BAB IPENDAHULUAN
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal
dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih,
dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada
leukemia leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak teratur,
tidak terkendali dan fungsinya menjadi tidak normal. Oleh karena
proses tersebut, fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga
terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam
klinik. Leukemia merupakan kanker anak yang paling sering dan
mencapai lebih kurang 33% dari keganasan pediatrik. Insidensi
tahunan keseluruhan dari leukemia adalah 42,1 juta anak kulit putih
dan 24,3 juta anak kulit hitam.1,2Leukemia dapat diklasifikasikan
berdasarkan perjalanan alamiah penyakitnya dan berdasarkan tipe sel
predominan yang terlibat. Berdasarkan perjalanan alamiah
penyakitnya leukemia dibedakan menjadi leukemia akut dan kronis.
Leukemia akut mencapai 97% dari semua leukemia pada anak sementara
leukemia kronik hanya ditemukan sekitar 3%. Leukemia akut merupakan
leukemia dengan perjalanan klinis yang cepat dan tanpa pengobatan
penderita rata-rata meninggal dalam 2 sampai 4 bulan. Leukemia kaut
terdiri dari 2 tipe yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA) yang
merupakan 82% dari semua leukemia akut dan leukemia mieloblastik
akut (LMA) yang ditemukan mencapai 18%. Di RSU Dr. Sardjito LLA
ditemukan sebanyak 79%, LMA 9% dan sisanya leukemia kronik,
sementara itu di RSU Dr. Soetomo pada tahun 2002 LLA ditemukan
sebanyak 88%, LMA 8% dan 4% leukemia kronik.1,6Penyebab leukemia
sampai saat ini sebagian besar belum diketahui dengan pasti. Namun
demikian, pada penelitian mengenai proses leukemogenesis pada
binatang percobaan ditemukan bahwa penyebab leukemia mempunyai
kemampuan melakukan modifikasi nukleus DNA dan kemampuan ini
meningkat bila terdapat suatu kondisi genetik tertentu seperti
translokasi, amplifikasi, dan mutasi onkogen seluler.
Kondisi-kondisi tertentu seperti cacat genetik, radiasi ionik,
infeksi virus atau bakteri, kondisi perinatal dan paparan bidang
elektomagnetik, benzene, pestisida dan produk minyak bumi dikaitkan
dengan peningkatan risiko terjadinya leukemia pada anak-anak.1,3Di
Negara berkembang, diagnosis leukemia harus dipastikan dengan
aspirasi sumsum tulang (BMA) secara morfologis, imunofenotip dan
karakter genetik. Pada leukemia akut, penting untuk membedakan LLA
dengan LMA karena akan sangat menentukan jenis terapi dan prognosis
penderita. Walaupun dewasa ini pengobatan leukemia telah
menunjukkan hasil yang sangat baik terutama untuk LLA, tidak jarang
ditemukan kasus gawat darurat leukemia dengan komplikasi infeksi,
perdarahan atau disfungsi organ yang terjadi akibat leukostasis.
Hal ini menunjukkan bahwa diagnosis dini leukemia sangat penting
dilakukan.1,6
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
II.1DefinisiLeukemia merupakan keganasan hematologik yang
terjadi akibat proses neoplastik yang disertai gangguan
diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel induk
hemopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok
(clone) sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, yang kemudian
beredar secara sistemik. Leukemia akut merupakan leukemia dengan
perjalanan klinis yang cepat dan dibagi atas leukemia limfoblastik
akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA).6Leukemia
limfoblastik akut adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor
limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit
B dan sisanya berasal dari sel T. Sementara itu, leukemia
mieloblastik akut adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel
progenitor dari seri myeloid.3
II.2EpidemiologiLeukemia akut merupakan keganasan yang paling
sering ditemukan pada anak, yaitu mencapai 30-40% dari seluruh
keganasan dan merupakan 97% dari semua leukemia pada anak. Insidens
rata-rata leukemia akut yaitu 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak
dibawah usia 15 tahun dan lebih banyak ditemukan pada anak kulit
putih dibandingkan anak kulit hitam.1Di negara berkembang, leukemia
limfoblastik akut (LLA) merupakan 82% dari seluruh kasus leukemia
akut pada anak dengan insidensi tertinggi pada usia 3-5 tahun dan
lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Sementara itu, leukemia mieloblastik akut (LMA) lebih sering
ditemukan pada dewasa dan berjumlah 18% dari seluruh kasus leukemia
akut pada anak dengan insidensi yang tetap dari lahir hingga usia
10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Pada leukemia akut,
rasio laki-laki dan perempuan adalah 1,15 untuk LLA dan mendekati 1
untuk LMA.1Di Jepang, leukemia akut mencapai 4/100.000 anak, dan
diperkirakan tiap tahun terjadi 1000 kasus baru. Sedangkan di
Jakarta pada tahun 1994 insidennya mencapai 2,76/100.000 anak usia
1-4 tahun. Pada tahun 1996 didapatkan 5-6 pasien leukemia baru
setiap bulannya di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, sementara itu di
RSU Dr. Soetomo sepanjang tahun 2002 dijumpai 70 kasus leukemia
baru.1
II.3EtiologiPenyebab leukemia sebagian besar belum diketahui,
namun terdapat beberapa kondisi yang dikaitkan dengan peningkatan
risiko terjadinya leukemia pada anak-anak, yaitu cacat genetik,
radiasi ionik, infeksi virus atau bakteri, kondisi perinatal dan
paparan bidang elektomagnetik, benzene, pestisida dan produk minyak
bumi.1,3,41. Cacat genetik. Anak-anak dengan cacat genetik (Trisomi
21, sindrom Bloom, anemia Fanconi dan ataksia telangiektasi)
mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita leukemia. Pasien
dengan sindrom down mempunyai resiko 10 sampai 18 kali lebih tinggi
untuk terkena leukemia baik LLA maupun LMA.2. Radiasi ionik.
Radiasi dosis tinggi merupakan leukemogenik, seperti dilaporkan di
Hiroshima dan Nagasaki sesudah ledakan bom atom. Meskipun demikian
paparan radiasi dosis tinggi in utero secara signifikan tidak
mengarah pada peningkatan insidens leukemia, demikian juga halnya
dengan radiasi dosis rendah. Namun hal ini masih menjadi
perdebatan. Pemeriksaan X-ray abdomen selama trimester I kehamilan
menunjukkan peningkatan kasus LLA sebanyak 5 kali.3. Infeksi virus
atau bakteri. Hipotesis yang menarik saat ini mengenai etiologi
leukemia pada anak-anak adalah peranan infeksi virus dan atau
bakteri seperti disebutkan Greaves (Greaves, Alexander 1993). Ia
mempercayai ada 2 langkah mutasi pada sistem imun. Pertama selama
kehamilan atau awal masa bayi dan kedua selama tahun pertama
kehidupan sebagai konsekuensi dari respons terhadap infeksi pada
umumnya. 4. Kondisi perinatal. Beberapa kondisi perinatal merupakan
factor resiko terjadinya leukemia pada anak, seperti yang
dilaporkan Cnattingius dkk (1995). Faktor-faktor tersebut adalah
penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplemen oksigen, asfiksia,
berat badan lahir > 4.500 gram, dan hipertensi saat hamil.
