Anemia Dalam Kehamilan Definisi Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester pertama dan ketiga atau kadar <10,5 gr% pada trimester kedua (Centers for Disease Control and Prevention,1990). Anemia didefenisikan sebagai kadar Hb< 11 g/dl (WHO, 2001). Epidemiologi Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Menurut SKDI tahun 2005, angka kematian ibu di Indonesia 262/100.000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah prioritas di bidang kesehatan. Salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu adalah anemia. Penelitian Chi dkk menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk yang tidak anemia. Anemia karena defisiensi zat besi (ADB) merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Anemia Dalam Kehamilan
Definisi
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang
dari 12 gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester pertama dan ketiga atau kadar <10,5 gr% pada
trimester kedua (Centers for Disease Control and Prevention,1990). Anemia didefenisikan
sebagai kadar Hb< 11 g/dl (WHO, 2001).
Epidemiologi
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan
kesehatan di suatu negara. Menurut SKDI tahun 2005, angka kematian ibu di Indonesia
262/100.000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan
masalah prioritas di bidang kesehatan. Salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu
adalah anemia. Penelitian Chi dkk menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70%
untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk yang tidak anemia.
Anemia karena defisiensi zat besi (ADB) merupakan penyebab utama anemia pada
ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. WHO melaporkan pada tahun 2001
bahwa prevalensi ADB di lebih banyak terjadi di negara berkembang yaitu 52% sedangkan di
negara industri 23%. Di Indonesia, ADB pada ibu hamil masih tinggi yaitu 40% menurut data
SKRT 2001. Sedangkan Dinkes RI tahun 2005 menyatakan bahwa dua juta dari empat juta
ibu hamil di Indonesia mengalami ADB.
Walaupun sedikit lebih sering dijumpai pada wanita hamil dari kalangan kurang
mampu, anemia tidak terbatas hanya pada mereka. Frekuensi anemia selama kehamilan
sangat bervariasi, terutama bergantung pada apakah selama hamil wanita yang bersangkutan
1
mendapat suplemen besi. Sebagai contoh, Taylor dkk. (1982) melaporkan bahwa kadar
hemoglobin pada aterm rata-rata mencapai 12,7 g/dl pada wanita yang mendapat tambahan
besi dibandingkan 11,2 g/dl pada mereka yang tidak mendapatkan suplemen tersebut.
Fisiologi Sistem Kardiovaskuler dan Hematologik Selama Kehamilan
Sistem Kardiovaskuler
Cardiac Output (CO) akan meningkat sebanyak 30-50%, dimulai dari usia gestasi 6
minggu dan mencapai puncaknya pada usia gestasi antara minggu 16 dan 28 (biasanya sekitar
usia 24 minggu). CO akan tetap setinggi puncak ini sampai lewat minggu 30. Lalu, CO akan
sensitif terhadap posisi tubuh. Posisi tubuh yang menyebabkan uterus yang meluas menekan
vena cava (contohnya posisi berbaring) paling sering menyebabkan penurunan CO. Rata-rata
CO biasanya akan menurun sedikit demi sedikit dari minggu 30 sampai persalinan dimulai.
Selama persalinan, CO akan meningkat lagi sebesar 30% dari sebelumnya. Setelah
persalinan, uterus akan berkontraksi, dan CO akan turun sekitar 15-25% di atas normal,
kemudian secara bertahap turun (kebanyakan sampai lewat dari 3-4 minggu) sampai CO
mencapai kondisi prekehamilan pada sekitar 6 minggu postpartus.
Peningkatan CO selama kehamilan disebabkan terutama karena sirkulasi
uteroplasenta; volume sirkulasi uteroplasenta akan meningkat banyak, dan sirkulasi ke ruang
intervili berfungsi sebagai shunt arteriovena. Selama plasenta dan janin berkembang, aliran
darah ke uterus haruslah meningkat sekitar 1 L/menit, (20% dari CO normal). Kebutuhan
darah ke kulit (untuk mengatur suhu tubuh) dan ginjal (untuk ekskresi “sampah” janin) juga
akanmeningkatkan CO.
Untuk meningkatkan CO, denyut jantung akan bertambah dari nilai normal, yaitu 70 ke90
kali/menit, dan stroke volume meningkat. Selama trimester ke- 2, tekanan darah biasanya
2
akan turun (tekanan nadi akan melebar), meskipun CO dan level renin angiotensin
meningkat, karena sirkulasi uteroplasenta meningkat (ruang intervili plasenta berkembang)
dan tahanan vaskuler sistemik menurun. Penurunan tahanan sistemik ini karena viskositas
darah dan sensitivitasnya terhadap angiotensin berkurang. Selama trimester ke-3, tekanan
darah akan kembali normal. Pada kehamilan kembar, CO akan meningkat lebih besar dan
tekanan darah diastolik akan rendah pada usia gestasi 20 minggu daripada pada kehamilan
tunggal.
