-
5/28/2018 Ards
1/12
STRESS LUNG
(Acute Lung Injury / Acute Respiratory Distress Syndrome)
J.F Palilingan
Lab I Penyakit Paru FK Unair / SMF Penyakit Paru RSUD
dr.Soetomo
Suatu gejala klinik berupa gagal nafas mendadak yang ditandai
dengan infiltrate difus
pada foto thoraks, hipoksemia berat dan menurunnya complains
paru disebut oleh asbaugh
dan kawan kawan pada tahun 1967 sebagai acute respiratory
distress in adults. Gambaran
patologi berupa edema paru yang berat, kongesti vaskuler dengan
perdarahan, atelektasis
serta pembentukan membran hialin. Berikutnya Petty dan Asbaugh
pada tahun 1971
sindroma klinik tersebut oleh Petty disebut dengan adult
respiratory distress syndrome. Oleh
murray kerusakan di paru dibagi dalam beberapa gradasi untuk
mengetahui besarnya
gangguan pernafasan, berupa lung injury score (LIS). Terdapat
skor untuk empat komponen
yaitu skor untuk foto thoraks, hipoksemia, positive end
expiratory syndrome (PEEP) dan
system complains (compliance) pernafasan dengan nilai 0,1,2,3,4.
Apabila LIS > 2.5 maka
keadaan tersebut disebut ARDS. Sedangkan skor yang lebih rendah
menunjukkan kerusakan
paru yang derajatnya ringan atau sedang (Ware and Mattnay,
2000)
The AmericanEuropean consensus conference (AECC) on ARDS pada
tahun 1994
memberi batasan ALI sebagai berikut a) gangguan oksigenasi
dengan rasio arterial parsial
pressure of oxygen to inspired oxygen fraction (PaO2/FiO2) <
300 mmHg. b) kesuraman
bilateral pada foto toraks yang sesuai dengan edema paru, dan c)
pulmonary artery occlusion
pressure (PAOP) < 18 mmHg atau bila tidak ada kelainan pada
pemeriksaan klinik adanya
hipertensi atrium kiri. Kerusakan yang lebih berat berupa ARDS
yang kriterianya sama,
kecuali untuk rasio PaO2/FiO2
-
5/28/2018 Ards
2/12
Clinical disorders associated with the development of ARDS
Direct lung Injury Indirect Lung Injury
Common Causes Common Causes
Pneumonia Sepsis
Aspiration of gastric contents Severe trauma with shock
and multiple transfusions
Less Common Causes Less Common Causes
Pulmonary contusion Cardiopulmonary bypass
Fat Emboli Drug Overdose
Near Drowning Acute Pancreatitis
Inhalation Injury Transfussions of Blood Products
Sepsis tetap merupakan penyebab terbanyak dengan 5-35% penderita
sepsis
berkembang menjadi ARDS. Syok atau Hipotensi berkepanjangan,
luka Bakar dan systemic
inflamatory response syndrome (SIRS) juga sering jatuh dalam
keadaan ARDS (Balk, 1998).
Pada SIRS (n=2527) didapatkan ARDS sebanyak 3%. Pada penderita
dengan sepsis
angkanya kurang lebih sama 4%. Pada penderita sepsis yang
biakannya positif terdapat dua
kali lebih banyak dari penderita sepsis yang biakannya negatif
(6% dan 3%). Pada penderita
sepsis berat (hipotensi atau hipoperfusi organ) dan syok septik
(hipotensi atau hipoperfusi
organ) masingmasing sebanyak 6% dan 18%. Hudson dan kawan-kawan
pada tahun 1995
mendapatkan 32% penderita septik yang akhirnya yang menjadi ARDS
dalam 12 jam. 54%
menjadi ARDS dalam 24 jam, 72% dalam 2 hari dan 90 % dalam 4
hari. Penderita dengan
asidosis respiratorik akan berkembang lebih cepat menjadi ARDS
(90% dalam waktu 2 hari)
sedang penderita akibat trauma lebih lambat (90 % dalam 5-6
hari) (Sessler et.al 1996).