Sedangkan Shu dkk (1996) melaporkan bahwa ibu hamil yang
menkonsumsi alkohol meningkatkan resiko terjadinya leukemia pada
bayi, terutama LMA.5. Paparan elektomagnetik. Kontroversi tentang
paparan bidang elektromagnetik masih tetap ada. Beberapa studi
tidak menemukan peningkatan, tetapi studi terbaru menunjukkan
peningkatan 2 kali diantara anak-anak yang tinggal di jalur listrik
tegangan tinggi, namun tidak signifikan karena jumlah anak yang
terpapar sedikit.6. Paparan benzene. Paparan dengan benzene kadar
tinggi dapat menyebabkan aplasi sumsum tulang, kerusakan kromosom
dan leukemia. Paparan benzene ini meningkatkan resiko LLA maupun
LMA.7. Paparan pestisida dan produk minyak bumi. Paparan terhadap
pestisida dan produk minyak bumi pada masa paternal/maternal
menunjukkkan peningkatan resiko leukemia pada keturunannya.
II.4Klasifikasi MorfologikBerdasarkan morfologi sel dan
pengecatan sitokimia, gabungan ahli hematologi Amerika, Perancis
dan Inggris pada tahun 1976 menetapkan klasifikasi LMA yang terdiri
dari 8 subtipe. Klasifikasi ini dikenal dengan nama klasifikasi FAB
(France, American and British) dan sampai saat ini masih menjadi
diagnosis dasar LMA. Klasifikasi morfologik menurut FAB adalah
seperti berikut :1,4M-0Leukemia mielositik akut dengan diferensiasi
minimalM-1Leukemia mielositik akut tanpa maturasiM-2Leukemia
mielositik akut dengan maturasiM-3Leukemia promielositik
hipergranulerM-4Leukemia mielomonositik akutM-5Leukemia monositik
akutM-6Leukemia eritroblastik (eritroleukemia)M-7Leukemia
megakariositik akutSementara itu, untuk LLA, penelitian yang
dilakukan pada leukemia limfoblastik akut menunjukkan bahwa
sebagian besar LLA mempunyai homogenitas pada fenotip permukaan sel
blas dari setiap pasien. Hal ini memberi dugaan bahwa populasi sel
leukemia itu berasal dari sel tunggal. Oleh karena homogenitas itu
maka dibuat klasifikasi LLA secara morfologik untuk lebih
memudahkan pemakaiannya dalam klinik, klasifikasi LLA menurut FAB
adalah sebagai berikut:1L-1Terdiri dari sel-sel limfoblas kecil
serupa, dengan kromatin homogeni, anak inti umumnya tidak tampak
dan sitoplasma sempitL-2Pada jenis ini sel limfoblas lebih besar
tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih kasar dengan satu atau
lebih anak intiL-3Terdiri dari sel limfoblas besar, homogeni dengan
kromatin berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma
yang basofilik dan bervakuolisasi
Gambar 1. Klasifikasi LLA secara morfologik menurut FAB (French,
American, British). Kiri atas gambaran morfologi L1. Kanan atas
gambaran morfologi L2. Bawah gambaran morfologi L3.
II.4PatofisiologiLeukemia sebenarnya merupakan istilah untuk
beberapa jenis penyakit yang berbeda dengan manifestasi
patofisiologis yang berbeda pula. Mulai dari yang berat dengan
penekanan sumsum tulang yang berat pula seperti pada leukemia akut
sampai kepada penyakit dengan perjalanan yang lambat dan gejala
yang ringan seperti pada leukemia kronik. Pada dasarnya
patofisiologi berbagai macam leukemia akut mempunyai kemiripan
tetapi sangat berbeda dengan leukemia kronik.1,6Sel-sel darah
berkembang di dalam sumsum tulang yang disebut stem sel yang
berkembang menjadi berbagai macam sel darah yang memiliki fungsi
yang berbeda-beda. Sel stem akan berkembang menjadi sel stem
myeloid ataupun limfoid. Sel stem mieloid berkembang menjadi
mieloid blast yang dapat berkembang menjadi sel darah merah,
platelet, atau menjadi beberapa jenis sel darah putih. Sementara
sel stem limfoid akan berkembang menjadi limfoid blast yang akan
berkembang menjadi beberapa tipe sel darah putih seperti sel B atau
sel T.1,5Penelitian morfologik dan kinetika sel menunjukkan bahwa
pada leukemia akut terjadi hambatan pada proses diferensiasi
sel-sel seri myeloid maupun limfoid yang terhenti pada sel-sel muda
(blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang.
Akumulasi blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan
hematopoesis normal dan pada giliran akan mengakibatkan sindrom
kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome). Sel-sel
blast yang terbentuk juga mempunyai kemampuan untuk migrasi keluar
sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain sehingga
menimbulkan organomegali. Keadaan hiperkatabolik terjadi karena
katabolisme sel yang meningkat.1,3,4
II.5Gambaran KlinisPresentasi klinis leukemia akut sangat
bervariasi. Pada umumnya gejala klinis menggambarkan kegagalan
sumsum tulang atau keterlibatan ekstrameduler oleh sel leukemia.
Gejala pertama biasanya non spesifik dan meliputi anoreksia,
iritabel dan letargi. Mungkin ada riwayat infeksi virus atau
eksantem dan penderita seperti tidak mengalami kesembuhan sempurna.
Leukemia akut memperlihatkan gambaran klinis sebagai
berikut:1,3,5,61. Onset mendadak. Sebagian besar pasien datang
dalam 3 bulan setelah onset gejala. Kira-kira 66% anak dengan LLA
mempunyai gejala dan tanda penyakitnya kurang dari 4 minggu pada
waktu diagnosis. 2. Gejala berkaitan dengan depresi sumsum tulang
normal. Gejala tersebut mencakup rasa mudah lelah, letargi, pusing
dan sesak yang terutama karena anemia; demam yang mencerminkan
infeksi akibat tidak adanya leukosit matang; dan perdarahan
(ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi) akibat
trombositopenia.3. Nyeri tekan dan nyeri pada tulang. Hal ini
terjadi akibat ekspansi sumsum tulang disertai infiltrasi
subperiosteum. Gejala ini lebih sering ditemuka pada LLA
dibandingkan LMA.4. Limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali.
Ketiganya mencerminkan penyebaran sel leukemia; keadaan tersebut
terjadi pada semua leukemia akut, tetapi lebih mencolok pada LLA.
Pada LLA, limfadenopati biasanya nyata dan splenomegali dijumpai
pada lebih kurang 66% kasus namun hepatomegali jarang ditemukan.
Sementara pada LMA, hepatoslenomegali sering ditemukan dan
limfadenopati mungkin ada. Hipertrofi gingival atau pembengkakan
kelenjar parotis terkadang ditemukan pada LMA.5. Manifestasi
susunan saraf pusat. Keadaan tersebut mencakup nyeri kepala, muntah
dan kelumpuhan saraf akibat penyebarab ke meningen. Kondisi ini
lebih sering ditemukan pada LLA daripada LMA.6. Keadaan
hiperkatabolik. Keadaan ini ditandai dengan kaheksia, keringat
malam dan hiperurisemia.
