Top Banner
ANALYSIS OF AGRONOMIC TECHNIQUE TO ACHIEVED YIELD OPTIMALIZATION OF RATOON CANE Memet Hakim 1) & Yuyun Yuwariah 2) 1) Fakultas Pertanian Unpad ,NPM :1501 3008 0026 2) Profesor Universitas Padjadjaran, Dekan Fakultas Pertanian, Unpad, Anggota Tim Promotor ABSTRACT Cane yield decline in successive ratoon is ordinary symptom in most sugarcane plantation, due to many reason especially the old paradigm i.e. ratoon cane is the residue of plant cane, so there are neglecting of maintenance such as supplying, fertilizing, irrigation, weed & pest control, etc. Sugarcane with ratoon is perennial plant, attributable by ratoon age reason (generally 4-5 year). Ratoon cane have a high yield prospect, if all agronomical technique maintained as well as best practice management done. Supplying and stubble shaving take an important role to make better population of cane. Fertilizing, weed & pest control and irrigation have a major effect in growth development of sugarcane plant to better escalation of cane yield. By using at right dosage phytohormon such as auxin, GA, cytokinin etc, tillering capacity and growing rate will be higher, but over dosage will make retarded. I. PENDAHULUAN Semula teknik budidaya tebu hanya satu musim, dengan sistim reynoso, selanjutnya ditanami tanaman padi atau palawija lainnya. Dewasa ini tebu ditanam di 1
40
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

ANALYSIS OF AGRONOMIC TECHNIQUE TO ACHIEVED YIELD OPTIMALIZATION OF RATOON CANE

Memet Hakim1) & Yuyun Yuwariah2)

1) Fakultas Pertanian Unpad ,NPM :1501 3008 00262) Profesor Universitas Padjadjaran, Dekan Fakultas Pertanian, Unpad,

Anggota Tim Promotor

ABSTRACT

Cane yield decline in successive ratoon is ordinary symptom in most sugarcane plantation, due to many reason especially the old paradigm i.e. ratoon cane is the residue of plant cane, so there are neglecting of maintenance such as supplying, fertilizing, irrigation, weed & pest control, etc. Sugarcane with ratoon is perennial plant, attributable by ratoon age reason (generally 4-5 year). Ratoon cane have a high yield prospect, if all agronomical technique maintained as well as best practice management done. Supplying and stubble shaving take an important role to make better population of cane. Fertilizing, weed & pest control and irrigation have a major effect in growth development of sugarcane plant to better escalation of cane yield. By using at right dosage phytohormon such as auxin, GA, cytokinin etc, tillering capacity and growing rate will be higher, but over dosage will make retarded.

I. PENDAHULUAN

Semula teknik budidaya tebu hanya satu musim, dengan sistim reynoso,

selanjutnya ditanami tanaman padi atau palawija lainnya. Dewasa ini tebu

ditanam di daerah kering (tegalan), di tanah yang kurang subur, lahannya

merupakan sisa dari tanaman lain. Selain itu karena lahannya tidak digunakan

lagi untuk tanaman lain, maka ratoonnya dipelihara. Umur ratoon umumnya

antara 4-5 tahun atau 4-5 kali musim tanam.

1

Page 2: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

Dengan demikian tanaman tebu saat ini merupakan tanaman tahunan,

hanya saja panennya setahun sekali bukan lagi tanaman semusim. Itulah

sebabnya menanam tebu dengan pola ini harus dipikirkan, direncanakan dalam

kurun waktu yang panjang. Didalam pola tanaman tahunan, jumlah populasi

harus tetap, itulah sebabnya penyulaman merupakan tindakan agronomis yang

penting sekali dilakukan.

Umumnya bahkan telah menjadi norma, bahwa tanaman ratoon

produktivitasnya lebih rendah dari tanaman baru. Produktivitas tanaman ratoon

akan semakin rendah lagi jika ratoonnya seiring dengan lamanya ratoon dikelola.

Rendahnya produktivitas tanaman ratoon, adalah suatu akibat logis karena tidak

ada penyulaman, mutu ratoon tidak baik , perawatan akar dan perawatan tanaman

tidak optimal. Hal ini terjadi karena tanaman ratoon dianggap sebagai tanaman

sisa.

Apabila dikelola sebagai tanaman tahunan, tentu pola pikir dan pola

tanam menjadi berbeda. Tanaman ratoon bukan lagi dianggap tanaman sisa tapi

merupakan tanaman harapan. Berpikir jangka panjang untuk merawat tanaman

tebu, tidak dapat dihindari adanya penyulaman untuk menjaga populasi tanaman

dan perbaikan mutu ratoon untuk menjaga agar setiap tunas yang tumbuh akan

jadi batang yang diharapkan..

Penyulaman umumnya dilakukan dengan stek pucuk yang banyak

ditinggalkan di lapangan setelah tebang. Stek yang ditanam akan tertinggal

tumbuhnya oleh tanaman yang ada, karena tanaman yang disulam telah

mempunyai akar yang banyak dan kuat, sedang stek sulaman belum mempunyai

2

Page 3: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

akar dan selanjutnya kalah bersaing untuk mendapatkan sinar matahari dan

penyerapan hara dari dalam tanah.

