GAGAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)
PAGE
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangJantung adalah organ yang berongga dan berotot
dengan ukuran kurang lebih sebesar kepalan tangan manusia. Jantung
terletak di rongga toraks (dada), di sekitar garis tengah antara
sternum atau tulang dada di sebelah anterior dan vertebra (tulang
punggung) di sebelah posterior.
Jantung terbungkus di dalam kantung pericardium membranosa
berdinding ganda. Lapisan luar kantung adalah membran fibrosa yang
kuat melekat ke partisi jaringan ikat yang memisahkan paru.
Perlekatan ini menambatkan jantung, sehingga jantung tetap berada
pada posisinya di dalam dada. Jantung memiliki pangkal yang lebar
di sebelah atas dan meruncing membentuk ujung yang disebut apeks di
dasar. Oleh karenanya, jika jantung tidak berfungsi sebagaimana
fungsinya, maka jantung akan mengalami kegagalan-kegagalan dalam
memompakan darah sehingga suplai darah ke seluruh tubuh tidak
adekuat. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang salah
satu penyakit jantung yaitu, Gagal Jantung Congestive
(CHF).Definisi alternatif menurut Packer, gagal jantung kongestif
merupakan suatu sindrom klinis yang rumit yang ditandai dengan
adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan regulasi
neurohormonal, disertai dengan intoleransi kemampuan kerja fisis
(effort intolerance), retensi cairan, dan memendeknya umur hidup
(reduce longevity). Termasuk di dalam kedua batasan tersebut adalah
suatu spectrum fisiologis-klinis yang luas, mulai dari cepat
menurunnya daya pompa jantung (misalnya pada infark jantung yang
luas, takiaritmia atau bradikardia yang mendadak), sampai pada
keadaan-keadaan di mana proses terjadinya kelainan fungsi ini
berjalan secara bertahap tetapi progresif (misalnya pada pasien
dengan kelainan jantung yang berupa pressure atau volume overload
dan hal ini terjadi akibat penyakit pada jantung itu sendiri,
seperti hipertensi, kelainan katup aorta atau mitral dll). Secara
singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung
tidak lagi mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolic tubuh pada tekanan pengisian yang normal,
padahal aliran balik vena (venous return) ke jantung dalam keadaan
normal. Jenis penyakit gagal jantung yang paling tinggi
prevalensinya adalah Congestive Heart Failure atau gagal jantung
kongestif. Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk
yang berusia 25 tahun. Kasus ini meningkat 11,6 pada manula dengan
usia 85 tahun ke atas. (www.tempo.com)
Di Indonesia berdasarkan data dari RS Jantung Harapan Kita,
peningkatan kasus ini dimulai pada 1997 dengan 248 kasus, kemudian
melaju dengan cepat hingga mencapai puncak pada tahun 2000 dengan
532 kasus. Diperkirakan tahun ini juga akan terjadi peningkatan.
Untuk itu, pihak RS telah mengantisipasi lonjakan kasus tersebut
dengan membuka klinik khusus gagal jantung dan pelayanan One Day
Care dengan system Nurse Base Care. Mengenai kematian akibat
penyakit gagal jantung. Aulia yang juga Direktur RS tersebut,
mengemukakan bahwa tahun lalu hanya 4,3% kematian yang terjadi.
Jumlah yang kecil jika dibandingkan dengan insiden pada 1999
sejumlah 12,2%.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari CHF?
2. Bagaimana etiologi dan Patofisiologi dari CHF?
3. Bagaimana penanganan pada pasien dengan CHF?
4. Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari CHF?
5. Bagaimana konsep Keperawatan dari penyakit CHF?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan CHF?C. Tujuan
Penulisan
adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari CHF?
2. Untuk memahami etiologi dan Patofisiologi dari CHF?
3. Untuk mengetahui penanganan pada pasien dengan CHF?
4. Untuk memahami pemeriksaan diagnostic dari CHF?
5. Untuk mengetahui bagaimana konsep Keperawatan dari penyakit
CHF?
