BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang
Belajr lebih dari sekedar mengingat. Bagi siswa, untuk
benar-benar mengerti dan dapat menerapkn ilmu pengetahuan, meereka
harus bekerja untuk memechkan masalah menemukn sesuatu bagi dirinya
sendiri, dan selalu bermula dengn ide-ide. Tugas pendidikan tidk
hanya menuangkan atau menjejalkan sejumlah informasi ke dalam benak
siswa, tetapi mengysahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan
sangat berguna tertenam kuat dalam benak siswa. Konstruktivisme
sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui
dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan
pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai
pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Teori konstruktivisme ini
diperlukan dalam proses beajar karena teori ini menekanan pada
keaktifan siswa. Sehigga dapat membantu mengembangkan konsep konsep
yang dimliiki siswa. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
dibahas mengenai bagaimana pandangan belajar menurut teori
konstruktivisme.
B. Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah yang diangkat dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pandangan belajar menurut teori
konstruktivisme?2. Bagaimanakah sejarah konstrruktivisme?3.
Bagaimana ciri ciri, prinsip, serta kelebihan dan kekurangan dari
teori konstruktivisme?4. Apa yang dimaksud dengan proses top
down?5. Bagaimana pembelajaran generatif menurut teori
konstruktivisme?6. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran dengan
penemuan?7. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran dengan pengaturan
diri?8. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran dengan scaffolding?9.
Bagaimana metode konstruktivime dalam bidang fisika?10. Bagaimana
perbandingan antara teori belajar behavoristik dengan teori belajar
konstruktivisme?
C. Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai
berikut:1. Untuk mengetahui pengertian pandangan belajar menurut
teori konstruktivisme.2. Untuk bagaimanakah sejarah
konstrruktivisme.3. Untuk mengetahui ciri ciri dan prinsip dari
teori konstruktivime.4. Untuk mengetahui definisi dari proses top
down.5. Untuk mngetahui pembelajaran generatif menurut teori
konstruktivisme.6. Untuk mengetahui pengetian pembelajaran dengan
penemuan.7. Untuk mengetahui pengertian pembelajaran dengan
pengatruran diri.8. Untuk mengetahui pengertian pembelajaran dengan
scaffolding.9. Untuk mengetahui metode konstruktivime dalam bidang
fisika.10. Untuk mengetahui perbandingan antara teori belajar
behavoristik dengan teori belajar konstruktivisme.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Pandangan Belajar Menurut Teori
KonstruktivismeKonstruktivisme adalah istilah yang sering digunakan
dalam konteks pembelajaran dewasa ini. Ahli filsafat pendidikan
menggunakan istilah konstruktivisme sebagai teori epistemologi yang
merujuk pada sifat alami pengetahuan bagi seseorang.
Konstruktivisme merupakan teknik pembelajaran yang melibatkan
peserta didik untuk membangun sendiri pengetahuannya secara aktif
dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Siswa
harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Guru dapat
membantu proses iini, dengan cara-cara mengajar yang membuat
informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa,
dengan membrikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar
menyadari dan secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka
sendiri untuk belajar. Secara konseptual, proses belajar jika
dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan
informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa,
melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya
melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemutakhiran struktur kognitifnya.Hakikat dari teori konstruktivis
adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itumiliknya
sendiri. Teori konstruktivis memandang siswa secara terus menerus
memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan
aturan-aturan lama dan memperbaiki aturan-aturan tersebut jika
tidak sesuai lagi. Karena penekanannya pada siswa sebagai siswa
yang aktif, strategi konstruktivis sering disebut pengajaran yang
terpusat pada siswa atau student centred instuctions. Di dalam
kelas yang terpusat pada siswa peran guru adalah membantu siswa
menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi diri mereka sendiri,
bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan
kelas.Pembelajaran yang berlandaskan cara pandang konstruktivisme
meliputi 4 tahap yaitu :1. Tahap apersepsi (mengungkap konsepsi
awal dan membangktkan motivasi belajar peserta didik )2. Tahap
eksplorasi 3. Tahap diskusi dan penjelasan konsep4. Tahap
pengembangan dan aplikasi konsepPembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme meliputi 4 kegiatan anatar lain :1. Berkaitan
dengan penegtahuan awal (prior knowledge) peserta didik2. Mengandng
kegiatan pengalaman nyata (experiences)3. Terjadi interaksi sosial
(social instructions)4. Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (
sense of making environment)Petunjuk tentang proses pembelajaran
yang mengacu teori belajar konstuktivisme juga dikemukakan oleh
Dahar. Dalam hal ini guru perlu melakukan hal-hal sebagai berikut
:1. Menyiapkan benda-benda nyata untuk digunakan para peserta
didik2. Memilih pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik3. Memperkenalkan kegiatan yang layak dan menarik
serta beri kebebasan mereka untuk menolak saran guru4. Menekankan
penciptaan pertanyaan dan masalah serta pemecahannya5. Menganjurkan
para pesewrta didik untuk saling berinterkasi atau berkomunikasi6.
Menghindari istilah teknis dan menekankan pentingnya kemampuan
berfikir7. Menganjurkan peserta didik untuk berfikir dengan caranya
sendiri8. Memperkenalkan kembali materi dan kegiatan yang sama
setelah beberapa waktu berlaluUraian-uraian diatas dapat memberi
pandangan kepada guru agar dalam menerapkan prinsip-prinsip teori
belajar konstruktivisme, benar-benar harus memperhatikan kondisi
lingkungan peserta didik karena faktor lingkungan merupakan salah
satu sarana interaksi, dan bukanlah satu-satunya yang faktor
pendukung yang perlu mendapat perhatian dari guru.B. Sejarah
KonstruktivismeRevolusi kontruktivisme memiliki akar yang kuat di
dalam sejarah pendidikan. Kontruktivisme lahir dari gagasan Piaget
dan Vigotsky, dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif
hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya
diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami
informasi-informasi baru. Piaget dan Vigotsky juga menekankan
adanya hakikat sosial dari belajar, dan keduanya menyarankan untuk
menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota
kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan pengertian
atau belajar.Pembelajaran Sosial. Ide-ide konstruktivis modern
banyak berlandaskan pada teori Vygotsky (Karpov & Bransford,
1995), yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang
menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis
kegiatan, dan penemuan. Empat prinsip kunci yang diturunkan dari
teorinya telah memegang suatu peran penting. Pertama adalah
penekanannya pada hakikat sosial dari pembelajaran. Ia mengemukakan
bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman
sebaya yang lebih mampu. Pada proyek kooperatif, siswa dihadapkan
pada proses berfikir teman sebaya mereka; metode ini tidak hanya
membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh siswa, tetapi juga
membuat proses berfikir siswa lain terbuka untuk seluruh siswa.
