ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus I. Kondisi Eksisting Kawasan a. Gambaran Umum Kota Kudus Kota Kudus terletak di sebelah timur laut kota Semarang dengan jarak kurang lebih 51 km. Secara geografis, Kudus mempunyai posisi yang cukup strategis, karena merupakan daerah perlalu-lintasan yang menghubungkan daerah- daerah di sekitarnya menuju ibukota propinsi Jawa Tengah. Ketinggian daerah ini kira-kira 55 meter dari permukaan laut. Daerah ini mempunyai iklim tropis yang bertemperatur sedang. Curah hujan yang terjadi relatif rendah yaitu rata-rata dibawah 300 mm per tahun dan lama waktu hujan rata-rata 150 hari per tahun. Suhu udara maksimum pada bulan september 27 0 C dan suhu terendah pada bulan juli 23 0 C (sumber: Kantor Statistik tahun 2004). Gambar 3.2 : Daerah perkampungan perumahan tradisional Kudus Sumber: Triyanto, 2001: Luas wilayah Kudus secara keseluruhan 42.515.644 km 2 . Dilihat dari segi geografisnya wilayah Kudus dibagi menjadi tiga bagian yaitu daerah pegunungan, daerah dataran rendah dan rawa-rawa. Gambar 3.1 : Lokasi kota Kudus dalam peta Jawa Tengah Sumber: Microsoft encarta encyclopedia 2003 Kudus, juga merupakan daerah pertanian yang menghasilkan bahan makanan pokok seperti padi dan palawija. Selain penghasil makanan pokok, Kudus juga merupakan daerah penghasil tanaman komoditi perdagangan berupa tebu, vanili, kopi, kapuk dan cengkeh. III-1 ARSITEKTUR NUSANTARA
BUAT YANG PUNYA, SORI KARENA TULISANNYA SAYA PUBLISH TANPA IJIN
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar
Dalem Kudus Kulon Kudus
I. Kondisi Eksisting Kawasan a. Gambaran Umum Kota Kudus
Kota Kudus terletak di
sebelah timur laut kota
Semarang dengan jarak
kurang lebih 51 km. Secara
geografis, Kudus mempunyai
posisi yang cukup strategis,
karena merupakan daerah
perlalu-lintasan yang
menghubungkan daerah-
daerah di sekitarnya menuju
ibukota propinsi Jawa Tengah.
Ketinggian daerah ini kira-kira
55 meter dari permukaan laut.
Daerah ini mempunyai
iklim tropis yang bertemperatur
sedang. Curah hujan yang terjadi
relatif rendah yaitu rata-rata
dibawah 300 mm per tahun dan
lama waktu hujan rata-rata 150
hari per tahun. Suhu udara
maksimum pada bulan september
270 C dan suhu terendah pada
bulan juli 230 C (sumber: Kantor
Statistik tahun 2004).
Gambar 3.2 : Daerah perkampungan perumahan tradisional Kudus
Sumber: Triyanto, 2001:
Luas wilayah Kudus secara keseluruhan 42.515.644 km2.
Dilihat dari segi geografisnya wilayah Kudus dibagi menjadi tiga
bagian yaitu daerah pegunungan, daerah dataran rendah dan
rawa-rawa. Gambar 3.1 : Lokasi kota Kudus dalam
peta Jawa Tengah Sumber: Microsoft encarta
encyclopedia 2003
Kudus, juga merupakan daerah pertanian yang
menghasilkan bahan makanan pokok seperti padi dan palawija.
Selain penghasil makanan pokok, Kudus juga merupakan daerah
penghasil tanaman komoditi perdagangan berupa tebu, vanili,
kopi, kapuk dan cengkeh.
