (mm2) : Luas tulangan sengkang minimum (mm2)
: Tegangan leleh tulangan (MPa)
: Jarak sengkang (mm)
3. Kuat Geser Badan (Web)
Kuat geser badan pada balok prategang dapat diperhitungakan dengan
menggunakan persamaan di bawah ini. = , √ ′ + + ................................................. (2.26)
Keterangan:
: Kuat geser web (N)
: Tegangan akibat gaya prategang efektif (MPa)
: Geser akibat prategang (N)
Sementara utnutk penrntuan sengkang menggunakan persamaan berikut. = ......................................................................................... (2.27)
Dan kuat geser oleh kuat geser web. = 𝜑 − ......................................................................................... (2.28)
Dengan:
: Kuat geser yang disumbangkan oleh geser web (N) 𝜑 : Faktor reduksi geser sebesar 0,6
4. Kuat Geser Lentur
Kuat geser lentur pada balok prategang dapat diperhitungakan dengan
menggunakan persamaan di bawah ini. = √ ′ + + ...................................................... (2.29)
Nilai tidak boleh melebihi dari: = √ ′ ................................................................................ (2.30)
Keterangan:
: Kuat geser lentur (N)
: Jarak dari serat tekan terluar ke tulangan prategang (mm)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-26
: Gaya geser akibat beban mati (N)
: Gaya geser pada penampang yang ditinjau (N)
: Momen maksimal akibat beban luar (Nmm)
: Momen retak (Nmm), dengan nilai sebagai berikut. = [(√ ′ + − )] ............................................................. (2.31)
I : Inersia penampang (mm4)
: Jarak titik berat pusat penampang ke serat tekan terluar (mm)
: Tegangan prategang efektif (MPa)
: Tegangan akibat beban mati (MPa)
Kuat geser yang disumbangkan oleh kuat geser lentur, = 𝜑 − ........................................................................................... (2.32)
Dengan:
: Kuat geser yang disumbangkan oleh geser web (N) 𝜑 : Faktor reduksi geser sebesar 0,7
Berdasarkan SNI 03-2847-2002, spasi tulangan geser dipasang tegak lurus
terhadap sumbu aksial komponen stuktur dan tidak boleh melebihi 0,75 h atau
600 mm (diambil yang terkecil).
II.7.9 Pengecekan Terhadap Puntir
Struktur gelagar utama yang perlu dikontrol terhadap puntir merupakan
gelagar yang letaknya paling tepi yang menahan pelat diatasnya. Berdasarkan SNI
03-2847-2002 puntir pada prategang dapat diabaikan apabila: ∅ √ ′ ( ) √ + √ ′ .................................................................. (2.33)
Dimana:
: Momen puntir terfaktor (kNm) ′ : Kuat tekan beton karakteristik (MPa)
: Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm2)
: Keliling luas penampang beton (mm)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-27
: Tegangan prategang awal (kN) ∅ : Faktor reduksi untuk puntir sebesar 0,7
II.7.10 Lendutan Balok Prategang
Menurut RSNI t-12-2004 tentang Perancangan Struktur Beton utnuk
Jembatan, lendutan pada balok dan pelat terdiri dari dua jenis dan kentuan, yang
diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Lendutan yang ditinjaun dari keadaan balok sebelum komposit maupun
sesudah menjadi komposit. Dalam hal ini ketentuan lendutan setiap gaya yang
ditinjau harus memiliki nilai lebih kurang dari L/240.
