MAKALAH KEPERAWATAN KLINIK VI (KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH) ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN LEUKEMIA Disusun Oleh Kelompok 18 DESNI TRI UTAMI SYAFRIDA HANUM TRI JULIANSYAH UMMAMI VANESA INDRI Dosen Pembimbing: Yesi Hasneli N, S.Kp., MNS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
LMA berbeda dengan anggapan umum selama ini dimana pada pasien LMA tidak
selalu dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA, sedang
15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal, dan sekitar 35% pasien mengalami
netropenia.
Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan, dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang sebagaimana disebutkan di atas.
Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia yang sering di jumpai
pada ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi, dan retina. Infeksi sering
terjadi di tenggorokan, paru-paru, kulit, dan daerah peri rekta, sehingga organ-organ
tersebut harus diperiksa secara teliti pada pasien LMA dengan demam (Sudoyo dkk,
2009). Hal ini dapat disebabkan diferensiasi sel ke bagian myeloid khususnya monosit.
Monosit berperan dalam sistem retikuloendotelial (RES) yang meliputi makrofag alveolar
dalam paru, kulit, dan makrofag pada usus (Mehta & Hoffbrand, 2008).
Pasien dengan angka leukosit yang sengat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3), sering
terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh
darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis sangat bervariasi, tergantung lokasi
sumbatannya. Gejala yang sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri
dada, dan priapismus. Angka leukosit yang sangat tinggi juga sering menimbulkan
gangguan metabolisme berupa hiperurisemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel leukosit
yang berproliferasi secara cepat dalam jumlah yang besar.
Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung
organ yang di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan leukemia kutis
yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, sedang infiltrasi di sel-
11
sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi
sel-sel blast di dalam tulang akan menyebabkan nyeri tulang yang spontan atau dengan
stimulasi ringan. Pembengkakan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel
blast ke dalam gusi.
B. Leukemia Limfoblastik Akut/Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA/ALL)
Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis menggambarkan
kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi
sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di
darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan
(Sudoyo dkk, 2009). Anemia pada pasien LLA menyebabkan kelemahan, dyspnea,
bahkan gagal jantung kongestif. Sedangkan perdarahan yang terjadi merupakan akibat
dari trombositopenia (Burke, 2012). Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada
separuh pasien LLA, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang baru
didiagnosis LLA. Perdarahan yang berat jarang terjadi.
C. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)
LMK dibagi menjadi 3 fase berdasarkan perjalanan penyakitnya, yakni fase kronik,
fase akselerasi, dan fase krisis blast. Pada umumnya saat pertama diagnosis ditegakkan,
pasien masih dalam fase kronis, bahkan sering kali diagnosis LMK ditemukan secara
kebetulan, misalnya pada persiapan pra operasi, dimana ditemukan leukositosis hebat
tanpa gejala gejala infeksi. Pada fase kronis, pasien sering mengeluh merasa cepat
kenyang. Hal ini disebabkan karena pembesaran limpa dimana limpa mendesak lambung.
Keluhan lain sering tidak spesifik, misalnya: rasa cepat lelah, lemah, demam yang tidak
terlalu tinggi, keringat malam.
Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua keluhan
tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia.
Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi lebih progresif atau mengalami
akselerasi. Bila saat diagnosa ditegakkan, pasien berada pada fase kronis, maka
kelangsungan hidup berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Ciri khas fase akselerasi adalah
leukositosis yang sulit dikontrol oleh obat-obat mielosupresif, mieloblas di perifer
mencapai 15-30%, promielosit lebih dari 30%, dan trombosit kurang dari 100.000/mm3.
Secara klinis, fase ini dapat diduga bila limpa yang tadinya sudah mengecil dengan terapi,
kembali membesar, keluhan anemia bertambah berat, timbul petekie, ekimosis. Bila
12
disertai demam, biasanya terdapat infeksi. Pada sekitar 1/3 penderita, perubahan terjadi
secara mendadak tanpa didahului masa prodromal, keadaan ini disebut krisis blast.
D. Leukemia Limfoid Kronik (LLK)
Awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menunjukkan gejala (asimptomatik).
Pada pasien dengan gejala, paling sering ditemukan limfadenopati, penurunan berat
badan, dan kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan
kemampuan latihan/olahraga. Demam, keringat malam, dan infeksi jarang terjadi pada
awalnya, tetapi semakin menyolok sejalan dengan perjalanan penyakitnya. Akibat
penumpukan sel B neoplastik, pasien yang asimptomatik pada saat diagnosis pada
akhirnya mengalami limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali.