Vygotsky memperhatikan bahwa pemecah masalah yang berhasil
berbicara kepada diri mereka sendiri tentang langkah-langkah
pemecahan masalah yang sulit. Dalam kelompok kooperatif, siswa lain
dapat mendengarkan pembicaraan dalam hati ini yang diucapkan dengan
keras oleh pemecah masalah dan belajar bagaimana jalan pikiran atau
pendekatan yang dipakai pemecah masalah yang berhasil ini.Zona
Perkembangan Terdekat atau Zone Of Proximal Development. Konsep
kunci kedua adalah ide bahwa siswa belajar konsep paling baik
apabila konsep itu berada dalam zone perkembangan terdekat mereka.
Anak sedang bekerja di dalam zona perkembangan terdekat mereka pada
saat mereka terlibat dalam tugas-tugas yang tidak dapat mereka
selesaikan sendiri tetapi dapat menyelesaikannya bila dibantu oleh
teman sebaya mereka atau orang dewasa. Sebagai misal,5 apabila
seorang anak tidak dapat menemukan sendiri median dari suatu
himpunan bilangan tetapi dapat menemukannya dengan bantuan gurunya,
maka menemukan median ini boleh jadi berada dalam zona perkembangan
terdekatnya. Pada saat anak-anak sedang bekerja sama, kemungkinan
sekali ada tingkat prestasi atau kinerja salah seorang dari anggota
kelompok pada suatu tugas tertentu berada pada tingkat kognitif
sedikit lebih tinggi dari tingkat kinerja anak tersebut, ini
berarti tugas tersebut tepat berada di dalam zona perkembangan
terdekat anak tersebut.Pemagangan Kognitif atau Cognitive
Apprenticeship. Konsep lain yang diturunkan dari teori Vygotsky
menekankan pada dua-duanya, hakikat sosial dari belajar dan zona
perkembangan terdekat adalah pemagangan kognitif (Gardner, 1991).
Istilah ini mengacu kepada proses dengan mana seseorang yang sedang
belajar secara tahap demi tahap memperoleh keahlian dalam
interaksinya dengan seorang pakar, pakar itu bisa orang dewasa atau
orang yang lebih tua atau kawan sebaya yang telah menguasai
permasalahannya. Dalam banyak pekerjaan, pekerja-pekerja baru
mempelajari pekerjaan mereka melalui proses pemagangan, dimana
seorang pekerja didampingi oleh pekerja yang sudah berpengalaman,
yang bertindak sebagai model, memberikan umpan balik kepada pekerja
yang belum berpengalaman, dan tahap demi tahap memperkenalkan
pekerja baru itu ke dalam norma dan perilaku profesi itu. Mengajar
siswa di kelas adalah suatu bentuk pemagangan. Penganut teori
konstruktivis menganjurkan pentransferan model pengajaran dan
pembelajaran yang efektif ini ke aktivitas sehari-hari di kelas,
baik dengan cara melibatkan siswa dalam tugas-tugas kompleks maupun
membantu mereka mengatasi tugas-tugas tersebut (Newmann &
Wehlage, 1993) dan melibatkan siswa dalam kelompok pembelajaran
kooperatif heterogen di mana siswa yang lebih pandai membantu siswa
yang kurang pandai dalam menyelesaikan tugas-tugas kompleks
tersebut.Scaffolding atau Mediated Learning. Akhirnya, teori
Vygotsky menekenkan bahwa scaffolding atau mediated learning atau
dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah
(Kozulin & Presseisen, 1995) sebagai suatu hal yang penting
dalam pemikiran konstruktivis modern. Penafsiran terkini terhadap
ide-ide Vygotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas
kompleks, sulit dan realistik dan kemudian diberikan bantuan
secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas ini (bukan diajar
sedikit demi sedikit komponen-komponen suatu tugas kompleks yang
pada suatu hari diharapkan akan terwujud menjadi suatu kemampuan
untuk meyelesaikan tugas kompleks tersebut). Prinsip ini digunakan
untuk menunjang pemberian tugas kompleks di kelas seperti proyek,
simulasi, penyelidikan di masyarakat, menulis untu dipresentasikan
ke pendengar yang sesungguhnya, dan tugas-tugas autentik yang lain.
Istilah situated learning (Prawat, 1992) digunakan untuk memberikan
pembelajaran yang terjadi di dalam kehidupan-nyata, tugas-tugas
autentik atau asli atau yang sebenarnya.
C. Ciri ciri, Prinsp, Kelemahan dan Kekurangan Dari Teori
Konstruktivisme
1. Ciri Ciri KonstruktivismeAdapun ciri ciri pembelajaran secara
kontruktivisme adalah :1. Memberi peluang kepada murid membina
pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenar2.
Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan
menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.3. Menyokong
pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan
murid4. Mengambilkira dapatan kajian bagaimana murid belajar
sesuatu ide5. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi
murid6. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid
& guru7. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama
penting dengan hasil pembelajaran.8. Menggalakkan proses inkuiri
murid mel alui kajian dan eksperimen.2. Prinsip Prinsip
Konstruktivisme Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme
yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:1. Pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan
dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri
untuk menalar3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus,
sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah4. Guru sekedar
membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar.5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa6.
Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan7. Mmencari dan menilai pendapat siswa8. Menyesuaikan
kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.Dari semua itu hanya ada
satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya
semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus
membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat
membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat
informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa,
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari
dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu
nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat
penemuan.3. Kelebihan dan Kelemahan Teori Konstruktivisme
Kelebihana. Berfikir : Dalam proses membina pengetahuan baru,
murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan
membuat keputusan.b. Faham : Oleh kerana murid terlibat secara
langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan
boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.c. Ingat : Oleh kerana
murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat
lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina
sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan
menyelesaikan masalah dalam situasi baru.d. Kemahiran sosial :
Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan
guru dalam membina pengetahuan baru.e. Seronok : Oleh kerana mereka
terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi
dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina
pengetahuan baru. KelemahanDalam bahasan kekurangan atau kelemahan
ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran
guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.D.
Proses Top DownPendekatan kontruktivis dalam pengajaran lebih
menekankan pada pengajaran top-down dariapada bottom-up. Top-down
berarti bahwa siswa mulai dengan masalah - masalah yang kompleks
untuk di pecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan (dengan
bantuan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang di perlukan.
