Curah jantung, Penurunan, Risiko tinggi terhadap
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mempertahankan homeostasis atau status dinamis ekulibrium dari
lingkungan internal sangat penting bagi kelangsungan hidup. Tubuh
harus memilki sarana eliminasi produk sisa metabolisme dan yang
lebih utama lagi harus mampu mengatur volume cairan, komposisi
elektrolit, keseimbangan asam basa. Hal tersebut merupakan fungsi
utama dari sstem urinaria, termasuk salah satunya adalah
ginjal.
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Smeltzer and bare,Alih
bahasa Agung Waluyo,2001,1448).
Kegagalan ginjal kronis trjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan
dan pemulihan fungsi sudah tidak dimulai. Pada kebanyakan individu
transisi dari sehat ke status sakit kronis berjalan sangat lama dan
lambat sehingga tidak disadari.1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit gagal ginjal kronik ec
diabetes melitus?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan system perkemihan: gagal ginjal kronik?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mampu
melaksanakan asuhan keperawatan secara komperhensif kepada pasien
dengan Asuhan keperawatan pada Ny.H dengan gangguan sistem
perkemihan: Gagal ginjal kronik ec diabetes melitus dan
mendokumentasikannya dengan pendekatan ilmiah.
2. Tujuan Khusus
Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan
Asuhan keperawatan pada Ny.H dengan gangguan sistem perkemihan:
Gagal ginjal kronik ec diabtes melitus sesuai dengan pendekatan
proses keperawatan, yaitu dapat :
a. Melaksanakan pengkajian pada klien Ny.H dengan gangguan
sistem perkemihan: Gagal ginjal kronik ec diabetes melitus
b. Melaksanakan perencanaan pada pada Ny.H dengan gangguan
sistem perkemihan : Gagal ginjal kronik ec diabetes melitus
c. Melaksanakan implementasi pada Ny.H dengan gangguan sistem
perkemihan: Gagal ginjal kronik ec diabetes melitus
d. Melaksanakan evaluasi pada Ny.H dengan gangguan sistem
perkemihan: Gagal ginjal kronik ec diabetes melitus
e. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Ny.H dengan
gangguan sistem perkemihan : Gagal ginjal kronik ec diabetes
melitus
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Dasar Penyakit2.1.1 Pengertiana. Cronic Renal Failure
(CRF)/ Gagal Ginjal Kronik dan Diabetes melitusGagal ginjal kronis
atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) adalah gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). (Smeltzer and bare,Alih bahasa Agung Waluyo,2001,1448).
Gagal ginjal kronik adalah jika fungsi ginjal berkurang akibat
kerusakan parenkim ginjal. (Tisher, C.Craig, Alih bahasa Widayanti
D.Wulandari,1997:103)
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan faal ginjal yang
menahun, yang ummnya tidak reversibel dan cukup lanjut.
(FKUI,1996:34)
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang disebabkan karena adanya peningkatan kadar glukosa darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Soegondo,2009)
2.1.2 Anatomi Dan Fisiologi
a. Anatomi
Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal
memilki berat 125 g, terletak pada posisi sebelah lateral vertebra
torakalis bawah, beberapa sentimeter disebelah kanan dan kiri garis
tengah. Organ ini terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal
sebagai kapsula renin. Disebelah anterior, ginjal dipisahkan kavum
abdomen dan isinya oleh peritoneum. Di sebelah posterior, organ
tersebut dilindungi oleh dinding toraks berhubungan dengan
bawah.
Nepron merupakan unit fungsional dari ginjal. Pada manusia
terdiri dari 1 juta nephron. Nephron terdiri atas glomerolus dan
tubulus. Seperti halnya pembuluh kapiler, dinding kapiler
glomerolus tersusun dari lapisan sel-sel endotel dan membran
basalis. Tubulus terbagi menjadi 3 bagian : tubulus proksimal, ansa
hemle dan tubulus distal. Tubulus distal bersatu membentuk tubulus
pengumpul.
Ureter merupakan pipa panjang yang sebagian besar tersusun atas
otot polos. Ureter sendiri ada dua buah yang panjangnya 10-12 inchi
dan terbentang dari ginjal sampai kandung kemih. Adapun fungsinya
adalah untuk mengalirkan kemih ke kandung kemih dan sebagai pipa
untuk menyalurkan urine.
Kandung kemih (Vesika urinaria) merupakan organ berongga yang
terletak di sebelah anterior tepat dibelakang ospubis. Sebagian
besar dinding kandung kemih tersusun atas otot polos yang disebut
muskulus destrusor. Kontraksi ini berfungsi mengosongkan kandung
kemih saat buang air kecil.
Uretra adalah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung
kemih ke lubang luar. Pada laki-laki uretra berjalan lewat penis
dengan panjang laki panjangnya 8 inchi (17-22,5 cm). Pada laki-laki
terdiri atas : uretra prostasis, uretra membranosa dan uretra
cavernosa, dan melalui tengah kelenjar prostat. Kelenjar prostat
yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, mengelilingi
uretra disebelah posterior dan lateral. Uretra memiliki dua
sfingter yaitu eksternus dan internus. Pada pria berfungsi mencegah
urine bercampur dengan sperma saat ejakulasi. Sfingter urinairus
eksternus berfungsi untuk proses miksi dan merupakan otot volunter
yang bulat.
b. Fsiologi
1) Pengaturan Eksresi Asam
Katabolise atau pemecahan protein meliputi produksi
senyawa-senyawayang bersifat asam, khususnya asam fosfat dan
sulfat. Sesorang dengan fungsi ginjal yang ormal mengeksresikan 70
mEq asam setiap harinya.
