Ince Nunung Zuhriah Anne Rufaida Rafiqa Moh Syarif Nunu 2010 Pulau nias dalam bahasa Niasnya sering disebut Tanó Niha yang artinya tanah manusia sedangkan orang Niasnya sering disebut Ono Niha yang artinya anak manusia. Salah satu ciri khas dari pulau Nias yang masih bias kita lihat hingga sampai saat ini adalah Rumah Adat Nias yang sering disebut dalam bahasanya ……. TUGAS PERKEMBANGA N 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Ince Nunung Zuhriah
Anne Rufaida
Rafiqa
Moh Syarif Nunu2010
Pulau nias dalam bahasa Niasnya sering disebut Tanó Niha yang artinya tanah manusia sedangkan orang Niasnya sering disebut Ono Niha yang artinya anak manusia. Salah satu ciri khas dari pulau Nias yang masih bias kita lihat hingga sampai saat ini adalah Rumah Adat Nias yang sering disebut dalam bahasanya …….
TUGAS PERKEMBANGAN 1
PENDAHULUAN
Pulau nias dalam bahasa Niasnya sering disebut Tanó Niha yang
artinya tanah manusia sedangkan orang Niasnya sering disebut Ono Niha
yang artinya anak manusia. Salah satu ciri khas dari pulau Nias yang masih
bias kita lihat hingga sampai saat ini adalah Rumah Adat Nias yang sering
disebut dalam bahasanya sebagai Omo Hada. Ada dua jenis rumah adat Nias
yaitu berbentuk oval yang terdapat di Nias bagian Utara dan berbentuk
persegi empat yang terdapat di Nias bagian Selatan.
Bila membicarakan mengenai arsitektur tradisional di pulau Nias maka
tidak bisa terlepas dari apa yang dinamakan rumah tradisional Nias. Rumah
tradisional Nias dapat dibedakan atas 3 (tiga) tipe rumah adat sesuai dengan
penelitian yang diadakan Oleh Alain M. Viaro Arlette Ziegler yang didasarkan
pada bentuk atap dan denah lantai bangunan. Ketiga tipe tersebut adalah :
1. Tipe Nias Utara
Bentuk atap bulat ; bentuk denah oval
2. Tipe Nias Tengah
Bentuk atap bulat ; bentuk denah segi empat
3. Tipe Nias Selatan
Bentuk atap segi empat ; bentuk denah persegi
Dalam masyarakat Nias sebelum masuknya agama menganut
kepercayaan akan adanya 3 (tiga) dunia, yakni :
Dunia atas atau dunia leluhur;
Dunia manusia dan
Dunia bawah.
Kosmologi masyarakat Nias ini merupakan gambaran pandangan dari
masyarakat tentang asal-usul nenek moyang suku Nias yang berasal dari
Teteholi Ana’a (langit) yang diturunkan ke bumi di puncak gunung sekarang
di kenal dengan nama Boro Nadu, yang berada di Kecamatan Gmo
Kabupaten Nias Selatan.
Pengaruh Kosmologi ini terlihat jelas dalam bentuk arsitektur
tradisional Nias, baik itu dalam bentuk rumah adatnya maupun dalam pola
perkampungan. Dalam bentuk rumah adat, masyarakat Nias menepatkan
bagian atas dari pada bangunannya sebagai tempat yang paling dihormati
(disucikan). Dalam pola perkampungan, semakin tinggi letak kampung
berada, semakin dekat dengan dunia atas, yang berarti semakin aman dan
sejahtera kampung tersebut.
Gambar 1 : Kosmologi masyarakat Nias
Dunia atas, dunia manusia dan dunia bawah digambarkan oleh
masyarakat Nias dalam bentuk perkampungannya. Gambaran Teteholi Ana’a
(langit) diperlihatkan dengan gerbang atau jalan menuju ke kampung.
Arsitektur rumah di “Tanah Manusia” terkenal dengan fondasinya yang
terdiri atas pengaturan rumit tiang tegak agak miring. Bangunan ini
dirancang untuk tahan akan guncangan gempa bumi. Hal ini dapat dilihat
dari bangunan yang memiliki tingkat kelenturan karena tiangnya tidak
dipancangkan ke tanah tetapi bersandar di atas fondasi batu.