2.4 Evaluasi Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan leukemia adalah sebagai
berikut:
1. Darah lengkap: menunjukkan adanya penurunan hemoglobin, hematokrit, jumlah sel
darah merah, dan trombosit. Jumlah sel darah putih meningkat pada leukemia kronik,
tetapi juga dapat turun, normal, atau tinggi pada leukemia akut;
2. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi memberikan data diagnostik definitif;
3. Asam urat serum meningkat karena pelepasan oksipurin setelah keluar masuknya sel-
sel leukemia cepat dan penggunaaan obat sitotoksit;
4. Sinar x dada: untuk mengetahui luasnya penyakit;
5. Profil kimia, EKG, dan kultur spesimen untuk menyingkirkan masalah atau penyakit
lain yang timbul.
13
2.5 Web Of Caution (WOC)
14
Kelainan kromosom, radiasi ionik, terpajan bahan-bahan kimia, penggunaan
obat-obat imunosupresif
Proliferasi sel kanker
Sel kanker bersaing dengan sel normal untuk mendapatkan nutrisi
Infiltrasi
Sel normal diganti dengan sel kanker
Akumulasi sel darah putih di sumsum
tulang
Infiltrasi Ekstramedular
Pembesaran limpa (splenomegali) dan
pembesaran hati (hepatomegali)
Eritrosit menurun
Trombosit menurun
Anemia Trombositopenia, ptekie, epistaksis
Perdarahan
Mk: Aktual/Risiko tinggi penurunan
volume cairan
Sel kekurangan oksigen dan nutrisi
BB menurun
Kelemahan
Mk: Intoleransi aktivitas
Mk: Gangguan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Mendesak lambung
Anoreksia, mual, dan muntah
Mk: Gangguan
rasa nyaman
nyeri
2.6 Penatalaksanaan Medis
Berikut adalah penatalaksanaan secara medis yang dapat diberikan kepada pasien
leukemia berdasarkan klasifikasi atau tipe dari leukemia.
A. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)
Terapi yang dapat diberikan kepada pasien LMA adalah sebagai berikut:
1. Kemoterapi merupakan bentuk terapi utama dan pada beberapa kasus dapat
menghasilkan perbaikan yang berlangsung sampai setahun atau lebih. Obat yang
biasanya digunakan meliputi daunorubicin, hydrochloride (cerubidine), cytarabine
(Cytosar-U), dan mercaptopurine (purinethol);
2. Pemberian produk darah dan penanganan infeksi dengan segera;
3. Transplantasi sumsum tulang.
Sebaiknya pasien dirujuk ke spesialis penyakit dalam (sub Bagian Hematologi) untuk
penatalaksanaan lebih lanjut (Muttaqin dkk, 2009).
B. Leukemia Limfoblastik Akut/Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA/ALL)
Bentuk terapi utama dalam penanganan masalah LLA adalah kemoterapi. Kemoterapi
untuk LLA yang paling mendasar terdiri atas panduan obat.
I. Induksi remisi
Tujuan dari terapi induksi remisi adalah mencapai remisi komplit hematologik
sehingga hematopoiesis dapat kembali normal.
a. Obat yang digunakan terdiri atas:
1) Vincristine (VCR) = 1,5 mg/m2/minggu secara IV;
2) Prednison (Pred) = 6 mg/m2/hari secara oral;
3) L.Asparaginase (L.asp) = 10.000 U/m2;
4) Daunorubicin (DNR) = 25 mg/m2/minggu-4 minggu.
b. Regimen yang digunakan untuk LLA dengan risiko standar terdiri atas:
1) Prednison + VCR;
2) Prednison + VCR + L. Asparaginase.
c. Regimen untuk ALL dengan risiko tinggi atau ALL pada orang dewasa antara
lain :
1) Prednison + VCR + DNR dengan atau tanpa L.Asparaginase;
2) DNR + VCR + Prednison + L.Asparaginase dengan atau tanpa
siklofosfamid.
