BAB I
ASKEP HHNKA. PENGERTIAN
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi
akut dari diabetes melitus di mana penderita akan mengalami
dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing,
kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada
penderita diabetes tipe II (www.wikipedia.com)
Hyperglikemia, Hiperosmolar Non Ketogenik adalah sindrom
berkaitan dengan kekurangan insulin secara relative, paling sering
terjadi pada panderita NIDDM. Secara klinik diperlihatkan dengan
hiperglikemia berat yang mengakibatkan hiperosmolar dan dehidrasi,
tidak ada ketosis/ada tapi ringan dan gangguan neurologis
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma
akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan
metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi,
meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum,
biasa terjadi pada DM tipe II.Koma Hiperosmolar Hiperglikemik
NonKetotik ialah suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia
berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai
penurunan kesadaran (Mansjoer, 2000). Menurut Hudak dan Gallo
(edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi dari diabetes yang
ditandai dengan : 1. Hiperosmolaritas dan kehilangan cairan yang
hebat.
2. Asidosis ringan.
3. Sering terjadi koma dan kejang lokal.
4. Kejadian terutama pada lansia.
5. Angka kematian yang tinggi. B. ETIOLOGI
a. Insufisiensi insulin
a. DM, pankreatitis, pankreatektomi
b. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
b. Increase exogenous glukose
a. Hiperalimentation (tpn)
b. High kalori enteral feeding
c. Increase endogenous glukosa
a. Acute stress (ami, infeksi)
b. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)
d. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.
e. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan
gangguan kardiovaskular.
f. Pembedahan/operasi.
g. Pemberian cairan hipertonik.
h. Luka bakar.Faktor risiko:1. Kelompok usia dewasa tua (>45
tahun)
2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27
(kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL250 mg/dl)
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa
Darah Puasa Terganggu)
(http://endokrinologi.freeservers.com)C. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala umum pada klien dengan HHNK adalah haus, kulit
terasa hangat dan kering, mual dan muntah, nafsu makan menurun,
nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur, banyak kencing, mudah lelah
(www.tabloid-nakita.com).Gejala-gejala meliputi :
1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.
2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi,
hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air
tidak adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal
(disorientasi, kejang setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan.
D. PATOFISIOLOGI
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan
kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan
insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel,
sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon
glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar
glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan
hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan
intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume
cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan
menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal,
sehingga timbul glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis
osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak dari poliuria akan
menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya
potasium, sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah
menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi
hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena
ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat
gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama
urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria
mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang
pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi
ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi
dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya
transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan
dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena
digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan
merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan
mengakibatkan hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik
berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat karena
ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat
mengakibatkan pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark
cerebral, jantung.E. KOMPLIKASI
a. Koma.
b. Gagal jantung.
c. Gagal ginjal.
d. Gangguan hati.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan1. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan
cairan
NACL bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik normal
diguyur 1000 ml/jam sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi
jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan kekurangan dan
diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus
mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung,
penyakit ginjal atau hipernatremia.Gklukosa 5% diberikan pada waktu
kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.2. Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar
hiperglikemik non ketotik sensitif terhadap insulin dan diketahui
pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah pada ketoasidosis
diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat
menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik
3. Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda
fungsi ginjal membaik, perhitungan kekurangan kalium harus segera
diberikan
4. Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter
G. PATHWAY< hormon insulin
> hormon glukagon
akumulasi glukosa di plasma glikogenesis
transport kadar glukosa plasma (
glukosa
ke sel (
hiperglikemia hemokonsentrasi
makanan
sel < glikosuria viskositas darah ( tromboemboli
poliphagia diuresis osmotik >> gang. transport O2
hipertrofi ventrikel
poliuria iskemia jaringan Gagal Jantung
kehilangan cairan >> nekrosis otak
potasium, sodium, Koma
phospat (
imbalance elektrolit metabolisme anaerob kesadaran (
merangsang dehidrasi asam laktat (
pusat haus
hiperosmolar fatigue
polidipsi
hipovolume
BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Primery Survey
a. Air way
Kemungkinan ada sumbatan jalan nafas, terjadi karena adanya
penurunan kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport
oksigen ke otak.
b. Breathing
Tachypnea, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
c. Circulation
Sebagai akibat diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi.