Arsitektur Rumah, Desa Bawomantaluo, Nias
Rumah-rumah di Nias dibuat dari bahan kayu yang diberi corak seperti
kapal perang. Atap yang curam dengan bukaan atap yang dapat dibuka,
berfungsi memasukkan sinar matahari ke ruang dalam serta memberikan
sirkulasi udara yang baik. Atap ini memiliki kekhasan tersendiri karena tidak
ditemukan di bagian Nusantara lainnya. Atap rumah dibangun tinggi dari
bahan serat palem, yang kemudian seiring masuknya pengaruh modernitas
mulai ditinggalkan dan beralih ke atap seng.
Rumah-rumah vernakular di Nias, walaupun tidak bereaksi ketika
digoyang-goyang sebagaimana dahulu rumah di Aceh, secara bijak
dirancang dengan prinsip tahan gempa. Di bagian kaki bangunan kolom-
kolom terbagi menjadi dua jenis, yaitu kolom struktur utama yang berdiri
dalam posisi tegak dan kolom penguat yang terletak dalam posisi silang-
menyilang membentuk huruf X miring.
Balok kayu ataupun batu besar sengaja diletakkan di sela- sela kolom
penguat sebagai pemberat untuk menahan bangunan dari terpaan angin.
Sedangkan ujung atas kolom tegak dihubungkan dengan balok penyangga
melalui sambungan sistem pasak yang kemudian ditumpangi balok-balok
lantai di atasnya.
Kolom-kolom diagonal, tanpa titik awal maupun akhir, jalin-menjalin
untuk menopang bangunan berdenah oval dengan kantilever mengelilingi
seluruh sisi lantai denah. Bagaikan sabuk, rangkaian balok dipasang
membujur sekeliling tubuh bangunan. Di atas sabuk bangunan, sirip-sirip
tiang dinding berjarak 80 sentimeter dipasang berjajar dengan posisi miring
ke arah luar. Di antara sirip-sirip dipasang dinding pengisi dari lembaran
papan.
Penggunaan kolong memang bukan satu-satunya di Nias. Di beberapa
wilayah Nusantara, kolong di samping mengemban fungsi struktur juga
menciptakan ruang yang cukup efektif untuk menyiasati masalah
kelembapan yang ditimbulkan iklim tropis.
Kolong juga dapat menghindari kontak langsung penghuni dengan
tanah yang cenderung becek saat hujan. Berbeda dari daerah lain, di Nias
kolong tidak menjadi ruang positif yang berfungsi sebagai tempat menenun,
menyimpan barang, atau memelihara ternak, melainkan benar-benar
mengemban fungsi struktural.
Kolom-kolom ini berukuran cukup besar sehingga kekokohannya bukan
saja mampu mempertinggi angka keamanan bangunan terhadap gempa,
tetapi secara psikologis juga memberi perasaan aman bagi penghuninya
sebab di atas kolom berdiri dengan megah bangunan berskala besar dengan
atap menjulang. Roxana Waterson, pakar antropologi arsitektur tradisional
dari National University of Singapore, menyatakan, di seluruh kawasan Asia
Tenggara rumah Nias Utara adalah karya arsitektur vernakular paling
ekspresif dalam menampilkan kesan monumentalitasnya.
Di bagian tengah bangunan, kolom-kolom dari kolong yang menjulang
ke atas menembus lantai hingga bubungan atap bertugas mendukung
struktur atap. Sedangkan di bagian pinggir bangunan, kolom berhenti di atas
ruang hunian dan membentuk jurai atap. Sebagaimana dinding, atap
bangunan juga mengikuti bentuk lantai yang oval. Daun sagu yang dianyam
pada sebilah bambu menghasilkan lembaran yang dirangkai sebagai
penutup atap.
Material yang digunakan dalam rumah adat Nias :
No
.
