Top Banner
STRESS LUNG (Acute Lung Injury / Acute Respiratory Distress Syndrome ) J.F Palilingan Lab I Penyakit Paru FK Unair / SMF Penyakit Paru RSUD dr.Soetomo Suatu gejala klinik berupa gagal nafas mendadak yang ditandai dengan infiltrate difus  pada foto thoraks, hipoksemia berat dan menurunnya complains paru disebut oleh asbaugh dan kawan kawan pada tahun 1967 sebagai acute respiratory distress in adults. Gambaran  patologi berupa edema paru yang berat, kongesti vaskuler dengan perdarahan, atelektasis serta pembentukan membran hialin. Berikutnya Petty dan Asbaugh pada tahun 1971 sindroma klinik tersebut oleh Petty disebut dengan adult respiratory distress syndrome. Oleh murray kerusakan di paru dibagi dalam beberapa gradasi untuk mengetahui besarnya gangguan pernafasan, berupa lung injury score (LIS). Terdapat skor untuk empat komponen yaitu skor untuk foto thoraks, hipoksemia, positive end expiratory syndrome (PEEP) dan system complains (compliance) pernafasan dengan nilai 0,1,2,3,4. Apabila LIS > 2.5 maka keadaan tersebut disebut ARDS. Sedangkan skor yang lebih rendah menunjukkan kerusakan  paru yang derajatnya ringan atau sedang (Ware and Mattnay , 2000) The American   European consensus conference (AECC) on ARDS pada tahun 1994 memberi batasan ALI sebagai berikut a) gangguan oksigenasi dengan rasio arterial parsial  pressure of oxygen to inspired oxygen fraction (PaO2/FiO2) < 300 mmHg. b) kesuraman  bilateral pada foto toraks yang sesuai dengan edema paru, dan c) pulmonary artery occlusion  pressure (PAOP) < 18 mmHg atau bila tidak ada kelainan pada pemeriksaan klinik adanya hipertensi atrium kiri. Kerusakan yang lebih berat berupa ARDS yang kriterianya sama, kecuali untuk rasio PaO2/FiO2 <200 (Lee and Slutsky, 2005) Faktor Resiko Terdapat banyak factor resiko yang berkaitan dengan ARDS baik melalui jejas paru langsung maupun tidak langsung (Deutcsmann, 1998, Ware and Mattha y, 2000)
12

Ards

Oct 18, 2015

Download

Documents

ARDS
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 5/28/2018 Ards

    1/12

    STRESS LUNG

    (Acute Lung Injury / Acute Respiratory Distress Syndrome)

    J.F Palilingan

    Lab I Penyakit Paru FK Unair / SMF Penyakit Paru RSUD dr.Soetomo

    Suatu gejala klinik berupa gagal nafas mendadak yang ditandai dengan infiltrate difus

    pada foto thoraks, hipoksemia berat dan menurunnya complains paru disebut oleh asbaugh

    dan kawan kawan pada tahun 1967 sebagai acute respiratory distress in adults. Gambaran

    patologi berupa edema paru yang berat, kongesti vaskuler dengan perdarahan, atelektasis

    serta pembentukan membran hialin. Berikutnya Petty dan Asbaugh pada tahun 1971

    sindroma klinik tersebut oleh Petty disebut dengan adult respiratory distress syndrome. Oleh

    murray kerusakan di paru dibagi dalam beberapa gradasi untuk mengetahui besarnya

    gangguan pernafasan, berupa lung injury score (LIS). Terdapat skor untuk empat komponen

    yaitu skor untuk foto thoraks, hipoksemia, positive end expiratory syndrome (PEEP) dan

    system complains (compliance) pernafasan dengan nilai 0,1,2,3,4. Apabila LIS > 2.5 maka

    keadaan tersebut disebut ARDS. Sedangkan skor yang lebih rendah menunjukkan kerusakan

    paru yang derajatnya ringan atau sedang (Ware and Mattnay, 2000)