Sebagai contoh, siswa dapat diminta untuk menuliskan suatu susunan,
kalimat, dan baru kemudian belajar tentang mengeja, tata bahasa dan
tanda baca. Pendekatan proses top-down ini berlawanan dengan
strategi battom-up tradisional dimana keterampilan-keterampilan
dasar secara bertahap dilatihkan secara bertahap untuk mewujudkan
keterampilan-keterampilan ysng lebih komplek. Di dalam pengajaran
top-down, siswa mulai dengan suatu tugas yang kompleks, lengkap dan
authentic, artinya tugas-tugas itu bukan merupakan bagian atau
penyederhanaan dari tugas-tugas yang akhirnya diharapkan dapat
dilakukan siswa, melainkan tugas itu merupakan tugas yang
sebenarnya.Sebagai satu contoh pendekatan konstruktivis dalam
pengajaran matematika, perhatikan contoh dalam lempert (1986).
Secara tradisional dalam pendekatan bottom-up untuk mengajarkan
perkalian bilangan dua digit dengan bilangan satu digit (contoh 4 x
12 = 48) adalah mengajarkan kepada siswa prosedur langkah demi
langkah untuk mendapatkan jawaban yang benar. Hanya setelah mereka
menguasai keterampilan-keterampilan dasar ini, mereka baru diberi
masalah terapan sederhana. Misalnya Tono melihat permen yang
harganya dua puluh lima. Berapa dia harus bayar jika dia ingin
membeli 4 buah permen tersebut? Pendekatan kontruktivis bekerja
dengan arah yang sebaliknya, dimulai dengan masalah (sering muncul
dari siswa itu sendiri) dan selanjutnya membantu siswa
menyelesaikan bagaimana menemukan langkah-langkah memecahkan
masalah tersebut.E. Pembelajaran Generatif atau Generative
LearningBanyak strategi pengajaran yang digunakan dalam pendekatan
konstruktivis dalam pengajaran termasuk generative learning atau
pembelajaran generatif. Asumsi sentral pendekatan konstruktivis
adalah bahwa belajar itu ditemukan; meskipun apabila kita
menyampaikan sesuatu kepada siswa, mereka harus melakukan operasi
mental atau kerja otak atas informasi itu untuk membuat informasi
itu masuk ke dalam pemahaman mereka. Sehingga dapat kita simpulkan
bahwa pembelajaran generatif adalah salah satu model pembelajaran
yang berlandaskan pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi
dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa.Pembelajaran
generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada
pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru
itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan
atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil
menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan
disimpan dalam memori jangka panjang. Sebagai misal, seorang siswa
telah berhasil diajar untuk membuat pertanyaan pertanyaan untuk
diri mereka sendiri, ikhtisar dan analogi tentang materi yang telah
mereka baca dan mengucapkan dengan kata kata sendiri apa yang telah
mereka dengar dan kegiatan kegiatan generatif ini telah memberikan
sumbangan kepada hasil belajar dan ingatan siswa. Model
pembelajaran generatif berbasis pada pandangan konstruktivisme,
dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa.
Hal ini ditegaskan Witkktrock bahwa intisari dari pembelajaran
generatif adalah otak tidak menerima informasi dengan pasif,
melainkan justru dengan aktif mengkonstruksi suatu interpretasi
dari informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan. Model
pembelajaran generatif merupakan salah satu model pembelajaran yang
dilakukan dengan tujuan agar siswa secara aktif mengkonstruksi
pengetahuan dalam pembelajaran. Dalam teori belajar generatif
merupakan suatu penjelasan tentang bagaimana seorang siswa
membangun pengetahuan dalam fikirannya seperti membangun ide
tentang arti suatu istilah dan membangun strategi agar sampai pada
suatu penjelasan tentang pertanyaan bagaimana dan mengapa.Model
pembelajaran generatif dikembangkan pada tahun 1985 oleh Osborne
dan Wittrock (Hulukati, 2005). Wittrock (1992) menyatakan bahwa
model pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran
tentang bagaimana seorang siswa membangun pengetahuan dalam
pikirannya, seperti membangun ide tentang suatu fenomena atau
membangun arti suatu istilah danjuga membangun strategi untuk
sampai pada suatu penjelasan tentang pertanyaan bagaimana dan
mengapa. Wittrock (Grabowski, 2001:720) mengonsepkan model
pembelajaran generatif berdasarkan model syaraf dari fungsi otak
dan telaah kognitif pada proses pengetahuan. Hal ini ditegaskan
Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005) bahwa intisari dari
pembelajaran generatif adalah otak tidak menerima informasi dengan
pasif, melainkan justru dengan aktif mengkonstruksi suatu
interpretasi dari informasi tersebut dan kemudian membuat
kesimpulan.Otak bukanlah suatu'blank slate' yang dengan pasif
belajar dan mencatat semua informasi yang diberikan.Penerapan model
pembelajaran generatif merupakan suatu cara yang baik untuk
mengetahui pola pikir siswa serta bagaimana siswa memahami dan
memecahkan masalah dengan baik. Secara ringkasnya model
pembelajaran generatif adalah suatu model pembelajaran berdasarkan
kepada penyelidikan tentang bagaimana manusia belajar. Sejalan
dengan itu Jonasse (Marrison, 2011) mengemukakan bahwa strategi
pembelajaran generatif, are those that require learners consciously
and deliberately to relate new information to existing knowledge.
Dengan demikian melalui model pembelajaran generatif, pengetahuan
yang dimiliki oleh siswa adalah hasil daripada aktivitas yang
dilakukan oleh pelajar tersebut dan bukan pengajaran yang diterima
secara pasif. Grabowski (2001: 723) mengatakan bahwa kontribusi
penting pada model generatif bagaimanapun juga bergantung pada
strategi guru dalam merancang situasi pembelajaran dan mengelola
isi materi yang disampaikan agar menarik perhatian siswa.Menurut
Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005: 51) model pembelajaran
generatif adalah model pembelajaran dimana siswa secara aktif
mengkonstruksi pengetahuan melalui lima tahap yaitu tahap
orientasi, tahap pengungkapan ide, tahap tantangan dan
restrukturisasi, tahap penerapan. Menurut Tytler (Hulukati,
2005:60), model pembelajaran generatif merupakan salah satu model
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika, dan terdiri
dari empat fase pembelajaran yaitu fase eksplorasi pendahuluan
(preliminary), fase pemusatan (focus), fase tantangan (challenge),
serta fase aplikasi (application).Intisari dari model pembelajaran
genertif adalah bahwa otak tidak menerima informasi dengan pasif
melainkan justru juga aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari
informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan. Untuk lebih
jelasnya kelima tahapan dalam model pembelajaran generatif
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:a. Tahap
Orientasi, Tahap orientasi yaitu tahap dimana siswa diberi
kesempatan untuk membangun kesan mengenai konsep yang sedang
dipelajari dengan mengaitkan materi dengan pengalaman sehari-hari.