Biasanya lebih banyak asam yang harus dieliminasi dari dalam
tubuh jika dibandingkan dengan jumlah yang dapat dieksresikan
langsung sebagai asam bebas dalam urin. Pekerjaan ini dilaksanakan
melaui proses ekskres-renalasam yang terikat pada zat pendapar
kimiawi. Asam (H+) dieksresikan oleh sel-sel tubulus ginjal ke
dalam filtrat, dan disini dilakuakn pendaparan terutama oleh
ion-ion fosfat serta amonia (ketika didapar dengan asam, amonia
akan berubah menjadi amonium). Fosfat terdapat dalam filtrat
glomerolus, dan amoniua dihasilkan oleh sel-sel tubulus ginjal
serta dieksresikan ke dalam cairan tubuler. Melaui proses
pendaparan, ginjal dapat mengeksrsikan sejumlah besar asam dalam
bentuk yang terikat tanpa menurunkan lebih lanjut nilai pH
urin.
2) Pengaturan Eksresi Elektrolit
Natrium. Lebih dari 99% air dan antrium yang disaring pada
glomerolus direabsorpsi ke dalam darah pada saat urine meninggalkan
tubuh. Pengaturan jumlah natrium yang dieksresikan tyergantung
aldosteron, yaitu ormon yang dikeluarkan korteks adrenal. Dengan
terjadinya peningkatan kadar aldosteron dalam darah, jumlah natrium
yang dieksrsikan kedalam urine lebih sedikit mengingat aldosteron
meningkatkan reabsorpsi natrium dalam ginjal.
Pelepasan aldosteron dari korteks adrenal terutam adikendalikan
oleh angiotensin yang lebih lanjut dikendalikan oleh renin. Sistem
yang kompleks ini akan diaktifkan ketika tekanan dalam arteriol
renal turun hingga dibawah normal. Pengaktifan sistem ni akan
menimbulkan retensi air dan peningkatan volume cairan
intravaskuler. Hormon adrenokortikotropik (ACTH) juga menstimulasi
sekresi aldosteron tanpa tergantung perubahan volume cairan.
Kalium. Ekskresi kalium oleh ginjal akan meningkat seiring
dengan meningkatnya kadar aldosteron sehingga berbeda dengan efek
aldosteron pada eksresi natrium.
3) Pengaturan Ekresi Air
Osmolalitas yaitu derajat pengenceran atau pemakatan urin.
Filtrat dalam kapiler glonmerolus normalnya memilki osmolalitas
asma dengan darah dengan nilai 300mOsm/Klien (300 mmol/Klien).
Ketika filtrat melewati tubulus dan saluran pengumpul,
osmolalitasnya dapat berkisar dari 50 hingga 1200 mOsm/Klien yang
mencerminkan kemampuan pengenceran dan pemekatan yang maksimal dari
ginjal.
Substansi tertentu dapat mengubah volume air yang diekskresikan
dan dinamakan sebagai substansi yang osmotik-aktif. Apabila
substansi ini tersaring, substansi tersebut akan menarik air lewat
glomerolus serta tubulus dan meningkatkan volume air.
Berat Jenis Urin. Berat jenis urne yang normal adalah
1,015-1,025 (bila asupan cairan normal)
4) Otoregulasi Tekanan Darah
Pengaturan atau regulasi tekanan darah juga merupakan salah astu
fungsi sistem renal. Suatu hormon yang dinamakan renin dieksresikan
oleh sel jukstaglomeruler ketika tekanan darah menurun. Suatu enzim
akan mengubah renin menjadia ngiotensin I dan angiotensin II yaitu
senyawa vasokontriksor yang paling kuat. Aldosteron dieksresikan
oleh koretks adrenal sebagai reaksi terhadap stimulasi oleh
kelenjar hipofisis dan pelepasan ACTH sebagai reaksi terhadap
perfusi yang jelek atau peningkatan osmolalitas serum. Akibatnya
adalah peningkatan tekanan darah.
5) Proses Pembentukan Urine.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstra sel dalam bataas-batas normal. Fungsi ginjal ini
tebagi atas dua yaitu fungsi ekskresi dan non ekskresi.
Pada proses pembentukan kemih sendiri dimulai dari dalam korteks
lalu berlanjut selama bahan pembentukan kemih tersebut terus
mengalir melalui tubulus dan duktus pengumpul. Kemih yang terbentuk
menuju ke duktus papilaris bellini kaliks minor kaliks mayor pelvis
ginjal dan akhirnya meninggalkan ginjal melalui ureter menuju
kandung kemih.
Pada proses pembentukan urine dimulai dari glomerolus yaitu
dengan adanya proses filtrasi. Disini air dan molekul-molekul yang
kecil akan dibiarkan lewat, sementara molekul-molekul yang besar
tetap tertahan dalam aliran darah dan disebut filtrat. Filtrat ini
sangat serupa dengan plasma darah, tanpa molekul yang besar
(protein, sel darah merah, leukosit, trombosit) yang hakekatnya
tersusun dari air, elektrolit, molekul-molekul kecil lainnya.
Proses selanjutnya didalam tubulus, sebagian substansi ini
secara selektif diabsorbsi ulang kedalam darah. Filtrat tersebut
akan dipekatkan dalam tubulus distal serta duktus pengumpul dan
kemudia kan menjadi urine yang akan mencapai pelvis ginjal. Disini
sebagian substansi seperti glukosa akan diabsorbsi kembali
seluruhnya, sehingga tidak akan terlihat dalam urine.
Pada proses reabsorbsi dan ekskresi didalam tubulus merupakan
proses transportaasi aktif dimana diperlukan energi. Berbagai
substansi yang secara normal disaring di glomerolus, lalu
direabsorbsi oleh tubulus dan diekskresikan mencakup Natrium,
klorida, bikarbonat, Kalium, glukosa, ureum, kreatinin, asam
urat.
Urine tersusun dari air, elektrolit dan non elektrolit. Individu
yang normal akan mengkonsumsi kurang lebih 1-2 liter air per
harinya dan dalam keadaan normal akan diekskresikan melalui urine
sebanyak 400 - 500 ml dan lainnya melalui paru-paru saat bernafaas,
feces dan keringat.
2.1.3 Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat terjadi oleh:
a. Penyakit sistemik,yaitu Diabetes Melitus
b. Glomerolunephritis kronis
c. Pielonefritis kronis
d. Hipertensi yang tidak dapat dikontrol
e. Obstruksi traktus urinarius
f. Lesi herediter seperti penyakit ginjal polikistik
g. Gangguan vaskuler
h. Infeksi
i. Medikasi
j. Agen toksik seperti timah,kadmuim, merkuri dan kromium.
2.1.4 Patofisiologi
Dalam Smeltzer & Bare (2001,1448), disebutkan ada 5 hal yang
terjadi pada patofisiologi gagal ginjal kronik, yaitu:
Gangguan Klirens Renal. Penurunan laju filtrasi glomerolus (GFR)
akibat tidak berfungsinya glomerolu , klirens kreatinin akan
menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu kadar
nitrogen urea darah (BUN).
Retensi Cairan dan Natrium. Ginjal tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir. Pasien sering menahan natrium dan
cairan sehingga meningkatnkan risiko terjadinya edema, gagal
jantung ongestif dan hipertensi. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam; mencetuskan risiko hipotensi
dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air
dan antrium, yang semakin memperburuk status uremk.
Asidosis. Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi
asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampan ginjal
mengeksresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi
asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi
amonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3-).
Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
Anemia. Anemia sering terjadi sebagai akibat dari produksi
eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah,
defesiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointstinal.
Eritropoentin, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sum sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoentin menurun dan anemia berat
terjadi, disrti keletihan, angina dan nafas sesak.
Ketidakmampuan kalsium dan fosfat. Abnormalitas utama yang lain
pada gagal ginjalkronik adalah Ketidakmampuan kalsium dan fosfat.
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik. Dengan mnunrunyafiltrasipada glomeroulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serummenyebabkan
sekresi dari parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian,
pada gagal ginja, tubuh tidak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan akibatnya kalsium di tulang
menurun, mnyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
Selain itu, metabolisme aktif Vitamin D (1,25-dihidrokolekasiferol)
yang secara normal dibuat diginjal menurun seiring dengan
berkembangnya gagal ginjal.
Source: United States Renal Data System. USRDS 2007 Annual Data
Report.
2.1.5 Dampak terhadap sistem tubuh berkaitan dengan Kebutuhan
Dasar Manusia
a. Sistem Pernafasan
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan edema pulmonal, kelebihan
cairan. Pleuritis mungkin ditemukan , terutama jika pericarditis
berkembang. Kondisi paru-pru uremia dapat mennyebabkan pneumoni.
Asidosis menyebabkan kompensasi meningkatnya respirasi sebagai
usaha mengeluarkan ion hidrogen.
b. Sistem Kardiovaskuler
Terjadi hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron, dapat
terjadi perubahan irama jantung akibat aterosklerosis dini,
gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastatik. Edema terjadi
akibat retensi Na dan H2O.
c. Sistem Pencernaan
Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik
akibat metabolisme bakteri usus seperti amonia dan meil guanidin,
serta sembabnya mukosa usus
Fosfor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air
liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga bau nafas
menjadi amonia. Akibat lain adalah timbulnya stomatitis dan
parotitis.
Cegukan (hiccup), gastritis erosif, ulkuk peptik dan kolik
uremik juga dapat timbul.
d. Sistem Perkemihan
Akibat adanya kerusakan pada ginjal, menyebabkan penurunan pada
GFR, sehingga ekskresi protein meningkat dan reabsorbsi protein
menurun. Hal tersebut mengakibatkan terjadi penurunan tekanan
osmotik koloid plasma dan terjadi perpindahan cairan ke ruang
intertisial, sehingga terjadi peningkatan filtrasi kapiler
diseluruh tubuh dan akhirnya tejadi odem. Disamping itu juga akan
terjadi penurunna frekuensi urin, oliguri dan anuri.
e. Sistem endokrin
Terjadi gangguan tolerasnsi glukosa, gangguan metabolisme lemak,
gangguan metabolisme vitamin D
f. Sistem Muskuloskeletal
Osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteotis fibrosa,
osteosklerosis dan kalsifikasi metastatik.
g. Sistem Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
urokrom.
Gatal-gatal pada ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan
kalsim dipori-pori kulit.
Ekimosis akiba gangguan hematologik, urea frost akibat
kristalisasi urea yang ada pada keringat.
h. Sistem Syaraf
Restless leg syndrom yaitu penderita selalu merasa pegal
ditungkai bawah dan selalu menggerakan kakinya. Burning feet
syndrome yaitu rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di
telapk kai.
Ensefalopati Metabolik: lemah, tak biea tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang-kejang.
Miopati kelemahan dan hipotropi otot-otot terutama otot
ekstrimitas proksimal.i. Sistem Reproduksi
Impotensi dapat terjadi baik karena fisiologi dan psikologi.
Dapat juga terjadia tropi testis, oligosperma, dan berkurangnya
mobiltas sperma dan terjadi penurunan libido.
2.1.6 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal
dan homeostasis selama mungkin. Dalam penatalaksanaannya dapat
dikelompokan menjadi (1) penatalaksanaan konservatif yang terdiri
dari pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan serta
pencegahan dan pengobatan komplikasi (2) dialisis dan transplantasi
ginjal.
a) Penatalaksanaan Konservatif
1) Diet
Diet ditentukan berdasarkan banyak komponen CRF, seperti
akumulasi sisa nitrogen, gangguan ekskresi dari elektrolit,
defisiensi vitamin dan terjadinya katabolisme.