Visikositas darah juga akan mengalami peningkatan, yang berdampak
pada resiko terbentuknya trombus. Sehingga akan menyebabkan tidak
adekuatnya perfusi organ.
d. Disability
2. Sekunder Survey
Bilamana managemen ABC menghasilkan kondisi yang stabil, perlu
pengkajian dengan menggunakan pendekatan head to toe.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan apatis
sampai koma, tanda-tanda dehidrasi seperti turgor turun disertai
tanda kelainan neurologist, hipotensi postural, bibir dan lidah
kering, tidak ada bau aseton yang tercium dari pernapasan, dan
tidak ada pernapasan Kussmaul.
a. Pemeriksaan fisik
1) Neurologi (Stupor, Lemah, disorientasi, Kejang, Reflek
normal,menurun atau tidak ada.
2) Pulmonary (Tachypnae, dyspnae, Nafas tidak bau acetone, Tidak
ada nafas kusmaul.
3) Cardiovaskular (Tachicardia, Hipotensi postural, Mungkin
penyakit kardiovaskula( hipertensi, CHF ), Capilary refill > 3
detik.
4) Renal (Poliuria( tahap awal ), Oliguria ( tahap lanjut ),
Nocturia, inkontinensia
5) Integumentary (Membran mukosa dan kulit kering, Turgor kulit
tidak elastis, Mata lembek, Mempunyai infeksi kulit, luka sulit
sembuh.
6) Gastrointestinal (Distensi abdomen danPenurunan bising
usus)
3. Tersier Survey
1. Riwayat Keperawatan
a. Persepsi-managemen kesehatan
Riwayat DM tipe II
Riwayat keluarga DM
Gejala timbul beberapa hari, minggu.
b. Nutrisi metabolik
Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus.
Anorexia
Berat badan turun.
c. Eliminasi
Poliuria, nocturia.
Diarhe atau konstipasi.
d. Aktivitas exercise
lelah, lemah.
e. Kognitif
Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
Penglihatan kabur.
Gangguan sensorik.
2. Pemeriksaan Diagnostik
1. Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.
2. Gas darah arteri: biasanya normal.
3. Elektrolit ( biasanya rendah karena diuresis.
4. BUN dan creatinin serum ( meningkat karena dehidrasi atau ada
gangguan renal.
5. Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
6. pH > 7,3.
7. Bikarbonat serum> 15 mEq/L.
8. Sel darah putih ( meningkat pada keadaan infeksi.
9. Hemoglobin dan hematokrit ( meningkat karena dehidrasi.
10. EKG ( mungkin aritmia karena penurunan potasium serum.
11. Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.B. Prioritas
Masalah.
1. Volume cairan kurang dari kebutuhan
2. Gangguan perfusi jaringan
3. Jalan napas tidak efektif
4. Intoleransi aktivitas
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi.
1. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
deuresis osmotik
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan
lamanya atau intensitas dari gejala seperti pengeluaran urine yang
berlebih.Rasional :
Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Tanda dan
gejala mungkin sudah ada pada beberapa waktu sebelumnya. b. Pantau
TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik.Rasional :
Hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan
takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia, dapat dibuat
ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mm Hg dari
posisi berbaring ke posisi duduk atau berdiri. c. Pantau pola nafas
seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau
keton.
Rasional :
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan
pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus
terkoreksi.
d. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot
bantu napas, dan adanya apnea dan munculnya sianosis.
Rasional :
Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan
frekuensi pernapasan mendekati normal. Tetapi peningkatan kerja
pernapasan, pernapasan dangkal, pernapasan cepat, dan munculnya
sianosis mungkin merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan dan
mungkin pasien itu kehilangan kemampuannya untuk melakukan
kompensasi pada asidosis.
e. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
Rasional :
Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum
terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering
mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
f. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.
Rasional :
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi
ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
g. Berikan cairan sesuai dengan indikasi : normal salin atau
setengah normal salin dengan atau tanpa dektrosa.
Rasional :
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan
dan respon pasien secara individual.
h. Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau
melalui oral sesuai indikasi.
Rasional :
Kalium harus ditambahkan pada IV untuk mencegah hipokalemia.
i. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti natrium.
Rasional :
Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari
intrasel (diuresis osmotik). Kadar natrium yang tinggi mencerminkan
kehilangan cairan atau dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium
dalam berespon terhadap sekresi aldosteron.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan
transport O2Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan
pantau tanda vital sesuai indikasi.
Rasional :
Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko
herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan
segera.
b. Pantau frekuensi atau irama jantung.