15
II. Terapi post-remisi
a. Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang bersembunyi
dalam SSP dan testis);
b. Terapi intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen non-cross resistant
terhadap regimen induksi remisi yang bertujuan untuk mencegah relaps dan
juga timbulnya sel yang resisten obat;
c. Terapi pemeliharaan (maintenance): umumnya digunakan 6 mercaptopurine (6
MP) per oral, diberikan selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi.
C. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)
Medikasi ataupun terapi yang dapat diberikan kepada pasien dengan LMA yaitu:
a. Busulphan (myleran): dosis 0,1-0,2 mg/kg BB/hari, terapi dimulai jika leukosit
naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping berupa aplasia sumsum tulang
berkepanjangan, fibrosis paru, dan bahaya timbulnya leukemia akut;
b. Hidroksiurea: dosis dititrasi dari 500-2.000 mg, kemudian diberikan dosis
pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3, efek sampingnya
lebih sedikit;
c. Interferon alfa: biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh
hidroksiurea.
d. Tranplantasi sumsum tulang, memberikan harapan penyembuhan jangka
panjang, terutama untuk penderita yang berusia kurang dari 40 tahun.
Penanganan umum yang diberikan adalah allogeneic peripheral blood stem cell
transplantation.
e. Terapi dengan memakai prinsip biologi molekuler
Obat baru inatinib mesilate (gleevec) yang dapat menekan aktivitas tyrosine
kinase, sehingga menekan proliferasi sel myeloid.
D. Leukemia Limfoid Kronik (LLK)
Pengobatan sebaiknya tidak diberikan pada klien tanpa gejala, karena hal ini tidak
memperpanjang hidup. Hal yang perlu dihadapi adalah klien yang menunjukkan
progresivitas limfadenopati atau splenomegali, anemia, trombositopenia, atau gejala
akibat desakan tumor. Obat-obatan yang perlu diberikan adalah sebagai berikut:
a. Klorambusil 0,1-0,3 mg/kg BB/hari per oral;
16
b. Kortikosteroid sebaiknya baru diberikan bila terdapat AIHA atau trombositopenia
atau demam tanpa seinfeksi;
c. Radioterapi dengan menggunakan sinar x kadang-kadang menguntungkan bila
ada keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
2.7 Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Handayani & Haribowo pada tahun (2009), langkah-langkah keperawatan yang
dapat dilakukan terhadap klien dengan leukemia adalah sebagai berikut:
A. Pengkajian
1. Identifikasi batasan tanda-tanda dan gejala-gejala yang dilaporkan oleh pasien
dalam riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik;
2. Gambaran klinis akan beragam dengan tipe leukemia yang terjadi yaitu kelemahan
dan keletihan, kecenderungan perdarahan, petekia dan ekimosis, nyeri, sakit
kepala, muntah, demam, dan infeksi;
3. Pemeriksaan darah mungkin menunjukkan perubahan sel-sel darah putih dan
trombositopenia.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data dasar pengkajian, diagnosis keperawatan yang muncul adalah
sebagai berikut:
1. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik;
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia, dan efek toksik obat kemoterapi;
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia;
4. Risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan perdarahan;
5. Gangguan integritas kulit: alopesia yang berhubungan dengan efek toksik
kemoterapi;
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan dalam
fungsi dan peran;
7. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan kemungkinan terjadi karena
perubahan peran dan fungsi diri.
17
C. Intervensi Keperawatan
Berikut adalah penjelasan mengenai intervensi dari masing-masing diagnosa
keperawatan yang telah diambil:
a. Diagnosa keperawatan 1
Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan berkurang.
Kriteria Hasil: 1. Melaporkan penurunan tingkat nyeri;
2. Menjelaskan bagaimana keletihan dan ketakutan memengaruhi nyeri;
3. Menerima medikasi nyeri sesuai dengan resep yang diresepkan;
4. Menunjukkan penurunan tanda-tanda fisik dan perilaku tentang nyeri;
5. Mengambil peran aktif dalam pemberian analgetik;
6. Mengidentifikasi strategi peredaan nyeri;
7. Menggunakan strategi peredaan nyeri dengan tepat.
Intervensi RasionalKaji karakteristik nyeri: lokasi, kualitas, frekuensi, dan durasi.
Memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada tingkat nyeri dan mengevaluasi intervensi.
Tenangkan klien bahwa anda mengetahui nyeri yang dirasakannya adalah nyata dan bahwa anda akan membantu klien dalam mengurangi nyeri tersebut.