Olahraga akan meningkatkan CO, denyut jantung, konsumsi O2, dan volume
pernapasan/ menit selama kehamilan daripada waktu lainnya. Sirkulasi kehamilan yang
hiperdinamis akan meningkatkan frekuensi dari murmur fungsional dan akesentuasi denyut
jantung. X-ray atau EKG akan memperlihatkan jantung bergeser ke posisi horizontal, rotasi
ke kiri, dengan penambahan diameter trasnversal. Denyut atrium dan ventrikuler yang
prematur sering dijumpai selama kehamilan. Semua perubahan ini normal dan seharusnya
tidak disalahdiagnosiskan sebagai gangguan jantung; perubahan ini akan pulih sendiri. Akan
tetapi, atrial takikardia paroksismal terjadi lebih sering pada wanita hamil dan perlu
profilaksis digitalisasi dan obat antiaritmia lainnya. Kehamilan tidaklah mempengaruhi
indikasi dari pentingnya kardioversi.
Sistem Hematologik
Volume darah total meningkat secara proporsional dengan CO, tapi peningkatan
volume plasma jauh lebih besar (mendekati 50%, biasanya sekitar 1600 ml dengan total
volume 5200 cc) dibandingkan dengan massa eritrosit (sekitar 25%); sehingga Hb akan
rendah karena dilusi, dari sekitar 13,3 menjadi 12,1 g/dl. Anemia dilusional ini akan
3
menurunkan viskositas darah. Pada kehamilan kembar, volume darah maternal total akan
meningkat lebih (mendekati 60%).
Leukosit juga akan meningkat sedikt, yaitu dari sekitar 9000 menjadi 12.000/µl. Leukositosis
yang nyata (≥ 20.000/µl) bisa terjadi selama persalinan dan beberapa hari postpartum.
Etiologi
Klasifikasi yang terutama didasarkan pada etiologi dan mencakup sebagian besar penyebab
anemia pada wanita hamil bisa dilihat di Tabel berikut.
Table. Causes of Anemia during Pregnancy
Didapat
Anemia defisiensi besi
Anemia karena kehilangan darah akut
Anemia karena inflamasi dan malignansi
Anemia megaloblastik
Anemia hemolitik yang didapat
Anemia aplastik atau hipoplastik
Herediter
Thalasemia
Hemoglobinopati sel sabit
Hemoglobinopati lainnya
Anemia hemolitik keturunan
Efek Anemia pada kehamilan
4
Klebanoff dkk (1991) meneliti hampir 27.000 wanita dan menemukan peningkatan
ringan risiko kelahiran preterm pada anemia midtrimester. Ren dkk (2007) menemukan kadar
hemoglobin yang rendah pada kehamilan trimester pertama bisa meningkatkan risiko berat
lahir rendah, kelahiran preterm, dan kecil masa kehamilan.
Penelitian di Tanzania, Kidanto dkk (2009) melaporkan insiden kelahiran preterm dan
berat bayi lahir rendah meningkat seiring meningkatnya derajat beratnya anemia. Akan tetapi,
mereka tidak menghitung penyebab dari anemia yang terdiagnosis pada 80% populasi ini.
Kadyrov dkk (1998) telah menemukan bukti kalau anemia maternal memepengaruhi
vaskularisasi plasenta dengan mengubah angiogenesis selama masa awal kehamilan.
Penyebab utama dari anemia pada kehamilan adalah kekurangan zat besi
(WHO,2001). Pada janin yang sedang berkembang, zat besi mutlak dibutuhkan untuk
perkembangan dan fungsi normal organ. Oleh karena itu, penting untuk mencegah
kekurangan zat besi pada janin, termasuk pada fase dini kehidupan janin. Cara alami untuk
mencapai tujuan ini adalah dengan memastikan status zat besi yang adekuat pada wanita
hamil.
Pada fetus, jumlah zat besi terbesar digunakan untuk sintesis hemoglobin. Bagaimanapun,
pentingnya zat besi bagi sistem organ lainnya tidak boleh dianggap remeh. Zat besi
memegang peranan penting dalam perkembangan sistem saraf pusat karena enzim-enzim
yang mengandung zat besi dibutuhkan dalam berbagai jenis metabolisme otak. Otak memiliki
kecepatan pertumbuhan yang tinggi dan butuh suplai zat besi teratur untuk melewati blood
brain barrier untuk mempertahankan hemostasis zat besi otak.
Jika pada kebutuhan otak akan zat besi tidak terpenuhi, yang disebabkan karena
defisiensi zat besi, konsekuensinya akan timbul kerusakan permanen pada sistem saraf pusat.