Rasional :
Perubahan pada frekuensi (tersering adalah bradikardia) dan
disritmia dapat terjadi, mencerminkan trauma atau tekanan batang
otak.
c. Berikan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti masase
punggung, lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan
yang lembut.
Rasional :
Meningkatkan istirahat menurunkan stimulasi sensori yang
belebihan.
d. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan
nilai standart (misalnya skala koma Glascow).
Rasional :
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,
dan perkembangan kerusakan SSP.
e. Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti
refleks menelan, batuk dan Babinski.
Rasional :
Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak
tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap
keamanan pasien. Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan adanya
kerusakan pada daerah pons dan medulla. Tidak adanya refleks batuk
meninjukkan adanya kerusakan pada medulla. Refleks Babinski positif
mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur pyramidal pada
otak.
f. Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai
toleransi atau indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posis
netral.
Rasional:
Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
g. Berikan cairan IV dengan alat control khusus. Batasi
pemasukan cairan dan berikan larutan hipertonik atau elektrolit
sesuai indikasi.
Rasional:
Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK. Restriksi
cairan mungkin diperlukan untuk mengurangi cairan tubuh total dan
selanjutnya akan menurnkan edema serebral terutama saat munculnya
SIADH.
h. Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.
Rasional:
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi
dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
3. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kesadaran.Intervensi:a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
Rasional:
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau
kronisnya proses penyakit.
b. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membrane
mukosa.
Rasional:
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral
(terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan
sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
c. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan
atau bunyi tambahan.
Rasional:
Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau
area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus atau
tertahannya secret. Krekels basah menyebar menunjukkan cairan pada
intestisial atau dekompensasi jantung.
d. Palpasi fremitus.
Rasional:
Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau
udara terjebak.
e. Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya
perubahan.
Rasional:
Dapat menunjukkan peningkatan hipoksia atau komplikasi.
f. Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional:
Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
g. Berikan O2 tambahan melalui nasal kanul, masker parsial atau
masker dengan humidifikasi tinggi seuai indikasi.
Rasional:
Memaksimalkan sediaan O2, khususnya bila ventilasi menurun
depresi anestesi atau nyeri, juga selama periode kompensasi
fisiologi sirkulasi terhadap unit fungsional alveolar.
h. Awasi atau buat gambaran GDA, nasi oksimetri. Catat kadar
Hb.Rasional:
Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2 dapat menunjukkan
kebutuhan untuk dukungan ventilasi. Kehilangan darah bermakna dapat
mengakibatkan penurunan kapasitas pembawa O2, menurunkan PaO2.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelelahan.Intervensi:
a. Kaji atau diskusikan tingkat kelelahan pasien dan
identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan pasien.
Rasional:
Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelelahan otot
menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan
munculnya ketidakseimbangan natrium dan kalium.
b. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat
jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang
menimbulkan kelelahan.
Rasional:
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat
aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lelah.
c. Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang
cukup atau tanpa diganggu.
Rasional:
Mencegah kelelahan yang berlebihan.
d. Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum
atau sesudah melakukan aktivitas.
Rasional:
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara
fisiologis.
e. Diskusikan cara penghematan kalori selama mandi, berpindah
tempat, dsb.
Rasional:
Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan
penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.
f. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional:
Meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang positif
sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan1. Hyperglikemia, Hiperosmolar Non Ketogenik adalah
sindrom berkaitan dengan kekurangan insulin secara relative, paling
sering terjadi pada panderita NIDDM. 2. Angka kematian HHNK 40-50%,
lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena pasien HHNK
kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain.3.
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan
kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. 4.
Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam
sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. 5. Peningkatan
hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan
kadar glukosa plasma. 6. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan
hiperosmolar. 7. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan
intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume
cairan intraselluler.DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Hudak dan Gallo. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi
VI, volume II. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius.
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi: konsep klinis
proses-proses penyakit. Edisi 4.. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medika-bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi 8.. Jakarta: EGC.
Asman. 1996. .Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga.
Jakarta: balai penerbit FKUI.ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN HIPERGLIKEMIA HIPEROSMOLAR NON
KETOTIK
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan
Gawat Darurat I
Pengampu: Priyanto S.Kep, Ns.
Disusun oleh :
Nori sulistyawati010401072
Nursalim0104010
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NGUDI WALUYO
UNGARAN
2007G3 perfusi jaringan
Jalan napas efektif
Intoleransi aktivitas
Vol. cairan < dari kebutuhan