Beberapa penyebab selainnya sepsis adalah pneumonia akibat
infeksidenhgan virus
seperti severe acute respiratory distress syndrome (SARS) dan
Avian influenza (Looney,
2006)
Evaluasi klinik
Pemeriksaan klinik yang diperlukan pada penderita yang dicurigai
sebagai ALI atau ARDS
ialah pemeriksaan yang tercantum dalam kriteria untuk menegakkan
diagnosis, serta untuk
melakukan penderajatan beratnya penyakit sesuai dengan LIS. Juga
perlu diketahui adanya
faktor risiko, penyakit akut atau kronis yang menyertai, serta
adanya manifestasi gangguan
organ non-paru lainnya. Adanya gagal jantung kiri diketahui
dengan monitoring
-
5/28/2018 Ards
3/12
hemodinamik menggunakan kateter arteri pulmonal untuk mengukur
pulmonary capillary
wedge pressure(PCWP) serta output jantung.
Pada pemeriksaan radiologis dengan foto toraks, didapatkan
infiltrat alveolar bilateral,
difus, yang identik dengan gagal jantung kongestif, tetapi tidak
dipengaruhi oleh gravitasi.
Penggunaan computed tomography (CT) pada ARDS selain untuk
deteksi kelainan di paru,
juga untuk evaluasi gangguan fisiologi paru sehubungan dengan
proses kerusakan di paru.
Pemeriksaan fiberoptic Bronchoscopy (FOB) dan bronchoalveolar
lavage (BAL) penting
pada evaluasi penderita dengan infiltrate paru yang difus untuk
mengekslusi efusi, perdarahan
alveolar, keganasan, serta penyakit lain yang mirip dengan ARDS.
Neutrofilia pada cairan
BAL dihubungkan dengan meningkatnya permeabilitas vascular,
lamanya ARDS serta
meningkatnya kematian (Lee and Slutsky, 2005)
Patogenesis
Terdapat banyak proses komplek yang menyebabkan kegagalan
membrane alveolar
kapiler dengan akibatnya berupa edema karena meningkatnya
permeability. Berbai jalur
untuk terjadinya ALI/ARDS dan pengaruh dari factor inang
meninimbulkan keragaman dari
manifestasi dan prognosis penyakit. Juga factor usia, gender dan
ras mempengaruhi resiko
kejadian penyakit dan mortalitasnya yang mungkin mencerminkan
perbedaan fatofisiologi
penyakit. (Piantadosi and schwatz, 2004)
Kegagalan Membran Alveolar-kapiler
Pada fase akut ALI/ARDS terjadi penungkatan permeabilitas
rintangan alveolar
kapiler yang ditandai adanya influx cairan edema kaya protein.
Membrane alveolar-kapiler
dibentuk oleh endotel kapiler dan epitel alveolar, yang fungsi
keduanya terganggu pada
ALI/ARDS. Ada banyak mekanisme yang menyebabkan kegagalan
membrane alveolar-
kapiler dan dapat dibedakan yaitu yang mempengaruhi endotel
kapiler dan yang
mempengaruhi epitel alveolar.
Struktur dan fungsi endotel dapat berubah secara independent
dengan aktivasi
endotel. Aktivasi endotel terjadi sebagai respon terhadap
berbagai stimuli seperti sitokin,
thrombin, lipopolisakarida, dan produk mikroba dan juga
perubahan ektrim dari tekanan
darah. Pada ALI/ARDS aktivasi endotel ini mengalami disregulasi
dan tek terkendali, yang
berkembang menjadi kebocoran kapiler, ekspresi molekul adhesi
dan sitokin.
Kerusakan epitel berupa nekrosis dan gangguan yang hebat
merupakan tanda
dariALI/ARDS. Sebanyak 90% epitel alveolar normal adalah tipe I
berbentuk pipih, yamg
-
5/28/2018 Ards
4/12
berfungsi untuk pertukaran gas dan merupakan barrier ketat
terhadap ektravasasi cairan ke
dalam rongga alveolar. Sel tipe II berbentuk kuboid dan
jumlahnya lebih sedikit, 10 % di
permukaan alveoli dan berfungsi sebagai produksi surfaktan,
transport ion dan mampu
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel tipe I serta
reabsorpsi cairan di dalam rongga
alveoli. Cairan edema yang mengandung bahan protein, merupakan
ciri dari ALI/ARDS
akibat dari gangguan pada kedua komponen membrane
alveolar-kapiler, berupa hilangnya
fungsi barier dan resorpsi cairan (Suratt and Parsons, 2006)
Leukosit dan mediator
Peran neutrofil sejak lama telah diketahui pada fase akut
ALI/ARDS. Predominasi
neutrofil dengan pelepasan bahan oksidan dan protease di cairan
edema paru serta cairan
BAL. Neutrofil direkrut ke dalam paru oleh mediator seperti
lipopolisakharida (pada sepsis
kuman gram-negatif) dan molekul seperti fragmen komplemen,
faktor lipid dan sitokin. Peran
sitokin diawali dengan pelepasan tumor necrosis faktor- (TNF-)
dan interleukin- (IL-)
yang disebut sitokin respons awal. Kedua sitokin ini bekerja
pada leukosit dan sel lainnya
seperti epitel alveoli, endotel dan fibroblas untuk memulai
suatu rangkaian sitokin sekunder
serta untuk melepas bahan lainnya yang akan menguatkan sinyal
inflamatori. Sitokin
sekunder yang bekerja pada neutrofil adalah sitokin CXC
(terutama IL-8) dan monosit
(sitokin CC, misalnya macrophage inflammatory protein-1) yang
bekerja mengaktifkan dan
merekrut sel-sel tersebut. Juga sitokin yang mengaktifkan
endotel vaskuler di paru akan
mengekspresikan molekul adhesi leukosit (Matthay dan Zimmerman,
2005).