2. Lendutan akibat daya layan harus memiliki nilai lebih kurang dari L/300.
II.8 Perancangan Diafragma
Analisis diafragma menyesuaikan manual serta standar yang berlaku,
diantaranya adalah Manual Konstruksi Bangunan No. 009/BM/2008 tentang
Perencanaan Struktur Beton Bertulang untuk Jembatan serta RSNI T-12-2004
tentang Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. Pada perhitungan diafragma
diperlukan pengecekan terhadap struktur lentur tinggi. Adapun persyaratan untuk
Sementara perhitungan kuat geser untuk struktur lentur tinggi tidak boleh diambil
lebih besar dari persamaan-persamaan dibawah ini. > √ ′ untuk ln/d < 2 ............................................................. (2.35) > + √ ′ untuk 2<ln/d>5 ......................................... (2.36)
Jika nilai Vu<Vn maka penampang dikatakan aman terhadap geser. Sementara jika
nilai Vu Vn maka perlu digunakan tulangan geser dengan persamaan dibawah ini. = [ + + ℎ − ] ............................................................ (2.37)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-28
Dimana:
Av : Luas tulangan geser yang tegak lurus terhadap tulangan tarik untuk
bentang jarak s (mm2), Av > (0,0015) x b x s
Avh : Luas tulangan geser yang tegak lurus terhadap tulangan tarik untuk rentang
jarak s2 (mm2), Avh > (0,0025) x b x s2
s : Jarak antar tulangan geser vertikal (mm), s < d/5 atau 500
s2 : Jarak antar tulangan geser horizontal (mm), s2 < d/3 atau 500
II.9 Perancangan Pelat Lantai Kedaraan
Analisis perancangan pelat lantai kendaraan terbagi menjadi tiga, yaitu
perancangan terhadap lentur dan peancangan terhadap geser lentur dan
perancangan terhadap geser pons.
II.9.1 Perancangan Terhadap Lentur
Berdasarkan RSNI T-12-2004 tentang perencanaan struktur beton untuk
jembatan, faktor reduksi kekuatan untuk perencanaan lentur adalah 0,8. Tebal
minimum pelat lantai (ts) harus memenuhi kedua ketentuan, yaitu ts ≥ 200 mm dan
ts ≥ (100+40.l) mm. Dimana (l) merupakan bentang pelat yang diukur dari pisat ke
pusat tumpuan dalam meter.
Basir (2015), untuk menentukan luas tulangan tarik dan tekan pada pelat
lantai jembatan terhadap lentur harus memenuhi persyaratan perencanaan kekuatan
pelat terhadap lentur (Mu ∅ Mn) baik untuk tulangan tunggal maupun tulangan
rangkap (tarik dan tekan). Diagram gaya-gaya reganagn beton bertulang ganda
dapat dilihat pada Gambar 2.32 dibawah ini.
Gambar 2. 10 Penampang Regangan, Tegangan Balok Bertulang Ganda
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-29
Berdasarkan RSNI T-02-2004, apabila keruntuhan geser dapat terjadi di
sekitar tumpuan atau beban terpusat, maka kuat geser rencana pelat lantai harus
diambil ∅ . Nilai tersebut dapat diambil dengan ketentuan seagai berikut. < ∅ = , = + , = = ′ + , ........................................................ (2.42)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-31
: Perbandingan antara dimensi terpanjang dengan dimensi terpendek ′ : Panjang efektif dari garis keliling geser kritis ∶ Tegangan tekan dalam beton akibat gaya prategang efektif
II.10 Perancangan Tiang Sandaran
Menurut Awan dan Try (2014), tiang sandaran digunakan untuk memberi
rasa aman bagi kendaraan dan orang yang akan melewati jembatan tersebut. Fungsi
dari tiang sandaran adalah sebagai perletakan dari pipa sandaran. Biasanya
tingginya 125-145 cm dengan lebar 16 cm dan tebal 10 cm. Tiang sandaran yang
dilengkapi dengan pipa sandaran merupakan bagian struktur jembatan yang
dipasang dibagian tepi luar lantai trotoar sepanjang bentang jembatan berfungsi
sebagai pengaman untuk pejalan kaki yang lewat diatas trotoar, juga merupakan
konstruksi pelindung jika terjadi kecelakaan lalu lintas. Dibawah ini merupakan
Gambar 2. 12 yang menunjukkan gambaran railing atau tiang sandaran.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-32
Gambar 2. 12 Tiang Sandaran Sumber: https://image.slidesharecdn.com/
II.11 Perancangan Abutment
Perancangan abutmnet mengacu pada Pedoman Perancangan Jembatan
Semi Integral Tipe Balok Beton Pracetak Prategang. Berdasarkan RSNI T-12-2004
tentang Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan, struktur bangunan bawah
jembatan adalah bagian struktur jembatan atau komponen jembatan yang menahan
beban dan secara umum diistilahkan sebagai kumpulan kepala tiang (pile cap),
dinding penahan tanah, pondasi dan terminologi sejenis lainnya. Perencanaan
berlaku untuk kepala jembatan, bangunan portal kaku dan gorong-gorong yang
mana beban lateral dari tekanan tanah pada tiap-tiap ujung bangunan
diseimbangkan dengan gaya tekan yang disalurkan melalui bangunan atas.