III-1 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Jika dilihat dari sisi tradisional, wilayah Kudus terbagi
menjadi dua wilayah yaitu wilayah Kudus Kulon dan Kudus
Wetan. Wilayah Kudus Kulon terletak di sebelah barat sungai
Gelis yang mengalir membelah kota. Dalam sejarah, Kudus Kulon
dikenal sebagai kota lama yang ditandai dengan warna kehidupan
keagamaan dan adat istiadatnya yang kuat dan khas serta
merupakan pusat berdirinya rumah-rumah adat pencu. Di daerah
Kudus kulon juga merupakan tempat berdirinya Masjid Menara
Kudus dan Makam Sunan Kudus. Sedangkan kudus wetan
berada di sebelah timur sungai Gelis. Merupakan pusat
pemerintahan transportasi dan perdagangan.
b. Sejarah Kota Kudus Sejarah perkembangan kota Kudus tidak dapat dipisahkan
dengan sejarah kehidupan tokoh Agama Islam di daerah Jawa
yakni Sunan Kudus salah seorang dari Wali Songo saat di Kudus
bertempat tinggal di Desa Langgar Dalem. Sunan Kudus yang
mempunyai nama asli Ja’far Sodiq terkenal dalam sejarah
sebagai tokoh mubaligh yang karismatik dalam penyebaran
Agama Islam di daerah pesisir pantai utara pulau jawa pada
sekitar abad XV-XVI.
Untuk mengetahui sejarah nama kota Kudus, terdapat
beberapa versi. Menurt cerita rakyat, nama Kudus bermula dari
kisah seorang pemburu kudus. Suatu ketika ia mendapatkan
sepasang burung derkuku, yakni sejenis burung merpati dan
dalam perjalanan pulang, ia membasuh muka dan minum di suatu
sendhang atau mata air. Saat itu burung hasil buruannya yang
sudah kaku dimasukkan ke dalam air dan ternyata burung
tersebut dapat hidup kembali. Sejak saat itu sendhang tersebut
sering di datangi oleh masyarakat yang berasal dari berbagai
penjuru tempat yang menamainya dengan nama Kudus yang asal
katanya adalah Derkuku Adhus yang berarti burung merpati yang
sedang mandi.
Menurut Prof. Dr. R Ng. Poerbatjaraka, dalam Adiati (1992: 34), Kudus berasal dari bahasa Arab yang berarti
suci, bersih. Dalam bunyi inskripsi yang terdapat di mihrab Masjid
Kuno Kudus bertanda tahun 956 Hijriah atau 1549 Masehi,
tersebut Al Quds sebagai nama kota dimana Masjid itu berada.
Lebih lanjut, Kuds yang berarti suci dalam ejaan lidah masyarakat
kemudian berubah menjadi Kudus. Solichin Salam dalam Adiati (1992: 34) menjelaskan, kata Al Quds sering juga
disebut dengan Baitul Muqadis, yang berarti tempat yang suci.
Nama ini merupakan nama pemberian dari Sunan Kudus.
Siswanto dalam Adiati (1992: 34) menjelaskan,
Kudus juga disebut sebagai Tajug sebelumnya. Tajug disini
III-2 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
merupakan nama dari rumah-rumah yang beratap runcing yang
diperuntukkan sebagai makam. Dengan demikian kota Tajug
dahulu telah memiliki sifat kekeramatan tertentu.
Lahirnya kota ini tidak dapat dipisahkam dari nama-nama
sesepuh tertua yang menggarap kota tersebut, antara lain Kyai
Tee Ling Sing (Kyai Telingsing), seorang Mubaligh yang berasal
dari Yunan (Asia kecil) yang datang bersama-sama dengan
sorang pemahat ulung yang bernama Sun Ging An (Adiati, 1992: 34). Bersama Sunan Kudus keduanya secara bertahap
berhasil menguasai daerah Kudus serta mengembangkannya dari
segi Arsitekturnya, Kudus memperlihatkan pengaruh dari berbagai
periode, yakni periode Hindu, Cina, Islam dan juga pengaruh
Eropa (Kolonial). Masyarakat kota Kudus dikenal sebagai
masyarakat yang religius dan menjunjung tinggi kerja keras.