Aktivasi neutrofil dan endotel vaskuler menyebabkan neutrofil
menempel pada
endotel kapiler yang mengalami jejas dan bergerak menepi
(marginating) melalui interstitium
ke dalam rongga alveol yang terisi dengan cairan edema kaya
protein. ALI/ARDS dapat
terjadi pada penderita neutropenia dan beberapa hewan coba
dengan ALI merupakan proses
neutrofil-independen. Neutrofil mempunyai peran penting dalam
pertahanan inang pada
keadaan ALI/ARDS, suatu faktor yang dapat menerangkan mengapa
pemberian anti-
inflamatori tidak memberi hasil (Ware and Matthay, 2000).
Variasi genetik pada sitokin dan reseptornya mempengaruhi
ekspresi ALI/ARDS.
Polimorfism pada gen untuk (TNF-) mempengaruhi meningkatnya
kepekaan dan mortaliti
ALI/ARDS. Polimorfism lainnya pada mediator pro dan
anti-inflamatori serta reseptor seperti
antagonis reseptor IL-1 dan toll-like receptor-4 (reseptor untuk
lipopolisakharida)
mempengaruhi manifestasi klinis sepsis dan juga ALI/ARDS (Suratt
and Parsons, 2006).
-
5/28/2018 Ards
5/12
Sitokin
Suatu jaringan sitokin yang kompleks dan bahan pro-inflamatori
lainnya mengawali
dan menguatkan respons inflamatori pada ALI/ARDS. Sitokin
pro-inflamatori dapat
diproduksi lokal di paru oleh sel inflamatori, sel epitel paru
atau fibroblas. Di dalam rongga
alveolar, makrofag alveolar menghasilkan berbagai macam sitokin,
interleukin 1, 6, 8 dan 10
(IL-1, IL-6, IL-8 dan IL-10) dan tumor necrosis faktor-(TNF-),
yang bekerja lokal untuk
merangsang kemotaksis dan mengaktifkan neutrofil. Sitokin
lainnya juga disekresi oleh
makrofag, termasuk IL-1, IL-6 dan IL-10. Molekul IL-10 juga
dapat merangsang fibroblas
untuk produksi matriks ekstraseluler. Neutrofil dapat melepaskan
oksidan, protease,
leukotrien dan molekul pro-inflamatori lainnya, seperti platelet
activating factor (PAF).
Sejumlah mediator anti-inflamatori juga terdapat di miliu
alveolar, termasuk antagonis
reseptor-interleukin-1, reseptor tumor necrosis factor,
autoantibodi terhadap IL-8, sitokin IL-
10 dan IL-11. Molekul macrophage inhibitory factor (MIF)
merupakan suatu sitokin
regulator yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary anterior yang
ditemukan dalam konsentrasi
tinggi di cairan BAL penderita. Sitokin ini meningkatkan
produksi sitokin IL-8 dan TNF-
dan dapat meniadakan hambatan glukokortikoid pada sekresi
sitokin. Selain produksi sitokin
proinfalamtori, juga balans antara mediator proinflamatori dan
antiinflamatori mempunyai
peran yang penting (Ware and Matthay, 2000; Matthay and
Zimmerman, 2005).