    The AmericanEuropean consensus conference (AECC) on ARDS pada tahun 1994

    memberi batasan ALI sebagai berikut a) gangguan oksigenasi dengan rasio arterial parsial

    pressure of oxygen to inspired oxygen fraction (PaO2/FiO2) < 300 mmHg. b) kesuraman

    bilateral pada foto toraks yang sesuai dengan edema paru, dan c) pulmonary artery occlusion

    pressure (PAOP) < 18 mmHg atau bila tidak ada kelainan pada pemeriksaan klinik adanya

    hipertensi atrium kiri. Kerusakan yang lebih berat berupa ARDS yang kriterianya sama,

    kecuali untuk rasio PaO2/FiO2

  • 5/28/2018 Ards

    2/12

    Clinical disorders associated with the development of ARDS

    Direct lung Injury Indirect Lung Injury

    Common Causes Common Causes

    Pneumonia Sepsis

    Aspiration of gastric contents Severe trauma with shock

    and multiple transfusions

    Less Common Causes Less Common Causes

    Pulmonary contusion Cardiopulmonary bypass

    Fat Emboli Drug Overdose

    Near Drowning Acute Pancreatitis

    Inhalation Injury Transfussions of Blood Products

    Sepsis tetap merupakan penyebab terbanyak dengan 5-35% penderita sepsis

    berkembang menjadi ARDS. Syok atau Hipotensi berkepanjangan, luka Bakar dan systemic

    inflamatory response syndrome (SIRS) juga sering jatuh dalam keadaan ARDS (Balk, 1998).

    Pada SIRS (n=2527) didapatkan ARDS sebanyak 3%. Pada penderita dengan sepsis

    angkanya kurang lebih sama 4%. Pada penderita sepsis yang biakannya positif terdapat dua

    kali lebih banyak dari penderita sepsis yang biakannya negatif (6% dan 3%). Pada penderita

    sepsis berat (hipotensi atau hipoperfusi organ) dan syok septik (hipotensi atau hipoperfusi

    organ) masingmasing sebanyak 6% dan 18%. Hudson dan kawan-kawan pada tahun 1995

    mendapatkan 32% penderita septik yang akhirnya yang menjadi ARDS dalam 12 jam. 54%

    menjadi ARDS dalam 24 jam, 72% dalam 2 hari dan 90 % dalam 4 hari. Penderita dengan

    asidosis respiratorik akan berkembang lebih cepat menjadi ARDS (90% dalam waktu 2 hari)

    sedang penderita akibat trauma lebih lambat (90 % dalam 5-6 hari) (Sessler et.al 1996).

    Beberapa penyebab selainnya sepsis adalah pneumonia akibat infeksidenhgan virus

    seperti severe acute respiratory distress syndrome (SARS) dan Avian influenza (Looney,

    2006)

    Evaluasi klinik

    Pemeriksaan klinik yang diperlukan pada penderita yang dicurigai sebagai ALI atau ARDS

    ialah pemeriksaan yang tercantum dalam kriteria untuk menegakkan diagnosis, serta untuk

    melakukan penderajatan beratnya penyakit sesuai dengan LIS. Juga perlu diketahui adanya

    faktor risiko, penyakit akut atau kronis yang menyertai, serta adanya manifestasi gangguan

    organ non-paru lainnya. Adanya gagal jantung kiri diketahui dengan monitoring

  • 5/28/2018 Ards

    3/12

    hemodinamik menggunakan kateter arteri pulmonal untuk mengukur pulmonary capillary

    wedge pressure(PCWP) serta output jantung.

    Pada pemeriksaan radiologis dengan foto toraks, didapatkan infiltrat alveolar bilateral,

    difus, yang identik dengan gagal jantung kongestif, tetapi tidak dipengaruhi oleh gravitasi.

    Penggunaan computed tomography (CT) pada ARDS selain untuk deteksi kelainan di paru,

    juga untuk evaluasi gangguan fisiologi paru sehubungan dengan proses kerusakan di paru.