6. Untuk mengerti bagaimana asuhan keperawatan pada pasien
dengan CHF?
BAB II
PEMBAHASAN
GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)
A. Pengertian
Menurut Braunwald, gagal jantung adalah suatu keadaan
patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung
gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
ventrikel kiri.Definisi alternatif menurut Packer, gagal jantung
kongestif merupakan suatu sindrom klinis yang rumit yang ditandai
dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan
regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi kemampuan kerja
fisis (effort intolerance), retensi cairan, dan memendeknya umur
hidup (reduce longevity). Termasuk di dalam kedua batasan tersebut
adalah suatu spectrum fisiologis-klinis yang luas, mulai dari cepat
menurunnya daya pompa jantung (misalnya pada infark jantung yang
luas, takiaritmia atau bradikardia yang mendadak), sampai pada
keadaan-keadaan di mana proses terjadinya kelainan fungsi ini
berjalan secara bertahap tetapi progresif (misalnya pada pasien
dengan kelainan jantung yang berupa pressure atau volume overload
dan hal ini terjadi akibat penyakit pada jantung itu sendiri,
seperti hipertensi, kelainan katup aorta atau mitral dll). Secara
singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung
tidak lagi mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolic tubuh pada tekanan pengisian yang normal,
padahal aliran balik vena (venous return) ke jantung dalam keadaan
normal.Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung
sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari defenisi ini
adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan
metabolic tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi
pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium
ditujukan spesifik pada fungsi miokardium ; gagal miokardium
umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik
sirkulai dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi
gagal jantung dalam fungsi pompanya.
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal
jantung. Gagal sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan dari sistem
kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai.
Defenisi ini mencakup segala kelainan dari sirkulasi yang
mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk
perubahan dalam volume darah, tonus vaskuler dan jantung. Gagal
jantung kongetif adalah keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi
akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung
kongestif perlu dibedakan dengan istilah yang lebih umum yaitu.
Gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi
akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau
sebab-sebab diluar jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau
anuria.
B. EtiologiGagal jantung adalah komplikasi yang paling sering
dari segala jenis penyakit jantung kongestif. Mekanisme fisiologis
yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas
miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi :
regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokardium dan kardiomiopati. Selain dari ketiga mekanisme
fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, ada faktor fisiologis
lain yang dapat pula mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai
pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel, seperti
stenosis katup atrioventrikularis, dapat menyebabkan gagal jantung.
Keadaan-keadaan seperti perikarditis konstriktif dan tamponade
jantung mengakibatkan gagl jantung melalui gabungan beberapa efek
seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel.
Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme
fisiologik atau gabungan berbagai mekanisme yang bertanggung jawab
atas terjadinya gagal jantung; efektivitas dari jantung sebagai
pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai ganggaun patofisiologik.
Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui
sebagai mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang
mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokardium juga tidak
diketahui. Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium di
dalam sarkomer, atau dalam sintesis, atau fungsi dari protein
kontraktil merupakan penyebabnya.Faktor-faktor yang dapat memicu
perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang
mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi
paru-paru dan emboli paru-paru. 1. Aritmia
Aritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah
rangsangan listrik yang memulai respon mekanis; respon mekanis yang
tersinkronisasi dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya
ritme jantung yang stabil.
2. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru
Resppon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat.
3. Emboli paru-paru.
Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi
terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu jerjadinya gagal jantung
kanan.
Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan
pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis
dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor
yang memicu terjadinya gagal jantung.