Secara historis, warga masyarakat kota Kudus lebih
khusus lagi warga masyarakat kota Kudus Kulon, sejak jaman
Sunan Kudus memang telah memperlihatkan kemandiriannya
dibidang perekonomian. Mereka biasa disebut sebagai golongan
menengah muslim yang ulet dan tangguh serta cukup sukses
dalam bidang usaha perdagangan. Bagi golongan ini, Sunan
Kudus menjadi figur sejarah atau local hero yang memberi
inspirasi dalam menggeluti usaha perekonomiannya. Sejarah
perjuangan Sunan Kudus yang ulet, gigih serta pantang menyerah
dalam mengembangkan Agama Islam tampak menjadi sumber
semangat mereka dalam berwiraswasta.
c. Gambaran Umum Desa Langgar Dalem a. Luas dan batasan wilayah
• Luas Desa : 19.370 Ha
• Pekarangan/ bangunan dll : 14.370 Ha
• Lain-lain (sungai.jalan,kuburan,dll): 5.000 Ha
• Banyaknya : Dukuh : 8
Rukun Kampung (RK)/ RT: 10
Gambar 3.3 : Peta Desa Langgar Dalem
Sumber: Data Monografi Desa Langgar Dalem, April 2004
III-3 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
• Batas wilayah:
• Sebelah Utara : Desa Kajeksan
• Sebelah Selatan : Desa Demangan
• Sebelah Barat :Desa Kerjasan+Kauman
• Sebelah Timur : Desa Dema’an
b. Kondisi geografis
• Ketinggian tanah dari permukaan laut : ± 20 m
• Banyak curah hujan :±9.685 mm/th
• Topografi(dataran rendah, tinggi, pantai): tinggi
• Suhu udara rata-rata : 23 0 - 37 0 C
c. Orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan)
• Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan : 2 km
• Jarak dari ibukota Kab/Kotamadya : 1 km
• Jarak dari Propinsi : 54 km
• Jarak dari Negara : 560 km
II. Analisa dan Pembahasan a. Sejarah Desa Langgar Dalem Kudus
Hasil wawancara ( bulan April, tahun 2004) Narasumber : Kepala Desa ( Bp. Hendra A.H )
Kepala Dusun Langgar Dalem
Carik Desa Langgar Dalem
Penduduk setempat
Permukiman Langgar Dalem terbentuk dengan sendirinya
sejak zaman dahulu, ketika Sunan Kudus (Djafar Shodiq) memulai
dakwah Islamnya di Kota Kudus dengan mendirikan menara
Kudus beserta masjid dan perkampungan di sekitarnya. Menara
dibangun pada masa Hindhu-Budha sehingga sedikit banyak
arsitekturnya terpengaruh oleh gaya Hindhu-Budha (seperti
candi). Masjid juga pernah mengalami pemugaran oleh H.
Muslich. Terdapat pula beberapa perkampungan/ permukiman
yang sudah berdiri terlebih dahulu di Kota Kudus, semenjak Kyai
Telingsing (orang Cina Muslim).
Nama desa Langgar Dalem sendiri berasal dari Langgar
(tempat ibadah orang Islam) yang berada dekat dalemnya Sunan
Kudus. Masjid tersebut diberi nama masjid Langgar Dalem
sebagai tempat bertemunya Sunan Kudus dengan koleganya.
III-4 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Langgar Dalem : Langgar di dalem (sendiko dalem, Sunan Kudus)
Langgarnya punya Sunan Kudus
Permukiman Langgar Dalem yang asli dikelilingi oleh
tembok pagar rumah yang tinggi-tinggi dengan jalan gang yang
sangat sempit untuk alasan keamanan dan tradisi pingitan anak
gadis. Sempitnya gang-gang yang ada menyebabkan masalah,
terutama kalau ada bencana seperti kebakaran. Perbatasan antar
desa hanya dipisah oleh jalan. Dahulu sebagian wilayah di sekitar
Menara Kudus ikut wilayah Langgar Dalem namun sekarang
sudah memisahkan diri (mulai tahun 1978).