Tujuannya agar siswa termotivasi mempelajari konsep tersebut.Tahap
orientasi, merupakan tahap memotivasi siswa untuk mempelajari
materi yang akan diajarkan dengan mengaitkan manfaat materi
tersebut di dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diberikan kesempatan
untuk membangun kesan mengenai konsep yang sedang dipelajari dengan
menghubungkannya dengan pengalaman sehari-hari (Osborne dan
Wittrock dalam Hulukati, 2005). Tujuannya agar dalamproses
pembelajaran siswa dapat membayangkan sesuatu serta dapat
memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimilikinya
untuk menyelesaikan masalah pada pokok bahasan yang sedang
dihadapi, dengan demikian siswa termotivasi mempelajari pokok
bahasan yang akan dipelajari.Sejalan dengan hal tersebut Asmin
(2005) mengemukakan bahwa berpikir generatif adalah mencari
sebanyak mungkin pemecahan yang sifatnya harus masuk akal, yang
bersumber dari fakta yang ditelaah, yang merupakan cara berpikir
yang menghasilkan beragam cara dalam menanggapi.Proses
menghubungkan (mengkoneksikan) pengetahuan baru dengan pengetahuan
yang sudah ada akan melibatkan motivasi. Pengetahuan dari konsepsi
awal akan menghasilkan pemaknaan dan pemahaman siswa dalam
pembelajaran. Hal ini didukung oleh teori Gagne, yaitu belajar
harus didukungoleh peristiwa pembelajaran (instructional event),
misalnya memotivasi siswa mengkomunikasikan tujuan pembelajaran,
mengarahkan perhatian siswa, membangkitkan transfer (generalisasi),
memunculkan kinerja, dan memberikan umpan balik.b. Tahap
pengungkapan ideTahap pengungkapan ide yaitu tahap dimana siswa
diberi kesempatan untuk mengemukakan ide mereka mengenai konsep
yang dipelajari. Pada tahap ini siswa akan menyadari bahwa ada
pendapat yang berbeda mengenai konsep tersebut.Dalam
tahappengungkapan ide, Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005)
menjelaskan bahwa pada tahap ini guru dapat mengetahui ide atau
konsep awal yang dimiliki siswa mengenai materi yang akan
diajarkan. Siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan ide mereka
mengenai konsep yang dipelajari. Guru berperan sebagai motivator
dengan cara mengajukan pertanyaan yang bersifat menggali
pengetahuan siswa (Socratic questioning) sehingga akan terungkap
ide atau gagasan yang ada dalam benak siswa. Pertanyaan yang
bersifat menggali dapat membantu siswa menghargai kekurangajegan
cara berpikir mereka dan mengkontruksi kembali gagasan mereka
dengan cara yang lebih koheren atau bertalian secara logis.
Grabowski (2001: 723) mengatakan, Teaching and design strategies
that deal with attribution should result in enduring interest,
persistence, and motivation.Ketika siswa mengungkapkan ide, siswa
akan menyadari bahwa ada pendapat yang berbeda dengan teman yang
lain pada topik yang sedang dipelajarinya. Hal tersebut akan
menimbulkan konflik dalam dirinya sehinggamenimbulkan ketidakpuasan
terhadap ide dan gagasan yang akan mendorong siswa melakukan
perubahan. Ketidakpuasan tersebut dapat dibangkitkan dengan
memunculkan dan meningkatkan kepedulian terhadap gagasan-gagasan
mereka sendiri, meminta mereka menjelaskan konsep-konsep yang tidak
sesuai, dan mendiskusikan konsep-konsep tersebut. Pada tahap ini
juga siswa diberikan kesempatan untuk menggali gagasan-gagasan
mereka dalam diskusi kelompok kecil untuk mendiskusikan
konsep-konsep yang sedang dipelajari.Hampir senada dengan tahap
pengungkapan ide yang dikemukakan oleh Osborne dan Wittrock, Tytler
(Fitriandini, 2009) mengungkapkan fase eksplorasi dan fase
pemusatan (focus). Pada fase eksplorasi, guru dapat mengeksplorasi
dan mengklasifikasi gagasan-gagasan siswa tentang konsep-konsep
yang akan dipelajari. Konsep awal siswa pada fase ini digunakan
sebagai titik tolakperencanaan program pembelajaran. Ini dilakukan
guru untuk mendapatkan latar belakang gagasan atau konsep-konsep
siswa dan kecenderungan tantangan pengetahuannya tentang topik yang
dipelajari. Hal ini senada dengan Grobowski (2001: 741)
mengungkapkan bahwa model pembelajaran generatif member kesempatan
kepada siswa untuk aktif mencari informasi dan menemukan konsep
pengetahuan yang baru.Fase ini berlanjut dengan guru memberikan
pertanyaan kepada siswa sebagai motivasi, membangkitkan rasa ingin
tahu siswa terhadap aspek penting dalam suatu topik, sehingga siswa
memiliki dasar mengajukan pertanyaan.Setelah fase eksplorasi, fase
selajutnya menurut Tytler (Fitriandini, 2009) adalah fase pemusatan
(focus). Pada fase ini guru melakukan pemusatan yang terarah pada
konsep yang akan dipelajari oleh siswa. Kemudian siswa melakukan
kegiatan untuk mengenal materi-materi yang digunakan untuk
mengajukan pertanyaan (masalah atau soal). Pada saat itu siswa
diharapkan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan topik yang dipelajari, selanjutnya respon siswa
diinterpretasikan dan diklarifikasi. Selain itu juga siswa
dapatmengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep yang
dipelajari, melakukan refleksi dan mengklarifikasi konsepnya apa
benar atau tidak. Selanjutnya para siswa mengkomunikasikan pada
temannya melalui diskusi kelas atau diskusi kelompok.
c. Tahap tantangan dan restrukturisasi, Tahap tantangan dan
restrukturisasi yaitu guru menyiapkan suasana dimana siswa diminta
membandingkan pendapatnya dengan pendapat siswa lain dan
mengemukakan keunggulan dari pendapat mereka tentang konsep yang
dipelajari. Kemudian guru mengusulkan peragaan demonstrasi untuk
menguji kebenaran pendapat siswa. Pada tahap ini diharapkan siswa
sudah mulai mengubah struktur pemahaman mereka (conceptual
change).