C. Patofisiologi
Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada
gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri
yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume
residu ventrikel.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap
peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan
kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi
pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik
dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema
dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub
trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional
dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub
atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada orientasi otot
papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi
ruang.Respon Kompensatorik
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer
yang dapat dilihat;
1. Meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem
rennin-angiotensin-aldosteron
3. Hipertrofi ventrikel
Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah
jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal
pada gagal jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan
pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak
pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka
kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.D. Manifestasi
KlinisSemua gejala dan tanda-tanda gagal jantung adalah
akibat-akibat mekanisme : Curah jantung yang rendah
Mekanisme kompensasi yang terjadi dengan segala
prosesnya.Sedangkan tanda-tanda yang ada pada jantung, merupakan
kelainan primer yang menjadi sebab gagalnya jantung, misalnya
terdapat tanda-tanda infark jantung atau stenosis aorta.Pada
perjalanan penyakit gagal jantung, perlu diperhatikan adanya
faktor-faktor presipitasi
Infeksi paru-paru
Demam atau sepsis
Anemia (akut atau menahun)
Tidak teraturnya minum obat seperti diuretic dan digitalis, atau
tidak diet rendah garamBeban cairan yang berlebihan (misalnya
karena dapat pengobatan denga infus)Terjadinya infark jantung akut
berulang
Aritmia (baik atrial maupun ventricular)Emboli paru
Keadaan-keadaan high outputMelakukan pekerjaan beban berat
apalagi mendadak (lari,naik tangga)Stress emosional
Hipertensi yang tidak terkontrol
E. Diagnosis Gagal Jantung KongestifKriteria mayor :1. Dispnea
nocturnal paroksismal atau ortopnea
2. Peningkatan tekanan vena jugularis
3. Rongki basah tidak nyaring
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Irama derap S3
7. Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O
8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor :
1. Edema pergelangan kaki
2. Batuk malam hari
3. Dyspneu deffort4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7. Takikardi (>120x/menit)F. Penanganan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi
beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu
utama dari fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun
gabungan dari : beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.
Penanganan biasanya dimulai ketika gejala-gejala timbul pada saat
beraktivitas biasa. Resimen penanganan secara progresif
ditingkatkan sampai mencapai respon klinik yang diinginkan.
Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal
jantung yang berat dapat menjadi alasan untuk dirawat di rumah
sakit atau mendapat penanganan yang lebih agresif .
Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal
yang sederhan namun sangat tepat dalam penanganan gagal jantung.
Tetapi harus diperhatikan jangan sampai memaksakan larangan yang
tak perlu untuk menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini telah
diketahui bahwa kelemahan otot rangka dapat meningkatkan
intoleransi terhadap latihan fisik. Tirah baring dan aktifitas yang
terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian
antikoagulansia mungkin diperlukan pada pembatasan aktifitas yang
ketat untuk mengendalikan gejala.Penanganannya dapat juga :1.
Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas2. Memperbaiki
kontraktilitas otot jantung :
Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tiroksikosis,
miksedema, dan aritmia Digitalisasi :
a. Dosis digitalis :
Digoksin oral digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama
24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari Digoksin iv 0,75 mg
dalam 4 dosis selama 24 jam Cedilanid> iv 1,2-1,6 mg selama 24
jam
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg
sehari. Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis
disesuaikan.c. Dosis penunjang digoksin untuk fiblilasi atrium 0,25
mg.d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal
akut yang berat: Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan
Cedilanid> 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan
Cara pemberian digitalis
Dosis dan cara pemberian digitali bergantung pada beratnya gagal
jantung. Pada gagal jantung berat dengan sesak napas hebat dan
takikardi lebih dari 120/menit, biasanya diberikan digitalis cepat.
Pada gagal jantung ringan diberikan digitalis lambat. Pemberian
digitalis per oral paling sering dilakukan karena paling aman.