    Pemeriksaan fiberoptic Bronchoscopy (FOB) dan bronchoalveolar lavage (BAL) penting

    pada evaluasi penderita dengan infiltrate paru yang difus untuk mengekslusi efusi, perdarahan

    alveolar, keganasan, serta penyakit lain yang mirip dengan ARDS. Neutrofilia pada cairan

    BAL dihubungkan dengan meningkatnya permeabilitas vascular, lamanya ARDS serta

    meningkatnya kematian (Lee and Slutsky, 2005)

    Patogenesis

    Terdapat banyak proses komplek yang menyebabkan kegagalan membrane alveolar

    kapiler dengan akibatnya berupa edema karena meningkatnya permeability. Berbai jalur

    untuk terjadinya ALI/ARDS dan pengaruh dari factor inang meninimbulkan keragaman dari

    manifestasi dan prognosis penyakit. Juga factor usia, gender dan ras mempengaruhi resiko

    kejadian penyakit dan mortalitasnya yang mungkin mencerminkan perbedaan fatofisiologi

    penyakit. (Piantadosi and schwatz, 2004)

    Kegagalan Membran Alveolar-kapiler

    Pada fase akut ALI/ARDS terjadi penungkatan permeabilitas rintangan alveolar

    kapiler yang ditandai adanya influx cairan edema kaya protein. Membrane alveolar-kapiler

    dibentuk oleh endotel kapiler dan epitel alveolar, yang fungsi keduanya terganggu pada

    ALI/ARDS. Ada banyak mekanisme yang menyebabkan kegagalan membrane alveolar-

    kapiler dan dapat dibedakan yaitu yang mempengaruhi endotel kapiler dan yang

    mempengaruhi epitel alveolar.

    Struktur dan fungsi endotel dapat berubah secara independent dengan aktivasi

    endotel. Aktivasi endotel terjadi sebagai respon terhadap berbagai stimuli seperti sitokin,

    thrombin, lipopolisakarida, dan produk mikroba dan juga perubahan ektrim dari tekanan

    darah. Pada ALI/ARDS aktivasi endotel ini mengalami disregulasi dan tek terkendali, yang

    berkembang menjadi kebocoran kapiler, ekspresi molekul adhesi dan sitokin.

    Kerusakan epitel berupa nekrosis dan gangguan yang hebat merupakan tanda

    dariALI/ARDS. Sebanyak 90% epitel alveolar normal adalah tipe I berbentuk pipih, yamg

  • 5/28/2018 Ards

    4/12

    berfungsi untuk pertukaran gas dan merupakan barrier ketat terhadap ektravasasi cairan ke

    dalam rongga alveolar. Sel tipe II berbentuk kuboid dan jumlahnya lebih sedikit, 10 % di

    permukaan alveoli dan berfungsi sebagai produksi surfaktan, transport ion dan mampu

    berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel tipe I serta reabsorpsi cairan di dalam rongga

    alveoli. Cairan edema yang mengandung bahan protein, merupakan ciri dari ALI/ARDS

    akibat dari gangguan pada kedua komponen membrane alveolar-kapiler, berupa hilangnya

    fungsi barier dan resorpsi cairan (Suratt and Parsons, 2006)

    Leukosit dan mediator

    Peran neutrofil sejak lama telah diketahui pada fase akut ALI/ARDS. Predominasi

    neutrofil dengan pelepasan bahan oksidan dan protease di cairan edema paru serta cairan

    BAL. Neutrofil direkrut ke dalam paru oleh mediator seperti lipopolisakharida (pada sepsis

    kuman gram-negatif) dan molekul seperti fragmen komplemen, faktor lipid dan sitokin. Peran

    sitokin diawali dengan pelepasan tumor necrosis faktor- (TNF-) dan interleukin- (IL-)

    yang disebut sitokin respons awal. Kedua sitokin ini bekerja pada leukosit dan sel lainnya

    seperti epitel alveoli, endotel dan fibroblas untuk memulai suatu rangkaian sitokin sekunder

    serta untuk melepas bahan lainnya yang akan menguatkan sinyal inflamatori. Sitokin

    sekunder yang bekerja pada neutrofil adalah sitokin CXC (terutama IL-8) dan monosit

    (sitokin CC, misalnya macrophage inflammatory protein-1) yang bekerja mengaktifkan dan

    merekrut sel-sel tersebut. Juga sitokin yang mengaktifkan endotel vaskuler di paru akan

    mengekspresikan molekul adhesi leukosit (Matthay dan Zimmerman, 2005).

    Aktivasi neutrofil dan endotel vaskuler menyebabkan neutrofil menempel pada

    endotel kapiler yang mengalami jejas dan bergerak menepi (marginating) melalui interstitium

    ke dalam rongga alveol yang terisi dengan cairan edema kaya protein. ALI/ARDS dapat

    terjadi pada penderita neutropenia dan beberapa hewan coba dengan ALI merupakan proses

    neutrofil-independen. Neutrofil mempunyai peran penting dalam pertahanan inang pada

    keadaan ALI/ARDS, suatu faktor yang dapat menerangkan mengapa pemberian anti-

    inflamatori tidak memberi hasil (Ware and Matthay, 2000).

    Variasi genetik pada sitokin dan reseptornya mempengaruhi ekspresi ALI/ARDS.

    Polimorfism pada gen untuk (TNF-) mempengaruhi meningkatnya kepekaan dan mortaliti

    ALI/ARDS. Polimorfism lainnya pada mediator pro dan anti-inflamatori serta reseptor seperti

    antagonis reseptor IL-1 dan toll-like receptor-4 (reseptor untuk lipopolisakharida)

    mempengaruhi manifestasi klinis sepsis dan juga ALI/ARDS (Suratt and Parsons, 2006).

  • 5/28/2018 Ards

    5/12

    Sitokin

    Suatu jaringan sitokin yang kompleks dan bahan pro-inflamatori lainnya mengawali

    dan menguatkan respons inflamatori pada ALI/ARDS. Sitokin pro-inflamatori dapat

    diproduksi lokal di paru oleh sel inflamatori, sel epitel paru atau fibroblas. Di dalam rongga

    alveolar, makrofag alveolar menghasilkan berbagai macam sitokin, interleukin 1, 6, 8 dan 10

    (IL-1, IL-6, IL-8 dan IL-10) dan tumor necrosis faktor-(TNF-), yang bekerja lokal untuk

    merangsang kemotaksis dan mengaktifkan neutrofil. Sitokin lainnya juga disekresi oleh

    makrofag, termasuk IL-1, IL-6 dan IL-10. Molekul IL-10 juga dapat merangsang fibroblas

    untuk produksi matriks ekstraseluler. Neutrofil dapat melepaskan oksidan, protease,

    leukotrien dan molekul pro-inflamatori lainnya, seperti platelet activating factor (PAF).

    Sejumlah mediator anti-inflamatori juga terdapat di miliu alveolar, termasuk antagonis

    reseptor-interleukin-1, reseptor tumor necrosis factor, autoantibodi terhadap IL-8, sitokin IL-

    10 dan IL-11. Molekul macrophage inhibitory factor (MIF) merupakan suatu sitokin

    regulator yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary anterior yang ditemukan dalam konsentrasi

    tinggi di cairan BAL penderita. Sitokin ini meningkatkan produksi sitokin IL-8 dan TNF-

    dan dapat meniadakan hambatan glukokortikoid pada sekresi sitokin. Selain produksi sitokin

    proinfalamtori, juga balans antara mediator proinflamatori dan antiinflamatori mempunyai

    peran yang penting (Ware and Matthay, 2000; Matthay and Zimmerman, 2005).

    Koagulasi dan Platelet

    Telah diketahui bahwa membran hialin intraalveolar dan trombi mikrovaskuler

    merupakan gambaran histologi akut ALI/ARDS yaitu deposit fibrin di paru dan dengan

    imbalans produksi dan degradasi molekul tersebut. Pada paru yang sehat, status fibrinolitik

    dipertahankan dengan kerja aktivator plasminogen urokinase, yang mengubah plasminogen

    menjadi faktor fibrinolitik, plasmin. Plasmin akan memecah fibrin. Pada paru yang sakit

    balans ini terganggu dengan bocornya faktor koagulasi ke dalam interstitium dan rongga

    alveoli. Keadaan imbalans ini disertai ekspresi molekul prokoagulan oleh endotel yang sakit

    dan komponen epitel serta peningkatan inhibitor fibrinolisis (seperti plasminogen activator-1

    atau plasminogen-activator inhibitor type-1 [PAI-1]) mengakibatkan aktivitas prokoagulan

    tanpa ada yang menghalangi. Pembentukan fibrin ini akan menyebabkan gangguan

    keseimbangan ventilasi-perfusi.