Koagulasi dan Platelet
Telah diketahui bahwa membran hialin intraalveolar dan trombi
mikrovaskuler
merupakan gambaran histologi akut ALI/ARDS yaitu deposit fibrin
di paru dan dengan
imbalans produksi dan degradasi molekul tersebut. Pada paru yang
sehat, status fibrinolitik
dipertahankan dengan kerja aktivator plasminogen urokinase, yang
mengubah plasminogen
menjadi faktor fibrinolitik, plasmin. Plasmin akan memecah
fibrin. Pada paru yang sakit
balans ini terganggu dengan bocornya faktor koagulasi ke dalam
interstitium dan rongga
alveoli. Keadaan imbalans ini disertai ekspresi molekul
prokoagulan oleh endotel yang sakit
dan komponen epitel serta peningkatan inhibitor fibrinolisis
(seperti plasminogen activator-1
atau plasminogen-activator inhibitor type-1 [PAI-1])
mengakibatkan aktivitas prokoagulan
tanpa ada yang menghalangi. Pembentukan fibrin ini akan
menyebabkan gangguan
keseimbangan ventilasi-perfusi.
Deposisi fibrin dan trombin ini, yang menguatkan ekspresi
molekul adhesi pada kedua
sel dan pada endotel, meningkatkan permiabilitas kapiler. Juga
aktivasi ini menyebabkan
pelepasan lebih lanjut TNF- dan IL1- dan sitokin lainnya seperti
IL-8, yang selanjutnya
-
5/28/2018 Ards
6/12
akan mengaktivasi neutrofil dan endotel vaskuler secara langsung
untuk meningkatkan
respons inflamatori. Platelet juga mempunyai efek
pro-inflamatori yang sama pada
ALI/ARDS, tetapi juga mempunyai efek memperbaiki kebocoran
kapiler, sehingga efek
keseluruhannya belum jelas. Peran genetik polimorfism pada
protein koagulasi seperti PAI-1
dan trombospondin menyebabkan variasi pada kadar sitokin
pro-inflamatori serta keadaan
klinis pada penderita sepsis dengan ALI/ARDS (Matthay and
Zimmerman, 2005).
Surfaktan
Peran lain pada patofisiologi ALI/ARDS adalah disfungsi
surfaktan. Surfaktan
merupakan kompleks lipoprotein terdiri dari fosfolipid, lipid
netral dan protein surfaktan (SP-
A, B, C dan D) dan disekresi oleh epitel alveolar tipe II yang
membatasi permukaan alveolar.
Berfungsi biologis dan imunologis yang menurunkan tegangan
permukaan pada perbatasan
udara dan cairan (mempertahankan patensi alveoli) serta ikut
pada respons imun inat.
Pemeriksaan BAL pada penderita ALI/ARDS menunjukkan perubahan
surfaktan pada fase
awal, komposisi dan influks cairan edema serta protein serum ke
dalam alveoli. Keadaan ini
diperburuk dengan jejas pada epitel tipe II, sehingga
menyebabkan gangguan instabilitas dan
kolaps alveoli serta mengubah fungsi imunnya. Kolapsnya alveoli
menurunkan komplains
paru, memperburuk hipoksemia dan menarik cairan edema lebih
banyak masuk ke dalam
alveoli mengakibatkan suatu lingkaran disfungsi lebih lanjut
dari surfaktan serta edema
alveoli. Genetik polimorfism pada protein SP-B menyebabkan
resiko lebih besar terjadinya
ALI/ARDS, sehingga disfungsi surfaktan mungkin dipengaruhi oleh
mekanisme jejas dan
faktor inang (Ware and Matthay, 2000; Suratt and Parsons,
2006).
Ventilator-induced Lung Injury
ALI yang disebabkan ventilator mekanik pada hewan coba disebut
ventilator-induced
lung injury (VILI). Sedangkan ventilator-associated lung injury
(VALI) adalah lung injury
yang mirip ARDS dan terjadi pada penderita yang menggunakan
ventilator mekanik. Telah
diketahui sejak lama bahwa terdapat efek toksik yang potensial
pada penggunaan oksigen
dengan fraksi tinggi. Penggunaan ventilator dengan volume dan
tekanan tinggi dapat
menimbulkan jejas pada paru, menyebabkan peningkatan
permiabilitas edema paru di bagian
paru yang tidak sakit dan meningkatkan edema paru di bagian paru
yang sakit. Pada
pemeriksaan radiologi diketahui adanya heterogenitas dari
patensi alveoli pada keadaan ini.
