AYAT-AYAT GEOLOGI DALAM AL-QUR‟AN (Studi Komparatif Tafsir Ilmi dan Teori Sains Modern) Tesis Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama Islam (M.Ag) Dalam Bidang Agama Islam Oleh: NIA AINIYAH NIM: 215410622 Pembimbing: Dr. H. Muhammad Ulinnuha, MA. Dr. H. Ahmad Syukron, MA. PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR PASCASARJANA MAGISTER INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 2020 M./1441 H.
55
Embed
AYAT-AYAT GEOLOGI DALAM AL-QUR‟AN - IIQrepository.iiq.ac.id/bitstream/123456789/1017/2/215410622... · 2020. 8. 7. · BAB III. PENAFSIRAN AYAT-AYAT GEOLOGI DAN FENOMENA ALAM DI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AYAT-AYAT GEOLOGI DALAM AL-QUR‟AN
(Studi Komparatif Tafsir Ilmi dan Teori Sains Modern)
Tesis
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Magister Agama Islam (M.Ag) Dalam Bidang Agama Islam
Oleh:
NIA AINIYAH
NIM: 215410622
Pembimbing:
Dr. H. Muhammad Ulinnuha, MA.
Dr. H. Ahmad Syukron, MA.
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PASCASARJANA MAGISTER
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
2020 M./1441 H.
1
AYAT-AYAT GEOLOGI DALAM AL-QUR’AN
(Studi Komparatif Tafsir Ilmi dan Teori Sains Modern)
Tesis
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Magister Agama Islam (M.Ag) Dalam Bidang Agama Islam
Oleh:
NIA AINIYAH
NIM: 215410622
Pembimbing:
Dr. H. Muhammad Ulinnuha, MA.
Dr. H. Ahmad Syukron, MA.
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PASCASARJANA MAGISTER
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
2020 M./1441 H.
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis persembahan kehadirat
Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan
lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat dan
salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi akhir zaman, Rasulullah
Muhammad SAW. Begitu juga kepada keluarganya, para sahabatnya, para
tabi‟in dan tabi‟i al-tabi‟in serta para umatnya yang senantiasa mengikuti
ajaran-ajarannya. Amin.
Penulisan tesis ini sebagai bagian dari tugas akhir penulis dalam
menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar magister dalam kajian Ilmu
Agama Islam program studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir pada Program
Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta. Selanjutnya, penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini tidak sedikit hambatan,
rintangan serta kesulitan yang dihadapi. Namun berkat bantuan dan motivasi
serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan tesis ini.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tidak
terhingga kepada
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA. Selaku Rektor Institut
Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta
2. Bapak Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana MA, Direktur Program
pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta
3. Bapak Dr. H. M. Ulinnuha, MA selaku pembimbing pertama penulis
yang telah memberikan bimbingan dan arahan demi terselesaikan tesis
ini.
4. Bapak Dr. H. Ahmad Syukron MA sebagai ketua/kepala prodi Ilmu
AlQur‟an dan Tafsir (IAT) Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-
v
Qur‟an (IIQ) Jakarta, sekaligus sebagai dosen pembimbing kedua
penulis.
5. Seluruh Dosen pascasarjana IIQ Jakarta yang telah memberikan
semangat dalam belajar sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas-
tugas sebagai mahasiswa.
6. Staf akademik, karyawan Perpusatakaan IIQ Jakarta, pimpinan dan
seluruh karyawan Perpustakaan Pascasarjana UIN Jakarta, pimpinan dan
karyawan perpustakaan Islam Iman Jama‟ serta pimpinan dan karyawan
pusat studi Al-Qur‟an yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan
kepada penulis untuk membaca dan melakukan penelitian dalam rangka
menyelesaikan tesis ini.
7. Kepada orang tua tercinta dan tersayang, Bapak dan Ibu, Ibu Siti
Muzayyanah dan Bapak Abdul Muhid tidak ada kata yang dapat penulis
sampaikan selain terimakasih yang sedalam-dalamnya atas segala kasih
sayang, support, do‟a, pengorbanan, dukungan moril dan materiil dan
bimbingan yang mereka berikan dengan keikhlasan dan kesabaran yang
tak terhingga.
Hanya do‟a yang dapat penulis persembahkan untuk keduanya.
