Top Banner
Hal | 34 ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN EKSPOR DAN IMPOR PADA PT YKK ZIPCO INDONESIA * Sri Esa Rahmadani * Munawaroh ABSTRACT The purpose of this research is to decide the strategy in anticipating and reducing the restitution of Value Added Tax (VAT) to PT YKK Zipco Indonesia, a foreign capital company conducting export and import activities. The research method used is descriptive to describe the calculation of VAT and VAT restitution mechanism conducted by PT YKK Zipco Indonesia based on the prevailing rules, and strategy in anticipating VAT restitution by utilizing Bonded Zone facility. This research analyzes the positive impact of tax planning in anticipating VAT restitution. Keywords: Compensation, Restitution, Value Added Tax, Export, Import PENDAHULUAN Reformasi pajak (tax reform) yang dilakukan pemerintah Indonesia pada tahun 1983 telah memberikan perubahan yang konstruktif bagi perpajakan Indonesia yang mampu menunjukkan fungsinya sebagai salah satu sumber penerimaan Negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Salah satu perubahan tersebut adalah dengan munculnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menggantikan pajak penjualan tahun 1951. Dinamakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena yang terkena pajaknya hanya penambahan nilainya saja. Dasar hukum PPN di Indonesia adalah Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai nomor 42 tahun 2009 yang berlaku sejak 1 April 2010, merupakan perubahan ketiga UU PPN tahun 1984. Menurut UU nomor 42 tahun 2009 tersebut, PPN dikenakan kepada produsen ataupun distributor yang menjual barang dan/atau jasanya kepada konsumen terakhir di Daerah Pabean. Oleh karena itu, atas barang yang tidak dikonsumsi di daerah pabean (diekspor), akan dikenakan pajak dengan tarif 0%, sebaliknya atas impor barang dikenakan pajak yang sama dengan produksi barang dalam negeri. YKK Corporation (YKK株式会社 YKK Kabushikigaisha) adalah grup perusahaan Jepang yang memproduksi produk metal nonbesi, dan dikenal sebagai produsen ritsleting terbesar di dunia. YKK adalah merek dagang terdaftar sekaligus singkatan dari Yoshida Kogyo Kabushiki Kaisha. Kantor pusat berada di distrik Chiyoda, Tokyo.Grup YKK telah memiliki 132 perusahaan yang tersebar di 70 negara dan teritori, dengan total pabrik dan kantor di sejumlah 672 lokasi. Grup YKK terdiri dari tiga bidang usaha: produk pengancing/ritsleting, produk bahan bangunan, dan enjinering mesin. Perusahaan yang berada di bawah grup YKK dikelompokkan menjadi 6 kelompok berdasarkan lokasi geografis: Jepang, Asia Timur, ASEAN-Asia Selatan-Oseania, Eropa-Timur Tengah-Afrika, Amerika Utara-Amerika Tengah dan Amerika Selatan.Di Indonesia, Grup YKK memiliki PT YKK Zipper Indonesia, PT. Jurnal Akuntansi Bisnis Vol. 4 No. 2 Mei 2017
17

ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Nov 04, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 34

ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS

KEGIATAN EKSPOR DAN IMPOR PADA PT YKK ZIPCO

INDONESIA

* Sri Esa Rahmadani

* Munawaroh

ABSTRACT

The purpose of this research is to decide the strategy in anticipating

and reducing the restitution of Value Added Tax (VAT) to PT YKK

Zipco Indonesia, a foreign capital company conducting export and

import activities. The research method used is descriptive to describe

the calculation of VAT and VAT restitution mechanism conducted by

PT YKK Zipco Indonesia based on the prevailing rules, and strategy

in anticipating VAT restitution by utilizing Bonded Zone facility. This

research analyzes the positive impact of tax planning in anticipating

VAT restitution.

Keywords: Compensation, Restitution, Value Added Tax, Export, Import

PENDAHULUAN

Reformasi pajak (tax reform) yang

dilakukan pemerintah Indonesia pada

tahun 1983 telah memberikan perubahan

yang konstruktif bagi perpajakan Indonesia

yang mampu menunjukkan fungsinya

sebagai salah satu sumber penerimaan

Negara dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara. Salah satu perubahan

tersebut adalah dengan munculnya Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) menggantikan

pajak penjualan tahun 1951. Dinamakan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena

yang terkena pajaknya hanya penambahan

nilainya saja.

Dasar hukum PPN di Indonesia

adalah Undang-undang tentang Pajak

Pertambahan Nilai nomor 42 tahun 2009

yang berlaku sejak 1 April 2010,

merupakan perubahan ketiga UU PPN

tahun 1984. Menurut UU nomor 42 tahun

2009 tersebut, PPN dikenakan kepada

produsen ataupun distributor yang menjual

barang dan/atau jasanya kepada konsumen

terakhir di Daerah Pabean. Oleh karena itu,

atas barang yang tidak dikonsumsi di

daerah pabean (diekspor), akan dikenakan

pajak dengan tarif 0%, sebaliknya atas

impor barang dikenakan pajak yang sama

dengan produksi barang dalam negeri.

YKK Corporation (YKK株式会社 –

YKK Kabushikigaisha) adalah grup

perusahaan Jepang yang memproduksi

produk metal nonbesi, dan dikenal sebagai

produsen ritsleting terbesar di dunia. YKK

adalah merek dagang terdaftar sekaligus

singkatan dari Yoshida Kogyo Kabushiki

Kaisha. Kantor pusat berada di

distrik Chiyoda, Tokyo.Grup YKK telah

memiliki 132 perusahaan yang tersebar di

70 negara dan teritori, dengan total pabrik

dan kantor di sejumlah 672 lokasi. Grup

YKK terdiri dari tiga bidang usaha: produk

pengancing/ritsleting, produk bahan

bangunan, dan enjinering mesin.

Perusahaan yang berada di bawah grup

YKK dikelompokkan menjadi 6 kelompok

berdasarkan lokasi geografis: Jepang, Asia

Timur, ASEAN-Asia Selatan-Oseania,

Eropa-Timur Tengah-Afrika, Amerika

Utara-Amerika Tengah dan Amerika

Selatan.Di Indonesia, Grup YKK memiliki

PT YKK Zipper Indonesia , PT.

Jurnal Akuntansi Bisnis

Vol. 4 No. 2 Mei 2017

Page 2: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 35

Andityawarman, PT YKK Zipco

Indonesia , dan PT YKK Fasco Indonesia.

PT YKK Zipper Indonesia didirikan

pada tanggal 23 Mei 1972 sebagai

perusahaan manufaktur yang fokus

memproduksi “Zipper” (ritsleting) dan

komponennya, yaitu quicklon (kait &

pengikat loop), pita elastis, tape gandum

kotor, stopper kabel plastik, telah tumbuh

menjadi YKK Fastening Indonesia Group

(FIG), dan terkonsentrasi dalam

memberikan berbagai keuntungan bagi

perdagangan Indonesia dan industri,

mendukung industri dalam negeri tekstil,

dan berfokus 25% dari produksi untuk

ekspor langsung dalam Grup YKK, 55%

untuk ekspor tidak langsung dan sisanya

untuk pasar domestik. Sebagai salah satu

sentra produksi YKK Corporation

mengikuti perkembangan industri dan

perdagangan global, terutama yang terjadi

di Asia. Perusahaan YKK Group

menganggap adil dan merata sebagai dasar

kegiatan operasional dan manajemen,

dinyatakan dalam prinsip manajemennya,

“YKK Berusaha meningkatkan Nilai

Perusahaan Signifikansi yang Tinggi”.

Setelah 17 tahun usaha di Indonesia

sukses, pada 23 Oktober tahun 1989

mendirikan PT YKK Zipco Indonesia,

perusahaan patungan dengan produk

utamanya adalah ritsleting (polyester) dan

komponennya (kaset, rantai, slider).

Perusahaan ini baru mencapai kesuksesan

dengan cepat dan sekarang memiliki 3

pabrik di Cibitung, Bekasi, dengan 652

karyawan, dan berproduksi untuk ekspor

l a n g s u n g , ya i t u d i d i s t r i b u s i k a n

ke Perusahaan YKK seluruh dunia.

