5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Penyakit BPH 1. Pengertian Kelenjar prostat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar granular yang melingkari uretra bagian proksimal, yang terdiri dari kelenjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak di bawah kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih dengan ukuran panjang 3-4 cm dan lebar 4,4 cm tebal 2,6 dan sebesar biji kenari, pembesaran pada prostat akan membendung uretra dan dapat menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat terdiri dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat berguna untuk melindungi spermatozoa tehadap tekanan yang ada uretra dan vagina, serta menambah cairan alkalis pada caran seminalis (Haryono, 2013:113). Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior dari kandung kencing. Berat prostat normalnya kurang lebih 20 gr, di dalamnya berjalan uretra posterior kurang lebih 2,5 cm (Haryono, 2013:113). BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, 2000 dalam Haryono, 2013).
21
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/998/5/BAB II.pdf · saluran kemih atas. (Gambar 2.1 Benigna Prostat Hiperplasia) (Sumber: Haryono, 2013). 8 (Patway 2.2 Benigna
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit BPH
1. Pengertian
Kelenjar prostat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar
granular yang melingkari uretra bagian proksimal, yang terdiri dari
kelenjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak di bawah
kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih dengan
ukuran panjang 3-4 cm dan lebar 4,4 cm tebal 2,6 dan sebesar biji
kenari, pembesaran pada prostat akan membendung uretra dan dapat
menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat terdiri dari lobus posterior
lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat berguna untuk
melindungi spermatozoa tehadap tekanan yang ada uretra dan vagina,
serta menambah cairan alkalis pada caran seminalis (Haryono,
2013:113).
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang
terlihat persis di inferior dari kandung kencing. Berat prostat
normalnya kurang lebih 20 gr, di dalamnya berjalan uretra posterior
kurang lebih 2,5 cm (Haryono, 2013:113).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum
pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, 2000
dalam Haryono, 2013).
6
2. Etiologi
Menurut (Haryono, 2013:114) penyebab pasti terjadinya BPH sampai
sekarang belum diketahui. Namun kelenjar prostat jelas sangat
tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya
dengan BPH adalah proses penuaan, ada beberapa faktor yang
memungkinkan menjadi penyebab antara lain:
a. Dehidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa redukase dan reseptor androgen akan
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hiperplasi.
b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testosteron
Pada proses penuaan yang dialami pria terjadi peningkatan
hormon estrogen dan penurunan testosterone yang mengkibatkan
hiperlasia stroma.
c. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal growth faktor atau fibroblast growth
faktor dan penurunan transforming growth faktor beta
menyebabkan hiperlpasia stroma dan epitel.
d. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkatkan menyebabkan peningkatan yang
lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari
kemampuan mesenkim sinus uregenital untuk berproliferasi dan
membentuk jaringan prostat.
3. Patofisiologi
Menurut Masjoer Arif (2000) didalam Haryono (2013:115),
pembesaran prostat terjadi secara perlahan–lahan pada traktus
urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi
perubahan fisiologi yang mengakibatkan resistensi uretra daerah
prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi
7
dengan lebih kuat. Sebagai akibatnya, serat detrusor akan menjadi
lebih tebal dan penonjolan serat detrusor kedalam mukosa buli-buli
akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika
dilihat dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesikula dapat
menerobos keluar diantara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan
mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut
diverkel.
Fase penembalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila
berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi
retensi urin total yang berlanjut pada hidrinefrosis dan disfungsi
saluran kemih atas.
(Gambar 2.1 Benigna Prostat Hiperplasia)
(Sumber: Haryono, 2013).
8
(Patway 2.2 Benigna Prostat Hiperlasia)
Peningkatan sel sterm proses menua interaksi sel epitel dan stroma
Berkurangnya sel yang mati Peningkatan 5 Alfa reduktase
reseptor androgen
Ketidakseimbangan hormon
( Estrogen dan Testosteron )
Penyempitan Lumen Ureter Prostatika
Menghambat Aliran Urina
Retensi urina Peningkatan tekanan intra vesikal
Hidro Ureter Hiperiritabel pada bladder
Hidronefritis Peningkatan kontraksi otot detrusor dari buli-buli
Penurunan Fungsi Ginjal Hipertropi otot detrusor,trabekulasi
Terbentuknya sekula-sekula dan di ventrikel buli-buli
5. Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi
6. Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan labolatorium sesuai indikasi
4 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur pembedahan
Tingkat Kecemasan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam Pasien tampak rileks dengan kriteria hasil: 1. Menyatakan
pengetahuan akurat tentang situasi, menunjukan rentang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut
Pengurangan Kecemasan 1. Dampingi klien
dan bina hubungan saling percaya
2. Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan
3. Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan
19
1 2 3 4 5 Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