Ada 8 buah masjid yang ada di desa Langgar Dalem yaitu
: masjid Langgar Dalem, masjid Puspitan, masjid Kaujon, masjid
Balai Tengahan, Masjid Jagalan, masjid Nanggungan Kidul,
masjid Nanggungan Lor, masjid Kalinyamatan.
b. Kependudukan Jumlah penduduk Kudus menurut catatan statistik tahun
1991 sebanyak 609.604 jiwa dengan kepadatan penduduk 1046
orang per km2. Jika dilihat dari etnisnya, sebagian besar
penduduk kecamatan kota Kudus adalah berasal dari suku Jawa,
dan sebagian kecil merupakan keturunan China dan etnis asing.
Dari segi agama, penduduk Kudus sebagian besar memeluk
agama Islam dan kebanyakan bermukim di wilayah Kudus Kulon.
Dengan pusatnya desa Kauman sebagai kawasan kaum santri.
Pada daerah Kudus ini masih mengenal stratifikasi sosial
pada masyarakat. Salah satu masyarakat Kudus yang terkemuka
adalah kaum bangsawan keturunan Sunan Kudus yang secara
turun temurun dalam beberapa generasi kemudian berkembang
menjadi kelompok masyarakat yang terpandang dan maju dalam
segi ekonominya.
Gambar 3.4 : Masjid Menara Peninggalan Sejarah Sunan Kudus Foto: Erry Prabandari, dkk
III-5 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Kecenderungan kelompok ini adalah memprakarsai
gerakan reformasi bernafaskan agama dan merasa berbeda
dengan bangsawan Jawa pada umumnya. Diantaranya, mereka
mewujudkan sikapnya dengan tidak meniru beberapa pola
kebiasaan kaum bangsawan Jawa lainnya. Salah satunya yaitu
dalam bentuk arsitektur rumah.
c. Kependudukan Desa Langgar Dalem Penduduk desa Langgar Dalem sebagian besar adalah
orang pribumi asli Jawa. Hidup berkelompok berdasarkan wilayah
dengan membangun masjid terlebih dahulu. Ada beberapa
penduduk pendatang yang sekarang hidup menetap di Desa
Langgar Dalem. Sebagian besar penduduk Langgar Dalem
adalah muslim tetapi ada beberapa pemeluk agama lain terbukti
dengan adanya Klentheng sebagai tempat ibadah orang Budha
Konghuchu. Sebagian besar penduduk desa Langgar Dalem
berdagang ( dagang partai dalam jumlah besar ) dan wiraswasta
( konveksi ), sedangkan pada zaman Belanda dahulu banyak
yang berprofesi sebagai pembathik.
Gambar 3.5 : Aktivitas Masyarakat Langgar Dalem
Foto: Erry Prabandari, dkk
Dulunya, kawasan di atas merupakan area terbuka
bersama. Namun sekarang, area terbuka hanya dijumpai di
beberapa halaman rumah penduduk. Beberapa kegiatan
masyarakat dipusatkan di masjid. Namun ada rencana
pengembangan ruang publik yang dipusatkan di daerah sekitar
tepi kali gelis yang saat ini dipenuhi oleh PKL. Rencananya akan
ada pembatasan waktu buat PKL sampai sore hari sehingga
setelah sore hari kawasan ini bisa dijadikan sebagai ruang publik
untuk aktivitas bersama masyarakat setempat seperti olahraga.
Area terbuka di halaman rumah saat ini banyak dijadikan lahan
untuk bangunan baru (rumah baru) yang rata-rata pemiliknya
masih mempunyai hubungan saudara. Rata-rata bangunan baru
tersebut masih mengambil beberapa unsur bentuk maupun ragam
hias dari rumah tradisional yang ada.