PT YKK Zipco Indonesia merupakan

perusahaan manufakturyang memfokuskan

kepada solusi sistem dan teknologi

informasi yang menyeluruh dan

terintegrasi di dalam pengembangan

produktivitas dan efisiensi aktivitas ekspor

dan impor atas barang kena pajak.Dalam

hal ini PT YKK Zipco Indonesia telah

melakukan Restitusi PPN hampir setiap

Tahun dikarenakan lebih besarnya nilai

Pajak Masukan dibanding Pajak Keluaran

dalam aktivitas Ekspor dan impor tersebut,

dan nilai yang akan direstitusi adalah

selisih dari nilai yang dikompensasikan ke

Masa Pajak berikutnya.

Tabel 1

Kenaikan dan Penurunan Lebih Bayar PPN

PT. YKK Zipco Indonesia Tahun 2010 - 2014

No

Tahun

(t)

Lebih Bayar

(1)

Selisih(2)=

Lebih Bayar(t – (t-1))

% Kenaikan/Penurunan

(3)=(2): Lebih Bayar(t-1)

1 2010 32.693.225.676 - -

2 2011 66.948.479.078 34.255.253.402 105%

3 2012 45.095.527.083 -21.852.951.995 -33%

4 2013 93.950.864.321 48.855.337.238 108%

5 2014 76.933.580.733 -17.017.283.588 -18%

Sumber : Data diolahpenulis (2016)

Tabel 1diatas menunjukkan pada

tahun 2010 sampai dengan 2014selisih

nilai lebih bayar PPN dalam lima tahun

tersebut mengalami kenaikan dan

penurunan. Pada tahun 2010-2011

mengalami kenaikan hingga 105%.

Namun tahun 2012 terjadi penurunan

sebesar 33%. Kemudian tahun 2013 ada

Page 3: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 36

kenaikan sebesar 108% dan tahun 2014

kembali terjadi penurunan sebesar 18%.

Dengan demikian kenaikan yang terjadi

mencapai >100%, namun pada penurunan

hanya berkisar 18% - 33%. Jika diprediksi

ada beberapa hal yang mungkin

menyebabkan hal tersebut diantaranya,

kesalahan perhitungan Pajak Keluaran dan

Pajak Masukan, kurangnya ketelitian

karyawan dalam menginput dataPPN, atau

disebabkan lawan transaksi dengan kode

transaksi tertentu yang menambah angka

lebih bayar,dan adanya kemungkinan

masih mengikuti aturan perpajakan yang

sudah tidak berlaku karena kurang

mengikuti informasi terkini tentang

regulasi perpajakan yang berlaku.

Nilai lebih bayar PPN dapat

dikompensasikan pada masa pajak

berikutnya dan dapat juga direstitusi,

namun oleh karena proses restitusi tersebut

membutuhkan proses yang panjang, maka

diperlukan perencanaan pajak agar di masa

pajak selanjutnya tidak lagi terjadi

restitusi. Hasil penelitian Linda Yuliana

(2010) dan Syahrul Fauzi (2012)dengan

menggunakan regresi linier sederhana

menunjukkan, bahwa pemberian restitusi

PPN berpengaruh terhadap penerimaan

PPN. Milda Agustina (2011), melakukan

penelitian dengan sumber data dari bagian

perpajakan dan keuangan serta dokumen-

dokumen lain yang terkait, menyatakan

bahwa perbedaan omzet yang dihasilkan

dari faktor-faktor penyebab perbedaan omzet PPN dan PPh yaitu karena

perbedaan pengakuan penjualan dan

pembuatan faktur pajak, akun PPN yang

diterapkan perusahaan telah memadai

dengan prinsip-prinsip akuntansi dan

peraturan perpajakan walaupun masih ada

hal–hal yang belum dilaksanakan tetapi

perusahaan berusaha menyempurnakannya.

Secara spesifik tujuan yang akan

dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui cara perhitungan PPN atas

Kegiatan Ekspor dan Impor PT YKK

Zipco Indonesia, menganalisis kesesuaian

perhitungan PPN dengan UU Nomor 42

tahun 2009, mengetahui strategi dalam

mengurangi terjadinya restitusi, dan

mengetahui dampak positif adanya

perencanaan pajak dalam mengantisipasi

Restitusi Pajak Pertambahan Nilai.Hasil

yang diharapkan dari penelitian equalisasi

P P N ka l i i n i ada l ah ad an ya

keselarasan dan keseimbangan antara

peraturan–peraturan mengenai Pajak

Pertambahan Nilai yang berlaku dengan

penerapannya oleh perusahaan, dan

perusahaan mampu meminimalkan

angka resti tusi setiap bulannya.

Selanjutnya, diharapkan penelitian ini

dapat memberikan kontribusi menuntun

perusahaan menjadi Wajib Pajak yang

patuh pada peraturan yang berlaku.

TINJAUAN PUSTAKA

Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Untung Sukardji (2015:1)

Pajak Pertambahan Nilai (Value Added

Tax) untuk pertama kali diperkenalkan

oleh Carl Friedrich von Siemens, seorang

industrialis dan konsultan pemerintah

Jerman pada tahun 1919. Namun ironisnya

justru pemerintah Perancis yang pertama

kali menerapkan PPN dalam sistem

perpajakannya pada tahun 1954, sedangkan

Jerman baru menerapkannya pada awal

tahun 1968. Indonesia baru mengadopsi

PPN pada t an gga l 1 Apr i l 198 5

menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang telah diberlakukan di Indonesia sejak

tahun 1951.

Permasalahan yang terkait dengan

impor dan ekspor barang dan jasa

dikemukakan oleh Untung Sukardji

(2015:57), bahwa setiap kegiatan

memasukkan barangdari luar Daerah

pabean ke dalam daerah pabean disebut

impor Barang Kena Pajak (BKP).

Sementara itu pasal 4 ayat1 huruf b UU

PPN tidak menentukan status orang atau

badan yang melakukan kegiatan ini, maka

Page 4: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 37

impor BKP yang dilakukan oleh siapa pun

dapat dikenai PPN. Demikian pula, setiap

kegiatan mengeluarkan BKP berwujuddari

dalam ke luar daerah pabean disebut

ekspor BKP Berwujud, dan dalam

penjelasan Pasal 4 ayat 1 huruf f

ditegaskan, bahwa pengusaha yang

melakukan ekspor BKP hanya pengusaha

yang dikukuhkan menjadi PKP, sehingga

dikenai PPN.

Sementara itu dinyatakan dalam

pasal 1 angka 28 UU PPN, bahwa ekspor

BKP Tidak Berwujud adalah setiap

kegiatan pemanfaatan BKP Tidak

Berwujud dari dalam keluar daerah

pabean.Contoh : PT Hutama Karya selaku

p eme gan g ha k pa t en t ek no lo g i

pembangunan jalan layang di Thailand.

Kegiatan ini termasuk dalam kelompok

ekspor BKP Tidak Berwujud. Dalam

penjelasan Pasal 4A ayat 1 huruf g dirinci

jenis Barang Kena Pajak Tidak Berwujud,

yaitu (a) penggunaan atau hak

menggunakan hak cipta di bidang

kesusasteraan, kesenian, atau karya ilmiah,

paten, desain atau model, rencana,formula

atau proses rahasia, merek dagang, atau

bentuk hak kekayaan intelektual/industrial

atauhak serupalainnya; (b) penggunaan

atau hak menggunakan peralatan/

perlengkapan, industrial, komersial, atau

ilmiah; (c) pemberitahuan pengetahuan

atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,

industrial atau komersial; (d) pemberian

bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak

menggunakan hak-hak tersebut pada huruf

a, penggunaaan atau hak menggunakan

peralatan perlengkapan tersebut pada huruf

b, atau pemberian pengetahuan atau

informasi tersebut pada huruf c, berupa :1)

penerimaan atau hak menerima rekaman

gambar atau rekaman suara atau keduanya,

yang disalurkan kepada masyarakat

melalui sateli t , kabel, serat optik,

atauteknologi yang serupa; 2) penggunaan

atau hak menggunakan rekaman suara,

gambar atau rekaman suara atau keduanya,

untuk siaran televisi atau radio yang

disiarkan/dipancarkan melalui satelit,

kabel, serat optik, atau teknologi yang

serupa atau 3) penggunaan atau hak

menggunakan sebagian atau seluruh

spektrum radio komunikasi ; (e)

penggunaan atau hak menggunakan film

gambar hidup (motion picture fil), film

atau pita video untuk siaran televisi, atau

pitasuara untuk radio dan (f) pelepasan

seluruhnya atau sebagian hak yang

berkenaan dengan penggunaan atau

pemberian hak kekayaan intelektual/

industrial atau hak-hak lainnya

sebagaimana tersebut di atas.