Tahap Tantangan dan Restrukturisasi, guru memunculkancognitive
conflictdengan cara menyiapkan kondisi dimana siswa diminta
membandingkan pendapatnya dengan pendapat temannya, serta bisa
mengupayakan mengungkapkan kebenaran/keunggulan pendapatnya.
Kemudian guru mengusulkan peragaan atau demonstrasi untuk menguji
kebenaran pendapat mereka (Osborne dan Wittrock dalam Hulukati,
2005).
Diharapkan selama proses ini muncul konflik antara apa yang
dimiliki siswa dengan apa yang dilihat dan diperagakan oleh guru.
Grobowski (2001) mengemukakan, External stimuli arouse attention
through the ascending reticular activating system. Without active,
dynamic, and selective attending of an environmental stimulus, it
follows that meaning generation cannot occur regarding that
environmental stimulus.Setelah tahap tantangan tersebut diharapkan
siswa bisa memperoleh pemahaman baru yang lebih benar mengenai
konsep yang bersangkutan. Supaya siswa mempunyai keinginan untuk
mengubah struktur pemahaman mereka, siswa diberikan masalah-masalah
yang menantang untuk membangkitkan keberaniannya dalam mengajukan
pandapatnya dan berargumentasi tentang pokok bahasan yang sedang
dipelajari.
Tytler (Fitriandini, 2009) mengemukakan, fase tantangan
(challenge)adalah fase guru berperan sebagai fasilitator dan
mediator pembelajaran. Guru menghargai pendapat siswanya, bahkan
siswa disarankan melakukan pemecahan dengan berbagai cara, misalnya
dengan jalan pikirannya sendiri, bekerjasama dengan teman
sejawatnya, mencari penyelesaian melalui diskusi, presentasi dan
adu argumentasi (sharing) atas ide-ide yang dimiliki berkaitan
dengan materi yang dibahas.
d. Tahap penerapan, yaitu kegiatan dimana siswa diberi
kesempatan untuk menguji ide alternatif yang mereka bangun unuk
menyelesaikan persoalan yang bervariasi. Siswa diharapkan mampu
mengevaluasi keunggulan konsep baru yang dia kembangkan. Melalui
tahap ini guru dapat meminta siswa menyelesaikan persoalan baik
yang sederhana maupun yang kompleks.
Tahap selanjutnya dalam pembelajaran generatif menurut Osborne
dan Wittrock (Hulukati, 2005) adalah tahap penerapan, pada tahap
ini siswa menerapkan konsep awal yang mereka miliki ditambah konsep
baru yang mereka peroleh pada permasalahan matematika dalam bentuk
latihan-latihan soal. Siswa diberikan kesempatan untuk memecahkan
masalah yang lebih kompleks, mengujiide alternatif yang mereka
bangun untuk menyelesaikan persoalan yang bervariasi.Siswa
diharapkan mampu mempertimbangkan dan mengevaluasi keunggulan
gagasan baru yang dia kembangkan. Kondisi ini memberikan peluang
kepada siswa untuk mengembangkan sendiri strategi penyelesaian
suatu masalah. Dengan mendorong siswa secara aktif untuk
mempertimbangkan strategi yang mungkin untuk menyelesaikan suatu
masalah siswa akan berusaha untuk menyelesaikannya dan terpacu
untuk melakukandoing mathematics. Strategi penyelesaian harus
dikembangkan sendiri oleh siswa dengan menghubungkan konsep-konsep
yang sudah dimiliki sebelumnya dan konsep yang sedang
dipelajarinya.Sejalan dengan tahap penerapan, Tytler (Fitriandini,
2009) mengemukakanfase terakhir dalam pembelajaran generatif yaitu
fase aplikasi. Fase ini dimulai dengan kegiatan guru mengevaluasi,
berupa penyajian soal sederhana yang dapat dipecahkan siswa dengan
menggunakan konsep-konsep yang benar. Selanjutnya guru membimbing
siswa untuk mengklarifikasi jawaban yang benar dan menunjukan bahwa
konsep yang benar itu dapat diaplikasikan dalam suatu rentang
situasi. Kemudian guru mernbantu siswa dalam memecahkan masalah
(soal-soal) yang lebih kompleks.Kegiatan siswa dalam fase terakhir
ini antara lain adalah memecahkan soal-soal praktis berdasarkan
konsep-konsep yang benar, menyajikan solusi dari suatu masalah
kepada teman sejawatnya, berdiskusi dan beradu argumentasi tentang
konsep-konsep yang benar, dan secara kritis mengevaluasi
penggunaankonsep-konsep itu adalah situasi yang berbeda. Pada fase
ini siswa mengevaluasi dan membandingkan antara pengetahuan tentang
konsep-konsep sebelumnya dengan konsep yang telah dikontruksi, dan
mengadakan refleksi terhadap prosedur yang ditempuh. Selanjutnya
guru mengadakan review terhadap perubahan-perubahan ide-ide siswa
sebagai hasil restrukturisasi terhadap gagasan atau ide awalnya.e.
Tahap melihat kembali, yaitu siswa diberi kesempatan untuk
mengevaluasi kelemahan dari konsepnya yang lama. Siswa juga
diharapkan dapat mengingat kembali apa saja yang mereka pelajari
selama pembelajaran.
Tahap terakhir menurut Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005)
adalah tahap melihat kembali. Siswa diberi kesempatan untuk
mengevaluasi kelemahan dari konsep yang dimilikinya, kemudian
memilih cara/konsep yang paling efektif dalam menyelesaikan
permasalahan. Siswa juga diharapkan dapat mengingat kembali konsep
yang sudah dipelajari secara keseluruhan. Kondisi ini memberikan
peluang kepada siswa untuk mengungkap tentang apa yang sudahdan
sedang dikerjakannya. Apakah yang dikerjakannya itu sudah sesuai
dengan apa yang dipikirkannya.Dalam belajar generatif siswa
sendirilah yang aktif membangun pengetahuannya, sedangkan guru
berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam pembelajaran. Model
pembelajaran generatif berbasis pada pandangan konstruktivisme,
dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran
siswa.Empat peran utama guru yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran generatif (Tytler dalam Hidayati, 2008 : 16) yaitu:a.