    Deposisi fibrin dan trombin ini, yang menguatkan ekspresi molekul adhesi pada kedua

    sel dan pada endotel, meningkatkan permiabilitas kapiler. Juga aktivasi ini menyebabkan

    pelepasan lebih lanjut TNF- dan IL1- dan sitokin lainnya seperti IL-8, yang selanjutnya

  • 5/28/2018 Ards

    6/12

    akan mengaktivasi neutrofil dan endotel vaskuler secara langsung untuk meningkatkan

    respons inflamatori. Platelet juga mempunyai efek pro-inflamatori yang sama pada

    ALI/ARDS, tetapi juga mempunyai efek memperbaiki kebocoran kapiler, sehingga efek

    keseluruhannya belum jelas. Peran genetik polimorfism pada protein koagulasi seperti PAI-1

    dan trombospondin menyebabkan variasi pada kadar sitokin pro-inflamatori serta keadaan

    klinis pada penderita sepsis dengan ALI/ARDS (Matthay and Zimmerman, 2005).

    Surfaktan

    Peran lain pada patofisiologi ALI/ARDS adalah disfungsi surfaktan. Surfaktan

    merupakan kompleks lipoprotein terdiri dari fosfolipid, lipid netral dan protein surfaktan (SP-

    A, B, C dan D) dan disekresi oleh epitel alveolar tipe II yang membatasi permukaan alveolar.

    Berfungsi biologis dan imunologis yang menurunkan tegangan permukaan pada perbatasan

    udara dan cairan (mempertahankan patensi alveoli) serta ikut pada respons imun inat.

    Pemeriksaan BAL pada penderita ALI/ARDS menunjukkan perubahan surfaktan pada fase

    awal, komposisi dan influks cairan edema serta protein serum ke dalam alveoli. Keadaan ini

    diperburuk dengan jejas pada epitel tipe II, sehingga menyebabkan gangguan instabilitas dan

    kolaps alveoli serta mengubah fungsi imunnya. Kolapsnya alveoli menurunkan komplains

    paru, memperburuk hipoksemia dan menarik cairan edema lebih banyak masuk ke dalam

    alveoli mengakibatkan suatu lingkaran disfungsi lebih lanjut dari surfaktan serta edema

    alveoli. Genetik polimorfism pada protein SP-B menyebabkan resiko lebih besar terjadinya

    ALI/ARDS, sehingga disfungsi surfaktan mungkin dipengaruhi oleh mekanisme jejas dan

    faktor inang (Ware and Matthay, 2000; Suratt and Parsons, 2006).

    Ventilator-induced Lung Injury

    ALI yang disebabkan ventilator mekanik pada hewan coba disebut ventilator-induced

    lung injury (VILI). Sedangkan ventilator-associated lung injury (VALI) adalah lung injury

    yang mirip ARDS dan terjadi pada penderita yang menggunakan ventilator mekanik. Telah

    diketahui sejak lama bahwa terdapat efek toksik yang potensial pada penggunaan oksigen

    dengan fraksi tinggi. Penggunaan ventilator dengan volume dan tekanan tinggi dapat

    menimbulkan jejas pada paru, menyebabkan peningkatan permiabilitas edema paru di bagian

    paru yang tidak sakit dan meningkatkan edema paru di bagian paru yang sakit. Pada

    pemeriksaan radiologi diketahui adanya heterogenitas dari patensi alveoli pada keadaan ini.

    Selama siklus volume tidal terdapat tiga area, yaitu area yang terisi penuh cairan merupakan

    area kolaps, area paten yang mengalami overdistensi pada inspirasi dan area atelektasis yang

  • 5/28/2018 Ards

    7/12

    mengalami buka dan tutup berulang karena instabiliti alveoli. Dengan demikian pada

    penggunaan ventilator terjadi overdistensi berulang pada alveoli yang paten dan shear injury

    pada area yang mengalami atelektasis siklis. Keadaan ini menimbulkan sinyal inflamatori

    lokal dan sistemik, gangguan langsung pada membran alveol-kapiler dan gangguan klirens

    cairan alveolar. Sitokin inflamatori termasuk IL-6 dan IL-8 dilepaskan ke dalam paru dan

    darah selama penggunaan ventilator pada ALI/ARDS. Juga dengan volume tidal yang tinggi,

    dapat terjadi jejas mekanik langsung pada membran alveol-kpiler dan aktivasi endotel

    alveolar serta dapat mengurangi klirens edema alveoli melalui perubahan fungsi pneumosit

    tipe II (Piantadosi and Schwartz, 2004; Ramnath and Thompson, 2006).