Adapun ekspor Jasa Kena Pajak

(JKP)berdasarkan pasal 1 angka 29adalah

setiap kegiatan penyerahan JKP keluar

Daerah Pabean.Pasal 4 ayat 2 UU PPN

menyebutkan, bahwaketentuan mengenai

batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak

yang atas ekspornya dikenai PPN diatur

dengan peraturan Menteri Keuangan.

Sebagai peraturanpelaksanaan dari

ketentuan ini telah ditetapkan Peraturan

M e n t e r i K e u a n g a n N o m o r

70/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010

yang sudah diubah dengan peraturan

menteri keungan Nomor 30/PMK.03/2011

tanggal 28 Februari 2011. Berdasarkan

PMK ini, ditetapkan tiga jenis JKP yang

atas ekspornya dikenai PPN, yaitu (a) jasa

maklon; (b) jasa perbaikan dan perawatan

yang melekat pada atau untuk barang bergerak yang dimanfaatkan diluar daerah

pabean; (c) jasa konstruksi yang melekat

pada atau untuk barang tidak bergerak

yang terletak di luar daerah pabean.

Dasar Pengenaan Pajak Nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

dapat menggunakan harga jual atau

penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau

nilai lain yang diatur dalam peraturan

menteri . Pasal 1 angka 18 UU

PPNdirumuskan mengenai harga Jual,

Page 5: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 38

adalah nilai berupa uang termasuk semua

biaya yang diminta atau seharusnya

diminta oleh penjual karena penyerahan

Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak

Pertambahan Nilai yang dipungut

berdasarkan undang-undang ini dan

potongan harga yang dicantumkan dalam

faktur Pajak. Kemudian dalam pasal 1

angka 19 dirumuskan : Penggantian adalah

nilaiberupa uang termasuk semua biaya

yang di minta atau seharusnya diminta oleh

pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena

Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, oleh atau

ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud,

tetapi tidak termasuk pajak yang dipungut

menurut undang-undang ini dan potongan

harga yang dicantumkan dalam Faktur

Pajak, atau nilai berupa uang yang dibayar

atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa

karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak

dan/atau penerima manfaat Barang Kena

Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan

Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari

luar ke dalamDaerah Pabean.Adapun yang

dimaksud dengan semua biaya dalam

ketentuan tersebut antara lain biaya

pengangkutan, biaya asuransi, biaya

bantuan teknik, biaya pemeliharaan, biaya

pengiriman, biayagaransi, dan biaya

pendidikan.

Pengertian Nilai impor dirumuskan

dalam pasal 1 angka 20 adalah nilai berupa

uang yang menjadi dasar penghitungan bea

masuk ditambah pungutan berdasarkan

ketentuan dalam peraturan perundang-perundangan yang mengatur mengenai

kepabeanan dan cukai untuk impor Barang

Kena Pajak (Cost Insurance and Freight),

tidak termasukPajak Pertambahan Nilai

dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

yang dipungut menurut undang-undang

ini.Pasal 1 angka 26 dirumuskan tentang

nilai ekspor, yaitu nilai berupa uang

termasuk semua biaya yang diminta atau

yang seharusnya diminta oleh eksportir.

Peraturan pelaksanaan Pasal 1 angka

17 UU PPN telah ditetapkan Peraturan

M e n t e r i K e u a n g a n N o m o r

75/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010

tentang nilai lain sebagai dasar pengenaan

Pajak, telah diubah dengan peraturan

M e n t e r i K e u a n g a n N o m o r

56/PMK.03/2015 tanggal 18 Maret 2015,

ditetapkan nilai lain sebagai Dasar

Pengenaan Pajak sebagai berikut: (a) untuk

pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP

adalah HargaJual atau Penggantian setelah

dikurangi laba kotor; (b) untuk pemberian

cuma-cuma Barang Kena Pajak dan /atau

Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau

penggantian setelah dikurangi laba kotor;

(c) untuk penyerahan media rekaman suara

atau gambar adalahperkiraan Harga Jual

rata-rata; (d) untuk penyerahan film cerita

adalah perkiraan hasil rata-rata per judul

film; (e) untuk penyerahan produk

tembakau adalah sebesar harga jual eceran;

(f) untuk Barang Kena Pajak berupa

persediaan dan /atau aktiva yang menurut

tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,

yang masih tersisa pada saat pembubaran

perusahaan adalah harga pasar wajar; (g)

untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari

pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau

penyerahan BarangKena Pajak antar

cabang adalah harga pokok penjualan atau

harga perolehan; (h) untuk penyerahan

Barang Kena Pajak melalui pedagang

perantara adalah harga yang

disepakati antara pedagang perantara

dengan pembeli; (i) untuk penyerahan

Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang; (j) untuk penyerahan

jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh

persen) dari jumlah yang ditagih atau

jumlah yang seharusnya; atau (k) untuk

penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan

/atau jasa agen perjalanan wisata berupa

penyerahan paket wisata, pemesanan

sarana angkutan, dan pemesanan sarana

akomodasi, yang penyerahannya tidak

didasari pada pemberian komisi/imbalan

atas penyerahan jasa perantara penjualan,

adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah

Page 6: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 39

tagihan atau jumlah yang seharusnya

ditagih; (l) untuk penyerahan jasa

pengurusan transportasi ( freight

forwarding) yang di dalam tagihan jasa

pengurusan transportasi tersebut terdapat

biaya transportasi (freight charges) adalah

10% (sepuluh persen) dari jumlah yang

ditagih atau seharusnya ditagih.

Selain nilai lain tersebut masih ada

beberapa nilai lain untuk menghitung pajak

yang digunakan sebagai dasar untuk

menghitung pajak yang terutang, yaitu (1)

nilai lain sebagai DPP untuk menghitung

pajak yang terutang atas kegiatan

membangun sendiri yang dilakukan tidak

dalam kegiatan usaha atau pekerjaan dapat

dikelompokkan dalam dua tahap, yaitu: a)

sebelum 22 November 2012 berdasarkan

peraturan menteri keuangan Nomor

39/PMK.03/2010 Tanggal 27Februari

2010, adalah sebesar 40% dari biaya yang

dikeluarkan; b) sejak 22 November 2012

berdasarkan peraturan Menteri Keuangan

Nomor 163/PMK.03/2012 tanggal 22

Oktober 2013 mulai berlaku tanggal 22

November 2012, yaitu sebesar 20% dari

biaya yang dikeluarkan; (2) nilai lain

sebagai DPP atas penyerahan film cerita

impor kepada pengusaha bioskop

berdasakan peraturan Menteri Keuangan

Nomor 102/PMK.011/2011 tanggal 13 Juli

2011 ditetapkansebesar Rp12.000.000,00

(dua belas juta rupiah) per copy film cerita

impor, yang pemungutannya dilakukan

pada saat pertama kali copy Film Cerita Impor tersebut diserahkan kepada

pengusaha Bioskop; (3) nilai lain DPP atas

penyerahan emas perhiasandiatur dalam

peraturan Menteri Keuangan Nomor

30/PMK.03/2014 yang mulai berlaku sejak

tanggal ditetapkan dan diundangkan, yaitu

10 Februari 2014, atas penyerahan emas

perhiasan dan/atau jasa yg terkait dengan

emas perhiasan oleh pengusaha emas

perhiasan terutang PPN sebesar 10%.

Pengusaha Emas perhiasan dikelompokkan

menjadi dua, yaitu a) pabrikan emas

perhiasan adalah pengusaha yang

menghasilkan emas perhiasan dan

melakukan kegiatan antara lain jual beli,

jasa perbaikan/ modifikasi dan /atau jasa

lain yang berkaitan dengan emas

perhiasan; b) pedagang emas perhiasan

adalah pengusaha yang semata -mata

melakukan kegiatan jual beli emas

perhiasan. Adapun sebagai Dasar

pengenaan Pajak ditetapkan sebagai

berikut a) nilai sebagai DPP sebesar 20%

dari harga jual emas perhiasan atau

penggantian; b) nilai sebagai DPP atas

penyerahan emas perhasan dilakukan

dengan cara mengganti atau menukar emas

perhiasan dengan emas batangan kadar

24(dua puluh empat) karat sebagai

pengganti seluruh bahan baku pembuatan

emas perhiasan, adalah 20% dari selisih

antara harga jual emas perhiasan dengan

harga jual emas batangan yang terkandung

dalam emas perhiasan.Ketentuan tentang

pengusaha kecil t idak berlaku bagi

pengusaha emas perhiasan, sehingga

seluruh pengusaha emas perhiasan wajib

melaporkan usahanya untuk dikukuhkan

sebagai PKP.

