BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irrevesible serta menunjukan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alami karena adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua terjadi pada lansia secara linear dapat digambarkan melalui 3 tahap yaitu : kelemahan, keterbatasan, dan keterhambatan yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran. Pertambahan jumlah lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990-2025, tergolong tercepat di dunia. Pada tahun 2002, jumlah lansia di Indonesia berjumlah 16 juta dan diproyeksikan akan bertambah menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37% penduduk dan ini merupakan peringkat keempat dunia, di bawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS tahun 1998 masing-masing untuk pria 63 tahun dan perempuan 67 tahun. Angka di atas berbeda dengan kajian WHO (1999), dimana usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke 103 dunia. Data statistik tersebut mengisyartatkan pentingnya keperawatan gerontik di Indonesia. Fokus asuhan keperawatan pada lansia ditunjukan pada dua kelompok lansia, yaitu 1.) lansia 0
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang
telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irrevesible serta menunjukan adanya
kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alami karena adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua
terjadi pada lansia secara linear dapat digambarkan melalui 3 tahap yaitu : kelemahan,
keterbatasan, dan keterhambatan yang akan dialami bersamaan dengan proses
kemunduran. Pertambahan jumlah lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990-
2025, tergolong tercepat di dunia. Pada tahun 2002, jumlah lansia di Indonesia
berjumlah 16 juta dan diproyeksikan akan bertambah menjadi 25,5 juta pada tahun
2020 atau sebesar 11,37% penduduk dan ini merupakan peringkat keempat dunia, di
bawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan
sensus BPS tahun 1998 masing-masing untuk pria 63 tahun dan perempuan 67 tahun.
Angka di atas berbeda dengan kajian WHO (1999), dimana usia harapan hidup orang
Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke 103 dunia. Data
statistik tersebut mengisyartatkan pentingnya keperawatan gerontik di Indonesia.
Fokus asuhan keperawatan pada lansia ditunjukan pada dua kelompok lansia,
yaitu 1.) lansia yang sehat dan produktif, dan 2.) lansia yang memiliki kerentanan
tubuh dengan ditandai kondisi fisik yang mulai melemah, sakit-sakitan dan daya pikir
menurun. Pemberian asuhan keperawatan bagi lansia bertujuan untuk memenuhi
harapan-harapan yang diinginkan oleh lansia yaitu memiliki kualitas hidup yang lebih
baik dan produktif dalam tiga dimensi yaitu : fisik, fungsional, dan kognitif.
Peningkatan kualitas hidup tersebut hendaknya sejalan dengan penerapan praktik
keperawaan yang didasarkan pada fakta. Pada lansia juga sering di temukan
gangguan-gangguan pada sistem-sistem di dalam tubuh seperti contoh pada sistem
pencernaan. Sering di temukan masalah yang muncul pada lansia di sistem
pencernaan yaitu malnutrisi, konstipasi, gastristis, diare dan sebagainya.
0
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan asuhan keperawatan
lansia dengan gangguan pencernaan dari pengkajian hingga evaluasi.
2. Tujuan Khusus
- Mahasiswa memahami proses degeneratif pada sistem pencernaan
- Mahasiswa mengetahui masalah-masalah yang sering terjadi pada lansia di
sistem pencernaan
- Mahasiswa dapat memahami dan melakukan asuhan keperawatan gerontik
pada gangguan pencernaan
C. Manfaat
Manfaat Teoritis
1. Bagi kelompok, makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendalami
pemahaman tentang konsep asuhan keperawatan lansia dengan gangguan sistem
pencernaan.
2. Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang asuhan
keperawatan lansia dengan gangguan sistem pencernaan yang sesuai dengan
standart kesehatan demi meningkatkan tingkat kesejahteraan Lansia dan dapat
dijadikan sebagai referensi untuk penelitian yang lebih lanjut.
Manfaat Praktis
Mahasiswa keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan kepada lansia
dengan gangguan sistem pencernaan.
1
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Lansia
1. Pengertian
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).Karena
itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural
disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan
episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes
dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :
1) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki
lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Menurut Lumbantobing, (1997;3), menua yang sukses akan mencakup hal-hal, 1)
hambatan fisik yang minimal dan mampu mengatasinya, 2) sehat mental dan mampu
mempertahankan harga dirinya, 3) dapat mempertahankan aktivitas fisik dan mental, 4)
berdikari, 5) melanjutkan gaya hidup, 6) puas dengan hidup atau keadaannya (stabil
secara sosioekonomi, punya peran di lingkungan).
2. Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada Lansia
1) Perubahan Fisik Yang Terjadi Pada Proses Menua
Jumlah sel lebih sedikit dan ukurannya lebih besar, proporsi protein pada sel menurun
mengakibatkan terganggunya mekanisme perbaikan sel (Nugroho, 2000) Otak menjadi
kecil dan atrofi, saraf panca indra mengecil sehingga berkurangnya penglihatan ,
hilangnya pendengaran , mengecilnya saraf penciuman dan perasa , lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin. Pada sistem
kardio vaskuler terhadap perubahan elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung
menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung untuk memompa darah berkurang.
Perubahan sistem respirasi, otot–otot pernafasan kehilangan kekuatan, menurunnya
2
aktifitas dari silia, paru–paru kehilangan elastisitas dan kemampuan pegas dinding dada,
kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia (Depkes
RI,1994). Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, rasa lapar menurun, asam lambung
menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi. Fungsi absorpsi melemah,
hati makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan adalah perubahan yang
terjadi pada sistem gastroitestinal. Sistem endokrin, produksi hampir semua hormon
menurun, dan menurunya aktivitas tiroid, basal metabolisme rate dan daya pertukaran zat
menurun. Pada sistem integumen : kulit mengkerut atau keriput akibat kehilangan
jaringan lemak, menurunnya respon terhadap trauma, dan menurunnya mekanisme
proteksi kulit. Perubahan pada muskuloskeletal : tulang kehilangan densitas dan makin
rapuh , persendian membesar, kaku, discus intervertebralis menipis dan terdapat kifosis
(Depkes, RI, 1994).
Perubahan yang terjadi pada sistem genitourinaria, ginjal merupakan alat untuk
mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine, mengalami perubahan unit terkecil
dari ginjal mengecil dan menjadi atrofi, aliran darah keginjal menurun sampai 50 %,
fungsi tubulus berkurang akibatnya kemampuan mengkonsentrasikan urine berkurang
(Nugroho, 2000). Vesika urinaria, secara umum dengan bertambahnya usia kapasitas
kandung kemih menurun. Sisa urine setiap selesai berkemih cenderung meningkat dan
kontraksi otot – otot kandung kemih yang tidak teratur makin sering terjadi (Darmojo
dan Martono, 1999). Penurunan kapasitas kandung kemih sampai 200 ml akan
menyebabkan frekwensi buang air seni meningkat (Kozier, 1995).
Sehubungan dengan faktor usia, seorang wanita akan mengalami perubahan yang
disebut sebagai masa menopause. Kapasitas reproduksi menurun dan organ kelamin turut
mengalami atrofi. Pada awalnya menstruasi menjadi tidak teratur dan tidak lancar, darah
haid yang keluar bisa sangat sedikit atau sangat banyak. Muncul gangguan vasomotoris
berupa penyempitan atau pelebaran pembuluh darah. Mengeluh pusing atau sakit kepala,
keluar keringat terus-menerus dan terjadi neuralgia atau gangguan syaraf (Kartono,K.,
1992;318).
2) Perubahan Aspek Psikologis dan Sosial Lansia
Menurut Departemen Sosial RI (1998) yang dikutip dari Hardywinoto dan Setiabudhi
(1999;41), permasalahan khusus lansia meliputi :
a. Berlangsungnya proses menua akan menimbulkan masalah fisik, mental maupun
sosial. Mundurnya kadaan fisik akan menyebabkan perubahan peran sosial lansia dan
lebih tergantung pada pihak lain.
3
b. Berkurangnya integrasi sosial lansia akibat penurunan produktifitas dan kegiatan akan
memberikan pengaruh negatif pada kondisi sosial psikologis lansia.
c. Rendahnya produktifitas kerja lansia dibanding tenaga kerja muda.
d. Banyaknya lansia yang miskin dan terlantar yang memerlukan bantuan supaya bisa
mandiri.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada masyarakat
individuaalistik menyebabkan lansia merasa tersisih dan kurang dihormati. Sebagian
generasi muda menganggap bahwa lansia tidak perlu lagi aktif dalam urusan hidup
sehari-hari.
f. Dampak negatif dari proses pembangunan, polusi, dan urbanisasi dapat mengganggu
kesehatan fisik dan terjadi ketimpangan jumlah lansia di desa dan di kota.
