BAB 1
PENDAHULUAN
Latar BelakangSecara operasional manajemen keuangan di Rumah
Sakit harus dapat menghasilkan data, informasi dan petunjuk untuk
membantu pimpinan Rumah Sakit dalam meerncanakan, mengendalikan dan
mengawasi seluruh kegiatan agar mutu pelayanan dapat
dipertahankan/ditingkatkan pada tingkat pembiayaan yang
wajar.Sebagai mahasiswa jurusan akuntansi, informasi mengenai
bagaimana akuntansi khusus Rumah Sakit sangatlah penting, agar
dapat dibandingkan dengan akuntansi yang telah dipelajari
sebelumnya untuk perusahaan jasa, manufaktur, dan dagang. Oleh
karena itu penulis berusaha menyajikan informasi mengenai bagaimana
seluk beluk praktik akuntansi di Rumah Sakit dalam bentuk makalah
yang berjudul Akuntansi Rumah Sakit.Rumusan Masalah1. Bagaimana
konsep dasar akuntansi rumah sakit?2. Bagaimana siklus akuntansi di
rumah sakit?3. Bagaimana bentuk laporan keungan rumah sakit?4. Apa
saja aktivitas akuntansi di rumah sakit?, dllTujuan
PenulisanBerikut beberapa tujuan yang ingin dicapai penulis dalam
menyusun makalah yang berjudul Akuntansi Rumah Sakit sebagai
berikut.1. Agar para pembaca dapat menjelaskan konsep dasar
akuntansi rumah sakit;2. Agar para pembaca dapat memahami praktik
akuntansi di rumah sakit;3. Agar para pembaca dapat memahami
praktik akuntansi dana dirumah sakit;4. Agar para pembaca dapat
mengikhtisarkan bentuk laporan keuangan rumah sakit,dll.
BAB 2ISI
A. Sifat dan Karakteristik Rumah SakitDefinisi rumah sakit
menurut WHO sebagaimana yang termuat dalam WHO Technical Report
Series No. 122/1957 yang berbunyi :Rumah sakit adalah bagian
integral dari satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif, dan preventif
kepada masyarakat, serta pelayanan rawat jalan yang diberikannya
guna menjangkau keluarga di rumah. Rumah sakit juga merupakan pusat
pendidikan dan latihan tenaga kesehatan serta pusat penelitian
bio-medik.fungsi utama rumah sakit adalah sebagai sarana pelayanan
kesehatan maupun bagian mata rantai rujukan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan pengalaman sampai saat ini, pengaduan mengenai
pelanggaran etik maupun malpraktek yang dilakukan oleh dokter tidak
kurang 80% terjadi di rumah sakit. Lagi pula, segala prinsip yang
berlaku di rumah sakit secar proporsional dapat juga diberlakukan
di saran pelayanan kesehatan lainnya.Sejalan dengan kemajuan dan
perkembangan ilmu serta teknologi kedokteran, rumah sakit telah
berkembang dari suatu lembaga kemanusiaan, keagamaan, dan sosial
yang murni, menjadi suatu lembaga yang lebih mengarah dan lebih
berorientasi kepada bisnis, terlebih setelah para pemodal
diperbolehkan untuk mendirikan rumah sakit dibawah badan hukum yang
bertujuan mencari profit. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang
padat modal, padat karya, dan padat ilmu serta teknologi, dimana
untuk mencapai efisiensi dan efektivitas yang tinggi, diperlukan
profesionalisme yang andal dalam hal pengelolaan lembaga bisnis
yang modern.Kewajiban setiap insan kesehatan adalah
mensosialisasikan pengertian rumah sakit sebagai unit
Sosio-Ekonomi, sehingga persepsi masyarakat bisa berubah.
Sosialisasi dikalangan insan kesehatan sendiri dan para insan rumah
sakit sangat diperlukan. Sebagai contoh, para dokter dan para
perawat tidak boleh menganggap rumah sakit sebagai lahan untuk
mencari nafkah semata, apalagi rumah sakit dianggap sebagai tambang
emas untuk menghimpun kekayaan. Rumah sakit sebagai lahan
pengabdian profesinya masing-masing merupakan pengabdian yang
sepantasnya bag setiap insan kesehatan atau insan rumah
sakit.Berikut ini ditampilkan sistem pengelompokan rumah sakit yang
paling umum digunakan saat ini:1. Sistem pengelompokan yang paling
dirasa bermanfaat dan bertahan lama digunakan oleh Asosiasi Rumah
Sakit Amerika (AHA), dimana klasifikasi rumah sakit terbagi menjadi
rumah sakit pemerintah (komunitas) dan nonpemerintah (nonkominitas)
sesuai dengan tingkat akses pemerintah pada rumah sakit itu.2.
Jenis pengelompokan lain adalah berdasarkan kepemilikan atau
kontrol atas kebijakan dan cara operasi rumah sakit. Rumah sakit
dibawah kepemilikan kelembagaan atau institusi dibagi dalam 4
kelompok : pemerintah nonfederal, non pemerintah nirlaba, rumah
sakit yang dimiliki investor, dan rumah sakit milik pemerintah
daerah.3. Berdasarkan rata rata lam tinggal, rumah sakit sakit
dikelompokkan menjadi rumah sakit jangka pendek dan jangka panjang.
Menginap dirumah sakit dikatakan singkat apabila rata rata tinggal
kurang dari 30 hari; sementara rata-rata nasional berda dibawah
tujuh hari. Sedangkan dikatakan lama bila tinggal lebih dari 30
hari.4. Rumah sakit dikelompokkan menurut jumlah tempat tidur :
6-24 tempat tidur, 25 -49, 50-99, 100-199, 200-299, dan 300 atau
lebih5. Berdasar akreditasi dan yang bukan.6. Pendidikan dan non
pendidikan7. Berdasar integral vertikal atau konsep regionalisasi,
yaitu rumah sakit dibagi menjadi pusat layanan utama, layanan
kedua, dan layanan ketiga
Tujuan OrganisasiRumah sakit yang ideal adalah tempat diman
orang-orang yang sakit bisa mencari dan menerima perawatan,
disamping memberikan pendidikan klinis kepada para mahasiswa
kedokteran, perawat, serta seluruh ahli kesehatan.ModalPembangunan
kesehatan dimasa mendatang sangat tergantung pada kemampuan sumber
daya manusia yang ada di daerah. Kecenderungan yang terjadi adalah
meningkatnya peran pihak ketiga dalam mengatur pembiayaan kesehatan
melalui sistem asuransi, baik publik maupun swasta. Keadaan ini
juga akan semakin berkembang di Indonesia dimasa yang akan datang
bila perdagangan antar negara menjadi semakin
bebas.PertanggungjawabanSebagai bukti pertanggungjawaban unit
pelayanan rumah sakit pemerintah daerah, setiap unit rumah sakit
berkewajiban memberikan laporan akhir sebagai bukti
pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan usaha selam periode
pelaporan. Laporan tersebut meliputi laporan alokasi dana, laporan
pendapatan, dan laporan pengeluaran ke pemerintah daerah
setempat.Etika Rumah SakitAdalah etika terapan atau etika praktis
yang moralitas atau etika umum yang diterapkan pada isu-isu
praktis, seperti perlakuan terhadap etnis minoritas, keadilan untuk
kaum perempuan, penggunaan hewan untuk bahan makanan atau
penelitian, pelestarian lingkungan hidup, aborsi, eutanasia, dan
kewajiban bagi yang mampu untuk membantu yang tidak mampu.Pelayanan
Rumah sakitRumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah yang ada
harus meningkatkan kepuasan pasiennya. Selain peningkatan mutu
pelayanan teknis medis, peningkatan mutu yang paling mudah dan
murah adalah peningkatan mutu pelayanan yang berhubungan dengan
emosi pasien. Pelayanan yang dimaksud di sini adalah pelayanan yang
ramah, sopan santun, gesit, terampil, serta peduli dengan keluhan
pasien
B. Siklus Aktivitas Rumah SakitRumah sakit minimal mempunyai
siklus aktivitas sebagaiberikut : melakukan tindakan tindakan medis
seperti pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan kesehatan
masyarakat. Secara lebih luas, tergantung pada sumber daya yang
dipunyai, sebuah rumah sakit dapat mempunyai siklus aktivitas
sebagai berikut :1. Menyelenggarakan pemeriksaan, pengobatan, dan
perawatan kepada umum2. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan
tenaga medis, ahli dan para medis, baik yang diselenggarakan
sendiri maupun bersama dengan instansi lainnya,3. Mengadakan dan
melakukan penelitian.C. Jenis jenis Anggaran Rumah SakitAnggaran
modalAdalah anggaran yang terdaftar dan tergambar dalam perencanaan
penambahan modal. Anggaran ini berisi daftar modal proyek yang
diajukan selama tahun yang akan datang. Dampak anggaran tersebut
mencakup seluruh pengeluaran aktiva yang terencana selama
setahun.Anggaran kasAdalah anggaran yang tercatat dalam rencana
penerimaan dan pengeluaran kas. Kas meliputi saldo tunai dan saldo
rekening giro bank yang dimiliki entitas, serta elemen-elemen
lainnya yangdapat dipersamakan dengan kas. Anggaran kas sangat
terkait dengan komponen kas dari aktivitas opersai, investasi, dan
pembiayaan.Anggaran pelaksanaanAdalah anggaran yang telah tergambar
dalam perencanaan aktivitas pelaksanaan. Anggaran pelaksanaan
terdiri dari tiga komponen :1. Penerimaan2. Biaya dan pengeluaran3.
Pengukuran hasilD. Akuntansi Rumah SakitSecara operasional
manajemen keuangan di Rumah Sakit harus dapat menghasilkan data,
informasi dan petunjuk untuk membantu pimpinan Rumah Sakit dalam
meerncanakan, mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan agar
mutu pelayanan dapat dipertahankan/ditingkatkan pada tingkat
pembiayaan yang wajar.Akuntansi ialah suatu sistem yang merupakan
salah satu pokok kegiatan dalam manajemen keuangan yang terdiri
dari kegiatan mencatat, mengklasifikasikan dan menyimpulkan semua
transaksi dan kejadian kejadian dalam suatu organisasi yang
menyangkut keuangan, sehingga didapatkan suatu data atau informasi
yang berguna untuk pengambilan keputusan.Hasil akhir dari akuntansi
adalah laporan keuangan yang berbentuk :1. Neraca (Balance sheet)2.
Laporan keuangan (Income statement)3. Laporan perubahan
keuangan.Ditinjau dari segi pembukuan, akuntansi dibagi menjadi 2
sistem yang sangat penting yaitu : Sistem Cash Basis atau Kas
StelselYang telah dipakai oleh pemerintah kita termasuk RS
Pemerintah. Dalam sistem ini hanya dicatat penerimaan dari
pengeluaran uang, sehingga sebetulnya sistem ini sangat sederhana,
mudah dikerjakan dan tidak memerlukan keahlian tinggi. Di samping
itu pengawasan menjadi lebih mudah. Penerimaan akan dicatat jika
telah diterima uang dan pengeluaran dalam satu tahun anggaran yang
ditentukan. Accrual BasisPada sistem ini transaksi dan peristiwa
diakui pada saat kejadian, bukan pada saat hak diterima atau
dibayar, dan dicatat serta dilaporkan pada periode yang
bersangkutan. Dengan kata lain penghasilan diakui pada saat
penyerahan barang/jasa, bukan pada saat kas diterima; dan biaya
diakui pada saat terjadinya, buka pada saat kas dibayarkan. Dengan
metode aktual, harta daki ui pada saat diperoleh
kepemilikannya.Karakteristik Kualitas Informasi Kualitas informasi
akuntansiLaporan keuangan ditujukan agar dapat bermanfaat bagi
pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan adanya tuntutan kualitas
informasi tertentu yang bersifat :1. Dapat dipahami2. Relevan yaitu
bermanfaat bagi peramalan dan penegasan keputusan serta evaluasi
masa lalu3. Handal (reliable) yaitu penyajian jujur, substansi
mengungguli bentuk, netralitas, pertimbangan sehat dan lengkap.4.
Berdaya banding (comparability)Oleh karena itu kebijakan akuntansi
yang dianut harus konsisten, namun bila ada alternatif lain yang
lebih relevan dan andal konsistensi ini tidak perlu dipertahankan.
Hanya perubahan tersebut perlu diberitahukan kepada pembaca laporan
keuangan.Kendala terhadap terpenuhinya kualitas umum dari informasi
di atas antara lain : Ketepatan waktu;Laporan yang tertunda dapat
menghasilkan informasi yang kurang relevan. Sebaliknya untuk
menghasilkan informasi yang tepat waktu seringkali mengurangi
keandalan informasi. Untuk mengimbangkan antara relevansi dan
keandalan, kebutuhan pengambil keputusan merupakan pertimbangan
yang menentukan. Keseimbangan biaya dan manfaat;Biaya membuat
informasi jelas harus lebih rendah dari manfaatnya. Pertimbangan
ini jelas berdampak pada cara pencatatan dan penyajian laporan
akuntansi yang dipilih.Asumsi Akuntansi:1. Dasar akrual2.
Kesinambungan (going concern)3. Kesatuan ekonomi.Dalam akuntansi,
organisasi usaha dipandang sebagai kesatuan ekonomi yang terpisah
dari pemilih/pendiri dan unit organisasi lainnya.4. Transaksi
bebasTransaksi akuntansi lebih diasumsikan selalu terjadi di antara
pihakpihak yang bebas yang sanggup melindungi kepentingan. Dengan
demikian, harga yang terjadi dari transaksi tersebut adalah harga
yang objektif.5. Pengukuran dalam nilai uangAkuntansi menggunakan
uang sebagai denominator umum. Akibatnya hanya faktor/transaksi
yang dapat dianjurkan dalam nilai uang yang dicatat dan dilaporkan
dalam akutansi. Selain itu, dalam akuntansi uang diasumsikan
merupakan ukuran yang stabil, sehingga perubahan nilai beli dari
uang diabaikan.Standar Akuntansi KeuanganMerupakan pedoman/acuan
dalam penyusunan laporan keuangan yang disusun oleh Ikatan
Akuntansi Indonesia (IAI) 1994.Kebijakan AkuntansiKebijakan
akuntansi meliputi pilihan prinsip-prinsip dasar-dasar, konvensi,
peraturan dan prosedur yang digunakan manajemen dalam penyusunan
dan penyajian laporan keuangan. Dalam Rumah Sakit Swadana telah
berlaku kebijakan akuntansi Rumah Sakit dengan menggunakan cash
basis dan accrual basis yang sementara berjalan paralel.Dalam
mengatur rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:1. Rumah Sakit
yang Dikelola Pihak Swasta (Private Hospital)Dalam hal ini,
pelaksanaan akuntansi yang dikembangkan oleh Financial Accounting
Standards Board FASB (Dewan Standar Akuntansi Keuangan).2. Rumah
Sakit yang Dikelola Pihak Pemerintah (Public Hospital)Dalam hal
ini, pelaksanaan akuntansi dilaksanakan berdasarkan standar
akuntansi yang dikembangkan oleh Govermenttal Accounting Standards
Board GASB (Dewan Standar Akuntansi Pemerintah).
E. Akuntansi Dana di Rumah SakitDalam akuntansi dana untuk rumah
sakit, penyajian laporan informasi keuangan mengharuskan
pembentukan dana (fund) yang dibagi menjadi dua, yaitu:1. Dana
Tidak Terikat (Unrestricted Fund) Yaitu dana yang tidak dibatasi
penggunaannya pada suatu tujuan tertentu.2. Dana Terikat
(Restricted Fund) Yaitu dana yang dibatasi penggunaannya pada suatu
tujuan tertentu yang biasanya muncuul karena permintaan dari pihak
eksternal yang memberikan sumbangan. Terikat tidaknya aktiva
tergantung pada ketentuan pihak lain (donor) yang memberikan sumber
keuanganTidak ada PSAK khusus yang mengatur standar akuntansi untuk
rumah sakit. PSAK yang paling cocok untuk sementara waktu digunakan
adalah PSAK 45 tentang organisasi nirlaba.Berdasarkan PSAK 45,
akuntansi RS tidak berdasarkan sistem dana, hanya dana tunggal.
Namun aktiva bersih RS dikategori berdasarkan tiga jenis: Dana
tidak terikat Dana terikat sementara Dana terikat permanen
F. Ruang Lingkup Akuntansi Rumah SakitLaporan hasil
usahaWalaupun Rumah Sakit Pemerintah berorientasi sosial atau nir
laba, namun dengan perubahan menjadi Unit Swadana, maka mencari
laba usaha adalah penting walaupun bukan menjadi tujuan utama
pendirian Rumah Sakit tersebut. Sisa hasil usaha Rumah Sakit
Swadana berbeda dengan SHU badan usaha lainnya atau Rumah Sakit
yang berbentuk PT, pada Rumah Sakit Swadana tidak ada bagian yang
diserahkan kepada pemilik sebagai dividen.Pengertian SHU adalah
kelebihan dari penghasilan atas beban pada satu periode
tertentu.Manfaat SHU antara lain : Memungkinkan analisis laporan
keuangan Memungkinkan laporan pertanggungjawaban manajemen Setiap
unit di Rumah Sakit mempunyai kontribusi tersendiri terhadap SHU.
Ada unit yang berkontribusi sebagai penghasil keuntungan (profit
center) dan ada yang sebagai pusat pengeluaran beban (cost center).
Laporan dapat bersifat kualitatif sebagai basil peninjauan lapangan
dan dapat bersifat kuantitatif/keuangan yang diperoleh dan
laporan-laporan unit center. Penyajian didapat dari: Penyajian
penghasilan yang berasal dari pendapatan kegiatan usaha (operating
revenues) jasa medis dan kesehatan di Unit Rawat Inap, Rawat Jalan,
penunjang medik dan lain-lain Penyajian penghasilan yang berasal
dari penghasilan lain-lain yang merupakan semua basil yang
diperoleh bukan dari aktivitas utama Rumah Sakit seperti parkir,
WC, bunga bank dan lain-lain. Beban (expenses) yaitu biaya yang
secara lang sung telah dimanfaatkan di dalam kegiatan memperoleh
penghasilan dalam suatu periode tertentu Terdiri dari : beban dari
kegiatan usaha yaitu beban yang timbul sebagai akibat dari kegiatan
utama Rumah Sakit seperti gaji seluruh karyawan, harga pokok
obat/bahan habis pakai, snack karyawan, sparepart peralatan medik
dan lain-lain. beban umum dan administrasi yaitu beban yang timbul
bukan diakibatkan langsung dari kegiatan memperoleh pendapat usaha
Rumah Sakit seperti beban gaji direksi dan karyawan adiministrasi
umum, ATK dan lain-lain beban lain-lain adalah semua beban yang
itmbul bukan dikarenakan dari pelaksanaan aktivitas utama Rumah
Sakit, seperti beban bunga dan lain-lain.Bentuk laporan : 1.
Tunggal (Single step)2. Semua penghasilan dikelompokkan3. Semua
beban dikelompokkan4. Selisih penghasilan atas beban adalah SHU5.
PPH 25 maka didapat SHU bersih.6. BertahapSetiap penghasilan
ataupun beban diuraikan secara rinci.Perkiraan luar biasaYaitu
perkiraan yang sifatnya abnormal/luar biasa (extra ordinary), bisa
berupa keuntungan atau kerugian luar biasa, seperti pelunasan
hutang, gempa bumi, kebakaran dan lain-lain.
G. Dana-Dana dalam Akuntansi Dana Rumah SakitDana dalam
akuntansi dana rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:1. Dana
Umum (General Fund)Dana umum digunakan untuk mencatat sumber daya
dana/dana yang diterima dan dibelanjakan dalam menjalankan dalam
menjalankan kegiatan operasional utama dari rumah sakit.2. Dana
TerikatKelompok dana (Fund Groups) yang digolongkan sebagai dana
terikat digunakan untuk mencatat dana yang penggunaannya dibatasi
oleh donor atau pihak yang mensponsori dana tersebut.
H. Laporan Keuangan Rumah SakitDalam laporan keuangan rumah
sakit terdapat empat laporan keuangan utama yang dihasilkan oleh
proses akuntansi, yaitu:1.Neraca Terdiri dari:
Aktiva dan utang diklasifikasi menjadi: Aktiva lancar aktiva
tetap Utang lancar utang jangka panjang Aktiva bersih (ekuitas)
diklasifikasi berdasarkan: Aktiva bersih tidak terikat Aktiva
bersih terikat temporer Aktiva bersih terikat permanenNeraca dalam
rumah sakit tidak mempunyai perbedaan mendasar baik isi maupun
proses penyusunan dari sudut pandang ilmu akuntansi dibandingkan
dengan neraca perusahaan yang sering kita kenal disektor komersial
namun demikian ada beberapa hal yang secara khusus perlu
diperhatikan antara lain:a. Kas Jumlah kas yang tercatat dalam
neraca tidak termasuk kas pada Dana Terikat yang tidak dapat
digunakan untuk kegiatan operasi.b. PiutangPiutang harus dilaporkan
pada jumlah yang diperkirakan dapat direalisasi.c.
