APLIKASI DESAIN FAKTORIAL 2 3 DALAM OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK KENTAL APEL MERAH (Pyrus malus L.) BASIS SODIUM CARBOXYMETHYLCELLULOSE DENGAN HUMEKTAN GLISEROL DAN PROPILENGLIKOL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Fransiska Kumala Wahyuningtyas NIM : 078114081 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL 23 DALAM OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK KENTAL APEL MERAH (Pyrus malus L.)
BASIS SODIUM CARBOXYMETHYLCELLULOSE DENGAN HUMEKTAN GLISEROL DAN PROPILENGLIKOL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Fransiska Kumala Wahyuningtyas
NIM : 078114081
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2010
ii
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL 23 DALAM OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK KENTAL APEL MERAH (Pyrus malus L.)
BASIS SODIUM CARBOXYMETHYLCELLULOSE DENGAN HUMEKTAN GLISEROL DAN PROPILENGLIKOL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Fransiska Kumala Wahyuningtyas
NIM : 078114081
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2010
iii
iv
v
Karya ini kupersembahkan untuk:
TUHAN YESUS yang senantiasa menyertaiku terutama pada
saat tersulit dalam hidupku
BAPAK yang selalu menjaga dan melindungiku dari surga
MAMA yang setia menemani dan mendengarkan keluh
kesahku
TEMAN-TEMAN yang setia memberi semangat dan motivasi
ALMAMETERku yang telah memberikan pengalaman indah
dalam hidupku
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas limpahan kasih dan
karunia-Nya sehingga laporan akhir penelitian yang berjudul “Aplikasi Desain
Faktorial 23 dalam Optimasi Formula Gel Sunscreen Ekstrak Kental Apel Merah
(Pyrus Malus L.) Basis Sodium Carboxymethylcellulose dengan Humektan
Gliserol dan Propilenglikol” ini dapat diselesaikan dengan lancar dan tepat waktu.
Terselesaikannya laporan akhir ini tidak lepas dari dukungan, bantuan
dan peran serta berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini.
1. Bapak Ipang Djunarko, M. Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Rini Dwiastuti, M. Sc., Apt. selaku pembimbing skripsi atas dukungan,
semangat, arahan, dan masukan yang diberikan selama ini.
3. Ibu Dewi Setyaningsih, M. Sc., Apt. selaku dosen penguji atas kritik dan saran
yang diberikan.
4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M. Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik dan
dosen penguji atas bimbingan, saran, dan kritik selama ini.
5. Segenap laboran (Pak Musrifin, Mas Ottok, Mas Bimo, Mas Agung, Pak
Iswandi) atas kelancaran dan kerja sama yang diberikan selama ini.
6. Keluargaku (mama) atas doa dan dukungan yang telah diberikan baik moril
maupun materiil.
viii
7. Teman-teman skripsi sekelompok (Bella, Tika, Puput) atas kerja sama,
dukungan, dan kesetiaannya dari awal penelitian hingga penyusunan skripsi
Gambar 31. Grafik Hubungan Interaksi Gliserol dan Propilenglikol
terhadap Pergeseran Viskositas pada CMC-Na 4 gram...........
63
Gambar 32. Contour plot Daya Sebar……………………………………. 65
Gambar 33. Contour plot Viskositas……………………………………... 66
Gambar 34. Contour plot Pergeseran Viskositas………………………… 67
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kental Apel Merah
(Pyrus malus L.)……………………………………………... 72
Lampiran 2. Penetapan Nilai SPF…………………………………………. 76
Lampiran 3. Sifat Fisis Sediaan Gel……………………………………….. 79
Lampiran 4. Grafik Box-Cox……………………………………………… 82
Lampiran 5. Dokumentasi ………………………………………………… 83
Lampiran 6. Surat Keterangan Pembuatan Ekstrak……………………….. 86
xix
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL 23 DALAM OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK KENTAL APEL MERAH (Pyrus malus L.)
BASIS SODIUM CARBOXYMETHYLCELLULOSE DENGAN HUMEKTAN GLISEROL DAN PROPILENGLIKOL
Fransiska Kumala Wahyuningtyas 07 8114 081
INTISARI
Apel merah (Pyrus malus L.) memiliki kandungan polifenol yang berpotensi untuk diformulasikan dalam sediaan gel sunscreen. Gel sunscreen ini dapat menyerap radiasi sinar ultraviolet dan berkhasiat antioksidan sehingga dapat mengurangi dampak negatif dari radiasi sinar ultraviolet.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari Sodium Carboxymethylcellulose (CMC-Na), gliserol, propilenglikol, dan interaksinya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas sediaan gel sunscreen ekstrak kental apel merah (Pyrus malus L.) serta untuk mendapatkan area optimum dari komposisi CMC-Na, gliserol, dan propilenglikol dalam sediaan gel tersebut.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial yang bersifat eksploratif, yaitu mencari formula optimum dari gel sunscreen ekstrak kental apel merah (Pyrus malus L.). Level rendah CMC-Na yang digunakan adalah 3 gram, sedangkan level tinggi CMC-Na adalah 4 gram. Level rendah gliserol adalah 10 gram dan level tingginya 20 gram. Pada propilenglikol digunakan level rendah 5 gram dan level tinggi 15 gram.
Analisis data sifat fisik yang meliputi viskositas dan daya sebar serta stabilitas gel (pergeseran viskositas) setelah penyimpanan satu bulan dilakukan dengan Desain Expert dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa CMC-Na merupakan faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas gel. Berdasarkan tabel point prediction, ditunjukkan bahwa formula optimum dari gel sunscreen ini diperoleh dengan penggunaan 4 gram CMC-Na, 10 gram gliserol, dan 7,62 gram propilenglikol. Kata kunci: Gel sunscreen, Apel merah (Pyrus malus L.), Sodium Carboxymethylcellulose (CMC-Na), Gliserol, Propilenglikol, Desain Faktorial
xx
ABSTRACT Red apple (Pyrus malus L.) has polyphenol content which can formulated in sunscreen gel. Sunscreen gel can absorb Ultraviolet light radiation and has antioxidant properties. It can decrease negative effect of UV light radiation. This research aimed to find effect of Sodium Carboxymethylcellulose (CMC-Na), glycerol, propylenglycol, and its interaction in determine physical properties and stability of sunscreen gel from red apple (Pyrus malus L.) extract and to find optimum area of compotition CMC-Na, glycerol, and propylenglycol. This research include pure experimental study based on explorative factorial design to find optimum formula of red apple (Pyrus malus L.) extract sunscreen gel. The low level CMC-Na is 3 g, beside the high level is 4 g. Glycerol that are used in this research, 10 g as low level and 20 g as high level. And then 5 g as low level of propylenglycol whereas 15 g as its high level. Data analysis of physical properties (viscosity and spreadability) and gel stability (viscosity shift) after 1 month storage was done with Design Expert with 95% level of confidence. The results show that CMC-Na was dominant in determining gel physical properties and stability. Based on point prediction table of CMC-Na, glycerol, and propylenglycol, the optimum compotition was obtained by using 4 g of CMC-Na, 10 g of glycerol, and 7,62 g of propylenglycol. Keywords : sunscreen gel, red apple (Pyrus malus L.), Sodium Carboxymethylcellulose (CMC-Na), glycerol, propylenglycol, factorial design
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar belakang
Paparan sinar ultraviolet (UV) yang berlebihan pada kulit dapat
menyebabkan kerusakan kulit. Matahari dapat memproduksi sinar UV, UVA dan
UVB. Pemaparan UVB yang berlebihan adalah penyebab utama dua tipe kanker
kulit yang berbeda, yaitu squamous cell carcinoma (SCC) dan basal cell
carcinoma (BCC). UVA terpenetrasi ke dalam kulit dan merusak melanosit serta
melemahkan sistem pertahanan tubuh yang dapat berkembang menjadi tipe kanker
kulit ketiga yaitu melanoma (Jones, 2006).
Salah satu upaya untuk mencegah dampak negatif dari radiasi sinar
ultraviolet adalah dengan meminimalkan kerusakan yang mungkin timbul akibat
sinar ultraviolet. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan suatu produk
topikal pada permukaan kulit yang dapat memantulkan sinar ultraviolet
(sunscreen) atau mengkonsumsi senyawa antioksidan yang dapat menangkal
radikal bebas dari sinar ultraviolet (Katiyar, S.K., Afaq, F., Perez, A., dan
Mukhtar, H., 2001).
Bahan aktif yang terkandung di dalam sunscreen memiliki kemampuan
untuk menyerap dan atau memantulkan sinar ultraviolet, sehingga jumlah energi
yang masuk ke dalam kulit menjadi lebih sedikit (Stanfield, 2003). Senyawa
antioksidan dapat menghambat kerusakan molekul-molekul biologi (DNA,
protein, asam lemak, dan sakarida) dengan menghambat pembentukan Reactive
2
Oxygen Species (ROS) (Svobodova, A., Psotova, J., dan Walterova, D., 2003).
Salah satu senyawa alam yang berpotensi sebagai sunscreen adalah
polifenol. Struktur polifenol memiliki gugus kromofor dan auksokrom yang dapat
menyerap radiasi sinar ultraviolet. Selain itu, polifenol juga dikenal sebagai salah
satu senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan (Waji dan Sugrani, 2009).
Apel merah (Pyrus malus L.) mengandung banyak senyawa polifenol,
terutama kuersetin. Kuersetin merupakan senyawa turunan flavonoid yang
memiliki gugus kromofor dan auksokrom sehingga memiliki kemampuan untuk
menyerap sinar ultraviolet. Kuersetin memiliki kemampuan antioksidan yang
lebih besar daripada golongan flavonoid yang lain. Apabila vitamin C memiliki
aktivitas antioksidan 1 maka kuersetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7 (Waji
dan Sugrani, 2009).
Bentuk sediaan yang dipilih pada penelitian ini adalah bentuk sediaan gel
yang dapat memberikan kenyamanan bagi penggunanya. Menurut Farmakope
Indonesia Edisi IV (1995), gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi
yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel memiliki kelebihan dengan teksturnya yang
lembut, konsistensinya yang tinggi menyebabkan gel lebih lama melekat pada
kulit, dan memberi sensasi dingin pada kulit saat diaplikasikan. Gel dapat
memberikan sensasi dingin karena adanya penguapan dari solvent dan dapat
melembabkan kulit. Namun apabila gel diaplikasikan pada jangka waktu yang
lama maka dapat membuat kulit menjadi kering. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penambahan humektan untuk mencegah kulit menjadi kering (Buchmann, 2001).