Protein yang disarankan adalah protein biologis dibawah 50 g/
hari, sehingga asam amino essensial dapat lebih efektif dengan sisa
nitrogen yang rendah . Pembatasan protein dapat membatasi akumulasi
asam, potasium dan fosfat. Selain itu kandungan kalori non protein
diperlukan untuk mengurangi katabolisme. Dan dianjurkan 40-50
kcal/kg/hr mengkonsumsi karbohidrat dan lemak. Diet seperti ini
harus diberi tambahan vitamin Berhubungan dengan Kompleks,
pridoksin dan asam askorbat.
Jumlah natrium yang dianjurkan adalah 40 samai 90 mEq/ hari (1-2
g natrium), tetapi asupan natrium harus ditentukan secara
tersendiri untuk tiap penderita agar hidrasi yang baik dapat
dipertahankan .
2) Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi
(a) Hiperkalemi
Biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat
disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap
andungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien
diharuskan diet rendah kalium.
(b) Hipertensi
Biasanya hiertensi dapat dikontrol secara efektif dengan
pembatasan natrium dan cairan, serta melalui ultrafiltrasi bila
penderita menjalani hemodialisa.
Hipertensi juga dapt ditangani dengan berbagai medikasi
antihipertensi kontrol volume intravaskuler. Gagal jantung
kongestif dan edema pulmoner juga memerlukan penanganan pembatasan
cairan, diet rendah natrium, diuretik, agen inotropin, seperi
digitalis atau dobutamin dan dalisis.
(c) Asidosis
Asidosis metabolik pada gagal ginal kronik biasanya tanpa gejala
dan tidak memerlukan penanganan, namun suplemen natrium karbonat
atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika
kondisi ini menimbulkan gejala, Bentuk pengobatan yang paling logis
adalah dialisis.
(d) Anemia
Oleh karena penyebab utama pada GGK tampaknya berup[a penurunan
sekresi eritropoetin oleh ginjal yang sakit, maka pengobatan yang
ideal adalah penggantian hormon ini. Selain ini juga dilakukan
pengobatan untuk anemia uremik adalah dengan memperkecil kehilangan
darah, pemberian vitamin, androgen dan mengurangi sisa darah yang
tertinggal pada henodialisis. Biasanya diberikan multivitamin dan
asam folat diberikan setiap hari oleh karena vitamin yang larut
dalam air habis selama proses dialisis. Besi peroral atau komplk
bei dapat diberikan parenteral, oleh karena dapat terjadi
kekurangan bersi akibat kehilangan darah dan besi yang berikatan
dengan antasid. Transfusi darah dapat diberikan pada pasien
dialisis baik untuk alasan pengobatan maupun persiapan sebelum
transplantasi.
(e) Abnormalitas neurologi
Pasien dilindungi dari cedera dengan pembatas di tempat tidur.
Awitan kejang dicatat dalam hal tipe, durasi dan efek umum terhadap
pasien. Diazepam intravena atau pnitoin diberikan untuk
mengendalikan kejang
(f) Osteodistrofi ginjal
Salah satu tindakan terpenting untuk mencegah timbulnya
hiperparatiroidisme sekunder dan segala akibatnya adalah diet
rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat posfat dalam
usus. Diet rendah protein biasanya mengandung rendah posfat.
b) Dialisis Dan Transplantasi Ginjal
(1) Dialisis
Dialisis terdiri atas 2 yaitu peritoneal dialisis dan
haemodilisa. Pada kasus ginjal lanjut hemodilasisa harus dilakukan
sampai pasien dilakukan transplantasi ginjal. Dialisis juga berguna
untuk mengontrol uremia dan secara fisik mempersiapkan klien untuk
dilkaukan transplantasi ginjal.
Dialisa terdiri atas 2 mekanisme kerja yaitu ultrafiltrasi dan
Difusi. Ultrafiltrasi untuk mengalirkan cairan dari darah dengan
tekanan osmotik dan hidrostatik sehingga mencapai derajat yang
diinginkan. Difusi adalah lewatnya partikel (ion) dari yang tekanan
tinggi ke tekanan rendah.
(2) Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan pilihan terakhir bagi penderita
gagal ginjal kronis. Transplantasi ini menanamkan ginjal dari donor
hidup atau kadave manusia ke resipien yangmengalami gagal ginjal
tahap akhir. Ginjal transplan dari donor hidup yang sesuia dan
cocok bagi pasien akan lebih baik dari transplatasi dari donor
kadaver. Nefrektomi terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk
transplantasi. Ginjal transplan diletakan di fosa iliaka anterior
samai krista iliaka. Ureter transplan ditanamkan ke kandung kemih
atau dianastomosiskan ke ureter resipien.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Data Demografi
Wanita dan laki-laki sama berpeluang untuk menderita GGK, dengan
insidensi tertinggi terjadi pada uaia muda pertengahan.
(Ignatavicus, Donna.D, et al, 1995:1504)
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan GGk umumnya datang karena keluhan nyeri pinggang,
BAK sedikit, perut kembung, sesak dan adanya bengkak pada
tungkai.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat adanya pernyakit DM, penyakit polikistik, nefritis
herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada
toksin, contoh obat, racun lingkungan. Riwayat penggunanan
nefrotoksik saat ini/ berulang, kebiasaan diet dan nutrisi.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit yang
mempengaruhi timbulnya GGK seperi hipertensi, diabetes melitus,
sistemik lupus eritematosus, arthritis dan kanker.
3) Pola Aktivitas Sehari-hari
Pada pasien GGK perlu dikaji pola nutrisi sebelum sakit yang
meliputi jenis makanan yang tinggi natrium, kalium dan kalsium,
sedangkan setelah sakit ditemukan data menurunnya pola dan konsumsi
nutrisi akibat anoreksia, mual/muntah dan rasa metalik tak sedap
pada mulut. Sebelum sakit, klien umumnya mempunyai kebiasaan
sedikit minum dan adanya riwayat mengkonsumsi kopi atau alkohol.
Kaji jumlah intake minum yang harus sesuai dengan kebutuhan dan
konsumsi jenis minuman yang dapat memperberat penyakit seperti kopi
dan alkohol, intake juga disesuaikan dengan output cairan.Pada
eliminasi BAK dapat ditemukan adanya oliguri atau anuria. Perubahan
warna menjadi kuning pekat, merah, coklat dan berawan. Eliminasi
BAB dapat ditemukan adanya mencret atau konstipasi. Personal hygene
terganggu akibat kelemahan. Istirahat tidur terganggu
(insomnia/gelisah atau somnolen) dan aktivitas yang menurun akibat
kelemahan otot dan adanya sesak.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Pernafasan
Nafas pendek, dispneu nokturnal paroksimal, Pada auskultasi
terdengar suara krekels, batuk tanpa /dengan sputum kental dan liat
atau sputum merah muda encer (edema paru) dan pernafasan
kusmaul.
b). Sistem Kardiovaskular
Warna konjungtiva pucat, adanya hipertensi lama/ berat, adanya
distensi vena jugular, nadi kuat dan palpitasi,disritmia
jantung,adanya nyeri dada (angina), pitting edema
(kaki,tangan,sakrum), pitting edema periorbital, Friction rub
perikardial, pembesaran vena leher
c) Sistem Pencernaan
Peningkatan berat badan cepat (edema) atau terjadi penurunan
berat badan (malnurisi), distensi abdomen/asites, hepatomegali,
Nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia,
mual dan muntah, konstipasi dan Diare, perdarahan saluran GI.
d) Sistem Muskuloskeletal
Adanya kram otot, kekuatan otot hilang, keterbatasan sendi,
fraktur tulang dan foot drop.e) Sistem Persyarafan
Sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, kebas rasa terbakar
pada telapak kaki, Kebas/ kesemutan terutama ekstrimitas bawah
(neuropati perifer), gangguan status mental, penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma, penurunan DTR, Tanda
chvostek dan trosseau positif, fasikulasi ototTerdapat kelemahan
dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki dan perbahan prilaku.
f) Sistem Perkemihan
penurunan jumlah urine, oliguria, anuria, terpasangnya catheter,
adanya nyeri pada pinggang, keadaan selang nefrostomi
g) Sistem Reproduksi
Atrofi testiskuler, penurunan libido, infertilitas.
h) Sistem Integumen
rambut tipis, kuku rapuh dan tipis, petekiae,Warna kulit abu-abu
mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
5) Data psikologis
Terdapat stress akibat finansial, hubunga dan sebagoinya. Adanya
perasaan tak ada harapan dan tak ada kekuatan. Adanya perasaan
menolak, ansietas, takut, marah, ketergantungan pada orang lain,
menarik diri, depresi, agitasi, delusi, mudah terangsang dan
perubahan kepribadian.
6) Data sosial
Kaji tentang pengaruh ketergantungan klien selama sakit terhadap
kehidupan sosialnya.
7) Data spiritual
Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya.
Biasanya klien akan merasa kesulitan dalam menjalankan
ibadahnya.
8) Data Penunjang
(a) Pemeriksaan Laboratorium
Urine:
Volume: biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (oliguria0 atau
anuria
Warna : secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh
pius, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat/ urat, sedimen kotor,
kecoklatan menunjukan adanya Hb, mioglobin, porfirin.
Berat jenis : kurang dari 1,015 (menetap pada 0,010 menunjukan
kerusakan menetap pada ginjal)
Osmolalitas : kurang dari 350 mOsm/Kg menunjukan kerusakan
tubular, dan rasio urine/ serum sering 1:1
Klirens kreatinin : mungkin agak menurun
Natrium :lebih besar dari 40 mEq/Klien karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium
Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukan kerusakan glomerolus bila SDM dan fragmen juga ada.
Darah
Serum kreatinin : meningkat
BUN : meningkat
Kalium : meningkat
Hematokrit: menurun
Hemoglobin : menurun
Natrium dan Kalsium : menurun
Magnesium/ fosfor: menurun
Protein (khususnya albumin) : menurun
PH : menurun
Pyelogram Retrogard : menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter
Arteriogram : identifikasi adanya massa
EKG : mungkin abnormal akibat ketidaksiembangan asam-basa
b. Analisa Data
Merupakan proses pikir untuk mengetahui atau menjelaskan sebab
akibat dari suatu masalah yang timbul berdasarkan data senjang yang
sudah dikelompokan, kemudian diinterpretasikan.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyimpanan yang menggunakan
respon manusia (status kesehatan, pola interaksi, baik aktual
maupun potensial sebagai individu atau kelompok dimana perawat
dapat mengidentifikasi dan melaksanakan intervensi secara legal
untuk mempertahankan status kesehatan).
Berdasarkan hasil studi kepustakaan dari berbagai literatur,
didapatkan diagnosa keperawatan yang muncul menurut (Doengoes,
marilyn E) :
1) Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, diet
berlebih, retensi cairan dan Na
2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan
4) Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia
5) Gangguan harga diri b.d ketergantungan, perubahan pada citra
diri dan disfungsi seksual
6) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d akumulasi
toksin
7) Resiko tinggi terjadi cedera b.d penekanan produksi
eritropoietin
8) Gangguan integritas kulit b.d akumulasi toksin dalam
kulit
9) Perubahan membran mukosa oral b.d pembatasan cairan
2.2.3 Perencanaan
a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, diet
berlebih, retensi cairan dan Na.
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan
cairan
Kriteria hasil :
Menunjukan perubahan BB yang lambat
TTV dalam batas normal
Turgor kulit normal tanpa edema
Tidak adanya distensi vena leher
Membran mukosa tidak kering
IntervensiRasional
1. Kaji status cairan :
Timbang BB setiap hari
Keseimbangan input dan out put
Turgor kulit dan adanya edema
Distensi vena leher
TD, denyut dan irama nadi
2. Batasi masukan cairan
Identifikasi sumber potensial cairan :
Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan : oral dan
intravena
Makanan
3. Jelaskan pada klien dan keluarga mengenai pembatasan
tersebut
4. Bantu klien dalam menghadapi ketidakseimbangan akibat
pembatasan cairan
5. Tingkatkan dan dorong klien untuk hygiene dengan sering dan
teratur1. Pengkajian merupakan dasar untuk data dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi
2. Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal, haluaran urin dan
respon terhadap terapi
3. Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat di
identifikasi
4. Pemahaman meningkat kerjasama klien dan keluarga dalam
pembatasan cairan. Kenyamanan klien meningkat kepatuhan terhadap
pembatasan diet
5. Oral hygiene mengurangi kekurangan pada mukosa mulut
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
Mengkonsulkan daftar makanan yang dapat diterima
Tidak ada penurunan BB yang cepat
Turgor kulit yang baik tanpa edema
Kadar albumin plasma dapat diterima
Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis tinggi
IntervensiRasional
1. Kaji status nutrisi :
Perubahan BB
Pengukuran antropometrik
Nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, Kreatinin, Protein,
Transferin dan kadar besi)
2. Kaji pola diet nutrisi pasien :
Riwayat diet
Makanan kesukaan
Hitung kalori
3. Kaji faktor :
Anoreksia, mual dan muntah
Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
Depresi
Stomatitis
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas batas
diet
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis
tinggi : telur, susu dan daging
6. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan
penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin
7. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan
8. Timbang BB harian
9. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat:
Pembentukan edema
Penyembuhan yang lambat
Penurunan kadar albumin serum1. Menyediakan data dasar untuk
memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi
2. Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu
3. Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah
atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet
4. Mendororng peningkatan masukan diet
5. Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan
6. Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet,
urea kadar kreatinin dengan penyakit renal
7. Faktor yang tidak meyenangkan berperan dalam menimbulkan
anoreksia
8. Untuk memantau status nutrisi dan cairan
9. Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan
penurunan albumin dan protein lain, pembentukan edema, dan
perlambatan penyembuhan
c. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan tentang kondisi dan program
penanganan
Kriteria hasil :
Pasien menjelaskan kembali dengan benar
Pasien mengerti dan memahami kondisi penyakitnya dan program
penanganannya
IntervensiRasional
1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensi
dan penanganannya :
Penyebab gagal ginjal pasien
Pengertian gagal ginjal
Pemahaman mengenai fungsi renal
Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal
Rasional penanganan (Hemodialisa)
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai
dengan tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar
3. Sediakan informasi baik tertulis maupun lisan dengan tepat
tentang :
Fungsi dan kegagalan renal
Pembatasan cairan dan diet
Medikasi
Melaporkan masalah, tanda dan gejala
Jadwal tindak lanjut
Pilihan terapi1. Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan
pendidikan kesehatan lebih lanjut
2. Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan
setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan
penanganannya
3. Pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk
klarifikasi selanjutnya di rumah
d. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia
Tujuan : Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat
ditoleransi
Kriteria hasil :
Pasien mau beraktivitas dalam perawatan mandiri
Pasien melakukan aktivitas dan istirahat secara bergantian
IntervensiRasional
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan :
Anemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Retensi produk sampah
Depresi
2. Tingkatan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang
dapat ditoleransi ; Bantu jika keletihan terjadi
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis1. Menyediakan
informasi tentang indikasi tingkat letih
2. Meningkatkan aktivitas ringan/ sedang dan memperbaiki harga
diri
3. Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas batas yang dapat
ditoleransi dan istirahat yang adekuat
4. Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialsis yang bagi
pasien sangat melebihkan
e. Gangguan harga diri b.d ketergantungan, perubahan pada citra
diri dan disfungsi seksual
Tujuan : Memperbaiki konsep diri
Kriteria hasil :
Klien mengidentifikasi koping yang efektif
Klien dan keluarga mengungkapkan perasaannya
IntervensiRasional
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit
dan penanganannya
2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga
terdekat
3. Kaji pola koping keluarga dan pasien
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi :
Perubahan peran
Perubahan gaya hidup
Perubahan dalam pekerjaan
Perubahan seksual
Ketergantungan pada tim kesehatan
5. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual selain hubungan
seksual
6. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan1.
Menyediakan data tentang masalah pasien dan keluarga dalam
menghadapi perubahan dalam hidup
2. Mengidentifikasi penguatan dan dukungan terhadap pasien
3. Pola efektif yang telah efektif di masa lalu mungkin
potensial destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan
akibat penyakit dan pengobatannya
4. Pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah langkah
yang diperlukan untuk mengahadapinya
5. Bentuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima
6. Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu,
tergantung pada tahap maturitasnya
f. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d akumulasi
toksin
Tujuan : Mempertahankan curah jantung
Kriteria hasil :
Mempertahankan curah jantung dengan bukti TD dan frekuensi
jantung dalam batas normal
Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
IntervensiRasional
1. Auskultasi bunyi jantung dan paru
2. Kaji adanya hipertensi
3. Kaji adakah nyeri dada
4. Kaji tingkat aktivitas 1. Dengan adanya frekuensi jantung
yang tidak teratur, takipnea, dispnea dan edema / distensi jugular
menunjukan GGK
2. Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron rennin angiotensin yang disebabkan disfungsi ginjal
3. Pada klien GGK dengan dialysis mengalami perikarditis,
potensial resiko efusi pericardial / tamponade
4. Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
g. Resiko tinggi terjadi cedera b.d penekanan produksi
eritropoietin
Tujuan : Mencegah terjadinya cedera
Kriteria hasil :
Tidak mengalami tanda dan gejala perdarahan
Mempertahankan / menunjukan perbaikan nilai laboratorium
IntervensiRasional
1. Perhatikan adanya keluhan peningkatan kelelahan
2. Awasi tingkat kesadaran dan perilaku
3. Observasi perdarahan terus - menerus
1. Dapat menunjukan anemia dan respon jantung untuk
mempertahankan oksigenasi sel
2. Anemia dapat menyebabkan hipoksia serebral dengan perubahan
mental, ansietas dan respon perilaku
3. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah karena kerapuhan
kapiler/ gangguan pembekuan dan dapat memperburuk anemia
h. Gangguan integritas kulit b.d akumulasi toksin dalam
kulit
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil :
Mempertahankan kulit utuh
Mencegah kerusakan kulit / cedera kulit
IntervensiRasional
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor ,
vascular
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membrane mukosa
3. Kaji adakah edema
4. Ubah posisi dengan sering
5. Peratahankan sprei tetap dalam keadaan kering
6. Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar1. Perubahan
warna, turgor, vascular pada kulit menandakan area sirkulasi buruk
/ kerusakan yang dapat menimbulkan dekubitus / infeksi
2. Mendetekasi adanya dehidrasi/ hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
3. Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek
4. Menurunkan tekanan edema
5. Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit
6. Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit
i. Perubahan membrane mukosa oral b.d pembatasan cairan
Tujuan : Mempertahankan membrane mukosa oral
Kriteria hasil :
Melakukan intervensi khusus untuk meningkatkan kesehatan mukosa
oral
IntervensiRasional
1. Inspeksi rongga mulut , perhatikan kelembaban
2. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang
ditentukan
3. Berikan perawatan mulut
4. Anjurkan hygiene gigi setelah makan
5. Anjurkan pasien menghentikan merokok
1. Mencegah terjadinya infeksi
2. Mencegah kekeringan mulut berlebihan dari periode lama tanpa
masukan oral
3. Perawatan mulut dapat menyegarkan rasa mulut
4. Menurunkan pertumbuhan bakteri dan potensial terhadap
infeksi
5. Dapat mengiritasi mukosa dan mempunyai efek mongeringkan,
menimbulkan ketidaknyamanan
2.2.4 Implementasi
Implementasi / pelaksanaan pada klien meningitis dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi tindakan-tindakan
yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan
tim kesehatan lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan
klien.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan
melihat respon klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini
merupakan proses yang menentukan sejauah mana tujuan telah
tercapai.
BAB III
PEMBAHASANASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. H (Umur 49 Tahun)
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : CHRONIC KIDNEY DISEASE
DI GEDUNG FRESIA LT 1 KAMAR 1.10 BED 2 RSUP HASAN SADIKIN
BANDUNG
I. PENGKAJIAN
A. PENGUMPULAN DATA
1) Identitas Klien
Nama
: Ny. H
Umur / Sex
: 49 Tahun / Perempuan
Pekerjan
: Wiraswasta
Status perkawinan: Kawin
Agama / Suku Bangsa: Islam / Sunda - Indonesia
Alamat: Jalan Babakan Ciparay RT 03 RW 01 Kelurahan Kopo
Bojongloa Kabupaten Kodya Bandung
No. Telepon/ Hp
: 08122999xxx
No. RM
: 0001281308
Diagnosa
: CKD ec Diabetes Melitus
Tanggal masuk
: 3 Januari 2015
Tanggal pengkajian: 9 Januari 2015
Rujukan
: Rumah Sakit Salamun
Pemberi jaminan
: BPJS
Sumber informasi: Klien dan keluargaIdentitas penanggung
jawabNama
: Tn. H
Umur
: 59 Tahun
Hubungan dengan klien: Suami
Pekerjaan
: Pensiunan TNI-AD
Agama / suku bangsa: Islam / Sunda - IndonesiaAlamat : Jalan
Babakan Ciparay RT 03 RW 01 Kelurahan Kopo Bojongloa Kabupaten
Kodya Bandung
No. Telepon / Hp
: 08122999xxx
2) Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Klien mengeluhkan sesak napas
2. Keluhan Saat Masuk Rumah Sakit
Pada saat masuk rumah sakit tanggal 2 Januari 2015, klien
mengeluh sesak napas yang dirasakan semakin memberat sejak 7 jam
sebelum masuk rumah sakit.
3. Keluhan Utama Saat Dikaji (PQRST)
Pada saat dikaji tanggal 9 Januari 2015, klien mengatakan masih
sering merasakan sesak napas. Sesak dirasakan bertambah ketika
klien tidur dengan posisi terlentang dan berkurang bila klien dalam
posisi setengah duduk. Sesak dirasakan di bagian dada dan dirasakan
sedang. Sesak dirasakan seperti tercekik, dengan skala 3 (1-4).
Sesak dirasakan setiap waktu, terlebih pada malam hari sehingga
tidurnya terganggu.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu.
2 bulan sebelum masuk rumah sakit klien sempat dirawat di ICCU
RS Salamun selama 10 hari, 1 minggu kemudian klien kembali dirawat
di ICU selama 14 hari dengan keluhan sesak. Klien dinyatakan
menderita penyakit jantung, dan gangguan pada ginjalnya. Terdapat
riwayat stroke yang pertama kali diderita tahun 2012, saat itu
klien mengeluhkan lemah badan sebelah kiri dan dirawat di RS Kebon
Jati. Tahun 2013 klien kembali mengeluhkan lemah badan sebelah kiri
dan dirawat di RSHS, klien sudah dinyatakan menderita bengkak
jantung dan hipertensi. Terdapat riwayat diabetes melitus sejak 20
tahun yang lalu. Klien tidak memiliki alergi. Klien memiliki
kebiasaan makan makanan yang berlemak dan makanan instan.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Suami klien mengatakan, didalam keluarga klien terdapat riwayat
penyakit keturunan yaitu hipertensi yang sebelumnya diderita oleh
ibu klien. Dan juga terdapat riwayat penyakit diabetes mellitus
yang sebelumnya diderita oleh ayah klien.
3) Pola Aktifitas Sehari-hari :
1. Nutrisi :
NoAktivitasSebelum sakitSaat sakit
1.
2.Makan
Jenis :
Jumlah :
Frekuensi :
Keluhan :
Minum
Jenis :
Jumlah :
Keluhan :Klien sering mengkonsumsi mie kocok, jarang makan nasi
dan sayur, mie instan.
1 porsi atau lebih
3x dalam sehari
Tidak ada
Minuman kaleng, jarang minum air putih
Tidak tentu
Tidak adaBubur, sayur, buah
1 porsi / porsi
3 x dalam sehari
Tidak ada
Susu, air putih
600 cc
Tidak ada
2. Eliminasi (bab dan bak) :
NoAktivitasSebelum sakitSaat sakit
1.
2.BAB
Konsistensi :
Frekuensi :
Warna :
Keluhan :
BAK
Frekuensi :
Warna :
Keluhan :Lembek
1 x sehari
Kuning kecoklatan
Tidak ada
4x sehari
Kuning
Tidak adaLembek
1 x shari
Kuning kecoklatan
Tidak ada
Klien memakai DC
Kuning jernih
Tidak ada
3. Personal Hygiene (mandi keramas, gosok gigi) :
NoAktivitasSebelum sakitSaat sakit
1.
2.
3.
Mandi
Keramas
Gosok gigi2 x sehari
2 hari 1 x
2-3 x sehari1 x sehari
Hanya di lap
Selama dirumah sakit baru 1 x keramas
Tidak pernah
4. Istirahat tidur :
NoAktivitasSebelum sakitSaat sakit
1.
2.Tidur siang
Waktu :
Keluhan :
Tidur malam
Waktu :
Keluhan :Tidak menentu
Tidak ada
Klien mengatakan tidur malam 7 jam
Tidak adaKlien mengatakan ia tidur siang 5 jam
Klien mengatakan banyak tidur tetapi tidak pulas, sering
terbangun.
Klien mengatakan tidur malam 4 jam
Klien mengatakan tidurnya kurang berkualitas, sering terbangun
karena sesak.
5. Latihan/olah raga :
NoAktivitasSebelum sakitSaat sakit
1.-Klien mengatakan tidak pernah melakukan aktivitas
olahraga
6. Gaya hidup :
NoAktivitasSebelum sakitSaat sakit
1.
Makan makanan berlemakKlien mengatakan bahwa ia sering makan
jajanan yang berlemak, seperti mie kocok, mie ayam baso dllSelama
di rumah sakit, klien sudah mendapatkan diet sesuai dengan kondisi
penyakitnya.
4) Pemeriksaan Fisik.
(1) Keadaan Umum
Tingkat kesadaran: Compos mentris
(2) Penampilan secara umum: Klien tampak tenang, dan
penampilannya bersih
Berat badan : Sebelum sakit 55 kg, saat sakit 68 kg
Tinggi badan : 159 cm
Tanda-tanda vital: Tekanan Darah: 140/90 mm Hg
Frekuensi Nafas: 26 kali/menit
Nadi: 94 kali/menit
Suhu: 35,4 oC.
(3) Sistem Pernapasan
Hidung simetris, tidak tampak adanya PCH, tidak ada sianosis,
batang hidung kokoh, bibir tidak sianosis, terpasang oksigen uvula
di tengah dan bergerak bebas, tidak ada pembesaran tonsil, trakea
simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
penggunaan otot sternokleidomastoideous, tidak ada deviasi trakea,
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, punggung tidak simetris
terdapat tonjolan pada iga sebelah kanan, tidak ada retraksi
intercosta, tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi,
pengembangan paru tidak simetris paru sebelah kanan tertinggal,
taktil fremitus teraba di kedua sisi namun teraba lemah pada sisi
yang telah dilakukan funsi pleura, bunyi paru resonan namun pada
area tonjolan dullness, suara paru vesikuler. Dada simetris, tidak
ada retraksi intercosta, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
krepitasi, pengembangan paru tidak simetris paru sebelah kanan
tertinggal, taktil fremitus teraba di kedua sisi namun teraba lemah
pada sisi yang telah dilakukan fungsi pleura, bunyi paru resonan,
suara paru vesikuler.
(4) Sistem Kardiovaskular
Konjungtiva tidak anemis, terdapat moonface, sklera tiak
ikterik, terdapat edema palpebra, bibir tidak sianosis mukosa bibir
lembab, , tidak ada peningkatan JVP, iktus kordis tidak tampak,
terdapat ICS ke-5 , bunyi jantung S1S2.terdaat pembesaran jantung,
tidak ada bruit aorta abdominlis, CRT