8. Saudara-saudara tercinta, Nurul, Adib dan Aris
9. Ustadz H. Endang Husna Hadiawan dan Ibu Hj Arbiyah Mahfudz
Hadiawan selaku Pengasuh Pesantren Al-Qur‟an Nur Medina yang tidak
hentinya memberikan dukungan untuk menyelesaikan tugas akhir ini
meskipun beberapa tugas pesantren tidak dilaksanakan dengan baik.
10. Keluarga besar Pesantren Al-Qur‟an Nur Medina, Kakak-kakak dan
abang-abang yang senantiasa menemani perjalanan peneliti dikala suka
dan duka.
11. Keluarga besar MI MUmtaza Islamic School
vi
12. Teman-teman pascasarjana IIQ angkatan 2016 khususnya program studi
Ilmu Al-Qur‟an yang senasib dan seperjuangan
13. Ucapan ribuan terimakasih kepada seluruh pihak yang ikut terlibat baik
secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu, semoga amal baik yang mereka berikan kepada penulis
mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT.
Dalam penulisan tesis ini berbagai upaya telah penulis lakukan untuk
memaksimalkannya agar menjadi karya ilmiah yang baik. Namun
keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, maka tesis ini tentunya masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
penulis mengharapkan saran dan kritik konstruktif dari para pembaca demi
karya yang lebih baik lagi.
Demikian skripsi ini peneliti persembahkan, semoga dapat memberikan
manfaat kepada peneliti khususnya dan semua pembaca pada umumnya.
Jakarta, 24 Mei 2020
Nia Ainiyah
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
PERSETUJUAN HASIL UJIAN TESIS ii
PERNYATAAN PENULIS iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vii
PEDOMAN TRANSLITERASI x
ABSTRAK xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Permasalahan 12
C. Tujuan Penelitian 14
D. Kegunaan Penelitian 14
E. Tinjauan Pustaka 15
F. Metode Penelitian 19
G. Sistematika Penulisan 25
BAB II. GEOLOGI DALAM PERSPEKTIF SAINS DAN AL-
QUR’AN
A. Sejarah Geologi dalam Perspektif Sains Modern dan
Islam
27
1. Pengertian Awal Tentang Geologi 27
2. Ruang Lingkup Geologi 30
3. Geologi Dalam Khazanah Islam 32
B. Gunung dalam Perspektif Sains dan Al-Qur‟an 40
1. Definisi dan Proses Pembentukan Gunung 40
2. Fungsi dan Peran Gunung 47
viii
3. Identifikasi Ayat-ayat Tentang Gunung 55
C. Laut dalam Perspektif Sains dan Al-Qur‟an 60
1. Definisi dan Proses Pembentukan laut 60
2. Identifikasi Ayat-ayat Tentang Laut 65
BAB III. PENAFSIRAN AYAT-AYAT GEOLOGI DAN
FENOMENA ALAM DI ERA MODERN
A. Penafsiran Ayat-Ayat tentang Gunung dalam Islam 72
1. Gunung Sebagai Pasak Bumi 72
2. Gunung Selalu Aktif dan Tidak Pasif 81
B. Penafsiran Ayat-Ayat tentang Laut dalam Islam 88
1. Segala Sesuatu Berasal dari Air 88
2. Pembatas Di Antara Dua Laut 94
3. Lautan Yang Berapi 100
C. Fenomena Alam tentang Gunung dan Laut dalam
Perspektif Sains Modern
104
BAB IV. ANALISIS TENTANG KESESUAIAN
PENJELASAN AYAT-AYAT GEOLOGI DALAM
AL-QUR’AN DENGAN TEORI SAINS MODERN
A. Kesesuaian Ayat tentang Gunung 115
1. Gunung Sebagai Pasak Bumi 115
2. Gunung Selalu Aktif dan Tidak Pasif 131
B. Kesesuaian Ayat tentang Laut 144
1. Segala Sesuatu Berasal dari Air 144
2. Pembatas Di Antara Dua Laut 154
3. Lautan Yang Berapi 167
ix
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan 179
B. Saran-Saran 181
DAFTAR PUSTAKA 182
BIOGRAFI 190
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
th : ط a : ا
zh : ظ b : ة
„ : ع t : ث
gh : غ ts : ث
f : ف j : ج
q : ق h : ح
k : ك kh : خ
l : ل d : د
m : و dz : ذ
n : ن r : ز
w : و z : ش
h : ي s : س
: ysء : ‟ ش
y : ي sh : ص
dh : ض
2. Vokal
Vokal tunggal Vokal panjang Vokal rangkap
Fathah :a أ: â ى ...´ : ai
Kasrah :i ى: î و ....´ : au
Dhammah :u و: û
xi
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) qamariyah
ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
al-Baqarah : انبقسة
al-Madînah :انمديىت
b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsyiah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال)
syamsyiah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang
digariskan didepan dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
as-Sayyidah : انسيدة ar-Rajul : انسجم
ad-Dârimî :اندازمي asy-Syams :انشمس
c. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah (Tasydîd) dalam system aksara Arab digunakan lambang (
◌ ), sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan
ini berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di
akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti
oleh huruf-huruf syamsiyah.