3
Sifat fisik dari sediaan gel yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh
komposisi dari gelling agent dan humektan. CMC-Na (Sodium
Carboxymethylcellulose) merupakan suatu zat yang biasanya digunakan sebagai
gelling agent yang dapat meningkatkan viskositas. Humektan dapat digunakan
untuk menjaga stabilitas sediaan gel dengan cara menyerap kelembaban dari
lingkungan. Polifenol merupakan senyawa yang dapat teroksidasi dalam kondisi
basa tetapi stabil dalam suasana asam, sehingga sediaan gel diformulasikan dalam
suasana asam. CMC-Na merupakan polimer alam yang stabil pada pH 2-10
sehingga cocok untuk diformulasikan dengan polifenol dalam ekstrak kental apel
merah. Propilenglikol dan gliserol biasanya digunakan dalam formulasi gel
sebagai humektan dalam bentuk kombinasi. Propilenglikol dapat mengurangi rasa
berat dan tacky dari gliserol sedangkan gliserol dapat mengurangi sifat mengiritasi
dari propilenglikol (Zocchi, 2001). Kombinasi propilenglikol dan gliserol dapat
mempengaruhi viskositas gel yang dihasilkan karena keduanya memiliki
karakteristik yang berbeda dalam mempengaruhi viskositas. Gliserol memiliki
viskositas yang lebih tinggi daripada propilenglikol (Sagarin, 1957). Dengan
mengkombinasikan kedua humektan tersebut diharapkan dapat menghasilkan gel
yang tidak terlalu encer atau terlalu kental sehingga nyaman saat diaplikasikan.
Dengan demikian perlu dilakukan optimasi komposisi dari CMC-Na,
propilenglikol, dan gliserol untuk mendapatkan sediaan gel dengan parameter sifat
fisik dan stabilitas yang diharapkan.
4
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang diambil
dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah ada pengaruh antara CMC-Na, gliserol, propilenglikol, maupun
interaksinya terhadap respon sifat fisis dan stabilitas sediaan gel sunscreen
ekstrak kental apel merah (Pyrus malus L.)?
b. Apakah didapatkan area optimum dari komposisi CMC-Na, gliserol, dan
propilenglikol dalam sediaan gel sunscreen ekstrak kental apel merah
(Pyrus malus L.)?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang Optimasi Komposisi
CMC-Na, propilenglikol, dan gliserol pada formula gel sunscreen ekstrak kental
apel merah (Pyrus malus L.) belum pernah dilakukan. Penelitian serupa antara
lain adalah penelitian tentang formulasi gel sunscreen polifenol teh hijau
(Wijayanti, 2008).
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang formulasi gel
sunscreen yang berasal dari bahan alam.
b. Manfaat praktis. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan alternatif pilihan bahan alam yang dapat digunakan sebagai
sunscreen sehingga masyarakat dapat menggunakan dan mengembangkan
potensi apel sebagai bahan sunscreen.
5
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sediaan gel sunscreen
dari ekstrak apel dengan kombinasi CMC-Na, propilenglikol, dan gliserol yang
memenuhi parameter sifat fisik yang baik.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui ada tidaknya pengaruh antara CMC-Na, gliserol,
propilenglikol, maupun interaksinya terhadap respon sifat fisis dan
stabilitas sediaan gel sunscreen ekstrak kental apel merah (Pyrus malus
L.).
b. Mengetahui area dari komposisi CMC-Na, gliserol, dan propilenglikol
yang memberikan parameter sifat fisik yang diharapkan dari sediaan gel
sunscreen ekstrak apel merah (Pyrus malus L.).
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Gel
1. Definisi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), gel merupakan sistem
semisolid terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik kecil atau
molekul organik besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Konsistensi gel disebabkan
oleh gelling agent, biasanya polimer dengan membentuk matriks tiga dimensi
(Buchmann, 2001).
Secara umum, klasifikasi gel dibagi mejadi 2, yaitu gel organik dan gel
inorganik. Gel inorganik biasanya merupakan sistem dua fase seperti pada gel
aluminium hidroksida dan magma bentonite. Organik gel biasanya merupakan
sistem satu fase dan yang digunakan sebagai gelling agent biasanya adalah
carbomer dan tragacant dan mengandung cairan organik seperti Plastibase (Allen,
1999).
Klasifikasi yang kedua membagi gel menjadi hidrogel dan organogel.
Hidrogel meliputi komponen koloid yang larut dalam air dan juga organik
hidrogel seperti gum alam dan sintetis dan juga hidrogel inorganik. Organogel
meliputi hidrokarbon, lemak hewani/nabati, dan organogel hidrofilik (Allen,
1999).
7
2. Karakteristik Gel
Gel pada penggunaan topikal sebaiknya tidak terlalu lengket.
Penggunaan gelling agent dengan konsentrasi yang terlalu tinggi atau penggunaan
gelling agent dengan bobot molekul yang terlalu besar akan menghasilkan sediaan
gel yang sulit diaplikasikan karena viskositas gel yang dihasilkan akan terlalu
tinggi sehingga sulit untuk dapat menyebar secara merata pada saat diaplikasikan.
Gelling agent dapat membentuk jaringan struktur yang merupakan faktor yang
penting dalam sistem gel. Peningkatan jumlah gelling agent dapat memperkuat
jaringan struktur gel sehingga terjadi kenaikan viskositas (Zats and Kushla, 1996).
Kekuatan inter-molekul mengikat molekul solven pada jaringan polimer
sehingga mobilitas molekul tersebut menurun, maka terbentuk suatu struktur
sistem gel (Loden, 2001). Beberapa sistem gel biasanya transparan, tetapi ada juga
yang keruh karena ada bahan-bahan yang tidak terdispersi secara molekuler
(Allen, 2002).
3. Mekanisme Pembentukan Gel
Konsistensi gel disebabkan oleh gelling agent, biasanya polimer dengan
membentuk matriks tiga dimensi. Gaya intermolekuler akan mengikat molekul
solven pada matriks polimer sehingga mobilitas solven berkurang yang
menghasilkan sistem tertentu dengan peningkatan viskositas (Zatz dan Kushla,
1996).
Rantai polimer organik akan memanjang pada pelarut yang cocok. Dalam
pelarut air, perpanjangan rantai polimer tersebut akan menghasilkan ikatan
hidrogen antara air dan gugus hidroksil dari gelling agent. Setiap bagian dari
8
molekul yang terdisolusi membentuk sistem random coil yang terjebak oleh
molekul solven dalam sistem. Ikatan molekul tersebut yang bertanggungjawab
terhadap struktur gel organik (Zatz dan Kushla, 1996).
Gambar 1. Struktur Random Coil
Gambar 2. Mikrostruktur Ikatan Antarmolekul Polimer
4. Sifat Fisis dan Stabilitas Gel
Efek dari suatu terapi topikal bergantung pada daya sebar formulasi yang
digunakan untuk menghantar dosis standar. Faktor yang mempengaruhi daya
sebar adalah formulanya kaku atau tidak, kecepatan dan lama tekanan yang
menghasilkan kelengketan, temperatur pada tempat aksi. Konsistensi optimum
suatu formula menjamin dosis yang sesuai telah diaplikasikan atau dihantarkan ke
target. Penghantaran dosis obat yang tepat sangat tergantung pada daya sebar
suatu formula (Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., dan Singla, A.K., 2002).
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir; makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya (Martin et al,
1993). Viskositas, elastisitas dan reologi merupakan karakteristik formulasi yang
penting dalam produk akhir sediaan semisolid. Peningkatan viskositas akan
9
menaikkan waktu retensi pada tempat aksi tetapi akan menurunkan daya sebar.
Viskositas sediaan akan menentukan lama tinggal sediaan pada kulit, sehingga
obat dapat dihantarkan dengan baik (Donovan dan Flanagan, 1996).
Perubahan viskositas sediaan dari waktu ke waktu perlu menjadi
perhatian utama karena viskositas merupakan hal yang penting dalam
mempengaruhi stabilitas dan karakteristik sediaan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi perubahan viskositas dispersi selama penyimpanan antara lain
agregasi partikel yang tidak tergantung pada kandungan polimer dan bahan-bahan
peningkat viskositas atau interaksi bahan tersebut dan sistem dispersi (Zatz, Berry,
dan Alderman, 1996).
Fenomena ketidakstabilan yang dapat terjadi pada sediaan gel adalah
fenomena sinereris yang diindikasikan dengan tekanan keluar dari cairan
interstitial (Nairn, 1997), sehingga cairan tersebut terkumpul pada permukaan gel.
Pada umumnya sineresis menyebabkan penurunan konsentrasi polimer (Zatz dan
Kushla, 1996).
B. Gelling agent
Gelling agent (basis) harus inert, aman dan tidak reaktif terhadap
komponen yang lainnya. Gel dari polisakarida alam mudah mengalami degradasi
mikrobia sehingga diformulasikan dengan pengawet untuk mencegah hilangnya
karakteristik gel akibat mikrobia. Peningkatan jumlah gelling agent dapat
memperkuat jaringan struktural gel (matriks gel) sehingga meningkatkan
viskositas (Zatz dan Kushla, 1996).
10
CMC-Na (Sodium Carboxymethylcellulose) berbentuk serbuk granul,
berwarna hampir putih, tidak berbau, tidak berasa, dan bersifat higroskopis setelah
dikeringkan. Pada viskositas 3-6% biasanya digunakan untuk menghasilkan gel
atau digunakan sebagai basis pasta. Glikol biasanya dikombinasikan pada
beberapa gel untuk mencegah terjadinya pengeringan gel. Dalam larutan berair
stabil pada pH 2-10. Pengendapan dapat terjadi pada pH di bawah 2 dan terjadi
penurunan viskositas secara cepat pada pH di atas 10. Biasanya larutan
menghasilkan viskositas dan stabilitas maksimum pada pH 7-9 (Rowe, Sheskey,
dan Quinn, 2009).
Gambar 3. Struktur CMC-Na (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009)
C. Humektan
Humektan adalah suatu bahan higroskopis yang mempunyai sifat
mengikat air dari udara yang lembab dan sekaligus mempertahankan air yang ada
pada sediaan (Soeratri, 2004).
1. Gliserol
Gliserol adalah suatu cairan jernih, tidak berwarna, kental, dan
higroskopis. Gliserol pada sediaan topikal dan kosmetik biasanya digunakan
sebagai humektan dan emolien. Penggunaan gliserol sebagai humektan adalah
11
pada konsentrasi kurang dari atau sama dengan 30%. Campuran gliserol dengan
air, etanol (95%), atau propilenglikol stabil secara kimia (Rowe, Sheskey, dan
Quinn, 2009).
Gliserol merupakan humectant yang paling umum digunakan namun
cenderung menimbulkan rasa berat (heavy) dan basah (tacky) yang dapat ditutupi
dengan mengkombinasikan bersama humectant lain (Zocchi, 2001).