Sebagai jalan keluar, penyulaman dilakukan dengan bibit dalam polibeg

yang ditanam 2 bulan sebelum tebang. Syarat bibit harus sehat, seragam dan

sama varitasnya. Bibit tersebut dapat ditanam di lapangan ataupun secara khusus

dipembibitan, yang penting lahan pembibitan harus dekat sumber air. Biaya

pembuatan bibit dalam polibeg ini nilainya sama dengan 1 batang tebu, sehingga

jika tiap rumpun menghasilkan 7 batang, keuntungannya menjadi 6 batang

(Memet Hakim, 2008)

Pada saat panen (tebang), dalam banyak hal tunggul batang tebu

ditinggalkan setinggi 5-20 cm, karena alasan praktis, yakni tenaga kerja terbatas

sehingga toleransi terhadap kesalahan ini tinggi sekali. Tunggul batang yang

seharusnya adalah 0 cm. Pada tunggul yang panjang, tunas tumbuh dan berakar di

atas tanah, sehingga tunas tersebut akan mati sebelum akarnya menyentuh tanah.

Jika tunas tunggul tersebut tumbuh dari batang yang berada dalam tanah, maka

tunasnya akan tumbuh dengan baik dan normal.

Bagaimanapun tanaman tebu memerlukan air pada saat pembentukan

akar, pembentukan tunas (tillering) dan pada waktu pertumbuhan, tapi perlu

kering menjelang panen atau tebang.

Tanaman tebu akan berkurang pertumbuhannya akibat kekeringan atau

akibat kelebihan air (air menggenang). Ratoon biasanya toleran akibat cekaman

air. Tetapi penggenangan air dalam jangka waktu lama akan berakibat mematikan

perakaran tebu. Besarnya gangguan oleh genangan air terhadap pertumbuhan

3

Page 4: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

tebu, bergantung pada saat dan lama kondisi anaerob berlangsung. Pemberian air

sampai setengah kapasitas lapang akan meningkatkan pertumbuhan tebu ratoon

sampai 174 persen daripada kondisi kekurangan air yaitu seperempat kapasitas

lapangnya. Berarti hasil panen ratoonnya dapat ditingkatkan, hanya dengan

meningkatkan ketersediaan air sampai kondisi di bawah kebutuhan optimalnya.

Pengairan perlu dilakukan pada saat a) waktu tanam, b) waktu pertumbuhan tunas

(tillering), c) tanaman berada pada fase pertumbuhan. Jumlah air yang diperlukan

identik dengan yang menguap atau evapotranspirasi. ( Koko, 2002)

Mengingat lahan tegalan umumnya kekurangan bahan organik, maka

pemberian pupuk organik disamping pupuk kimia dapat meningkatkan

produktivitas. Besarnya dosis optimum tentu harus dicari dengan bantuan analisis

bagian daun (analisa daun) dan percobaan lapangan. Waktu pemupukan harus

memperhatikan curah hujan agar pupuknya tidak terbuang, ikut mengalir (run

off) dengan air, begitu juga cara memupuk serta jenis pupuk yang sesuai dengan

tanah setempat.

4

Page 5: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

II. KAJIAN PUSTAKA

Secara teori, pengelolaan ratoon harus dilakukan dengan berbagai

kegiatan setelah tebu ditebang. Contoh kegiatan antara lain pengeprasan,

penyulaman, membersihkan seresah, memotong akar (off baring), pembumbunan,

subsoiling, pengolahan tanah antar barisan, pengendalian gulma dan pemupukan.

Kegiatan ini jarang dilakukan dengan benar, sehingga produktivitas tanaman

ratoon menurun.

Sebagai contoh di Lampung, Sunaryo (2009), menjelaskan data di kebun

PT Gunung Madu Plantation memperlihatkan gejala seperti di atas, misalnya

tahun 2008, produktivitas plant cane = 89.9 ton/ha , ratoon 1 = 81.6 ton/ha ,

ratoon 2 = 75.4 ton/ha , ratoon 3 = 72.7 ton/ha. Sri Nuryanti, 2007, meneliti di

Yogyakarta dan jawa Tengah, mengemukakan bahwa produktivitas plant cane di

lahan sawah = 95,4 ton/ha, sedang ratoon = 91.7 ton/ha, ratoon 1-3 = 91,2 dan

ratoon di atas tahun ke 3 = 88.6. Produktivitas tanaman tebu di tegalan plant

cane = 71.3 ton/ha, ratoon 46.3 ton/ha, ratoon 1-3 = 60.9 dan ratoon di atas tahun

ke 3 = 48.6 ton/ha. Sama halnya di PTPN II (2009), taksasi produksi 2008/2009

pada tebu sendiri (TS) sebagai berikut : plant cane =76.52 ton/ha, ratoon 1 =

64.85, ratoon 2 = 60.13 ton/ha, ratoon 3 = 52.55 ton/ha, sedang pada tanaman

tebu rakyat (TR) : plant cane = 63.28 ton/ha, ratoon 1 = 56.86 ton/ha, ratoon 2 =

52.67 ton/ha, ratoon 3 = 45.00 ton/ha.

Disbunjatim (2009), menunjukkan fakta bahwa budidaya tebu ratoon

sampai pada kondisi ratoon tertentu sangat menguntungkan.  Dibanding dengan

budidaya tanaman baru (PC), budidaya ratoon membutuhkan biaya relatif lebih

5

Page 6: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

kecil.  Ini karena terdapat penghematan dengan tidak diperlukannya biaya

pembelian bibit dan pengolahan tanah.  Namun demikian, budidaya ratoon juga

tidak selamanya menguntungkan karena pada tingkat ratoon perolehan produksi

yang rendah tidak sebanding dengan pembiayaan.  Pada kondisi tebu ratoon yang

sudah tidak menguntungkan seharusnya tanaman  tersebut dibongkar dan diganti

dengan tanaman tebu baru (PC).  Pada umumnya sampai kepada ratoon ketiga

budidaya ratoon masih menguntungkan dan hal demikian yang diharapkan oleh

petani tebu sehingga budidaya ratoon sangat menjanjikan.