II.6DiagnosisGejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat
dipakai untuk menegakkan diagnosis leukemia. Namun untuk
memastikannya harus dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang
dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan
serebrospinal dan beberapa pemeriksaan penunjang yang lain. Cara
ini dapat mendiagnosis sekitar 90% kasus, sedangkan sisanya
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu sitokimia, imunologi,
sitogenetika dan biologi molekuler.1,2Leukemia Limfoblastik
AkutPada pemeriksaan darah lengkap leukemia limfoblastik akut
didapatkan anemia, kelainan jumlah hitung jenis leukosit dan
trombositopenia. Anemia hampir selalu ada, namun hanya kira-kira
25% mempunyai Hb 6 g%. Jumlah leukosit dapat normal, meningkat atau
menurun pada saat diagnosis. Hiperleukositosis (>100.000/mm3)
terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi 200.000/mm3.
Sekitar 50% penderita dengan hitung leukosit kurang dari 10.000/mm3
dan sekitar 20% memiliki hitung leukosit lebih besar dari
50.000/mm3. Kebanyakan penderita juga trombositopenia, tetapi
kira-kira 25% mempunyai trombosit 100.000/mm3. Diagnosis leukemia
dikesankan oleh adanya sel blas pada preparat apus darah tepi
tetapi dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang. Pada apus
sumsum tulang tampak hiperseluler dengan limfoblas yang sangat
banyak.1,2Berdasarkan protokol WK-ALL dan protokol Nasional
(protokol Jakarta), pasien LLA dimasukkan dalam kategori risiko
tinggi bila jumlah leukosit > 50.000/ul, ada massa mediastinum,
ditemukan leukemia susunan saraf pusat (SSP) serta jumlah sel blas
total setelah 1 minggu diterapi dengan deksametason lebih dari
1000/mm3. Massa mediastinum tampak pada radiografi dada. Untuk
menentukan adanya leukemia SSP arus dilakukan aspirasi cairan
serebrospinal (pungsi lumbal) dan dilakukan pemeriksaan
sitologi.1Leukemia Mieloblastik AkutKadang-kadang diagnosis LMA
diawali dengan prolonged preleukemia, biasanya ditunjukkan adanya
kekurangan kekurangan produksi sel darah yang normal sehingga
terjadi anemia refrakter, neutropenia atau trombositopenia.
Pemeriksaan sumsum tulang tidak menunjukkan leukemia, tetapi ada
perubahan morfologi yang jelas. Kondisi ini sering mengarah pada
sindrom mielodiplastik (MDS) dan mempunyai klasifikasi FAB sendiri.
Biasanya sumsum tulang menunjukkan hiperseluler, kadang-kadang
hipoplastik yang kemudian berkembang menjadi leukemia akut.1,4Pada
LMA, hasil pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia,
trombositopenia dan leukositosis. Kadar hemoglobin sekitar 7.0
sampai 8.5 g/dl, jumlah trombosit umumnya 100.000/ul.1Membedakan
Leukemia Limfoblastik Akut dan Leukemia Mieloblastik AkutMembedakan
ALL dengan AML merupakan langkah yang harus dilakukan pada setiap
leukemia akut, karena akan sangat menentukan jenis terapi dan
prognosis penderita. gambaran morfologi sel blas pada apus darah
tepi atau sumsum tulang kadang-kadang tidak dapat membedakan LLA
maupun LMA sehingga perlu dilakukan pemeriksaan sitokimia.
Pewarnaan Sudan Black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil
yang positif pada AML namun negatif pada ALL. Mieloperoksidase
merupakan enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari
prekursor granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA.
Umunya sitoplasma limfoblas mengandung agregat bahan aktif PAS
(Periodic acid-Schiff) berukuran besar, sedangkan mieloblas sering
positif peroksidase. 3,6Tabel 1. Perbedaan ALL dan
AMLPembandingLeukemia Limfositik AkutLeukemia Mieloblastik Akut
Morfologi Limfoblas Kromatin : bergumpal Nukleoli : lebih samar,
lebih sedikit Auer Rod : negatif Sel pengiring : limfosit Mieloblas
Kromatin : lebih halus Nukleoli : lebih prominent, lebih sbanyak
Auer Rod : positif Sel pengiring : netrofil
Sitokimiaa. Mieloperoksidaseb. Sudan Blackc. Esterase non
Spesifikd. PASe. Acid Phosphatasef. Platelet PeroxsidaseKasar+++++
(Monositik)+ (Halus)+ (M7)
Enzima. TdTb. Serum Lysozime++ (Monositik)
Imunofenotipe
II.7PenatalaksanaanPenanganan leukemia meliputi penanganan
suportif dan kuratif. Penanganan suportif meliputi pengobatan
penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi
antara lain berupa pemberian transfusi darah/trombosit, pemberian
antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti
jamur, pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek
psikososial.1Penatalaksanaan Leukemia Limfoblastik AkutPada
penatalaksanaan LLA, terapi kuratif bertujuan untuk menyembuhkan
leukemianya berupa kemoterapi yang meliputi induksi remisi,
intensifikasi, profilaksis susunan saraf pusat dan rumatan.
Klasifikasi risiko normal atau risiko tinggi, menentukan protokol
kemoterpai. Saat ini di Indonesia sudah ada 2 protokol pengobatan
yang lazim digunakan untuk pasien LLA yaitu protokol Nasional
(Jakarta) dan protokol WK-ALL 2000.1Terapi induksi berlangsung 4-6
minggu dengan dasar 3-4 obat yang berbeda (deksametason,
vinkristin, L-asparaginase dan atau antrasiklin). Kemungkinan hasil
yang dapat dicapai remisi komplit, remisi parsial atau gagal.
Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif tambahan setelah remisi
komplit dan untuk profilaksis leukemia pada susunan saraf pusat.