Rasa takut bahwa nyerinya tidak dianggap nyata dapat meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri.
Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, keletihan, dan marah klien.
Memberikan data tentang faktor-faktor yang menurunkan kemampuan klien untuk menoleransi nyeri dan meningkatkan tingkat nyeri klien.
Berikan analgetik untuk meningkatkan peredaan nyeri optimal dalam batas resep dokter.
Analgetik cenderung lebih efektif ketika diberikan secara dini pada siklus nyeri.
Kaji respon perilaku klien terhadap nyeri dan pengalaman nyeri.
Memberikan informasi tambahan tentang nyeri klien.
Kolaborasikan dengan klien, dokter, dan tim perawatan kesehatan lain ketika mengubah penatalaksanaan nyeri diperlukan.
Metode baru pemberian analgetik harus dapat diterima klien, dokter, dan tim perawatan kesehatan lain agar dapat efektif, partsipasi klien menurunkan rasa ketidakberdayaan klien.
Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan nyeri: distraksi, imajinasi, dan relaksasi.
Meningkatkan jumlah pilihan dan strategi yang tersedia bagi klien.
Berikan dukungan penggunaan strategi pereda nyeri yang telah klien terapkan dengan berhasil pada pengalaman nyeri
Memberikan dorongan strategi peredaan nyeri yang dapat diterima klien dan keluarga.
18
sebelumnya.b. Diagnosa keperawatan 2
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia, dan efek toksik obat kemoterapi
Tujuan: mengurangi mual muntah sebelum, selama, dan sesudah pemberian kemoterapi
Kriteria Hasil:
Berikut ini adalah hal-hal yang harus dilakukan pada klien dengan masalah nutrisi:
1. Melaporkan penurunan mual;
2. Melaporkan penurunan muntah;
3. Mengonsumsi cairan dan makanan yang adekuat;
4. Menunjukkan penggunaan distraksi, relaksasi, dan imajinasi ketika diindikasikan;
5. Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab;
6. Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan.
Intervensi RasionalSesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi klien.
Setiap klien berespon secara berbeda terhadap makanan setelah kemoterapi, makanan kesukaan dapat meredakan mual dan muntah klien.
Cegah pandangan, bau, dan bunyi-bunyi yang tidak menyenangkan di lingkungan.
Sensasi tidak menyenangkan dapat menstimulasi pusat mual dan muntah.
Gunakan distraksi, relaksasi, dan imajinasi sebelum dan sesudah kemoterapi.
Menurunkan ansietas yang dapat menunjang mual muntah.
Berikan antiemetic, sedative, dan kostikosteroid yang diresepkan.
Kombinasi terapi obat berupaya untuk mengurangi mual muntah melalui kontrol berbagai faktor pencetus.
Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama, dan sesudah pemberian obat. Kaji intake dan output cairan.
Volume cairan yang adekuat akan mengencerkan kadar obat, mengurangi stimulasi reseptor muntah.
Berikan dukungan-dukungan kepada klien agar dapat menjaga personal hygene dengan baik.
Mengurangi rasa kecap yang tidak menyenangkan.
Berikan tindakan pereda nyeri jika diperlukan.
Meningkatkan rasa nyaman akan meningkatkan toleransi fisik terhadap gejala yang dirasakan.
c. Diagnosa keperawatan 3
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan terjadi penurunan tingkat keletihan.
Kriteria Hasil
19
Kriteria hasil pada klien dengan masalah nyeri adalah bila didapatkan adanya hal-hal
berikut ini:
1. Melaporkan penurunan tingkat keletihan;
2. Meningkatnya keikutsertaan dalam aktivitas secara bertahap;
3. Istirahat ketika mengalami keletihan;
4. Melaporkan dapat tidur lebih baik;
5. Melaporkan energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas;
6. Mengonsumsi diet dengan masukan protein dan kalori yang dianjurkan;
Intervensi RasionalBerikan dorongan untuk istirahat beberapa periode selama siang hari, terutama sebelum dan sesudah latihan fisik.
Selama istirahat, energi dihemat dan tingkat energi diperbarui. Beberapa kali periode istirahat singkat mungkin lebih bermanfaat dibandingkan satu kali periode istirahat yang panjang.
Tingkatkan jam tidur total pada malam hari.
Tidur membantu untuk memulihkan tingkat energi.
Atur kembali jadwal setiap hari dan atur aktivitas untuk menghemat pemakaian energi.