Uraian Produktivitas tebu ( ton/ha)PC R 1 R 2 R3

PT GMP 89.9 81.6 75.4 72.7TS N2 76.52 64.85 60.13 52.55TR N2 63.28 56.86 52.67 45N 7,CIMA 71.9 66.6 64.9 60.8Potensi 90 100 110 120

Tabel 1 : Produktivitas Tebu di Sumatra Tahun 2008

Sumber : Diolah dari data PT GMP, CIMA, PTPN II dan Memet Hakim 2009

Gambar 1 : Grafik potensi dan realisasi produktivitas tebu di Sumatra, sesuai tabel 1 diatas

6

Page 7: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

Sundara (1998), menyatakan bahwa dibanyak negara umumnya tanaman

ratoon produktivitasnya menurun, tetapi 10 % diantaranya mempunyai

produktivitas yang sama dengan tanaman baru, bahkan ada yang lebih baik dari

tanaman baru. Terbukti dari percobaan Arifin, Z. dan Prahardini PER (2006),

memperlihatkan bahwa tebu ratoon produktivitas tebunya dapat lebih tinggi yakni

118,77 ton/ha dibanding tebu plant cane 111.84 ton/ha. Realita yang saat ini

menjadi minoritas diharapkandapat diperbaiki menjadi mayoritas.

Rendahnya produktivitas tanaman ratoon karena (a) produksi ratoon

dianggap sebagai tanaman sisa, (b) Populasi tanaman yang terus berkurang, (c)

Adanya penurunan kadar hara dalam daun, (d) pengerasan tanah dan kesuburan

fisik menurun, (e) adanya serangan hama dan penyakit (f) biaya lebih kecil.

Bristow KL (2002), mengatakan bahwa sumber air seperti yang berada

dalam tanah, curah hujan yang disimpan dalam tanah semua tersedia bagi

tanaman. Sisanya mengalir di permukaan dan sebagian masuk ke permukaan air

tanah (water table). Diperkirakan secara kasar tiap 100 mm air hujan ( 1.000 M3)

dapat menghasilkan sekitar 5-15 ton tebu/ha. Hal ini ditentukan oleh jenis tanah

dan kemampuan tanah menyimpan air.

Air limbah pabrik gula mempunyai BOD (biological oxygen demand) dan

COD (chemical oxigen demand) yang begitu tinggi (diatas 2000 mg/liter), jika

akan digunakan menjadi air irigasi harus diproses terlebih dahulu menjadi rendah.

Selanjutnya air yang telah diproses tersebut dapat dicampurkan dengan air

permukaan lainnya. Tidak semua jenis air dapat digunakan, air limbah yang telah

diproses dengan “biological oxygen demand” (BOD) dan chemical oxigen

7

Page 8: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

demand (COD) nya di atas 300 mg/liter air tidak dianjurkan. Sebagai contoh

kadar maksimum BOD, COD, Total Solid Suspenses (TSS) telah ditetapkan oleh

pemerintah Indonesia, untuk kawasan industri seperti tabel di atas.

Batasan baku mutu limbah cair yang dinyatakan aman adalah sebagai

berikut :

Tabel 2 : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri

Parameter Kadar Maksimum Beban Pencemaran Maks.(mg/liter) (kg/hari)

BOD5 50 4.3

COD 100 8.6

TSS (total suspended solid) 200 17.2

pH (keasaman) 6.0 - 9.0

Sumber : Soemarno (2007)

Teknik pengairan yang efisien adalah mengairi lahan tebu pada saat

tanaman memerlukannya yang diketahui dari hitungan water deficit dan gejala

defisiensi air secara visual. Persediaan air dalam tanah bulan ke 1 dianggap 100

mm, dan untuk berikutnya water holding capacity dianggap 100 mm, karena

daerah perakaran tebu paling dalam 35 cm saja. Pada tanaman tahunan yang

mempunyai perakaran sampai 1 m, water holding capacity dianggap 200 mm.

Perhitungan water deficit seperti ini secara praktis belum digunakan,

sedang pada tanaman kelapa sawit digunakan hanya untuk mengetahui

dampaknya terhadap kekeringan. Diharapkan pada tanaman tebu, perhitungan

seperti ini dapat meningkatkan efisiensi dalam pengaturan dan pemberian air

irigasi.

8

Page 9: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

Tabel 3 : Perhitungan water deficit sebagai berikut :

Curah Hari Pers.Air Evapo Sisa Stok Water

No Bulan Hujan Hujan di Tanah transpirasi air Air Deff. mm

mm mm mm mm mm mm (> 0 = 0)

1 Jan. 350 21 100 120 330 100 0

2 Feb. 220 14 100 120 200 100 0

3 Mart 267 12 100 120 247 100 0

4 April 188 16 100 120 168 100 0

5 Mei 132 15 100 120 112 100 0

6 Juni 65 5 100 150 15 15 0

7 Juli 48 6 15 150 0 0 87

8 Agust. 0 0 0 150 0 0 150

9 Serpt 0 0 0 150 0 0 150

10 Okt 89 6 0 150 0 0 61

11 Nov. 365 19 0 120 245 100 0

12 Des. 427 23 100 120 407 100 0

Total 2151 137 1590 448Catatan :

1. CH ≥ 11 : Evapotranspirasi 120 mm 3. Persediaan air dalam tanah bulan ke 1 dianggap 100 mm

2. CH < 10 : Evapotranspirasi 150 mm 4. Pers.air dlm tanah ≥ 0 = Water Deficit = 0

Terlihat dari gambar diatas mulai bulan juni sisa air yang disimpan dalam

tanah tinggal 15 mm lagi dan bulan berikutnya sudah kosong, artinya sejak bulan

Juni pengairan sudah harus dilakukan. Namun bulan yang dinyatakan defisit

adalah mulai dari bulan Juli sampai oktober.