Adapun tarif PPN diatur dalam pasal

7 UU PPN tahun 2009 sebagai berikut (1)

tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen); (2)

tarif PPN sebesar 0% (nol persen)

diterapkan atas a) ekspor BKP Berwujud;

b) ekspor BKP tidak berwujud; c) ekspor

JKP; (3) dengan peraturan pemerintah,

tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya

5% (lima persen) dan setinggi tingginya

15% (lima belas persen).

Restitusi Pajak Pertambahan Nilai

Berdasarkan Undang–undang No 42

Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) pada pasal 9 ayat (4) ayat (4a),

ayat (4b), ayat (4c), ayat (4d), dan ayat

(4f), pajak masukan dalam suatu masa

pajak dikreditkan dengan pajak keluaran

dalam masa pajak yang sama. Pajak

Page 7: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 40

masukan yang dikreditkan harus

menggunakan faktur pajak yang memenuhi

persyaratan sebagaimana dimaksudkan

dalam pasal 13 ayat (5) dan ayat (9)

undang–undang tersebut. Dengan demikian

apabila dalam suatu masa pajak, pajak

keluaran lebih besar daripada pajak

masukan, selisihnya merupakan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) yang harus

disetor oleh pengusaha kena pajak. Apabila

dalam suatu masa pajak, pajak masukan

yang dapat dikreditkan lebih besar

daripada pajak keluaran, selisihnya

merupakan kelebihan pajak yang dapat

dikompensasikan ke masa pajak

berikutnya, hal inilah yang mendasari

restitusi.

Pengembalian kelebihan pembayaran

pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah

kredit pajak atau jumlah pajak yang

dibayar lebih besar daripada jumlah pajak

yang terutang atau telah dilakukan

pembayaran pajak yang tidak seharusnya

terutang, dengan catatan wajib pajak tidak

punya hutang pajak lain. Ketentuan

restitusi diatur lebih lanjut di dalam

peraturan Menteri Keuangan Nomor :

72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara

Pengembalian Kelebihan PPN/Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Pengembalian ataupun kompensasi

kelebihan pembayaran pajak oleh negara

kepada PKP dikarenakankomposisi pajak

keluaran lebih kecil daripada pajak

masukan, atau lebih lazim disebutkan pajak masukan lebih besar daripada pajak

keluaran. Pengembalian ke lebihan

pembayaran pajak kepada PKP yang

berhak, tidak mempengaruhi penerimaan

negara dari sektor pajak karena PKP

mengambil uangnya sendiri yang masuk ke

kas negara terlalu banyak atau lebih besar

dari jumlah pajak yang seharusnya disetor.

Dalam hal ini, terdapat prosedur restitusi

kepada PKP dalam hal waktu mengajukan

pengembalian yaitu sebagai berikut: (1)

PKP hanya dapat mengajukan permohonan

pengembalian (restitusi) pada akhir tahun,

apabila dalam suatu masa pajak, pajak

masukan yang dapat dikreditkan lebih

besar daripada pajak keluaran, selisihnya

merupakan kelebihan pajak yang

dikompensasikan ke Masa Pajak

Berikutnya, PKP dapat mengajukan

permohonan pengembalian atas kelebihan

Pajak (Restitusi) pada akhir tahun buku

(tahun kalender), yaitu bagi PKP Orang

Pribadi yang dikecualikan dari kewajiban

menyelenggarakan pembukuan; (2) PKP

yang dapat mengajukan permohonan

pengembalian (Restitusi) pada setiap masa

pajak a) PKP yang melakukan ekspor BKP

berwujud; b) PKP yang melakukan

penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP

kepada pemungut PPN; c) PKP yang

melakukan penyerahan BKP dan/atau

penyerahan JKP yang PPN nya tidak

dipungut; d) PKP yang melakukan ekspor

BKP tidak berwujud; e) PKP yang

melakukan ekspor JKP dan/atau; f) PKP

dalam tahap belum berproduksi

sebagaimana dimaksud dalam pasal 9ayat

(2a) UU PPN, bahwa bagi pengusaha

Kena Pajak yang belum berproduksi

sehingga belum melakukan penyerahan

yang terutang pajak, pajak Masukan atas

perolehan dan/atau impor barang modal

dapat dikreditkan.

Mekanisme PPN berdasarkan

Undang–undang PPN menyebutkan

pengkreditan pajak masukan tidak perlu

memenuhi syarat bahwa a) PKP pembeli BKP/penerima JKP (selanjutnya disebut

PKP penerima faktur pajak) sudah

membayar PPN kepada PKP penjual BKP

atau pemberi JKP (PKP pembuat faktur

pajak), yaitu meskipun PKP penerima

faktur pajak belum membayar PPN yang

terutang kepada PKP pembuat faktur

pajak, sepanjang faktur pajak sudah

diterima, maka PPN yang tercantum dalam

faktur pajak tersebut, sudah dapat

dikreditkan. Jika ditemukan data bahwa

PKP pembuat faktur pajak belum

Page 8: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 41

melaporkan PPN tersebut dalam SPT masa

PPN nya, maka kantor pelayanan pajak

yang bersangkutan wajib menagih kepada

PKP pembuat faktur pajak, danapabila dari

pengkreditan pajak masukan ini

menimbulkan lebih bayar, maka PKP yang

mengkreditkan pajak masukan tetap berhak

memperoleh pengembalian. b) PKP

pembuat faktur pajak sudah melaporkan

Pajak Keluaran yang terkait dalam SPT

Masa PPN-nya, bahwa PKP penerima

faktur pajak yang belum membayar PPN

yang terutang kepada PKP pembuat faktur

pajak sebagaimana hal tersebut diatas pada

poin a, dapat mengkreditkan pajak

masukan yang tercantum dalam faktur

pajak yang diterima apalagi bagi PKP

penerima faktur pajak jelas dapat

mengkreditkan pajak masukan yang

tercantum dalam faktur pajak, hal tersebut

juga tidak dipersyaratkan bahwa PKP

pembuat faktur Pajak sudah melaporkan

PPN dimaksud sebagai pajak keluaran

dalam SPT masa PPNnya.

Cara pengajuan Permohonan

Pengembalian (Restitusi) kelebihan pajak

oleh PKP sebagai berikut: mengisi

(memberi tanda silang) pada SPT Masa

PPN kolom “Dikembalikan (restitusi),”

atau Surat Permohonan tersendiri apabila

kolom “Dikembalikan (restitusi)” dalam

SPT Masa PPN tidak diisi atau tidak

mencantumkan tanda permohonan

p e n g e m b a l i a n k e l e b i h a n p a j a k .

Permohonan pengembalian kelebihan pajak diajukan kepada KPP di tempat PKP

dikukuhkan. Hal lainnya yang perlu

diperhatikan adalah permohonan

pengembalian kelebihan Pajak ditentukan

1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Masa

Pajak.

Pengembalian PPN dan PPnBM yang

dibayar oleh Orang Pribadi Pemegang

Paspor Luar Negeri Pasal 16E yang

merupakan pasal yang disisipkan melalui

UU Nomor 42 Tahun 2009, formulanya

sebagai berikut (1) PPN dan PPnBM yang

sudah dibayar atas pembelian Barang Kena

Pajak yang dibawa keluar Daerah Pabean

oleh orang Pribadi pemegang paspor luar

negeri dapat diminta kembali; (2) PPN dan

PPnBM yang dapat diminta kembali

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

memenuhi syarat a) nilai PPN paling

sedikit Rp 500.000,00 ( lima ratus ribu

rupiah) dan dapat disesuaikan dengan

peraturan Pemerintah; b) pembelian

Barang Kena Pajak dilakukan dalam dalam

jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum

keberangkatan ke luar Daerah Pabean; dan

c) faktur pajak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 13

ayat (5), kecuali pada kolom Nomor Pokok

Wajib Pajak (NPWP) dan alamat pembeli

diisi dengan nomor paspor atas penjualan

kepada orang pribadi pemegang paspor

luar negeri yang tidak mempunyai NPWP;

(3) Permintaan kembali PPN dan PPnBM

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan pada saat orang pribadi

pemegang paspor luar negeri

meninggalkan indonesia dandisampaikan

kepada Direktur Jenderal Pajak melalui

kantor Direktorat Jenderal Pajak di Bandar

Udara yang ditetapkan oleh Menteri

Keuangan; (4) Dokumen yang harus

ditunjukkan pada saat meminta kembali

PPN dan PPnBMadalah a) Paspor; b) Pas

naik (boarding pas) untuk keberangkatan

orang pribadi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) keluar Daerah Pabean; c) Faktur

Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c; (5) Ketentuan mengenai tata cara

pengajuan dan penyelesaian permintaan

kembali PPN dan PPnBM sebagaimana

dimaksud ayat (1) diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Ketentuan ini merupakan refleksi dari

prinsip destinasi, bahwa PPN dikenakan di

tempat tujuan barang atau jasa akan

dikonsumsi.

Adapun ketentuan khusus yang

diberlakukan sebagai berikut 1) Pasal 16A

menentukan bahwa pemungut PPN yang

Page 9: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 42

berstatus sebagai pembeli BKP atau

penerima JKP, diberi wewenang bahkan

diwajibkan memungut pajak yang terutang,

padahal berdasarkan Pasal 3A ayat (1)

pihak yang wajib memungut PPN adalah

PKP yang melakukan penyerahan BKP

atau JKP; 2) Pasal 16B mengatur tentang

fasilitas PPN, padahal PPN menghendaki

netral, di mananetralitas ini dapat dicapai

apabila PPN bersikap sama terhadap

seluruh PKP, tidak ada perbedaan

perlakuan,sedangkan fasilitas mengandung

makna perlakuan khusus terhadap wajib

pajak atau PKP tertentu; 3) Pasal 16C

mengatur tentang pengenaan PPN atas

kegiatan membangun sendiri yang

dilakukan dalam kegiatan usaha atau

pekerjaan orang pribadi atau badan,

sementara itu dalam penjelasan Pasal 4

ayat (1) huruf c ditegaskan bahwa salah

satu syarat suatu penyerahan JKP dapat

dikenakan PPN adalah penyerahan itu

dilakukan dalam kegiatan usaha atau PKP;

4) Pasal 16D secara terselubung

mengenakan PPN atas penyerahan BKP

yang merupakan aktiva yang menurut

tujuan semua tidak untuk diperjualbelikan,

berarti bukan barang dagangan, sehingga

akivitas ini dilakukan tidak dalam kegiatan

usaha atau pekerjaan PKP; 5) Pasal 16E

merupakan pasal baru yang disisipkan

melalui UU nomor 42 Tahun 2009

melanggar prinsip PPN sebagai pajak tidak

langsung yang memisahkan antara pemikul

beban pajak dengan penanggung jawab pembayaranpajak, di manapenanggung

jawab pembayaran pajak adalah PKP yang

melakukan penyerahan BKP atau JKP,

sedangkan penerima BKP atau JKP adalah

pemikul beban pajak. Oleh karena itu,

apabila terdapat kesalahan dalam

mekanisme PPN, bukan tanggung jawab

PKP penerima BKP atau JKP. Diantara

pasal–pasal yang menyimpang tersebut

dapat ditoleransikan hanya pasal 16B

karena meskipun melanggar prinsip PPN

tetapi tidak menambah beban rakyat.

Surat Keputusan Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pajak

(SKPPKP)

Penelitian dilakukan terhadap

permohonan pengembalian kelebihan

Pajak yang diajukan oleh (1) PKP kriteria

tertentu sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 17C UU KUP tentang wajib pajak

(WP) dengan kriteriatertentu (WP patuh)

yang ditetapkan dengan keputusan

Direktur Jenderal Pajak (DJP), meliputi: a)

WP tepat waktu dalam menyampaikan

Surat Pemberitahuan; b) Tidak mempunyai

tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,

kecuali tunggakan pajak yang telah

memperoleh izin untuk mengangsur atau

menunda pembayaran pajak; c) Laporan

keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau

lembaga pengawasan keuangan pemerintah

dengan pendapat Wajar Tanpa

Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut

– turut dan d) Tidak pernah dipidana

karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan berdasarkan putusan

pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu

5 (lima) tahun terakhir; (2) PKP yang

memenuhi persyaratan tertentu

sebagaimana dimaksud dalam pasal 17D

UU KUP yang berisi tentang wajib pajak

yang memenuhi persyaratan tertentu,

yaitu a) WP orang pribadi yang tidak

menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

b) WP orang pribadi yang menjalankan

usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar

sampai dengan jumlah tertentu; c) WP

badan dengan jumlah peredaran usaha dan

jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah

tertentu; d) PKP yang menyampaikan Surat

Pemberitahuan Masa PPN dengan jumlah

penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai

dengan jumlah tertentu; e)PKP berisiko

rendah sebagaimana dimaksud dalam pasal

9 ayat (4c) UU PPN.

Penelitian oleh DJP dilakukan

terhadap kebenaran pemenuhan ketentuan

Page 10: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 43

Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf

c,huruf d, dan huruf e Undang–undang

PPN, kelengkapan surat Pemberitahuan

dan lampiran–lampirannya, kebenaran

penulisan dan penghitungan pajak, dan

kebenaran pembayaran pajak yang telah

dilakukan oleh WP.

Berdasarkan pemeriksaan terhadap

WP yang disebutkan diatas, DJP setelah

melakukan penelitian atas permohonan

pengembalian kelebihan Pajak yang

diajukan oleh PKP, harus menerbitkan

S u r a t K e p u t u s a n P e n g e m b a l i a n

Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP)

paling lama 1 bulan sejak saat diterimanya

permohonan pengembalian kelebihan

pajak.Apabila jangka waktu satu bulan

tersebut telah lewat dan DJP tidak

menerbitkan SKPPKP, permohonan

pengembalian kelebihan pajak yang

diajukan dianggap dikabulkan dan

SKPPKP harus diterbitkan paling lama 7

hari setelah jangka waktu 1 bulan tersebut

berakhir.

SKPPKP tidak diterbitkan terhadap

PKP beresiko rendah apabila hasil

penelitian menyatakan PKP tidak

memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (4b)

huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf

e Undang–undang PPN. Hasil penelitian

menyatakan tidak lebih bayar, lampiran

surat pemberitahuan tidak lengkap,

dan/atau pembayaran pajak tidak benar.

Dalam hal SKPPKP tidak diterbitkan,

terhadap PKP beresiko rendah tesebut harus diberikan pemberitahuan secara

tertulis dengan menggunakan formulir

lampiran PMK-72/PMK.03/2010 dan

permohonan pengembalian kelebihan

pajak, dari PKP ini akan diproses

berdasarkan ketentuan pasal 17BU.

Pemeriksaan PKP

Pemeriksaan dilakukan terhadap

permohonan pengembalian kelebihan pajak

yang diajukan oleh PKP selain a) PKP

Kriteria tertentu (Pasal 17 C UU KUP); b)

PKP yang memenuhi persyaratan tertentu

(Pasal 17D UU KUP); c) PKP resiko

rendah (Pasal 9 ayat 4C UU PPN). DJP

setelah melakukan pemeriksaan atas

permohonan pengembalian kelebihan pajak

harus menerbitkan SKP paling lama 12

bulan sejak permohonan pengembalian

kelebihan pajak diterima. Jangka waktu 12

bulan ini tidak berlaku dalam hal terhadap

PKP sedang dilakukan pemeriksaan bukti

permulaan tindak pidana di bidang

perpajakan.Apabila setelah melampaui

jangka waktu 12 bulan tersebut Direktur

Jenderal Pajak tidak memberi suatu

keputusan, permohonan pengembalian

kelebihan pembayaran pajak dianggap

dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan

paling lama 1 bulan setelah jangka waktu

tersebut berakhir.

Prosedur pemeriksaan terhadap PKP

pasal 17C UU KUP, Pasal 17D UU KUP,

dan PKP beresiko rendah, untuk hal ini

DJP setelah melakukan pengembalian

pendahuluan kelebihan Pajak dapat

melakukan pemeriksaan kepada PKP

berisiko rendah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN, PKP

kriteria tertentu sebagaimana dimaksud

dalam pasal 17C UU KUP, atau PKP yang

m e m e n u h i p e r s y a r a t a n t e r t e n t u

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D

UU KUP.Dalam hal berdasarkan hasil

pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP

kriteria tertentu atau PKP yang memenuhi

persyaratan tertentu wajib membayar jumlah kekurangan pajak ditambah dengan

sanksi administrasi berupa kenaikan

sebesar 100% dari jumlah kekurangan

pembayaran pajak. Berdasarkan hasil

pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP

berisiko rendah wajib membayar jumlah

jumlah kekurangan pajak ditambah dengan

sanksi adminstrasi berupa bunga sebesar

2% per bulan, paling lama 24 bulan, dari

jumlah kekurangan pembayaran pajak

sebagaimana dimaksud dalam pasal 13

ayat (2) UU KPP.

Page 11: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 44

Perencanaan pajak

Beberapa hal yang mempengaruhi

perilaku wajib pajak untuk meminimum-

kan kewajiban pembayaran pajak mereka,

baik secara legal maupun ilegal, disebut

dengan propensity of dishonesty

(Srinivasan, 1973) adalah sebagai berikut :

1) Tingkat kerumitan suatu peraturan

(Complexity of rule ), makin rumit

p e r a t u r a n p e r p a j a k a n , m u n c u l

kecenderungan wajib pajak untuk

menghindarinya karena biaya untuk

mematuhinya (compliance cost) menjadi

tinggi; 2) Besarnya pajak yang dibayar

(Tax required to pay), makin besar jumlah

pajak yang harus dibayar, akan makin

besar pula kecenderungan wajib pajak

untuk melakukan kecurangan dengan cara

memperkecil jumlah pembayaran

pajaknya; 3) Biaya untuk negosiasi (Cost

of bribe), disengaja atau tidak, kadang-

kadang wajib pajak melakukan negosiasi

dan memberikan uang sogokankepada

fiskus dalam pelaksanaan hak dan

kewajiban perpajakannya. Makin tinggi

uang sogokan yang dibayarkan semakin

kecil pula kecenderungan wajib pajak

untuk melakukan pelanggaran; 4) Risiko

deteksi (Probability of detection), risiko

deteksi ini berhubungan dengan tingkat

probabilitas apakah pelanggaran ketentuan

perpajakan ini akan terdeteksi atau tidak,

makin rendah risiko terdeteksi, wajib pajak

cenderung melakukan pelanggaran,

sebaliknya, bila suatu pelanggaran mudah diketahui, wajib pajak akan memilih posisi

konservatif dengan tidak melanggar aturan;

5) Besarnya Denda (Size of penalty), makin

berat sanksi perpajakan yang bisa

dikenakan, maka wajib pajak akan

cenderung mengambil konservatif dengan

tidak melanggar ketentuan perpajakan,

sebaliknya makin ringan sanksi atau

bahkan ketiadaan sanksi atas pelanggaran

yang dilakukan wajib pajak, maka

kecendrungan untuk melanggar akan lebih

besar; 6) Moral Masyarakat, akan memberi

warna tersendiri dalam menentukan

kepatuhan dan kesadaran mereka dalam

melaksanakan hak dan kewajiban

perpajakannya.

Secara umum motivasi dilakukannya

perencanaan pajak (tax planning) adalah

untuk memaksimalkan laba setelah pajak

(after tax return). Karena pajak itu

mempengaruhi pengambilan keputusan

atas suatu tindakan dalam operasi untuk

melakukan investasi melalui analisis yang

cermat dan pemanfaatan peluang atau

kesempatan dalam ketentuan peraturan

yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk

memberikan perlakuan yang berbeda atas

objek yang secara ekonomi hakikatnya

sama dengan memanfaatkan : a) Perbedaan

Tarif pajak (tax rates), karena penerapan

schedular taxation tarif yang diterapkan di

Indonesia (dalam UU PPh Tahun

1983/1994/2000) akan memotivasi wajib

pajak/perencana pajak untuk mendesain

tax planningnya sedemikian rupa pada

besaran penghasilan kena pajak dengan

lapisan tarif yang paling rendah (low

bracket), sebagaimana diutarakan oleh

Barry Bracewell-Milnes(1980); b)

Perbedaan perlakuan atas objek pajak

sebagai dasar pengenaan pajak (tax

base) (Erly Suandy, 2012:14).

Ada beberapa manfaat perencanaan

pajak yang dilakukan secara cermat : 1)

Penghematan kas keluar, karena beban

pajak yang merupakan unsur biaya dapat

dikurangi; 2) Mengatur aliran kas masuk dan keluar (Cash flow), karena dengan

perencanaan pajak yang matang dapat

diperkirakan kebutuhan kas untuk pajak,

dan menentukan saat pembayaran sehingga

perusahaan dapat menyusun anggaran kas

secara lebih akurat.

Adapun tujuan pokok yang ingin

dicapai dari manajemen pajak/perencanaan

pajak yang baik adalah (1)Meminimalisasi

beban pajak yang terutang, tindakan yang

harus diambil dalam rangka perencanaan

pajak tersebut berupa usaha-usaha

Page 12: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 45

mengefisiensikan beban pajak yang masih

dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak

melanggar peraturan perpajakan ;

(2) Memaksimalkan laba setelah pajak; (3)

Meminimalkan terjadinya kejutan pajak

(tax surprise) jika terjadi pemeriksaan

pajak oleh fiskus; (4) Memenuhi kewajiban

perpajakannya secara benar, efisien, dan

efektif , sesuai dengan ketentuan

perpajakan, yang antara lain meliputi : a)

Mematuhi segala ketentuan administratif,

sehingga terhindar dari pengenaan sanksi,

baik sanksi administratif maupun pidana,

seperti bunga, kenaikan, denda, dan hukum

kurungan, atau penjara; b) Melaksanakan

secara efektif segala ketentuanundang-

undang perpajakan yang terkait dengan

pelaksanaan pemasaran, pembelian, dan

fungsi keuangan, seperti pemotongan dan

pemungutan pajak (PPh pasal 21, pasal22,

dan pasal 23).

Tax Management/Tax Planning yang

baik mensyaratkan beberapa hal: 1) Tidak

melanggar ketentuan perpajakan, jadi

rekayasa perpajakan yang didesain dan

diimplementasikan bukan merupakan tax

evasion; 2) secara bisnis masuk akal

(reasonable), kewajaran melakukan

transaksi bisnis harus berpegang kepada

praktik perdagangan yang sehat dan

menggunakan standard arm’s length price,

atau harga pasar yang wajar, yakni tingkat

harga antara pembeli dan penjual yang

independen, bebas melakukan transaksi; 3)

Didukung oleh bukti-bukti pendukung yang memadai (misalnya: kontrak, invoice,

faktur pajak, PO, dan DO), kebenaran

formal dan materiil suatu transaksi

keuangan perusahaan dapat dibuktikan

dengan adanya kontrak perjanjian dengan

pihak ketiga atau Purchase Order(PO) dari

pelanggan, bukti penyerahan barang/jasa

(delivery order), invoice, faktur pajak

sebagai bukti penagihannya serta

pembukuannya ( general ledger).

Tax Planningdilakukan sepanjang

usia perusahaan. Jadi sejak saat berdiri,

aktivitas manajemen sudah dimulai,

banyak sekali tax management yang harus

dilaksanakan, karena pajak itu melihat

pada subjek yang sudah terbebani sebagai

wajib pajak (WP) orang pribadi atau badan

sejak awal, misalnya perusahaan baru

berdiri, kemudian mulai berjalan, dan tidak

lama bubar. Jadi walaupun sudah bubar,

pajaknya belum selesai. Pada saat

perusahaan bubar atau pada saat WP orang

pribadi meninggal, masalah pajaknya

masih ada. Jadi pajak tidak habis karena

WP meninggal, karena warisan-warisan ini

oleh fiskus masih diotak-atik.

METODOLOGI PENELITIAN

Objek Penelitian ini adalah PT. YKK

Zipco Indonesia, berlokasi di jalan

Inspeksi Tarum Barat, Kampung Meriuk

Desa Ganda Mekar Cikarang barat, Bekasi

17520. Adapun data yang digunakan

meliputidata primer, berupa struktur

organisasi, aktivitas operasional dan

gambaran umum terkait dengan PPN, dan

data sekunder berupa kebijakan

akuntansi,rekapitulasi dan equalisasi PPN

PT YKK Zipco Indonesia.Data tersebut

dikumpulkan dengan dua cara yaitu

penelusuran literatur (Library Research)

untuk memperoleh dan mendukung masalah

yang dibahas, dan melakukan penelitian

Lapangan (Field Research)dengan metode

wawancara dan observasi terkait

denganEqualisasi PPN.

Situasi sosial sebagai populasi yaitu tempat, pelaku, dan aktivitas yang

berinteraksi secara sinergis (Spradley dalam

Sugiyono, 2013:115)dengan nara sumber

atau informan sebagai sampel dalam

penelitian ini adalah dalam penelitian ini

adalah terkait dengan Rekapitulasi PPN dan

Equalisasi PPN periode 2010-2014.

Analisis data yang terkumpuldengan

menggunakan metode deskripsi kualitatif,

untuk menggambarkan keadaan atau status

fenomena dengan menganalisis serta

Page 13: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 46

menjelaskan penerapan akuntansi pajak

pada PT. YKK Zipco Indonesia.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Restitusi PPN pada PT YKK Zipco

Indonesiadilakukan hampir setiap Tahun.

Hal yang menyebabkan terjadinya restitusi

adalah besarnya nilai Pajak Masukan

dibanding Pajak Keluaran, dan nilai yang

akan direstitusi adalah selisih dari nilai

yang dikompensasikan ke masa pajak

berikutnya, hal ini terjadi karena aktivitas

Ekspor dan Impor.Tetapi jika diprediksi

ada beberapa hal lain yangmenyebabkan

terjadinya restitusi diantaranya, kesalahan

perhitungan Pajak keluaran dan Pajak

masukan, kurangnya ketelitian karyawan

dalam penginputan data, atau disebabkan

lawan transaksi dengan kode transaksi

tertentu yang menambah angka lebih

bayar, atau masih mengikuti aturan

perpajakan yang sudah tidak berlaku

dikarenakan tidak mengikuti sosialisasi

dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP),

seminar atau pelatihan pajak bagi

karyawan.

Setelah dilakukan penelitian,

mengenai ketelitian penginputan data

sudah dimaksimalkan karena sebelum

melakukan pelaporan PPN setiap bulannya,

dilakukan pencocokan kembali antara fisik

dan data yang sudah diinput. Jadi sangat

kecil kemungkinan untuk kesalahan dalam

hal menginput data.Jika pun terjadi

kesalahan input, faktur pajak masukan yang salah akan dilakukan pembetulan

sesuai dengan faktur pajak fisik, tetapi hal

itu tidak berpengaruh besar pada angka

restitusi, hanya menjadi syarat diterimanya

pengajuan restitusi.Dalam hal ini dapat

disimpulkan bahwa perhitungan PPN atas

kegiatan Ekspor dan Impor yang dilakukan

PT YKK Zipco Indonesia sudah benar dan

sesuai dengan ketentuan pemerintah.

Demikian pula, PT. YKK Zipco

Indonesia selalu menyesuaikan dengan

peraturan pajak yang berlaku, dan

perhitungan PPN yang dilakukan sudah

sesuai dengan UU Pajak No. 42 Tahun

2009. Jika PT. YKK Zipco Indonesia tidak

mengikuti peraturan pajak terbaru, akan

sangat mempengaruhi pada pengajuan

restitusi.DJP akan melakukan pemeriksaan

setelah menerima pengajuan restitusi,

bukan hanya memeriksa mengenai

peraturan yang diikuti, tetapi sekaligus

memeriksa angka yang diajukan dengan

faktur pajak fisik. Selama 5 tahun berturut–

turut (tahun 2010-2014) PT. YKK Zipco

Indonesia selalu memiliki nilai lebih bayar

yang besar, meskipun sudah

dikompensasikan ke periode berikutnya.

Mekanisme pengawasan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebagai

berikut: pelaporan Surat Pemberitahuan

(SPT) Masa dari Wajib Pajak (WP)

tertentu mencerminkan transaksi dengan

pihak lawan transaksi. Hal ini

m e m u n g k i n k a n D J P m e l a k u k a n

penelusuran atas transaksi antar pihak,

guna memastikan seluruh pajak yang

terhutang sudah disetorkan ke kas Negara.

Mekanisme pengawasan ini juga

berujungpada

kemudahan pelayanan yangdinikmati WP.

Proses restitusi PPN yang cukup memakan

waktu, dapat dipersingkat apabila seluruh

lawan transaksi telah melaporkan SPT

sekaligus membayar pajak yang

terhutang.Terdapat beberapa pihak lawan

transaksi PT. YKK Zipco Indonesia yang

tidak melaporkan SPT Masa, mengakibat-

kan tersendatnya proses restitusi. Hal ini

terjadi sebelum dikeluarkan sistem e-

faktur, namun setelah sistem e-faktur

diberlakukan tidak ada lagi faktur pajak

yang fiktif karena untuk e-nofa (e-nomor

faktur) diterbitkan sendiri oleh Dirjen

Pajak, jika nomor faktur yang digunakan

PKP bukan nomor seri dari Dirjen Pajak

maka otomatis akan ditolak saat pelaporan.

Perencanaan pajak yang dapat

dilakukan dalam mengantisipasi atau

meminimalkan angka restitusi PPN adalah

Page 14: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 47

dengan mengajukanfaktur pajak senilai

500 ribu sampai dengan 1 juta keatas, hal

ini akan diberlakukan pada restitusi PPN

Tahun 2014 dan seterusnya.Langkah ini

cukup baik dalam mengantisipasi dan

mengurangi angka restitusi PPN.

Berikut tabel 2 rincian perhitungan

Lebih bayar PPN dari Tahun 2010 sampai

dengan Tahun 2014.

Tabel 2

Perhitungan Lebih Bayar PPN Tahun 2010 sampai dengan 2014

Sumber : Data diolah penulis (2016)

Perhitungan PPN Tahun 2010 sampai

dengan Tahun 2014 menunjukkan

besarnya angka lebih bayar yang

disebabkan oleh tingginya angka

pembelian dalam daerah pabean yang

dikenakan PPN dan nilai Penjualan dalam

daerah pabean yang dikenakan PPN rata–

rata hanya setengah dari nilai pembelian

tersebut. Sedangkan untuk menambah nilai

pajak keluaran adalah dari total penjualan,

tapi dikarenakan penjualan lebih tinggi

dalam Ekspor yang nilai PPN-nya adalah

nol, maka hal ini sebagai penyebab utama

terjadinya lebih bayar.

Berdasarkan tujuan penelitian ini,

maka strategi dalam mengantisipasi dan

mengurangi angka restitusi adalah dengan

mengajukan restitusi untuk faktur pajak

bernilai PPN Rp 500.000 ke atas.Cara ini

diterapkan pada pengajuan restitusi Tahun

2013, berikut ini perhitungannya dalam

tabel 3:

Tabel 3

Perhitungan Pengajuan Restitusi PPN Tahun 2013

Deskripsi Aktual Submit (Rp 500.000)

B1-Impor 28.695.641.374 25.333.040.433

B2-Lokal 72.696.885.542 42.201.315.154

Retur - -

A2 (19.773.468.505) (19.773.468.505)

Kompensasi 12.331.805.910 12.331.805.910

Lebih Bayar/Kurang bayar 93.950.864.321 60.092.692.992

Sumber : Data diolah penulis (2016)

Tabel 3 diatas menunjukkan adanya

pengurangan angka lebih bayar dari

pengajuan restitusi PPN pada tahun 2013,

yaitu hanya untuk faktur pajak yang

TAHUN 2010 2011 2012 2013 2014

Keterangan :

B1-Impor 17.271.944.893 25.986.442.720 20.927.453.887 28.695.641.374 46.180.412.071

B2-Lokal 28.661.475.902 36.402.801.194 31.855.305.261 72.696.885.542 56.701.522.007

Retur ( 38.799.307) 0 0 0 0

A2 (13.201.395.812) (12.334.016.161) (15.056.115.977) (19.773.468.505) (25.948.353.345)

Kompensasi 0 16.893.251.325 7.368.883.912 12.331.805.910 0

Lebih Bayar 32.693.225.676 66.948.479.078 45.095.527.083 93.950.864.321 76.933.580.733

PPN

Page 15: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 48

bernilaiRp 500.000 ke atas.Hal ini

dilakukan sesuai kebijakan perusahaan,

dengan tujuan meminimalkan angka dan

mempercepat proses restitusi. Selisih dari

pengurangan lebih bayar dengan angka

yang diajukan yaitu senilai Rp.