    Fibrosing Alveolitis

    Beberapa penderita setelah fase akut ALI/ARDS mengalami penyembuhan tanpa

    komplikasi dan mengalami resolusi dengan cepat. Dapat juga berkembang menjadi jejas paru

    fibrotik, yang dapat dilihat sejak 5-7 hari setelah kelainan mulai. Rongga alveolar menjadi

    penuh terisi dengan sel mesenkim dan produknya, bersama dengan pembuluh darah baru.

    Adanya fibrosing alveolitis (FA) berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian.

    Penderitanya meninggal dengan akumulasi kolagen dan fibronektin di dalam parunya pada

    autopsi. Nampaknya proses FA timbul sejak awal terjadinya kelainan dan diperlancar oleh

    mediator proinflamatori dini seperti IL-1. Kadar peptida prokolagen III, suatuprecursordari

    sintesis kolagen, meningkat jumlahnya sejak awal penyakit di kompartemen alveolar, bahkan

    pada saat intubasi dan mulainya ventilator. Munculnya prokolagen III yang dini di dalam

    rongga alveolar berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian (Gambar 1) (Ware and

    Matthay, 2000).

    Transfusion-related acute lung injury

    Transfusion-related acute lung injury(TRALI) merupakan diagnosis klinis apabila 6

    jam setelah transfuse dengan produk darah terjadi ALI/ARDS (tanpa adanya risiko lainnya

    untuk ARDS). Insidens TRALI sebanyak 1:5000 transfusi produk darah dan kemungkinan

    terjadinya ALI akibat tranfusi produk darah (TRALI) lebih banyak, karena mungkin ringan

    berupa penurunan sedikit saturasi oksigen sehingga tidak terdiagnosis. Semua produk darah

    yang mengandung plasma dapat menimbulkan TRALI, termasuk whole blood, PRBC, fresh

    frozen plasma (FFP), whole blood platelets, apheresis platelets, dan lebih jarang yaitu

    intravena immunoglobulin dan cryoprecipitate. Penyebab terbanyak ALI/ARDS adalah

    produk darah dengan fraksi plasma terbanyak yaitu FFP dan platelet (Looney, 2006).

  • 5/28/2018 Ards

    8/12

    Gambar 1. Patogenesis ARDS (Ware dan Matthay, 2000)

  • 5/28/2018 Ards

    9/12

    Resolusi

    Cara yang dapat mempercepat terjadinya resolusi keadaan ini sama pentingnya

    dengan proses yang dapat mengurangi jejas paru inflamatori dini. Pengurangan edema

    alveolar terjadi melalui transport aktif Na dan Cl dari rongga paru distal ke dalam

    interstisium, sedangkan air dialirkan secara pasif melalui kanal air transeluler akuaporin yang

    terutama terdapat pada sel tipe I. Kemampuan mengalirkan cairan alveoli ini berkaitan

    dengan perbaikan oksigenasi, waktu penggunaan ventilator yang lebih pendek dan

    kemungkinan untuk penyembuhannya. Pembersihan protein tak larut mempunyai peranan

    penting, Karena membrane hialin merupakan kerangka yang baik untuk terbentuknya

    jaringan fibrosis. Protein tak larut ini dibersihkan melalui endositosis dan transitosis oleh

    epitel elveoli serta fagositosis oleh makrofag. Protein terlarut dibersihkan melalui difusi antar

    sel epitel alveoli (Hudson and Hough, 2006).

    Sel tipe II merupakan progenitor untuk re-epitelialisasi dinding alveoli yang

    mengalami denudasi. Sel-sel tersebut berproliferasi untuk menutup keadaan denudasi pada

    membrane basalis, berdiferensiasi menjadi sel tipe I, memulihkan arsitektur dari alveolar dan

    meningkatkan kemampuan epitel alveolar untuk transport cairan. Proliferasi ini dikendalikan

    oleh factor pertumbuhan epitel yaitu keratinosit dan hepatocyte growth factors.

    Ventilator Mekanik

    Penggunaan volume tidal pada penderita ARDS selama kurun waktu duapuluh tahun

    ini menurun dari > 12 ml/kgBB pada tahun 1970an menjadi < 9 ml/kgBB. Pada tahun 2000

    penelitian ARDS Network mendapatkan bahwa volume tidal 5 ml/kgBB dengan tekanan

    plateau yang dibatasi sampai 30 cmH2O, menurunkan angka mortalitas dari 40 % menjadi 31

    %. Penelitian ARDS Network berikutnya pada tahun 2004 tidak mendapat perbedaan pada

    penggunaan dengan tekanan PEEP yang lebih rendah dari 8,3 cmH2O dibandingkan dengan

    tekanan PEEP yang lebih tinggi 13,2 cmH2O ( Haitsma, 2006)

    Prone Ventilasi

    Pada ARDS, hipoksemia yang terjadi terutama akibat perfusi bagian paru yang

    letaknya di bagian bawah (dependent), bagian yang mengalami atelektasis atau konsolidasi

    dengan akibat ketidakseimbangan V/Q atau shunt. Melakukan reposisi dari posisi terlentang

    (supine) menjadi posisi tiarap (prone) dapat mengubah densitas paru ( dideteksi dengan CT-

    scan) yang terdapat di bagian posterior menjadi di paru bagian anterior. Beberepa penelitian

    mendapatkan perbaikan oksigenasi dengan cara ini pada 75 % penderita. Juga terdapat

  • 5/28/2018 Ards

    10/12

    reduksi pada shunt sebanyak 11 %. Dan peningkatan sebanyak 12 % pada unit dengan V/Q

    normal. Setelah beberapa jam pada posisi tiarap, penderita tetap dalam perbaikan

    oksigenasinya setelah dikembalikan pada posisi terlentang. Dengan menggunakan tempat

    tidur yang dapat diputar, posisi penderita juga dapat diubah-ubah, dapat diperoleh perbaikan

    oksigenasi pada penderita ARDS. Walaupun posisi tiarap dapat memperbaiki oksigenasi,

    penggunaan secara rutin pada gagal nafas akut belum dapat dibenarkan. Posisi tiarap

    mungkin bermanfaat untuk penderita dengan hipoksia berat (Anzueto and Guntapalli,2006;

    Haitsma, 2006).

    Penggantian Surfaktan

    Gangguan fungsi surfaktan memiliki peran yang jelas dalam perkembangan ARDS.

    Penggunaan surfaktan pada penderita ARDS sulit untuk menunjukkan hasil yang baik.

    Exosurf, suatu surfaktant sintetis diberikan secara nebulisasi dalam suatu penelitian

    multicenter. Hasilnya tidak dapat menunjukkan adanya perbedaan mortalitas antara exosurf

    dengan placebo pada penderita septic ARDS. Suatu bahan surfaktan dari hewan sapi survanta

    (beractant) diberikan melalui pipa endotrakeal, menunjukkan adanya hubungan antara dosis

    dengan menurunnya mortaliitas. Walaupun penggantian surfaktan adalah pada fisiologi

    pernafasan, terdapat bukti in vitro bahwa surfaktan menghambat sekresi sitokin oleh

    makrofak alveolar, dengan demikian mungkin dapat mengurangi imflamasi alveolar pada

    ARDS. Sampai saat ini penggunaan surfaktan eksogen belum dapat direkomendasikan secara

    rutin untuk ALI/ARDS (Anzueto and Guntapalli,2006; Haitsma, 2006).