Material Keterangan Catatan
1
Batu
Gehom
o(bg)
Batu dengan permukaan rata
yang digunakan untuk
menyanggah tiang Ehomo
(memisahkan tiang Ehomo dari
permukaan tanah)
Batu cadas
sungai yang
pahat berbentuk
kotak
2 Batu Ndriwa
(bd)
Batu dengan permukaan rata
yang digunakan untuk
menyanggah tiang Ndriwa
(memisahkan tiang Ndriwa dari
Batu cadas
sungai yang
pahat berbentuk
kotak
permukaan tanah)
3 Ehomo(e) Tiang kayu bulat (pillar)
penyanggah struktur bangunan
tradisional Nias yang diletakkan
secara vertikal
Berbentuk balok
bilat dan
menggunakan
material kayu
Berua atau
Manawa Dano
4 Ehomo
Mbumbu
Tiang kayu bulat (pillar)
penyanggah atap
5 Fafa Papan kayu Menggunakan
material kayu
Berua atau
Manawa Dano
6 Fafa Daro-
daro
Papan untuk tempat duduk Menggunakan
material kayu
Berua atau
Manawa Dano
7 Fafa
Gahembato
Papan untuk lantai Menggunakan
material kayu
Berua atau
Manawa Dano
8 Folano Balok kayu yang menjadi bagian
dari struktur kerangka atap
bangunan tradisional Nias
selatan
9 Gaso Balok kayu yang menjadi bagian
dari struktur kerangka atap
bangunan tradisional Nias
selatan
10 Gaso Matua
(Fanimba)
Balok kayu yang menjadi bagian
dari struktur kerangka atap
bangunan tradisional Nias
selatan
11 Jepitan
Bumbu
Kayu yang disusun berbentuk “X”
yang berfungsi untuk menjepit
atap rumbia yang berada di
puncak atap
12 Kapita Balok horizontal penyanggah
atap
13 Lago-lago Papan kayu tebal yang diletakkan
membujur pada bagian kiri dan
kanan bangunan dan berfungsi
menjepit seluruh struktur bagian
bawah atap pada sebuah
bangunan tradisional Nias
Selatan
Menggunakan
material kayu
Berua atau
Manawa Dano
14 Lali’owo (I) Balok membujur yang
menyanggah papan lantai
struktur bangunan tradisional
Berbentuk balok
bulat dan
menggunakan
material kayu
Berua atau
Manawa Dano
15 Ndriwa
(Diwa) (d)
Tiang kayu bulat (pillar)
penyanggah struktur bangunan
tradisional Nias yang diletakkan
secara diagonal
Berbentuk balok
bulat dan
menggunakan
material kayu
Berua atau
Manawa Dano
16 Oto Mbao Berfungsi seperti kaki gajah
dalam konstruksi beton. Untuk
menambah kekuatan pada
Ehomo atau sebagai anti gempa
17 Sago Atap daun rumbia
18 Sicholi
(Sikholi)
Papan kayu tebal yang diletakkan
membujur dan berfungsi
menjepit seluruh struktur lantai
(Ahe Mbato) pada sebuah
bangunan tradisional. Diletakkan
di bagian kiri dan kanan
bangunan. Ujung-ujung Sikholi
akan dibentuk melengkung ke
atas dan diberi ragam hias ukiran
Menggunakan
material kayu
Berua atau
Manawa Dano
19 Siloto (s) Balok melintang yang
menyanggah papan lantai
struktur bangunan tradisional
Menggunakan
material kayu
Berua atau
Manawa Dano
20 Sirau Penyangga
21 Tangga Tangga kayu
22 Toga (Balo-
balo)
Balok melintang yang menutup
ujung Laliowo dan menyanggah
posisi Laso
Menggunakan
material kayu
Berua atau
Manawa Dano
23 Tohu-tohu
D. Upacara Adat
Dahulu, di ruangan tawalo digantungkan tulang-tulang rahang babi yang berasal dari babi-babi yang dipotong pada waktu pesta adat dalam pembuatan rumah tersebut. Menurut cerita, di ruangan ini dahulu digantungkan tengkorak kepala manusia yang dipancumg untuk tumbal pendirian rumah. Tapi setelah Belanda datang, kebiasaan tersebut disingkirkan. Untuk melengkapi ciri khas adat istiadat Nias adalah adanya batu loncat yang disebut zawo-zawo.Bangunan batu ini dibuat sedemikian rupa untuk upacara lompat batu bagi laki-laki yang telah dewasa dalam mencoba ketangkasannya.
KESIMPULAN
Rumah tradisional Nias, terbukti mampu bertahan dari deraan banyak
gempa, memiliki perkuatan silang pada keseluruhan bangunan.
Memiliki banyak jumlah kolom pendukung dibawah rumah dan pada
dinding, dan banyak perkuatan silang dalam berbagai arah pada
bagian bawah bangunan untuk menahan pergerakan atau gaya
lateral. Sistem cross bracing (perkuatan silang) untuk dinding dan
kolom dibawah rumah pada bangunan kayu.
Sistem cross bracing memberikan kekuatan melawan gaya lateral
sehingga bangunan tidak roboh ke samping namun tetap kokoh
bergerak sebagai satu kesatuan. Sistem ini digunakan pada bangunan
tradisional Nias dan perlu diterapkan pada bangunan modern.