Hasil yang diharapkan adalah tercapainya perpanjangan remisi dan
meningkatkan kesembuhan. Pada pasien risiko sedang dan tinggi,
induksi diintensifkan guna memperbaiki kualitas remisi. Lebih dari
95% pasien akan mendapatkan remisi pada fase ini. Terapi SSP yaitu
secara langsung diberikan melalui injeksi intratekal dengan obat
metotreksat, sering dikombinasi dengan infuse berulang metotreksat
dosis sedang (500 mg/m2) atau dosis tinggi pusat pengobatan (3-5
gr/m2). Di beberapa pasien risiko tinggi dengan umur > 5 tahun
mungkin lebih efektif dengan memberikan radiasi cranial (18-24 Gy)
disamping pemakaian kemoterapi sistemik dosis tinggi.1Terapi
lanjutan rumatan dengan menggunakan obat merkaptopurin tiap hari
dan metotreksat sekali seminggu, secara oral dengan sitostatika
lain selama perawatan tahun pertama. Lamanya terapi rumatan ini
pada kebanyakan studi adalah 2 sampai 2,5 tahun dan tidak ada
keuntungan jika perawatan sampai dengan 3 tahun. Dosis sitostatika
secara individual dipantau dengan melihat leukosit dan atau monitor
konsentrasi obat selama terapi rumatan.1Pasien dinyatakan remisi
komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala klinis leukemia,
pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas < 5% dari
sel berinti, hemoglobin > 12g/dl tanpa transfusi, jumlah
leukosit > 3000/ul dengan hitung jenis leukosit normal, jumlah
granulosit > 2000/ul, jumlah trombosit > 100.000/ul dan
pemeriksaan cairan serebrospinal normal.1Dengan terapi intensif
modern, remisi akan tercapai pada 98% pasien sedangkan 2-3% dari
pasien anak akan meninggal dalam CCR (Continuous Complete
Remission) dan 25-30% akan kambuh. Sebab utama kegagalan terapi
adalah kambuhnya penyakit. Relaps sumsum tulang yang terjadi (dalam
18 bulan sesudah diagnosis) memperburuk prognosis (10-20% long-term
survival) sementara relap yang terjadi kemudian setelah penghentian
terapi mempunyai prognosis lebih baik, khususnya relap testis
dimana long-term survival 50-60%. Terapi relaps harus lebih agresif
untuk mengatasi resitensi obat.1Transplantasi sumsum tulang mungkin
memberikan kesempatan untuk sembuh, khususnya bagi anak-anak dengan
leukemia sel-T yang setelah relaps mempunyai prognosis yang buruk
dengan terapi sitostatika konvensional.1Penatalaksanaan Leukemia
Mieloblastik AkutTiga puluh tahun yang lalu, hamper setiap anak
dengan LMA, meninggal dan tidak ada kelompok yang teridentifikasi.
Saat ini gambaran survival hidup lebih sari 40% dilaporkan pada
banyak studi. Perubahan terjadi pada tahun 70-an dengan dikenalnya
sitarabin (Ara-C) dan antrasiklin. Dengan kombinasi obat yang
berbeda, remisi bisa berpengaruh pada 75-85% anak, namun terapi
lebih lanjut kebanyakan anak-anak relaps dalam 1 tahun. Remisi
mungkin terjadi dalam 2-3 minggu setelah terapi dimulai tetapi juga
memerlukan beberapa rangkaian kemoterapi. Penderita yang tidak
berespon terhadap terapi induksi merupakan calon untuk
transplantasi allogenik.1,2Kualitas remisi harus diperbaiki dengan
terapi konsolidasi intensif, namun intensitas remisi juga bisa
mempengaruhi hasil yang tidak berharga dari tipe terapi konsolidasi
yang digunakan. Tiga metode terapi konsolidasi adalah kemoterapi
sendiri, transplantasi sumsum tulang autologus, atau transplantasi
alogenik dari HLA yang identik. Saat ini nampaknya transplantasi
sumsum tulang autologus menunjukkan hasil baik, namun transplantasi
alogenik dari donor dengan HLA yang identik masih merupakan yang
terbaik untuk kesembuhan.1
II.8Faktor PrognostikBerdasarkan faktor prognostik maka pasien
dapat digolongkan kedalam kelompok resiko biasa dan resiko tinggi.
Para ahli telah melakukan penelitian dan membuktikan faktor
prognostik itu hubungannya dengan in vitro drug resistance.Faktor
prognostik LLA adalah sebagai berikut:1. Jumlah leukosit awal,
yaitu pada saat diagnosis ditegakkan, mungkin merupakan factor
prognosis yang bermakna tinggi. Ditemukan adanya hubungan linier
antara jumlah leukosit awal dan perjalanan pasien LLA pada anak,
yaitu bahwa pasien dengan jumlah leukosit > 50.000 ul mempunyai
prognosis yang buruk.2. Ditemukan pula adanya hubungan antara umur
pasien saat diagnosis dan hasil pengobatan. Pasien dengan umur
dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun mempunyai prognosis lebih
buruk dibandingkan dengan pasien berumur diantara itu. Khusus
pasien dibawah umur 1 tahun atau bayi terutama dibawah 6 bulan
mempunyai prognosis paling bururk. Hal ini dikatakan karena mereka
mempunyai kelainan biomolekuler tertentu. Leukemia bayi berhubungan
dengan gene re-arrangement pada kromososn 11q23 seperti t(4;11)
atau t(11;19) dan jumlah leukosit yang tinggi.3. Fenotip imunologis
(immunophenotype) dari limfoblas saat diagnostic juga mempunyai
nilai prognostic. Leukemia sel-B (L3 pada klasifikasi FAB) dengan
antibody kappa dan lamda pada permukaan blas diketahui mempunyai
prognosis yang buruk. Dengan adanya protokol spesifik untuk sel-B,
prognosisnya semakin membaik. Sel-T leukemia juga mempunyai
prognosis yang jelek, dan diperlakukan sebagai resiko tinggi.
Dengan terapi intensif, sel-T leukemia murni tanpa factor
prognostic buruk yang lain, mempunyai prognosis yang sama dengan
leukemia sel pre-B. LLA sel-T diatasi dengan protokol resiko
tinggi.4. Nilai prognostic jenis kelamin telah banyak dibahas. Dari
berbagai penelitian, sebagian besar menyimpulkan bahwa anak
perempuan mempunyai prognosis yang lebih baik dari anak laki. Hal
ini dikatakan karena timbulnya relaps testis dan kejadian leukemia
sel-T yang tinggi, hiperleukositosis dan organomegali dan massa
mediastinum pada anak laki-laki. Penyebab pastinya belum diketahui,
tetapi diketahui pula ada perbedaan metabolism merkatopurin dan
metotreksat.5. Respon terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel
blas di darah tepi sesudah 1 minggu terapi prednisone dimulai.
Adanya sisa sel blas pada sumsum tulang pada induksi hari ke 7 atau
14 menunjukkan prognosis buruk.6. Kelainan jumlah kromosom juga
mempengaruhi prognosis. LLA hiperploid (> 50 kromosom) yang
biasa ditemukan pada 25% kasus mempunyai prognosis yang baik. LLA
hipodiploid (3-5%) memiliki prognosis intermediate seperti t(1;19).
Translokasi t(9;22) pada 5% anak atau t(4;11) pada bayi berhubungan
dengan prognosis buruk.Faktor prognostik LMA lebih sulit untuk
diidentifikasi. Faktor-faktor tersebut antara lain:1. Umur saat
diagnosis tidak terlalu penting seperti pada ALL. Pengalaman
beberapa peneliti menunjukkan bahwa bayi mempunyai prognosis lebih
baik.2. Leukosit tinggi, tetapi tidak pada semua studi.3. FAB M3
(promielositik leukemia) bereaksi pada asam retinoik, sebaiknya
diterapi dengan kombinasi vitamin dan kemoterapi.4. Anak-anak
dengan sindrom Down terdapat pada 10% kasus. Sebagian besar
merupakan factor penting. Prognosis baik berhubungan dengan
t(8;21), t(15;17) dan inverse 16. Ploidi juga mempengaruhi
prognosis.5. Respons awal terhadap terapi.