Contoh:
Âmannâbillâhi : آمىب ببلل
فهبء Âmana as-sufahâ‟u : آمه انس
Inna al-ladzîna : إن انريه
كع wa ar-rukka„i : وانس
d. Ta Marbûthah (ة)
Ta Marbûthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata
sifat (na‟at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”.
Contoh:
al-Af‟idah : الفئدة
al-Jâmi„ah al-Islâmiyyah : انجبمعت الإسلاميت
xii
Sedangkan ta marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan
(diwashal) dengan kata benda (ism), maka dialih aksarakan menjadi
huruf “t”. Contoh:
Âmilatun Nâshibah„ : عبمهت وبصبت
الآيت انكبسي : al-Âyat al-Kubrâ
e. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi
apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan ejaan yang
disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.
Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini,
seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan
lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,
maka huruf yang ditulis capital adalah awal nama diri, bukan kata
sandangnya. Contoh: „Alî Hasan al-„Âridh, al-‟Asqallânî, al-Farmawî
dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Alqur‟an dan namanama
surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur‟an, AlBaqarah,
Al-Fâtihah dan seterusnya.
xiii
ABSTRAK
Penelitian ini menemukan bahwa sebuah tafsir yang pada awalnya
dibangun berdasarkan asumsi bahwa Al-Qur‟an mengandung berbagai
macam ilmu, baik yang sudah diketahui maupun belum diketahui
mendapatkan konfirmasi dan legitimasi dalam penemuan sains modern. Hal
ini menunjukan bahwa penafsiran terhadap ayat-ayat saintifik dalam Al-
Qur‟an yang dilakukan mufasir mengacu pada dua macam pendekatan, yaitu
tekstual dan kontekstual. Pendekatan pertama dilakukan dengan cara
menemukan padanan arti dalam bahasa Arab dan mengaitkan konteks sosial-
historis ketika ayat tersebut diturunkan, sedangkan pendekatan kedua
dilakukan dengan cara mengaitkan perkembangan dan penemuan dalam
bidang ilmu sains modern.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
perbandingan tafsir dengan titik tekan pada penafsiran yang bersifat saintifik.
Pendekatan saintifik (saintific approach) digunakan untuk melihat fenomena
alami yang terdapat dalam Al-Qur‟an apabila disandingkan dengan
penemuan ilmiah oleh para saintis modern. Adapun sumber primer dalam
penelitian ini adalah tafsir Mafâtîḥ al-Ghayb, Al-Jawâhir fî Tafsîr al-Qur’ân
dan Tafsir Ilmi Kemenag-LIPI. Sedangkan sumber sekunder adalah
penelitian yang memiliki relevansinya dengan penelitian ini dengan
dibandingkan dengan pandangan saintis modern yang berkaitan dengan lima
fenomena alam yang telah diteliti secara ilmiah.
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama,
metodologi yang diterapkan ketiga tafsir menggunakan pendekatan tafsir
ilmi dengan menggunakan metode rasionalistik. Kedua, hasil penafsiran
yang dilakukan terhadap lima fenomena alam sebagaimana terdapat dalam
ketiga tafsir memiliki persamaan dan perbedaan yang tetap memiliki
relevansi dengan penelitian ilmiah. Ketiga, Persamaan antara ketiga tafsir
dan penemuan saintis modern terdapat dalam masalah fenomena gunung
sebagai pasak bumi dan segala sesuatu berasal dari air. Keempat, sedangkan
perbedaan antara ketiga tafsir dan penemuan saintis modern terdapat dalam
masalah fenomena gunung selalu bergerak dan tidak diam, pembatas di
antara dua laut, dan laut yang di bawahnya ada api. Kelima, terdapat
persamaan dan perbedaan di antara keduanya diakibatkan pendekatan
saintifik atau rasionalistik dalam tafsir menyesuaikan dengan pengetahuan
dan penemuan pada kurun waktu tertentu sedangkan kajian ilmiah tentang
fenomena alam selalu dinamis dan menemukan bentuk yang lebih akurat
sesuai dengan standar penelitian ilmiah di kalangan para saintis modern.