Publikasi pada beberapa tahun terakhir menunjukkan gambaran yang jelas dari konsekuensi
5
kekurangan zat besi baik pada manusia dan hewan. Data yang ditemukan pada janin manusia
konsisten dengan perubahan mielin pada white matter, perubahan pada metabolisme
monoamin di striatum, dan fungsi hipokampus. Hal ini akan berpengaruh pada perubahan
morfologi, neurokimia, dan bioenergetik otak, mempengaruhi intelegensia, dan
perkembangan perilaku di masa kanak-kanak. Tergantung pada dari tingkat perkembangan
saat terjadinya defisiensi zat besi , ada kemungkinan kesempatan untuk memperbaiki keadaan
ini, tapi kesuksesan dari upaya ini tampaknya tergantung pada waktu.
Berbagai pengalaman dari negara-negara undevelop di mana prevalensi anemia
defisiensi besi pada kehamilan dihubungkan dengan kelahiran prematur dan berat lahir bayi
rendah. Di New Jersey, anemia defisiensi besi pada kehamilan, meningkatkan resiko 2 kali
lipat untuk kehamilan prematur sebelum 37 minggu usia gestasi dan 3 kali lipat untuk
mendapatkan bayi dengan berat lahir < 2.500 gr
Anemia Defisiensi Besi (ADB)
ADB telah didokumentasikan dengan penyebab terbanyak adalah defisiensi nutrisi
baik pada anak-anak dan wanita hamil di seluruh dunia. Status ekonomi yang rendah dan
intake zat besi yang inadekuat merupakan faktor resiko terbesar untuk terjadinya ADB pada
wanita hamil.
Kebutuhan zat besi meningkat dengan total sekitar 1 g selama seluruh masa
kehamilan dan lebih tinggi lagi selama kehamilan kedua, yaitu 6-7 mg/hari. Kebutuhan janin
dan plasenta sebesar 300 mg zat besi, dan peningkatan dari eritrosit maternal memerlukan zat
besi sekitar 500 mg. Ekskresi zat besi dari tubuh ibu sebesar 200 mg. Suplemen zat besi
dibutuhkan untuk mencegah penurunan kadar Hb yang lebih rendah karena jumlah zat besi
6
yang diserap dari diet dan direkrut dari penyimpanan zat besi (total sekitar 300-500 mg)
biasanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ini.
Metabolisme Fe/Zat besi
Absorbsi Zat besi (Fe)
Tubuh tidak memiliki fungsi ekskresi zat besi yang efektif sehingga regulasi dari absorbsi
diet zat besi dari duodenum memainkan peranan penting dalam hemostasis zat besi di dalam
tubuh. Tubuh mampu menyerap 1-2 mg dari diet zat besi/ hari dan ini seimbang dengan
kehilangan zat besi ini melalui pengelupasan sel mukosa usus, menstruasi, dan kehilangan
darah lainnya. Kebanyakan zat besi dalam tubuh didistribusikan antara hemoglobin eritrosit,
sel hati, otot, dan makrofag dari sistem retikuloendotelial. Zat besi esensial untuk
metabolisme seluler dan respirasi aerob, sedangkan kelebihan besi bisa menyebabkan
keracunan dan kematian sel karena pembentukan radikal bebas dan lipid peroksidasi sehingga
hemostasis zat besi perlu regulasi yang tepat
Zat besi dalam diet ditemukan dalam bentuk haem dan ionik (nonhaem) dan
penyerapannya terjadi pada puncak permukaan sel enterosit duodenal melalui mekanisme
yang berbeda. Zat besi non haem awalnya berada dalam bentuk teroksidasi (Fe3+) yang harus
direduksi menjadi bentuk Fe2+ sebelum dtransport melewati epitel intestinal. Yang mereduksi
adalah asam askorbat dan enzim ferrireduktase, memiliki membran yang terikat dengan
hemoprotein yang disebut Dvytb yang diekspresikan pada brush border duodenum. Fe2+ lalu
ditransportasikan ke dalam sel melalui transporter yang disebut divalent metal trasnporter 1
(DMT1) yang juga mengangkut ion metal lainnya seperti zink, tembaga, kobal.
Zat besi haem diserap ke dalam enterosit melaui reseptor haem yang belum
teridentifikasi. Reseptor permukaan sel yang disebut FLVCR adalah fasilitator untuk transpor
7
haem sitoplasma dalam sel eritrosit manusia dan juga berdampak pada transpor haem pada
usus dan hati. Sekali masuk ke dalam enterosit, Fe akan dilepaskan dari haem oleh haem
oksigenase dan entah kemudian akan disimpan atau ditransportasikan keluar dari enterosit.
Fe2+yang telah dikeluarkan dari sel enterosit oleh Ferroportin 1 (Fpn 1), kemudian dioksidasi
oleh multicopper oxidase protein yang disebut hepahaestin menjadi Fe 3+sebelum akhirnya
diikat oleh transferin plasma.