BAB IIILAPORAN KASUS
III.1IdentitasIdentitas PasienNama pasien: An. RAJenis kelamin:
Laki lakiTanggal lahir: 01 April 2007Umur: 5 tahun 4 bulanAlamat :
Karang Nangka, Tanjung, Kabupaten Lombok UtaraStatus dalam
keluarga: Anak kandung Identitas KeluargaIbuAyah
NamaNy. HTn. F
Umur21 tahun 26 tahun
Pendidikan / berapa tahunSDSMA
PekerjaanIbu Rumah TanggaWiraswasta
Tanggal Masuk RS : 07-08-2012 Diagnosis MRS: Anemi hipokromik
mikrositer e.c susp defisiensi besi: dd/ penyakit kronik;
keganasan; malariaTangggal Keluar RS: 13-08-2012Lama perawatan: 6
hariKeadaan saat Keluar RS: Rujuk ke RSU Sanglah
III.2Anamnesis (Tanggal 07 Agustus 2012, Heteroanamnesis dari
ibu pasien)Keluhan Utama : Badan lemasRiwayat Penyakit Sekarang
:Pasien merupakan rujukan Puskesmas Tanjung, dibawa ke UGD RSUP NTB
dengan dikeluhkan badan terasa lemas sejak 2 minggu yang lalu,
keluhan dirasakan semakin memberat dan berlangsung sepanjang hari.
Pasien menjadi kurang aktif dan mudah lelah ketika beraktivitas
sehingga jarang bermain seperti biasa, sebagian besar waktu
dihabiskan pasien dengan beristirahat di rumah. Pasien juga
dikatakan tampak semakin pucat dan terkadang merasakan pusing
berputar, riwayat pingsan (-), sesak (-).Pasien juga dikeluhkan
demam sejak 2 minggu terakhir, demam dirasakan tidak begitu tinggi,
turun naik tidak menentu, demam tidak disertai menggigil, keringat
banyak ataupun kejang. Kemerahan pada kulit (-), perdarahan spontan
pada kulit, gusi, hidung ataupun telinga (-), nyeri tenggorokan
(-). Pasien mengalami batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu, dahak
putih kental dan terkadang sulit untuk dikeluarkan, batuk disertai
dahak bercampur darah (-), pilek (-).Pasien tidak mengeluhkan mual
muntah ataupun nyeri pada tulang. Nafsu makan pasien menurun sejak
sakit, berat badan diperkirakan menurun, pasien terlihat semakin
kurus. BAK 3-4 kali sehari, warna kekuningan, darah (-), nyeri saat
BAK (-). BAB terakhir kemarin 1 kali, konsistensi lunak warna
kuning, darah (-), lendir (-).Riwayat Penyakit Dahulu :Pasien
pernah dirawat di RSUP NTB karena terkena penyakit demam berdarah
1,5 bulan yang lalu, pasien dirawat kurang lebih selama 7 hari.
Pada saat itu, sebelum dirawat pasien dikeluhkan demam selama 6
hari, demam dirasakan turun naik tanpa hari bebas demam, selain
demam pasien juga dikatakan mual muntah dan mengalami mimisan.
Karena keluhan tersebut pasien dibawa ke Puskesmas Tanjang dan
langsung dibawa ke RSUP NTB. Selama perawatan di RSUP NTB pasien
mendapatkan transfusi sebanyak 8 kali, masing-masing 6 kali
transfusi trombosit dan 2 kali transfusi darah merah. Setelah
diperbolehkan pulang pasien melakukan kontrol ke Puskesmas karena
kondisi pasien masih lemah dan belum dapat beraktivitas seperti
sebelumnya. Pada saat berusia 6 dan 11 bulan pasien pernah di rawat
di Puskesmas karena mengalami diare. Ibu pasien lupa mengenai lama
perawatannya. Pasien juga sering mengalami demam dan batuk pilek
berulang hampir setiap bulan, namun keluhan tidak berat dan membaik
setelah diobati ke Puskesmas. Pasien tidak pernah mengalami batuk
lama sebelumnya, riwayat penyakit asma (-). Riwayat Penyakit
Keluarga :Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan badan
terasa lemah, pucat, demam ataupun batuk seperti pasien. Riwayat
keluarga dengan batuk lama (-), keluarga yang terkena TB (-), asma
(-), penyakit keganasan (-).Riwayat Pengobatan :Untuk keluhan saat
ini pasien belum pernah mendapat pengobatan. Sebelumnya, pasien
hanya melakukan kontrol ke puskesmas setelah pulang dari rumah
sakit 1,5 bulan yang lalu.Riwayat Pribadi Riwayat kehamilan dan
persalinan : Selama kehamilan ibu pasien rutin melakukan
pemeriksaan kehamilan (ANC) pada saat posyandu, ibu pasien
melakukan ANC lebih dari 4 kali, saat kehamilan berusia 6 bulan ibu
pasien pernah mengalami demam tinggi selama 2 minggu namun tidak di
obati, riwayat rontgen selama hamil (-), riwayat minum obat atau
jamu-jamuan selama hamil (-). Pasien merupakan anak pertama, lahir
secara normal, cukup bulan dan langsung menangis, berat badan lahir
2.500 gram. Riwayat kuning/biru setelah lahir (-). Riwayat Nutrisi
: Pasien diberikan ASI sampai umur 2 tahun. Selama usia 0-6 bulan
pasien hanya diberi ASI saja, sedangkan PASI diberikan setelah
berusia lebih dari 6 bulan. Pada usianya saat ini, pasien makan
nasi, lauk pauk, sayur dan buah sebanyak 3-4 kali sehari. Namun
sejak sakit nafsu makan pasien menurun menjadi hanya 1-2 kali
sehari. Perkembangan dan Kepandaian :Orang tua pasien menyatakan
perkembangan anaknya cukup baik. Pasien bisa merangkak saat berusia
7 bulan dan mulai bisa berjalan sekitar umur 1,5 tahun. Pasien bisa
berbicara sejak usia 1 tahun.Motorik KasarMotorik
HalusBicaraSosial
Berjalan Berlari Melompat Berdiri dengan 1 kaki
Menggambar
Bicara cukup jelas dan dapat dimengerti Mampu mengungkapkan isi
pikiran dalam kalimat Bermain dengan anak lain Komunikasi cukup
baik dan pasien cukup mengerti apa yang diperintahkan oleh orang
tuanya
Saat ini pasien telah mengikuti pendidikan anak usia dini dan
dapat mengikuti pelajaran yang diberikan. Pasien termasuk anak yang
aktif dan sering bergaul dengan teman-teman seumurannya, namun
semenjak sakit pasien jarang bermain dan lebih banyak diam dirumah.
Riwayat Imunisasi : Ibu pasien mengaku anaknya sudah mendapat
imunisasi lengkap sesuai dengan umur dan jadwal imunisasi.Riwayat
sosial ekonomi dan lingkungan: Pasien merupakan anak pertama dari
pernikahan kedua orang tuanya. Pasien tinggal serumah bertiga
dengan kedua orang tua. Bapak pasien bekerja sebagai wiraswasta
dengan penghasilan tidak menentu rata-rata 750.000-1.000.000 per
bulannya.