Stimulator rasa ingin tahu.Guru berperan menggugah perhatian dan
memotivasi siswa untuk menyimak tujuan riil pembelajaran. Rasa
ingin tahu ditumbuhkembangkan. Untuk itu, guru harus merancang
aktivitas- aktivitas yang dapat memberi kejutan bagi siswa.
b. Membangkitkan dan menantang ide-ide siswa.Guru berperan
sebagai pembangkit, pemberi semangat, merangsang siswa untuk
berfikir kritis dalam mengemukakan argumen maupun dalam melakukan
investigasi.
c. Sebagai narasumber.Guru mempersiapkan diri untuk menjawab
pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan oleh siswa serta menyiapkan
informasi yang memadai baik tertulis maupun verbal ataupun menyusun
rencana untuk menggunakan alat peraga yang mendukung dalam proses
belajar mengajar di kelas.
d. Sebagaisenior co-investigator.Istilah ini dapat diartikan
bahwa siswa sebagai investigator, guru berperan sebagai pembantu
investigasi (co-investigato), karena guru lebih berpengalaman dari
siswanya maka muncullah istilahsenior co-investigator.Guru berperan
sebagai model bagi siswa dalam mengajukkan pertanyaan, juga
merancang suatu aktivitas pembelajaran berupa diskusi ilmiah
sehingga timbul sikap respek siswa terhadap teman sejawat.Sutrisno
(Hulukati, 2005) mengemukakan bahwa dari kegiatan belajar yang
dilakukan dalam model pembelajaran generatif terlihat bahwa siswa
diharapkan dapat mengutarakan konsepnya deng disertai argumentasi,
untuk mendukung konsepnya tersebut dan diharapkan siswa dapat
beradu pendapat dengan siswa lain. Hal ini diharapkan dapat
berpengaruh positif karena siswa akan terbiasa menghargai konsep
orang lain dan terbiasa mengutarakan pendapatnya tanpa dibebani
rasa ingin menang atau takut kalah.
F. Pembelajaran dengan PenemuanPembelajaran dengan penemuan
merupakan satu komponen penting dalam pendekatan konstruktivis yang
telah memiliki sejarah panjang dalam inovasi atau pembaharuan
pendidikan. Dalam pembelajaran denganpeneman (Wilcox, 1993), siswa
didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif
mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru
mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan
yang memungkinkan mereka menemkan prinsip-prinsip untuk diri mereka
sendiri. Bruner (1966), penganjur pembelajaran dengan penemuan,
menyatakan ide tersebut seperti ini: Kita mengajarkan suatu bahan
kajian tidak untuk menghasilkan perpustakaan hidup tentang bahan
kajian itu, tetapi lebih ditujukan untuk membuat siswa berfikir...
untuk diri mereka sendiri, meneladani seperti apa yang dilakukan
oleh seorang sejarahwan, mereka turut mengambil bagian dalam proses
mendapatkan pengetahuan (Bruner 1966, h.72). Belajar dengan
penemuan mempunyai terapan di dalam banyak mata pelajaran. Sebagai
contoh, siswa diberi sederet silinder dengan ukuran dan berat yang
berbeda-beda. Siswa diminta untuk menggelindingkan silinder
tersebut pada suatu bidang miring. Bila percobaan itu dilakukan
dengan benar, siswa akan dapat menemukan prinsip-prinsip utama yang
menentukan kecepatan silinder tersebut.Belajar dengan penemuan
mempunyai beberapa keuntungan. Metode ini memacu keinginan hendak
tahu siswa, memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaannya hingga
mereka menemukan jawabannya (Berlyne, 1965). Siswa juga belajar
memecahkan masalah secara sendiri dan keterampilan berfikir kritis
karena mereka harus selalu menganalisis dan menangani informasi.1.
Penerapan Teori di dalam Praktek: Pembelajaran dengan Penemuan di
dalam KelasGuru yang menganut tujuan pokok Bruner, yaitu menjadikan
siswa mampu berdiri sendiri, harus mendorong siswa untuk mandiri
sedini mungkin sejak dari awal masuk sekolah. Guru harus mendorong
siswa untuk memecahkan sendiri di dalam kelompoknya, bukan
mengajarkan mereka jawaban dari masalah yang dihadapi tersebut.
Siswa akan mendapat keuntungan jika mereka dapat melihat dan
melakukan sesuatu daripada hanya sekedar mendengarkan ceramah. Guru
dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit dengan
bantuan gambar dan demonstrasi.Belajar harus luwes dan bersifat
menyelidiki atau melalui penemuan. Jika siswa tampak berusaha
dengan menghadapi suatu masalah, berikan mereka waktu untuk mencoba
sendiri memecahkan masalah tersebutsebelum memberikan
pemecahannya.Guru juga harus memperhatikan sikap siswa terhadap
belajar. Menurut Bruner, sekolah harus merangsang keingintahuan
anak, meminimalkan resiko kegagalan, dan bertindak serelevan
mungkin bagi siswa.Berikut ini beberapa saran tambahan berdasarkan
pada pendekatan penemuan dalam pengajaran:1. Mendorong siswa
mengajukan dugaan awal dengan cara mengajukan pertanyaan
membimbing.2. Gunakan bahan dan permainan yang bervariasi.3.
Berikan kesempatan kepada siswa untuk memuaskan keinginan tahu
mereka, meskipun jika mereka mengajukan gagasan-gagasan yang tidak
berhubungan langsung dengan pelajaran yang diberikan.4. Gunakan
sejumlah contoh yang kontras atau memperlihatkan perbedaan yang
nyata dengan materi ajar mengenai topik-topik yang terkait.