Pengaturan kembali aktivitas dapat mengurangi kehilangan energy dan mengurangi stressor.
Berikan masukan protein dan kalori yang adekuat.
Penipisan kalori dan protein menurunkan toleransi aktivitas.
Berikan dorongan untuk teknik relaksasi.
Peningkatan relaksasi dan istirahat psikologis dapat menurunkan keletihan fisik.
Kolaborasi pemberian produk darah sesuai yang diresepkan.
Penurunan hemoglobin akan mencetuskan klien pada keletihan akibat penurunan ketersediaan oksigen.
d. Diagnosa keperawatan 4
Aktual/risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti muntah dan perdarahan
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam gangguan volume cairan dapat teratasi
Kriteria Hasil: klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit
normal, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Laboratorium: nilai hematokrit
meningkat.
Intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
Intervensi RasionalPantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa)
Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan
Kaji sumber-sumber kehilangan Perdarahan harus dikendalikan, muntah dapat diatasi dengan obat-obat antiemetik
20
Auskultasi TD Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya sistem kardiovaskular untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, dan nadi perifer
Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer
Kolaborasi:Pertahankan pemberian cairan secara intravena, jika memungkinkan berikan produk darah sesuai yang diresepkan
Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan control intake dan output cairan
Monitor hasil pemeriksaan diagnostik: platelet, Hb/Hct, dan bekuan darah
Bila platelet <20.000/mm3 klien cenderung mengalami perdarahan. Penurunan Hb/Hct berindikasi terhadap perdarahan
e. Diagnosa keperawatan 5
Berduka yang berhubungan dengan kehilangan, kemungkinan terjadi karena
perubahan peran fungsi.
Tujuan: klien mampu melewati proses berduka dengan sesuai.
Kriteria Hasil:
1. Klien dan keluarga akan berkembang melalui fase-fase terbuka;
2. Klien dan keluarga mengidentifikasi sumber sumber yang tersedia untuk
membantu strategi koping selama berduka;
3. Klien dan keluarga menggunakan sumber - sumber dan dukungan secara sesuai;
4. Klien dan keluarga mendiskusikan kekhawatiran dan perasaan secara terbuka satu
sama lain;
5. Klien dan keluarga menggunakan ekspresi nonverbal tentang kekhawatiran mereka
terhadap satu sama lain.
Intervensi keperawatan pada klien ini bertujuan agar klien mampu menggunakan koping
yang efektif untuk mengatasi perasaan duka yang dihadapinya.
Intervensi RasionalBantu klien untuk mengungkapkan ketakutan, kekhawatiran, dan pertanyaan tentang penyakit, pengobatan, serta implikasinya di masa yang akan datang.
Dasar pengetahuan yang akurat dan meningkat akan mengurangi ansietas dan melurusskan miskonsepsinya.
Berikan dukungan partisipasi aktif dari klien dan keluarganya dalam keputusan perawatan dan pengobatan.
Partisipasi aktif akan mempertahankan kemandirian dan control emosi klien.
Berikan dukungan agar klien dapat membuang perasaan negatif.
Hal ini memungkinkan untuk mengekspresikan emosional tanpa kehilangan harga diri.
21
Berikan waktu untuk klien menangis dan mengekspresikan kesedihannya.
Perasaan ini di perlukan untuk terjadinya perpisahann dan kerenggangan .
Libatkan petugas sesuai dengan yang diinginkan oleh klien dan keluarga.
Guna memfasilitasi proses berduka dan perawatan spiritual.
Sarankan konseling professional sesuai yang diindikasikan bagi klien dan keluarganya untuk menghilangkan proses berduka yang patologis.
Hal ini memfasilitasi proses berduka
Ciptakan situasi yang memungkinkan untuk beralih melewati proses berduka.
Proses berduka beragam. Oleh karena itu untuk menyelesaikan proses berduka, keberagaman ini harus di biarkan terjadi.
f. Diagnosa keperawatan 6
Gangguan integritas kulit: alopesia yang berhubungan dengan efek toksik kemoterapi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka gangguan integritas kulit tidak
terjadi.
Kriteria Hasil:Tindakan keperawatan yang dilakukan dikatakan berhasil jika dapat memenuhi kriteria
berikut ini.