Masalah-masalah yang dialami lansia akibat purna tugas, menurut Darmojo dan
Martono (1999;22) diantaranya :
a. Kehilangan finansial, yaitu menurunnya sumber penghasilan umumnya terjadi,
kecuali pada orang yang kaya-raya.
b. Kehilangan status, terutama pada orang yang dulunya punya status dan posisi cukup
penting dengan berbagai fasilitasnya.
c. Kehilangan teman/kenalan, mereka akan jarang berinteraksi dengan teman sejawat
yang dulu hampir tiap hari dijumpai.
d. Kehilangan kegiatan/pekerjaan yang teratur dilakukan. Ini berarti mereka kehilangan
rutinitas yang telah dilakukan bertahun-tahun (Brocklehurst, 1987)
B. Proses Degeneratif
Di bidang Gastro-enterologi, pada populasi usia lanjut sebenarnya tidak ada
kelainan yang sangat khas. Walaupun terdapat perubahan seluler dan struktural seperti
organ tubuh lainnya, fungsi sistem gastrointestinal pada umumnya dapat
dipertahankan sebagaimana manusia sehat. Gangguan fungsi biasanya terjadi apabila
terdapat proses patologis pada organ tertentu, atau bilamana terjadi stress lain yang
memperberat beban dari organ yang sudah mulai menurun fungsi dan anatomiknya.
C. Proses Menua Pada Saluran Cerna
Proses menua pada saluran cerna menurut Blocklehurs dan Allen, 1987;
Morris dan Drew, 1985; Nelson dan Castel, 1990), antara lain :
1. Rongga Mulut
Gigi geligi mulai banyak yang tanggal, di samping itu juga terjadi kerusakan gusi
karena proses degenerasi. Kedua hal ini sangat mempengaruhi mastikasi makanan.
4
Lansia mulai merasakan sukar, lama kelamaan malas, untuk makan makanan
berkonsistensi keras. Kelenjar saliva menurun produksinya, sehingga
mempengaruhi proses perubahan kompleks karbohidrat menjadi disakarida
(karena enzim ptialin menurun) juga fungsi ludah sebagai pelicin makanan mulai
berkurang, sehingga proses menelan lebih sukar. Pentol pengecap di ujung lidah
menurun jumlahnya, terutama untuk rasa asin sehingga lansia cenderung untuk
makan makanan yang lebih asin.
2. Farings dan Esofagus
Banyak lansia sudah mengalami kelemahan otot polos sehingga proses menelan
jadi sukar. Kelemahan otot esofagus sering menyebabkan proses patologis yang
disebut hernia hiatus.
3. Lambung
Terjadi atrofi mukosa, atrofi dari sel kelenjar, sel parietal dan sel chief akan
menyebabkan sekresi asam lambung. Pepsin dan faktor intrinsik berkurang.
Ukuran lambung pada lansia menjadi lebih kecil, sehingga daya tambung
makanan menjadi berkurang. Proses perubahan protein menjadi pepton terganggu.
Karena seksresi asam lambung berkurang maka rangsang lapar juga berkurang.
4. Usus halus
Mukosa usus halus juga mengalami atrofi, sehingga luas permukaannya
berkurang, sehingga jumlah vili berkurang dan selajutnya juga menurunkan proses
absorbsi. Di daerah duodenum, enzim yang dihasilkan oleh pankreas dan empedu
juga menurun, sehingga metabolisme karbohidrat, protein dan lemak menjadi
tidak sebaik sewaktu muda. Keadaan yang seperti ini sering menyebabkan
gangguan yang disebut maldigestif atau malabsorbsi.
5. Pankreas
Produksi enzim amilase, tripsin dan lipase akan menurun sehingga kapasitas
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak juga akan menurun. Pada lansia
sering terjadi pankreatitis yang dihubungkan dengan batu empedu. Batu empedu
yang menyumbat pada ampula Vateri akan menyebabkan oto-digesti parenkim
pankreas oleh enzim elatase dan fosfolipase-A yang di aktifkan oleh tripsin dan
atau asam empedu.
6. Hati
Hati berfungsi sangat penting dalam proses metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak. Disamping juga memegang peranan besar dalam proses detoksikasi,
5
sirkulasi, penyimpanan vitamin, konjugasi bilirubin dan lain sebagainya. Dengan
meningkatnya usia, secara histologik dan anatomik akan terjadi perubahan akibat
atrofi sebagian besar sel, berubah bentuk menjadi jaringan fibrous. Hal ini akan
menyebabkan penurunan fungsi hati dalam berbagai aspek yang telah disebut tadi.
Hal ini harus diingat terutama dalam pemberian obat-obatan.
