BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 1 Definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. 2 2.2 Etiologi dan Faktor Risiko Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi bronkus, faktor yang memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor lingkungan meliputi: alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur), alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari), makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur), 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut
terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1
Definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun
2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada
pasien dan/atau keluarganya.2
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko
Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi bronkus, faktor yang
memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor lingkungan meliputi: alergen
didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur), alergen di luar ruangan
(alternaria, tepung sari), makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur), obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID,
beta-blocker dll), bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll), ekspresi
emosi berlebih, asap rokok dari perokok aktif dan pasif, polusi udara di luar dan di dalam
ruangan, exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas
tertentu, dan perubahan cuaca.3,4
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2003,
prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak dan pada
dewasa > 18 tahun, 38 per 1000. Jumlah perempuan yang mengalami serangan lebih banyak
daripada laki-laki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma.
1
Sedangkan berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000 terdapat 4487 kematian akibat asma
atau 1,6 per 100 ribu populasi.5
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari data statistik pusat nasional Amerika
Serikat pada tahun1998, terdapat 8,65 juta anak-anak dilaporkan menderita asma dan 3,8 juta
anak pernah mengalami episode serangan asma dalam waktu 12 bulan. Asma pada anak-anak
di Amerika Serikat dianggap sebagai penyebab tersering adanya kunjungan ke Instalasi
Gawat Darurat (867,000 kasus), rawat inap (166,000 kasus) dan tidak masuk sekolah (10.1
juta kasus) Walaupun asma tidak sering menyebabkan kematian, namun dilaporkan 164
kematian anak akibat asma pada tahun 1998.4
2.4. Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh
serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Berbagai
sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel
epitel. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain, alergen,
virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe
cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.4
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap
alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Degranulasi sel mast mengeluarkan
histamin dan berbagai mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi fase lambat pada asma timbul sekitar 6-9
jam setelah fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil,
netrofil, dan makrofag.4
Pada remodeling saluran pernapasan, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan
deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses
dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Berbagai sel terlibat dalam
proses remodeling seperti sel-sel inflamasi, matriks ekstraseluler, membran retikular basal,
fibrogenic growth factor, pembuluh darah, otot polos dan kelenjar mukus. Perubahan struktur
yang terjadi pada proses remodeling yaitu: hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas,
hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran reticular basal, pembuluh
darah meningkat, peningkatan fungsi matriks ekstraselular, perubahan struktur parenkim, dan
peningkatan fibrogenic growth factor. Dengan adanya airway remodeling, terjadi
peningkatan tanda dan gejala asma seperti hipereaktivitas jalan napas, distensibilitas dan
obstruksi jalan napas.4
2
Gambar 1. Patogenesis Asma
2.5 Patofisiologi Asma
2.5.1 Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang dipicu oleh
mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi. Akibatnya terjadi hiperplasia kronik
dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Selain itu,
dapat pula terjadi hipersekresi mukus dan pengendapan protein plasma yang keluar dari
mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.6
Gambar 3. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik
2.5.2 Hiperaktivitas saluran respiratori
Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian
histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan penurunan Forced
3
Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat
dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease
(COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun
adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti
histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel
lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.6
2.5.3 Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan ini
disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot
polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma
berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat
bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos
dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.6
2.5.4 Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran
nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma
kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan
pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada
serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.6
2.6. Diagnosis
Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk
dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi pada
pasien.2,7
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan bertambahnya
umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak
yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi
paru yang sederharna dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer.
Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan
dingin,atau dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna
untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya:8
1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%
2. Kenaikan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
4
3. Penurunan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
2.6.1 Anamnesis
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk
dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai sesak nafas
dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul bergantung pada derajat
serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien masih
lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah
berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis
dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.8
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada
serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi baik
di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada serangan
sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan
peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda
atau manifestasi alergi, seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.8
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi kronik
saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lender, udem dinding bronkus dan
konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas mengakibatkan timbulnya
gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi basah kasar dan mengi. Pada saat
serangan dapat dijumpai anak yang sesak dengan komponen ekspiratori yang lebih
menonjol.8
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis
gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada AGD dapat
dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia). Pemeriksaan
penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisi memungkinkan. Pada
pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang mencapai <70% nilai
normal.8
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eusinofil total dapat membantu
penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total umum dijumpai pada
pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi dengan
5
histamin atau metakolin. Bila uji provokasi positif, maka diagnosis asma secara definitive
dapat ditegakkan.8
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma anak 7,8
Parameter klinisKebutuhan obat,
dan faal paru
Asma episodik jarang
(asma ringan)
Asma episodik sering
(asma sedang)
Asma persisten(asma berat)
1.Frekuensi serangan 3-4x /1tahun 1x/bulan ≥1/bulan2.Lama serangan <1 minggu ≥1 minggu Hampirsepanjang
tahun, tidak ada remisi3.Intensitas serangan Ringan Sedang Berat4.diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam5.Tidur dan aktivitas Tidak terganggu
<3x/mingguSering terganggu>3x/minggu
Sangat terganggu
6.Pemeriksaan fisis diluar serangan
Normal, tidak ditemukan kelainan
Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)
Tidak pernah normal
7.Obat pengendali Tidak perlu Perlu, non steroid/ steroid inhalasi dosis 100-200 ụg
BerbicaraBayi :Tangis pendek& lemahKesulitan menetek dan makan
IstirahatBayi :Tidak mau minum / makan
Posisi Bisa berbaring Lebih sukaDuduk
Duduk bertopang lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat
Kata-kata
Kesadaran Mungkin irritable
Biasanyairritable
BiasanyaIrritable
Sianosis Tidak ada Tidak ada AdaWheezing Sedang, sering Nyaring, Sangat
6
hanya pada akhir ekspirasi
Sepanjang ekspirasi± inspirasi
nyaring, Terdengar tanpa stateskop
Penggunaan ototBantu respiratorik
Biasanya tidak Biasanya ya Ya
Retraksi Dangkal,Retraksi Interkosta
Sedang, ditambahRetraksi suprasternal
Dalam, ditambahNapas cuping hidung
Frekuensi napas Takipnu Takipnu TakipnuPedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:Usia frekuensi napas normal<2 bulan < 60 / menit2-12 bulan < 50 /menit1-5 tahun < 40 / menit6-8 tahun < 30 / menit
Frekuensi nadi Normal Takikardi TakikardiPedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak :Usia Frekuensi nadi normal2-12 bulan < 160 / menit1-2 tahun < 120 / menit3-8 tahun < 110 / menit