Koko (2004), dalam penelitiannya menyatakan bahwa cekaman

kekeringan mengakibatkan penurunan yang nyata pada pertumbuhan dan karakter

vegetatif tanaman yang sedang berada pada fase pertumbuhan aktif, yaitu umur 2

hingga 4 bulan setelah tanam, sedangkan pada umur yang lebih tua (5 hingga 6

bulan setelah tanam) dampaknya lebih nyata terlihat pada kualitas atau kadar

gula.

9

Page 10: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

Penyulaman tradisional biasanyanya menggunakan bibit rayungan yang

dilakukan 1 minggu setelah tanam dan 3-4 minggu setelah tanam. Penyulaman ini

diperlukan karena ada tanaman yang mati akibat terlindas roda kendaraan

pengangkut tebu, karena drainase jelek, atau akibat serangan hama penyakit dan

lainnya. Barisan yang kosong akibat tanaman mati (gaps) yang lebih dari 2

rumpun harus segera disulam untuk mempertahankan produktivitasnya (NN,

2008)

Penyulaman dapat juga dilakukan dengan stek bibit pucuk. Penyulaman

pertama dilakukan pada minggu ke 3. Penyulaman kedua dilakukan bersamaan

dengan pemupukan dan penyiraman ke dua yaitu 1,5 bulan setelah tanam.

Penyulaman ekstra dilakukan jika perlu beberapa hari sebelum pembumbunan ke

6. Adanya penyulaman ekstra menunjukkan cara penanaman yang kurang baik.

Penyulaman bongkaran dilakukan jika ada bencana alam atau serangan penyakit

yang menyebabkan 50% tanaman mati (Disbun Jabar, 2008). Cara seperti ini

tidak dapat membuahkan hasil yang baik, karena bibit yang tumbuh dapat

dipastikan pertumbuhannya ketinggalan oleh tanaman yang lain.

Rekomendasi pemupukan yang ada saat ini sangat global, tidak

mempertimbangkan atau membedakan varitas, jenis tanah, katagori tanaman

sepeti tanaman baru dan ratoon dan populasi tanaman, padahal pemupukan harus

spesifik lokasi, ditiap tempat perlu ada uji optimalitas dosis dan jenis pupuk,

sehingga dosis optimum diketahui lebih akurat.

Tanaman ratoon mempunyai potensi menghasilkan produktivitas lebih

tinggi dibanding tanaman baru, oleh sebab itu perlu dosis pupuk yang lebih

10

Page 11: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

banyak dibanding tanaman baru. Namun demikian dengan adanya hasil

percobaan pemupukan akan didapat pedoman yang lebih akurat. Pengertian

ratoon adalah tanaman sisa haruslah ditinggalkan, karena potensi produktivitas

ratoon ternyata lebih besar dari tanaman baru, tinggal bagaimana merawatnya.

Diperlukan perubahan paradigma terhadap tanaman tebu yang masih dianggap

tanaman semusim, padahal saat ini telah tergolong tanaman tahunan. Produksi

”Ratoon” akan lebih tinggi dari produksi ”Plant Cane”, jika tidak demikian tentu

ada yang salah dalam pengelolaannya. Ratoon dapat dipelihara dan

dipertahankan, sejauh serangan hama dan penyakit masih dalam ambang batas

yang dapat ditolerir serta masih menguntungkan.

Di Kenana, Sudan, tanaman ratoon dipelihara sampai tahun ke 9 , namun

tergantung pada produktivitasnya. Luas areal ratoon di wilayah ini lebih dari 80

% (El Bashir A. Hammad and Dafalla Abdelwahhab, 2000).

Pemupukan organik dapat meningkatkan kesuburan biologi dan fisik

tanah, pupuk ini jika dicampur dengan pupuk kimia (menambah kesuburan

kimia) dapat bersinergi, meningkatkan produktivitas tanaman. Salah satu bahan

organik sisa pengolahan tebu dipabrik gula adalah blotong dan bagas. Bahan

organik lainnya banyak dijumpai di sekitar pabrik seperti kotoran hewan ayam,

sapi, kambing,dll (kohe), sampah kota, jerami, dedak, abu ketel, abu sekam.

Bahan organik alami seperti zeolit, kapur pertanian, guano dapat digunakan.

Bahkan sisa-sisa daun tebu (seresah) merupakan bahan organik yang baik serta

dapat dijadikan mulsa. Bahan Organik hijauan sisa tanaman kacang-kacangan

merupakan jenis bahan organik yang baik sekali, namun sulit mendapatkannya.

11

Page 12: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

Kedenderungan produktivitas seperti yang digambarkan dalam grafik

dibawah ini, memperlihatkan adanya gap atau deviasi produktivitas yang cukup

jauh antara realisasi saat ini dengan yang sebenarnya dapat diperoleh.

Untuk mendapatkan produktivitas tebu sesuai dengan teori diatas,

diperlukan asupan berupa pemupukan yang cukup, perawatan tanaman lainnya

seperti sisa potongan pada ratoon harus 0 cm diatas permukaan tanah, pengairan

penggunaan hormone dan lainnya.