Selama siklus volume tidal terdapat tiga area, yaitu area yang
terisi penuh cairan merupakan
area kolaps, area paten yang mengalami overdistensi pada
inspirasi dan area atelektasis yang
-
5/28/2018 Ards
7/12
mengalami buka dan tutup berulang karena instabiliti alveoli.
Dengan demikian pada
penggunaan ventilator terjadi overdistensi berulang pada alveoli
yang paten dan shear injury
pada area yang mengalami atelektasis siklis. Keadaan ini
menimbulkan sinyal inflamatori
lokal dan sistemik, gangguan langsung pada membran
alveol-kapiler dan gangguan klirens
cairan alveolar. Sitokin inflamatori termasuk IL-6 dan IL-8
dilepaskan ke dalam paru dan
darah selama penggunaan ventilator pada ALI/ARDS. Juga dengan
volume tidal yang tinggi,
dapat terjadi jejas mekanik langsung pada membran alveol-kpiler
dan aktivasi endotel
alveolar serta dapat mengurangi klirens edema alveoli melalui
perubahan fungsi pneumosit
tipe II (Piantadosi and Schwartz, 2004; Ramnath and Thompson,
2006).
Fibrosing Alveolitis
Beberapa penderita setelah fase akut ALI/ARDS mengalami
penyembuhan tanpa
komplikasi dan mengalami resolusi dengan cepat. Dapat juga
berkembang menjadi jejas paru
fibrotik, yang dapat dilihat sejak 5-7 hari setelah kelainan
mulai. Rongga alveolar menjadi
penuh terisi dengan sel mesenkim dan produknya, bersama dengan
pembuluh darah baru.
Adanya fibrosing alveolitis (FA) berhubungan dengan meningkatnya
risiko kematian.
Penderitanya meninggal dengan akumulasi kolagen dan fibronektin
di dalam parunya pada
autopsi. Nampaknya proses FA timbul sejak awal terjadinya
kelainan dan diperlancar oleh
mediator proinflamatori dini seperti IL-1. Kadar peptida
prokolagen III, suatuprecursordari
sintesis kolagen, meningkat jumlahnya sejak awal penyakit di
kompartemen alveolar, bahkan
pada saat intubasi dan mulainya ventilator. Munculnya prokolagen
III yang dini di dalam
rongga alveolar berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian
(Gambar 1) (Ware and
Matthay, 2000).
Transfusion-related acute lung injury
Transfusion-related acute lung injury(TRALI) merupakan diagnosis
klinis apabila 6
jam setelah transfuse dengan produk darah terjadi ALI/ARDS
(tanpa adanya risiko lainnya
untuk ARDS). Insidens TRALI sebanyak 1:5000 transfusi produk
darah dan kemungkinan
terjadinya ALI akibat tranfusi produk darah (TRALI) lebih
banyak, karena mungkin ringan
berupa penurunan sedikit saturasi oksigen sehingga tidak
terdiagnosis. Semua produk darah
yang mengandung plasma dapat menimbulkan TRALI, termasuk whole
blood, PRBC, fresh
frozen plasma (FFP), whole blood platelets, apheresis platelets,
dan lebih jarang yaitu
intravena immunoglobulin dan cryoprecipitate. Penyebab terbanyak
ALI/ARDS adalah
produk darah dengan fraksi plasma terbanyak yaitu FFP dan
platelet (Looney, 2006).
-
5/28/2018 Ards
8/12
Gambar 1. Patogenesis ARDS (Ware dan Matthay, 2000)
-
5/28/2018 Ards
9/12
Resolusi
Cara yang dapat mempercepat terjadinya resolusi keadaan ini sama
pentingnya
dengan proses yang dapat mengurangi jejas paru inflamatori dini.
Pengurangan edema
alveolar terjadi melalui transport aktif Na dan Cl dari rongga
paru distal ke dalam
interstisium, sedangkan air dialirkan secara pasif melalui kanal
air transeluler akuaporin yang
terutama terdapat pada sel tipe I. Kemampuan mengalirkan cairan
alveoli ini berkaitan
dengan perbaikan oksigenasi, waktu penggunaan ventilator yang
lebih pendek dan
kemungkinan untuk penyembuhannya. Pembersihan protein tak larut
mempunyai peranan
penting, Karena membrane hialin merupakan kerangka yang baik
untuk terbentuknya
jaringan fibrosis. Protein tak larut ini dibersihkan melalui
endositosis dan transitosis oleh
epitel elveoli serta fagositosis oleh makrofag. Protein terlarut
dibersihkan melalui difusi antar
sel epitel alveoli (Hudson and Hough, 2006).