1.Mengidentifikasi alopesia sebagai potensial efek samping dan pengobatan;
2.Mengidentifikasi perasaan negative dan positif serta ancaman terhadap citra diri;
3.Mengungkapkan mengenai adanya kemungkinan kerontokan rambut yang dimiliki;
4.Menyebutkan rasional untuk modifikasi dalam perawatan rambut dan pengobatan;
5.Melakukan langkah-langkah untuk mengatasi kemungkinan kerontokan rambut.
Intervensi keperawatan pada klien dengan masalah gangguan integritas kulit adalah agar
masalah gangguan integritas kulit pada klien dapat teratasi.
Intervensi RasionalDiskusikan potensial kerontokan rambut dan pertumbuhan kembali rambut bersama klien dan keluarga.
Memberikan informasi, sehingga klien dan keluarganya dapat mulai untuk bersiap diri secara kognitif dan emosional terhadap kerontokan.
Cegah atau minimalkan dampak kerontokan rambut melalui langkah-langkah berikut ini.
a. Potong rambut yang panjang sebelum pengobatan.
b. Hindari pemakaian shampoo yang berlebihan.
c. Menggunakan shampoo ringan dan conditioner.
Meminimalkan kerontokan rambut akibat beban berat dan tarikan pada rambut.
22
d. Hindari penggunaan pengeriting listrik, pemanas, pengering rambut, dan penjepit.
e. Hindari menyisir berlebihan, gunakan sisir yang bergerigi lebar.
Cegah trauma pada kulit kepala. Membantu dalam mempertahankan pertumbuhan rambut.
Sarankan cara untuk membantu dalam mengatasi kerontokan rambut seperti mengenakan wik atau memakai topi.
Menyamarkan kerontokan rambut.
Jelaskan bahwa pertumbuhan rambut biasanya mulai kembali ketika pengobatan telah selesai.
Menenangkan klien bahwa kerontokan rambut biasanya bersifat sementara.
g. Diagnosa keperawatan 7
Gangguan gambaran diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan, fungsi,
dan peran.
Tujuan: setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan,maka citra tubuh dan harga
diri klien dapat diperbaiki.
Kriteria Hasil:
Kriteria hasil pada klien ini adalah:
1. Mengidentifikasi hal hal yang penting;
2. Mengambil peran aktif dalam aktivitas;
3. Mempertahankan peran sebelumnya dalam pembuatan keputusan;
4. Mengungkapkan perasaan dan reaksi terhadap kehilangan;
5. Ikut serta dalam aktivitas perawatan diri.
Intervensi keperawatan yang diberikan pada klien dengan gangguan gambaran diri
bertujuan agar tercapai peningkatan harga diri.
Intervensi RasionalKaji perasaan klien tentang gambaran dan tingkat harga diri.
Setiap klien berespons secara berbeda terhadap makanan setelah kemoterapi,makanan kesukaan dapat meredakan mual muntah klien.
Berikan motivasi untuk keikutsertaan yang kontinu dalam aktivitas dan pembuatan keputusan.
Memberikan motivasi memungkinkan control kontinu terhadap kejadian dan diri klien.
Berikan dukungan pada klien untuk mengungkapkan kekhawatirannya.
Mengidentifikasi kekhawatiran merupakan satu tahapan penting dalam mengatasinya.
Bantu klien dalam perawatan diri ketika keletihan.
Kesejahteraan fisik meningkatkan harga diri.
23
Berikan motivasi kepada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran mengenai perubahan fungsi seksual.
Memberikan kesempatan untuk mengekspresikan kekhawatirannya.
Kata-Kata Sulit:
1. Alopesia: Kebotakan, kerontokan rambut.
2. Aplasia: Perkembangan jaringan yang tidak lengkap atau keadaan tidak adanya
pertumbuhan.
3. Asimptomatik: Suatu penyakit dimana pasien tidak menyadari gejala apapun.
4. Diferensiasi sel: Suatu sel menjadi khusus dalam struktur dan fungsinya.
5. Ekimosis: Memar spontan.
6. Ekstramedular: Terletak atau terjadi di sebelah luar medulla.
7. Epistaksis: Perdarahan hidung. Perdarahan dari hidung biasanya akibat pecahnya
pembuluh darah kecil yang terletak di bagian anterior septum nasal kartilaginosa.
8. Eritroleukemia: Diskrasia maligna pada darah, salah satu kelainan mieloproliferatif
dengan eritroblas atipik dalam darah tepi.