Pemupukan, selain “unsur makro”, tanaman tebu memerlukan juga unsur

mikro. Gejala defisiensi dapat terlihat pada daun dan atau pertumbuhan tanaman.

Kekurangan unsur mikro dapat mengakibatkan pertumbuhan tidak sempurna dan

menurunkan produktivitas. Unsur mikro umumnya dapat dipenuhi oleh pupuk

organik dalam bentuk kompos.

12

Sumber : Memet Hakim (2008)

Ratoon ke

Gambar 2 :Tren Produksi Tebu dibandingkan dengan tabel 1 & Gambar 1

5

Pola Tradisional

Ton tebu/ha

Trend yang diharapkan120

1

100806040200

1400

2 3 4

Page 13: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

Waktu pemupukan merupakan titik kritis dalam aplikasi pupuk.

Pemupukan sebaiknya dilaksanakan pada saat tanah lembab, tidak terlalu kering

ataupun tidak terlalu basah. Sebagai pedoman pemupukan dilakukan pada saat

curah hujan 50-100 mm/bulan, di atas itu akan terjadi “run of “ yang cukup

banyak dan sebaliknya pada saat curah hujan di bawah 50 mm, akan terjadi

penguapan terutama bagi pupuk urea (Gambar 3).

Gambar 3 : Waktu Pemupukan Ideal

Dilihat dari sudut fisiologi tanaman, sisa ratoon tebu merupakan pangkal

batang yang berisi cadangan makanan dan akar yang tumbuh aktif

meng”absorpsi” hara dari dalam tanah. Dari pangkal batang ini akan tumbuh

tunas-tunas yang diharapkan menjadi batang tebu yang baik. Semakin rapat

dengan tanah mutu ratoon semakin baik, karena akar dari tunas yang tumbuh

13

Waktu Pemupukan Ideal

050

100150200250

Januari

Februari

Mart

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember

Januari

Februari

Mart

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember

Januari

Februari

Mart

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember

2005 2006 2007

Bulan/ Tahun

Hari dan m

m H

uja

n

: Waktu Pemupukan IdealSumber : Memet Hakim, 2008

Keterangan : Waktu pemupukan

Page 14: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

akan langsung menyentuh tanah dan akan tumbuh dengan baik. Batang yang

tumbuh dari tunas seperti ini merupakan batang yang diharapkan sebagai

produksi.

Pertumbuhan tunas sering dihitung dan dinyatakan dengan Indeks

Pertumbuhan Tunas (IPT) dan Indeks Kematian Tunas (IKT). Indeks ini

dipengaruhi oleh pertunasan yang tumbuh apakah di atas permukaan tanah

ataukah di bawah permukaan tanah.

Fitohormon dapat memberikan pengaruh baik positip maupun negatif,

seperti misalnya meningkatnya kandungan cytokinin, P dan Ca memacu tingkat

kematian tunas (IKT) pada varitas tebu M442-51. Pengaruh fitohormon lainnya

seperti Auxin,Gibberelic Acid (GA) dan Abscitic Acic (ABA) tergantung dari

berbagai faktor seperti varitas, katagori tanaman (waktu tanaman yang

dinyatakan dalam pertengahan bulan ybs), dosis nitrogen dan dosis kalium.

(Hadisaputro Suyoto, 2008).

Jenis fitohormon lainnya antara lain Auxins, Brassinosteroids, Ethylene,

Jasmonic acid, Polypeptide hormons, Salicylic acid, polyamines. Hormon

tersebut terbuat dari bahan kimia yang dapat mempengaruhi pembelahan sel,

diferensiasi ataupun pembesaran.

Auxin dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman,Dichlorophenoxyacetic

acid (2,4-D) dan dicamba merupakan auxin sintetik yang digunakan sebagai

herbisida. Auxin Biosyntetik rumus bangunnya sebagai berikut :

14

CH₂COOH

N

CH₂ -COOH

N

H

Page 15: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

Indole acetic acid indole-3-acetic acid (IAA)

4- Chloroindole-3-acetic acid (4-Cl-IAA) Indole-3-butiric acid (IBA)

Sedangkan auxin syntetik yang sering digunakan sebagai herbisida rumus

bangunnya sebagai berikut :

2,4-Dichlorophenoxy acetic acid 2-Methoxy-3,6-Dichlorobenzoic acid(2,4-D) (Dicamba)

Fishel et al.2007, menyatakan bahwa herbisida yang mengandung auxin

sintetik yang pengaruhnya mirip dengan 2,4-D antara lain adalah 1) 2,4-

Dichlorophenoxyacetic acid, 2) MCPA 4-chloro-2-methylphenoxyacetic acid, 3)

2,4-DP 2-(2,4-Dichlorophenoxy)propionic acid, 4) MCPP 2-(2-methyl-4-

chlorophenoxy)propionic acid, 5) MCPB 4-(2-methyl-4-chlorophenoxy)butyric

15

CH₂ -COOH

N

H

Cl

CH₂ - CH₂ - CH₂-COOH

N

H

Cl

Cl

O-CH₂-COOH

Cl

Cl

OCH₃

COOH

Page 16: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

acid, 6) Dicamba 2-Methoxy-3, 6-dichlorobenzoic acid, 7) Triclopyr (3,5,6,-

Trichloro-2-pyridinyl)oxyacetic acid dalam semua bentuk atau formula.