Sel tipe II merupakan progenitor untuk re-epitelialisasi dinding
alveoli yang
mengalami denudasi. Sel-sel tersebut berproliferasi untuk
menutup keadaan denudasi pada
membrane basalis, berdiferensiasi menjadi sel tipe I, memulihkan
arsitektur dari alveolar dan
meningkatkan kemampuan epitel alveolar untuk transport cairan.
Proliferasi ini dikendalikan
oleh factor pertumbuhan epitel yaitu keratinosit dan hepatocyte
growth factors.
Ventilator Mekanik
Penggunaan volume tidal pada penderita ARDS selama kurun waktu
duapuluh tahun
ini menurun dari > 12 ml/kgBB pada tahun 1970an menjadi <
9 ml/kgBB. Pada tahun 2000
penelitian ARDS Network mendapatkan bahwa volume tidal 5 ml/kgBB
dengan tekanan
plateau yang dibatasi sampai 30 cmH2O, menurunkan angka
mortalitas dari 40 % menjadi 31
%. Penelitian ARDS Network berikutnya pada tahun 2004 tidak
mendapat perbedaan pada
penggunaan dengan tekanan PEEP yang lebih rendah dari 8,3 cmH2O
dibandingkan dengan
tekanan PEEP yang lebih tinggi 13,2 cmH2O ( Haitsma, 2006)
Prone Ventilasi
Pada ARDS, hipoksemia yang terjadi terutama akibat perfusi
bagian paru yang
letaknya di bagian bawah (dependent), bagian yang mengalami
atelektasis atau konsolidasi
dengan akibat ketidakseimbangan V/Q atau shunt. Melakukan
reposisi dari posisi terlentang
(supine) menjadi posisi tiarap (prone) dapat mengubah densitas
paru ( dideteksi dengan CT-
scan) yang terdapat di bagian posterior menjadi di paru bagian
anterior. Beberepa penelitian
mendapatkan perbaikan oksigenasi dengan cara ini pada 75 %
penderita. Juga terdapat
-
5/28/2018 Ards
10/12
reduksi pada shunt sebanyak 11 %. Dan peningkatan sebanyak 12 %
pada unit dengan V/Q
normal. Setelah beberapa jam pada posisi tiarap, penderita tetap
dalam perbaikan
oksigenasinya setelah dikembalikan pada posisi terlentang.
Dengan menggunakan tempat
tidur yang dapat diputar, posisi penderita juga dapat
diubah-ubah, dapat diperoleh perbaikan
oksigenasi pada penderita ARDS. Walaupun posisi tiarap dapat
memperbaiki oksigenasi,
penggunaan secara rutin pada gagal nafas akut belum dapat
dibenarkan. Posisi tiarap
mungkin bermanfaat untuk penderita dengan hipoksia berat
(Anzueto and Guntapalli,2006;
Haitsma, 2006).
Penggantian Surfaktan
Gangguan fungsi surfaktan memiliki peran yang jelas dalam
perkembangan ARDS.
Penggunaan surfaktan pada penderita ARDS sulit untuk menunjukkan
hasil yang baik.
Exosurf, suatu surfaktant sintetis diberikan secara nebulisasi
dalam suatu penelitian
multicenter. Hasilnya tidak dapat menunjukkan adanya perbedaan
mortalitas antara exosurf
dengan placebo pada penderita septic ARDS. Suatu bahan surfaktan
dari hewan sapi survanta
(beractant) diberikan melalui pipa endotrakeal, menunjukkan
adanya hubungan antara dosis
dengan menurunnya mortaliitas. Walaupun penggantian surfaktan
adalah pada fisiologi
pernafasan, terdapat bukti in vitro bahwa surfaktan menghambat
sekresi sitokin oleh
makrofak alveolar, dengan demikian mungkin dapat mengurangi
imflamasi alveolar pada
ARDS. Sampai saat ini penggunaan surfaktan eksogen belum dapat
direkomendasikan secara
rutin untuk ALI/ARDS (Anzueto and Guntapalli,2006; Haitsma,
2006).