33.858.171.329,- akan dikompensasikan ke

Masa Pajak berikutnya. Setelah diteliti

ternyata strategi ini tidak berpengaruh

besar dalam mengurangi angka restitusi,

maka perusahaan membuat kebijakan baru

dengan pengajuan restitusi untuk tahun

2014 adalah untuk faktur pajak yang

bernilai Rp 1.000.000 ke atas, berikut

perhitungannya dalam tabel 4 :

Tabel 4

Perhitungan Pengajuan Restitusi PPN Tahun 2013

Deskripsi Aktual Submit

(Rp 1.000.000 juta )

B1-Impor 46.180.412.071 32.784.767.217

B2-Lokal 56.701.522.007 13.816.569.486

Retur - -

A2 (25.948.353.345) (25.948.353.345)

Kompensasi - -

Lebih Bayar/Kurang bayar 76.933.580.733 20.652.983.358

Sumber : Data yang sudah diolah (2016)

Pengajuan restitusi untuk nilai PPN

sebesar Rp 1 juta keatas per faktur pajak

cukup efektif dalam mengurangi angka

restitusi. Sama halnya dengan perhitungan

PPN Tahun 2013, selisih dari pengurangan

lebih bayar actual dengan angka yang

diajukan untuk dires ti tusi akan

dikompensasikan ke Masa Pajak

berikutnya.

Kemudian strategi yang akan sangat

berpengaruh pada restitusi dan sesuai

dengan peraturan pemerintah adalah

penggunaan kawasan berikat (Bonded

Zone), sesuai dengan Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor

147/PMK.04/2011 tentang kawasan

berikat. Tujuan utama dari fasilitas

kawasan berikat ini adalah untuk

mendukung berhasilnya sektor kegiatan

ekonomi yang berprioritas tinggi dalam

skala nasional, mendorong perkembangan

dunia usaha dan meningkatkan daya saing,

mendukung pertahanan nasional serta

memperlancar pembangunan nasional.

Fasilitas berupa PPN terutang tidak

dipungut atau dibebaskan dari pengenaan

PPN, hakikatnya sama yaitu pembeli atau

penerima jasa tidak perlu membayar PPN

terutang dan bagi penjual atau pemberi jasa

tidak perlu memungut PPN yang terutang.

Pernyataan ini menjelaskan bahwa dengan

menggunakan fasilitas kawasan berikat

dapat mengantisipasi terjadinya restitusi

karena angka pajak masukan akan menjadi

nol karena tidak dpungut PPN.

PTYKK Zipco Indonesia memutus-

kan menggunakan fasilitas ini mulai tahun

2016. Dengan demikian angka restitusi

pada periode berikutnya tidak sebesar

sebelumnya, meskipun tidak menjadi nol

tetapi angka restitusi dapat diminimalkan.

KESIMPULAN

Hasilpeneliti inimenunjukkan, bahwa

PT. YKK Zipco Indonesia(1) perhitungan

PPN atas kegiatan ekspor dan impor mulai

dari penginputan data, pelaporan hingga

pengajuan restitusi sudah benar dan sesuai

Page 16: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 49

dengan UU PPN No. 42 Tahun 2009, (2)

Strategi dalam mengantisipasi terjadinya

restitusi PPN yang dilakukan mulaitahun

2013 dengan beberapa perubahan

kebijakan, maka keputusan strategi yang

dilakukan perusahaan di tahun 2016 adalah

yang paling efisien dan efektif, (3)

Perencanaan pajak yang dilakukan PT.

YKK ZIPCO Indonesia sangat

berpengaruh dalam mengantisipasi restitusi

PPN, hal ini terlihat pada kepatuhan

perusahaan sebagai wajib pajak terhadap

peraturan pemerintah, dan melengkapi

setiap dokumen yang dibutuhkan dalam

pemeriksaan pajak yang dilakukan

Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam

rangka mengantisipasi terjadinya restitusi

PPN, perencanaan pajak yang dilakukan

perusahaan adalah dengan menggunakan

fasilitas kawasan berikat atau Bonded

Zone, sesuai dengan Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor

147/PMK.04/2011.

SARAN

Sebagai perusahaan modal asing

yang ternamadengan omset penjualan yang

cukup besar, maka saran untuk PT YKK

ZIPCO Indonesia : (1) Tetap mengikuti

perkembangan informasi perpajakan yang

cenderung perubahannya cukup dinamis,

agar tidak ketinggalan informasi regulasi

perpajakan yang berlaku , (2) Tetap

mengutamakan ketelitian dalam menginput

data PPN untuk mencegah keterlambatan pelaporan SPT dan menghindari

pembetulan SPT yang berulang yang

dibutuhkan untuk pelaporan, (3) Selalu

mengecek pemutakhiran master data

alamat lawan transaksi, untuk menghindari

terjadinya pembetulan faktur pajak, (4)

Memastikan bahwa lawan transaksi PT

YKK Zipco Indonesia selalu melaporkan

SPT Masa PPN setiap bulan, melalui

konfirmasi DJP untuk memudahkan proses

pemeriksaan, (5) Menginformasikan

kepada pihak lawan transaksi mengenai

data yang sesuai untuk penerbitan faktur

pajak, yaitu dengan mengirim faktur e-

billing yang telah diotorisasi guna

menghindari penolakan dari DJP saat

pelaporan, (6) Selalu melakukan

pengecekan ulang sebelum melakukan e-

billing dan sebelum pelaporan SPT, serta

mengarsipkan urut tanggal historis, agar

memudahkan proses klarifikasi apabila

terdapat pemeriksaan dari pihak DJP

dimasa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina Milda, 2011, Akuntansi Pajak

Pertambahan Nilai pada PT.

Agung Sumatera Samudra Abadi

Medan, Universitas Sumatera

Utara : Medan

Barry Bracewell-Milnes,1980, Tax

Avoidance dan Evasion: The

Individual and Society, Oxon

Publishing, Ltd., p.120

Erly Suandy, 2012, Perencanaan Pajak,

Jakarta: Salemba Empat

Fauzi Syahrul, 2012, Pengaruh Pemberian

restitusi Pajak Pertambahan

Nilai terhadap Penerimaan PPN

pada Kantor Pelayanan Pajak

(KPP) Pratama Wilayah

Tangerang : Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah :

Jakarta

Linda Yuliana, 2010, Pengaruh Pemberian

Restitusi PPN terhadap

Penerimaan PPN dikantor KPP Pratama Serpong, Skripsi,

Universitas Pamulang

L.M.Syamrin, 2011, Pengantar Akuntansi,

Jakarta: Rajagrafindo Persada

Mardiasmo, 2011 Perpajakan, Jakarta :

Andi

Milda Agustina, 2011, Akuntansi Pajak

Pertambahan Nila pada PT

Agung Sumatera Samudra Abadi

Page 17: ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS …

Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana Sri Esa Rahmadani & Munawarih

Hal | 50

Medan, Skripsi, Universitas

Sumatera Utara

Syahrul Fauzi, 2012, Pengaruh Pemberian

Restitusi Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) terhadap

Penerimaan PPN pada Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) Pratama

wilayah Tangerang, Skripsi

Sugiyono, 2013, Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta

Sundoro, Agus Setiyono, 2010, Undang–

Undang Perpajakan Indonesia

Terbaru, Book I, Semar

Publishing : Jakarta Selatan

Sundoro, Agus Setiyono, 2010, Undang–

Undang Perpajakan Indonesia

Terbaru, Book II Semar

Publishing : Jakarta Selatan

Thomas Sumarsan, 2011, Akuntansi Dasar

dan Aplikasi dalam bisnis jilid 1,

Jakarta: Indeks

T.N. Srinivasan, 1973, Tax Evasion: A

Model, Journal of Public

Economics, 339-346

Untung Sukardji, 2015, Pokok–Pokok

Pajak Pertambahan Nilai,

Jakarta: Rajagrafindo Persada