Pemberian dosis besar tidak selalu perlu, kecuali bila diperlukan
efek meksimal secepatnya, misalnya pada fibrilasi atrium rapi
respone. Dengan pemberian oral dosis biasa (pemeliharaan), kadar
terapeutik dalam plasma dicapai dalam waktu 7 hari. Pemberian
secara iv hanya dilakukan pada keadaan darurat, harus dengan
hati-hati, dan secara perlahan-lahan.3. Menurunkan beban
jantung
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic (mis :
furosemid 40-80 mg, dosis penunjang rata-rata 20 mg), dan
vasodilator (vasodilator, mis : nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual
atau 0,2-2 ug/kgBB/menit iv, nitroprusid 0,5-1 ug/kgBB/menit iv,
prazosin per oral 2-5 mg, dan penghambat ACE : captopril 2x6,25 mg)
Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriolG. Pemeriksaan
Diagnostik
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya :
takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6
minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya
aneurisme ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik,
perubahan dalam fungsi/struktur katub atau area penurunan
kontraktilitas ventricular.
3. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
pergerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi
dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan sisi kiri, dan
stenosis katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri
koroner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan
ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontraktilitas.Pemeriksaan Penunjang Anamnesis
Pemeriksaan fisis : inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan
vascular paru menggambarkankranialisasi, garis Kerley A/B,
infiltrat prekordial kedua paru, dan efusi pleura. Fungsi EKG untuk
melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia.
Pemerikasaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit,
ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid
dilakukan atas indikasi. Laboratorium :
1. Faal ginjal :
a. Urin :
Berat jenis
Volume urin menurun
Na urin menurun, rennin meningkat aldosteronb. Darah :
Ureum meningkat dan kreatinin clearance menurun, maka
menunjukkan gagal jantung yang beratNa, Bl dan albumin menurun,
sehingga meningkatkan volume darah dan cairan udema karena rennin
dan aldosteron meningkat
Asidosis metabolic : pH turun, HCO3 turu, maka menunjukkan gagal
jantung dan gagal ginjal
2. Faal hati
Bilirubin darah, urin dan urobilinogen meningkatLED turun
LDH naik, terutama LDH5
Fosfatase alkali naik (ringan/berat)Protombin agak naik
3. Faal paru
Tekanan O2 turun karena pertukaran gas terganggu , paru
udema
Alkalosis respiratorik : pH naik, pCO2 turun, maka terjadi dapat
hiperventilasi, respon terhadap hipoksemia
Asidosis respiratorik : pH turun, pCO2 naik, maka dapat terjadi
udema paru akut yang menyebabkan kegagalan ventilasi dan retensi
CO2.
H. PrognosisPrognosis Gagal Jantung Kongestif dan Prediktor
Mortalitas1. Klinik :
Penyakit Jantung Koroner
Tingginya derajat New York Heart association Class
Kapasitas exercise
Denyut jantung pada istirahat
Bunyi jantung S3
Tekanan nadi dan tekanan sistolik
2. Hemodinamik :
Ejection fraction ventrikel kiri dan kanan Tekanan pengisian dan
tekanan atrium kanan
O2 uptake maksimal (MVO2)
Tekanan sistolik ventrikel kiri
Cardiac index
Mean arterial pressure
Resistensi sistemik vaskular
3 . Biokimia :
Norepinefrin plasma
Renin plasma
Vasopresin plasma
Atrial natriuretic peptide plasma
n Na, K, Mg serum
4. Elektrofisiologi :
Asistol ventricular yang sering
Aritmia ventricular yang kompleks
Takikardia ventricular
Fibrilasi / fluter atrial
ASUHAN KEPERAWATANA. Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibatkan
ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan
sistemik . Karenanya diagnostik dan terapeutik berlanjut . Gagal
Jantung Kongestif selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan
mortalitas.
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat
istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental misalnya : letargi,
tanda vital berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,
penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok
septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda : 1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3) Irama Jantung ; Disritmia.
4) Frekuensi jantung ; Takikardia.
5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara
inferior ke kiri.
6) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
7) Murmur sistolik dan diastolic.
8) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
9) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler
lambat.
10) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
11) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
12) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada
ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, khawatir dan takut. Stres yang berhubungan
dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan
medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas,
marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam
hari (nokturia), diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
a. Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen
(asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).