Konsep analisis perhitungan abutment menggunakan teori diagram
interaksi kolom. Menurut Advent. S (2009), kapasitas penampang kolom beton
bertulang dapat dinyatakan dalam bentuk diagram interaksi aksial-momen (P-M)
yang menunjukkan hubungan beban aksial dan momen lentur pada kondisi batas.
Setiap titik kurva menunjukkan kombinasi P dan M sebagai kapasitas penampang
terhadap suatu garis netral tertentu. Suatu kombinasi beban yang diberikan pada
kolom bila diplot ternyata berada di dalam diagram interaksi kolom, berarti kolom
masih mampu memikul dengan baik kombinasi pembebanan tersebut. Demikian
pula sebaliknya, yaitu jika suatu kombinasi pembebanan yang diplot ternyata
berada di luar diagram itu berarti kombinasi beban itu telah melampaui kapasitas
Kuat geser yang disumbangkan oleh tulangan geser (Vs) adalah sebagai berikut. = ............................................................................................... (2.47)
Namun dalam segala hal nilai Vs, harus tidak boleh lebih besar dari: √ ′ ............................................................................................. (2.48)
Besarnya kekuatan geser nominal dari penampang abutment dapat ditentukan
sebagai berikut.
1. Kekuatan geser abutment tanpa tulanagn geser
Apabila ℎ
, maka besarnya kuat geser Vc dapat ditentukan oleh
persamaan dibawah ini. = [ , √ ′ − , ℎ √ ′ ] , ....................................... (2.49)
Apabila ℎ > , maka nilai dapat diambil dari harga yang dihitung dari
Tetapi dalam setiap hal: √ ′ , ........................................................................ (2.51)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-37
2. Sumbangan kekuatan geser abutmnet oleh tulangan geser
Berdasarkan RSNI T-12-2004 tentang Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan, sumbangan geser nominal oleh tulangan geser Vs, harus ditentukan
dari persamaan dibawah ini. = , .......................................................................... (2.52)
Dimana ditentukan sebagai berikut.
a. Untuk dinding dimana ℎ
, diambil dari perbandingan luas tulangan
vertikal atau luas tulangan horisontal, terhdap luas penampang dinding
pada daerah yang berurutan.
b. Untuk dinding dimana ℎ > , diambil sebagai perbandingan luas
tulangan horisontal dengan luas penampang dinding per meter vertikal.
II.11.4 Persyaratan Tulangan untuk Abutment
Berikut ini merupakan uraian persyaratan penulangan untuk abutment.
1. Tulangan Minimum
Rasio tulangan tidak kurang dari seperti yang diperlukan untuk pembatasan
retak pada komponen jembatan.
2. Tulangan Horisontal untuk Pengendalian Retak
Apabila dinding sepenuhnya dikekang terhadap perpanjangan atau kontraksi
arah horisontal akibat penyusutan atau suhu, perbandingan tulangan horisontal
tidak boleh kurang dari harga berikut, mana yang sesuai:
a. Untuk klasifikasi ketidakterlindungan A ,′
b. Untuk klasifikasi ketidakterlindungan B1, B2 dan C ,′
3. Jarak Antar Tulangan
Berikut uraian jarak antartulangan.
a. Jarak bersih minimum antara tulangan yang sejajar tidak boleh kurang
dari 3db.
b. Jarak antara maksimum dari pusat ke pusat dari tulangan yang sejajar
harus 1,5 atau 300 mm, diambil yang terkecil.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-38
c. Untuk dinding dengan ketebalan lebih besar dari 200 mm, tulangan
horisontal dan vertikal harus dipasang dalam dua lapis masing-masing
dekat muka dinding.