Partial Liquid Ventilation dengan Perfluorocarbon
Perfluorocarbon adalah suatu bahan kimia organic
perfluorochemical dengan delapan atom
karbon, merupakan bahan cair yang nonkompresibel, mempunyai
afinitas tinggi terhadap
oksigen dan korbondioksida dan mempunyai sifat seperti
surfaktan. Pengisian paru dengan
bahan ini akan menyebabkan rekrut dari alveolar yang kolap
dengan cairan sehingga
mencegah pembukaan dan penutupan siklik dari alveolar. Mungkin
diperkirakan dapat
membantu dalam kerusakan paru. ( Anzueto and Guntapalli, 2006).
Kacmarek dan kawan-
kawan mendapatkan bahwa pada saat ini belum dapat
merekomendasikan penggunaan untuk
ARDS ( Kacmarek, 2006)
-
5/28/2018 Ards
11/12
Pembatasan Cairan
Keadaan ARDS ditandai dengan meningkatnya 2-3 kali cairan paru
ektravaskular (
extravascular lung water) ( EVLW) dibandingkan dengan orang
normal. Akumulasi cairan
pada ARDS terjadi karena meningkatnya permaibilitas vascular
serta meningkatnya perfusi
atau tekanan hidrostatik. Terdapat hubungan antara intake cairan
kumulatif, berat badan, serta
prognosa yang jelek. Dieresis atau retriksi cairan dapat
memperbaiki fungsi paru tetapi dapat
membahayakan organ ektrapulmonal. Penelitian ARDS Network dan
beberapa penelitian
membandingkan managemen cairan yang dibatasi dengan yang lebih
bebas pada penderita
ARDS. Walaupun secara statistic tidak bermakna, angka mortalitas
pada cara retriksi lebih
rendah. Terdapat perbaikan fungsi paru dan penggunaan ventilator
serta perawatan di ICU
yang lebih pendek tanpa meningkatkan kegagalan organ
nonpulmonal. ( Wiedemann et al,
2006). Saat ini terdapat kecendrungan untuk memakai restriksi
cairan dan penggunaan
diuretika ( Haitsma, 2006)
Kortikosteroid
Sehubungan dengan mekanisme inflamatori pada ARDS, banyak yang
menggunakan
kortikosteroid sebagai pengobatannya. Pada awal tahun 1980
beberapa penelitian
menggunakan kortikosteroid dosis tinggi untuk terapi shock
septic dengan hasil yang
negative. Tidak didapatkan perbaikan pada oksigenasi complains,
skor foto thoraks atau
pulmonary artery pressure serta jumlah yang lebih sedikit kasus
yang sembuh dari ARDS dari
pada pemberian dengan placebo.
Annane dan kawan-kawan dengan steroid dosis kecil, mendapat
perbaikan pada shock
septic yang nonrespon pada uji dengan kortikotropin, tetapi
tidak mendapat perbaikan pada
mereka yang member respone pada uji kortikotropin dan penderita
bukan shock septic (
Annane et al, 2006). Juga penelitian ARDS Network pada 180
penderita, pemberian
metilprednisolone berhubungan dengan meningkatnya kematian pada
hari ke 60 dan hari ke
180 ( steinberg et al, 2006). Medun dan kawan-kawan menggunakan
metilprednisolon infuse
1 mg/kgBB/hari dengan dosis menurun selama 28 hari. Terdapat
penurunan respone
inflamasi dengan perbaikan disfungsi organ paru dan
ektrapulmonal serta pengurangan
penggunaan ventilator di ICU ( Menduri, 2007). Masih diperlukan
penelitian lainnya untuk
menjelaskan peran kortikosteroid pada ADRS (Haitsma 2006).
-
5/28/2018 Ards
12/12
Summary
Acute Lung Injury (ALI) and Acute Respiratory Distress Syndrome
are the complex response
of the lung to direct or indirect insult characterized by sudden
onset severe hypoxemia,
radiographic evidence of bilateral infiltrates and absence of
left heart failure. The most
commons cause of ARDS is sepsis (including pneumonia), but
severe trauma, and aspiration
of gastric contents are also independent risk factors.
Tranfusion-related Acute Lung Injury
(TRALI), the Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) and H5N1
Influenza are also
recently described as cause of ALI/ARDS. The pathofisiology of
ALI/ARDS represent a
complex and protean expression of multiple processes culm nating
in a common end point.
ARDS should be seen as a systemic disease therefore systemic
management in most
importantand must focus primarily on treatment of the underlying
cause (e.g the causing the
sepsis). Other treatment are primarily supportive.