6. Higiene
a. Gejala: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas
Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan
personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku
dan mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen
kanan atas dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit dan perilaku
melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau
dengan beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda : 1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan
otot asesori pernapasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pembentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan
kekuatan/tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
Gejala: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang
biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung,
misalnya : penyekat saluran kalsium.
b. Tanda: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk
meningkatkan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan
kontraktilitas miokardial/perubahan inatropik, Perubahan frekuensi,
irama dan konduksi listrik, Perubahan struktural, ditandai dengan
;a. Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia,
perubahan gambaran pola EKG
b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c. Bunyi ekstra (S3 & S4)
d. Penurunan keluaran urine
e. Nadi perifer tidak teraba
f. Kulit dingin kusam
g. Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan
Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat
diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal
jantung , Melaporkan penurunan episode dispnea, angina, Ikut serta
dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
a. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat
istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas
ventrikel.
b. Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran
darah kesermbi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup.
c. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi
mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse
alternan.
d. Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi
dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit
sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti
vena.
f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat
sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan
untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan
antar suplai okigen. Kelemahan umum, Tirah baring
lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan,
Perubahan tanda vital, adanya disritmia, Dispnea, pucat,
berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Klien akan : Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan,
memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi
aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan
dan kelelahan.
Intervensi
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas,
khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat
beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas
karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretic) atau
pengaruh fungsi jantung.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat
takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan
peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
dari pada kelebihan aktivitas.
d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas
(kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi
jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik
kembali,
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju
filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea,
bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan,
hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi, Klien akan : Mendemonstrasikan volume
cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi
nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima,
berat badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman
tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana
diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis
sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah
baring.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama
24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan
cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites
masih ada.
c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler
selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru,
gagal jantung.
e. Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi
abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.f. Pemberian obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
g. Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :
perubahan membran kapiler-alveolus.
Tujuan /kriteria evaluasi : Klien akan : Mendemonstrasikan
ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh
oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernapasan., Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan/situasi.
Intervensi :
a. Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran
oksigen.
c. Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi
oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria evaluasi
Klien akan : Mempertahankan integritas kulit, Mendemonstrasikan
perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area
sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer,
imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
b. Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia
jaringan.
c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan
rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu
aliran darah.
d. Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan
kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat
kerusakan.
e. Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi
memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan
kulit/terjadinya infeksi..
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan
program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan
persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal, ditandai
dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode
GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria evaluasi
Klien akan :
a. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode
berulang dan mencegah komplikasi.
b. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa
teknik untuk menangani.
c. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi
a. Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat
memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
b. Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang
dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih
sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
c. Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum
waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
d. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu
indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan
sendiri/penatalaksanaan dirumah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :
1. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung
sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan.2. Menurut Braunwald, gagal jantung adalah
suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian ventrikel kiri.3. Definisi alternatif menurut Packer,
gagal jantung kongestif merupakan suatu sindrom klinis yang rumit
yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan
kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi
kemampuan kerja fisis (effort intolerance), retensi cairan, dan
memendeknya umur hidup (reduce longevity).
4. Gagal sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan dari sistem
kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai.
Defenisi ini mencakup segala kelainan dari sirkulasi yang
mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk
perubahan dalam volume darah, tonus vaskuler dan jantung.5. Jenis
penyakit gagal jantung yang paling tinggi prevalensinya adalah
Congestive Heart Failure atau gagal jantung kongestif. Di Eropa,
tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25
tahun. Kasus ini meningkat 11,6 pada manula dengan usia 85 tahun ke
atas.DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan
IAPK Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 - 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3,
Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 64 & 240
249.
Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi
Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1982, Hal.206 - 208
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 705 & 753 -
763.
Branch, William T., R. Wayna Alexande, Robert C. Schlant, and J.
Wilis Hurst. 2000. Cardiology in Primary Care. Singapore : McGraw
Hill.
www.google.comPAGE 22Askep klien gagal jantung
Created by : Kel. IV Kelas III.A