Herbisida dalam bentuk ester, mudah menguap dibandingkan dengan

bentuk amine, sehingga di Florida 2,4-D yang dianjurkan adalah yang berbentuk

amine, karena penguapan 2,4-D dalam bentuk ester dapat mengganggu tanaman

disekitar lokasi aplikasi terutama tanaman yang berdaun lebar.

Aamir Ali, 2006, menyimpulkan bahwa konsentrasi optimum untuk

induksi callus adalah 3 mg/liter air . Pada konsentrasi rendah 2,4-D tidak efektif ,

begitu juga jika dosisnya terlalu tinggi menyebabkan tanaman terhambat

pertumbuhannya. Pengaruh interaksi auxin dan cytokinin tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata dalam merangsang inisiasi callus. Diduga dengan

konsentrasi tertentu pertumbuhan tunas tebu juga akan terangsang.

Gibberellins, merupakan sekresi dari cendawan Gibberella fujikuroi

dimurnikan menjadi gibberellic acid (GA). Gibberellic acid dapat merangsang

pertumbuhan tanaman khususnya perpanjangan batang, mengatur proses

pertumbuhan tanaman muda menjadi dewasa serta merangsang pengecambahan

benih (dengan transkripsi á-amylase dalam lapisan aleurone dan protease yang

mengaktivasi â-amylase dari tepung/karbohidrat). Penggunaan secara komersial

untuk menambah produktivitas tanaman dan pemuliaan pada tebu.

Malik dan Tomar (1999) dalam penelitiannya menerangkan bahwa

penggunaan GA3+NAA and Banglol-6 dengan dosis 1.0 % dicelupkan selama 30

menit dapat meningkatkan daya tumbuh sebesar 1.29 sampai 1.41 % dibanding

control.

16

Page 17: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

Rumus bangun gibberellic acid (GA) GA1 Biosintesis

Hormon ini dapat membantu meningkatkan produktivitas tanaman tebu

dan meningkatkan daya kecambah benih. Dari tulisan ini sangat mungkin

tanaman ratoon yang baru ditebang disemprot sampai basah (kondisinya seperti

dicelupkan) dengan dosis di atas, agar pertumbuhan tunas semakin banyak,

namun tentu perlu penelitian lebih jauh untuk mendapatkan hasilnya.

Ethylene, merupakan hormon yang ringan sekali, bahkan lebih ringan dari

udara, mudah terbakar, berfungsi meningkatkan resistensi terhadap penyakit, zat

pemacu kemasakan buah dan pembentukan parenchyma pada batang. Rumus

kimianya adalah H2 C=CH2.

Cytokinin, merupakan hormon yang dapat menghambat penuaan daun

serta merangsang pergerakan hara kedaun yang menerima cytokinin. Rumus

bangunnya sebagai berikut :

Zeatin (trans - form)

17

H

COOH

HOO H

OHCOO

O

N

CH₃

HN-CH

CH₂OHC = C

H

N

N

N

OH

CH₃

H

COOH

HOO H

CH₂COO

O

Page 18: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

Abscisic acid, merupaka hormon yang dapat memperpanjang masa tidur

(dormancy) benih dan mencegah pengecambahan sebelum waktunya (premature),

meningkatkan kadar gula, memberikan tanda-tanda kekeringan. Rumus

bangunnya sebagai berikut :

(S)-cis-ABA(active)

Seluruh hormon tersebut jika akan digunakan tentu perlu penelitian yang

panjang dan berkelanjutan. Dalam kaitannya dengan tebu ratoon dimana yang

tersisa dari hasil panen (tebang) adalah pangkal batang bawah yang masih

menyimpan karbohidrat, sukrosa, glukosa, air serta akar yang beratnya sekitar 1

kg per m², merupakan sisa tanaman yang produktif dan dapat menghasilkan

produksi yang baik jika tanaman tersebut dirawat secara intensif.

Secara komersial mungkin hormon auxin dalam bentuk herbisida 24-D-

Amin dapat digunakan karena harganya murah serta aplikasinya mudah untuk

meningkatkan produktivitas tanaman tebu. Herbisida tersebut termasuk herbisida

untuk mengendalikan gulma berdaun lebar (broad leaves herbicide), sedang tebu

termasuk tanaman berdaun runcing. Penyemprotan langsung dalam dosis agak

rendah diseluruh permukaan tanah, tidak mengganggu pertumbuhan tebu, bahkan

dapat merangsang pertumbuhan. Selain itu ada juga produk pupuk yang

18

CH₃

OH

CH₃

CH₃H₃C

O COOH

Page 19: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

didalamnya telah terkandung Zat perangsang tumbuh (auksin, sitokinin, dan

giberellin), sehingga fungsinya menjadi semakin lengkap.

Tebu ratoon yang tumbuh dari batang sisa diatas permukaan tanah

umumnya antara 5 sampai 10 cm, akan cepat tumbuh tetapi akarnya

menggantung. Tunas ini sekilas terlihat memberikan harapan hidup, akan tetapi

setelah berumr 3 bulan akan mati atau tidak berkembang karena bahan makanan

dalam batang habis dan tunas tersebut tidak dapat menyerap unsur hara sendiri

dari dalam tanah.