9. Hematopoietik: Kegagalan dari pembentukan darah.
10. Hepatomegali: Pembesaran hati.
11. Herpeszozter: Merupakan manifestasi lokal reaktivasi infeksi virus variselazoster
yang menjadi penyebab penyakit cacar air, infeksi ini ditandai oleh ruam vesikuler di
daerah distribusi saraf sensorik.
12. Hipertrofi gusi: Pembesaran atau pertumbuhan berlebihan dari gusi akibat
peningkatan ukuran sel sel pembentuknya.
13. Hiperurisemia: Kelebihan asam urat dalam darah.
14. Imunofenotipe: Fenotip sel neoplasma hematopoietik yang didefenisikan berdasarkan
kemiripannya dengan sel T dan sel B.
15. Infiltrasi: Difusi atau penimbunan substansi yang secara normal tidak terdapat pada
sel atau jaringan atau dalam jumlah yang melebihi normal dalam sel atau jaringan
tersebut.
16. Leukositosis: Peningkatan sel darah putih (leukosit) dalam sirkulasi.
17. Limfadenopati: Pembesaran normal dari limpa sebagai respon terhadap proliferasi
limfosit T atau limfosit B.
24
18. Mieloplorifelatif: Berkaitan dengan atau ditandai dengan proliferasi medularis dan
ekstramedularis unsur-unsur sumsum tulang.
19. Neoplastik: Berhubungan dengan pembentukan neoplasma atau berhu bungan dengan
neoplasia.
20. Nodul: Tonjolan atau nodus kecil yang padat dan dapat dikenali melalui sentuhan.
21. Priapismus: Ereksi penis yang persisten dan abnormal, disertai rasa nyeri dan nyeri
tekan.
22. Prodromal: Gejala yang muncul sebelum tanda-tanda sebenarnya yang merupakan
petunjuk diagnostik sebuah penyakit.
23. Proliferasi: Perbanyakan sel yang terjadi dengan cepat, seperti pada pertumbuhan
malignan (tumor ganas) dan selama kesembuhan luka.
24. Prominen: Pada anatom, istilah ini berarti tonjolan yang biasanya terjadi pada tulang.
25. Pruritus: Iritasi hebat pada kulit. Keadaan ini dapat mengenai seluruh permukaan
tubuh seperti pada penyakit kulit dan saraf tertentu, atau dapat pula terbatas pada
suatu daerah, khususnya daerah anus dan vulva.
26. Purpura: Suatu keadaan yang ditandai oleh ekstravasasi darah ke dalam kulit dan
membran mukosa yang menyebabkan bintik-bintik serta bercak-bercak berwarna
ungu.
27. Sel Blast: Sel granulosit yang immature (belum matang).
28. Splenomegali: Pembesaran limpa.
29. Trombositopenia: Berkurangnya kadar trombosit secara drastis di dalam darah.
Pertanyaan:
1. Apakah yang menyebabkan leukemia?
2. Bagaimana proses penghasilan sel-sel darah di dalam tubuh?
3. Apakah leukemia merupakan penyakit yang menular?
4. Bagaimana intervensi pada pasien dengan leukemia?
25
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Uraian KasusTn. Z berusia 27 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan demam, lemah, tidak
bertenaga dan nafsu makan menurun disertai mual dan muntah. Keluhan tersebut dirasakan
sejak 5 bulan terakhir sebelum masuk rumah sakit, akhir-akhir ini sering disertai dengan suka
pingsan. Saat pemeriksaan, didapatkan kondisi klien pucat, konjungtiva anemis, lemah,
pusing, berkunang saat berdiri, nafsu makan menurun, pada palpasi abdomen terdapat
hepatomegali dan splenomegali, turgor kulit buruk. Hasil pemeriksaan TTV dan laboratorium
DO: - Turgor kulit buruk- Hb: 9,3 g/dL- Trombosit: 100.000/mm3
- Leukosit: 24000/mm3
Aktual/risiko tinggi penurunan volume cairan
29
Proliferasi sel kanker
Sel kanker bersaing dengan sel normal
untuk mendapatkan nutrisi
Infiltrasi
Sel normal diganti dengan sel kanker
Akumulasi sel darah
putih sumsum tulang
Trombosit menurun
Trombositopenia
Akumulasi sel darah
putih sumsum tulang
Infiltrasi sel
medular
Hepatosplenomegali
Mendesak lambung
Risiko perdarahan
Mual, muntah
Aktual/risiko tinggi
penurunan volume cairan
3.4 Asuhan Keperawatan
Diagnosa 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan malaise, anoreksia, mual, dan muntah.