InvestasiInvestasi awal dicatat pada harga perolehan pada saat
pembelian, atau pada nilai wajar pada saat penerimaan jika
investasi diterima sebagai pemberian.d. Aktiva TetapAktiva tetap
dilaporkan bersama dengan akumulasi depresiasinya dalam Dana
Umum.e. Aktiva yang DisisihkanKlasifikasi aktiva terikat
(restricted assets) hanya diberikan pada dana yang penggunaannya
dibatasi oleh pihak eksternal rumah sakit yang mensponsori dana
tersebut.f. Utang Jangka PanjangUtang jangka panjang dilaporkan
pada neraca.g. Saldo Dana Sesuai dengan kaidah pembagian dana yang
dijelaskan, saldo dana yang dimiliki oleh rumah sakit dipisahkan
menjadi tiga macam yaitu: terikat, terikat sementara waktu, dan
terikat permanen.2. Laporan OperasiUntuk rumah sakit, hasil dari
kegiatan operasinya dilaporkan dalam Laporan Operasi (Statement of
Operations). Laporan ini mencakup tentang pendapatan, beban, untung
dan rugi, serta transaksi lainnya yang mempengaruhi saldo dana
selama periode berjalan. Dalam laporan operasi harus dinyatakan
suatu indikator kinerja seperti halnya laba bersih dalam
perusahaan, yang melaporkan hal kegiatan operasi rumah sakit selama
periode berjalan. Indikator kinerja ini harus mencakup baik laba
ataupun rugi operasi selama periode berjalan maupun laba langsung
yang diperoleh selama operasi berjalan. Perubahan lain dari saldo
dana selama periode berjalan harus dilaporkan setelah indikator
kinerja.Berikut adalah pos-pos lain yng jga perlu menjadi
perhatian:a. Pendapatan Jasa PasienPendapatan jasa pasien dihitung
dari jumlah bruto dengan menggunakan tarif standar. Jumlah tersebut
kemudian di kurangi dengan penyesuaian kontraktual (contractual
adjusments) menjadi Pendapatan Bersih Jasa Pasien.b. Penyesuaian
KontraktualPenyesuaian kontraktual berasal dari keterlibatan pihak
ketiga dalam proses penggantian pembayaran medis. Perusahaan
asuransi biasanya mengganti kurang dari jumlah tarif standar penuh
untuk jasa medis yang disediakan bagi pasien yang menjadi tanggunan
asuransi. Meskipun rumah sakit memiliki tarif standar untuk jasa
yang diberikan, namun rumah sakit menjalin kontrak dengan pembayar
pihak ketiga di mana rumah sakit menerima jumlah pembayaran yang
lebih rendah untuk jasa tersebut.c. Pendapatan dari Kegiatan
LainnyaPendapatan dari kegiatan lain mencerminkan pendapatan dari
sumber-sumber bukan pasien, seperti kantin dan sewa parkir.
Pendapaatan ini biaaanya mencerminkan jumlah bersih dari
operasinya, jadi bukan jumlah brutonya.d. Transfer
AntardanaTidaklah tepat untuk tetap mengelola aktiva dalam Dana
Terikat ketika persyaratan yang ditetapkan oleh pihak sponsor atau
donor sudah terpenihi. Dalam hal ini aktiva tersebut harus
ditransfer dari Dana Terikat ke Dana Tidak Terikat. Untuk tujuan
pelaporan keuangan, transfer antar dana ini dilaporkan dalam
Laporan Operasi sebagai Pelepasan Saldo Dana dan ditunjukkan
sebagai penambahan atas Dana Tidak Terikat.Contoh Pendapatan:1)
Pendapatan operasioal wajat jalan: karcis umum dan karcis
spesialis.2) Pendapatan operasional rawat inap: akomodasi dan
visite.3) Pendapatan tindakan medis: tindakan medik, dan tindakan
keperawatan4) Pendapatan operasional unit penunjang: rasiologi,
laboratorium, fisioterapi, farmasi, dan rehab medik.e. Beban Dana
UmumBeban-beban dalam Dana Umum diakui secara akrual, seperti
halnya pada entitas komersial.Contoh beban :1) Biaya pelayanan:
bahan, jasa pelayanan, pegawai, penyusutan, pemeliharaan, asuransi,
langganan dan daya, pelatihan, dan penelitian.2) Biaya umum dan
administrasi: pegawai, administrasi kantor, penyusutan,
pemelihataan, langganan dan daya, pelatihan, dan penelitianf.
SumbanganSumbangan (donasi) dibagi menjadi donasi yang terbentuk
jasa dan berbentuk aktiva. Karena sering kali sulit untuk
menetapkan nilai dari donasi yang berbentuk jasa, maka nilai dari
donasi ini biasanya tidak dicatat. Namun, jika terdapat kebutuhan
untuk melakukan pencatatan, maka perkiraan nilai dari donasi jasa
dicatat sebagai sumbangan yang langsung diikuti dengan beban dalam
jumlah yang sama. Sedangkan donasi yang berbentuk aktiva dilaporkan
pada nilai wajar pada tanggal diterimanya sebagai sumbangan jika
donasi aktiva ini penggunaannya dibatasi oleh pihak sponsor atau
donor maka dilaporkan dalam Dana Terikat Sementara atau Dana
Terikat Permanen. Ketika pembatasannya sudah tidak berlaku lagi,
maka dilakukan transfer dari Dana Terikat ke Dana Umum.3. Laporan
Perubahan Aktiva BersihLaporan ini menyajikan perubahan dalam
ketiga kategori aktiva bersih yang Tidak Terikat, Terikat
Sementara, dan terikat Permanen.4. Laporan Arus KasFormat dari
laporan ini serupa dengan yang digunakan untuk entitas komersial.
Laporan arus kas terdiri dari:a. Aktivitas operasib. Aktivitas
investasic. Aktivitas pendanaan5. Catatan Atas Laporan
KeuanganTerdiri dari :a. Gambaran umum RSb. Iktisar kebijakan
akuntansi c. Penjelasan pos-pos laporan keuanganDitjen Pelayanan
Medit Depkes membuat ketentuan akuntansi, khususnya bagi RS yang
sudah menjadi BLU (Badan Layanan Umum). Pedoman akuntansi RS ini
berisi 10 bab:1) Pendahuluan2) Laporan Keuangan3) Akuntansi
Aktiva4) Akuntansi Kewajiban5) Akuntansi Aktiva Bersih (Ekuitas)6)
Akuntansi Perubahan Aktiva Bersih7) Laporan Arus Kas8) Catatan Atas
Laporan Keuangan9) Ilustrasi Laporan Keuangan10) Rasio Keuangan
I. Rumah Sakit Pemerintah Daerah sebagai Badan Layanan Umum
(BLU)Pengertian Badan Layanan Umum (BLU)Pengertian atau definisi
BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, yaitu : Badan Layanan Umum adalah instansi
di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
danproduktivitas.Pengertian ini kemudian diadopsi kembali dalam
peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Pasal 1 angka 1 PP No. 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Tujuan
dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 68
ayat (1) yang menyebutkan bahwa Badan Layanan Umum dibentuk untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian
ditegaskan kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai peraturan
pelaksanaan dari asal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang
menyebutkan bahwa BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam
pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas,
dan penerapan praktek bisnis yang sehat.Sedangkan Asas BLU diatur
menurut Pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005, yaitu:1. Menyelenggarakan
pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang
didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi
induknya;2. Pejabat BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
layanan umum kepada pimpinan instansi induk;3. BLU tidak mencari
laba;4. Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk
tidak terpisah;5. Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang
sehat.Dari uraian definisi, tujuan dan asas BLU, maka dapat
terlihat bahwa BLU memiliki suatu karakteristik tertentu, yaitu :1.
Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari
kekayaan Negara;2. Menghasilkan barang dan/atau jasa yang
diperlukan masyarakat;3. Tidak bertujuan untuk mencarai laba;4.
Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas
ala korporasi;5. Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya
dikonsolidasikan pada instansi induk;6. Penerimaan baik pendapatan
maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung;7. Pegawai dapat
terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil;8.
BLU bukan subyek pajak.Selain itu, sekalipun BLU dikelola secara
otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi,
namun terdapat beberapa karakteristik lainnya yang membedakan
pengelolaan keuangan BLU dengan BUMN/BUMD, yaitu:1. BLU dibentuk
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;2.
Kekayaan BLU merupakan bagian dari kekayaan negara/daerah yang
tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk
menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan;3. Pembinaan BLU
instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan
pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas
bidang pemerintahan yang bersangkutan;4. Pembinaan keuangan BLU
instansi pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola
keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan
kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang
pemerintahan yang bersangkutan;5. Setiap BLU wajib menyusun rencana
kerja dan anggaran tahunan;6. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
serta laporan keuangan dan laporan kinerja BLU disusun dan
disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari RKA serta
laporan keuangan dan laporan kinerja kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah;7. Pendapatan yang diperoleh BLU
sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan pendapatan
negara/daerah;8. Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk
membiayai belanja yang bersangkutan;9. BLU dapat menerima hibah
atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain;10. Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengelolaan keuangan BLU diatur dalam peraturan
pemerintah (dhi. PP No. 23 Tahun 2005).\Dasar Pengaturan BLUBLU
diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang secara
khusus mengaturnya, yaitu: 1. Pasal 1 angka 23, Pasal 68 dan Pasal
69 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;2. PP No. 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;3. PP
No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal;4. Peraturan Menteri Keuangan No. 07/PMK.02/2006
tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan Dan
Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;5. Peraturan Menteri
Keuangan No. 08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan
Barang/Jasa Pada Badan Layanan Umum;6. Peraturan Menteri Keuangan
No. 09/PMK.02/2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada Badan
Layanan Umum;7. Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.02/2006 jo.
PMK No. 73/PMK.05/2007 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi
Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai Badan Layanan Umum;8.
Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.02/2006 tentang Tata Cara
Penyusunan, Pengajuan, Penetapan, Dan Perubahan Rencana Bisnis Dan
Anggaran serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum;9.
Peraturan Menteri Keuangan No. 109/PMK.05/2007 tentang Dewan
Pengawas Badan Layanan Umum;10. Peraturan Menteri Keuangan No.
119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka
Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk
Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;11. Peraturan
Menteri Keuangan No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan
Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum;12. Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;13. Peraturan Dirjen
Perbendaharaan No. Per-50/PB/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Oleh Satuan Kerja
Instansi Pemerintah Yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (PK-BLU);14. Peraturan Dirjen Perbendaharaan No.
Per-62/PB/2007 tentang Pedoman Penilaian Usulan Penerapan
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;15. Peraturan Dirjen
Perbendaharaan No. Per-67/PB/2007 tentang Tata Cara Pengintegrasian
Laporan Keuangan Badan Layanan Umum Ke Dalam Laporan Keuangan
Kementerian Negara/Lembaga.Jenis dan Persyaratan BLUApabila
dikelompokkan menurut jenisnya BLU terbagi menjadi 3 kelompok,
yaitu:1. BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi
rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan
lain-lain;2. BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan
meliputi otorita pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu
(Kapet); dan3. BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi
pengelola dana bergulir, dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan
pegawai.Untuk menjadi sebuah BLU, maka harus memenuhi persyaratan
sebagaimana diatur menurut Pasal 4 PP No. 23 Tahun 2005, sebagai
berikut:1. Persyaratan Substantif, apabila menyelanggarakan layanan
umum yang berhubungan dengan :a. Penyediaan barang dan/atau jasa
layanan umum;b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan
meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atauc.
Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat.2. Persyaratan Teknis, yaitu :a.
kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak
dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana
direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai
dengan kewenangan danb. kinerja keuangan satuan kerja instansi yang
bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen
usulan penetapan BLU.3. Persyaratan Administratif, yaitu :a.
pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan,
keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;b. pola tata kelola (yang
baik);c. rencana strategis bisnis;d. laporan keuangan pokok;e.
standar pelayanan minimum; danf. laporan audit terakhir atau
pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.Atas dasar itu
maka penyusunan Standar Pelayanan Minimum (SPM) menjadi bagian dari
proses kegiatan merubah bentuk RS menjadi bentuk BLU. SPM sediri
didefinisikan dalam PP 23 tahun 2004 sebagai spesifikasi teknis
tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU kepada
masyarakat. Dari definisi ini terlihat bahwa SPM harus memiliki
indikator kinerja pelayanan dan standar (target) pencapaiannya
Kesimpulan sementara, dengan menjadi BLU maka RS memiliki kebebasan
untuk mengelola keuangannya, namun RS diminta berjanji untuk dapat
menyediakan pelayanan dengan indikator dan standar kinerja
pelayanan yang baik (dalam bentuk SPM) dengan kata lain, semakin
tinggi janji yang diajukan (tetapi masuk akal) maka semakin mudah
keluarnya ijin BLURumah Sakit Sebagai BLU
Standar Pelayanan dan Tarif Layanan Rumah Sakit
Pelanggan baik eksternal maupun internal mempunyai keinginan-
keinginan ataupun harapan terhadap jasa yang disediakan oleh rumah
sakit. Mereka mempunyai persyaratan-persyaratan yang diharapkan
dapat dipenuhi oleh rumah sakit. Namun demikian pelanggan eksternal
sebagai pengguna jasa pelayanan mengharapkan apa yang diinginkan
dapat dipuaskan (customer satisfaction), sedangkan tenaga profesi
mengajukan persyaratan agar pelayanan yang disediakan memenuhi
standar profesi, sedangkan pihak manajemen menghendaki pelayanan
yang efektif dan efisien. Jadi mutu dapat dipandang dari berbagai
sudut pandang
Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD menggunakan
standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, harus
mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan
layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Dalam hal
rumah sakit pemerintah di daerah (RSUD) maka standar pelayanan
minimal ditetapkan oleh kepala daerah dengan peraturan kepala
daerah. Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi
persyaratan, yaitu :
1. Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan
pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU/BLUD;
2. Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;
3. Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung
tingkat pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan tingkat
pemanfaatannya;
4. Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang
sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan
fungsi BLU/BLUD;
5. Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan
pelayanan yang telah ditetapkan.
Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD dapat
memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa
layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang
diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas
dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi
dana. Tarif layanan diusulkan oleh rumah sakit kepada menteri
keuangan/menteri kesehatan/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya,
dan kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/kepala daerah dengan
peraturan menteri keuangan/peraturan kepala daerah. Tarif layanan
yang diusulkan dan ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut:
1. kontinuitas dan pengembangan layanan;
2. daya beli masyarakat;
3. asas keadilan dan kepatutan; dan
4. kompetisi yang sehat.
Penentuan tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan.
Dengan demikian rumah sakit pemerintah harus mampu melakukan
penelusuran (cost tracing) terhadap penentuan segala macam tarif
yang ditetapkan dalam layanan. Selama ini aspek penentuan tarif
masih berbasis aggaran ataupu subsidi pemerintah sehingga masih
terdapat suatu cost culture yang tidak mendukung untuk peningkatan
kinerja atau mutu layanan. Penyusunan tarif rumah sakit seharusnya
berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan konsumen untuk membayar
dan strategi yang diipilih. Tarif tersebut diharapkan dapat menutup
semua biaya, diluar subsidi yang diharapkan. Yang perlu
diperhatikan adalah usulan tarif jangan berbasis pada prosentase
tertentu namun berdasar pada kajian yang dapat
dipertanggungjawabkan. Secara umum tahapan penentuan tarif harus
melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah sakit dan
aspek pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik rumah sakit
pemerintah adalah pemerintah daerah dan DPRD
Pengelolaan Keuangan
Adanya desentralisasi dan otonomi daerah dengan berlakunya UU
tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 Tahun 2004, terakhir diubah
dengan UU No. 12 Tahun 2008), UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta Kepmendagri No. 29
Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD, kemudian PP No. 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PP No.
24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan
Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, membuat rumah sakit pemerintah
daerah harus melakukan banyak penyesuaian khususnya dalam
pengelolaan keuangan maupun penganggarannya, termasuk penentuan
biaya.
Dengan terbitnya PP No. 23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah
daerah mengalami perubahan menjadi BLU. Perubahan ini berimbas pada
pertanggungjawaban keuangan tidak lagi kepada Departemen Kesehatan
tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga harus mengikuti standar
akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-prinsip
akuntabilitas, transparansi dan efisiensi. Anggaran yang akan
disusun pun harus berbasis kinerja (sesuai dengan Kepmendagri No.
29 Tahun 2002).
Penyusunan anggaran rumah sakit harus berbasis akuntansi biaya
yang didasari dari indikator input, indikator proses dan indikator
output, sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No. 76/PMK.05/2008
tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan
Umum, dan khusus untuk RSUD, pengelolaan keuangannya harus mengacu
dan berdasarkan Permendagri Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
Pelaporan dan Pertanggungjawaban
BLU sebagai instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang bersifat nirlaba.
Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2005 yang
menyebutkan bahwa Akuntansi dan laporan keuangan BLU
diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang
diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia. Ketentuan
ini menimbulkan inkonsistensi, karena BLU merupakan badan/unit atau
organisasi pemerintahan yang seharusnya menggunakan PSAP atau
Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana diatur menurut PP No. 24
Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, namun dalam PP
No. 23 Tahun 2005 menggunakan PSAK (Standar Akuntansi Keuangan)
yang berasal dari IAI. Sebagai organisasi kepemerintahan yang
bersifat nirlaba, maka rumah sakit pemerintah daerah semestinya
juga menggunakan SAP bukan SAK.
Laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah merupakan laporan
yang disusun oleh pihak manajemen sebagai bentuk penyampaian
laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan tersebut merupakan
penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan rumah
sakit pemerintah daerah harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan
keuangan sebagaimana diatur menurut SAK, yaitu sebagai organisasi
nirlaba (PSAK No. 45) dan menyanggupi untuk laporan keuangannya
tersebut diaudit oleh auditor independen. Laporan keuangan rumah
sakit yang harus diaudit oleh auditor independen.
Adapun Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebagai
BLU yang disusun harus menyediakan informasi untuk:
1. Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang
bersangkutan;
2. Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam
bentuk laporan aktivitas dan laporan arus kas);
3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk
laporan
posisi keuangan);
4. mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk
laporan aktivitas).
Sehingga, laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah
mencakup sebagai berikut:
1. Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih,
tidak disebut neraca). Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai
dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih
diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer
dan terikat permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah
pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang.
Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber
daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut
dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan
terpenuhinya keadaan tertentu;
2. Laporan aktivitas (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan
perubahan dalan aktiva bersih);
3. Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivitas
operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan;
4. Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah
pembatasan permanen atau temporer, dan perubahan klasifikasi aktiva
bersih.
Dalam hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah
daerah dengan laporan keuangan kementerian negara/lembaga, maupun
laporan keuangan pemerintah daerah, maka rumah sakit pemerintah
daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi keuangan
yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP (Pasal 6 ayat
(4) PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan
Keuangan Badan Layanan Umum).
Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan
Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal
27 PP No. 23 tahun 2005, maka rumah sakit pemerintah daerah dalam
rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan
pelayanannya, menyusun dan menyajikan:
1. Laporan Keuangan; dan
2. Laporan Kinerja.
Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari:
1. Laporan Realisasi Anggaran dan/atau Laporan Operasional;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas; dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan
Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah tersebut sebelum
disampaikan kepada entitas pelaporan direviu oleh satuan
pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat satuan
pemeriksaan intern, reviu dilakukan oleh aparat pengawasan intern
kementerian negara/lembaga. Reviu ini dilaksanakan secara bersamaan
dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan BLU.
Sedangkan Laporan Keuangan tahunan BLU diaudit oleh auditor
eksternal.
J. RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN ASPEK PELAPORAN
KEUANGAN
Organisasi BLU cenderung sebagai organisasi nirlaba
kepemerintahan Sesuai dengan PP No:23 tahun 2005 pasal 26
menyebutkan bahwa akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan
sesuai dengan Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan
oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia. Ketentuan ini
mengakibatkan ketidakkonsistensian yaitu bahwa organisasi BLU yang
cenderung sebagai organisasi kepemerintahan tetapi pelaporan
akuntansi menggunakan PSAK (standar akuntansi keuangan ) dari IAI,
bukan menggunakan PSAP Standar akuntansi pemerintahan). Standar
akuntansi pemerintah disusun oleh komite standar akuntansi
pemerintah (KSAP). Standar ini digunakan untuk organisasi
kepemerintahan dan merupakan pedoman dalam penyususnan dan
penyajian laporan keuangan. SAP dinyatakan dalam PSAP.
Organisasi pemerintahan sebagai organisasi yang nirlaba
semestinya menggunakan SAP bukan SAK. Oleh karena itu jika rumah
sakit pemerintah sebagai badan layanan umum semestinya juga
menggunakan SAP bukan SAK, namun dalam PP disebutkan badan layanan
umum sebagai institusi yang nirlaba menggunakan SAK. Dalam hal ini
SAK yang tepat adalah PSAK no 45 yaitu standar akuntansi keuangan
utuk organisasi nirlaba.
PERBEDAAN PSAK 45 DAN SAP
PSAK 45
SAP
Badan penerbitnya IAI
Badan Penerbit KSAPLaporan keuangan:
Laporan aktivitas
Laporan posisi keuangan
Laporan arus kas
Catatan atas Laporan keuangLaporan keuangan:
Laporan realisasi anggaran
Neraca
Laporan arus kas
Catatan atas Laporan keuanganOrganisasi bisnis
Organisasi non kepemerintahanOrganisasi
kepemerintahanPengguna:
Masyarakat
Lembaga donor
PemerintahPengguna:
Masyarakat
Wakil rakyat/Pengawas/Pemeriksa
Pemerintah
Laporan keuangan rumah sakit merupakan laporan yang disusun oleh
manajemen sebagai media penyampaian laporan keuangan suatu entitas.
Laporan keuangan rumah sakit merupakan penyamapaian informasi
kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas tersebut.
Nilai lebih dari rumah sakit pemerintah menjadi badan layanan uumun
ditinjau dari isi pelaporan keuangan adalah rumah sakit harus
mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan organisasi nirlaba dan
menyanggupi untuk laporan keuangan tersebut diaudit oleh auditor
independence. Dengan kesanggupan tersebut tentu saja diharapkan
rumah sakit dapat mencapai tata kelola yang baik dan pelaporan yang
transparans.
K. RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN DARI ASPEK TEKNIS
KEUANGAN
Adanya isu desentralisasi dan perundangan yang berlaku yaitu: UU
no: 22 dan UU no: 25 tahun 1999 (UU no: 33 dan 36 tahun 2004)
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta Kepmendagri
no: 29 tahun 2002 tentang pedoman Umum Penyusunan APBD, UU no: 32
tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, UU no :25 tahun 2004 tentang
Perencanaan Pembangunan Nasional, PP no: 23 tahun 2005 tentang
Badan Layanan Umum, PP no: 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah, membuat rumah sakit harus melakukan banyak penyesuaian
khusunya dalam hal pengelolaan teknis keuangan maupun
penganggaraannya, termasuk penentuan biaya.
Rumah sakit pemerintah dituntut untuk menjadi rumah sakit yang
murah dan bermutu. Dalam pengelolaannya rumah sakit pemerintah
memiliki peraturan pendukung yang terkait dnegan pengelolaan
keuangan yang fleksibel. Berdasar PP no: 23 tahun 2005 tersebut
rumah sakit pemerintah telah mengalami perubahan sebagai badan
layanan umum. Perubahan kelembagaan ini berimbas pada
pertanggungjawaban keuangan bukan lagi kepada departemen kesehatan
tetapi kepada departemen keuangan. Sebagaimana telah diuraikan di
atas dari aspek pelaporan keuangan yang harus mengikuti standar
akuntansi keuangan, maka dalam pengelolaan teknis keuangan pun
harus diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip
akuntanbilitas, transparansi dan efisiensi. Anggaran yang disusun
rumah sakit pemeritah juga harus disusun dengan berbasis kinerja
(sesuai dengan Kepmendagri no 29 tahun 2002).
Berdasar prinsip-prinsip tersebut, aspek teknis keuangan perlu
didukung adanya hubungan yang baik dan berkelanjutan antara rumah
sakit,dengan pemerintah dan dengan para stakeholder, khususnya
dalam penentuan biaya pelayana kesehatan yang mencakupunit cost,
efisiensi dan kualitas pelayanan. Yang perlu dipertimbangankan lagi
adalah adalah adanya audit atau pemeriksaan bukan saja dari pihak
independen terhadap pelaporan keuangan tetapi juga perlu audit
klinik. Dengan berubahnya kelembagaan sebagai BLU tentu saja aspek
teknis sangat berhubungan erat dengan basis kinerja.
Sesuai syarat-syarat BLU bahwa yang dimaksud dengan persyaratan
substantif, persyaratan teknis dan persyaratan admnistratif adalah
berkaitan dengan standar layanan, penentuan tarif layanan,
pengelolaan keuangan,tata kelola semuanya harus berbasis
kinerja.
Implementasi aspek teknis keuangan bagi rumah sakit ini akan
menjadi nilai plus dalam upayanya untuk peningkatan kualitas jasa
layanan dan praktik tata kelola yang transparan. Perhitungan dan
penelusuran terhadap unit cost memerlukan persyaratan sbb:
1. Menuntut adanya dukungan dari para stakeholder,
2. Memiliki keinginan yang kuat dari rumah sakit untuk berbenah,
tanpa meninggalkan misi layanan sosial tetapi harus tetap
mengunggulkan rumah sakit sebagai alatbargaining position,
3. Kesanggupan untuk mewujudkan desakan akuntabilitas dari
publik kepada rumah sakit, khususnya mengenai pola penentuan
tariff,
4. Dukungan dari seluruh tim ahli, baik ahli medis, komite
medis, sistem informasi rumah sakit, akuntansi dan costing.
Dengan implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan
umum, dalam aspek teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan
memberi kepastian mutu dan kepastian biaya menuju pada pelayanan
kesehatan yang lebih baik.
L. RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN DARI ASPEK PERPAJAKAN
Rumah sakit yang dimiliki oleh Pemerintah (RSU ataupun RSUD)
didanai dari APBN dan APBD, maka rumah sakit tidak memiliki
kewajiban PPh terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, rumah sakit
pemerintah tidak perlu melaporkan PPh 25 (SPT Masa) maupu PPh 29
(SPT Tahunan) karena bukan subyek pajak. Namun untuk 12 kategori
sebagai unit pemerintah dan bukan subyek pajak, dalam Undang-undang
pajak penghasilan terdapat empat kriteria yang harus dipenuhi rumah
sakit yaitu:
1. Dibentuk berdasar peraturan perundang-undangan yang
berlaku,
2. Dibiayai dengan dana yang bersumber APBN dan APBD,
3. Penerimaan lembaga tersebut dmasukkan dalam anggaran,
4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
Negara
Dengan demikian karena RSU/RSUD mendapatkan pembiayaan dari luar
APBN/APBD atau tidak seluruh penerimaan dan pembiayaan tercatat
dalam APBN/APBD, maka kewajiban menghitung pajak sendiri (PPh
25/29) disamakan dengan badan swasta lain.
Berkaitan dengan PP no 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan BLU, apabila RSU atau RSUD (rumah sakit pemerintah) sudah
mendapat penetapan sebagai BLU, karena seluruh penerimaan dan
pembelanjaan masuk APBN/APD, maka rumah sakit pemerintah tersebut
bukan merupakan subyek pajak sehingga tidak memiliki kewajiban
membayar PPh Badan (pasal 25 dan PPh 29). Namun demikian rumah
sakit pemerintah memiiliki kewajiban sebagai pemungut pajak PPh
pasal 21, 23, 26, dan pasal 4 ayat (2) berkaitan dengan aktivitas
pembayaran gaji, honor, jasa, sewa, dll kepada karyawan dan pihak
ketiga. Berkaitan dengan transaksi penyerahan obat kepada pasien,
rumah sakit juga berpotensi memiliki kewajiban memungut PPN (pajak
pertambahan nilai) dan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
Ketentuan khusus bagi organisasi sejenis Yayasan yang bergerak
di bidang rumah sakit berdasar SE-34/PJ.4/1995) adalah:
1. Obyek Pajak, yang mmenjadi obyek pajak adalah semua
penghasilan yang diterima atau diperoleh sesuai dengan ketentuan
dalam UU no 17 tahun 2000, antara lain:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha,
pekerjaan, kegiatan atau jasa,
b. Bunga deposito, bunga obligasi, diskontto SBI dan bunga
lainnya,
c. Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
d. Keuntungan pengalihan harta,
e. Pembagian keuntungan dari kerjasama usaha,
2. Jenis-jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh
sehubungan dengan usaha/kegiatan yang dilakukan yayasan atau
organisasi sejenis yang bergerak di bidang pelayanan rumah sakit
meliputi:
a. Uang pendaftaran untuk pelayanan kesehatan,
b. Sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik, pusat
pelayanan kesehatan,
c. Penghasilan dari perawatan kesehatan seperti uang pemeriksaan
dokter, operasi, rontgen, scanning, pemeriksaan laboratorium,
dll
d. Uang pemeriksaan kesehatan termasuk general check up,
e. Penghasilan dari penyewaan alat kesehatan,
f. Penghasilan dari penjualan obat,
g. Penghasilan lainnya sehubungan dengan pelayanan
kesehatan,
Berkaitan dengan transaksi yang berhubungan dengan Pph 21 di
rumah sakit, terdapat ketentuan khusus bagi rumah sakit, yaitu:
1. Tenaga dokter berdasar status hubungan kerja digolongkan
menjadi:
a. Dokter yang menjabat sebagai pimpinan rumah sakit,
b. Doker sebagai pegawai tetap atau honorer rumah sakit,
c. Dokter tetap yaitu dokter yang mempunyai jadwal praktek tetap
tetap bukan sebagai pegawai tetap rumah sakit,
d. Dokter tamu yaitu dokter yang merawat atau menitipkan
pasiennya untuk dirawat di rumah sakit,
e. Dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit untuk praktek,
Sedangkan untuk penghasilan dokter dapat dibedakan menjadi:
a. Penghasilan yang bersumber dari keuangan rumah sakit atau
dari imbalan lain yang diterima oleh para dokter,
b. Penghasilan yang berasal dari pasien yang diterima oleh para
dokter,
PENGURANGAN PENGHASILAN
Dalam ketentuan perhitungan pajak penghasilan, yang dapat
dikurangkan dari penghasilan kena pajak adalah: (a). Biaya-biaya
yang berhubungan langsung dengan usaha, pekerjaan, kegiatan atau
pemberian jasa untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan atau biaya yang berhubungan langsung dnegan operasional
penyelenggaraan rumah sakit, (b). Penyusutan atau amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh harta yang mempunyai manfaat lebih
dari 1 tahun, dan (c). Subsidi yang diberikan kepada pasien yang
tidak mampu ataupun biaya pelayanan kesehatan yang kurang mampu
yang dipikul oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang tidak
bergerak di bidang pelayanan kesehatan.
Perlakukan pembukuan atas subsidi atau pembebanan biaya bagi
pasien yang tidak mampu adalah (a). Sejumlah bagian yang
benar-benar dibayar oleh pasien merupakan penghasilan dan biaya
yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya-biaya
yang dikeluarkan sehubungan dengan tagihan kepada pasien, atau (b).
Sejumlah yang seharusnya diterima atau diperoleh rumah sakit
merupakan penghasilan dan sejumlah subsidi (selisih antara yang
seharusnya diterima rumah sakit dengan yang benar-benar dibayar
oleh pasien) merupakan tambahan biaya. Apabila yayasan atau
organisasi yang sejenis memberikan subsidi sebagian atau seluruh
biaya pelayanan kesehatan kepada pasien yang kurang mampu yang
dirawat di rumah sakit di bawah yayasan lain, maka pengeluaran
subsidi dimaksud dapat ditambahkan sebagai biaya oleh yasayan atau
rumah sakit yang memberikan subsidi tersebut.
OBYEK PPN DALAM RUMAH SAKIT
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No: SE-06/PJ.52/ 2000
tanggal 2 maret 2000 telah ditegaskan bahwa instalasi farmasi
(kamar obat) merupakan suatu tempat untuk mengadakan dan menyimpan
obat-obatan, gas medik alat kesehatan serta bahan kimia yang bukan
berdiri sendiri tetapi merupakan satuan organic yang tidak terpisah
dari keseluruhan rumah sakit. Selanjutnya ditegaskan bahwa
penyerahan obat-obatan yang dilakukan instalasi farmasi (kamar
obat) tidak terutang PPN. Dalam kenyataannya instalasi farmasi
melayani rumah sakit yang terdiri dari pasien rawat inap, pasien
rawat jalan dan pasien gawat darurat. Mengingat instalasi farmasi
rumah sait melakukan pelayanan kepada pasien rawat jalan
sebagaimana lazimnya sebuah apotik, maka atas penyerahan
obat-obatan oleh instalasi farmasi kepada pasien rawat jalan tetap
terutang PPN. Menurut PP no 50 tahun 1994, pedagang eceran adalah
pengusaha yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya
melakukan usaha perdagangan dengan cara:
a. Tidak bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lain,
b. Meyerahkan barang kena pajak melalui suatu tempat penjualan
eceran seperti tok, kios atau dengan cara penjualan langsung kepada
konsumen akhir dari rumah ke rumah,
c. Menyediakan barnang kena pajak yang diserahkan di tempat
penjualan secara eceran,
d. Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului
penawaran tertulis, penwaran, kontrak atau lelang dan umumnya
bersifat tunai dan pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan
langsung membawa sendiri barang kena pajak yang dibelinya.
Dengan demkian apabila apotik atau instalasi farmasi di rumah
sakit bertindak sebagaimana lazimnya apotik melakukan penyerahan
obat-obatan kepada pasien rawat jalan, maka rumah sakit yang
mempunyai instalasi farmasi/apotik tersebut merupakan pengusaha
kena pajak pedagang eceran. Selanjutnya PPN harus dibayar atas
penyerahan obat obatan kepada pasien rawat jalan oleh instalasi
farmasi/apotik adalah sebesar 2% dari jumlah seluruh penyerahan
barang dagangan.
Rumah sakit pemerintah sebagai badan hukum dalam pemberlakuan
pajak pertambahan nilai tetap mengacu pada ketentuan obyek PPN pada
barang kenapajak pada umumnya tanpa melihat klasifikasi organisasi
sebagai BLU. Hal ini dapat ditegaskan bahwa penyerahan obat-obatan
oleh instalasi farmasi kepada pasien rawat inap tidak dikenakan
PPN, nanum kepada pasien selain rawat inap yang dilakuakn pleh
apotik maupun instalasi farmasi terutang PPN. Sedangkan PPN atas
jasa pada rumah sakit, menurut pasar 4 ayat 3 UU PPN jo Pasal 5 PP
144 tahun 2000, jasa pelayanan kesehatan medis merupakan jasa yang
tidak dikenakan PPN 17.
BAB 3
PENUTUP
Tidak ada PSAK khusus yang mengatur standar akuntansi untuk
rumah sakit. PSAK yang paling cocok untuk sementara waktu digunakan
adalah PSAK 45 tentang organisasi nirlaba. Berdasarkan PSAK 45,
akuntansi RS tidak berdasarkan sistem dana, hanya dana tunggal.
Namun aktiva bersih RS dikategori berdasarkan tiga jenis:
Dana tidak terikat Dana terikat sementara Dana terikat
permanen
Terikat tidaknya aktiva tergantung pada ketentuan pihak lain
(donor) yang memberikan sumber keuangan.
Laporan keuangan berdasarkan PSAK 45 terdiri atas:
} Neraca
} Laporan Aktivitas
} Laporan Arus Kas
} Catatan Atas Laporan Keuangan
Ditjen Pelayanan Medit Depkes membuat ketentuan akuntansi,
khususnya bagi RS yang sudah menjadi BLU (Badan Layanan Umum).
Pedoman akuntansi RS ini berisi 10 bab:
Pendahuluan Laporan Keuangan Akuntansi Aktiva Akuntansi
Kewajiban Akuntansi Aktiva Bersih (Ekuitas) Akuntansi Perubahan
Aktiva Bersih Laporan Arus Kas Catatan Atas Laporan Keuangan
Ilustrasi Laporan Keuangan Rasio Keuangan
Pedoman akuntansi RS BLU ini tidak spesifik berdasarkan satu
PSAK,misalnya hanya PSAK 45, melainkan berbagai PSAK yang
terkait.
PSAK yang terkait aktiva, utang, ekuitas, pendapata, dan biaya
yang diterbitkan oleh IAI yang relevan juga menjadi dasar
akuntansi.