Kata Kunci: Tafsir Saintifik, Mafâtîḥ al-Ghayb, Al-Jawâhir fî Tafsîr al-
Qur‟ân, Tafsir Ilmi, Gunung, Laut.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an merupakan wahyu Allah yang memiliki kebenaran mutlak.
Kemutlakan kebenaran Al-Qur‟an dapat dilihat dari segi otentisitas ayat yang
diturunkan, bahasa yang digunakan, sampai materi yang dikandungnya.1
Materi yang dikandung dalam ayat-ayat Al-Qur‟an di antaranya berisi
tentang sejarah peristiwa terdahulu, kemukjizatan para Nabi, gaya dan diksi
bahasa, sastra, ilmu pengetahuan dan lainnya.2 Semua yang ada di dalam Al-
Qur‟an wajib diimani oleh orang yang beriman sebagai kebenaran yang
berasal dari Allah Swt. Namun demikian, manusia dituntut dalam Al-Qur‟an
untuk selalu dan senantiasa menggunakan akal untuk melihat tanda-tanda
kebesaran dan kebenaran Allah. Salah satu yang menarik dalam kajian tafsir
adalah menghubungkan kesesuaian ayat dalam Al-Qur‟an yang memiliki
muatan atau isi ilmu pengetahuan dengan fenomena alam yang mendapatkan
perhatian dari kalangan sainstis modern.
Ayat Al-Qur‟an banyak yang menceritakan tentang fenomena alam
seperti fenomena gunung sebagai pasak bumi (QS.al-Nabâ [78]:7), aktivitas
gunung dan bumi yang selalu bersifat dinamis (QS.al-Naml [27]:88), posisi
dan manfaat sentral dari air (QS.al-Anbiyâ [21]:30), lautan yang memiliki
potensi panas yang berada di bawahnya (QS.al-Furqân [25]:53) sampai pada
fenomena pembatas di antara dua lautan (QS.al-Thûr [52]:6). Semua
fenomena alam yang disebutkan tersebut juga mendapat perhatian khusus
dari kalangan saintis modern yang dianggap sebagai fenomena alam yang
1 Nasaruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2005), hal. 267. 2 A Khalafullah, Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah (Jakarta: Paramadina, 2003).
2
masih menyimpan rahasia besar. Sehingga para saintis modern meneliti
dengan seksama tentang fenomena tersebut.3
Hasil dari penelitian dan kajian yang dilakukan oleh kalangan saintis
modern tentu mendapat legitimasi ilmiah karena dilakukan sesuai dengan
prinsip-prinsip utama dalam ilmu pengetahuan yang menekankan pada
metode ilmiah. Kajian mereka atas peristiwa alam sering dipublikasikan
dalam bentuk buku atau jurnal bereputasi yang memiliki tingkat keilmiahan
tertinggi dan bergengsi. Sementara itu, ketika menafsirkan ayat Al-Qur‟an
yang berisi tentang fenomena alam, para ulama menjelaskannya dengan
bersandarkan pada kemampuan nalar mereka dalam memahami firman Allah
dengan melalui metode rasional (bi al-ra’y) dan berdasarkan kutipan dari
khazanah Islam seperti ayat Al-Qur‟an dan hadis Nabi (bi al-ma’tsur) dan
pendapat ulama (qawl al-‘ulama’).4
Pengamatan sekilas tentang metode yang digunakan oleh mufasir dan
saintis tentang fenomena alam terkesan berbeda dan akan menghasilkan
kesimpulan yang berbeda. Namun akan dilihat sebaliknya, bahwa banyak
kesesuaian yang dapat dilihat dari kesimpulan antara keduanya ketika
memandang tentang fenomena alam yang terjadi pada kehidupan sehari-hari.