G. Pembelajaran dengan Pengaturan-Diri atau Self-Regulated
LearningSalah satu konsep kunci dari teori belajar konstrukativ
adalah menganut visi atau wawasan siswa ideal sebagai seorang
pelajar yang memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri atau self
regulated learner (Weinstein & McCombs, 1995). Self regulated
learner adalah seorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi
belajar efektif dan bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan
itu (Bandura, 1991; Howard-Rose & Winne, 1993; Schunk &
Zimmerman, 1994; Winne,1995). Sebagai missal mereka mengetahui
bagaimana memecah masalah kompleks menjadi langkah-langkah lebih
sederhana atau menguji coba solusi alternative; mereka tahu
bagaimana dan kapan membaca buku sepintas lalu dan kapan membaca
untuk memperoleh pemahaman mendalam; dan mereka mengetahui
bagaimana menulias untuk meyakinkan dan menulis untuk memberi
informasi. Lebih dari itu, self regulated learner termotivasi oleh
belajar itu sendiri, tidak hanya karena nilai atau motivator
eksternal yang lain (Boekaerts, 1995; Corno, 1992; Schunk 1995),
dan mereka mampu tetap menekuni tugas berjangka panjang sampai
tugas itu terselesaikan. Apabila siswa memiliki dua-duanya, baik
strategi belajar yang efktifdan motivasi serta tekun menerapkan
strategi itu sampai pekerjaannterselesaikan demi kepuasan mereka,
maka kemungkinan sekali mereka adalah pelajar yang efektif
(William, 1995; Zimmerman, 1995) dan memiliki motivasi abadi untuk
belajar (Corno & Kanfer, 1993).H. ScaffoldingScaffolding
merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama
tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997).
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk
belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa
petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam
langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan
lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri. Scaffolding
didasarkan pada konsep vygotsky tentang konsep pembelajaran dengan
bantuan (assisted learning). Menurut Vygotsky, fungsi-fungsi mental
yang lebih tinggi, termasuk di dalamnya kemampuan untuk mengarahkan
memori dan atensi untuk tujuan tertentu serta kemampuan untuk
berpikir dalam symbol-simbol, adalah perilaku yang memerlukan
bantuan media. Dengan mendapatkan bantuan secara eksternal (dari
luar diri siswa) oleh budaya, perilaku itu masuk dan melekat dalam
benak siswa sebagai alat psikologis.Dalam pembelajaran dengan
bantuan, atau assisted learning, guru adalah agen budaya yang
memandu pengajaran sehingga siswa akan menguasai secara tuntas
keterampilan-keterampilan yang memungkinkan fungsi kognitif yang
lebih tinggi. Kemampuan untuk menguasai secara tuntas alat-alat
budaya budaya berkaitan dengan usia atau tingkat perkembangan
kognitif siswa. Sekali alat budaya itu dikuasai, maka mediator
internal (siswa itu sendiri) memungkinkan berkembangannya
pembelajaran yang dibantu diri sendiri (mandiri).Dalam penggunaan
sehari-hari, scaffolding termasuk pemberian kepada siswa bantuan
yang lebih terstruktur pada awal pelajaran dan secara bertahap
mengalihkan tanggung jawab belajar kepada siswa untuk bekerja atas
arahan diri mereka sendiri (Palinscar, 1986; Rosenshine and
Meister,1992).Sebagai contoh siswa dapat membuat pertanyaan sendiri
tentang materi yang telah mereka baca. Pada awalnya, guru dapat
memberikan contoh-contoh pertanyaan yang dapat diajukan siswa,
tetapi selanjutnya siswa harus dapat membuat sendiri
pertanyaan-pertanyaan tersebut.Penelitian mengamati scaffolding
oleh orang tua pada saat membantu anak yang berada di kelas lima
mengerjakan pekerjaan rumah matematika (Pratt, Green, MacVicar,
& Bountroganni, 1992). Para peneliti mengukur seberapa jauh
orang dewasa menyesuaikan tingkat keterlibatan mereka agar pas
dengan zona perkembangan terdekat anak. Pada saat anak menjumpai
kesulitan, orang dewasa yang mendampingi anak itu meningkatkan
arahannya sekedar cukup untuk memberikan dukungan dan tidak
melakukan sedemikian banyak sehingga mengambil alih tugas itudan
mengurangi arahan saat anak itu mulai berhasil. Temuan mengukakan
bahwa penggunaan prinsip ini memiliki sumbangan terhadap hasil
belajar anak dalam matematika. Sub-bab berikut dalam bab ini
membahas pengajaran terbalik (reciprocal teaching), suatu metode
yang menggunakan scaffolding seperti yang digunakan orang dewasa
itu. Scaffolding erat kaitannya dengan pemagangan kognitif; pekerja
yang telah berpengalaman saat bekerja dengan pemagang lazim
melibatkan mereka dengan tugas-tugas kompleks dan mengurangi
pemberian saran dan bimbingan kepada mereka secara tahap demi
tahap.
I. Metode Konstruktivime Dalam Bidang FisikaSalah satu metode
mengajar yang sangat konstruktivis adalah metode inquiry
(penyelidikan). Dalam metode pembelajaran ini siswa dilibatkan
dalam proses penemuan melalui pengumpulan data dan tes hipotesis.
Yang utama dari metode inquiry adalah menggunakan pendekatan
induktif dalam menemukan pengetahuan dan berpusat pada keaktifan
siswa. Meski para ahli menjelaskan secara berbeda-beda model
inquiry, tetapi secara sederhana dapat dijelaskan sebagai model
pengajaran yang menggunakan proses berikut (Kindsvater, Wilen,
& Ishler, 1996 dalam Suparno, 2007):1. Identifikasi persoalan2.
Membuat hipotesis3. Mengumpulkan data4. Menganalisis data5.
Mengambil kesimpulanDari langkah-langkah di atas, jelas bahwa model
inquiry menggunakan prinsip-prinsip metode ilmiah atau saintifik
dalam menemukan suatu prinsip, hukum ataupun teori. Secara umum
metode ilmiah ini punya langkah seperti: (1) merumuskan masalah,
(2) membuat hipotesis, (3) melakukan percobaan untuk mengumpulkan
data, (4) menganalisis data yang diperoleh, dan (5) mengambil
kesimpulan apakah hipotesis diterima atau ditolak. Proses di atas
adalah proses pendekatan induktif, yaitu dari pengalaman lapangan
untuk mencari generalisasi dan konsep umum.Kindsvater dkk.
membedakan antara dua macam inquiry yaitu guided inquiry dan open
inquiry (bebas). Guided inquiry adalah inquiry yang banyak
dicampuri oleh guru. Guru memberikan persoalan dan siswa disuruh
memecahkan persoalan itu dengan prosedur yang tertentu yang
diarahkan oleh guru. Siswa dalam menyelesaikan persoalan
menyesuaikan dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh guru.
Campur tangan guru misalnya dalam pengumpulan data, guru sudah
memberikan beberapa data dan siswa tinggal melengkapi. Guru lebih
banyak memberikan pertanyaan di sela-sela proses sehingga
kesimpulan lebih cepat dan lebih mudah diambil.Model inquiry
terarah ini lebih cocok untuk awal semester dimana siswa belum
biasa melakukan inquiry. Dengan model tersebut siswa tidak mudah
bingung dan tidak akan gagal karena guru terlibat penuh.Berikut
contoh mengajar dengan inquiry terarah: Benda Padat dalam air.