Skoring diagnosis TB anakParameter0123
Kontak TB
Uji tuberkulin
Berat badan/keadaan gizi
Demam yang tidak diketahui penyebabnya
Batuk kronik
Pembesaran KGB
Pembengkakan tulang
Foto thoraks
Jumlah skor4
III.3Pemeriksaan Fisik (Tanggal 09-08-2012)Kesan umum :
SedangKesadaran : Compos MentisGCS: E4V5M6Vital SignNadi : 118
x/menit, isi dan tegangan kuat, irama teraturPernapasan : 24
x/menit, teratur tipe torakoabdominalTemperature : 37,6 oCCRT: <
2 detikStatus GiziBerat Badan : 14 kgTinggi Badan: 109 cmUmur : 5
tahun 4 bulanKesimpulan status gizi :BB/TB = Di bawah persentil
5BB/U = Di bawah persentil 5TB/U = Di antara persentil
25-50Interpretasi= Gizi KurangLingkar Kepala = 47 cm
(normocephalic)
Status General :Kepala dan Leher :1. Bentuk: Normocephalic2.
Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (+/+), pupil isokor,
refleks pupil (+/+), edema palpebra (-/-)3. THTTelinga : Struktur
dan ukuran telinga normal, otorhea (-)Hidung : Napas cuping hidung
(-), rinorhea (-)Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil tidak
membesar4. Mulut : Bibir sianosis (-), lidah dan mukosa mulut
normal, struktur gigi atas dan bawah normal, palatum normal5. Leher
: Pembesaran KGB superficial leher bagian servikal, mastoideal dan
parotideal (+), ukuran < 1 cm, multiple, mobile, tidak nyeri
tekan, Pembesaran KGB Supraklavikula (-), Pembesaran KGB aksiler
(-)Thorax : Inspeksi : Retraksi intercostal (-), pergerakan dinding
dada simetris Palpasi: Gerakan dinding dada simetris, fremitus
vokal sama antara kiri dan kanan Perkusi:Pulmo : Sonor pada kedua
lapang paruCor: Batas atas : SIC 2 Batas bawah : SIC 4 Batas Kanan:
Garis Parasternal kanan Batas kiri : Garis axilla anterior sinistra
Auskultasi:Pulmo : Vesikuler (+/+) , Ronkhi (-/-), wheezing
(-/-)Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen :
Inspeksi : Massa (-), distensi (+) Auskultasi : BU (+) N, Metallic
sound (-) Perkusi: Timpani Palpasi: Supel, nyeri tekan (-), Hepar
1/3 1/3 permukaan rata tepi tajam, Lien shufner IIIAnggota
Gerak:Tungkai AtasTungkai Bawah
KananKiriKananKiri
Akral hangat++++
Edema----
Pucat----
Kelainan bentuk----
Pembengkakan Sendi----
Pembesaran KGBAksilerAxillaInguinal--+--+--+--+
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening inguinal, ukuran <
1 cm, multiple, mobile, tidak nyeri tekan.Kulit : Ikterus (-),
pustula (-), peteki (-) Urogenital : flank mass (-), Nyeri tekan
(-), nyeri ketok CVA (-); genital tidak dilakukan
pemeriksaanVertebrae : tidak tampak kelainan
III.4 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium Darah
Lengkap Tanggal (07 09 2012)WBC : 13,0 x 103/L(N = 4x103
11x103/L)RBC : 1,42 x 106/L(N = 3,5x106 5,0x106/L)HGB : 3,64 g/dl(N
= 12 16 g/dl)HCT : 10,7%(N = 37 48%)MCV : 75,1 fL(N = 82 95 fL)MCH
: 25,6 pg(N = 27 - 31 pg)PLT : 97,1 x 103/L(N = 150x103
400x103/L)Retikulosit : 0,2%(N = 0,2 2 % )ICT Malaria :
-Pemeriksaan kimia klinik (09 09 2012)Bilirubin Total: 0,61 mg%(N =
< 1.0)Bilirubin Direk: 0,10 mg%(N = < 0.2)SGOT/AST: 43 U/L(N
= < 40)SGPT/ALT: 33 U/L(N = < 41)Alkali phospatase: 114 U/L(N
= 115)Total Protein: 4,9 gr%(N = 6.4 8.3)Albumin: 3,2 gr%(N = 3.5
5.0)Globulin: 1,7 gr%(N = 2.9 3.3)Morfologi Darah Tepi Tanggal (07
08 2012) Kesan eritrosit: Mikrositik hipokromik, NRBC (+) Kesan
leukosit: Jumlah meningkat, ditemukan blast > 30% (kemungkinan
limfoblast) Kesan trombosit: Jumlah menurun, trombosit besar
Kesimpulan: Observasi bisitopenia dengan gambaran kemungkinan
keganasan hematologi akut suspek ALL dd AML.Roentgen Thoraks (09 08
-2012)
Hasil Pemeriksaan Radiologi: Cardiomegali (RVH, LVH, LAH),
corakan vascular paru meningkat,USG Abdomen (09 08 2012) didapatkan
hepatosplenomegali dan nefritis bilateral
III.5ResumePasien, Laki-laki, berusia 5 tahun 4 bulan, 14 kg,
status gizi kurang, perawakan normal, datang dengan keluhan badan
lemas. Pasien dikeluhkan badan terasa lemas sejak 2 minggu yang
lalu, keluhan dirasakan sepanjang hari, pasien juga tampak pucat
dan mengeluh pusing. Pasien juga dikeluhkan demam sejak 2 minggu,
demam tidak begitu tinggi, turun naik tidak menentu. Pasien
mengalami batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien
pernah di rawat di RSUP NTB selama 7 hari karena demam berdarah.
Pasien memiliki riwayat transfusi 8 kantong. Didapatkan keadaan
umum sedang, kesadaran kompos mentis, N :118x/menit, RR: 30x/menit,
T: 37,6 C, CRT 30% (kemungkinan limfoblast) dan trombositopenia
serta hepatosplenomegali.
III.6Diagnosis Kerja Anemia derajat berat hipokromik mikrositer
dengan hepatosplenomegali e.c Suspect Leukemia limfoblastik akut
Gizi Kurang
III.7Diagnosis Banding Leukemia Mieloblastik Akut
III.8 Rencana Awal IVFD D51/4 NS 16 tpm (makro) Cefotaxime 3 x
500 mg Paracetamol syr 4 x 11/2 Cth p.o (K/P) Pro transfusi PRC 475
cc dengan aturan PRC I 50 cc; PRC II 75 cc; PRC III 100 cc; PRC IV
100 cc; PRC V 150 cc Dirujuk ke RS Sanglah untuk penegakkan
diagnosis pasti dan kemoterapi.