Pengetahuan: Proses Penyakit Setelah dilakukan asuha keperawatan selama 3x24 jam pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya dengan kriteria hasil: 1. Melakukan
perubahan pola hidup/perilaku dalam pengobatan
Pengajaran Preoperatif 1. Dorong pasien
menyatakan rasa takut perasaan dan perhatian
2. Kaji ulang proses penyakit pengalaman pasien
6 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan iritasi kandung kemih
Eliminasi Urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam dapat melakukan pembuangan urin dengan kriteria hasil: 1. Warna urin tidak
urin termasuk frekunsi, konsistensi, bau, volume dan warna
2. Pantau tanda-tanda gejala retensi urin
3. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum prosedur
4. Catat waktu berkemih pertama setelah prosedur
7 Inkontinensia urin refleks berhubungan dengan kerusakan induksi implus diatas arkus refleks
Kontinensia Urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam dapat mengendalikan untuk berkemih dengan kriteria hasil: 1. Dapat mengenali
keinginan untuk
Perawatan Inkontinensia Urin 1. Identifikasi faktor
apa saja yang menyebabkan inkotinensia urin
2. Jelaskan penyebab terjadinya
20
1 2 3 4 berkemih, dapat
mengosongkan kandung kemih
inkontinensia urin
3. Monitor eliminasi urin
4. Batasi makanan yang mengiritasi kandung kemih
8 Inkontinensia urin stress berhubungan dengan kelemahan instrinsik uretra, kekurangan estrogen, peningkatan tekanan intrabdomen
Kontinensia Urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam dapat mengendalikan untuk berkemih dengan kriteria hasil: 1. Dapat mengenali
keinginan untuk berkemih
2. Dapat mengosongkan kandung kemih
Latihan Otot Pelvis 1. Kaji kemampuan
urgensi berkemih pasien
2. Instruksikan pasien menahan otot-otot sekitar uretra dan anus, kemudian relaksasi menahan buang air kecil,
3. Informasikan pasien bahwa latihan ini akan efektif jika dilakukan selama 6-12 minggu
Perawatan Inkontinensia Urin 1. Identifikasi faktor
apa saja yang menyebabkan inkotinensia urin
2. Jelaskan penyebab terjadinya inkontinensia urin
21
Rencana keperawatan Post- operasi
Rencana asuhan keperawatan pasien dengan post-operasi BPH terdapat
pada tabel berikut :
Tabel 2.2
Rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan Post-operasi BPH
No. Diagnosa keperawatan
Tujuan Rencana Tindakan Keperawatan
1 2 3 4 1.
Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP
Kontrol Nyeri 1. Klien
mengatakan nyeri berkurang/ hilang
2. Ekspresi wajah klien tenang
3. Klien menujukan keterampilan relaksasi
4. Klien akan tidur/istirahat
5. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Manajemen Nyeri 1. Jelaskan pada
klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih
2. Pemantuan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala-gejala dini dan spasmus kandung kemih
3. Jelaskan pada klien intensitas, frekuensi akan berkurang dalam 24-48 jam
4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter
5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TURP
6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi nafas dalam
22
1 2 3 4 7. Jagalah selang
drainase urin tetap aman untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih
8. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang
9. Observasi tanda-tanda vital
10. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat-obatan (analgesik atau anti spamodik
2 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering
Keparahan Infeksi 1. Klien tidak
mengalami infeksi
2. Dapat mecapai waktu penyembuhan tanda-tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda shok
Perlindungan Infeksi 1. Pertahankan
sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril
2. Anjurkan intake cairan yang cukup (2500-3000) sehingga dapat menurunkan potensi infeksi
3. Mempertahakan posisi urobag dibawah Observasi tanda-tanda vital, laporkan tanda-tanda shock dan demam
4. Observasi urin: warna, jumlah dan bau
23
1 2 3 4 5. Kolaborasi
dengan dokter untuk memberi obat antibiotik
3 Risiko perdarahan Keparahan Kehilangan Darah 1. Klien tidak
menunjukan tanda-tanda perdarahan
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal
3. Urin lancar lewat kateter
Pencegahan Perdarahan 1. Jelaskan pada
klien tentang sebab terjadi perdarahan dan tanda–tanda perdarahan
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalam saluran kateter
3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat memudahkan defekasi
4. Cegah pemakaian termometer rektal pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang-kurangnya satu minggu
5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi dipasang dan traksi dilepas
6. Observasi: tanda-tanda vital tiap 4 jam, masukan dan haluaran dan warna urin
24
1 2 3 4 4 Risiko disfungsi
seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TURP
Identitas seksual 1. Klien tampak
rileks dan melaporkan kecemasan menurun
2. Klien mengatakan pemahaman situasi individual
3. Klien menunjukan keterampilan pemecahan masalah
4. Klien mengerti tentang pengaruh TURP pada seksual
Konseling seksual 1. Beri kesempatan
kepada klien memperbincang kan pengaruh TRUP terhadap seksual
2. Jelaskan tentang: kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula kejadian ejakulasi retrograde (air kemih seperti susu) mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi
3. Dorong klien mananyakan ke dokter saat dirawat di rumah sakit
5 Kurang pengetahuan: tentang TURP berhungan dengan kurang informasi
Pengetahuan: Pengobatan 1. Klien akan
melakukan perubahan perilaku
2. Klien berpartisipasi dalam program pengobatan
3. Klien mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan
Pengajaran: Prosedur/ perawatan 1. Beri penjelasan
untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu
2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan