BAB I LATAR BELAKANG Bencana alam yang berkepanjangan di dunia termasuk di Indonesia sepanjang tahun 2010, disebabkan oleh faktor alam yang berbeda. Dampak bencana alam tidak hanya mengakibatkan hilangnya harta benda tetapi juga nyawa masyarakat di wilayah bencana. Berdasarkan data dari 644 kejadian bencana di Indonesia total kerugian material diperkirakan mencapai lebih 15 trilyun rupiah. Kerugian tersebut meliputi kehilangan harta benda, kerusakan rumah-rumah masyarakat, sarana dan prasarana umum, lahan pertanian, perkebunan, peternakan, dan sebagainya. Selain itu juga menimbulkan kehilangan orang yang dicintai, trauma, dan timbuln ya gangguan kesehatan (Nugroho, 2010). Anak-anak merupakan salah satu kelompok yang rentan terjadinya trauma akibat bencana alam. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu keberadaan anak-anak masih dibawah risiko dan ancaman yang membahayakan kelangsungan hidupnya, tingkat ketergantungan hidup yang masih tinggi terhadap orang dewasa, belum memiliki banyak pengalaman hidup, kemampuan untuk melindungi diri sendiri masih terbatas, dan mereka tidak dalam posisi yang dapat mengambil keputusan atas dirinya sendiri (Lubis, 2012). Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada anak-anak memang tidak sesederhana dampaknya bagi perkembangan dan pertumbuhan remaja itu sendiri. Ada beberapa faktor yang berkontribusi pada pengembangan PTSD pada anak-anak dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
LATAR BELAKANG
Bencana alam yang berkepanjangan di dunia termasuk di Indonesia sepanjang tahun
2010, disebabkan oleh faktor alam yang berbeda. Dampak bencana alam tidak hanya
mengakibatkan hilangnya harta benda tetapi juga nyawa masyarakat di wilayah bencana.
Berdasarkan data dari 644 kejadian bencana di Indonesia total kerugian material diperkirakan
mencapai lebih 15 trilyun rupiah. Kerugian tersebut meliputi kehilangan harta benda,
kerusakan rumah-rumah masyarakat, sarana dan prasarana umum, lahan pertanian,
perkebunan, peternakan, dan sebagainya. Selain itu juga menimbulkan kehilangan orang yang
dicintai, trauma, dan timbuln ya gangguan kesehatan (Nugroho, 2010).
Anak-anak merupakan salah satu kelompok yang rentan terjadinya trauma akibat
bencana alam. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu keberadaan anak-anak masih
dibawah risiko dan ancaman yang membahayakan kelangsungan hidupnya, tingkat
ketergantungan hidup yang masih tinggi terhadap orang dewasa, belum memiliki banyak
pengalaman hidup, kemampuan untuk melindungi diri sendiri masih terbatas, dan mereka
tidak dalam posisi yang dapat mengambil keputusan atas dirinya sendiri (Lubis, 2012).
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada anak-anak memang tidak sesederhana
dampaknya bagi perkembangan dan pertumbuhan remaja itu sendiri. Ada beberapa faktor
yang berkontribusi pada pengembangan PTSD pada anak-anak dan remaja. Tiga faktor yang
paling penting adalah keparahan trauma, reaksi orangtua untuk trauma, dan kedekatan
temporal trauma. Tentu saja, semakin parah trauma (bencana alam, perkosaan, serangan fsiik,
yang mengancam jiwa kecelakaan, dan kematian orang tua), semakin besar kemungkinan
PTSD. Hal ini tentu saja akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dalam
menjalani kehidupan sehari-harinya (The United Stated Departement Veterans Affairs, 2007).
Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi, dimana perawat
tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit saja melainkan juga dituntut
mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi penanganan antara keadaan
siaga dan keadaan normal memang sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu secara
skill dan teknik dalam menghadapi kondisi seperti ini.
Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana dapat
dilakukan oleh profesi keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam berbagai bentuk.
Dalam penulisan makalah ini akan dijelaskan pentingnya peran perawat dalam asuhan
keperawatan anak dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Bencana adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor
alam dan/ atau faktor non- alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Ps 1). Bencana
menimbulkan trauma psikologis bagi semua orang yang mengalaminya.
Post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan gangguan kecemasan yang dapat
terjadi setelah mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa traumatis. PTSD dapat
terjadi secara akut (gejala berlangsung <3 bulan), kronis (gejala berlangsung> 3 bulan),
atau onset tertunda (selang 6 bulan dari acara untuk onset gejala).
Banyak korban menunjukkan gejala terjadinya PTSD segera sesudah terjadinya
bencana, sementara sebagian lainnya baru berkembang gejala PTSD beberapa bulan
ataupun beberapa tahun kemudian. Pada sebagian kecil orang, PTSD dapat menjadi suatu
gangguan kejiwaan yang kronis dan menetap beberapa puluh tahun bahkan seumur hidup.
2.2 Patofisiologi
2.2.1 Biologis
Beberapa penelitian menunjukan bahwa bagian otak amigdala adalah kunci
dari PTSD, ditunjukan bahwa pengalaman yang traumatik dapat merangsang bagian
tersebut untuk menimbulkan rasa takut yang dalam terhadap kondisi-kondisi yang
mungkin menyebabkan kembalinya pengalaman traumatic tersebut. Amigdala dan
berbagai struktur lainnya seperti hipotalamus, bagian abu-abu otak dan
nucleus,mengaktifkan neurotransmitter dan endokrin untuk menghasilkan hormone-
hormon yang berperan dari berbagai gejala PTSD. Bagian otak depan (frontal)
sebenarnya berfungsi untuk menghambat aktivasi rangkaian ini, walaupun begitu
pada penelitian terhadap orang-orang yang mengalami PTSD, bagian ini
mengalami kesulitan untuk menghambat aktivasi system amigdala.
Amigdala menerima informasi berupa rangsangan eksternal. Hal ini
kemudian memicu respon emosional termasuk “fight, flight, or freezing" dan
perubahan dalam hormon stress dan katekolamin. Hipokampus dan korteks
prefrontal medial mempengaruhi respon amigdala dalam menentukan respon
ketakutan akhir. Ketika kita dalam keadaan takut dan terancam, tubuh kita
mengaktifkan respon fight or flight. Dalam reaksi ini tubuh mengeluarkan
adrenalin yang menyebabkan peningkatan tekanan darah,denyut jantung,
glikogenolisis. Setelah ancaman bahaya itu mulai hilang maka tubuh akan memulai
proses inaktivasi respon stress dan proses ini menyebabkan pelepasan hormon
kortisol. Jika tubuh tidak melepaskan kortisol yang cukup untuk menginaktivasi
reaksi stress maka kemungkinan kita masih akan merasakan efek stress dari
adrenalin.
Pada korban trauma yang berkembang menjadi PTSD seringkali memiliki
hormon stimulasi (katekolamin) yang lebih tinggi bahkan pada saat kondisi normal.
Hal ini mengakibatkan tubuh terus berespon seakan bahaya itu masih ada. Setelah
sebulan dalam kondisi ini, di mana hormon stres meningkat pada akhirnya
menyebabkan terjadinya perubahan fisik. Beberapa studi telah menemukan
konsentrasi kortisol rendah orang dengan post-traumatic stress disorder dan
berlawanan menanggapi penindasan deksametason tes daripada yang terlihat
dengan depresi berat.
2.2.2 Psikososial
Pengalaman hidup yang dialami seseorang sepanjang hidupnya juga merupakan
salah satu penyebab terjadinya PTSD. Pengalaman hidup ini mencakup pengalaman
yang dialami dari masa kecil sampai dengan dewasa. Selain itu pengalaman hidup
yang dialami, jumlah dan tingkat keparahan peristiwa traumatik yang dialami oleh
individu tersebut juga memberikan pengaruh. Smith dan Segal menyebutkan
peristiwa traumatik yang dapat mengarah kepada munculnya PTSD termasuk
bencana alam ( natural disaster ), kecelakaan mobil atau pesawat, penyerangan
fisik, prosedur medikal terutama pada anak – anak.
Faktor psikologis lain yang ikut berkontribusi adalah faktor yang dibawa oleh
individu dari lahir, yaitu sifat bawaan atau yang sering disebut dengan kepribadian
seseorang
PATHWAY
Post-Traumatic Stress Disorder
Biologis Psikososial
Terjadi proses biologis di otak Pengalaman hidup mencakup
pengalaman yang dialami
Perubahan Fisik
Trauma Bencana alam
Mempengaruhi SSp & SSO
Perpisahan dg ortu pada usia dini
Penurunan ukuran hipokampus Amigdala yg over reaktif
Kurangnya support sosial
Mengalami kesulitan untuk belajar Ketakutan
harapan-harapan baru untuk berbagai Disfungsi Keluarga
situasi yg terjadi setelah trauma Ancaman
Keputusasaan
Gangguan hubungan sosial
Sindrom Pascatrauma
Ketidakberdayaan
Disfungsi proses keluarga
Ansietas
Koping defensif
Ketakutan
2.3 Gejala utama PTSD
Gejala utama PTSD terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Re-experience phenomena
1. Munculnya kembali perasaan tertekan atau terancam baik dalam imajinasi,
pikiran ataupun persepsi.
2. Munculnya mimpi-mimpi yang menakutkan.
3. Adanya reaksi psikologis yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa
trauma.
4. Adanya reaksi fisik yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa trauma.
b. Avoidance or numbing reaction
1. Menghindari pikiran, perasaan atau pembicaraan yang berkaitan dengan
peristiwa traumatic.
2. Menghindari kegiatan, tempat atau orang-orang yang terkait dengan trauma.
3. Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari trauma.
4. Berkurangnya minat atau partisipasi dalam kegiatan yang terkait.
5. Kekakuan perasaan atau ketidakmampuan mengekspresikan perasaan seperti
kasih sayang.
6. Kehilangan harapan seperti tidak memiliki minat terhadap karir, perkawinan,
keluarga atau kehidupan jangka panjang.
c. Symptoms of increased arousal: peningkatan gejala distress
Adapun kriterianya adalah :
1. Seseorang biasanya mengalami atau dihadapkan pada ancaman yang serius
termasuk bencana, kematian, kecelakan luar biasa, ancaman fisik terhadap diri
maupun orang lain.
2. Individu mengalami kondisi ketakutan, tidak berdaya dan selalui dihantui oleh
peristiwa tersebut. Pada kasus anak sering terjadi perilaku yang disorganized
atau agitasi. Jika kedua kriteria tersebut muncul maka dapat dilakukan
pengelompokan gejala kedalam tiga gejala utama tadi.
2.4 Fase-fase PTSD
Fase-fase keadaan mental pasca bencana:
a. Fase kritis
Fase dimana terjadi gangguan stres pasca akut (dini/cepat) yangmana terjadi
selama kira-kira kurang dari sebulan setelah menghadap bencana. Pada fase ini
kebanyakan orang akan mengalami gejala-gejala depresi seperti keinginan bunuh
diri, perasaan sedih mendalam, susah tidur,dan dapat juga menimbulkan berbagai
gejala psikotik.
b. Fase setelah kritis
Fase dimana telah terjadi penerimaan akan keadaan yang dialami dan
penstabilan kejiwaan, umumnya terjadi setelah 1 bulan hingga tahunan setelah
bencana, pada fase ini telah tertanam suatu mindset yang menjadi suatu
phobia/trauma akan suatu bencana tersebut (PTSD) sehingga bila bencana tersebut
terulang lagi, orang akan memasuki fase ini dengan cepat dibandingkan
pengalaman terdahulunya.
c. Fase stressor
Fase dimana terjadi perubahan kepribadian yang berkepanjangan (dapat
berlangsung seumur hidup) akibat dari suatu bencana dimana terdapat dogma
“semua telah berubah”.
Periode bencana menurut Rice (1999):
a. Periode impak hanya berlangsung selama kejadian bencana. Pada periode ini,
korban selalu diliputi perasaan tidak percaya dengan apa yang dialami. Periode ini
selalu berlangsung singkat.
b. Periode penyejukan suasana (Recoil period) berlangsung beberapa hari selepas
kejadian. Pada periode ini, tampak bahwa para korban mulai merasakan diri
mereka lapar dan mencari bekal makanan untuk dimakan. Mereka tidak
memahami bagaimana mereka harus memulihkan keadaan dan mengganti harta
benda mereka yang hilang.
c. Periode post traumatic (Recovery period) berlangsung lama, bahkan sepanjang
hayat. Periode ini berlangsung tatkala korban bencana berjuan untuk melupakan
pengalaman yang terjadi berupa tekanan, gangguan fisiologi, dan psikologi akibat
bencana yang mereka alami.
2.5 Penanganan
a. Farmakologi
1. Terapi anti depresan: Obat yang biasa digunakan adalah benzodiazepin, litium,
camcolit dan zat pemblok beta– seperti propranolol, klonidin, dan
karbamazepin. Dosis contoh, estazolam 0,5-1 mg per os, Oksanazepam10-30
mg per os, Diazepam (valium) 5-10 mg per os, Klonaz-epam 0,25-0,5 mg per
os, atau Lorazepam 1-2 mg per os atau IM.
2. Antiansietas: alprazolam digunakan untuk mengatasi depresi dan panik pada
pasien PTSD, buspirone dapat meningkatkan serotonin.
b. Non- farmakologi
Psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk penanganan PTSD yaitu
dengan Anxiety Management diamana terapis akan mengajarkan beberapa
keterampilan untuk membantu mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik melalui:
1. Relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara
sistematis dan merelaksasikan nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik
seperti jantung berdebar dan sakit kepala.
2. Breathing retraining, belajar bernafas dengan perut secara perlahan, santai.
Menghindari bernafas tergesa-gesa yang merasakan tidak nyaman.
3. Positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran
negatif dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal– hal yang
membuat stress (stresor).
4. Assertiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan,
opini dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain.
5. Thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita
sedang memikirkan hal-hal yang membuat kita stress.
6. Cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak
rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan. Tujuan kognitif
terapi adalah mengidentifikasi pikiran- pikiran yang tidak rasional,
mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan
pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk
membantu mencapai emosi yang lebih seimbang.
7. Exposure therapy: para terapis membantu menghadapi situasi yang khusus,
orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan pada trauma dan
menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam kehidupannya. Terapi dapat
berjalan dengan cara: exposure in the imagination, yaitu bertanya pada
penderita untuk mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami
hambatan menceritakan; atau exposure in reality, yaitu membantu menghadapi
situasi yang sekarang aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan
ketakutan yang sangat kuat.
8. Terapi bermain (play therapy) mungkin berguna pada penyembuhan anak
dengan PTSD. Terapi bermain dipakai untuk menerapi anak dengan PTSD.
Terapis memakai permainan untuk memulai topik yang tidak dapat dimulai
secara langsung. Hal ini dapat membantu anak lebih merasa nyaman
2.6 Dampak PTSD
Gangguan stress pascatraumatik ternyata dapat mengakibatkan sejumlah