Kebutuhan cairan Kebutuhan total cairan seorang anak dihitung
dengan formula sebagai berikut : 100 ml/kg BB untuk 10 kg pertama,
lalu 50 ml/kgBB untuk 10 kg berikutnya, selanjutnya 25 ml/kgBB
untuk setiap tambahan kgBB-nya. Pada pasien ini dengan BB =14 kg
sehingga untuk kebutuhan cairan per hari (24 jam) adalah sebagai
berikut :100 ml/kg x 10 kg = 1.000 cc 50 ml/kg x 4 kg = 200 ccTotal
kebutuhan = 1.200 cc/24 jamPenghitungan tetesan infus :Tetes/menit
(micro) = 1.200 x 60 = 50 tetes/menit 24 x 60Tetes/menit (macro) =
1.200 x 20 = 16 tetes/menit. 24 x 60Perhitungan Kebutuhan
TransfusiTransfusi PRC = (12 Hb pasien) x BB x 4 = (12 3,64 ) x 14
kg x 4= 468 cc Pemberian AntibiotikDosis cefotaxime adalah 100-150
mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8 jam. Pada pasien ini diberikan 500
mg tiap 8 jam.Pemberian Antipiretik (Jika suhu tubuh > 39C)Dosis
paracetamol adalah 10-15 mg/kgBB tiap 6 jam sehingga pada pasien
ini diberikan jika perlu dengan dosis 140-210 cc atau 4 x 1
Cth.
BAB IVPEMBAHASAN
Pada kasus diatas, pasien laki-laki berusia 5 tahun 4 bula
didiagnosis dengan susp. Leukemia limfoblastik akut. Leukemia akut
merupakan leukemia dengan perjalanan klinis yang cepat dan dibagi
atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik
akut (LMA). Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan klonal dari
sel-sel prekursor limfoid dan merupakan keganasan yang paling
sering ditemukan pada anak, yaitu mencapai 30-40% dari seluruh
keganasan dan merupakan 97% dari semua leukemia pada anak. Di
negara berkembang, leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan 82%
dari seluruh kasus leukemia akut pada anak dengan insidensi
tertinggi pada usia 3-5 tahun dan lebih banyak ditemukan pada
laki-laki dibandingkan perempuan. Rasio laki-laki dan perempuan
adalah 1,15 untuk LLA.Penegakkan diagnosis leukemia akut dapat
dilakukan melalui anamnesis mengenai gejala klinis, pemeriksaan
fisik dan perlu beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan darah
lengkap serta darah tepi dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis
leukemia. Namun untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan
aspirasi sumsum tulang, dan dilengkapi dengan pemeriksaan
radiografi dada, cairan serebrospinal, dan beberapa pemeriksaan
penunjang lainnya. Cara ini dapat mendiagnosis sekitar 90% kasus,
sedangkan sisanya memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu
sitokimia, imunologi, sitogenetika, dan biologi molekuler.Pada
pasien ini, melalui anamnesis terdapat keluhan berupa badan pasien
yang terasa lemas, tampak pucat, pusing, dan demam. Tidak
didapatkan keluhan sesak, nyeri pada sendi, mual muntah, nyeri
kepala ataupun perdarahan spontan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya limfadenopati KGB leher dan inguinal serta
terdapat hepatosplenomegali. Gejala klinis dari leukemia akut
umumnya berkaitan dengan depresi sumsum tulang normal. Gejala
tersebut mencakup rasa mudah lelah, letargi, pusing dan sesak yang
terutama karena anemia; demam yang mencerminkan infeksi akibat
tidak adanya leukosit matang; dan perdarahan (ptekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi) akibat trombositopenia. Timbulnya
limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali mencerminkan
penyebaran sel leukemia dan invasi organ; keadaan tersebut terjadi
pada semua leukemia akut, tetapi lebih mencolok pada LLA. Pada LLA,
limfadenopati biasanya nyata dan splenomegali dijumpai pada lebih
kurang 66% kasus namun hepatomegali jarang ditemukan. Sementara
pada LMA, hepatoslenomegali sering ditemukan dan limfadenopati
mungkin ada. Hipertrofi gingival atau pembengkakan kelenjar parotis
terkadang ditemukan pada LMA. Pada pasien melalui pemeriksaan
penunjang didapatkan anemia derajat berat hipokromik mikrositer
dengan Hb 3,64 g%, leukosit normal yaitu 13.000/ul dan terdapat
trombositopenia dengan tr0mbosit 97.100/ul. Pada pemeriksaan
morfologi darah tepi pasien ditemukan sel blas > 30% dengan
kemungkinan merupakan limfoblas. Pada pemeriksaan darah lengkap
leukemia limfoblastik akut umumnya didapatkan anemia, kelainan
jumlah hitung jenis leukosit dan trombositopenia. Anemia hampir
selalu ada, namun hanya kira-kira 25% mempunyai Hb 6 g%. Jumlah
leukosit dapat normal, meningkat atau menurun pada saat diagnosis.
Hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15%
pasien dan dapat melebihi 200.000/mm3. Sekitar 50% penderita dengan
hitung leukosit kurang dari 10.000/mm3 dan sekitar 20% memiliki
hitung leukosit lebih besar dari 50.000/mm3. Kebanyakan penderita
juga trombositopenia, tetapi kira-kira 25% mempunyai trombosit
100.000/mm3.Membedakan ALL dengan AML merupakan langkah yang harus
dilakukan pada setiap leukemia akut, karena akan sangat menentukan
jenis terapi dan prognosis penderita. gambaran morfologi sel blas
pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang tidak dapat
membedakan LLA maupun LMA sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
sitokimia. Pewarnaan Sudan Black dan mieloperoksidase akan
memberikan hasil yang positif pada AML namun negatif pada ALL.
Mieloperoksidase merupakan enzim sitoplasmik yang ditemukan pada
granula primer dari prekursor granulositik, yang dapat dideteksi
pada sel blas LMA. Umunya sitoplasma limfoblas mengandung agregat
bahan aktif PAS (Periodic acid-Schiff) berukuran besar, sedangkan
mieloblas sering positif peroksidase.Penanganan leukemia meliputi
penanganan suportif dan kuratif. Penanganan suportif meliputi
pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan
komplikasi antara lain berupa pemberian transfusi darah/trombosit,
pemberian antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit,
obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek
psikososial. Pada pasien dilakukan transfusi darah berupa Packed
Red Cell (PRC) sebanyak 475 cc. Pasien termasuk dalam anemia berat
karena Hb kurang dari 5 md/dl sehingga ditransfusi dengan kecepatan
rendah (3-4 ml/kg selama 3-4 jam) dengan monitor ketat.Pada
penatalaksanaan LLA, terapi kuratif bertujuan untuk menyembuhkan
leukemianya berupa kemoterapi yang meliputi induksi remisi,
intensifikasi, profilaksis susunan saraf pusat dan rumatan.
Klasifikasi risiko normal atau risiko tinggi, menentukan protokol
kemoterpi. Saat ini di Indonesia sudah ada 2 protokol pengobatan
yang lazim digunakan untuk pasien LLA yaitu protokol Nasional
(Jakarta) dan protokol WK-ALL 2000. Saat ini, dengan terapi
intensif modern, remisi akan tercapai pada 98% pasien sedangkan
2-3% dari pasien anak akan meninggal dalam CCR (Continuous Complete
Remission) dan 25-30% akan kambuh.Pada pasien ini masih diperlukan
pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan aspirasi sumsum tulang,
sitokimia ataupun imunofenotipe untuk penegakan diagnosis pasti
sebelum dilakukan penatalaksanaan. Sehingga perlu dilakukan rujukan
ke Rumah Sakit dengan fasilitas pemeriksaan tersebut.