Hal ini dikarenakan manusia berusaha menemukan berbagai pendekatan
dalam upaya untuk menemukan pemahaman yang tepat dalam menyingkap
fenomena alam. Baik para mufasir maupun saintis sama-sama melakukan
pengamatan langsung terhadap fenomana alam kemudian dielaborasi dengan
penemuan-penemuan lain yang menghasilkan ilmu pengetahuan. Berbagai
macam pendapat yang menjelaskan fenomena alam tersebut dapat kita
3 Nadiah sering menyebut banyak kesesuaian pendapat dalam tafsir saintifik dengan
penemuan-penemuan ilmiah seperti proses pembentukan bumi, gunung dan laut. Lihat
selengkapnya dalam Nadiah Thayyarah, Buku Pintar sains dalam Al-Qur’an: Mengerti
Mukjizat Ilmiah Firman Allah (Jakarta: Zaman, 2013). 4 Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu Al-Quran dan Tafsir (Semarang: Pustaka Rizqi Putera,
2009), hal. 185.
3
temukan dalam beberapa teori yang dikemukakan oleh pakar khususnya
dalam ilmu geologi yang secara khusus membahas ilmu bumi dan unsur
pembentuknya. Penelitian ini berikhtiar untuk mencari kesesuaian antara
para mufasir dalam menafsirkan ayat Al-Qur‟an tentang fenomena alam
dalam ilmu geologi dan penemuan saintis modern yang berkaitan dengan hal
fenomena geologi yang ada di sekitar manusia yang dapat diamati dalam
aktivitas sehari-hari.
Bila dicermati, memang banyak ayat dalam Al-Qur‟an yang
memotivasi manusia untuk berpikir atau memfungsikan guna mengamati
fenomena-fenomena yang terdapat di alam raya ini termasuk juga
memfungsikan akal dan jiwa untuk memahami ayat Al-Qur‟an dengan segala
kebahasaannya, seperti menggunakan redaksi pada ayat afalâ tatafakkarûn,
afalâ ta’qilûn. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan kalau kemudian
Husein Nasr5 (lahir. 1933) menyatakan bahwa dalam perspektif Islam,
sebenarnya akallah yang memelihara manusia sehingga ia mengarah pada
jalan yang lurus. Namun perlu dikemukakan bahwa dalam Islam,
penggunaan akal tidak memiliki kebebasan mutlak. Sebagaimana yang
dikedepankan oleh Harun Nasution (w. 1998)6 bahwa penggunaan akal
tidaklah diberi padanya kebebasan mutlak agar para pemikir Islam tidak
keluar dari koridor yang telah ditetapkan oleh Al-Qur‟an dan Hadis dan
sebaliknya ia tidak pula dipasung atau diikat secara ketat agar pemikiran
Islam tetap dapat berkembang tanpa keluar dari ajaran Islam yang esensial.
Dengan situasi seperti itu maka Djohan Efendi menyatakan bahwa Al-
5 Husein Nasr adalah sosok pemikir Islam dan sosok ulama yang kharismatik serta
memiliki kepedulian dan daya kritis yang tinggi terhadap umat Islam. Beliau adalah seorang
filosof ilmu pengetahuan, teolog, sufistik dan tradisional perkembangan Iran. Hamza
Harun.blogspot.co.id, diakses tanggal 10 Mei 2017. 6 Harun Nasution adalah sosok filosof Muslim dari Sumatera Utara Pematangsiantar,
seorang pedagang dari Mandailing dan Qodhi pada pemerintahan masa Belanda, sekarang
beliau seorang ulama yang menguasai kitab kuning dengan berbahasa Melayu. Rumah
Dakwah Indonesia.blogspot.co.id
4
Qur‟an itu hendaknya dibedah dan ditelaah secara kritis, dikupas dan dicarik
secara serius dengan menggunakan sarana ilmu pengetahuan modern yang
berkembang dewasa ini. Jangan dibiarkan Al-Qur‟an hanya untuk dibaca dan
dihafal namun kering makna penalaran, gersang ide dan inspirasi, miskin
perspektif dan alternatif.7
Tafsir merupakan karya manusia dan hasil pemahamannya terhadap
kalam Ilahi. Menafsirkan Al-Qur‟an berarti manusia telah menangkap ide,
gagasan dan makna yang terkandung dalam ayat. Karena ia hasil karya
manusia, maka penafsiran Al-Qur‟an diwarnai dengan pemikiran
mufasirnya, komentar dan ulasannya mengenai suatu ayat merupakan
manifestasi dari apa yang sedang ada dalam pikirannya.