Transpor Zat Besi ke Hati
Hati merupakan organ penyimpanan utama untuk zat besi. Jika zat besi berlebih,
maka akan terbentuk radikal bebas dan produk lipid peroksidasi akan menyebabkan
kerusakan jaringan yang progresif dan akhirnya menjadi sirosis hepatis atau karsinoma
hepatoseluler. Zat besi disimpan di dalam sel hepatosit terutama dalam bentuk feritin atau
haemosiderin. Uptake transferin-bound iron (TBI) oleh sel hati dari plasma dimediasi oleh 2
reseptor transferin- transferin reseptor 1 (TfR1) dan TfR2. Pada kelebihan zat besi, TfR1
diturunkan jumlahnya sel hepatosit. TFr2 banyak diekspresikan oleh hati manusia, dan pada
overload zat besi, TfR2 akan ditingkatkan jumlahnya.
8
Ketika transferin menjadi tersaturasi oleh Fe, kelebihan Fe juga ditemukan pada nontransferin
bound iron (NTBI) dan tampaknya punya peranan penting dalam loading Fe dalam hepatosit
pada penyakit Hereditary Hemochromatosis ataupun kondisi overload fe lainnya. NTBI
merupakan toksin dan akan dibersihkan dengan cepat dari plasma oleh hati. Telah diketahui,
kalau manusia dan tikus yang kekurangan transferin akan mengalami overload Fe masif di
organ nonhemopoetik, seperti liver dan pankreas.
Regulasi Metabolisme Fe
Penyerapan dari zat besi tergantung pada simpanan zat besi dalam tubuh, hipoksiam dan
tingkat eritropoesis. Ada 2 model penjelasan tentang pengaturan penyerapan zat besi, yaitu
the crypt programming model dan hepcidin model. The crypt programming model
berpendapat kalau sel kripti mendeteksi kadar zat besi tubuh, yang kemudian akan mengatur
absorbsi dari zat besi dari diet melalui vili matur enterosit. Model yang kedua berpendapat
kalau hepcidin dari hati, yang diatur oleh sejumlah besar faktor seperti kadar zat besi,
inflamasi, hipoksia, dan anemia. Hepcidin dsekresi ke dalam darah dan berinteraksi dengan
enterosit vili untuk mengatur laju absorbsi Fe. Ada bukti yang mendukung kedua model ini
dan mungkin saja mekanisme kontrol keduanya berkontribusi dalam mengatur absorbsi Fe.
Diagnosis
Bukti morfologis klasik dari anemia defisiensi besi adalah eritrosit yang hipokrom dan
mikrositosis, tapi hal ini kurang menonjol pada wanita hamil dibandingkan dengan wanita
yang tidak hamil. Anemia defisiensi besi sedang selama kehamilan biasanya tidaklah
mengalami perubahan pada bentuk eritrositnya. Kadar feritin serum biasanya lebih rendah
dari normal dan tidak ada pewarnaan besi pada sumsum tulang.
9
Evaluasi dini pada wanita hamil dengan anemia moderate adalah dengan pengukuran
hemoglobin, hematokrit, indeks-indeks sel eritrosit, pemeriksaan cermat terhadap sediaan
apus darah tepi, pemeriksaan preparat sel sabit pada wanita yang keturunan asli Afrika, dan
penugkuran kadar feritin serum. Kadar feritin serum normalnya akan menurun selama
kehamilan (goldenberg dkk, 1996). Level yang kurang dari 10-15 µg/L akan mengkonfirmasi
diagnosis anemia defsiensi besi (American College of Obstetricus and Gynecologist,2008).
Prakteknya, diagnosis dari defisiensi Fe pada anemia moderate wanita hamil biasanya
bersifar dugaan dan didasarkan pada ekslusi kausa anemia lainnya.
Defisiensi zat besi didefenisikan dengan feritin < 12 µg/l, anemia defisiensi besi
didefiniskan dengan Hb< 11g/dl dan feritin <12 µg/l , anemia didefenisikan pada Hb< 11 g/dl
(WHO, 2001). Anemia moderate didefinisikan dengan Hb<10 gr/dl dan hemokonsentrasi >
13 g/l (Pena-Rosas dan Viteri, 2006)
Ketika seorang wanita hamil dengan anemia defisiensi besi moderate diberikan terapi Fe
yang adekuat, respons hematologinya bisa dideteksi dari peningkatan jumlah retikulosit. Laju
peningkatan konsentrasi Hb atau hematokrit lebih lambat dari wanita tidak hamil disebabkan
karena peningkatan jumlah volume plasma selama hamil.
Tabel hasil normal laboratorium hematologi pada wanita yang tidak hamil dan
kehamilan normal
10
Hematologi Tidak hamil Trimester I Trimester II Trimester III