II.12 Sambungan pada Jembatan
Berdasarkan SNI 2847:2013 pada pasal 12 tentang penyaluran dan
sambungan tulangan menyebutkan bahwa untuk batang tulangan ulir atau kawat
ulir, panjang penyaluran tulangannya dapat menggunakan persamaan dibawah ini. = ( , √ ′ 𝜓 𝜓 𝜓( + 𝐾 ) ) ............................................................ (2.53)
Dimana ruas pengekangan +
tidak boleh diambil lebih besar dari 2,5.
Diizinkan menggunakan = sebagai penyederhanaan disain meskipun
terdapat tulangan transversal.
Faktor-faktor yang digunakan dalam perumusan untuk penyaluran tulangan ulir
dapat dilihat sebagai berikut.
1. Jika tulangan horisontal dipasang lebih dari 300 mm beton segar dicor di
bawah panjang penyaluran atau sambungan, maka 𝜓 = , . Untuk situasi
lainnya, 𝜓 = , . 2. Untuk batang tulangan dilapisi epoksi, batang tulangan dilapisi ganda bahan
seng dan epoksi, atau kawat dilapisi epoksi dengan selimut kurang dari ,
atau spasi bersih kurang dari , 𝜓 = , . Untuk semua batang
tulangan dilapisi epoksi, batang tulangan dilapisi ganda bahan seng dan epoksi,
atau kawat dilapisi epoksi lainnya, maka 𝜓 = , . Untuk tulangan tidak
dilapissi dan dilapisi bahan seng (galvanis), maka 𝜓 = , . 3. Untuk batang tulangan atau kawat ulir D-19 atau yang lebih kecil, 𝜓 =, . Sementara untuk baja tulangan D-22 dan yang lebih besar, 𝜓 = , . 4. Jika beton ringan digunakan, tidak boleh melebihi 0,75. Jika beton normal
digunakan = , .
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-39
II.12.1 Penyaluran Kait Standar
Berdasarkan SNI 2847:2013, yang tertera pada pasal 12.5, panjang
penyaluran utnuk baja tulangan ulir yang diakhiri dengan kait standar, ℓ ℎ, harus
memiliki ketentuan bahwa ℓ ℎ tidak boleh kurang dari dan 150 mm.
II.12.2 Penyaluran Tulangan Momen Negatif
Ketentuan penyaluran tulangan momen negatif berdasarkan SNI 2947:2013
adalah sebagai berikut.
1. Tulangan momen negatif pada komponen struktur menerus, terkekang
(restrained), atau kantilever, atau pada setiap komponen struktur dari rangka
kaku, harus diangkur di dalam atau melewati komponen struktur penumpu
dengan panjang penanaman, kait, atau angkur mekanis.
2. Tulangan momen negatif harus mempunyai panjang penanaman ke dalam
bentang seperti diisyaratkan sebagai berikut.
a. Tulangan harus menerus melampaui titik dimana tulangan tersebut tidak
diperlukan lagi untuk menahan lentur untuk jarak yang sama atau ,
yang mana yang lebih besar, kecuali pada tumpuan bentang sederhana dan
pada ujung bebas kantilever.
b. Nilai √ ′ yang dipakai tidak boleh melebihi 8,3 MPa.
3. Paling sedikit sepertiga tulangan tarik total yang dipasang untuk momen
negatif pada tumpuan harus mempunyai panjang penanaman melewati titik
belok tidak kurang dari , , yang mana yang lebih besar.
4. Pada tumpuan interior komponen struktur lentur tinggi, tulangan tarik momen
negatif harus menerus dengan tulangan tarik dari bentang di sebelahnya.