III-6 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Data Monografi Desa Langgar Dalem / Kecamatan : Kota, Kudus Propinsi Jawa Tengah
a. Kependudukan
Jumlah KK : 566
Jumlah penduduk :
Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
0-4 127 109 236
5-9 149 159 308
10-14 136 170 306
15-19 134 147 281
20-24 132 131 263
25-29 153 106 259
30-39 150 149 299
40-49 146 142 288
50-59 129 128 257
60>> 40 37 77
1296 1276 2574
Sumber: Data Maonografi Desa Langgar Dalem bulan April 2004
Agama
• Islam : 2.497
• Katholik : 39
• Protestan : 27
• Budha : 11
• Hindu : -
WNI Keturunan
China : laki-laki : 36
Perempuan : 32
Pendidikan
• PT : 59
• SLTA : 459
• SLTP : 432
• SD : 893
• Belum tamat SD : 97
• Tidak tamat SD : 634
Jumlah : 2574
Olahraga, Kesenian, Kebudayaan dan Sosial
Unit organisasai kesenian : 2
Organisasi sosial
III-7 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
• Karang taruna : 1; 45 orang
• LSM : 4 buah
• PKK : 18 kelompok; 291 orang
• Dasa wisma : 27 kelompok; 291 orang
• Kel. Usaha : 1 kelompok; 17 orang
• Puskesmas : 1
d. Pola Kehidupan Perekonomian Suasana kegiatan
di kegiatan di bidang
industri dan perdagangan
tampak lebih
mendominasi pola
kehidupan perekonomian
pada masyarakat Kudus.
Misalnya industri rokok
kretek. Mata pencaharian
penduduk terbesar
adalah sebagai buruh industri kemudian disusul dengan
pedagang, pensiunan, PNS, buruh bangunan dan lain
sebagainya.
Gambar 3.7 : Salah satu pusat perekonomian
masyarakat Langgar Dalem Foto: Erry Prabandari, dkk
1. Pola Kehidupan Perekonomian Masyarakat Langgar Dalem
Mata Pencaharian
• Pengusaha : 17
• Bidang Industri : 47
• Bidang bangunan : 9
• Dagang : 53
• Pengangkutan : 12 Gambar 3.6 : Aktivitas wanita penduduk Kudus Kulon dalam industri rumah tangga
Sumber: Triyanto, 2001: • PNS/ABRI : 74
• Pensiun : 17
Perekonomian dan Usaha
• Jumlah pasar umum : 1
• Jumlah toko/ kios warung : 20
III-8 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
• Industri kecil : 19
• Industri rumah tangga : 4
• Industri warung makan : 6
• Angkutan : 3
• Lain-lain : 6
Sumber: Data Maonografi Desa Langgar Dalem bulan April 2004
2. Pola Kehidupan Sehari-Hari
Pola kehidupan
masyarakat Kudus yang
khas akan tampak nyata
pada wilayah Kudus Kulon.
Orang-orang Kudus Kulon dalam kesehariannya bermukim
disekitar menara Masjid Menara Kudus yaitu desa Kauman,
Langgar Dalem, Damaran, Kerjasan, dan Kajeksan dalam
sebagian besar rumah-rumah yang ada memiliki atap berbentuk
pencu.
Gambar 3.8: Komplek Pemukiman Penduduk Di Langgar Dalem
Foto: Erry Prabandari, dkk
Tata letak rumah yang
terdapat pada sebidang
tanah lapang dan bisa juga
digunakan untuk menunjukkan kemampuan dari si pemilik rumah.
Jajaran rumah-rumah Kudus ini, bila dicermati selalu berjajar
membentuk suatu barisan lurus, yang mana sejarahnya garis
lurus rumah ini merupakan jalan tepi menuju tempat kediaman
Sunan Kudus.