    Partial Liquid Ventilation dengan Perfluorocarbon

    Perfluorocarbon adalah suatu bahan kimia organic perfluorochemical dengan delapan atom

    karbon, merupakan bahan cair yang nonkompresibel, mempunyai afinitas tinggi terhadap

    oksigen dan korbondioksida dan mempunyai sifat seperti surfaktan. Pengisian paru dengan

    bahan ini akan menyebabkan rekrut dari alveolar yang kolap dengan cairan sehingga

    mencegah pembukaan dan penutupan siklik dari alveolar. Mungkin diperkirakan dapat

    membantu dalam kerusakan paru. ( Anzueto and Guntapalli, 2006). Kacmarek dan kawan-

    kawan mendapatkan bahwa pada saat ini belum dapat merekomendasikan penggunaan untuk

    ARDS ( Kacmarek, 2006)

  • 5/28/2018 Ards

    11/12

    Pembatasan Cairan

    Keadaan ARDS ditandai dengan meningkatnya 2-3 kali cairan paru ektravaskular (

    extravascular lung water) ( EVLW) dibandingkan dengan orang normal. Akumulasi cairan

    pada ARDS terjadi karena meningkatnya permaibilitas vascular serta meningkatnya perfusi

    atau tekanan hidrostatik. Terdapat hubungan antara intake cairan kumulatif, berat badan, serta

    prognosa yang jelek. Dieresis atau retriksi cairan dapat memperbaiki fungsi paru tetapi dapat

    membahayakan organ ektrapulmonal. Penelitian ARDS Network dan beberapa penelitian

    membandingkan managemen cairan yang dibatasi dengan yang lebih bebas pada penderita

    ARDS. Walaupun secara statistic tidak bermakna, angka mortalitas pada cara retriksi lebih

    rendah. Terdapat perbaikan fungsi paru dan penggunaan ventilator serta perawatan di ICU

    yang lebih pendek tanpa meningkatkan kegagalan organ nonpulmonal. ( Wiedemann et al,

    2006). Saat ini terdapat kecendrungan untuk memakai restriksi cairan dan penggunaan

    diuretika ( Haitsma, 2006)

    Kortikosteroid

    Sehubungan dengan mekanisme inflamatori pada ARDS, banyak yang menggunakan

    kortikosteroid sebagai pengobatannya. Pada awal tahun 1980 beberapa penelitian

    menggunakan kortikosteroid dosis tinggi untuk terapi shock septic dengan hasil yang

    negative. Tidak didapatkan perbaikan pada oksigenasi complains, skor foto thoraks atau

    pulmonary artery pressure serta jumlah yang lebih sedikit kasus yang sembuh dari ARDS dari

    pada pemberian dengan placebo.

    Annane dan kawan-kawan dengan steroid dosis kecil, mendapat perbaikan pada shock

    septic yang nonrespon pada uji dengan kortikotropin, tetapi tidak mendapat perbaikan pada

    mereka yang member respone pada uji kortikotropin dan penderita bukan shock septic (

    Annane et al, 2006). Juga penelitian ARDS Network pada 180 penderita, pemberian

    metilprednisolone berhubungan dengan meningkatnya kematian pada hari ke 60 dan hari ke

    180 ( steinberg et al, 2006). Medun dan kawan-kawan menggunakan metilprednisolon infuse

    1 mg/kgBB/hari dengan dosis menurun selama 28 hari. Terdapat penurunan respone

    inflamasi dengan perbaikan disfungsi organ paru dan ektrapulmonal serta pengurangan

    penggunaan ventilator di ICU ( Menduri, 2007). Masih diperlukan penelitian lainnya untuk

    menjelaskan peran kortikosteroid pada ADRS (Haitsma 2006).

  • 5/28/2018 Ards

    12/12

    Summary

    Acute Lung Injury (ALI) and Acute Respiratory Distress Syndrome are the complex response

    of the lung to direct or indirect insult characterized by sudden onset severe hypoxemia,

    radiographic evidence of bilateral infiltrates and absence of left heart failure. The most

    commons cause of ARDS is sepsis (including pneumonia), but severe trauma, and aspiration

    of gastric contents are also independent risk factors. Tranfusion-related Acute Lung Injury

    (TRALI), the Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) and H5N1 Influenza are also

    recently described as cause of ALI/ARDS. The pathofisiology of ALI/ARDS represent a

    complex and protean expression of multiple processes culm nating in a common end point.

    ARDS should be seen as a systemic disease therefore systemic management in most

    importantand must focus primarily on treatment of the underlying cause (e.g the causing the

    sepsis). Other treatment are primarily supportive.