HO OH
OH Gambar 4. Struktur Gliserol (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009)
2. Propilenglikol
Propilenglikol banyak digunakan sebagai pelarut, pengekstrak, dan
pengawet dalam sediaan parenteral dan non-parenteral. Propilenglikol merupakan
pelarut yang lebih baik daripada gliserol dan dapat larut dalam kortikosteroid,
fenol, obat golongan sulfa, barbiturat, vitamin (A dan D), alkaloid, dan banyak
anastesi lokal. Pemeriannya jernih, tidak berwarna, kental, biasanya merupakan
cairan yang tidak berbau, dengan rasa manis, sedikit tajam seperti gliserol.
Penggunaannya sebagai humektan pada sediaan topikal biasanya berkisar pada
konsentrasi 15%. Propilenglikol stabil secara kimia pada saat dicampur dengan
tanol (95%), gliserol, atau air (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).
H3COH
OH
Gambar 5. Struktur Propilenglikol (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009)
12
D. Tanaman Apel
1. Kandungan kimia
Apel mengandung flavonoid dalam jumlah yang besar. Besarnya
konsentrasi fitokimia ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis apel,
pemanenan dan penyimpanan, serta proses yang dilalui oleh apel. Konsentrasi
fitokimia ini juga berbeda antara kulit buah dan daging buah (Boyer and Liu,
2004).
Penelitian menunjukkan bahwa senyawa kimia di dalam apel yang
berkhasiat sebagai antioksidan antara lain quercetin-3-galactoside, quercetin-3-
on atau 3,5,5,3’,4’-pentahidroksiflavon, adalah senyawa kimia golongan flavonoid
yang terdapat dalam bentuk aglikon. Kuersetin memiliki sifat kimia seperti fenol
yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa juga bersifat kurang
polar sehingga cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter atau
kloroform (Markham, 1988).
14
Kuersetin menunjukkan kemampuan tertinggi sebagai antiradikal
dibandingkan dengan flavonoid lain terhadap radikal hidroksil, peroksil, anion
superoksida. Kemampuan ini disebabkan oleh adanya tiga gugus fungsi aktif
dalam strukturnya yaitu, struktur o-dihidroksi (katekol) pada cincin B, ikatan
rangkap pada posisi 2-3 yang berkonjugasi dengan 4-okso, dan keberadaan kedua
gugus hidroksil pada posisi 3 dan 5 (Casagrande et al., 2006).
Gambar 6. Struktur Kuersetin
F. Ekstraksi
1. Definisi
Ektraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang terlarut
supaya terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dalam pelarut cair. Simplisia
yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut dalam cairan penyari. Ekstrak adalah sediaan kental yang
diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000).
Cairan penyari dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang
optimal untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan
15
demikian senyawa tersebut dapat terpisah dari bahan dan dari senyawa kandungan
lainnya (Anonim, 2000).
Faktor utama yang dipertimbangkan pada pemilihan cairan penyari
adalah: selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan penyari
tersebut, ekonomis, ramah lingkungan, dan faktor kesalahan (Anonim, 2000).
2. Metode penyarian
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam simplisia dalam pelarut dengan beberapa kali pengocokan
atau pengadukan pada temperatur ruangan. Cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif
akan larut, dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di
dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar
(Anonim, 1986).
G. Sunscreen
Sunscreen merupakan bahan kimia yang menyerap atau memantulkan
radiasi sehingga melemahkan energi ultraviolet sebelum terpenetrasi ke kulit
(Stanfield, 2003). Menurut Food and Drug Administration (FDA) (Anonim,
1999), bahan aktif sunscreen adalah bahan yang menyerap, memantulkan, atau
menghamburkan radiasi pada daerah UV dengan λ 290-400 nm.
Sunscreen digunakan untuk mengurangi efek merusak sinar UV terhadap
kulit manusia. Energi dari sinar UV menghasilkan gejala-gejala dan tanda
16
terjadinya sunburn, yaitu kemerahan, nyeri, melepuh, bengkak, kulit mengelupas,
dan bahkan kanker kulit (Stanfield, 2003).
Bahan aktif sunscreen merupakan senyawa yang dapat mengabsorbsi dan
atau menghamburkan sinar sehingga dapat melemahkan energi sinar UV sebelum
penetrasi pada kulit. Setiap bahan aktif mengabsorpsi pada daerah UV yang
terbatas, tergantung dari struktur kimianya (Stanfield, 2003).
H. Sun Protection Factor (SPF)
SPF merupakan tingkat perlindungan produk sunscreen terhadap sinar
matahari yang dapat menyebabkan eritema (Stanfield, 2003). SPF merupakan
perbandingan Minimal Erythema Dose (MED) pada kulit manusia yang
terlindungi oleh sunscreen dengan MED tanpa perlindungan sunscreen (Stanfield,
2003).
Uji SPF secara in vitro dapat dilakukan dengan sinar UV menggunakan
spektrofotometer. Sinar UV yang digunakan adalah sinar polikromatik, serupa
dengan sinar matahari yang sesungguhnya. Dengan kata lain, semua panjang
gelombang sinar elektromagnetik yang berpotensi mencapai kulit, khususnya
daerah sinar UV, diperhitungkan dalam penentuan nilai SPF. Nilai prediksi SPF
merupakan antilog nilai absorbansi rata-rata (Petro, 1981).
Sunscreen dengan SPF 2 akan mentransmisikan 50% energi matahari
yang dapat menyebabkan sunburn, SPF 15 mentransmisikan 6,7% energi matahari
yang dapat menyebabkan sunburn, dan SPF 30 mentransmisikan 3,3% energi
matahari yang dapat menyebabkan sunburn (Stanfield, 2003).
17
Tabel I. Kategori Nilai SPF menurut FDA (Anonim, 1999) Nilai SPF Kategori
2-12 Perlindungan minimal 12-30 Perlindungan sedang > 30 Perlindungan maksimal
I. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial digunakan untuk mencari efek dari berbagai faktor atau
kondisi terhadap hasil penelitian. Desain faktorial adalah desain untuk menetukan
secara serentak efek dari beberapa faktor sekaligus interaksinya. Desain faktorial
merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu untuk memberikan model hubungan
antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas (Bolton, 1990).
Desain faktorial mengandung beberapa pengertian, yaitu faktorial, level,
efek dan respon. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi harga
kebutuhan produk, yang pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi faktor kuatitatif
dan kualitatif (Voigt, 1994). Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor. Dalam
desain faktorial digunakan level tinggi dan level rendah. Efek adalah perubahan
respon yang disebabkan variasi tingkat faktor. Efek respon atau interaksi
merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level
rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati dan dapat
dikuantitatifkan (Bolton, 1990).
Desain faktorial tiga faktor dan dua level berarti ada tiga faktor yaitu
faktor A, faktor B, dan faktor C yang masing-masing diuji pada level yang
berbeda yaitu level rendah dan level tinggi.
18
Tabel II. Rancangan Desain Faktorial dengan Tiga Faktor dan Dua Level (Voigt, 1994)
Formula Faktor Interaksi
A B C AB AC BC ABC (1) - - - + + + - a + - - - - + - b - + - - + - - c - - + + - - - ab + + - + - - - ac + - + - + - - bc - + + - - + - abc + + + + + + +
Keterangan: + = level tinggi - = level rendah A, B, C = faktor A (CMC-Na), faktor B (gliserol), faktor C (propilenglikol) Formula (1) = level rendah CMC-Na, gliserol, dan propilenglikol Formula a = level tinggi CMC-Na, level rendah gliserol dan propilenglikol Formula b = level tinggi gliserol, level rendah CMC-Na dan propilenglikol Formula c = level tinggi propilenglikol, level rendah CMC-Na dan gliserol Formula ab = level tinggi CMC-Na dan gliserol, level rendah propilenglikol Formula ac = level tinggi CMC-Na dan propilenglikol, level rendah gliserol Formula bc = level tinggi gliserol dan propilenglikol, level rendah CMC-Na Formula abc = level tinggi CMC-Na, gliserol, dan propilenglikol
Dari hasil penetapan kadar tersebut (Tabel VI) didapatkan bahwa kadar
polifenol dalam ekstrak kental apel merah adalah sebesar (51,9583 ± 1,0010)
%(b/b) dengan nilai CV sebesar 1,93%. Polifenol yang ditetapkan dalam
penelitian ini adalah kadar polifenol total dalam sampel ekstrak kental apel merah
yang terhitung terhadap kuersetin karena baku yang digunakan dalam penetapan
kadar adalah kuersetin.
B. Penetapan Nilai SPF secara In vitro
1. Scanning spektra UV yang diserap oleh ekstrak kental apel merah
Scanning spektra UV yang diserap oleh ekstrak kental apel merah
bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak kental apel merah dapat memberikan
serapan pada panjang gelombang UV. Senyawa yang dapat berfungsi sebagai
sunscreen dapat menyerap sinar ultraviolet sehingga jumlah energi yang masuk ke
dalam kulit menjadi berkurang (Stanfield, 2003). Scanning dilakukan pada ekstrak
kental apel merah dengan kadar 0,6%. Pelarut yang digunakan adalah etanol yang
j
2
a
m
m
a
d
m
m
juga dapat m
210 nm sehi
serapan yan
ada ganggua
Gambar
Dar
memberikan
maksimum p
Stru
auksokrom s
dan auksok
molekul ters
maka semak
Sen
serapan pada
memberikan
ingga scann
g dihasilkan
an dari pelaru
8. Spektra Ser
ri hasil sca
n serapan pa
pada panjang
uktur dari
sehingga dap
krom bertan
sebut. Semak
kin besar pul
nyawa polife
a daerah sina
n serapan pa
ning dilakuka
n benar-bena
ut (etanol).
rapan EkstrakGelom
anning terlih
ada seluruh r
g gelombang
senyawa
pat member
nggung jaw
kin panjang
la serapan ya
enol dalam
ar UV adala
da daerah U
an pada pan
ar serapan da
k Kental Apelmbang 250-400
hat bahwa
range panjan
g 275 nm.
polifenol m
ikan serapan
wab terhadap
sistem krom
ang dapat dih
ekstrak ken
ah sebagai be
UV yaitu pad
njang gelomb
ari ekstrak k
l Merah pada 0 nm)
akstrak ken
ng gelomban
memiliki s
n pada daera
p serapan
mofor dan au
hasilkan.
ntal apel me
erikut.
da panjang
bang 250-40
kental apel m
Daerah UV (P
ntal apel me
ng UV deng
istem krom
ah sinar UV.
yang dihas
uksokrom yan
erah yang m
35
gelombang
00 nm agar
merah tanpa
Panjang
erah dapat
gan serapan
mofor dan
. Kromofor
ilkan oleh
ng dimiliki
memberikan
36
Chlorogenic Acid Coumaric Acid
Quercetin -3- Rhamnoside Epicatechin Keterangan : : sistem kromofor : gugus auksokrom Gambar 9. Struktur Senyawa dalam Ekstrak Apel Merah yang Memiliki Sistem Kromofor
dan Auksokrom 2. Penetapan nilai SPF ekstrak kental apel merah
Penetapan nilai SPF ekstrak kental apel merah dilakukan dilakukan pada
tiga seri kadar ekstrak kental apel merah yaitu 0,6; 1,2; dan 1,8 %. Nilai SPF
dihitung dengan membagi antara luas area dengan selisih dua panjang gelombang
tertentu.