Gambar 3.9 : Komplek Pemukiman Penduduk Di Langgar Dalem
Foto: Erry Prabandari, dkk
III-9 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
III-10ARSITEKTUR NUSANTARA
Gambar 3.10 : Jalan Kampung Di Dalam Kompleks Pemukiman
Foto: Erry Prabandari, dkk
Gambar 3.11 : Perumahan yang terkesan tertutup dan berjajar lurus
Foto: Erry Prabandari, dkk
Perkampungan di Kudus Kulon merupakan perkampungan
yang ‘unik’ dan ‘tertutup’. Rumah-rumah yang dihuni oleh
mayarakat setempat sebagian besar berada dibalik pagar-pagar
tembok yang cukup tinggi, sehingga dari luar penampilan
bentuk rumah yang tampak hanyalah atapnya yang menjulang
tinggi. Kesan tertutup itu semakin nyata bila seseorang
mencoba menyusuri jalan-jalan kampung yang lebih pantas
disebut sebagai lorong-lorong dan berliku-liku yang memiliki
lebar sekitar 1 meter, lorong-lorong sempit disela-sela
permukiman dan rumah penduduk ini tercipta karena
perbatasan tembok dinding atau pagar antar rumah. Sebagian
rumah-rumah ini mempunyai halaman yang cukup luas.
Perumahan dan permukiman penduduk
Banyaknya rumah penduduk :
• Dinding terbuat dari batu/ gedung (permanen) : 316
• Dinding terbuat dari sebagian batu/ gedung : 24
• Dinding terbuat dari kayu/ papan : 3
• Dinding terbuat dari bambu/ lainnya : 2
Sumber: Data Maonografi Desa Langgar Dalem bulan April 2004
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
III. Rumah dalam Tradisi Kebudayaan Jawa-Kudus
Gambar 3.13: Denah Rumah Adat Kudus
Sumber: Adiati, 1992: Lampiran
Orang-orang Kudus mempunyai pandangan bahwa rumah
adalah suatu sarana dari rangkaian kebutuhan hidup untuk
beribadah kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Melalui
berbagai fungsinya, rumah dipandang sebagai tempat mengingat,
menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya sebagaimana
yang terwujud dalam bentuk fisik rumah dan rangkaian kegiatan di
dalamnya. Konsepsi orang Jawa-Kudus, rumah bukan saja dilihat
sebagai omah, papan, griya atau wisma tetapi juga menjadi
sarana yang amat penting dalam menjalankan ibadah.
Pembuatan rumah Kudus masih menggunakan aturan-aturan
tradisional Jawa yang dikaitkan dengan ajaran agama, seperti
pemilihan tanah dan bahan, penentuan letak pekarangan dan
sumur, pemilihan arah hadap rumah dan sebagainya.
Sebagai salah satu peninggalan kuno, rumah adat Kudus
hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Sebagian besar adalah
golongan priyayi. Karena hingga saat ini stratifikasi masyarakat
Kudus masih nampak. Pada rumah priyayi Kudus ini berlaku
pembedaan trap untuk penerimaan tamu (Adiati, 1992: 41). Pemukiman kuno yang ada disekitar menara Kudus
mempunyai pola yang cukup unik, permukiman ini selalu
dibangun mengikuti poros utara-selatan, karena menurut
kepercayaan, poros itu menuju ke kediaman Sunan Kudus
(Adiati, 1992: 70)
Gambar 3.12 : Cara menentukan letak pintu
Sumber: Triyanto, 2001:
III-11ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Gambar 3.15 : Salah Satu Rumah Di Sekitar Menara Kudus
Foto: Erry Prabandari, dkk
Gambar 3.14: Orientasi bangunan mengikuti poros utara-selatan
Foto: Erry Prabandari, dkk
a. Satuan Pemukiman 1. Tata Letak Bangunan
a. Rumah tempat tinggal
Perkampungan rumah Kudus ini merupakan daerah yang
dekat dengan masjid Menara Kudus. Di daerah ini tinggal
berbagai macam kelompok lapisan masyarakat, mulai dari
golongan bangsawan, golongan orang kaya, golongan
pejabat/pamong dan golongan masyarakat umum/orang banyak
termasuk golongan orang miskin.