Persoalan: apakah semua benda padat bila dimasukkan ke dalam air
akan tenggelam? Mengapa demikian? Hipotesis: siswa diminta membuat
hipotesis. Misalnya, semua benda padat akan tenggelam dalam air
karena massa jenisnya lebih besar dari air. Pengumpulan data:
disediakan banyak macam benda padat dan Waskom air. Siswa diminta
memasukkan benda-benda itu dalam air, dan mengamati serta mencatat
apakah semuanya akan tenggelam dalam air atau tidak. Kemudian
dibuat tabel. Analisis data: siswa diminta menganalisis data-data
yang terkumpul. Kesimpulan: siswa diminta membuat kesimpulan.
Bagaimana kesimpulannya? Apakah semua tenggelam? Mengapa? Apakah
hipotesis mereka benar? Siswa disuruh menjelaskan.Berbeda dengan
inquiry terarah, pada open inquiry (inquiry terbuka, bebas) siswa
diberi kebebasan dan inisiatif untuk memikirkan bagaimana akan
memecahkan persoalan yang dihadapi. Siswa sendiri berpikir,
menentukan hipotesis, lalu menentukan peralatan yang akan
digunakan, merangkainya, dan mengumpulkan data sendiri. Jadi siswa
lebih bertanggung jawab dan lebih mandiri. Guru hanya sebagai
fasilitator, membantu sejauh diminta oleh siswa. Guru tidak banyak
memberikan arah dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk
menemukan sendiri. Berikut contoh mengajar dengan inquiry bebas.
Persoalan: Selidikilah apakah suhu es yang dipanaskan sehingga
mengalami perubahan wujud terus-menerus naik? Siswa dalam kelompok
bebas melakukan inquiry. Pengembangan pola pembelajaran yang
demikian, membutuhkan komitmen total guru fisika untuk selalu:
Aktif mengembangkan bahan pelajaran dan metodenya. Tidak merasa
puas atas keyakinan dan hasil yang dicapainya, serta ingin
mengembangkannya menjadi semakin baik. Guru fisika menjadi seorang
pemikir dan perancang pembelajaran yang terus-menerus belajar
(termasuk belajar dari kesalahan dan kelemahannya). Kritis (tidak
hanya ikut-ikutan) sehingga mampu memilih mana yang paling tepat
bagi siswanya (ada inisiatif untuk berbuat). Bebas berpikir dan
mengembangkan pemikirannya termasuk berfantasi terhadap sesuatu
yang baik yang menjadi penyemangat karyanya dalam menciptakan siswa
fisika yang kreatif dan inovatif untuk massa depannya. Mampu
berefleksi terhadap apa yang dilakukan dan yang akan dilakukan
serta implikasinya pada pembentukan pribadi para siswanya
(intelektual maupun nilai-nilai humanisme dan spiritual).Dengan
pengelolaan pengajaran yang konstruktivis, maka guru fisika telah
mengantarkan siswanya untuk mengetahui bagaimana belajar cara
belajar (learning how to learn). Dengan kemampuan ini siswa akan
menjadi berdaya dan akan menjadi seorang pembelajar sepanjang
hidupnya.J. Perbandingan Antara Teori Belajar Behavoristik Dengan
Teori Belajar Konstruktivisme Adapun perbandingan antara teori
belajar behavioristik dengan teori belajar konstruktivisme adalah
sebagai berikut :Pembelajaran BehavioristikPembelajaran
Konsrtruktivisme
Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju keseluruhan dengan
menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar Kurikulum disajikan
mulai dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian dan lebih
mendekatkan pada konsep yang lebih luas
Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan
Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan
ide-ide siswa
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada buku teks dan
buku kerja Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada
sumber-sumber data primer dan manipulasi bahan
Siswa-siswa dipandang sebagai kertas kosong yang dapat digoresi
informasi oleh guru, dan guru-guru pada umumnya menggunakan cara
didaktik dalam menyampaikan informasi kepada siswa Siswa dipandang
sebagai pemikir-apemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang
dirinya
Penilaian hasil belajar atau pengetahuan siswa dipandang seb
agai bagian dari pembelajaran dan biasany dilkukan pada akhir
pelajaran dengan cara testing Pengukuran proses dan hasil belajar
siswa terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran dengan cara
guru mengamati hal-hal yang sedang dilakukan siswa, serta melalui
tugas-tugas pekerjaan
Siswa-siswa biasanya bekerja sendiri-sendiri tanpa ada group
proces dalam belajar Siswa-siswa banyak belajar dan bekerja di
dalam group process
BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanKonstruktivisme adalah teori
epistemologi yang merujuk pada sifat alami pengetahuan bagi
seseorang. Konstruktivisme merupakan teknik pembelajaran yang
melibatkan peserta didik untuk membangun sendiri pengetahuannya
secara aktif dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya
sendiri. Salah satu metode mengajar yang sangat konstruktivis
adalah metode inquiry (penyelidikan). Dalam metode pembelajaran ini
siswa dilibatkan dalam proses penemuan melalui pengumpulan data dan
tes hipotesis. Yang utama dari metode inquiry adalah menggunakan
pendekatan induktif dalam menemukan pengetahuan dan berpusat pada
keaktifan siswa. Adapun kelebihan teori ini yaitu siswa dituntut
aktif dalam belajar dan membangun konsep konsep yang sudah dimiliki
sedangkan kelemahannya adalah guru tidak aktif dan lebih cenderung
pasif. Sehingga metode konstruktivisme ini adalah metode yang perlu
diterapkan pada saat saat tertentu dan yang terlebih penting adalah
perlunya keseimbangan antara teori belajar konstruktivisme dengan
teori belajar lainnya guna memperoleh hasil yang maksimal.
B. SaranBerdasarkan pembahasan sebelumya, penulis memberi saran
bahwa dalam proses belajar perlu menerapkan teori teori belajar
secara seimbang untuk memperoleh hasil yang maksimal. Karena masing
masing teori belajar memiki kelebihan dan kekurangan, maka antara
teori belajar yang satu dengan yang lainnya akan saling melengkapi
jika dilaksanakan dalam kondisi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung:
Alfabeta.Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakata
: PT Rineka Cipta.Nur, Mohammad. 2004. Pengajaran Berpusat kepada
Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya :
UNS.Uno, Hamzah. 2006.Perencanaan Pembelajaran. Jakarta :
BumiAksara..
21