Tabel VII. Hasil Perhitungan Nilai SPF Kadar polifenol (%) Nilai SPF rata-rata
0,6 3,2697 1,2 8,3358 1,8 16,2852
Dari hasil penetapan nilai SPF tersebut (Tabel VII) dapat diketahui
bahwa kadar polifenol sebesar 1,8% memberikan nilai SPF terbesar yaitu sebesar
37
16,2852. Menurut FDA, nilai SPF sebesar 2-12 dapat memberikan perlindungan
minimal, sedangkan nilai SPF 12-30 dapat memberikan perlindungan sedang.
Dalam penelitian ini konsentrasi polifenol sebesar 1,8% akan digunakan sebagai
konsentrasi polifenol dalam formulasi.
C. Formulasi Gel Sunscreen Ekstrak Kental Apel Merah
Formula gel sunscreen ekstrak kental apel merah ini menggunakan
CMC-Na sebagai gelling agent dan kombinasi gliserol dan propilenglikol sebagai
humektan. CMC-Na yang dapat digunakan sebagai gelling agent biasanya antara
3-6%. Tetapi dari hasil orientasi, konsentrasi CMC-Na yang digunakan sebagai
gelling agent adalah sebesar 3-4%. Dengan konsentrasi tersebut diharpkan gel
yang dihasilkan tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer. CMC-Na merupakan
polimer semi sintetik sehingga apabila dibandingkan dengan gelling agent yang
berasal dari bahan sintetik seperti Carbopol, viskositas yang dihasilkan oleh
CMC-Na lebih encer. Hal ini dikarenakan struktur gel yang dihasilkan oleh CMC-
Na adalah random coil yang tersusun dari ikatan hidrogen dan van der walls yang
lemah antara rantai polimer. Akan tetapi viskositas gel yang dihasilkan dapat
ditingkatkan dengan penggunaan kombinasi humektan seperti gliserol dan
propilenglikol.
Polimer yang berasal dari bahan alam seperti CMC-Na sangat mudah
utnuk terkena kontaminasi mikroba yang dapat merusak struktur gel yang
terbentuk. CMC-Na merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba, oleh
karena itu perlu ditambahkan suatu bahan pengawet. Dalam formulasi ini bahan
38
pengawet yang digunakan adalah metil paraben dengan konsentrasi 0,2%.
Menurut keputusan Kepala BPOM RI (2003) penggunaan pengawet paraben dan
turunannya dalam produk kosmetik tidak lebih dari 0,4% untuk ester tunggal dan
0,8% untuk ester campuran. Dengan demikian penggunaan metil paraben dalam
formula gel sunscreen ini masih memenuhi batas keamanan.
Penggunaan humektan bertujuan untuk menghindari pengeringan gel dan
melembabkan kulit pada saat gel diaplikasikan. Humektan memiliki banyak gugus
hidroksil yang dapat menarik lembab dari udara. Humektan yang biasa digunakan
adalah gliserol yang bersifat meningkatkan viskositas dari sediaan gel. Akan
tetapi gliserol biasanya akan menimbulkan rasa berat dan tacky apabila
diaplikasikan sehingga perlu digunakan kombinasi humektan lain yang dapat
mengurangi rasa berat dan tacky tersebut (Zocchi, 2001). Kombinasi humektan
yang biasa digunakan adalah propilenglikol yang bersifat menurunkan viskositas
gel. Di samping itu penggunaan kombinasi gliserol dan propilenglikol juga dapat
mengurangi sifat mengiritasi dari propilenglikol. Diharapkan dengan komposisi
yang optimum dari keduanya dapat menghasilkan sediaan gel dengan viskositas
optimum.
Penggunaan etanol dalam formulasi gel berfungsi untuk menimbulkan
sensasi dingin pada saat gel diaplikasikan pada kulit. Namun penggunaan etanol
ini dapat menyebabkan perubahan kelarutan pada solvent. Penambahan etanol
lebih sering mengakibatkan koaservasi. Koaservasi adalah keluarnya air dari
sistem polimer sehingga polimer akan mengalami presipitasi dan menjadi keruh
39
(Zatz dan Kushla, 1996). Dalam formula gel ini etanol yang digunakan adalah
etanol 50% sehingga diharapkan tidak berpengaruh pada stabilitas gel.
D. Sifat Fisik dan Stabilitas Gel Sunscreen Ekstrak Kental Apel Merah
Gel yang baik dan dapat diterima oleh masyarakat harus memiliki sifat
fisik dan stabilitas yang baik. Sifat fisik yang diukur meliputi daya sebar dan
vikositas, sedangkan stabilitas gel dilihat dari pergeseran viskositas yang terjadi
setelah penyimpanan 1 bulan.
1. Daya sebar
Daya sebar dari suatu sediaan gel merupakan indikasi apakah gel yang
dihasilkan dapat diaplikasikan dengan baik pada kulit atau tidak. Gel yang baik
harus dapat tersebar merata pada permukaan kulit saat diaplikasikan. Daya sebar
yang optimum berada pada kisaran 5-7 cm untuk sediaan yang bersifat semifluid
(Garg et al, 2002). Hasil pengukuran daya sebar adalah sebagai berikut.
Tabel VIII. Hasil Pengukuran Daya Sebar Gel Sunscreen Ekstrak kental Apel Merah
Formula Daya sebar (cm) 1 6,425 ± 0,24 a 5,1 ± 0,16 b 6,475 ± 0,15 c 6,725 ± 0,05
ab 5,425 ± 0,05 ac 5,375 ± 0,05 bc 6,6 ± 0,14 abc 5, 675 ± 0,15
40
Gambar 10. Perhitungan ANOVA pada Respon Daya Sebar
Dari perhitungan ANOVA terhadap respon daya sebar (gambar 10)
terlihat bahwa CMC-Na, gliserol, dan propilenglikol memberikan pengaruh yang
signifikan secara statistik pada respon daya sebar yang dihasilkan. Hal ini dapat
diketahui dari besarnya p-value. Apabila nilai p<0,05 maka menunjukkan bahwa
faktor memberikan pengaruh secara signifikan pada respon daya sebar. Dari
perhitungan ANOVA terhadap daya sebar tersebut didapatkan besarnya p-value
adalah <0,0001 sehingga dapat dikatakan bahwa hasil tersebut signifikan.
Persamaan desain faktorial yang dihasilkan juga signifikan sehingga dapat
digunakan dalam prediksi respon daya sebar.
41
Nilai F hitung lebih besar dari F tabel untuk (7,24) dengan taraf
kepercayaan 95% yaitu 3,41 sehingga faktor berpengaruh signifikan terhadap
respon daya sebar.
Dari perhitungan desain faktorial didapatkan besar nilai efek dari CMC-
Na, gliserol, propilenglikol maupun interaksinya dalam menentukan daya sebar
sediaan gel. Hasil penentuan nilai efek adalah sebagai berikut.
Tabel IX. Perhitungan Efek dalam Menentukan Daya Sebar Faktor Nilai Efek % Contribution
A │-1,16│ 88,91 B 0,14 1,24 C 0,24 3,71
AB 0,18 2,01 AC 0,025 0,041 BC -0,050 0,16
ABC 0,037 0,093 Keterangan: A = CMC-Na; B = Gliserol; C = Propilenglikol; AB = Interaksi CMC-Na dan Gliserol; AC = Interaksi CMC-Na dan propilenglikol; BC = Interaksi Gliserol dan Propilenglikol; ABC = Interaksi CMC-Na, Gliserol, dan Propilenglikol
Dari perhitungan efek tersebut (Tabel IX) dapat diketahui bahwa yang
paling menentukan respon daya sebar adalah CMC-Na. Penambahan CMC-Na
memiliki efek yang paling besar untuk menurunkan daya sebar. Sebaliknya
penambahan gliserol dan propilenglikol akan lebih cenderung meningkatkan daya
sebar. CMC-Na yang digunakan sebagai gelling agent mempunyai peranan dalam
pembentukan matriks gel. Matriks gel CMC-Na terbentuk dari perpanjangan
rantai polimer yang membentuk ikatan silang antar polimer. Ikatan silang antar
polimer tersebut akan membentuk ruang tiga dimensi yang dapat menjebak zat
aktif dan solven di dalamnya. Semakin banyak CMC-Na yang diformulasikan
dalam sediaan gel tersebut maka matriks gel yang terbentuk akan semakin rapat
42
sehingga akan sangat menentukan daya sebar yang dihasilkan oleh sediaan gel
tersebut. Dengan demikian, penggunaan CMC-Na dalam formulasi gel sunscreen
ini harus diperhatikan dengan baik agar diperoleh respon daya sebar yang optimal.
Daya sebar akan menentukan mudah tidaknya suatu sediaan untuk diaplikasikan
dengan baik pada kulit sehingga efek perlindungan yang dihasilkan dapat dicapai
dengan optimal.
Gambar 11. Grafik Hubungan Interaksi CMC-Na dan Gliserol terhadap Daya Sebar pada
Propilenglikol 5 gram
Dari grafik tersebut (gambar 11) pada penggunaan gliserol level tinggi
dan level rendah pada penggunaan propilenglikol 5 gram terlihat bahwa semakin
besar komposisi CMC-Na yang digunakan maka respon daya sebar yang
dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa CMC-Na dapat
membuat matriks gel menjadi semakin rapat sehingga daya sebar gel dihasilkan
menjadi semakin rendah.
Dari grafik pada gambar 11 dapat diketahui bahwa perbedaan respon
daya sebar yang dihasilkan antara gliserol dengan level tinggi dan level rendah
pada penggunaan CMC-Na 3 gram tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat dari
besarnya SD yang tumpang tindih antara gliserol level tinggi dan level rendah.
43
Apabila formulator menghendaki respon daya sebar yang paling tinggi maka
penggunaan gliserol dengan level tinggi atau level rendah tidak akan memberikan
perbedaan yang signifikan sehingga dapat dipilih penggunaan gliserol dengan
level rendah dengan kombinasi CMC-Na 3 gram dan propilenglikol 5 gram.
Penggunaan gliserol dipilih pada level rendah untuk mendapatkan nilai ekonomis
yang lebih besar.
Gambar 12. Grafik Hubungan Interaksi CMC-Na dan Gliserol terhadap Daya Sebar
pada Propilenglikol 10 gram (prediksi Design Expert)
Dari grafik interaksi CMC-Na dan gliserol terhadap daya sebar tersebut
(gambar 12) dapat terlihat bahwa CMC-Na dapat memberikan pengaruh dalam
menurunkan daya sebar sediaan gel yang dihasilkan pada penggunaan
propilenglikol 10 gram. Dari grafik tersebut (gambar 12) terlihat bahwa ada titik
perpotongan antara grafik gliserol level tinggi dan level rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh interaksi CMC-Na dan gliserol terhadap daya
sebar pada penggunaan propilenglikol 10 gram. Interaksi antara CMC-Na dan
gliserol dapat memberikan efek dalam meningkatkan daya sebar sediaan gel
seperti yang ditunjukkan dalam tabel perhitungan efek (Tabel IX). Perubahan
44
komposisi propilenglikol yang digunakan dapat mengubah interaksi antara CMC-
Na dan gliserol sehingga dapat mempengaruhi daya sebar yang dihasilkan.
Rekomendasi yang dapat diberikan sesuai dengan gambar 12 adalah
penggunaan gliserol dengan level rendah dengan kombinasi propilenglikol 10
gram dan CMC-Na 3 gram untuk mendapatkan daya sebar yang tinggi.
Sebaliknya pada penggunaan CMC-Na 4 gram, jumlah gliserol akan sangat
menentukan karena respon daya sebar yang dihasilkan pada gliserol level tinggi
dan level rendah berbeda signifikan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya SD yang
tidak tumpang tindih. Gliserol dengan level tinggi akan menghasilkan daya sebar
yang lebih rendah daripada daya sebar yang dihasilkan oleh gliserol dengan level
tinggi.
Gambar 13. Grafik Hubungan Interaksi CMC-Na dan Gliserol terhadap Daya Sebar pada
Propilenglikol 15 gram Dari grafik interaksi antara CMC-Na dan gliserol tersebut (gambar 13)
terlihat bahwa pada penggunaan propilenglikol 15 gram dengan gliserol level
tinggi dan level rendah, semakin banyak jumlah CMC-Na yang digunakan maka
respon daya sebar yang dihasilkan semakin rendah. Adanya perpotongan antara
gliserol level tinggi dan level rendah menujukkan adanya pengaruh interaksi dari
45
CMC-Na dan gliserol terhadap respon daya sebar yang dihasilkan. Tabel
perhitungan efek (Tabel IX) menunjukkan bahwa interaksi CMC-Na dan gliserol
dapat berpengaruh dalam peningkatan daya sebar.
Kombinasi CMC-Na dengan level rendah dan gliserol dengan level
rendah dapat digunakan untuk mendapatkan daya sebar yang tinggi. Sebaliknya
CMC-Na dengan level tinggi dan gliserol dengan level rendah dapat
menghasilkan daya sebar yang rendah pada penggunaan propilenglikol 1. 5 gram.
Gambar 14. Grafik Hubungan Interaksi CMC-Na dan Propilenglikol terhadap Daya Sebar
pada Gliserol 15 gram (prediksi Design Expert)
Grafik interaksi CMC-Na dan propilenglikol (gambar 14) menunjukkan
bahwa pada propilenglikol dengan level rendah dan level tinggi, semakin banyak
jumlah CMC-Na yang digunakan maka respon daya sebar yang dihasilkan akan
semakin rendah pada penggunaan gliserol sebanyak 15 gram. Penambahan
ataupun pengurangan jumlah gliserol akan menghasilkan grafik yang serupa,
dimana semakin besar jumlah CMC-Na maka respon daya sebar yang dihasilkan
akan semakin rendah. Penambahan atau pengurangan komposisi gliserol yang
digunakan akan tetap akan menghasilkan penurunan daya sebar apabila jumlah
CMC-Na semakin meningkat sehingga grafik interaksi yang dihasilkan juga akan
46
menurun. Respon daya sebar yang dihasilkan pada propilenglikol level rendah dan
tinggi berbeda signifikan yang dapat dilihat dari SD yang tidak saling tumpang
tindih.
Rekomendasi formula yang dapat diberikan sesuai grafik tersebut
(gambar 14) untuk mendapatkan daya sebar yang tinggi adalah dengan
penggunaan kombinasi CMC-Na level rendah dan propilenglikol dengan level
tinggi. Sebaliknya untuk mendapatkan daya sebar yang rendah dapat
menggunakan kombinasi antara CMC-Na 4 gram (level tinggi) dan propilenglikol
5 gram (level rendah) pada gliserol level tinggi maupun rendah.
Gambar 15. Grafik Hubungan Interaksi Gliserol dan Propilenglikol terhadap Daya Sebar
pada CMC-Na 3 gram
Dari grafik di atas (gambar 15) pada penggunaan CMC-Na 3 gram
terlihat bahwa grafik interaksi yang dihasilkan saling berlawanan. Hal ini
menunjukkan bahwa pada propilenglikol level rendah semakin tinggi komposisi
gliserol yang digunakan maka respon daya sebar yang dihasilkan akan semakin
meningkat. Sebaliknya pada penggunaan propilenglikol level tinggi, semakin
besar jumlah gliserol yang digunakan maka akan menghasilkan daya sebar yang
semakin menurun.
47
Rekomendasi sesuai grafik di atas (gambar 15) untuk mendapatkan daya
sebar yang rendah dapat menggunakan kombinasi gliserol dengan level rendah
dan propilenglikol dengan level rendah. Sebaliknya daya sebar yang tinggi dapat
diperoleh dengan kombinasi gliserol level rendah dan propilenglikol dengan level
tinggi pada CMC-Na 3 gram.
Gambar 16. Grafik Hubungan Interaksi Gliserol dan Propilenglikol terhadap Daya Sebar
pada CMC-Na 3,5 gram (prediksi Design Expert)
Grafik interaksi di atas (gambar 16) menunjukkan interaksi antara
gliserol dan propilenglikol terhadap daya sebar pada penggunaan CMC-Na 3,5
gram. Grafik interaksi yang dihasilkan pada penggunaan propilenglikol level
rendah dan level tinggi menunjukkan bahwa semakin besar jumlah gliserol yang
ditambahkan akan berpengaruh pada peningkatan daya sebar. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa dengan adanya perubahan jumlah CMC-Na yang
digunakan maka terjadi pergeseran respon daya sebar yang dihasilkan. Pada
penggunaan CMC-Na 3gram dengan propilenglikol level tinggi, semakin besar
gliserol yang digunakan terjadi penurunan daya sebar. Sebaliknya pada
penggunaan CMC-Na 3,5 gram dengan jumlah propilenglikol yang sama, terjadi
penurunan daya sebar seiring dengan penambahan jumlah gliserol.
48
Gambar 17. Grafik Hubungan Interaksi Gliserol dan Propilenglikol terhadap Daya Sebar
pada CMC-Na 4 gram
Grafik interaksi di atas (gambar 17) menunjukkan bahwa pada
penggunaan propilenglikol level tinggi dan level rendah, semakin besar jumlah
gliserol yang digunakan maka respon daya sebar yang dihasilkan akan semakin
tinggi pada CMC-Na dengan konsentrasi 4 gram.
Penggunaan propilenglikol level tinggi dan level rendah pada
penggunaan CMC-Na 4 gram berbeda signifikan baik pada gliserol dengan level
tinggi maupun rendah. Hal ini dapat dilihat dari SD yang tidak tumpang tindih.
Dengan demikian penggunaan gliserol dan propilenglikol pada level rendah dapat
menghasilkan daya sebar yang rendah, sebaliknya kombinasi gliserol dan
propilenglikol pada level tinggi akan menghasilkan daya sebar yang tinggi.
2. Viskositas
Viskositas gel menentukan mudah atau tidaknya gel untuk diaplikasikan.
Gel yang baik memiliki viskositas yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
rendah. Viskositas yang tidak terlalu tinggi memudahkan gel untuk dituang dan
diaplikasikan, sedangkan viskositas gel yang tidak terlalu rendah akan
meningkatkan waktu retensi gel pada tempat aplikasi. Waktu retensi akan
49
memberikan kesempatan bagi bahan aktif untuk lepas dari sistem gel sehingga
dapat mengahsilkan efek yang diharapkan. Pengukuran viskositas dilakukan
setelah 48 jam bertujuan agar terbentuk sistem gel yang utuh kejernihan yang
optimal. Hasil pengukuran viskositas sediaan gel setelah 48 jam penyimpanan
adalah sebagai berikut.
Tabel X. Hasil Pengukuran Viskositas Gel Sunscreen Ekstrak Kental Apel Merah (setelah 48 jam penyimpanan)
Formula Viskositas (d.Pas) (1) 60 ± 4,08 a 127,5 ± 2,89 b 54,5 ± 1,00 c 55,75 ± 2,99
ab 120 ± 4,08 ac 116,25 ± 2,50 bc 51,75 ± 3,95 abc 112,5 ± 5,00
Gambar 18. Perhitungan ANOVA pada Respon Viskositas
50
Perhitungan ANOVA dari respon viskositas (gambar 18) menunjukkan
bahwa besarnya p-value adalah <0,0001. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap respon viskositas
yang dihasilkan. Dengan demikian persamaan desain faktorial yang dihasilkan
dapat digunakan untuk memprediksi respon viskositas dari sediaan gel sunscreen
tesebut. Dari perhitungan nilai F diperoleh bahwa nilai F lebih besar dari F tabel
untuk (7,24) pada taraf kepercayaan 95% yaitu 3,41. Dengan demikian faktor
berpengaruh signifikan terhadap respon viskositas.
Dari perhitungan desain faktorial didapatkan besar nilai efek dari CMC-
Na, gliserol, propilenglikol maupun interaksinya dalam menentukan viskositas
sediaan gel. Hasil penentuan nilai efek adalah sebagai berikut.
Tabel XI. Perhitungan Efek dalam Menentukan Viskositas Faktor Nilai Efek % Contribution
A 63,56 97,21 B │-5,19│ 0,65 C │-6,44│ 1,00
AB │-0,44│ 4,605 AC │-2,94│ 0,21 BC 1,31 0,041
ABC 0,56 7,613 Keterangan: A = CMC-Na; B = Gliserol; C = Propilenglikol; AB = Interaksi CMC-Na dan Gliserol; AC = Interaksi CMC-Na dan propilenglikol; BC = Interaksi Gliserol dan Propilenglikol; ABC = Interaksi CMC-Na, Gliserol, dan Propilenglikol Dari perhitungan efek tersebut (tabel XI) dapat diketahui bahwa CMC-
Na yang paling dominan dalam menentukan viskositas. Penambahan CMC-Na
akan dominan meningkatkan respon viskositas. Sebaliknya gliserol dan
propilenglikol akan cenderung menurunkan viskositas. Viskositas yang dihasilkan
dalam sediaan gel berbanding terbalik dengan respon daya sebar yang dihasilkan.
51
Semakin besar viskositas suatu sediaan maka daya sebar yang dihasilkan akan
semakin rendah. Respon viskositas suatu sediaan akan menentukan acceptabilitas
sediaan tersebut terhadap konsumen. Dalam sediaan gel sunscreen viskositas akan
menentukan mudah tidaknya gel tersebut untuk dikeluarkan dari kemasan pada
saat diaplikasikan.
Gambar 19. Grafik Hubungan Interaksi CMC-Na dan Gliserol terhadap Viskositas pada
Propilenglikol 10 gram (prediksi Design Expert)
Dari grafik interaksi antara CMC-Na dan gliserol di atas (gambar 19)
dapat dilihat bahwa pada penggunaan gliserol level tinggi dan level rendah,
semakin banyak CMC-Na yang digunakan maka viskositas gel yang dihasilkan
semakin tinggi pada propilenglikol 10 gram. Penurunan viskositas gel juga akan
terjadi pada penambahan atau pengurangan jumlah propilenglikol yang digunakan
menjadi 5 gram atau 15 gram.
Kombinasi CMC-Na dengan level rendah dan gliserol dengan level
tinggi dapat digunakan untuk mendapatkan viskositas yang rendah. Sebaliknya
CMC-Na dengan level tinggi dan gliserol dengan level rendah dapat
menghasilkan viskositas yang tinggi. Kombinasi antara CMC-Na dan gliserol
52
tersebut dapat digunakan pada penggunaan propilenglikol level rendah maupun
level tinggi.
Gambar 20. Grafik Hubungan Interaksi CMC-Na dan Propilenglikol terhadap Viskositas
Gliserol pada 15 gram (prediksi Design Expert)
Grafik interaksi antara CMC-Na dan propilenglikol pada penggunaan
gliserol 15 gram di atas (gambar 20) menunjukkan bahwa pada propilenglikol
dengan level tinggi dan level rendah, semakin banyak CMC-Na yang
ditambahkan maka akan menghasilkan viskositas yang semakin tinggi. Perubahan
jumlah gliserol yang digunakan akan menghasilkan grafik yang serupa dimana
penambahan CMC-Na akan meningkatkan viskositas gel sunscreen.
Kombinasi CMC-Na dengan level rendah dan propilenglikol dengan
level tinggi dapat digunakan untuk mendapatkan viskositas yang rendah.
Sebaliknya CMC-Na dengan level tinggi dan propilenglikol dengan level rendah
dapat menghasilkan viskositas yang tinggi. Kombinasi antara CMC-Na dan
gliserol tersebut dapat digunakan pada penggunaan gliserol dengan level rendah
maupun level tinggi.
53
Gambar 21. Grafik Hubungan Interaksi Gliserol dan Propilenglikol terhadap Viskositas
pada CMC-Na 3,5 gram (prediksi Design Expert)
Interaksi gliserol dan propilenglikol dengan komposisi CMC-Na 3,5
gram terhadap viskositas (gambar 21) menunjukkan bahwa pada propilenglikol
dengan level rendah dan level tinggi, semakin besar komposisi gliserol yang
digunakan maka respon viskositas yang dihasilkan akan semakin rendah,.
Penambahan ataupun pengurangan jumlah CMC-Na tetap akan menghasilkan
penurunan viskositas pada penambahan jumlah gliserol.
Kombinasi propilenglikol dan gliserol dengan level tinggi dapat
digunakan untuk mendapatkan viskositas yang rendah. Sebaliknya propilenglikol
dan gliserol dengan level rendah dapat menghasilkan viskositas yang tinggi.
Kombinasi antara propilenglikol dan gliserol tersebut dapat digunakan pada
penggunaan CMC-Na level rendah maupun level tinggi.
3. Pergeseran viskositas
Pergeseran viskositas merupakan suatu indikasi stabilitas gel. Gel pada
saat penyimpanan dapat mengalami fenomena ketidakstabilan, yaitu sineresis,
yang dapat menurunkan viskositas dari sediaan gel. Pada gel yang baik
diharapkan pergeseran viskositas yang terjadi tidak lebih dari 10 gram sehingga
54
tidak akan mengubah sifat fisik dari sediaan gel secara signifikan. Hasil
perhitungan pergeseran viskositas setelah 1 bulan penyimpanan adalah sebagai
berikut.
Tabel XII. Hasil Pengukuran Pergeseran Viskositas Gel Sunscreen Ekstrak kental Apel Merah (setelah 1 bulan penyimpanan)
Formula Pergeseran Viskositas (%) 1 24,75 ± 6,07 a 4,85 ± 3,67 b 17,33 ± 9,93 c 15,13 ± 6,79
ab 7,92 ± 0,89 ac 3,87 ± 0,84 bc 8,26 ± 1,97 abc 8,25 ± 1,49
Gambar 22. Perhitungan ANOVA pada Respon Pergeseran Viskositas
55
Dari perhitungan ANOVA terhadap respon pergeseran viskositas
(gambar 22) dapat dilihat bahwa besarnya p-value adalah <0,0001. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor memberikan pengaruh yang dominan terhadap respon
pergeseran viskositas yang dihasilkan. Persamaan yang dihasilkan juga signifikan
sehingga dapat digunakan untuk memprediksi respon pergeseran viskositas yang
dihasilkan oleh sediaan gel sunscreen. Nilai F yang diperoleh memiliki nilai yang
lebih besar dari nilai F tabel untuk (7,24) pada taraf kepercayaan 95% yaitu 3,41
sehingga faktor berpengaruh signifikan terhadap respon pergeseran viskositas.
Dari perhitungan desain faktorial didapatkan besar nilai efek dari CMC-
Na, Gliserol, Propilenglikol maupun interaksinya dalam menentukan viskositas
sediaan gel. Hasil penentuan nilai efek adalah sebagai berikut.
Tabel XIII. Perhitungan Efek dalam Menentukan Pergeseran Viskositas Faktor Nilai Efek % Contribution
A │-10,14│ 40,30 B │-1,71│ 1,14 C │-4,83│ 9,15
AB 5,44 11,58 AC 4,51 7,97 BC 0,47 0,085
ABC 0,18 0,018 Keterangan: A = CMC-Na; B = Gliserol; C = Propilenglikol; AB = Interaksi CMC-Na dan Gliserol; AC = Interaksi CMC-Na dan propilenglikol; BC = Interaksi Gliserol dan Propilenglikol; ABC = Interaksi CMC-Na, Gliserol, dan Propilenglikol
Dari perhitungan efek tersebut (tabel XIII) dapat diketahui bahwa CMC-
Na yang paling dominan dalam menentukan respon pergeseran viskositas.
Penambahan CMC-Na akan menurunkan pergeseran viskositas yang berarti akan
meningkatkan stabilitas gel yang dihasilkan. Semakin kecil pergeseran viskositas
yang dihasilkan berarti viskositas gel tidak mengalami perubahan secara
56
signifikan selama penyimpanan. Semakin banyak CMC-Na yang digunakan
sebagai gelling agent akan membentuk suatu sistem gel dengan ikatan yang rapat
dan kuat. Dengan demikian sistem gel tersebut akan lebih stabil selama
penyimpana sehingga pergeseran viskositas yang dihasilkan lebih rendah.
Pergeseran viskositas disebabkan oleh adanya fenomena sineresis yang terjadi
akibat keluarnya air dari dalam matriks gel. Dengan penggunaan gelling agent
yang semakin banyak maka gel akan mempunyai kemampuan yang lebih besar
untuk menahan air yang ada dalam matriks gel agar tidak keluar.
Gambar 23. Grafik Hubungan Interaksi CMC-Na dan Gliserol terhadap Pergeseran
Viskositas pada Propilenglikol 5 gram
Dari grafik di atas (gambar 23) dapat dilihat bahwa pada gliserol dengan
level tinggi dan level rendah, penambahan jumlah CMC-Na yang digunakan akan
menghasilkan pergeseran viskositas yang semakin rendah pada propilenglikol 5
gram. Adanya perpotongan garis menunjukkan bahwa interaksi antara CMC-Na
dan gliserol dapat memberikan pengaruh pada perubahan respon pergeseran
viskositas. Tabel perhitungan efek (Tabel XIII) menunjukkan adanya interaksi
antara CMC-Na dan gliserol dalam menentukan respon pergeseran viskositas.
Interaksi antara CMC-Na dan gliserol akan memberikan pengaruh dalam
57
meningkatkan pergeseran viskositas. Dengan demikian semakin banyak interaksi
antara CMC-Na dan gliserol akan menurunkan stabilitas sediaan gel selama
penyimpanan.
Kombinasi CMC-Na level tinggi dan gliserol dengan level rendah dapat
digunakan untuk mendapatkan pergeseran viskositas yang rendah. Dengan
demikian untuk menghasilkan sediaan gel yang stabil selama penyimpanan dapat
menggunakan kombinasi antara CMC-Na level tinggi dan gliserol dengan level
rendah pada penggunaan propilenglikol 5 gram.
Gambar 24. Grafik Hubungan Interaksi CMC-Na dan Gliserol terhadap Pergeseran
Viskositas pada Propilenglikol 10 gram (prediksi Design Expert)
Dari grafik tersebut (gambar 24) dapat dilihat bahwa pada penggunaan
gliserol dengan level tinggi dan level rendah, semakin banyak jumlah CMC-Na
yang digunakan maka pergeseran viskositas yang dihasilkan akan semakin rendah
pada propilenglikol 10 gram. Perpotongan garis menunjukkan bahwa interaksi
antara CMC-Na dan gliserol akan memberikan pergaruh pada respon pergeseran
viskositas sama seperti yang ditunjukkan pada tabel perhitungan efek terhadap
respon pergeseran viskositas (Tabel XIII). Pada gliserol dengan level tinggi
grafik yang dihasilkan lebih landai dibandingkan dengan gliserol level rendah.
58
Hal ini menunjukkan bahwa penambahan CMC-Na pada gliserol level tinggi akan
lebih sedikit menurunkan pergeseran viskositas dibandingkan dengan pada
gliserol level rendah. Dengan demikian menunjukkan bahwa level gliserol yang
digunakan akan mempengaruhi besarnya penurunan pergeseran viskositas yang
dihasilkan dengan penambahan CMC-Na pada propilenglikol 10 gram.
Kombinasi CMC-Na level tinggi dan gliserol dengan level rendah dapat
digunakan untuk mendapatkan pergeseran viskositas yang rendah. Dengan
demikian untuk menghasilkan sediaan gel yang stabil selama penyimpanan dapat
menggunakan kombinasi antara CMC-Na level tinggi dan gliserol dengan level
rendah pada penggunaan propilenglikol 10 gram.