Sehubungan dengan hal diatas diperlukan tindakan pemotongan sisa

batang diatas permukaan sampai 1 cm dibawah permukaan tanah, agar tunas yang

tumbuh akarnya dapat langsung menyerap hara dari dalam tanah. Tunas ini akan

tumbuh tegak dan sempurna. Skema sebagai berikut :

Gambar : Sketsa Sisa Batang pada Ratoon dan Penampang Ratoon

Mengingat tanaman Ratoon perakaran sisa tebangan sudah berkembang

sedemikian rupa, maka diperlukan cara bagaimana merawat dan merangsang

perakaran agar tetap tumbuh dengan baik. Apabila perakaran tumbuh di atas

tanah, dapat dipastikan akar tersebut akan kering dan mati, itulah sebabnya sisa

batang tebu yang ditebang harus dikepras sekitar 10 cm dari permukaan tanah.

19

Sumber : Diolah dari Sundara, 1998

Page 20: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

Ball-Coelho et all,(1991), mengamati hasil perakaran tebu ratoon dengan

minirhizotron di Brazil yakni jumlah akar mati dan hidup antara 0.9 sampai 1.1

kg/m², panjang akar antara 14.0 sampai 17.5 km per m², sedang pada akhir

tanaman plant cane masing-masing sebanyak 0.75 kg per m² dan 13.8 km per m².

Jumlah akar rambut yang terdapat pada lapisan atas dimana terdapat sisa tanaman

hanya sekitar 1 % dari total biomas da sekitar 3 % dari total panjang akar. Data di

atas dapat memberikan gambaran betapa jumlah akar tebu ini jumlahnya sangat

banyak dan sangat berarti bagi penyerapan hara dari dalam tanah.

Dengan demikian diharapkan tunas yang timbul dari bawah permukaan

tanah, dimana akar aktif telah tersedia. Selain itu setelah ratoon berumur 8-10

minggu perlu pembumbunan kembali agar perakaran dari tunas yang tumbuh

dekat permukaan tanah dapat ditutupi tanah, sehingga akarnya dapat berkembang

dengan baik. Gambar dibawah ini memperlihatkan secara skematis bagaimana

pertumbuhan cabang atau tunas didalam tanah.

Tunas yang diharapkan adalah tunas yang tumbuh dari sisa batang atau

pangkal batang yang berada didalam tanah, agar batang dapat tumbuh sempurna.

Indeks Pertumbuhan Tunas rupanya dapat ditingkatkan dengan penggunaan

fitohormon, seperti auxin, gibberellic acid, cytokinin dan lain-lain.

20

Keprasan 10 cm dibawah permukaan tanahSumber : Sundara,B, 2007, Sugarcane Cultivation

Page 21: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

Viator RP (2008), dalam penelitiannnya di Lousiana memperlihatkan

hasil ratoon yang menurun sebanyak 21 % akibat adanya perlakuan penggunaan

glyphosate sebagai pemacu kemasakan dibandingkan dengan plot control, namun

jika sisa tanaman dikeluarkan atau dibakar produksinya tidak turun dibandingkan

dengan yang tidak menggunakan pemacu kemasakan. Jadi penggunaan bahan

kimia sebagai zat pemacu kemasakan harus sangat selektif.

21

Ratoon ke 1

Ratoon ke 2Gambar : Sketsa Perakaran pada Ratoon

Sumber : Memet Hakim, 2008

Page 22: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

III. PEMBAHASAN

Produktivitas tebu ratoon dapat lebih besar dari tanaman baru dengan

beberapa alasan, pertama populasi tanaman tidak boleh berkurang, jadi

penyulaman harus dilaksanakan agar populasi tetap, kedua untuk mendukung

alasan pertama, mutu ratoon harus baik (pemotongan batang serapat mungkin

dengan tanah bahkan lebih baik jika dipotong 1 cm di bawah permukaan tanah),

sehingga tunas yang tumbuh dapat menjadi batang yang diharapkan, ketiga

pemupukan yang tepat dosis, tepat cara, tepat waktu dan tepat jenis.

Penyulaman dengan cara tradisional ( dengan bibit rayungan, stek, bagal)

akan terlambat pertumbuhannya, karena akan kalah bersaing dengan tanaman

yang telah lebih dahulu tumbuh. Penyulaman dengan cara ini hanya akan dapat

dipanen pada tahun kedua setelah penyulaman. Penyulaman yang terbaik saat ini

adalah dengan bibit polibeg. Bibit dalam polibeg dipersiapkan 2 bulan

sebelumnya, sehingga pada saat tebang dimulai, bibit tersebut dapat langsung

ditanam, sehingga pertumbuhannya tidak akan tertinggal. Selain itu harga sebuah

bibit polibeg sampai siap tanam, senilai sebatang tebu, padahal jumlah batang

tebu per rumpun umumnya di atas 7 batang, sehingga dengan masih diperoleh

kelebihan sebesar lebih dari 6 batang. Dengan bibit polibeg jumlah kematian

akan semakin kecil dibandingkan dengan stek atau rayungan.

Pemotongan sisa batang sampai menyentuh permukaan tanah (stuble

shaving), akan membuat tunas-tunas tumbuh normal dan menjadi batang

produksi, sehingga populasi tanaman terpelihara, apalagi jika diberikan

fitohormon yang dapat memacu pertumbuhan tunas dan pertumbuhan tanaman.

22

Page 23: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

Pemotongan sisa tanaman tebu pada ratoon sangat mudah dan cepat jika

menggunakan “cane cutter” yang mulai dikembangkan oleh ETCAS (Emha

Traning Center & Advisory Services) pada tahun 2009 dibandingkan dengan

manual. Hasil pemotongan sisa batang tebu akan meningkatkan produktivitas,

namun berapa jumlah kenaikannya perlu diteliti lebih lanjut.