FOLLOW UP PASIENRabu, 08 Agustus 2012
Subyektif: Demam (+) Batuk berdahak (+) Nyeri perut (+) Nafsu
makan menurun BAK dan BAB (+) Obyektif: KU: Lemah Vital SignRR:
24x/menitN: 120x/menitT: 37,7oC K/L: An +/+, Ikt +/+, pembesaran
KGB leher (+) Thoraks: dbn Abdomen: Nyeri tekan seluruh lapang
abdomen, Hepar 1/3 1/3 permukaan rata tepi tajam, Lien shufner III
Assesment: Anemia hipokromik mikrositer dengan
hepatoslenomegalidd/Preleukemia (ALL)ThalasemiaMalaria + ADB/APK
Gizi Kurang
Planning: Oksigen (KP) IVFD D51/4NS 24 tpm Cefotaxime 3x500mg
Parasetamol 7,5ml/kali (K/P) Transfusi PRCPRC I 50cc, PRC II 75cc,
PRC III 100cc, PRC IV 150cc dan PRC V 150cc Cek LFT, UL, DDR bila
suhu > 38oC Ro Thorax AP-Lat (D) Tunggu hasil MDT
Kamis, 09 Agustus 2012
Subyektif: Demam (-) Batuk berdahak (+) Nyeri perut (+) Nafsu
makan mulai meningkat BAK (+) BAB (-) Obyektif: KU: Lemah Vital
SignRR: 22x/menitN: 100x/menitT: 36,2oC K/L: An +/+, Ikt +/+,
pembesaran KGB leher (+) Thoraks: dbn Abdomen: Nyeri tekan seluruh
lapang abdomen, Hepar 1/3 1/3 permukaan rata tepi tajam, Lien
shufner III Pemeriksaan UL:Lekosit: 0-2/lpbEritrosit: -Epitel:
0-3/lpbSedimen: - Pem. Kimia Klinik:Bil. Total: 0,61 mg%Bil. Direk:
0,10 mg%SGOT: 43 U/LSGPT: 33 U/LAP: 114 U/LTotal Protein: 4,9
gr%Albumin: 3,2 gr%Globulin: 1,7 gr%Hasil Pemeriksaan Radiologi:
Ro. Thoraks:Cardiomegali (RVH, LVH, LAH), corakan vasc paru
meningkat USG Abdomen:Hepatosplenomegali dan nefritis
bilateralAssesment: Anemia hipokromik mikrositer dengan
hepatoslenomegalidd/Preleukemia (ALL)ThalasemiaMalaria + ADB/APK
Gizi Kurang
Planning: Oksigen (KP) IVFD D51/4NS 24 tpm Cefotaxime 3x500mg
Parasetamol 7,5ml/kali (K/P) Transfusi PRC: masuk PRC III dst
Tunggu hasil MDT
Jumat, 10 Agustus 2012
Subyektif: Demam (+) Batuk berdahak (+) Nyeri perut (+) Nafsu
makan kuat BAK dan BAB (+) Obyektif: KU: Sedang Vital SignRR:
20x/menitN: 120x/menitT: 37,4oC K/L: An +/+, Ikt -/-, pembesaran
KGB leher (+) Thoraks: dbn Abdomen: Nyeri tekan seluruh lapang
abdomen, Hepar 1/3 1/3 permukaan rata tepi tajam, Lien shufner III
MDT:Ditemukan blast > 30% (kemungkinan limfoblast)Assesment:
Anemia hipokromik mikrositer dengan hepatoslenomegalie.c susp.
ALLdd/ AML Gizi Kurang
Planning: Oksigen (KP) IVFD D51/4NS 24 tpm Cefotaxime 3x500mg
Parasetamol 7,5ml/kali (K/P) Transfusi PRC: masuk PRC IV dst KIE
keluarga besok pagi
Sabtu, 11 Agustus 2012
Subyektif: Demam (+) Batuk berdahak () Nyeri perut (-) Nafsu
makan kuat BAK dan BAB (+) Obyektif: KU: Sedang Vital SignRR:
28x/menitN: 112x/menitT: 37,8oC K/L: An +/+, Ikt -/-, pembesaran
KGB leher (+) Thoraks: dbn Abdomen: Nyeri tekan seluruh lapang
abdomen, Hepar 1/3 1/3 permukaan rata tepi tajam, Lien shufner
IIIAssesment: Anemia hipokromik mikrositer dengan
hepatoslenomegalie.c susp. ALLdd/ AML Gizi Kurang
Planning: Oksigen (KP) IVFD D51/4NS 24 tpm Cefotaxime 3x500mg
Parasetamol 7,5ml/kali (K/P) Transfusi PRC: masuk PRC V Cek DL 4
jam post transfuse KIE Keluarga Rencana rujuk ke RS Sanglah, tunggu
hasil keputusan keluarga
Senin, 13 Agustus 2012
Subyektif: Demam (-) Batuk berdahak () Nyeri perut (-) Nafsu
makan kuat BAK dan BAB (+) Obyektif: KU: Sedang Vital SignRR:
28x/menitN: 104x/menitT: 37,3oC K/L: An +/+, Ikt -/-, pembesaran
KGB leher (+) Thoraks: dbn Abdomen: Nyeri tekan seluruh lapang
abdomen, Hepar 1/3 1/3 permukaan rata tepi tajam, Lien shufner III
Darah Lengkap post transfusi (12-09-2012)HB: 10,2 g/dLWBC:
26,16x103/uLRBC: 3,7x106/uLPLT: 76x103/uLAssesment: Anemia
hipokromik mikrositer dengan hepatoslenomegalie.c susp. ALLdd/ AML
Gizi KurangPlanning: Keluarga setuju untuk di rujuk ke RS Sanglah
Rujuk ke RS Sanglah
DAFTAR PUSTAKA
1. Permono HB dan Ugrasena IDG. Leukemia Akut. Dalam: Permono
HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, dkk (eds). Buku Ajar Hematologi-Onkologi
Anak Cetakan Kedua. Jakarta, Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2006: p. 236-247.2. Crist WM dan Pui CH. Leukemia.
Dalam: Wahab AS, Noerhayati, Soebono H, dkk (eds). Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Edisi 15 Bahasa Indonesia Vol. 3. Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2000: p. 1772-1777.3. Fianza PI. Leukemia
Limfoblastik Akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi Keempat vol. 1. Jakarta: Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu
penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006: p.
728-734.4. Kurnianda J. Leukemia Mieloblastik Akut. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat vol. 1. Jakarta: Pusat
Penerbitan, Departemen Ilmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2006: p. 706-709.5. Aster J. Sistem
Hematopoietik dan Limfoid. Hartanto H, Darmaniah N, Nanda W, dkk
(eds). Robbins Buku Ajar Patologi Edisi 7 Bahasa Indonesia Vol.2.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007: p. 475-477, 489-491.6.
Bakta IM. Buku Ajar Hematologi Klinik Ringkas. Denpasar, UPT
Penerbit Universitas Udayana, 2001: p. 119-141.