Gambar 25. Grafik Hubungan Interaksi CMC-Na dan Gliserol terhadap Pergeseran
Viskositas pada Propilenglikol 15 gram Dari grafik interaksi di atas (gambar 25) terlihat bahwa pada gliserol
dengan level tinggi, semakin besar CMC-Na yang digunakan maka cenderung
akan terjadi peningkatan respon pergeseran viskositas walaupun tidak terlalu
besar. Sebaliknya pada gliserol dengan level rendah, semakin besar jumlah CMC-
Na yang ditambahkan maka pergeseran viskositas yang dihasilkan akan semakin
rendah pada propilenglikol 15 gram.
59
Kombinasi CMC-Na level tinggi dan gliserol dengan level rendah dapat
digunakan untuk mendapatkan pergeseran viskositas yang rendah. Dengan
demikian untuk menghasilkan sediaan gel yang stabil selama penyimpanan dapat
menggunakan kombinasi antara CMC-Na level tinggi dan gliserol dengan level
rendah pada penggunaan propilenglikol 15 gram.
Gambar 26. Grafik Hubungan Interaksi CMC-Na dan Propilenglikol terhadap Pergeseran
Viskositas pada Gliserol 10 gram
Dari grafik tersebut (gambar 26) dapat dilihat bahwa pada propilenglikol
level tinggi dan level rendah, penurunan pergeseran viskositas terjadi seiring
dengan penambahan jumlah CMC-Na pada gliserol 10 gram. Pada CMC-Na
dengan konsentrasi 4 gram terlihat bahwa pergeseran viskositas yang dihasilkan
antara propilenglikol level tinggi dan level rendah memiliki perbedaan yang tidak
signifikan sehingga nilai SD tumpang tindih.
Kombinasi CMC-Na level tinggi dengan propilenglikol dengan level
rendah maupun level tinggi dapat digunakan untuk mendapatkan pergeseran
viskositas yang rendah. Dengan demikian untuk menghasilkan sediaan gel yang
stabil selama penyimpanan dapat menggunakan kombinasi antara CMC-Na level
tinggi dan propilenglikol dengan level rendah pada penggunaan gliserol 10 gram.
60
Gambar 27. Grafik Hubungan Interaksi CMC-Na dan Propilenglikol terhadap Pergeseran
Viskositas pada Gliserol 15 gram (prediksi Design Expert)
Grafik interaksi CMC-Na dan propilenglikol terhadap pergeseran
viskositas tersebut (gambar 27) menunjukkan bahwa pada penggunaan
propilenglikol level tinggi dan level rendah, semakin besar jumlah CMC-Na yang
digunakan maka respon pergeseran viskositas yang dihasilkan akan semakin
rendah pada gliserol 15 gram. Kombinasi CMC-Na level tinggi dengan
propilenglikol dengan level rendah maupun level tinggi pada penggunaan gliserol
15 gram dapat digunakan untuk mendapatkan pergeseran viskositas yang rendah.
sehingga menghasilkan sediaan gel yang stabil selama penyimpanan.
Gambar 28. Grafik Hubungan Interaksi CMC-Na dan Propilenglikol terhadap Pergeseran
Viskositas pada Gliserol 20 gram
61
Dari grafik interaksi antara CMC-Na dan propilenglikol (gambar 28)
menunjukkan bahwa pada propilenglikol dengan level tinggi, semakin besar
CMC-Na yang digunakan maka pergeseran viskositas yang dihasilkan akan
cenderung semakin tinggi. Sebaliknya pada propilenglikol dengan level rendah,
semakin besar nilai CMC-Na maka pergeseran viskositas yang dihasilkan akan
semakin rendah pada penggunaan gliserol 20 gram. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa perubahan jumlah gliserol yang digunakan dapat mengubah
pergeseran viskositas yang dihasilkan. Semakin besar jumlah gliserol dapat
semakin meningkatkan respon pergeseran viskositas.
Kombinasi CMC-Na level tinggi dengan propilenglikol dengan level
tinggi dapat digunakan untuk mendapatkan pergeseran viskositas yang rendah.
Dengan demikian untuk menghasilkan sediaan gel yang stabil selama
penyimpanan dapat menggunakan kombinasi antara CMC-Na level tinggi dan
propilenglikol dengan level tinggi pada penggunaan gliserol 20 gram.
Gambar 29. Grafik Hubungan Interaksi Gliserol dan Propilenglikol terhadap Pergeseran
Viskositas pada CMC-Na 3 gram
Dari grafik interaksi di atas (gambar 29) terlihat bahwa pada penggunaan
propilenglikol level tinggi dan level rendah, semakin besar komposisi gliserol
62
yang digunakan maka respon pergeseran viskositas yang dihasilkan akan semakin
rendah pada penggunaan CMC-Na 3 gram. Kombinasi gliserol dan propilenglikol
dengan level tinggi dapat digunakan untuk mendapatkan pergeseran viskositas
yang rendah. Dengan demikian untuk menghasilkan sediaan gel yang stabil
selama penyimpanan dapat menggunakan kombinasi antara gliserol dan
propilenglikol dengan level tinggi pada penggunaan CMC-Na 3 gram.
Gambar 30. Grafik Hubungan Interaksi Gliserol dan Propilenglikol terhadap Pergeseran
Viskositas pada CMC-Na 3,5 gram (prediksi Design Expert)
Grafik interaksi antara gliserol dan propilenglikol di atas (gambar 30)
menunjukkan bahwa pada propilenglikol level tinggi dan level rendah, semakin
besar jumlah gliserol yang digunakan maka respon pergeseran viskositas yang
dihasilkan akan semakin rendah pada CMC-Na dengan konsentrasi 3,5gram.
Apabila dibandingkan dengan penggunaan CMC-Na 3 gram (gambar 29)
penambahan jumlah CMC-Na akan menyebabkan perubahan pada respon
pergeseran viskositas yang dihasilkan. Semakin besar CMC-Na yang digunakan
maka pergeseran viskositas yang dihasilkan semakin kecil.
Kombinasi gliserol dan propilenglikol dengan level tinggi dapat
digunakan untuk mendapatkan pergeseran viskositas yang rendah. Dengan
63
demikian untuk menghasilkan sediaan gel yang stabil selama penyimpanan dapat
menggunakan kombinasi antara gliserol dan propilenglikol dengan level tinggi
pada penggunaan CMC-Na 3,5 gram.
Gambar 31. Grafik Hubungan Interaksi Gliserol dan Propilenglikol terhadap Pergeseran
Viskositas pada CMC-Na 4 gram Dari grafik di atas (gambar 31) dapat dilihat bahwa pada propilenglikol
level tinggi maupun level rendah, pergeseran viskositas akan semakin meningkat
seiring dengan penambahan jumlah gliserol yang digunakan pada CMC-Na 4
gram. Nilai pergeseran viskositas yang dihasilkan akan semakin kecil dengan
penambahan jumlah CMC-Na yang semakin besar. Namun, pada penggunaan
CMC-Na 4 gram penambahan jumlah gliserol justru akan meningkatkan respon
pergeseran viskositas yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa CMC-Na
dapat mengubah pengaruh gliserol terhadap pergeseran viskositas.
Penggunaan propilenglikol dengan level tinggi ataupun rendah pada level
rendah tidak memberikan perbedaan yang bermakna pada respon pergeseran
viskositas yang dihasilkan. Pada komposisi CMC-Na 4 gram yang lebih
menentukan pergeseran viskositas adalah jumlah gliserol yang digunakan.
Kombinasi gliserol level rendah dengan CMC-Na 4 gram dapat menghasilkan
64
sediaan gel yang stabil saat penyimpanan. Komposisi propilenglikol dapat dipilih
pada level rendah untuk alasan ekonomis.
E. Optimasi Formula Gel Sunscreen Ekstrak Kental Apel Merah
Dari data hasil pengukuran sifat fisik sediaan gel sunscreen tersebut yang
meliputi daya sebar dan viskositas serta stabilitas gel yang dilihat dari nilai
pergeseran viskositas yang terjadi selama penyimpanan 1 bulan dapat diketahui
area optimum komposisi CMC-Na, gliserol, dan propilenglikol yang akan
menghasilkan sifat fisis dan stabilitas gel yang optimum. Sifat fisis dan stabilitas
gel yang optimum berarti adalah gel sunscreen dengan daya sebar antara 5-7 cm,
viskositas 50-125 d.Pas, dan pergeseran viskositas ≤ 10%. Dengan parameter sifat
fisis dan stabilitas tersebut diharapkan dapat menghasilkan gel sunscreen yang
dapat diterima oleh konsumen (acceptable).
1. Daya sebar
Persamaan desain faktorial daya sebar gel yang diperoleh adalah y =
edition, Marcel Dekker Inc., New York, pp. 308-309, 326. Boyer, J., and Liu, R. H., 2004, Apple Phytochemicals and Their Health Benefits,
Nutrition Journal, 3(5), 1-15 Buchmann, 2001, Main Cosmetic Vehicles, in Barel, A. O., Paye, M., and
Maibach, H., I., (Eds.), Handbook of Cosmetic Science and Technology, Marcel Dekker, Inc., New York, pp. 145-167.
Casagrande, R., Sandra R. G., Waldiceu A.V., José R.J., Antonio C.S., and Maria
J.V.F, 2006, Evaluation of Functional Stability of Quercetin as a Raw Material and in Different Topical Formulations by its Antilipoperoxidative Activity, AAPS PharmSciTech., 7(1), E1
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope
Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, pp. 7, 413. Donovan, M. D., Flanagan, D. R., 1996, Bioavailability of Disperse Dosage
Forms, in Libermann, H.A., Lachman, L., Schwartz, J.B., (Eds), Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse System Vol.1, 2nd
ed., Marcell Dekker Inc., New York, pp. 316.
Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., dan Singla, A.K., 2002, Spreading of Semisolid
Formulation: An Update, Pharmaceutical Technology, 84-105, www.pharmtech.com, diakses tanggal 8 Februari 2010.
70
Jones, M., 2006, Dermatological Effects from Years in the Sun: Compounding Opportunities, International Journal of Pharmaceutical Compounding, 10(5), 336-342.
Katiyar, S.K., Afaq, F., Perez, A., and Mukhtar, H., 2001, Green tea polyphenol (-
)-epigallocatechin-3-gallate treatment of human skin inhibits ultraviolet radiation-induced oxidative stress, Carcinogenesis, 22(2), 287-294.
Lindorst, K., 1998, Antioxidant Activity of Phenolic Fraction of Plant Products
Ingested by The Maasai, Thesis, 13-20, School of Dietetics and Human Nutrition McGill University, Montreal.
Loden, M., 2001, Hydrating Substances, in Barel, A. O., Paye, M., and Maibach,
H., I., (Eds.), Handbook of Cosmetic Science and Technology, Marcel Dekker, Inc., New York, pp. 348-350.
Markham, K.R., 1988, Cara Mengindentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata, hal.1, 3, 15, Penerbit ITB, Bandung. Martin, A., Swarbrick, J., dan Cammarata, A., 1993, Physical Pharmacy
diterjemahkan oleh Yoshita, 3rd edition, hal.1019-1053, 1077-1119, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Petro, A. J., 1981, Correlation of Spectrophotometric Data with Sunscreen
Protection Factor, International Journal of Cosmetic Science , 3, 185-196. Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan Quinn, M. E., 2009, Handbook of
Pharmaceutical Excipients, 6th edition, Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association, Washington D. C., pp. 118-121, 283-285, 441-444, 592-593.
Sagarin, E., 1957, Cosmetic Science and Technology, Interscience Publisher, Inc.,
New York, pp. 147-181. Singleton, V. L., dan Rossi, J. A., 1965, Colorimetry of Total Phenolics with
Soeratri, W., Purwanti, T., 2004, Pengaruh Penambahan Asam Glikolat Terhadap
Efektifitas Sediaan Tabir Surya Kombinasi anti UV-A dan Anti UV-B dalam Basis Gel, Majalah Farmasi Airlangga, 4(3), 73-75.
Stanfield, J. W., 2003, Sun Protectants: Enhancing Product Functionality with
Sunscreens, in Schueller, R., Romanowski, P., (Eds.), Multifunctional Cosmetics, Marcel Dekker Inc., New York, pp. 145-148.
71
Svobodova, A., Psotova, J., dan Walternova, D., 2003, Natural Phenolics in Prevention of UV-Induced Skin Damage (A review), Biomed. Papers, 147(2), 137-145.
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh
Soewandhi, S. N. dan Widianto, M. B., hal.141-145, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Waji, R. A., Sugrani, A., 2009, Flavonoid (Quercetin), Makalah, Universitas
Hasanudin, Makassar. Wijayanti, L.R., 2008, Optimasi Formula Gel Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol
Teh Hijau (Camellia sinensis L.) dengan CMC (Carbomethyl cellulose) sebagai Gelling agent dan Propilen Glikol sebagai Humektan dengan Metode Desain Faktorial, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Zats, J.L., dan Kushla, G.P., 1996, Gels, in Lieberman, H.A., Lachman, L.,
Schwatz, J.B., (Eds.), Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Sistem, Vol. 2, 2nd edition, Marcel Dekker Inc., New York, pp. 399-405, 408-409, 415.
Zocchi, G., 2001, Skin-Feel Agents, in Barel, A.O., Paye, M., Maibach, H.I.,
(Eds), Handbook of Cosmetic Science and Technology, Marcell Dekker, Inc., New York, pp. 406-407.
72
Lampiran 1. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kental Apel Merah (Pyrus malus L.) a. Penimbangan baku kuersetin
Berat wadah = 14,984 g Berat wadah + zat (kasar) = 15,012 g Berat wadah + zat (analitik) = 15,0100 g Berat wadah + sisa = 14,9827 g Berat zat = 0,0273 g = 27,3 mg
Y = 0,7402x + 0,1601 0,318 = 0,7402x + 0,1601 X = 0,2133 mg/mL × 100 = 21,33 mg/mL Jumlah dalam 25 mL aseton = 21,33 mg/mL × 25 mL = 533,25 mg/25 mL Berat ekstrak yang ditimbang = 1004,4 mg Kadar polifenol = ,
, 100 53,09 %
2. Replikasi 2
Y = 0,7402x + 0,1601 0,314 = 0,7402x + 0,1601 X = 0,2079 mg/mL × 100 = 20,79 mg/mL Jumlah dalam 25 mL aseton = 20,79 mg/mL × 25 mL = 519,75 mg/25 mL Berat ekstrak yang ditimbang = 1001,2 mg Kadar polifenol = ,
, 100 51,91 %
3. Replikasi 3
Y = 0,7402x + 0,1601 0,312 = 0,7402x + 0,1601 X = 0,2052 mg/mL × 100 = 20,52 mg/mL Jumlah dalam 25 mL aseton = 20,52 mg/mL × 25 mL = 513,00 mg/25 mL Berat ekstrak yang ditimbang = 1005,5 mg Kadar polifenol = ,
, 100 51,02 % b
b
75
4. Replikasi 4
Y = 0,7402x + 0,1601 0,316 = 0,7402x + 0,1601 X = 0,2106 mg/mL × 100 = 21,06 mg/mL Jumlah dalam 25 mL aseton = 21,06 mg/mL × 25 mL = 526,50 mg/25 mL Berat ekstrak yang ditimbang = 1006,5 mg Kadar polifenol = ,
, 100 52,31 % b
b
5. Replikasi 5
Y = 0,7402x + 0,1601 0,317 = 0,7402x + 0,1601 X = 0,2120 mg/mL × 100 = 21,20 mg/mL Jumlah dalam 25 mL aseton = 21,20 mg/mL × 25 mL = 530,00 mg/25 mL Berat ekstrak yang ditimbang = 1002,9 mg Kadar polifenol = ,
, 100 52,85 %
6. Replikasi 6
Y = 0,7402x + 0,1601 0,310 = 0,7402x + 0,1601 X = 0,2025 mg/mL × 100 = 20,25 mg/mL Jumlah dalam 25 mL aseton = 20,25 mg/mL × 25 mL = 506,25 mg/25 mL Berat ekstrak yang ditimbang = 1001,1 mg Kadar polifenol = ,
, 100 50,57 %
76
Lampiran 2. Penetapan Nilai SPF
a. Penimbangan ekstrak
Penimbangan Replikasi I Replikasi II Replikasi III Wadah (g) 14,43321 14,39465 14,43334 Wadah + zat (g) 20,28125 20,84680 20,61512 Wadah + sisa (g) 14.53780 14,92898 14,77726 Zat (g) 5,74345 5,91782 5,83786 Bobot polifenol dalam ekstrak (g)
2,9842 3,0748 3,0333
Kadar stok polifenol 2,9842%b/v 3,0748%b/v 3,0333%b/v
b. Konversi kadar polifenol 1,8%b/v menjadi %(b/b)
Berat wadah = 15,9667 g Berat wadah + larutan = 25,4234 g Berat larutan = 9,4567 g Konsentrasi polifenol 1,8 %(b/v) = 0,18 g/10 mL 1,8 g/10 mL = 0,18 g/9,4567 g 1,9034 g/100 g = 1,9034 %(b/b)
Berat ekstrak dalam formulasi adalah setara dengan konsentrasi polifenol 1,9034 %(b/b) yaitu 3,66 gram ekstrak. Berat ekstrak = ,
, 100 gram 3,66 gram
77
c. Perhitungan SPF
0,6% 1,2% 1,8%
I AUC II AUC III AUC I AUC II AUC III AUC I AUC II AUC III AUC
Replikasi Viskositas awal Viskositas akhir Pergeseran viskositas (%)
I 60 47 21,67 II 60 47 21,67 III 65 43 33,85 IV 55 43 21,82
Rata-rata 60 45 24,75 SD 4,08 2,31 6,07
80
Formula a
Replikasi Viskositas awal Viskositas akhir Pergeseran viskositas (%)
I 125 125 0 II 130 120 7,69 III 125 120 4,00 IV 130 120 7,69
Rata-rata 127,5 121,25 4,85 SD 2,89 2,50 3,67
Formula b
Replikasi Viskositas awal Viskositas akhir Pergeseran viskositas (%)
I 55 42 23,64 II 55 48 12,73 III 55 40 27,27 IV 53 50 5,66
Rata-rata 54,5 45 17,33 SD 1,00 4,76 9,93
Formula c
Replikasi Viskositas awal Viskositas akhir Pergeseran viskositas (%)
I 55 43 21,82 II 55 46 16,36 III 60 50 16,67 IV 53 50 5,66
Rata-rata 55,75 47,25 15,13 SD 2,99 3,40 6,79
Formula ab
Replikasi Viskositas awal Viskositas akhir Pergeseran viskositas (%)
I 120 110 8,33 II 120 112 6,67 III 125 115 8,00 IV 115 105 8,70
Rata-rata 120 110,5 7,92 SD 4,08 4,20 0,89
81
Formula ac
Replikasi Viskositas awal Viskositas akhir Pergeseran viskositas (%)
I 120 115 4,17 II 115 112 2,61 III 115 110 4,35 IV 115 110 4,35
Rata-rata 116,25 111,75 3,87 SD 2,50 2,36 0,84
Formula bc
Replikasi Viskositas awal Viskositas akhir Pergeseran viskositas (%)
I 55 50 9,09 II 47 43 8,51 III 55 52 5,45 IV 50 45 10,00
Rata-rata 51,75 47,5 8,26 SD 3,95 4,20 1,97
Formula abc
Replikasi Viskositas awal Viskositas akhir Pergeseran viskositas (%)
I 115 105 8,70 II 115 108 6,09 III 115 105 8,70 IV 105 95 9,52
Rata-rata 112,5 103,25 8,25 SD 5,00 5,68 1,49
82
Lampiran 4. Grafik Box-Cox
a. Daya sebar
b. Viskositas
c. Pergeseran Viskositas
83
Lampiran 5. Dokumentasi
Formula 1
Formula a
Formula b
Formula c
84
Formula ab
Formula ac
Formula bc
Formula abc
85
Gel Sunscreen Ekstrak Apel Merah
Ekstrak kental apel merah
Buah apel merah
86
Lampiran 6. Surat Keterangan Pembuatan Ekstrak
87
88
89
BIOGRAFI PENULIS
Fransiska Kumala Wahyuningtyas Lahir di Yogyakarta pada tanggal 6 April 1990. Merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Ignatius Ngesti Mukti Lintang dan Ibu Ignatia Suwartini. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Kanisius Kintelan Yogyakarta pada tahun 1994-1996. Kemudian dilanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Kanisius Kintelan I pada tahun 1996-2002. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama ditempuh di SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta pada tahun 2002-2005. Dilanjutkan dengan pendidikan di Program Percepatan
Belajar SMA Negeri 8 Yogyakarta pada tahun 2005-2007. Terakhir penulis menjadi mahasiswi Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2007. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi penulis pernah mengikuti kepanitiaan dalam rangka Hari AIDS Nasional sebagai Koordinator Hubungan Masyarakat. Dalam bidang keorganisasian penulis berperan serta menjadi pengurus Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi periode 2008/2009 sebagai anggota Divisi Humas dan periode 2009/2010 sebagai Koordinator Divisi Penelitian dan Pengembangan. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi adalah menjadi Penyaji dalam PIMNAS XXII dalam bidang PKMK pada tahun 2009 di Universitas Brawijaya, Malang. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Farmasetika Dasar pada tahun 2008 dan 2010.