Karena tafsir merupakan karya manusia yang selalu diwarnai pikiran,
mazhab dan atau disiplin ilmu yang ditekuni oleh mufasirnya sehingga
berkembangnya kitab-kitab tafsir sesuai dengan corak pemikiran dan
mazhab, hal inilah yang disebut dengan latar belakang mufasir. Salah satu di
antaranya adalah corak tafsir „ilmi8, shufi, falsafi, fiqih, dan adabi ijtima‟i.
9
Pandangan ulama terhadap tafsir sains terbagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama adalah kelompok yang melegalkan atau memperbolehkan
penggunaan tafsir sains, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok yang
melarang menggunakan tafsir sains. Kelompok pertama dengan landasan
pada surat Qâf [50] ayat 6; sebagaimana berikut:
ناها وزي ناها وما لا من ف روج ماء ف وق هم كيف ب ن ي أف لم ي نظروا إل الس
7 Malkan, Dimensi Ilmiah dalam Tafsir Al-Sha’rawi (Ciputat: Mazhab Ciputat,
2016), hal. 8-11. 8 Tafsir sains menurut pandang ulama adalah mengungkap makna ayat-ayat Al-
Qur‟an atau hadis yang kebenarannya didukung oleh teori-teori ilmu alam. Lihat Muzammil
Imran, Dhiyaut Taysir, 9 Kadar M.Yusuf, Studi Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 158.
5
„Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas
mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan
langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun?‟ (QS. Qâf [50]:6).
Di antara ulama tafsir yang memperbolehkan adalah Syaikh Thanthâwî
Jauharî, al-Ghazâlî, al-Suyûthî, Fakhr al-Dîn al-Râzî al-Râzî. Menurut Al-
Ghazâlî bahwa segala macam ilmu pengetahuan baik yang terdahulu maupun
yang kemudian, baik yang sudah diketahui dan belum diketahui semua
bersumber dari Al-Qur‟an.
Adapun ulama yang kontra dengan tafsir ilmu berargumen bahwa
mereka khawatir melenceng dari maksud asal diturunkannya Al-Qur‟an
sebagai petunjuk bagi manusia. Karena itu, jika kemudian diyakini bahwa
ayat-ayat kauniyah dalam Al-Qur‟an tidak bisa dipahami kecuali dengan
teori sains yang terus berkembang dari waktu ke waktu, itu sama saja
mendistorsi keyakinan yang telah final ini, karena teori ilmiah bersifat relatif
yang saat ini mendapatkan posisi kebenaran dan sangat mungkin kelak akan
dicampakkan.10
Selain itu Al-Qur‟an mengajak manusia untuk memperhatikan gunung-
gunung dalam QS. Al-Fâthir [35] ayat 27; disebutkan dalam firman-Nya
sebagaimana berikut :
ماء ماء فأخرجنا به ثرات متلفا ألوان ها ومن البال جد أل د بي ت ر أن الله أن زل من الس وحر متلف ألوان ها وغرابيب سود
„Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari
langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang
beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada
garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada
(pula) yang hitam pekat‟(QS.Al-Fâthir [35]:27).
10
Ahmad Quraisyi dan Achyat Ahmad, Menelaah Pemikiran Agus Musthofa
(Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 2010), hal. 85-88.
6
Walau gunung sangat berfungsi bagi manusia dan kemanfaatan hidup
di bumi, tetapi sesekali Allah memperingatkan manusia melalui gunung.
Tidak mustahil karena keangkuhan pembuatan Kapal Titanic dan
kedurhakaan sebagian penumpangnya, sehingga Allah murka dan
mengakibatkan nahkoda kapal itu menabrak gunung es pada malam hari 14-
15 April 1912 M.11
Banyak dari ilmuan modern dari Islam yang membicarakan tentang
sains Islam yang bergiat melalui jurnalnya, meskipun gagasan-gagasan
mereka berbeda satu dengan yang lainnya. Kesemuanya berbagi kritik atas
sains modern. Yaitu secara singkat sains modern tidak dapat memuaskan
kebutuhan lahir dan batin umat Islam. Dalam pembahasan para penulis
tersebut ada upaya yang amat keras untuk menguliti dasar-dasar non-ilmiah
(metafisis,12
epistemologis13
) dalam sains modern.14
Para ulama Islam
mengoreksi mitos-mitos sains sebagai model ilmu yang paling handal yang
sepenuhnya rasional dan obyektif. Dari kritik-kritik itulah yang jika diterima,
kemudian menjadi argumen yang amat kuat untuk mengusung Islamisasi
atau penciptaan15
“sains Islam”.16
11
Quraish Shihab, Dia Di Mana-mana: Tangan Tuhan Di Balik Setiap Fenomena
(Ciputat: Lentera Hati, 2008), hal. 71. 12
Terkait dengan tujuan ilmu pengetahuan dibangun atau dirumuskan. Lihat Agus
Purwanto, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al-Quran yang Terlupakan (Bandung: Mizan, 2008),
hal. 190. 13
Cara bagaimana dan dengan apa kita mencapai ilmu pengetahuan yakni tangga
tujuan untuk mencapai ilmu atau sumber. Lihat Agus Purwanto, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi
Al-Quran yang Terlupakan, hal. 191. 14
Produk manusia dalam menyibak realitas. Berangkat dari pengertian ini maka sains
juga menjadi tidak tunggal atau dengan kata lain akan ada lebih dari satu sains, dengan
perbedaan makna realitas dan cara apa yang dapat diterima untuk mengetahui realitas
tersebut. Setiap bangunan ilmu pengetahuan atau sains selalu berpijak pada tiga pilar utama,
yakni pilar ontologis, aksiologis dan epistemologis. Lihat di Agus Purwanto, Ayat-ayat
Semesta Sisi-sisi Al-Quran yang Terlupakan, hal. 188-189. 15
Mehdi Glosani, Filsafat-Sains Menurut Al-Quran (Bandung: Mizan, 2003), hal.
xii-xiii. 16
Tiga pilar sains Islam jelas harus dibangun dari prinsip Tauhid yang tersari dari
kalimat laa ilaaha illa Allah dan telah terdeskripsi dalam rukun iman dan Islam. Pilar
antologis yakni hal yang menjadi subjek ilmu, Islam harus menerima realitas material dan
7
Sains modern telah bergerak menuju deisme kepercayaan bahwa
Tuhan memulai alam semesta, tetapi kemudian membiarkannya berjalan
sendiri. Jika dianalogikan dengan jam, peran Tuhan hanyalah dibatasi hanya
pembuat jam belaka, setelah itu hanya diam dari kejauhan dan membiarkan
jam berjalan sendiri sampai rusak. Tuhan yang pensiun deus otiosus, karena
Tuhan tidak mempunyai pekerjaan lagi. Berbeda dengan tujuan sains Islam
untuk mengetahui watak sejati segala sesuatu sebagaimana yang diberikan
oleh Tuhan. Ia juga bertujuan untuk menyatukan hukum alam,
kesalinghubungan seluruh bagian dan aspeknya sebagai refleksi dari
kesatuan prinsip ilahi. Sains modern dan islami mengalami perdebatan yang
panjang. Jika epistemologi sains modern bersumber dari logika dan rasional
ilmiah serta observasi dan eksperimentasi, bahkan sains modern
mengabaikan dan menyangkal sebagai aspek metafisik, spiritual dan estetis
jagat raya. Maka sains Islam adalah bersumber pada wahyu Allah dan
sunnah yang mencakup segala ilmu termasuk ilmu pengetahuan modern
dengan petunjuk-petunjuk sains di dalamnya.17
Tidaklah mengherankan jika kaum muslimin sejak awal sejarah Islam
telah menunjukkan minat, gairah dan himmah yang kuat untuk mempelajari
ilmu geologi sebelum mereka beralih mempelajari ilmu selainnya. Selain itu,
berkat Al-Qur‟an para ilmuan muslim terbantu dan tidak pernah bekerja di
luar wilayah kerajaan Allah. Dan tidak perlu berputar pada rumus “evolusi
biologis-horisontal” seperti yang dilakukan oleh orang–orang sekuler untuk
mengisi kekosongan yang mereka ciptakan sendiri, karena menolak sebab
ilahiah di balik keteraturan alam semesta.18
non material. Lihat Agus Purwanto, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al-Quran yang Terlupakan,
hal. 189.
17
Agus Purwanto, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al-Quran yang Terlupakan, hal. 193. 18
Didin Hafidhuddin, Ensiklopedia Ilmu dalam Al-Quran (Bandung: Mizan, 2007),
hal. 1715.
8
Suatu ketika Napoleon Hill (w. 1883)19
menemui Pierre-Simon De
Laplace (w. 1827)20
kemudian berkata “Tuan Laplace, orang-orang
mengatakan kepada saya bahwa anda telah menulis buku besar mengenai
sistem alam semesta dan anda tidak pernah menyebut sang pencipta”.
Laplace memberi jawaban yang sangat terkenal, “saya tidak membutuhkan
hipotesis itu”. Jika sekedar hipotesis peran saja tidak diperlukan, maka jelas
musykil berharap kepada Tuhan menjadi tujuan dalam sains modern.21
Gunung atau Jabal sering disebutkan dalam Al-Qur‟an sebanyak 39
kali dengan sifat yang berbeda beda. Sebagaimana yang akan dijelaskan pada
bab ke ketiga dan empat pada pembahasan tafsir dalam perbandingan kajian
tafsir.
Perumpamaan pasak tampaknya tidak alami dari sudut pandang
temuan geologis abad terakhir. Gunung-gunung yang kita amati
dipermukaan bumi hanyalah sepenggal dari sastra yang sangat besar. Lapisan
di bawah permukaan bumi boleh jadi sampai sepuluh sampai lima belas kali
lebih besar dari pada bagian yang terdapat di atas permukaan. Selama ribuan
tahun, agama-agama terdahulu hanya takjub pada ketinggian gunung.
Namun, Al-Qur‟an mementahkan kekaguman mereka. Akar gunung
merupakan tempat mengalirnya magma, gas, dan produk-produk material
lainnya. Oleh karena itu gunung befungsi sebagai pasak untuk
meminimalkan guncangan litosfer ketika bergerak. Seperti yang telah
19
Napoleon Hill adalah seorang penulis Amerika Serikat yang beraliran pemikiran
baru yang menjadi salah satu produser genre sastra kesuksesan pribadi modern pertama.
Lihat Briley, Richard Gaylord, 1995, “The Seven Spiritual secret of Succses”, hal.151,
Thomas Nelson Publishers, ISBN 0-7852-8083-9 20
De Laplace adalah seorang ahli matematika dan astronom Prancis yang terkenal
dengan teori bahwa bumi dengan jutaan tahun yang terpisah oleh matahari dan secara
perlahan kulit mengering dan mengeras. 21
Agus Purwanto, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al-Quran yang Terlupakan, hal. 191.
9
dikatakan oleh Dr. Frank Press “The Mountain play an important role in
stabilizing the crust of the earth”.22
Beberapa kali menggunakan kata gunung dengan kata rawâsiya yang
bermakna gunung tetap yang menguatkan yakni pasak agar bumi tidak
bergerak dan berguncang serta memporak-porandakan bumi. Sehingga
perbedaan penggunaan rawâsiya dengan jabal dalam Al-Qur‟an terletak
pada maknanya.23
Hal ini dikuatkan bahwa bumi itu bergerak diakibatkan gunung yang
bergerak, dan jelas gerakan gunung mengikuti gerakan awan dengan gerakan
yang sangat tenang dan pelan sehingga bumi berputar dan bergerak dengan
teratur selama 23 jam dan 56 menit. Masyarakat Hindu kuno percaya bahwa
bumi itu bertahan pada sesuatu masa yang disebut “baqaratul um” yakni
masa sebelum bumi mengalami gempa. Adapun masyarakat Yunani mereka
percaya bahwa bumi itu tetap dan percaya bahwa matahari berputar
mengelilingi bumi, kepercayaan ini tetap berjalan sampai datang ilmu falak
yang dipopulerkan oleh Galileo (1564-1642) menjelaskan bahwa bumi
berputar sekitar matahari.24
Selain mengajak manusia untuk memperhatikan penciptaan gunung,
Allah juga mengajak manusia untuk memperhatikan penciptaan air atau laut.
Antara penciptaan gunung dan laut memiliki signifikansi pembahasan yang
sama yaitu sama-sama dapat dikategorikan dalam pembahasan ayat-ayat
geologis dalam Al-Qur‟an. Adapun ayat tentang laut yang dimaksud terdapat
dalam surat al-Furqân [25] ayat 53, yang berbunyi sebagai berikut:
ن هما ب رزخا وحجرا م را جو وهو الذي مرج البحرين هذا عذب ف رات وهذا ملح أجاج وجعل ب ي
22
Komaruddin Hidayat, Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Qur’an (Bandung: