Laporan KasusSpinal Anestesi Pada Pasien Hernia Scrotalis
Inkarserata Dextra
Pembimbing :
Dr. Guntur Muhammad T, Sp.An, M.ScOleh :
Widya Ilmiaty Kamrul (030.10.083)Kepaniteraan Klinik Ilmu
AnestesiRSUD dr. Soeselo Slawi
Periode 9 Februari 14 Maret 2015Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat serta karuniaNya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan laporan kasus dengan judul Anestesi Spinal pada
Pasien Hernia Scrotalis Inkarserata Dextra. Dalam menyelesaikan
laporan kasus ini, kami mendapat bantuan dan bimbingan, untuk itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Guntur, Sp.An sebagai pembimbing yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Soeselo, Slawi.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di Kamar Operasi Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Soeselo Slawi, khususnya kepada seluruh penata
anestesi yang telah membantu selama kami menjalankan
kepaniteraan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki banyak
kekurangan, oleh karena kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan. Penulis berharap laporan khusus ini dapat memberikan
manfaat yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh pembaca,
khususnya untuk mahasiswa kedokteran dan masyarakat pada
umumnya.
Slawi, Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
2DAFTAR ISI
3BAB I PENDAHULUAN
4BAB II LAPORAN KASUS
5
2.1 IDENTITAS PASIEN
5
2.2 ANAMNESIS
5
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
6
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
7
2.5 KESAN ANESTESI
8
2.6 PENATALAKSANAAN
8
2.7 KESIMPULAN
8BAB III LAPORAN ANESTESI
9
3.1 PRE OPERATIF
9
3.2 PREMEDIKASI ANESTESI
9
3.3 TINDAKAN ANESTESI
9
3.4 PEMANTAUAN ANESTESI
10BAB IV ANALISA KASUS
13BAB V TINJAUAN PUSTAKA 16BAB VI KESIMPULAN
22DAFTAR PUSTAKA
23BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu Anestesi dan Reanimasi adalah cabang Ilmu Kedokteran yang
mempelajari tatalaksana untuk me matikan rasa, baik rasa nyeri,
takut dan rasa tidak nyaman yang lain sehingga pasien nyaman dan
ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk mempelajari tatalaksana
untuk menjaga/mempertahankan hidup dan kehidupan pasien selama
mengalami kematian akibat obat anesthesia.1Tindakan anestesi yang
memadai, meliputi tiga komponen yang disebut trias anestesi yaitu
hipnotik (mati ingatan), analgesia (mati rasa) dan relaksasi otot
rangka (mati gerak). Untuk mencapai ke tiga target tersebut, dapat
digunakan hanya dengan satu jenis obat atau dengan memberikan
beberapa kombinasi obat yang mempunyai efek khusus seperti tersebut
di atas.1Pilihan anestesi yang digunakan pada operasi herniorapi
adalah anestesi regional (spinal atau epidural) atau anesthesia
umum melalui pipa endotrakea dan nafas kendali apabila ada
permintaan khusus dari pasien. Anestesi spinal lebih disukai untuk
bedah dari thorakal 10 kebawah dikarenakan onset cepat, teknik
sederhana, relatif mudah dilakukan dan menimbulkan relaksasi otot
yang sempurna dibandingkan dengan anestesi epidural.BAB II
LAPORAN KASUS2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. RizyantoUmur
: 21 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-lakiAlamat: DanarejaPekerjaan
: PelajarAgama
: Islam
Status
: Belum menikahTanggal masuk: 19 Februari 20152.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada
tanggal 20 Februari 2015, pukul 14.00 WIB di bangsal Bougenvil
kelas III RSUD dr Soeselo, SlawiPasien merupakan pasien bedah
dengan diagnosis Hernia Scrotalis Inkarserata DextraKeluhan Utama:
Benjolan di kantong kemaluan kanan sejak 6 bulan SMRSKeluhan
Tambahan: Nyeri pada benjolan, demam, mual, muntah, nafsu makan
menurun, perut kembung dan sakit, tidak bisa BAB.Riwayat penyakit
sekarang: Pasien datang dengan keluhan benjolan pada kantong
kemaluan kanan sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Awalnya benjolan hilang timbul, namun sejak 2 bulan menetap,
setelah 1 minggu terakhir pasien merasakan benjolan nyeri. Selain
itu pasien juga mengeluh perut kembung dan terasa sakit. Perut
kembung mulai dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Sejak perut
terasa kembung, pasien juga sering mual dan muntal setelah makan
dan minum sehingga membuat nafsu makan pasien berkurang. Pasien
juga mengeluhkan demam sejak 1 minggu, terus-terusan namun tidak
sampai menggigil. Pasien juga mengatakan sulit BAB sejak 5 hari
SMRS. BAK lancar tidak ada keluhan.Riwayat penyakit dahulu: Pasien
tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat, tidak ada
riwayat asma, penyakit paru dan jantung, maupun riawayat operasi
sebelumnya. Pasien juga tidak memiliki penyakit hipertensi maupun
diabetes.Riwayat penyakit keluarga: Riwayat diabetes melitus,
hipertensi, asma, penyakit jantung dan paru, alergi makanan maupun
obat tertentu, serta keganasan dalam keluarga disangkal oleh
pasien.
Riwayat kebiasaan: Pasien mengaku tidak merokok, tidak
mengonsumsi alkohol maupun obat-obatan terlarang.2.3 PEMERIKSAAN
FISIK
Dilakukan pada 20 Februari 2015 pukul 14.15 WIB.
Keadaan umum: Tampak sakit sedangKesadaran
: Compos mentis
BB
: 58 kg
TB
: 162 cm
Tekanan darah
: 120/70 mmHgNadi
: 92x/menit
Suhu
: 370 C
Pernapasan
: 20x/menit
Status generalis:
a. Kulit
: warna sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
cukup, teraba hangat.
b. Kepala
: Normosefali Mata
: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
Hidung: tidak ada polip, perdarahan, maupun deviasi septum.
Mulut
: Sianosis (-), pucat (-), bibir kering (-) Uvula berada di
tengah. Dinding posterior faring dan palatum molle terlihat
(Mallampati grade I) Tonsil T1-T1, Tidak ada kripta dan detritus ,
tidak hipertrofi tonsil.
c. Leher
: KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar,
tidak terdapat struma, sikatrik. d. Toraks
:
jantung: Bunyi jantung I & II regular, murmur (-), gallop
(-) Paru: dinding dada simetris statis-dinamis, tidak ada retraksi
maupun ketertinggalan gerak. Vokal fremitus kanan kiri sama kuat.
Sonor kedua lapang paru. Suara napas vesikuler, tidak terdengar
ronkhi maupun wheezing di kedua lapang paru.
e. Abdomen
: perut datar, simetris, nyeri tekan (+) pada kuadran kanan
bawah, bising usus (+).f. Genitalia : Terdapat benjolan pada
kantong kamaluan kanan.
g. Ekstremitas: Akral hangat, odem (-)2.4 PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Lab darah
:
Jenis PemeriksaanNilai PasienNilai normal
Darah Rutin
Leukosit15,3 ()3,8 10,6 / uL
Eritrosit4,14,40 5,9 /uL
Hemoglobin16,813,2 17,3 g/dL
Hematokrit5040 52
DIFF COUNT : Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit2,000,20
71,1021,006,202,00 4,00
0 1
50- 70
25 40
2 8
APTT TEST29,1 detik25,5 42,1
PT TEST13,1 detik9,7 13,1
Golongan DarahB
Rhesus FaktorPositif
Sero imunologi: HBsAgNon reaktifNon reaktif
2.5 KESAN ANESTESI
Diagnosis anestesia: ASA II / SAB2.6 PENATALAKSANAAN
Meliputi:
a. Intravena fluid drip RL 500-1000 cc 20 tpm.
b. Informed consent tindakan operasi herniorapic. Konsul ke
bagian anestesi.
d. Informed consent pembiusan: dilakukan operasi herniorapi
dengan regional anestesi klasifikasi ASA II.
2.7 KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka diagnosis
preoperative: Hernia Scrotalis Inkaserata Dekstra. Diagnosis
anestesia ASA II. Jenis operasi herniorapi. Jenis anestesi regional
anestesi (spinal anestesi)
BAB III
LAPORAN ANESTESI
3.1 Preoperatif
Informed consent (+)
Puasa sekitar 8 jam
IV Line terpasang dengan infus RL 500 cc, mengalir lancar
Keadaan umum tampak sakit sedangKesadaran compos mentis
Tanda vital:
TD
: 120/70RR
: 20x/menit
Nadi: 92x/menit
Suhu: 370C
ASA : II3.2 Premedikasi Anestesi : Ondansentron 4 mg.3.3
Tindakan Anestesi
Pasien dalam posisi duduk, kepala menunduk, kemudian menentukan
lokasi penyuntikkan di L3-L4, yaitu di atas titik hasil perpotongan
antara garis yang menghubungkan crista iliaca dekstra dan sinistra
dengan garis vertical tulang vertebra yang berpotongan di vertebral
lumbal IV. Kemudian dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis
dengan kassa steril dan povidon iodine. Lalu dilakukan penyuntikkan
di titik L3-L4 paramediana yang sudah ditandai sebelumnya dengan
menggunakan jarum spinal no. 25 G, kemudian jarum spinal dilepaskan
hingga tersisa kanulnya, lalu dipastikan bahwa LCS yang berwarna
jernih mengalir melalui kanul (ruang subarachnoid), kemudian obat
anestesi, yaitu Recain (Bupivakain 20 mg) disuntikkan dengan
terlebih dahulu melakukan aspirasi untuk memastikan kanul spinal
masih tetap di ruang subarachnoid. Setelah Bupivakain disuntikkan
setengah volumenya kembali dilakukan tindakan aspirasi LCS untuk
memastikan kanul tidak bergeser, lalu Bupivakain disuntikkan semua.
Setelah itu luka bekas suntikan ditutup dengan kassa steril dan
micropore. Kemudian pasien dibaringkan di meja operasi.
3.4 Pemantauan Setelah Tindakan Anestesi
Dilakukan pemantauan keadaan pasien terhadap tindakan anestesi
yang telah dilakukan. Pemantauan dilakukan pada fungsi
kardiovaskular, fungsi respirasi, serta cairan.
Kardiovaskular: pemantauan terhadap tekanan darah dan frekuensi
nadi setiap 5 menit
Respirasi
: inspeksi pernapasan spontan pasien & saturasi oksigen
Cairan
: monitoring input cairan infus.Lampiran Monitoring Tindakan
Operasi
PukulTindakanTDNadiSaturasi
09.30Pasien masuk kamar operasi, dibaringkan di meja operasi
kemudian dilakukan pemasangan manset di lengan kiri atas dan pulse
oxymetri di ibu jari tangan kanan. Setelah itu dilakukan spinal
anestesi menggunakan spinocan no 25, Recain 3cc..132/928099
09.45Operasi dimulaiRL 500 ccOndancentron 4mg
Dexametason 5mg127/907699
10.00128/728799
10.15110/778099
10.30HES 500 cc120/887799
10.45Diberikan Ketorolac 30 mg secara bolus IVRL 500 ccOperasi
selesai122/688399
Laporan Anestesi
1. Diagnosis Pra Bedah
Hernia Scrotalis Inkarserata Dextra2. Diagnosis Pasca Bedah
Hernia ScrotalisInkarserata Dextra3. Penatalaksanaan
Preoperasi
Infus RL 500 cc
4. Penatalaksaan Anestesi
a. Jenis pembedahan
: Herniorapib. Jenis anestesi
: regional anestesi (spinal anestesi)c. Teknik anestesi
:sub arachnoid block, L3-L4, LCS +, jarum spinal no. 25 G
d. Mulai anestesi
: 09.30 WIB
e. Mulai operasi
: 09.45 WIB
f. Premedikasi
: Ondansentron 4mg bolus IVg. Medikasi
: Recain 2cc (Bupivakain 20 mg)h. Medikasi tambahan: Ketorolaci.
Maintainance
: O2 3L/menitj. Respirasi
: pernapasan spontan
k. Cairan durante op
: RL 1000 cc, HES 500 ccl. Selesai operasi
: 10.45 WIB3.5 Post Operatif
Pasien masuk ke dalam ruang pemulihan kemudian dibawa kembali ke
ruang Bougenvil kelas III.
a. Observasi tanda vital:
Keadaan umum
: tampak sakit ringan
Kesadaran
: compos mentis
TD
: 120/80Nadi
: 72x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 36,7 CPenilaian pemulihan kesadaranSkor Aldrete
VariabelSkorSkor pasien
AktivitasGerak ke-4 anggota gerak atas perintah
Gerak ke-2 anggota gerak atas perintah
Tidak merespon2
1
02
RespirasiDapat bernapas dalam dan batuk
Dispnoe, hipoventilasi
Apneu 2
1
02
SirkulasiPerubahan 50% TD sistol preoperasi2
1
02
KesadaranSadar penuh
Dapat dibangunkan
Tidak merespon2
1
02
Warna kulitMerah
Pucat
Sianotik2
1
02
Skor total10
BAB IV
ANALISIS KASUS
4.1 Pemeriksaan pra operatif
Informed consent
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium maka
pasien dapat diklasifikasikan dengan ASA II, yaitu pasien dengan
penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsi.2 IV
line 1 jalur RL 20 tpm
Pemasangan cateter Jenis anestesi yang akan dilakukan adalah
regional anestesi dengan teknik spinal anestesi subarachnoid block.
Blok subarachnoid adalah blok regional yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat anestetik local ke dalam ruang sub arachnoid pada
celah interspinosum L3-L4.1
Indikasi dilakukannya anestesi spinal sub arachnoid adalah untuk
pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T10 ke bawah yaitu
daerah abdominal dan inguinal,daerah anorektal dan genitalia
eksterna serta daerah ekstremitas inferior. Adapun beberapa kontra
indikasi pada penggunaan teknik anestesi spinal sub arachnoid yng
terbagi menjadi kontra indikasi absolut dan relative. Kontra
indikasi absolut meliputi pasien yang menolak, infeksi di daerah
lumbal, syok hipovolemia, koagulopati atau mendapat terapi
koagulan, tekanan intracranial tinggi, fasilitas resusitasi minim,
kurang pengalaman atau tanpa pendampingan dari konsultan
anesthesia. Sedangkan untuk kontra indikasi relative yaitu infeksi
sistemik (sepsis, bakteriemi), kelainan neurologis, kelainan
psikis, bedah lama, penyakit jantung dan nyeri punggung kronis.24.2
Persiapan operasi Sebelum operasi, pasien dipersiapkan terlebih
dahulu untuk puasa 6-8 jam yang bertujuan mencegah terjadinya
aspirasi isi lambung karena regurgitasi
Memastikan infus berjalan lancar supaya obat-obatan yang
diberikan melalui jalur intravena dapat bekerja secara efektif,
lalu memasang tensimeter dan saturasi O2 agar dapat dimonitor
selama operasi berlangsung, karena anestesi spinal menghambat saraf
simpatis sehingga dapat menyebabkan hipotensi.1 Kemudian dilakukan
anestesi terhadap pasien menggunakan obat Bupivacaine 5mg/ml, yaitu
anestesi local yang bekerja memblok konduksi impuls saraf dengan
meningkatkan ambang eksitasi listrik pada saraf, dengan