Jika sisa tunggul pada ratoon masih tinggi, tunas yang tumbuh akarnya

akan menjadi akar gantung. Tunas seperti ini akan tumbuh selama cadangan

makan pada sisa batang tebu masih ada. Pertumbuhannya akan terganggu dan

selanjutnya akan mati, sehingga populasi tanaman berkurang.

Pada tanaman ratoon yang baru saja dikepras perlu diteliti penggunaan

hormon mana yang baik dan efisien. Bibit untuk keperluan penyulaman akan

lebih baik diberikan perlakuan hormon 2,4-D amine terlebih dahulu dengan

dicelupkan pada larutan dosis 1 % selama 30 menit, agar pertumbuhan tunasnya

lebih tinggi (Malik dan Tomar (1999).

Menurut Sundara (1998), umumnya populasi pada tanaman ratoon

berkurang sebesar 20 sampai 25 %, namun ada juga yang berkurang sampai

sekitar 50 %. Dengan penjelasan di atas sangat logis jika produktivitas tanaman

ratoon lebih rendah dari tanaman barunya karena masalah populasi tanaman.

Penyulaman dan perbaikan mutu ratoon dimaksudkan untuk menjaga agar

populasi tanaman tetap utuh.

Jika bibit stek pada tanaman baru ditanam, belum ada akar atau tunas

yang tumbuh, sedang pada tanaman ratoon begitu ditebang akarnya telah

sempurna. Perbedaan kondisi ini yang perlu dicermati. Jika pada tanaman baru

23

Page 24: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

pemupukan sebaiknya diberikan setelah akar tumbuh, yakni sekitar 1.5 sampai 2

bulan, sedang pada ratoon dapat dilaksanakan segera setelah tebang. Pemupukan

berikutnya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tunas (tillering capacity)

dan pertumbuhan batang . Untuk merangsang pertumbuhan akar yang baru pada

tanaman ratoon, perlu pemotongan akar sekaligus menggemburkan tanah ( off

baring) dan menggunakan hormon dan penambahan hara tertentu untuk

meningkatkan indeks pertumbuhan tunas dan produktivitas tanaman.

24

Page 25: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

IV. SIMPULAN

Tanaman tebu ratoon produktivitasnya dapat lebih tinggi dari tanaman

baru, apabila perawatan tanaman dilakukan dengan baik. Perawatan yang

terpenting adalah penyulaman dengan bibit polibeg yang sama varitasnya, mutu

ratoon yang baik, pemupukan dengan dosis optimal pada waktu yang tepat, cara

yang tepat, jenis yang sesuai dan frekuensi aplikasi yang tepat. Pengairan dan

pengendalian organisme pengganggu tanaman tentu mempunyai peran yang

penting sekali untuk mendapatkan produktivitas optimum.

Tanaman tebu yang dipelihara ratoonnya bukan termasuk tanaman

semusim, namun merupakan tanaman tahunan. Dengan demikian pola pikir dan

tindakan agronomis harus mengacu pada program jangka panjang. Pendapat

selama ini yang menganggap tanaman ratoon adalah tanaman sisa, perlu

diperbaiki, karena pada kenyataannya tanaman ratoon dapat mencapai

produktivitas yang baik bahkan melebihi tanaman baru (plant cane).

Permasalahan timbul pada saat menentukan berapa dosis pemupukan yang

optimal, kapan waktu yang tepat, jenis apa saja yang cocok dan berapa kali

aplikasi yang paling efisien. Pertanyaan yang sering timbul adalah berapa lama

ratoon dapat dipertahankan.

Untuk menjawab pertanyaan di atas perlu percobaan pemupukan yang

dilengkapi dengan analisa daun dan dilaksanakan secara berkelanjutan disetiap

lokasi yang dianggap mewakili wilayah tertentu. Mengenai lamanya tanaman

ratoon, selama produktivitasnya masih ekonomis dan serangan organisme

25

Page 26: Analysis of Agronomic Technique to Achieved Yield Optinalization of Ratoon Cane

pengganggu tanaman terutama penyakit masih dalam ambang batas, maka selama

itu tanaman ratoon dapat dipertahankan, jadi tidaklah tepat jika dikatakan

tanaman tebu ratoon, setelah ketigakalinya harus dibongkar tanpa melihat

produktivitasnya.

Demikian pula jika ingin menggunakan fitohormon, jenis manakah yang

paling baik dan efisien dalam meningkatkan produktivitas tanaman. Untuk

menjawab masalah ini perlu riset yang mendalam dan praktis agar dapat

diaplikasikan di lapangan secara mudah. Menggunakan fitohormon harus lebih

hati-hati karena kekurangan dosis tidak ada pengaruhnya dan kelebihan dosis

menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman.

Penggunaan fitohormon untuk dapat dilakukan pada saat perbanyakan

tanaman melalui kultur jaringan, meningkatkan daya tumbuh pada tingkat

pembibitan dalam polibeg dan memacu pertumbuhan tunas (indeks pertumbuhan

tunas) di lapangan segera setelah kepras. Untuk itulah perlu penelitian yang

berkelanjutan untuk mendukung kegiatan praktis di lapangan.

Pola penanaman yang bersamaan dalam suatu hamparan (blok) akan

mempermudah penanaman, perawatan dan panen, dibandingkan pola tersebar.

Untuk itulah lokasi pembibitan perlu dipisahkan tersendiri untuk memudahkan

kendali atas tanaman yang ada (manajemen tanaman). Diperlukan cara atau

paradigm baru dalam berpikir dan bertindak dalam melaksanakan budidaya tebu

ini.

26