7. Usus besar dan rektum
Pada usus besar kelokan-kelokan pembuluh darah meningkat sehingga motilitas
kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan absorbsi air dan
elektrolit meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorbsi makanan), feses
menjadi lebih keras, sehingga keluhan sulit buang air merupakan keluhan yang
sering didapat pada lansia. Konstipasi juga disebabkan oleh peristaltik kolon yang
melemah gagal mengosongkan rektum. Proses defekasi yang seharusnya dibantu
oleh kontraksi dinding abdomen juga seringkali tidak efektif karena dinding
abdomen sudah melemah. Walaupun demikian harus dicatat, konstipasi tidak
selalu merupakan keadaan fisiologik, dan assesment yang teliti harus dilaksanakan
sebelum menentukan penyebab konstipasi dan terapinya.
8. Imunitas Gastro-intestinal pada usia lanjut
Sistem imun mukosal pada traktus gastro intestinal merupakan alat pertahanan
primer tubuh manusia terhadap faktor lingkungan yang masuk melalui mulut.
Setiap saat, epitel saluran makanan harus mengatasi antigen yang dapat
menggangu fungsi tubuh. Seolah-olah menjadi suatu pagar yang sangat selektif
yang harus mampu memilih substansi patogen dan antigen asing untuk segera
ditolak, tetapi tetap menyerap bahan nutrisi yang diperlukan. Sistem imunitas ini
berbeda dengan sistem imunitas sistemik. Faktor terpenting yang sangat
berpengaruh terhadap infeksi terhadap orang tua adalah nutrisi. Walaupun masih
memerlukan penelitian yang luas, pada umumnya disepakati bahwa nutrisi yang
kurang baik akan menyebabkan penderita menjadi lebih rentan terhadap infeksi.
Kontroversi yang smapai sekarang masih terjadi adalah tetang mekanisme
terjadinya imunosenesens (Aranz dan Ferguson, 1992). Imunosenesens adalah
perubahan gradual pada sistem imun yang terjadi pada individu yang telah
mencapai kematangan seksual. Perubahan ini berhubungan erat dengan proses
involusi dan atrofi kelenjar timus (Busby dan Caranasos, 1985)
6
D. Gangguan dan Penyakit Pada Saluran Cerna
Adapun gangguan dan penyakit pada saluran cerna antara lain :
1. Esofagus (Vander Cammen, 1990 dan Reuben, 1996)
Berbagai penyakit esogagus pada usia lanjut serupa dengan terjadinya pada usia
muda. Sebagian tambahan kelainan akibat proses degeneratif yang berhubungan
dengan lanjutnya usia dapat mempengaruhi motilitas esofagus. Disamping ini
keganasan di daerah ini juga lebih banyak terdapat pada lansia dibanding pada
dewasa muda (Reuben et al, 1996). Dengan alasan tersebut maka pada keluhan
esofagus yang baru timbul pada lansia harus dikurangi sejauh mungkin terapi
coba-coba. Pemeriksaan endoskopi perlu untuk segera dikerjakan.
2. Gangguan motilitas
Seperti telah dikemukakan, dengan proses menua dapat terjadi ganggua motilitas
otot polos esofagus. Penderita lansia dengan keluhan disfagia (kesulitan menelan
atau nyeri waktu menelan) harus dievaluasi akan adanya penyakit esofagus.
Apabila mungkin, evaluasi dengan sineradiografi merupakan peneltian pertama,
yang kemudian bisa dilengkapi dengan pemeriksaan endoskopi dan pemeriksaan
otolaringeal.
Pada gangguan disfagia dibagi menjadi 3 kondisi :
a. Disfagia orofaringeal adalah penyakit yang mempengaruhi hipofarings dan
esofagus bagian atas mengakibatkan ketidakmampuan untuk mengawali
proses menelan dan oleh karenanya juga bolus tidak sampai ke esofagus,
aspirasi dan regurgitasi nasal.
Pada usia lanjut penyebab penyakit ini adalah gangguan motilitas primer
(disfungsi kriko-faringeal, penyakit neurologik sentral atau perifer dan
berbagai gangguan metabolik, terutama diabetes melitus dan disfungsi tiroid).
b. Disfagia esofageal adalah gangguan motilitas dan obsrtruksi intrinsik dapat
berakibat terjadinya kesulitan atau pasase makan yang tak lengkap melalui
esofagus. Gejala sering berupa disfagia atau nyeri dada atau keduanya
bersamaan. Penyebab gangguan motilitas adalah akalansia, kelainan esofagus
spastik dan beberapa penyakit jaringan ikat. Pada kelainan ini
penetalaksanaannya sama dengan apabila terjadi pada dewesa muda. Disfagia
tipe ini pada lansia juga bisa disebabkan adanya kompresi mekanik oleh