Tujuan: Mengurangi mual dan muntahKriteria Hasil: 1. Melaporkan penurunan mual;
2. Melaporkan penurunan muntah;3. Mengonsumsi cairan dan makanan yang adekuat;4. Menunjukkan penggunaan distraksi, relaksasi, dan imajinasi ketika
diindikasikan;5. Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab;6. Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan.
Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi klien.
Setiap klien berespon secara berbeda terhadap makanan setelah kemoterapi, makanan kesukaan dapat meredakan mual dan muntah klien.
Cegah pandangan, bau, dan bunyi-bunyi yang tidak menyenangkan di lingkungan.
Sensasi tidak menyenangkan dapat menstimulasi pusat mual dan muntah.
Gunakan distraksi, relaksasi, dan imajinasi sebelum dan sesudah kemoterapi.
Menurunkan ansietas yang dapat menunjang mual muntah.
Berikan antiemetik, sedatif, dan kostikosteroid yang diresepkan.
Kombinasi terapi obat berupaya untuk mengurangi mual muntah melalui kontrol berbagai faktor pencetus.
Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama, dan sesudah pemberian obat. Kaji intake dan output cairan.
Volume cairan yang adekuat akan mengencerkan kadar obat, mengurangi stimulasi reseptor muntah.
Berikan dukungan-dukungan kepada klien agar dapat menjaga personal hygene dengan baik.
Mengurangi rasa kecap yang tidak menyenangkan.
Berikan tindakan pereda nyeri jika diperlukan.
Meningkatkan rasa nyaman akan meningkatkan toleransi fisik terhadap gejala yang dirasakan.
Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan terjadi penurunan tingkat keletihan.Kriteria Hasil: 1. Melaporkan penurunan tingkat keletihan;
2. Meningkatnya keikutsertaan dalam aktivitas secara bertahap;3. Istirahat ketika mengalami keletihan;4. Melaporkan dapat tidur lebih baik;5. Melaporkan energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas;6.Mengonsumsi diet dengan masukan protein dan kalori yang dianjurkan;
Berikan dorongan untuk istirahat beberapa periode selama siang hari, terutama sebelum dan sesudah latihan fisik.
Selama istirahat, energi dihemat dan tingkat energi diperbarui. Beberapa kali periode istirahat singkat mungkin lebih bermanfaat dibandingkan satu kali periode istirahat yang panjang.
30
Tingkatkan jam tidur total pada malam hari.
Tidur membantu untuk memulihkan tingkat energi.
Atur kembali jadwal setiap hari dan atur aktivitas untuk menghemat pemakaian energi.
Pengaturan kembali aktivitas dapat mengurangi kehilangan energy dan mengurangi stressor.
Berikan masukan protein dan kalori yang adekuat.
Penipisan kalori dan protein menurunkan toleransi aktivitas.
Berikan dorongan untuk teknik relaksasi imajinasi.
Peningkatan relaksasi dan istirahat psikologis dapat menurunkan keletihan fisik.
Kolaborasi pemberian produk darah sesuai yang diresepkan.
Meningkatkan rasa nyaman akan meningkatkan toleransi fisik terhadap gejala yang dirasakan.
Diagnosa 3: Aktual/risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran berlebihan seperti muntah dan risiko perdarahan
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam gangguan volume cairan dapat teratasiKriteria Hasil: klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit
normal, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Laboratorium: nilai hematokrit meningkat.
Pantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa)
Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan
Kaji sumber-sumber kehilangan Perdarahan harus dikendalikan, muntah dapat diatasi dengan obat-obat antiemetik
Auskultasi TD Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya sistem kardiovaskular untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, dan nadi perifer
Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer
Kolaborasi:Pertahankan pemberian cairan secara intravena, jika memungkinkan berikan produk darah sesuai yang diresepkan
Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan control intake dan output cairan
Monitor hasil pemeriksaan diagnostik: platelet, Hb/Hct, dan bekuan darah
Bila platelet <20.000/mm3 klien cenderung mengalami perdarahan. Penurunan Hb/Hct berindikasi terhadap perdarahan
Pantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa)
Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan