A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Lanjut usia (Lansia), pada umumnya mengalami perubahan-perubahan pada jaringan tubuh, yang disebabkan proses degenerasi, terjadi terutama pada organ-organ tubuh, dimana tidak ada lagi perkembangan sel seperti otot, jantung dan ginjal tetapi kurang pada organ-organ dimana masih ada mitosis seperti hepar. Proses degenerasi menyebabkan perubahan kemunduran fungsi organ tersebut, termasuk juga sistem traktus urinarius, sehingga menyebabkan macam- macam kelainan atau penyakit urologis tertentu (Dharmojo &Martono, 2000). Dengan menuanya seorang pria, kelenjar prostatnya membesar, sekresi prostat menurun, skrotum menggantung lebih rendah, testis menjadi lebih kecil dan lebih keras, dan rambut pubis menjadi lebih jarang dan lebih kaku. Inkontinensia urin pada lansia pria mempunyai banyak penyebab termasuk medikasi dan kondisi-kondisi yang berkaitan dengan usia, seperti penyakit neurologi atau hyperplasia prostat jinak (Brunner & Suddarth, 2001). Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Lanjut usia (Lansia), pada umumnya mengalami perubahan-perubahan
pada jaringan tubuh, yang disebabkan proses degenerasi, terjadi terutama pada
organ-organ tubuh, dimana tidak ada lagi perkembangan sel seperti otot,
jantung dan ginjal tetapi kurang pada organ-organ dimana masih ada mitosis
seperti hepar. Proses degenerasi menyebabkan perubahan kemunduran fungsi
organ tersebut, termasuk juga sistem traktus urinarius, sehingga menyebabkan
macam-macam kelainan atau penyakit urologis tertentu (Dharmojo &Martono,
2000). Dengan menuanya seorang pria, kelenjar prostatnya membesar, sekresi
prostat menurun, skrotum menggantung lebih rendah, testis menjadi lebih kecil
dan lebih keras, dan rambut pubis menjadi lebih jarang dan lebih kaku.
Inkontinensia urin pada lansia pria mempunyai banyak penyebab termasuk
medikasi dan kondisi-kondisi yang berkaitan dengan usia, seperti penyakit
neurologi atau hyperplasia prostat jinak (Brunner & Suddarth, 2001).
Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami
pembesaran, baik jinak maupun ganas. Pembesaran prostat jinak atau Benign
Prostatic Hiperplasia yang selanjutnya disingkat BPH merupakan penyakit
tersering kedua penyakit kelenjar prostat di klinik urologi di Indonesia.
Kelenjar periuretra mengalami pembesaran, sedangkan jaringan prostat asli
terdesak ke perifer menjadi kapsul. BPH akan timbul seiring dengan
bertambahnya usia, sebab BPH erat kaitannya dengan proses penuaan (Birowo,
2002).
Fungsi kandung kemih dan uretra pada manula dipengaruhi proses
fisiologis penuaan pada beberapa sistem. Kontrol serebral dari miksi
dipengaruhi oleh atrofi yang progresif pada korteks serebri dan neuron. Fungsi
otonom juga lambat laun menurun menyebabkan refleks otonom terganggu.
Misalnya dapat dilihat pada anatomi kandung kencing. Penuaan ditandai
dengan kurangnya jumlah sel-sel otot dan digantikan oleh jaringan lemak dan
jaringan ikat. Jaringan otot ini dapat berkurang sampai setengah pada umur 80
1
tahun, yang dapat menyebabkan kontraksi melemah (Nursalam dan Fransisca,
2009).
Sistem genitourinaria tetap berfungsi secara adekuat pada individu lansia,
meskipun terjadi penurunan massa ginjal akibat kehilangan primer beberapa
nefron. Perubahan fungsi ginjal meliputi penurunan laju filtrasi, penurunan
fungsi tubuler dengan penurunan efisiensi dalam resorbsi dan pemekatan urin,
dan perlambatan restorasi keseimbangan asam basa terhadap stress. Ureter,
kandung kemih menurun dan lansia tidak mampu lagi mengosongkan kandung
kemihnya secara sempurna. Retensi urin yang terjadi akan meningkatkan
resiko infeksi. Sering berkemih, dorongan dan inkontinensia juga merupakan
masalah yang biasa (Brunner & Suddarth, 2001).
Penelitian secara histopatologis di negara barat menunjukkan sekitar 20 %
kasus BPH pada umur 41-50 tahun, 50% pada umur 51-60 tahun, dan lebih
dari 90% pada umur lebih dari 80 tahun. Di indonesia BPH merupakan
kelainan urologi kedua setelah batu saluran kemih yang dijumpai di klinik
urologi dan diperkirakan 50% pada pria berusia di atas 50 tahun. Angka
harapan hidup di Indonesia, rata-rata mencapai 65 tahun sehingga diperkirakan
2,5 juta laki-laki di Indonesia menderita BPH (Pakasi, 2009).
Hyperplasia prostat benigna merupakan temuan yang sering pada pria
lansia. Pembesaran prostat menyebabkan retensi urin kronis, sering berkemih
dan inkontinensia (Brunner & Suddarth, 2001). Pada banyak pasien dengan
usia diatas 50 tahun, kelenjar prostatnya mengalami pembesaran, memanjang
keatas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi
orifisium uretra. Kondisi ini dikenal sebagai hyperplasia prostatik jinak (BPH),
perbesaran, atau hipertrofi prostat. BPH adalah kondisi patologis yang paling
umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi
medis pada pria diatas usia 60 tahun (Brunner & Suddarth, 2001).
Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini
berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar
hormon pria, terutama testosteron. Perubahan mikroskopik pada prostat telah
terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini
berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia
2
50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, usia 80 tahun sekitar 80%, dan usia
90 tahun 100%. Insiden di negara berkembang meningkat karena adanya
peningkatan usia harapan hidup (Mansjoer, 2002).
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna
pada popilasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam
bidang bedah urologi. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah
kesehatan utama bagi pria di atas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan
kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari
pria berusia antara 50-79 tahun mengalami hiperplasia prostat. Adanya
hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan
untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari
tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai
tindakan yang paling berat yaitu operasi (Nursalam dan Fransisca, 2009).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui konsep dasar penyakit Benigna Hyperplasia Prostat dan asuhan
keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien lansia.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah :
1) Mengetahui pengertian, etiologi, faktor pencetus, patofisiologi, tanda
dan gejala, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan hyperplasia
prostat pada lansia
2) Dapat melakukan pengkajian pada klien lansia dengan hyperplasia
prostat
3) Mendeskripsikan diagnosa yang mungkin muncul pada klien lansia
dengan hyperplasia prostat
4) Membuat rencana asuhan keperawatan meliputi tujuan dan kriteria
hasil, intervensi dan rasional pada klien lansia dengan hyperplasia
prostat.
3
B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah
pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran
prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun (Price, 2006).
2. Etiologi
BPH adalah tumor jinak pada pria yang paling sering ditemukan. Pria berumur
lebih dari 50 tahun, kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%. Ketika
berusia 80–85 tahun, kemungkinan itu meningkat menjadi 90%. Beberapa teori
telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi, hormon, dan faktor perubahan
usia, di antaranya :
a. Teori DHT (dihidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan enzim 5-α
reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar
prostat.
b. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk
merangsang pertumbuhan epitel.
c. Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying.
Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara
mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan
berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
d. Teori growth factors. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di
bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis
growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau
adanya penurunan ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β), akan
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan
menghasilkan pembesaran prostat.
(Birowo, 2002).
3. Faktor Predisposisi/Faktor Pencetus
4
a. Kadar Hormon
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan
risiko BPH.
b. Usia
Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot
detrussor) dan penurunan fungsi persarafan.
c. Riwayat keluarga
Bila salah satu anggota keluarga menderita BPH, maka risiko meningkat 2
kali bagi anggota keluarga yang lain.
d. Obesitas
Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh
terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitiasi prostat terhadap
androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat.
e. Pola diet
Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh
pada fungsi reproduksi pria. Yang paling penting adalah seng, karena
defisiensi seng berat dapat menyebabkan pengecilan testis yang selanjutnya
berakibat penurunan kadar testosteron. Selain itu, makanan tinggi lemak
dan rendah serat juga mengakibatkan penurunan kadar testosteron.
f. Aktivitas seksual
BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan.
Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan
darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi,
akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan kelenjar tersebut
bengkak permanen.
g. Kebiasaan merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan
aktivitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar
testosteron.
h. Kebiasaan minum-minuman beralkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6
yang penting untuk prostat yang sehat.
5
i. Olahraga
Dengan olahraga, kadar dehidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat
memperkecil resiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol
berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil.
j. Penyakit diabetes melitus
Laki-laki dengan penyakit diabetes melitus mempunyai resiko dua kali
terjadi BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal.
(Amalia, 2010).
4. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Pada usia lanjut,
akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adipose di perifer. Pertumbuhan kelenjar prostat ini sangat tergantung
pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini
akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa
reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensisntesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.
Perubahan paling awal pada BPH adalah di kelenjar periuretra sekitar
verumontanum :
a. Perubahan hiperplasia pada stroma berupa nodul fibromuskuler, nodul
asinar atau nodul campuran fibroadenomatosa.
b. Hiperplasia glandular terjadi berupa nodul asinar atau campuran dengan
hiperplasia stroma. Kelenjar-kelenjar biasanya besar dan terdiri atas tall
columnar cells. Inti sel-sel kelenjar tidak menunjukkan proses keganasan.
(Birowo, 2002).
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologis yang disebabkan pembesaran prostat disebabakan oleh
kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum, leher vesika, dan
6
kekuatan otot detrussor. Detrussor dipersarafi oleh saraf parasimpatis,
sedangkan trigonum, leher vesika dan prostat dipersarafi oleh saraf simpatis.
Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi
yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrussor
akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan
detrussor menjadi lebih tebal. Fase penebalan detrussor ini disebut fase
kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka
detrussor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Sjamsuhidajat,
2004).
Karena produksi urine terus terjadi, maka suatu saat vesika urinaria tidak
mampu lagi menampung urin, sehingga terjadi tekanan intravesikel lebih tinggi
dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox
(overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesika ureter dan
dilatasi ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan saat miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia atau
hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terdapat batu endapan di
dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan
bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis (Sjamsuhidajat, 2004).
5. Tanda dan Gejala
Biasanya gejala-gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower
Urinary Tract Symptomps (LUTS), dibedakan menjadi gejala iritatif dan
obstruktif.
a. Gejala Iritatif yaitu :
1) Sering miksi
2) Terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia)
3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi)
4) Nyeri pada saat miksi (disuria)
7
b. Gejala obstruktif yaitu :
1) Pancaran lemah
2) Rasa ingin kencing lagi sesudah kencing (double voiding)
3) Harus menunggu lama bila hendak miksi (hesitancy)
4) Harus mengedan (strainning)
5) Kencing terputus-putus (intermittency)
6) Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan
inkontinensia karena overflow.
(Mansjoer, 2002).
Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran
pemeriksaan pada pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination
(DRE). Pada BPH, prostat teraba membesar dengan konsistensi kenyal
(Mansjoer, 2000).
Keluhan ini biasanya disusun dalam bentuk skor simptom. Terdapat
jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan
menentukan tingkat beratnya penyakit, diantaranya adalah skor internasional
gejala-gejala prostat WHO (International Prostate Symptomp Score, IPPS) dan
skor Madsen Iversen. Gejala dan tanda pada pasien yang telah lanjut
penyakitnya, misalnya gagal ginjal, dapat ditemukan uremia, peningkatan