memperlambat penyebaran impuls, juga mengurangi laju kenaikan
potensial aksi. Bupivacaine mengikat bagian saluran intraseluler
natrium dan memblok masuknya natrium ke dalam sel saraf sehingga
mencegah depolarisasi, dengan sifat reversible. Bupivacaine
memiliki onset cepat dan masa kerja panjang.3 Pasien diberikan obat
premedikasi yaitu Ondansetron 4 mg secara bolus IV, agar dapat
mengurangi rangsang muntah pada pasien akibat obat-obat anestesi
yang menyebabkan hiperperistaltik . Ondansetron adalah suatu
antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif. Serotonin
5-hydroxytriptamine merupakan zat yang akan dilepaskan jika
terdapat toksin dalam saluran cerna, berikatan dengan reseptornya
dan akan merangsang saraf vagus menyampaikan rangsangan ke CTZ
(chemoreceptor trigger zone) dan pusat muntah, sehingga terjadi
mual & muntah.4 Setelah operasi selesai, pasien diberikan
Ketorolac 30 mg secara bolus IV untuk mengurangi rasa sakit pasca
operasi. Pasien dipindahkan ke recovery room untuk dilakukan
pemantauan sebelum dibawa kembali ke ruangan.5 4.3 Maintanace
Oksigenasi3L/menit dengan kanul Terapi Cairan Intra-Operatif
Kebutuhan Maintanence (M):Kebutuhan cairan basal (rutin,
rumatan) ialah:
2 x BB
Pada pasien ini diperoleh kebutuhan cairan basal sebagai
berikut:
BB pasien = 58 kg
2 x 58 = 116 cc
Kebutuhan Cairan Operasi (O):
Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang peritoneum,
ruang ketiga, atau luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung pada
besar kecilnya pembedahan, 6-8 ml/kg untuk operasi besar, 4-6 ml/kg
untuk operasi sedang, dan 2-4 ml/kg untuk operasi kecil.
Pada pasien ini diperoleh kebutuhan cairan operasinya adalah
sebagian berikut:
Operasi besar x berat badan = 8 ml x 58 kg = 464 cc
Kebutuhan Cairan Puasa (P)
Lama puasa x kebutuhan cairan basal
= 8 jam x 116 = 928 cc
Pemberian cairan jam pertama:
Kebutuhan cairan basal + kebutuhan cairan operasi + 50% cairan
puasa
= 116 cc + 464 cc + 464 cc = 1.044 cc Pemberian cairan jam kedua
:
Kebutuhan cairan basal + kebutuhan cairan operasi + 25% cairan
puasa
= 116 cc + 464 cc + 232cc = 812 cc
Estimate blood volume (EBV)70 x 58 = 4060 cc (40,6%) Allowed
blood loss ( ABL )20% x EBV = 20 % x 4060 = 812 cc Selama puasa dan
operasi pasien telah diberikan cairan RL 1000cc, HES 500 cc maka
total terapi cairan yang pasien dapat adalah 1500 cc, sedangkan
cairan output perdarahan (suction + kassa ) 900cc, urin 100cc
sehingga terapi cairan pasien terpenuhi.BAB VTINJAUAN
PUSTAKAAnestesi Spinal
Definisi
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam
ruang subarackhnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara
menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal.6 Untuk mencapai cairan
serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kulis ( subkutis (
Lig. Supraspinosum ( Lig. Interspinosum ( Lig. Flavum ( ruang
epidural ( durameter ( ruang subarachnoid.
Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi
oleh cairan serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater,
lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada
anak L2 dan pada bayi L3. Oleh karena itu, anestesi/analgesi spinal
dilakukan ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau
L3-L4 atau L4-L5.6 Indikasi:
1.Bedah ekstremitas bawah
2.Bedah panggul
3.Tindakan sekitar rektum perineum
4.Bedah obstetrik-ginekologi
5.Bedah urologi
6.Bedah abdomen bawah
7.Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya
dikombinasikan v dengan anesthesia umum ringan Kontra indikasi
absolut:
1.Pasien menolak
2.Infeksi pada tempat suntikan
3.Hipovolemia berat, syok
4.Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5.Tekanan intrakranial meningkat
6.Fasilitas resusitasi minim
7.Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
Kontra indikasi relatif:
1.Infeksi sistemik
2.Infeksi sekitar tempat suntikan
3.Kelainan neurologis
4.Kelainan psikis
5.Bedah lama
6.Penyakit jantung
7.Hipovolemia ringan
8.Nyeri punggung kronik
Persiapan analgesia spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan
pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah
akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang
punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan
prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah
ini:
1. Informed consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia
spinal
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hb, Ht, PT (Protrombin Time) , PPT (Partial Tromboplastin
Time)
Peralatan analgesia spinal
1. Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen,
dll.2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu
runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil
(pencil point whitecare)
Anastetik lokal untuk analgesia spinal
Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius
adalah 1.003-1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan
css disebut isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih
besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat
jenis lebih kecil dari css disebut hipobarik. Anastetik lokal yang
sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur
anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya
digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air
injeksi.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1. Lidokaine(xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat
isobarik, dosis 20-100mg (2-5ml)
2. Lidokaine(xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat
jenis 1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat
isobarik, dosis 5-20mg (1-4ml)4. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm
dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg
(1-3ml) Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan
pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan.
Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan
hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi
berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya
obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi
lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien
juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal
agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.2.
Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista
iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau
diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan
lidokain 1-2% 2-3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar
22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil
27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum
suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira
2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal
berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum
tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan
serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah
keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat
berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang
semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan
posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada
posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90
biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya
bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak
kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm. Penyebaran anastetik lokal
tergantung:
1. Faktor utama:
a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
b. Posisi pasien
c. Dosis dan volume anestetik lokal
2. Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal Lama kerja anestetik lokal
tergantung:
1.Jenis anestetia lokal
2.Besarnya dosis
3.Ada tidaknya vasokonstriktor
4.Besarnya penyebaran anestetik lokal Komplikasi tindakan
anestesi spinal :1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml
sebelum tindakan.
2. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi
akibat blok sampai T-2
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali
nafas
4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan
1.Nyeri tempat suntikan
2.Nyeri punggung
3.Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4.Retensio urine
5.Meningitis
BAB VI
KESIMPULAN
Pasien merupakan pasien bedah dengan diagnosis hernia inguinalis
lateralis inkarserata dextra. Dari anamnesis pasien mengeluh
benjolan pada selangkangan kanan, terasa nyeri, demam, mual,
muntah, dan tidak bisa BAB.. Dari pemeriksaan fisik maupun
penunjang tidak terdapat kelainan pada pasien. Berdasarkan
klasifikasi status fisik pasien pra-anestesi menurut American
Society of Anesthesiologist, pasien digolongkan dalam ASA II.
Pasien dilakukan regional anestesi dengan teknik subarachnoid
block pada L3-L4 dengan menggunakan spinal needle dengan ukuran
diameter 25. Lalu dimasukkan obat Recain 2 cc (bupivacaine).
Obat-obat yang diberikan pada pasien ini adalah ondansetron dan
ketorolac.
DAFTAR PUSTAKA1. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar
Anestesiologi. Jakarta 2014: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta 2014
2. Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi. Ikatan Dokter Spesialis
Anestesi Dan Reanimasi. Semarang 2002.3. Bupivacaine: Medscape
Reference. Bupivacaine. [Online]. Updated January 2014. Available
at
http://reference.medscape.com/drug/marcaine-sensorcaine-bupivacaine-343360.
Accesed 21 December, 2014.4. Ondansetron: Medscape reference.
Ondansetron. [Online]. Updated January 2014. Available at
http://reference.medscape.com/drug/zofran-zuplenz-ondansetron-342052.
Accessed 21 December, 2014.5. Ketorolac: Medscape Reference.
Ketorolac. [Online]. Updated January 2014. Available at
http://reference.medscape.com/drug/Ketorolac-343360. Accessed 21
December, 2014.6. Anastesi spinal : USU. Anestesi. [Online].
Updated March 2014. Available at http://repository.usu.ac.id.
Accessed 21 December, 2014.22