Rumah adat Kudus merupakan salah satu rumah
tradisional yang terjadi akibat endapan suatu evolusi manusia,
terbentuk karena perkembangan daya cipta (kreatifitas)
masyarakat pendukungnya (Adiati, 1992: 42). Abdul Kadir dalam Adiati, 1992: 42 menjelaskan,
rumah adat Kudus mempunyai banyak ukiran yang merupakan
manifestasi golongan bangsawan atau orang kaya Kudus, yang
arsitekturnya memperlihatkan pengaruh budaya asli pesisir utara
yang berbaur dengan seni ukir dari Cina, Eropa, dan Persia. Saat
islam sudah masuk di Indonesia, para pengukir rumah adat Kudus
belum menerapkan pengaruh Islam secara menyeluruh.
Menurut Abdul Kadir dalam Adiati, 1992: 43,
Arsitektur Kudus ini cukup mengungkapkan proses percampuran
III-12ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
kebudayaan dan menghadirkan warna khas suatu rumah
tradisional.
Orang-orang Kudus mempunyai pandangan bahwa rumah
adalah suatu sarana dari rangkaian kebutuhan hidup untuk
beribadah kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Melalui
berbagai fungsinya, rumah dipandang sebagai tempat mengingat,
menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya sebagaimana
yang terwujud dalam bentuk fisik rumah dan rangkaian kegiatan di
dalamnya. Konsepsi orang Jawa-Kudus, rumah bukan saja dilihat
sebagai omah, papan, griya atau wisma tetapi juga menjadi
sarana yang amat penting dalam menjalankan ibadah.
Pembuatan rumah Kudus masih menggunakan aturan-aturan
tradisional Jawa yang dikaitkan dengan ajaran agama, seperti
pemilihan tanah dan bahan, penentuan letak pekarangan dan
sumur, pemilihan arah hadap rumah dan sebagainya.
Gambar 3.16: Bentuk rumah Kudus
Sumber: Triyanto, 2001:
Siswanto dalam Adiati, 1992: 47 menjelaskan bahwa
bentuk bangunan dari rumah Kudus sendiri merupakan gabungan
dari rumah adat Jawa (joglo) dan rumah kampung, khususnya
rumah joglo limolasan dan rumah kampung gajah ngombe. Dan
bentuk yang demikian itu dikenal dengan sebutan omah adat
pencu.
Bangunan induk rumah Kudus merupakan gabungan dari
bentuk dasar empat persegi panjang dan bujur sangkar.
Penentuan tersebut berdasarkan
jatuhnya garis atap. Bangunan
induk ini dibagi menjadi dua bagian
yaitu bangunan utama dan
penunjang. Bangunan utama
utama mempunyai bentuk dasar
bujur sangkar beratap pencu
dengan tritisan depan dan belakang
yang lebar. Bagian tritisan depan
berfungsi untuk menaungi kegiatan
yang bersifat publik dan pencu untuk
menaungi kegiatan yang bersifat
privat. Sedangkan tritisan belakang
untuk menaungi pawon.
III-13ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
III-14ARSITEKTUR NUSANTARA
b. Pola Pengoraganisasian dan Perletakan Ruang
Gambar 3.17: Jaga Satru Foto: Erry Prabandari, dkk
Pola perletakan ruang rumah kudus hanya, pada
umumnya hanya mengenal pembagian dalam dua kategori, yaitu
daerah terbuka dan daerah tertutup. Daerah terbuka terwujud dari
jaga satru atau serambi dan halaman depan. Untuk ruang tertutup
terwujud dari gedhongan dan pawon.
Bangunan ini tidak
simetris dan tidak
mengenal
pendopo dan
halaman belakang
(Adiati, 1992: 53)
Dilihat dari segi perletakan,
daerah terbuka diletakkan pada
daerah paling depan dengan
susunan mulai dari pintu gapura /
regol, halaman / pekarangan, termasuk sumur, kamar mandi dan
WC, serta diakhiri dengan jaga satru.
Menurut (Adiati, 1992: 72-74), Tata ruang yang ada di
rumah kudus ini terbagi atas : jaga satru, gedhongan, tiang
keseimbangan, pawon, yang kesemuanya itu mempunyai makna-
makna simbolis yang dipercayai oleh orang Kudus.
• JAGA SATRU, merupakan tempat yang digunakan untuk
ruang penerima tamu dimana pada rumah adat Kudus yang
standar. Ruangan ini dibuat lebih rendah daripada griya,
sekitar 1 meter. Dibuatnya lebih rendah karena tamu yang
akan berkunjung belum tentu mempunyai status yang sama
atau setingkat dengan si pemilik rumah. Apabila tamu yang
berkunjung mempunyai status yang setingkat atau lebih tinggi
daripada si pemilik rumah, maka ia akan diterima di dalam
griya. Gebyok digunakan sebagai pembatas antara dua
ruangan ini. Ruang jaga satru ini juga digunakan sebagai
tempat untuk beribadah yaitu untuk tempat jama’ah (shaf)
yang dibatasi dengan sehelai tirai kain untuk memisahkan
jama’ah laki-laki dan jama’ah perempuan.
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
• TIANG KESEIMBANGAN, dalam kepercayaan Kudus makna
dari tiang ini mempunyai 2 versi makna. Makna pertama,
keberadaan tiangnya yang hanya satu berdiri tegak ini,
melambangkan hanya ada satu Tuhan yang wajib untuk
disembah seorang hamba dan tidak ada Tuhan lain selain-
Nya yaitu ALLAH SWT. Dalam versi lain disebutkan
keberadaaan tiang ini melambangkan status kepemilikan
rumah, siapa
yang
membangun
rumah
tersebut.
• GEDHONGAN, merupakan induk bangunan menunjukkan
kemampuan dari si pemilik rumah. Semakin besar dan indah
ukiran pada gedhongan itu, maka semakin kayalah orang
tesebut. Gedongan ini bisa digunakan untuk tempat ibadah
(digunakan sebagai mihrab / tempat memimpin sholat) dan
upacara sakral (pernikahan,
tempat pelaminan, perhelatan dan
lain sebagainya).
Gambar 3.19 : Salah satu kegiatan di gedhongan Sumber: Triyanto,
2001:
• PAWON, biasa disebut dengan pekiwan atau dapur yang
mana merupakan tempat asal mula kehidupan, karena
disanalah asal mula makanan pokok sebagai penunjang
kehidupan manusia dan merupakan tempat yang biasanya
digunakan sebagai tempat berkumpul yang bebas dan santai
dimana mereka secara bersama-sama melakukan aktivitas
atau kegiatan keluarga.
Gambar 3.18 : Tiang Keseimbangan di jaga satru Foto: Erry Prabandari, dkk
III-15ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
• Kamar mandi dan sumur biasanya diletakkan di depan rumah
(biasanya di sebelah kanan rumah dan menghadap ke arah
timur) yang bermakna sebagai tempat penyucian diri. Jadi
perletakkan ini dimaksudkan agar orang yang baru datang,
sebelumnya bersuci (wudhu) dahulu sehingga segala segala
niat buruk dan amarah akan mereda atau bahkan hilang sama
sekali.
Gambar 3.21 : Kondisi kamar mandi
Foto: Erry Prabandari, dkk
Gambar 3.20 : Kegiatan yang berlangsung di pawon
Foto: Erry Prabandari, dkk
Gambar 3.22 : Denah kamar mandi Sumber: Triyanto, 2001:
III-16ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Bentuk rumah kompleks tersebut masih bisa berubah. Jika
jumlah anggota keluarga cukup banyak, maka ditambah
bangunan los berupa sisir atau bilik-bilik disebelah kiri dan kanan
bangunan. Bangunan sisir ini biasanya berbentuk empat persegi
panjang yang mempunyai bentuk atap kampung.
b. Fasilitas lingkungan
Fasilitas lingkungan di perkampungan ini antara lain
sanitasi, tempat ibadah, tempat melakukan upacara keagamaan,